SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS ANEMIA PADA BALITA STATUS GIZI RENDAH
SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS ANEMIA PADA BALITA STATUS GIZI RENDAH
Oleh: WULANSARI UNIVERSITAS AIRLANGGA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT SURABAYA 2008
1
SKRIPSI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS ANEMIA PADA BALITA STATUS GIZI RENDAH
Oleh: WULANSARI 100630244 UNIVERSITAS AIRLANGGA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT SURABAYA 2008
2
PENGESAHAN
Dipertahankan di Depan Tim Penguji Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga dan
Diterima untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM) pada tanggal 11 Juli 2008
Mengesahkan Universitas Airlangga
Fakultas Kesehatan Masyarakat a.n. Dekan,
Kepala Bagian Akademik Dr. Hari Basuki Notobroto, dr., M.Kes
NIP. 13015148 Tim Penguji :
1. Endang Dwiyanti, Dra. Psi., M.Kes
2. Merryana Adriani, S.KM., M.Kes
3. Lies Setyowati, S.KM ii
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM) Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga
Oleh : WULANSARI NIM. 100630244
Surabaya, 17 Juli 2008 Mengetahui, Menyetujui, Ketua Departemen, Pembimbing, Dr. Sri Adiningsih, dr., M.S., M.CN Merryana Adriani, S.KM., M.Kes NIP. 130687611 NIP. 132092769 iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat terselesaikannya skripsi dengan judul “FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS ANEMIA PADA BALITA STATUS GIZI RENDAH”, sebagai salah satu persyaratan akademis dalam rangka menyelesaikan kuliah di Program Pendidikan Sarjana (S1) Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.
Skripsi ini disusun untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi status anemia pada balita status gizi rendah di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya. Kami menyampaikan terimakasih kepada Ibu Merryana Adriani, SKM., M.Kes, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan petunjuk, koreksi serta saran sehingga terwujudlah skripsi ini
Terimakasih kami sampaikan pula kepada: 1. Prof. Dr. J. Mukono, dr., M.S., M.PH, selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Airlangga 2. Dr. Sri Adiningsih, dr., M.S., M.CN, selaku Ketua Departemen Gizi
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga 3. Para kader posyandu yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Evi yang telah membantu dalam analisa sampel darah
5. Tim penguji yang telah memberikan masukan dan koreksi terhadap skripsi ini iv
6. Orangtua tercinta yang selalu memberi dorongan, semangat dan nasehat, terutama bunda yang selalu bersemangat dalam memotivasi. Dinda tersayang yang selalu setia menemani hingga larut dalam pengetikan skripsi ini.
7. Tim sukses “anemia balita”, atas kekompakan dan kerjasama yang luar biasa.
8. Tim sukses “reglog” yang selalu setia bertukar pikiran.
9. Teman-teman seangkatan dan sepeminatan yang selalu memberi masukan, bantuan dan semangat.
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas segala amal yang telah diberikan dan semoga skripsi ini berguna baik bagi diri kami sendiri maupun pihak lain yang memanfaatkannya.
Surabaya, Juli 2008 v
ABSTRACT
Iron deficiency of anemia was one of disease accompanied protein energy malnutrition. Iron deficiency of anemia was anemia that caused by less iron reserve in the body. It would be less eritropoesis and than decrease of haemoglobin formed. Iron deficiency of anemia could be effect degradation intellectual ability and impenetrability of infant body. For these condition, the research was done to learned about the factors affected the infant anemia in Mojo village, Gubeng Subdistrict Surabaya.
The aim of the research was to learn about the factors affected the infant anemia. In the other hand, this research were learned about family and infant charactheristics, infant consumption, wormy, and infection history.
This reseach was analytic observational with comparation study.. According to the time, it was cross sectional study. The samples criteria were infant in age range 2-5 years old and underweight. There were 15 samples and was drawn using simple random sampling technique. The laboratory data consist of haemoglobin level and feses test. The other data was collect by questioner. Chi square and logistic regression test were used to statistical analysis.
The results of this research showed there were factor that affected infant anemia. Mother nutrient knowledge and infection history had significant influence to infant anemia (p<0,05).
According to the results of this research could be concluded that the most affected anemia on 2-5 years old infant was infection history, for that require to be conducted by improvement personal higiene and environmental sanitation.
Key word: Anemia, haemoglobin level, underweight
vi
ABSTRAK
Anemia defisiensi besi merupakan salah satu penyakit yang sering menyertai gizi kurang. Anemia defisiensi zat besi (Fe) adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi dalam tubuh sehingga penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang, yang pada akhirnya pembentukan Hb berkurang. Pengaruh masalah anemia gizi besi pada balita adalah penurunan kekebalan tubuh dan penurunan kemampuan intelektual. Atas dasar kenyataan itu maka dilakukan penelitian ini untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi terjadinya anemia pada balita dengan status gizi rendah di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi status anemia pada balita status gizi rendah. Selain itu, penelitian ini juga dimaksudkan untuk mempelajari karakteristik balita dan karakteristik keluarga balita, pola konsumsi balita, status kecacingan dan riwayat infeksi balita.
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancang bangun penelitian studi komparasi dan data dikumpulkan secara cross sectional. Kriteria sampel pada penelitian ini adalah balita berusia 2-5 tahun dengan status gizi rendah. Terdapat 15 sampel dan ditentukan dengan teknik simple random
sampling. Data yang dikumpulkan terdiri dari kadar hemoglobin dan hasil uji
feses. Data lain dikumpulkan dengan questioner. Analisa data yang digunakan adalah chi square dan regresi logistik.
Hasil penelitian menunjukan terdapat faktor yang mempengaruhi status anemia pada balita. Tingkat pengetahuan ibu dan riwayat infeksi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap status anemia balita (p<0,05).
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa riwayat infeksi merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap status anemia pada balita 2-5 tahun dengan status gizi rendah, untuk itu perlu dilakukan peningkatan higiene perorangan dan sanitasi lingkungan agar kasus anemia pada balita dapat diturunkan Kata kunci: Anemia, kadar hemoglobin, balita status gizi rendah vii
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
LEMBAR PERSETUJUAN iii
KATA PENGANTAR iv
ABSTRACT vi ABSTRAK vii DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMPIRAN xvi
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN xvii
BAB I PENDAHULUAN
1
1.1 Latar Belakang
1
1.2 Identifikasi Masalah
4
1.3 Perumusan Masalah
6 BAB II TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
7
2.1 Tujuan Umum
7
2.2 Tujuan Khusus
7
2.3 Manfaat Penelitian
8 BAB III TINJAUAN PUSTAKA
9
3.1 Balita
9
3.1.1 Definisi Balita
9
3.1.2 Pertumbuhan Balita
9
3.1.3 Penentuan Status Gizi Balita
17
3.2 Anemia Defisiensi Besi
20
3.2.1 Definisi Anemia Defisiensi Besi
20
3.2.2 Gejala Anemia
22
3.2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Anemia
23
3.2.4 Akibat Anemia Defisiensi Besi Pada Balita
42
3.2.5 Metode Penentuan Status Anemia
43 BAB IV KERANGKA KONSEPTUAL
45
4.1 Kerangka Konseptual
45
4.2 Hipotesis
47 BAB V METODE PENELITIAN
48
5.1 Jenis dan Rancang Bangun Penelitian
48
5.2 Populasi
48
5.3 Sampel, Besar Sampel dan Cara Penentuan Sampel
48
5.3.1 Sampel
48
5.3.2 Besar Sampel
48
5.3.3 Cara Penentuan Sampel
49 viii
5.4 Lokasi dan Waktu Penelitian
6.4.2 Jenis Makanan Yang Diberikan
78
6.4.5 Tingkat Konsumsi Balita Terhadap Zat Non Gizi
76
6.4.4 Tingkat Konsumsi Balita Terhadap Zat Gizi
74
6.4.3 Jumlah Makanan Yang Diberikan
73
69
81
6.4.1 Frekuensi Pemberian Makanan
68
6.4 Pola Konsumsi Balita
68
6.3.6 Jumlah Anggota Keluarga
67
6.3.5 Jumlah Pendapatan Keluarga
6.5 Status Kecacingan
6.6 Riwayat Infeksi
6.3.4 Tingkat Pengetahuan Ibu
84
6.10.5 Hubungan Tingkat Konsumsi Protein Dengan Status Anemia Pada Balita Status Gizi Rendah
87
6.10.4 Hubungan Tingkat Konsumsi Energi Dengan Status Anemia Pada Balita Status Gizi Rendah
86
6.10.3 Hubungan Jumlah Anggota Keluarga Dengan Status Anemia Pada Balita Status Gizi Rendah
85
6.10.2 Hubungan Jumlah Pendapatan Keluarga Dengan Status Anemia Pada Balita Status Gizi Rendah
6.10.1 Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Dengan Status Anemia Pada Balita Status Gizi Rendah
83
84
6.10 Hubungan Antar Variabel
84
6.9 Status Anemia
83
6.8 Kadar Hemoglobin
83
6.7 Status Gizi Balita
66
66
50
5.7.1 Teknik Pengumpulan Data
6.1 Gambaran Umum Dan Lokasi Penelitian
60
59 BAB VI HASIL PENELITIAN
5.8 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
58
5.7.2 Instrumen Pengumpulan Data
56
56
6.1.1 Keadaan Geografi
5.7 Teknik dan Instrumentasi Pengumpulan Data
5.6.2 Variabel, Definisi Operasional dan Cara Pengukuran 53
52
5.6.1 Variabel Penelitian
52
5.6 Variabel, Definisi Operasional dan Cara pengukuran
51
5.5 Kerangka Operasional Penelitian
60
60
6.3.3 Jenis Pekerjaan Ibu
6.2.2 Jenis Kelamin Balita
65
6.3.2 Tingkat Pendidikan Ibu
65
6.3.1 Umur Ibu Balita
65
6.3 Karakteristik Keluarga Balita
64
64
6.1.2 Keadaan Demografi
6.2.1 Umur Balita
64
6.2 Karakteristik Balita
63
6.1.4 Sarana Kesehatan
61
6.1.3 Keadaan Sosial Ekonomi
60
87 ix
6.10.6 Hubungan Tingkat Konsumsi Vitamin C Dengan Status Anemia Pada Balita Status Gizi Rendah
88
6.10.7 Hubungan Tingkat Konsumsi Zat Besi Dengan Status Anemia Pada Balita Status Gizi Rendah
89
6.10.8 Hubungan Frekuensi Konsumsi Makanan Sumber Tanin Dengan Status Anemia Pada Balita Status Gizi Rendah
90
6.10.9 Hubungan Frekuensi Konsumsi Makanan Sumber Fitat Dengan Status Anemia Pada Balita Status Gizi Rendah
90
6.10.10 Hubungan Frekuensi Konsumsi Makanan Sumber Oksalat Dengan Status Anemia Pada Balita Status Gizi Rendah
91
6.10.11 Hubungan Status Kecacingan Balita Dengan
Status Anemia Pada Balita Status Gizi Rendah
92
6.10.12 Hubungan Riwayat Infeksi Balita Dengan Status Anemia Pada Balita Status Gizi Rendah
93
6.11 Faktor Yang Mempengaruhi Status Anemia Pada Balita
95 BAB VII PEMBAHASAN
97
7.1 Karakteristik Balita
97
7.2 Karakteristik Keluarga Balita
97
7.3 Pola Konsumsi 100
7.4 Status Kecacingan 104
7.5 Riwayat Infeksi 105
7.6 Status Gizi Balita 105
7.7 Kadar Hemoglobin 106
7.8 Status Anemia 107
7.9 Faktor Yang Mempengaruhi Status Anemia Pada Balita 108
BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 121
8.1 Kesimpulan 121
8.2 Saran 122
DAFTAR PUSTAKA 123
LAMPIRAN 126 x
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Tabel Halaman
3.1 Penentuan Status Gizi Balita Berdasarkan Z Score Baku NCHS
19
3.2 Batas Normal Kadar Hemoglobin Menurut Kelompok Umur Dan jenis Kelamin
21
3.3 Kecukupan Energi Pada Anak Per Orang Per Hari
31
3.4 Kecukupan Protein Pada Anak Per Orang Per Hari
32
3.5 Kecukupan Vitamin C Pada Anak Per Orang Per Hari
34
3.6 Kecukupan Zat Besi Pada Anak Per Orang Per Hari
35
5.1 Variabel, Definisi operasional dan Cara Pengukuran
53
6.1 Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya Tahun 2008
61
6.2 Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Agama di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya Tahun 2008
61
6.3 Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya Tahun 2008
62
6.4 Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Jenis Pekerjaan di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya Tahun 2008
63
6.5 Distribusi Balita Menurut Umur di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya Tahun 2008
64
6.6 Distribusi Balita Menurut Jenis Kelamin di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya Tahun 2008
64
6.7 Distribusi Ibu Balita Menurut Umur di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya Tahun 2008
65
6.8 Distribusi Ibu Balita Menurut Tingkat Pendidikan di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya Tahun 2008
65
6.9 Distribusi Ibu Balita Menurut Jenis Pekerjaan di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya Tahun 2008
66
6.10 Distribusi Ibu Balita Menurut Tingkat Pengetahuan Ibu di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya Tahun 2008
67
6.11 Distribusi Ibu Balita Menurut Tingkat Pendapatan Keluarga di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya Tahun 2008
67
6.12 Distribusi Ibu Balita Menurut Jumlah Anggota Keluarga di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya Tahun 2008
68 xi
6.13 Distribusi Balita Menurut Pola Makan Sehari di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya Tahun 2008
74
6.26 Distribusi Balita Menurut Waktu Konsumsi Teh di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya Tahun 2008
79
6.25 Distribusi Balita Menurut Frekuensi Konsumsi Teh di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya Tahun 2008.
78
6.24 Distribusi Balita Menurut Tingkat Konsumsi Zat Besi di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya Tahun 2008
77
6.23 Distribusi Balita Menurut Tingkat Konsumsi Vitamin C di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya Tahun 2008
77
6.22 Distribusi Balita Menurut Tingkat Konsumsi Protein di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya Tahun 2008
76
6.21 Distribusi Balita Menurut Tingkat Konsumsi Energi di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya Tahun 2008
75
6.20 Distribusi Balita Menurut Jumlah Zat Gizi Yang Diberikan Pada Kelompok Tidak Anemia di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya Tahun 2008
6.19 Distribusi Balita Menurut Jumlah Zat Gizi Yang Diberikan Pada Kelompok Anemia di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya Tahun 2008
69
74
Tahun 2008
6.18 Distribusi Balita Menurut Jenis Makanan Yang Diberikan di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya
73
Tahun 2008
6.17 Distribusi Balita Menurut Frekuensi Pemberian Makanan Sumber Zat Non Gizi Pada Kelompok Tidak Anemia di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya
72
Tahun 2008
6.16 Distribusi Balita Menurut Frekuensi Pemberian Makanan Sumber Zat Non Gizi Pada Kelompok Anemia di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya
71
Tahun 2008
6.15 Distribusi Balita Menurut Frekuensi Pemberian Makanan Sumber Zat Gizi Pada Kelompok Tidak Anemia di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya
70
6.14 Distribusi Balita Menurut Frekuensi Pemberian Makanan Sumber Zat Gizi Pada Kelompok Anemia di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya Tahun 2008
79 xii
6.27 Distribusi Balita Menurut Frekuensi Konsumsi Umbi-Umbian di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya Tahun 2008
6.35 Tabulasi Silang Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Status Anemia Balita Status Gizi Rendah di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya Tahun 2008
6.42 Tabulasi Silang Frekuensi Konsumsi Teh dengan Status Anemia Balita Status Gizi Rendah di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya Tahun 2008
89
6.41 Tabulasi Silang Tingkat Konsumsi Zat Besi dengan Status Anemia Balita Status Gizi Rendah di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya Tahun 2008
88
6.40 Tabulasi Silang Tingkat Konsumsi Vitamin C Dengan Status Anemia Balita Status Gizi Rendah di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya Tahun 2008
88
6.39 Tabulasi Silang Tingkat Konsumsi Protein dengan Status Anemia Balita Status Gizi Rendah di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya Tahun 2008
87
6.38 Tabulasi Silang Tingkat Konsumsi Energi dengan Status Anemia Balita Status Gizi Rendah di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya Tahun 2008
86
6.37 Tabulasi Silang Jumlah Anggota Keluarga dengan Status Anemia Balita Status Gizi Rendah di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya Tahun 2008
85
6.36 Tabulasi Silang Jumlah Pendapatan Keluarga dengan Status Anemia Balita Status Gizi Rendah di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya Tahun 2008
85
84
80
6.34 Distribusi Balita Menurut Kadar Hemoglobin di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya Tahun 2008
83
Tahun 2008
6.33 Distribusi Balita Menurut Riwayat Kesehatan di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya
82
6.32 Distribusi Balita Menurut Kebiasaan Memakai Alas Kaki di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya Tahun 2008
82
6.31 Distribusi Balita Menurut Status Kecacingan di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya Tahun 2008
81
6.30 Distribusi Balita Menurut Frekuensi Konsumsi Daun Singkong di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya Tahun 2008
81
6.29 Distribusi Balita Menurut Frekuensi Konsumsi Bayam di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya Tahun 2008
80
6.28 Distribusi Balita Menurut Frekuensi Konsumsi Kacang-Kacangan di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya Tahun 2008
90 xiii
6.43 Tabulasi Silang Frekuensi Konsumsi Kacang-Kacangan dengan Status Anemia Balita Status Gizi Rendah di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya
Tahun 2008
91
6.44 Tabulasi Silang Frekuensi Konsumsi Bayam dengan Status Anemia Balita Status Gizi Rendah di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya
Tahun 2008
92
6.45 Tabulasi Silang Status Kecacingan dengan Status Anemia Balita Status Gizi Rendah di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya Tahun 2008
92
6.46 Tabulasi Silang Riwayat Kesehatan dengan Status Anemia Balita Status Gizi Rendah di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya Tahun 2008
93
6.47 Rangkuman Hasil Uji Chi-Square Antara Variabel Independent dan Status Anemia Balita Status Gizi Rendah di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya
Tahun 2008
94
6.48 Rangkuman Hasil Regresi Logistik Antara Variabel Independent dan Status Anemia Balita Status Gizi Rendah di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya
Tahun 2008
95 xiv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Gambar Halaman
4.1 Kerangka Konseptual Faktor Yang mempengaruhi
45 Status Anemia Pada Balita
5.1 Kerangka Operasional Faktor Yang Mempengaruhi Status Anemia Pada Balita
51 xv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Lampiran Halaman
1 Lembar Kuesioner “Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Anemia Balita” 126
2 Lembar Wawancara “Faktor Yang Mempengaruhi Status Anemia Pada Balita Status Gizi Rendah” 128
3 Lembar Food Frequency 131
4 Lembar Food Recall 24 Hours 132
5 Hasil uji dengan SPSS 133
6 Daftar Balita dan Kadar Hemoglobin 151
7 Daftar Balita dan Kecacingan 152
8 Surat keterangan penelitian xvi
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN Daftar Arti Lambang
< : Kurang dari ≤
: Kurang dari sama dengan > : Lebih dari ≥
: Lebih dari sama dengan % : Persen
- : Batas atas
- : Batas bawah ± : Lebih kurang n : Sampel
Daftar Singkatan
BB/TB : Berat badan menurut tinggi badan BB/U : Berat badan menurut umur TB/U : Tinggi badan menurut umur cm : Centimeter cm/tahun : Centimeter per tahun kg/tahun : Kilogram per tahun mg : Miligram mg/dl : Miligram per desiliter mg/kg BB : Miligram per kilogram berat badan gr/dl : Gram per desiliter kkal/kg BB : Kilokalori per Kilogram Berat Badan Hb : Hemoglobin HCl : Asam klorida DNA : Deoxyribonucleic Acid Ca : Calsium Mg : Magnesium Fe : Ferros Pb : Plumbum SDM : Sumber Daya Manusia KK : Kepala Keluarga RW : Rukun Warga Km : Kilometer Ha : Hektar Depkes : Departemen Kesehatan Menkes : Menteri Kesehatan No. : Nomor NCHS : National Center for Health Statistics RI : Republik Indonesia WHO : World Health Organization xvii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita, karena pada masa ini pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Masa balita sering dinyatakan sebagai masa kritis dalam rangka mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas, terlebih pada periode 2 tahun pertama merupakan masa emas untuk pertumbuhan dan perkembangan otak yang optimal pada balita (Azrul, 2004)
Kecepatan pertumbuhan anak melambat setelah tahun pertama kehidupan. Pada usia 1 tahun berat badan anak menjadi 3 kali berat badan lahir, tetapi pada usia 2 tahun berat badan anak hanya 4 kali berat badan lahir. Panjang badan anak bertambah 50% pada usia 1 tahun, namun panjang badan menjadi 2 kali panjang badan lahir baru tercapai pada usia 4 tahun. Walaupun pada masa ini pertumbuhan fisiknya lambat, tetapi merupakan masa untuk perkembangan sosial, kognitif dan emosional (Soetjiningsih, 2002).
Masalah gizi kelompok umur tertentu akan mempengaruhi pada status gizi pada periode siklus kehidupan berikutnya (intergenerational impact). Meskipun sampai tahun 2000 penurunan gizi rendah cukup berarti, akan tetapi setelah tahun 2000 gizi rendah meningkat kembali. Pada tahun 1989 sampai 1995 kejadian gizi rendah meningkat tajam, lalu cenderung fluktuatif sampai dengan tahun 2003 (Azrul, 2004).
1 Berdasarkan hasil laporan Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur pada tahun 2006, jumlah balita gizi kurang dan gizi buruk di Jawa Timur mencapai 17,50%, dengan rincian gizi buruk 2,60% dan gizi kurang 14,90% (PSG, 2006). Tidak terjadi peningkatan yang signifikan terhadap prevalensi gizi buruk dan gizi kurang pada tahun 2007, yaitu 17,60% dengan rincian gizi buruk menjadi 2,70% dan gizi kurang tetap 14,90% (PSG, 2007).
Pada tahun 2008, banyak ditemukan kasus gizi buruk dan gizi kurang. Hal ini disebabkan karena keterbatasan ekonomi keluarga, yang didukung oleh meningkatnya harga bahan pangan pokok, sehingga keluarga dengan ekonomi yang terbatas semakin tidak mampu membeli bahan makanan pokok tersebut, dimana hal ini berpengaruh terhadap pola asuh terutama dalam pangan / gizi balita (YNI, 2008).
Menurut Bambang (2006), anemia defisiensi besi merupakan salah satu penyakit yang sering menyertai gizi kurang. Anemia adalah keadaan dimana masa eritrosit atau massa hemoglobin yang beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. Kejadian anemia ditandai dengan rendahnya konsentrasi hemoglobin atau hematokrit di bawah nilai ambang batas, hal ini disebabkan oleh rendahnya produksi sel darah merah (eritrosit) dan hemoglobin, meningkatnya kerusakan eritrosit (hemolisis) atau kehilangan darah yang berlebihan (Fatmah, 2007).
Anemia defisiensi zat besi (Fe) adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi dalam tubuh sehingga penyediaan besi untuk
eritropoesis berkurang, yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin berkurang (IM Bakta, 2006).
Pengaruh anemia gizi besi pada balita adalah penurunan kekebalan tubuh dan penurunan kemampuan intelektual. Defisiensi besi mempengaruhi pemusnahan perhatian (atensi), kecerdasan (IQ), dan prestasi belajar di sekolah. Selain mempengaruhi sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan risiko menderita infeksi dan berpengaruh terhadap kemampuan intelektual, anemia defisiensi besi dapat menghambat pertumbuhan fisik (Arlinda, 2004).
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, pevalensi anemia gizi besi pada balita adalah sebesar 48,10%, nilai ini meningkat dibandingkan tahun 1995 yaitu sebesar 40,00%. Prevalensi anemia defisiensi zat besi untuk balita usia 12-23 bulan sebesar 58,00% balita, usia 24-35 bulan sebesar 45,10% balita, usia 36-47 bulan sebesar 38,60% dan usia 58-59 bulan sebesar 32,10% balita (Azrul, 2004).
Pemerintah telah berupaya untuk mengatasi masalah anemia. Dalam jangka pendek pemerintah mengatasi anemia dengan pemberian suplemen Fe berupa tablet penambah darah. Dalam jangka panjang upaya penanggulangan anemia diupayakan dengan menerapkan keluarga sadar gizi dan pola hidup sehat dan bersih. Tetapi pada kenyataannya penanganan anemia secara nasional baru diprioritaskan pada ibu hamil (Depkes, 1995).
Dampak anemia defisiensi zat besi pada balita akan menurunkan kualitas SDM, maka penanggulangan baik dalam jangka panjang dan pendek perlu dilakukan. Telah banyak dilakukan penelitian tentang anemia tetapi penelitian mengenai faktor yang mempengaruhi status anemia pada balita status gizi rendah belum banyak dilakukan.
1.2 Identifikasi Masalah
Usia balita 1–5 tahun merupakan usia dimana pertumbuhan tidak sepesat pada masa bayi, tetapi aktivitasnya banyak. Melalui aktivitas bermain balita belajar banyak hal. Belajar memanfaatkan perangkat fisiknya sendiri, belajar mengenal arti berkawan, belajar berkomunikasi dengan bahasa verbal yang sama dengan bahasa orang-orang di lingkungannya serta belajar berperilaku terkendali sesuai dengan tata aturan yang berlaku.
Karakteristik keluarga sangat berpengaruh terhadap terbentuknya pola konsumsi pangan dalam keluarga. Jumlah anggota keluarga sangat berpengaruh terhadap pembagian porsi makan dalam keluarga. Pemenuhan jumlah porsi makan hendaknya disesuaikan dengan jumlah pendapatan seluruh anggota kelurga. Setiap keluarga memiliki jumlah pendapatan yang berbeda, jumlah pendapatan ini sangat bergantung terhadap jenis pekerjaanya. Selain itu, pola konsumsi pangan dalam keluarga sangat dipengaruhi oleh ketrampilan seorang guide keeper, dalam hal ini adalah ibu, memilih menu yang sehat untuk keluarganya. Semakin tinggi tingkat pendidikan seorang guide keeper (ibu) tentang gizi maka semakin tinggi pula ketrampilan ibu dalam menyajikan menu sehat untuk keluarganya.
Status anemia balita merupakan keadaan menurunnya kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah sel darah merah di bawah nilai normal yang telah ditetapkan untuk setiap golongan usia pada balita. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya anemia defisiensi zat besi. Secara umum faktor penyebab tersebut dibedakan menjadi dua, yaitu faktor pangan dan faktor non pangan. Faktor pangan adalah rendahnya masukan zat besi yang berasal dari makanan, rendahnya tingkat penyerapan zat besi dari makanan, kurangnya zat makanan lain seperti protein hewani dan berbagai macam vitamin dalam menu sehari. Rendahnya masukan zat besi dalam makanan berkaitan dengan faktor ekonomi yang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi akses terhadap makanan.
Sedangkan rendahnya tingkat penyerapan zat besi disebabkan oleh komposisi menu makanan yang banyak mengandung bahan yang menghambat penyerapan zat besi seperti, tanin, fitat dan oksalat. Sedangkan konsumsi bahan makanan yang dapat membantu penyerapan zat besi seperti vitamin C dan protein hewani proprosinya lebih sedikit dalam menu sehari.
Selain faktor pangan, anemia defisiensi besi juga dapat disebabkan oleh faktor non pangan. Faktor non pangan yang menjadi penyebab terjadinya anemia defisiensi zat besi yang paling banyak dijumpai adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit seperti kecacingan dan malaria. Kebutuhan zat besi akan meningkat pada kasus-kasus pendarahan kronis yang disebabkan oleh parasit seperti kejadian kecacingan.
Anemia dapat menjadi semakin berat apabila diikuti dengan adanya infeksi. Hal ini dapat terjadi karena infeksi mengganggu masukan makanan, penyerapan, penyimpanan serta penggunaan berbagai zat gizi termasuk zat besi. Jika keseimbangan zat besi dalam tubuh goyah, infeksi yang berulang-ulang akan menyebabkan terjadinya anemia, terutama pada balita yang tingkat kesakitannya lebih besar daripada orang dewasa.
Kelurahan Mojo merupakan salah satu wilayah yang berada di tengah kota dan masih terdapat balita gizi rendah. Gizi rendah merupakan keadaan gizi salah
(malnutrition) yang pada umumnya disertai dengan penyakit lain. Anemia adalah salah satu penyakit yang menyertai keadaan tersebut.
Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka penelitian mengenai faktor yang mempengaruhi status anemia pada balita status gizi rendah di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya perlu dilakukan.
1.3 Perumusan Masalah
Perumusan masalah pada penelitian ini adalah “ Faktor apa sajakah yang mempengaruhi status anemia pada balita status gizi rendah di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya ?”
BAB II TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
2.1 Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi status anemia pada balita status gizi rendah di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya.
2.2 Tujuan Khusus 1.
Mempelajari karakteristik balita status gizi rendah di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya 2. Mempelajari karakteristik keluarga balita status gizi rendah di Kelurahan
Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya
3. Mempelajari pola konsumsi balita status gizi rendah di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya
4. Mempelajari status kecacingan balita status gizi rendah di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya
5. Mempelajari riwayat infeksi balita status gizi rendah di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya 6. Mempelajari status gizi balita status gizi rendah di Kelurahan Mojo
Kecamatan Gubeng Kota Surabaya 7. Mempelajari kadar hemoglobin balita status gizi rendah di Kelurahan
Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya
7
8. Mempelajari status anemia balita status gizi rendah di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya
9. Menganalisa faktor yang mempengaruhi status anemia pada balita status gizi rendah di Kelurahan Mojo Kecamatan Gubeng Kota Surabaya.
2.3 Manfaat 1.
Manfaat bagi masyarakat Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan informasi kepada masyarakat terutama mengenai anemia balita sehingga dapat dilakukan pencegahan awal terhadap terjadinya anemia balita.
2. Manfaat bagi peneliti Hasil penelitian dapat meningkatkan pengetahuan, pengalaman dan wawasan peneliti serta dapat digunakan sebagai bentuk penerapan ilmu yang telah didapat terutama di bidang masalah gizi.
3. Manfaat bagi peneliti lain
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan informasi dan bahan pertimbangan untuk penelitian di bidang yang sama dengan tempat dan waktu yang berbeda.
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Balita
Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita. Karena pada masa ini pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Pada masa balita ini perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional dan inteligensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan berikutnya. Perkembangan moral serta dasar-dasar kepribadian juga dibentuk pada masa ini. Bahkan ada seorang sarjana yang mengatakan bahwa the child is the father of the man. Sehingga setiap kelainan sekecil apapun apabila tidak terdeteksi apalagi tidak ditangani dengan baik akan mengurangi kualitas sumber daya manusia kelak.
3.1.1 Definisi Balita Menurut DS Oswarida (2005), balita adalah individu atau sekelompok
individu dari suatu penduduk yang berada dalam rentang usia tertentu. Sedangkan menurut Moore (1997), usia balita dapat dikelompokan menjadi 3 golongan yaitu golongan usia bayi (0-2 tahun), golongan batita (2-3 tahun) dan golongan prasekolah (> 3-5 tahun). Sedangkan menurut WHO, kelompok usia balita adalah 0-60 bulan (Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI, 1998). Sumber lain mengatakan bahwa usia balita adalah 1-5 tahun.
3.1.2 Pertumbuhan Balita
Pertumbuhan anak umur antara setahun sampai pra remaja sering disebut sebagai masa laten atau tenang. Keadaan ini berbeda dengan pada masa bayi dan
9 remaja di mana pertumbuhannya sangat pesat. Walaupun pada masa anak pertumbuhan fisiknya menjadi lambat tetapi merupakan masa untuk perkembangan sosial, kognitif dan emosional (Soetjiningsih, 2002).
Menurut Kapita Selekta Kedokteran (2000), penilaian tumbuh kembang meliputi evaluasi pertumbuhan fisis (kurva atau grafik berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar dada dan lingkar perut), evaluasi pertumbuhan gigi-geligi, evaluasi neurologis dan perkembangan sosial serta evaluasi keremajaan.
1. Pertumbuhan Tinggi dan Berat Badan.
Selama tahun kedua, angka penambahan berat badan adalah 0,25 kg/bulan, lalu, menjadi sekitar 2 kg/tahun sampai berusia 10 tahun. Panjang rata-rata pada akhir tahun pertama bertambah 50% (75 cm) dan menjadi dua kali lipat pada akhir tahun keempat (100 cm). Nilai baku yang sering dipakai adalah grafik (peta pertumbuhan atau growth chart) yang disusun oleh NCHS untuk berat badan dan tinggi badan. Mulai usia 2 tahun sampai pra remaja tinggi badan bertambah 6-8 cm/tahun. Pada masa ini seolah-olah anak tetap kecil, karena pertumbuhan lambat.
2. Perkembangan Indera.
Pada usia ini, kelima indera anak yaitu indera penglihatan, pendengaran, pengecap, penciuman, peraba diharapkan sudah berfungsi optimal. Sejalan dengan perkembangan kecerdasan dan banyaknya kata-kata yang ia dengar, anak usia prasekolah sudah dapat berbicara dengan menggunakan kalimat lengkap yang sederhana.
3. Pertumbuhan Gigi Pembentukan struktur gigi yang sehat dan sempurna dimungkinkan dengan gizi yang cukup protein, kalsium, fosfat dan vitamin (terutama vitamin C dan vitamin D). Klasifikasi gigi dimulai pada umur janin 5 bulan mencakup seluruh gigi susu. Erupsi gigi yang terlambat dapat ditemukan pada hipotiroidisme, gangguan gizi dan gangguan pertumbuhan. Pada usia 16-18 bulan, gigi taring mulai muncul. Sampai dengan umur 2 tahun, umur bayi dapat diukur secara kasar dengan menghitung jumlah gizi ditambah 6, untuk menentukan umur dalam bulan. Gigi susu mulai tanggal pada 6 tahun dan beakhir pada usia 10-12 tahun.
4. Ukuran Kepala (lingkar kepala) Ukuran kepala bertambah 10 cm pada tahun pertama hidupnya. Nilai baku yang dipakai untuk ukuran kepala (lingkar kepala) adalah grafik Nelhaus.
5. Pertumbuhan Otot Pada anak-anak, pertumbuhan otot sangat cepat. Pada bayi, lingkar lengan atasnya bertambah ± 10 cm ketika lahir, menjadi sekitar 16 cm pada umur 12 bulan, tetapi hanya mekar 1 cm pada 4 tahun berikutnya.
6. Tulang Belulang Selama beberapa bulan dari kelahiran hanya ubun-ubun depan yang masih terbuka, tetapi biasanya tertutup pada umur 18 bulan.
7. Denyut Jantung Denyut jantung bayi lebih cepat daripada orang dewasa. Rata-rata denyut jantung adalah sebagai berikut, lahir 140/menit, bulan pertama 130/menit, 2-4 tahun 100/menit dan 10-14 tahun 80/menit.
Menurut Soetjiningsih (2002) selain pertumbuhan, perkembangan pada usia balita juga perlu diperhatikan karena akan berdampak pada perkembangan selanjutnya yakni masa prasekolah, sekolah, akil balik dan remaja.
Soejatmiko (2006), berpendapat bahwa dalam mengembangkan kecerdasan anak diperlukan stimulasi dini. Stimulasi dini adalah rangsangan yang dilakukan sejak bayi baru lahir (bahkan sebaiknya sejak janin 6 bulan di dalam kandungan) dilakukan setiap hari, untuk merangsang semua sistem indera (pendengaran, penglihatan, perabaan, pembauan, pengecapan). Selain itu harus pula merangsang gerak kasar dan halus kaki, tangan dan jari-jari, mengajak berkomunikasi, serta merangsang perasaan yang menyenangkan dan pikiran bayi dan balita. Rangsangan yang dilakukan sejak lahir, terus menerus, bervariasi, dengan suasana bermain dan kasih sayang, akan memacu berbagai aspek kecerdasan anak (kecerdasan multipel) yaitu kecerdasan logiko-matematik, emosi, komunikasi bahasa (linguistik), kecerdasan musikal, gerak (kinestetik), visuo- spasial, senirupa dan sebagainya.
Pada umumnya anak memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan yang normal, dan ini merupakan hasil interaksi banyak faktor yang mempengaruhinya.
Soetjiningsih (2002) membagi faktor-faktor tersebut dalam 2 golongan, yaitu : 1. Faktor Dalam (Internal).
Faktor internal meliputi : a. Perbedaan ras atau bangsa.
Bila seseorang dilahirkan sebagai ras orang Eropa maka tidak mungkin ia memiliki faktor herediter ras orang Indonesia atau sebaliknya. Tinggi badan setiap bangsa berlainan, pada umumnya ras orang kulit putih mempunyai ukuran tungkai yang lebih panjang daripada orang Mongol.
b. Keluarga.
Ada kecenderungan keluarga yang tinggi-tinggi dan ada keluarga yang gemuk-gemuk.
c. Umur Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah pada masa prenatal, tahun pertama kehidupan dan masa remaja.
d. Jenis kelamin.
Pada umumnya wanita lebih cepat dewasa dibanding anak laki-laki. Pada masa pubertas wanita umumnya tumbuh lebih cepat daripada laki-laki dan kemudian setelah melewati masa pubertas laki-laki akan lebih cepat.
e. Kelainan genetika.
Sebagai salah satu contoh, Achondroplasia (kelainan herediterkongenital) yang menyebabkan darfisme (kerdil), sedangkan sindroma marfan yang menyebabkan pertumbuhan tinggi badan yang berlebihan.
f.
Kelainan kromosom Kelainan kromosom umumnya disertai dengan kegagalan pertumbuhan seperti pada sindroma Down
′s dan sindroma Turner’s.
2. Faktor Luar (Eksternal / lingkungan)
Faktor eksternal dibagi menjadi 2 bagian yaitu : a. Faktor Prenatal 1)
Gizi Tumbuh kembang anak tidaklah dimulai sejak anak lahir tetapi dimulai sejak ibu hamil. Nutrisi ibu hamil terutama dalam trisemester akhir kehamilan akan memperngaruhi pertumbuhan janin. 2) Mekanis Posisi fetus yang abnormal bisa menyebabkan kelainan kongenital.
3) Toksin / zat kimia.
Minopetrin dan obat kontrasepsi dapat menyebabkan kelainan kongenital seperti palatoskisis.
4) Endokrin.
Seperti pada diabetes militus dapat menyebabkan makrosomia kardiomegali, hyperplasia adrenal.
5) Radiasi Paparan radium dan sinar roentgen dapat mengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas anggota gerak, kelainan kongenital mata dan kelainan jantung. 6) Infeksi
Infeksi pada trisemester pertama dan kedua adalah oleh TORCH (Toksoplasma, Rubella, Sitomegalo virus, Herpes simpleks), PMS (Penyakit Menular Seksual) serta penyakit virus lainnya dapat mengakibatkan kelainan pada janin seperti katarak, bisu tuli, mikrosefali, retardasi mental dan kelainan jantung kongenital. Karena itu pemeliharaan gizi anak harus juga mencakup upaya pencegahan penyakit infeksi. Pemberian imunisasi terhadap beberapa penyakit harus dilakukan sesuai waktunya, disamping pemeliharaan kebersihan dan sanitasi lingkungan. 7) Kelainan imunologi.
Eritroblastosis fetalisi timbul atas dasar perbedaan golongan darah
antara janin dan ibu sehingga ibu membentuk antibodi terhadap sel darah merah janin, kemudian melalui plasenta masuk ke dalam peredaran darah janin dan akan menyebabkan hemolisis yang selanjutnya mengakibatkan hiperbilirubinemia kemicterus yang akan menyebabkan kerusakan janin otak. 8) Anoksia embrio
Anoksia embrio (kekurangan penyediaan O ) yang disebabkan oleh
2
gangguan fungsi plasenta sehingga menyebabkan pertumbuhan terganggu.
9) Psikologis ibu
Kehamilan yang tidak diinginkan, perlakuan salah/kekerasan mental pada ibu hamil dan lain-lain.
10) Faktor persalinan.
Komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala dan asfiksia dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan otak.
b. Pasca Natal 1)
Gizi Untuk tumbuh kembang anak, diperlukan zat makanan yang adekuat.
2) Penyakit kronis Tuberkulosis, anemia, kelainan jantung bawaan dapat mengakibatkan retardasi pertumbuhan jasmani.
3) Lingkungan fisik dan kimia Sanitasi lingkungan yang kurang baik, kurangnya sinar matahari, paparan sinar radioaktif, zat kimia tertentu (Pb, merkuri, rokok dan lain-lain) mempunyai dampak negatif terhadap pertumbuhan anak. 4) Psikologis
Psikologis dari anak adalah adanya hubungan anak dengan orang sekitarnya. Seorang anak yang tidak dikehendaki oleh orang tuanya atau anak yang selalu merasa tertekan akan mengalami hambatan di dalam pertumbuhan dan perkembangannya.
5) Endokrin Gangguan hormon misalnya pada penyakit hipotiroid akan menyebabkan anak mengalami hambatan pertumbuhan. Defisiensi hormon pertumbuhan akan menyebabkan anak menjadi kerdil. 6)
Sosio ekonomi Kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan makan, kesehatan lingkungan yang jelek dan ketidaktahuan, akan menghambat pertumbuhan anak. 7) Lingkungan pengasuhan 8)
Stimulasi Perkembangan memerlukan rangsangan/stimulant khususnya dalam keluarga, misalnya penyediaan alat mainan, sosialisasi anak, keterlibatan ibu dan anggota keluarga lain terhadap kegiatan anak, perlakuan ibu terhadap prilaku anak.
9) Obat-obatan Pemakaian kortikosteroid dalam jangka waktu lama akan menghambat pertumbuhan, demikian halnya dengan pemakaian obat perangsang terhadap susunan saraf pusat yang menyebabkan terhambatnya produksi hormon pertumbuhan.
3.1.3 Penentuan Status Gizi Balita
Menurut Kapita Selekta Kedokteran (2000) status gizi adalah refleksi kecukupan zat gizi. Cara penilaian status gizi dilakukan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik, data antropometri, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologik. Sedangkan menurut IDN Supariasa (2002), status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam variabel tertentu atau perwujudan dari nutrisi dalam bentuk variabel tertentu.
Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan anemia. Kekurangan protein maupun energi seperti yang terjadi pada balita status gizi rendah merupakan perwujudan dalam jangka yang cukup lama. Hal ini yang akan menyebabkan kekurangan berbagai bahan yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah (M Sadikin, 2002).
Salah satu penentuan status gizi dapat dilakukan dengan cara antropometri. Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi (IDN Supariasa, 2002).