PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT DALAM PEMBELAJARAN ALJABAR SISWA KELAS VII SMPN 7 SALATIGA Defit Arya Putra

  JMP Online Vol 2, No. 1, 76-90.

  Jurnal Mitra Pendidikan (JMP Online) © 2018 Kresna BIP.

  

  PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT DALAM PEMBELAJARAN ALJABAR SISWA KELAS VII SMPN 7 SALATIGA 1) 2) Defit Arya Putra , Erlina Prihatnani

  Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana

  INFORMASI ARTIKEL ABSTRAK

  Dik irim : 08 Januari 2018 Perolehan hasil belajar mengajar siswa k elas VIIA Revisi pertama : 09 Januari 2018 SMPN 7 Salatiga belum sesuai harapan. Hasil observasi Diterima : 13 Januari 2018 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa tidak terlibat aktif Tersedia online : 20 Januari 2018 dalam pembelajaran. Oleh k arena itu, dilakuk an Penelitian Tindak an Kelas (PTK) dengan tujuan menerapkan model

  Kata Kunci : hasil belajar, PTK, pembelajaran k ooperatif tipe NHT untuk meningk atk an hasil pembelajaran k ooperatif tipe NHT belajar siswa k elas VIIA SMP Negeri 7 Salatiga. Sintak NHT pertanyaan, berpik ir bersama, dan pemberian jawaban memberik an peluang lebih besar untuk dapat membuat siswa terlibat secara ak tif dalam pembelajaran. Subyek penelitian ini adalah siswa k elas VIIA SMP Negeri 7 Salatiga Tahun

  pelajaran 2017/2018. Model PTK yang digunakan adalah model Kemmis & Mc Taggart yang terdiri dari 4 tahap pada setiap sik lusnya yaitu perencanaan, tindakan, observasi dan reflek si. Penelitian ini dilak ukan dalam pembelajaran matematika pada materi operasi aljabar. Rata-rata hasil belajar pada siklus I mencapai 45,35 dengan persentase siswa yang masuk k ategori tuntas mencapai 35,71%. Rata - rata pada sik lus II mencapai peningkatan menjadi 71,10 dengan persentase siswa yang masuk k ategori tuntas naik menjadi 78,60%. Berdasar hasil tersebut dapat disimpulk an bahwa penerapan model pembelajaran Kooperatif Tipe NHT dapat meningk atk an hasil belajar siswa k elas VIIA SMP Negeri 7 Salatiga

  PENDAHULUAN Latar Belakang

  Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari jenjang pendidikan sekolah dasar. Hal ini bertujuan untuk memberikan siswa kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama (Depdinas, 2006). Meskipun demikian beberapa siswa masih menganggap bahwa matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sulit. Kesulitan siswa dapat dilihat dari pencapaian hasil belajar yang belum sesuai harapan. Hasil belajar yang diperoleh siswa menjadi acuan untuk melihat penguasaan siswa dalam menerima materi pelajaran. Namun, pada kenyataannya tidak semua hasil belajar matematika sudah sesuai dengan yang diharapkan. Salah satunya adalah hasil belajar matematika siswa kelas VIIA SMP Negeri 7 Salatiga Semester 1 tahun

  pelajaran 2017/2018. HasilPenilaian Tengah Semester siswa kelas VIIA SMP Negeri 7 Salatiga belum sesuai harapan. Nilai KKM pada kelas tersebut sebesar 60 namun hanya 35,71% siswa yang masuk kategori tuntas.Hasil observasi menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran matematika dikelas VIIA SMP Negeri 7 Salatiga telah menerapkan model diskusi. Meskipun demikian, model diskusi yang digunakan belum mendorong setiap anggota kelompok untuk terlibat aktif dalam pembelajaran. Halini tampak dariproses diskusi yang didominasi oleh beberapa siswa yang masuk dalam kategori pandai, sedangkan anggota lainnya tidak terlibat dalam proses diskusi. Proses diskusi diakhiri dengan pelaporan hasil diskusi oleh wakil kelompok. Perwakilan kelompok kelompok tersebut yang mewakili. Proses seperti ini menunjukkan proses pembelajaran berkelompok yang belum mengontrol adanya tanggung jawab individu dalam proses diskusi. Oleh karena itu, perlu adanya penerapan model pembelajaran kooperatif yang dapat mendorong setiap siswa untuk lebih aktif. Salah satu yang dapat digunakan adalah model pembelajaran kooperatif tipe NHT atau penomoran berpikir bersama.

  NHT adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. Sintak NHT menurut Trianto (2013:82-83), Ibrahim (2008:28), dan Kagen dalam Arends (2008:16) terbagi menjadi 4 fase yaitu: 1) Penomoran atau numbering (fase pembagian kelompok yang beranggotakan 3-5 orang dengan masing- masing memilih nomor tertentu sebagai identitas), 2) Pengajuan pertanyaan atau

  

questioning (fase dimana guru mengajukan pertanyaan kepada siswa sesuai dengan

  materi yang dipelajari), 3) Berpikir bersama atau heads together (fase dimana guru memberi bimbingan bagi kelompok yang membutuhkan), 4) Pe mbe rian jawaban

  

atau answering (fase dimana guru menyebut salah satu nomor tertentu dan pemilihan

kelompok secara random untuk menjawab pertanyaan).

  Terdapat penelitian yang telah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dalam pembelajaran matematika pada jenjang SMP diantaranya penelitian oleh Asnidar (2014), Noor, dkk (2014), Rafiqa (2014), dan Savitri, dkk (2014). Penelitian tersebut berhasil menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT berturut-turut pada materi operasi himpunan di kelas VII SMP Negeri 19 Palu, pemecahan masalah matematika pada SPLDV di kelas VIII SMP, pemahaman konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat siswa kelas VII SMP Negeri 15 Palu dan lingkaran untuk kelas VIII SMP Negeri 1 Kamal. Keempat penelitian tersebut menyimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa.

  Adanya teori dan hasil penelitian tentang Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT, menjadi dasar pemilihan NHT sebagai upaya untuk memperbaiki proses pembelajaran guna meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIIA SMP Negeri 7 Salatiga. Diharapkan melalui penelitian ini dapat mewujudkan proses pembelajaran kelompok yang tetap menekankan tanggung jawab individu sehingga setiap anggota kelompok dapat terpacu untuk aktif dalam proses pembelajaran. Selain itu diharapkan penelitian ini dapat memberi gambaran tentang penerapan NHT dalam pembelajaran matematika sehingga dapat menginspirasi guru dalam merancang ataupun menerapkan model pembelajaran yang inovatif.

  Rumusan Masalah

  Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah penelitian ini adalah “Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri 7 Salatiga?

  ”.

  Tujuan Penelitian

  Berdasarkan rumusan masalah diatas, peneliti ini bertujuan untuk Kooperatif Tipe NHT pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 7 Salatiga ”.

  KAJIAN PUSTAKA Pengertian Hasil Belajar

  Hasil belajar menurut Sudjana (2010) serta Djamarah dan Zain (2006) adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah siswa menerima pengalaman belajar. Hamalik (2008), menyatakan bahwa hasil belajar adalah sebagian terjadinya perubahan tingkah laku pada seseorang yang dapat diamati dan diukur bentuk pengetahuan, sikap dan keterampilan, perubahan tersebut dapat diartikan sebagai terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik oleh siswa tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Hasil belajar menurut Dimyati dan Mudjiono (2009) menyatakan bahwa hasil belajar adalah hasil yang dicapai dalam bentuk angka-angka atau skor setelah diberikan tes hasil belajar pada setiap akhir pelajaran.

  Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

  NHT pertama kali dikembangkan oleh Spenser Kagen (1993) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pembelajaran dan mengecek pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang diajarkan. Trianto (2013:82-83) menyatakan bahwa NHT atau penomoran berpikir bersama adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. Lie (2002:18) juga menyatakan bahwa NHT merupakan suatu sistem kerja kelompok yang terstruktur, yakni saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian kerjasama dan proses kelompok dimana siswa menghabiskan sebagian waktunya dikelas dengan bekerjasama antara 4-5 orang dalam satu kelompok.

  Langkah-langkah Model Pe mbelajaran Kooperatif Tipe NHT

  Menurut Trianto (2013:82-83), Ibrahim (2008:28), dan Kagen dalam Arends (2008:16), guru menggunakan empat fase sebagai sintak NHT.

  1. Penomoran (Numbering), pada fase ini guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan 3-5 orang dan memberi siswa nomor.

  2. Pengajuan Pertanyaan (Questioning), pada fase ini guru mengajukan pertanyaan kepada siswa sesuai dengan materi yang sedang dipelajari yang bervariasi dari yang spesifik hingga bersifat umum dengan tingkat kesulitan yang bervariasi.

  3. Berpikir Bersama (Heads Together), pada fase ini guru memberikan bimbingan bagi kelompok siswa yang membutuhkan.

  4. Pemberian Jawaban (Answering), pada fase ini guru menyebut salah satu nomor tertentu dan guru secara random memilih kelompok yang harus menjawab pertanyaan tersebut.

  Menurut Ibrahim (2000: 28) mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT, yaitu 1) hasil belajar akademik struktural, bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik, 2) pengakuan adanya keragaman, bertujuan agar siswa dapat menerima teman- sosial, bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Hill dalam Trianto (2007) mengemukakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe NHT memiliki kelebihan diantaranya dapat a) meningkatkan prestasi siswa; b) memperdalam pemahaman siswa; c) menyenangkan siswa dalam belajar; d) mengembangkan sikap kepemimpinan siswa; e) mengembangkan rasa peraya diri siswa; f) mengembangkan rasa saling memiliki.

  Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Pengertian PTK

  Kemmis dan Mc. Taggart (1988) PTK adalah suatu bentuk refleksi diri kolektif yang dilakukan oleh peserta-pesertannya dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran dan keadilan praktik-praktik itu dan terhadap situasi tempat dilakukan praktik-praktik tersebut.

  Menurut Rustam dan Mundilarto (2004), PTK adalah sebuah penelitian yang dilakukan oleh peneliti di kelas dengan jalan merancang, melaksanakan dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipan dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjannya sebagai pendidik sehingga hasil belajar peserta didiknya dapat meningkat.

  Tujuan PTK

  Suhadjono (2007:61), dan Ditjen PMPTK (2010: 7), mengatakan bahwa tujuan PTK yaitu 1) Meningkatkan mutu isi, masukan, proses, serta hasil pendidikan dan pembelajaran di sekolah; 2) Membantu guru dan tenaga kekependidikan lainnya mengatasai masalah pembelajaran dan pendidikan di dalam kelas; 3) Meningkatkan sikap professional pendidik dan tenaga kependidikan; 4) Menumbuh-kembangkan budaya akademik dilingkungan sekolah sehingga tercipta sikap proaktif di dalam melakukan perbaikan mutu pendidikan dan pembelajaran secara berkelanjuta (sustainable).

  Model Kemmis dan Mc. Taggart

  Model Kemmis dan Mc. Taggart (Kunandar, 2011: 70),adalah pengembangan lebih lanjut dari model Kurt Lewin. Secara mendasar tidak ada perbedaan yang prinsip antara keduanya. Model ini banyak dipakai karena sederhana dan mudah dipahami. Rancangan Kemmis & Taggart dapatmencakup sejumlah siklus, masing- masing terdiri dari tahap-tahap: perencanaan (plan), pelaksanaan dan pengamatan (act & observe), dan refleksi (reflect). Tahapan-tahapan ini berlangsung secara berulang- ulang, sampai tujuan penelitian tercapai.

  METODE PENELITIAN Jenis Penelitian

  Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Jenis PTK yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan model spiral Kemmis & Mc Taggart. Penelitian ini terdiri dari siklus-siklus. Setiap siklus terdiri dari 4 komponen yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Siklus tersebut akan berjalan terus

  Tempat, Waktu, dan Subjek Penelitian

  Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 7 Salatiga semester 1 Tahun

  pelajaran 2017/218. Penelitian ini dirancang sejak bulan Januari 2017 sedangkan waktu pelaksanaan penerapan pembelajaran ini mulai tanggal 27 Oktober 2017 hingga

  13 November 2017. Subjek pada penelitian tindakan ini adalah siswa kelas VIIA SMP Negeri 7 Salatiga, dengan jumlah siswa sebanyak 28 orang yang terdiri dari 13 siswa laki- laki dan 15 siswa perempuan. Data dalam penelitian tindakan kelas berupa data kualitatif dan kuantitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi, observasi, dan tes.

  Indikator Kebe rhasilan

  Guna mengukur keberhasilan penelitian ini, maka pada setiap akhir siklus dilakukan tes. Penelitian ini dikatakan berhasil jika hasil tes mencapai tiga indikator yaitu 1) Rata-rata kelas mencapai KKM yang ditetapkan yaitu 60, 2) Persentase siswa yang masuk kategori tuntas mencapai minimal 75%, 3) Terjadi peningkatan rata-rata kelas dibanding siklus sebelumnya. Siklus pada penelitian ini akan berakhir jika ketiga indikator tersebut terpenuhi.

  HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pra Siklus

  Tahap pertama yang dilakukan peneliti yaitu dengan melakukan observasi untuk mengidentifikasi permasalahan yang terjadi pada pembelajaran matematika. Peneliti melakukan wawancara dengan guru dan melihat hasil Penilaian Tengah Semester siswa kelas VIIA SMP Negeri 7 Salatiga untuk mengetahui permasalahan yang menyebabkan hasil belajar siswa kurang. Data menunjukkan bahwa hasil rata- rata kelas pada Penilaian Tengah Semester I Tahun Pelajaran Pelajaran 2017/2018 sudah mencapai KKM yaitu 62,14. Namun, persentase siswa yang mencapai KKM hanyalah 35,71% atau hanya 10 siswa yang memiliki hasil belajar mencapai KKM dan 18 siswa lain belum mencapainya. Rekapitulasi hasil ini dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan data tersebut, dapat dikatakan bahwa hasil belajar matematika siswa SMP Negeri 7 Salatiga masih rendah dan perlu adanya upaya tindak lanjut.

  Tabel 1. Hasil Belajar Matematika Sis wa pada Prasiklus

  Nilai Siswa yang Siswa yang Jumlah Nilai Nilai

  Rata-rata Tuntas Belum Tuntas Siswa Tertinggi Terendah

  Kelas Jumlah % Jumlah %

  28

  90 46 62,14 10 35,71 18 64,29 Sumber : Hasil Penelitian Diolah, (2017)

  Proses pembelajaran matematika di kelas VIIA SMP Negeri 7 Salatiga sebenarnya sudah menggunakan model pembelajaran diskusi. Namun, model pembelajaran tersebut belum mendorong setiap siswa untuk lebih aktif dalam berdiskusi. Hanya siswa yang tergolong pandai saja yang mendominasi dalam proses diskusi. Proses seperti ini yang menunjukkan bahwa proses pembelajaran kelompok yang belum mengontrol adanya tanggung jawab individu, hal tersebut dikarenakan proses diskusi diakhiri dengan pelaporan hasil diskusi yang diwakilkan oleh wakil kelompok dengan cara bebas tanpa ditunjuk oleh guru sehingga siswa pandailah yang mewakili kelompoknya. Berdasarkan model pembelajaran tersebut perlu adanya penerapan modelpembelajaran yang kooperatif agar dapat mendorong siswa untuk lebih aktif.

  Siklus I Perencanaan

  Perencanaan tindakan yang dilakukan pada siklus I adalah berdiskusi dengan guru untuk menentukan materi dan waktu pelaksanaan tindakan, dilanjutkan dengan perencanaan penyususnan perangkat pembelajaran seperti membuat PPT, lembar kerja siswa (LK), nama identitas kelompok dan identitas siswa, penyusunan RPP sesuia dengan standar proses kurikulum 2013, penyusunan lembar observasi untuk kegiatan guru, lembar observasi respon siswa, dan lembar observasi lingkungan. Peneliti juga menyusun kisi-kisi instrumen observasi dan intrumen tes sekaligus melakukan validasi instrumen dengan pakar yaitu dosen matematika dan guru matematika untuk instrumen tes hasil belajar.

  Tahap Pelaksanaan dan Observasi Siklus I

  Siklus I dilaksanakan selama 2 kali pertemuan (5 jam pelajaran). Tujuan pertemuan pertama siswa dapat mengetahui unsur- unsur dalam bentuk aljabar, menentukan suku sejenis dan suku tidak sejenis.

  Pelaksanaan pembelajaran pertemuan pertama siklus I dimulai dari pendahuluan dengan melakukan doa bersama yang dipimpin oleh ketua kelas dan mengecek kehadiran sisiwa. Guru menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti pembelajaran dengan cara menayangkan video motivasi kepada siswa. Selanjutnya guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan cangkupan materi yang hendak dipelajari.

  Hal selanjutnya setelah melakukan pendahuluan adalah kegiatan inti guru memulai kegiatan inti dengan tahap penomoran (numbering). Pada tahap penomoran guru membagi siswa kedalam 6 kelompok yang masing- masing kelompok

  (numbering)

  terdiri dari 5 siswa. Pembagian kelompok disusun dengan memperhatikan kemampuan dan karakter siswa sehingga kelompok yang terbentuk merupakan kelompok yang heterogen. Masing- masing anggota kelompok diberikan identitas berupa angka 1sampai dengan 5 yang nantinya akan digunakan pada tahap pemanggilan nomor. Dalam proses pembelajaran guru menggunakan metode tanya jawab sehingga tahap pengajuan pertanyaan (questioning) sering terjadi dalam proses pembelajaran karena tidak hanya saat proses latihan soal. Guru juga menyusun LK guna membantu pelaksanaan tahap pengajuan pertanyaan (questoning) dan berpikir bersama (heads

  together).

  dalam NHT pada penelitian ini, setiap pemberian jawaban terbagi 2 anggota dari kelompok berlawanan. Hal ini menunjukkan bahwa peluang siswa untuk terpilih semakin besar karena tidak hanya 1 yang terpilih di setiap proses pemberian jawaban

  

(answering) . Selain itu, guna mengontrol tanggung jawab individu, maka siswa yang

  terpilih harus menyampaikan jawaban tanpa bantuan baik dari teman kelompoknya ataupun catatan hasil diskusi kelompoknya. Kedua hal tersebut sengaja dilakukan agar siswa lebih aktif dan semakin serius dalam proses diskusi. Empat tahapan ini dilakukan berulang kali, sehingga siswa dituntut harus fokus dan aktif dalam proses pembelajaran. Hal ini dikarenakan banyaknya frekuensi pengajuan pertanyaan yang diberikan guru dan besarnya peluang siswa untuk dapat terpilih.

  Kegiatan penutup yang dilakukan yaitu menyimpulkan pembelajaran, memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil belajar dengan memberikan pujian dan memberi point penghargaan untuk kelompok yang unggul. Selanjutnya memberikan tugas rumah dan meminta siswa utuk mempelajari materi yanga akan dipelajari pada pertemuan berikutnya.

  Proses pembelajaran serupa juga dilakukan pada pertemuan kedua. Perbedaannya adalah jika pada pertemuan pertama cakupan materi meliputi menentukan unsur- unsur pada bentuk aljabar, menentukan bentuk aljabar, dan menentukan suku sejenis dan suku tidak sejenis, maka pada pertemuan kedua cakupan materi terdiri dari operasi hitung penjumlahan dan pengurangan bentuk aljabar. Guru secara konsisten melakukan tahapan NHT tersebut.

  Pada proses pembelajaran ini ada, terdapat kelemahan pada tahap pemberian jawaban (answering). Pada tahapan ini, terdapat siswa yang terpilih yang tidak bertanggung jawab dalam memberikan jawabannya sehingga pada saat pemberian jawaban siswa yang terpilih mengerjakan dengan curang atau tidak bersedia untuk serius dalam mengerjakannya (tampak asal dalam memberikan jawaban). Hal tersebut terjadi karena siswa terpilih maju hanya karena ingin mendapatkan point 5 dan bukan point maksimal yaitu 30. Dan siswa hanya mengikuti kata temanya “tidak bisa mengerjakan tidak papa yang penting mendapat point”.

  Kelemahan padaproses pemberian jawaban (answering) ini berdampak pada proses heads together dalam periode NHT berikutnya. Di beberapa kelompok masih ditemukan siswa yang tidak terlibat aktif dalam diskusi dan justru melakukan aktivitas sendiri atau menganggu teman sehingga menganggu beberapa anggota kelompok yang hendak fokus dalam proses diskusi.

  Rekapitulasi analisis hasil observasi guru, siswa dan lingkunganketerlaksanaan penerapan NHT pada siklus I dapat dilihat pada Tabel 2. Tampak bahwa dari segi guru dan siswa masuk kategori baik sedangkan lingkungan sa ngat baik. Hal ini dikarenakan ada hal yang perlu diperhatikan dan ditingkatkan di aspek guru diantaranya kesesuaian pembelajaran dengan metode NHT dan kesesuaian dengan prinsip pembelajaran kurikulum 2013. Adapun dari aspek respon siswa perlu adanya upaya untuk membuat siswa lebih yaitu pada aspek kedisiplinan, keaktifan dan perhatian (fokus dalam pembelajaran). Adapun rekapitulasi hasil belajar yang dicapai pada siklus I dapat dilihat pada Tabel 3.

  Rata-rata Persentase Simpulan

  Setiap Tahap (%) Indeks Hasil Observasi

  I II Rata-rata (%) Kategori Indeks Observasi Pembelajaran

  78,35 78,73 78,54 Baik Guru (IPG) Indeks Observasi Respon

  71,42 75 73,21 Baik Siswa (IRS) Indeks Observasi Kondisi

  Sangat

  90 95 92,5 Lingkungan (IKL)

  Baik Sumber : Hasil Penelitian Diolah, (2017)

  Tabel 3. Hasil Belajar Matematika Sis wa Pada Siklus I

  Siswa yang Siswa yang Nilai

  Jumlah Nilai Nilai Rata-rata Tuntas Belum Tuntas

  Siswa Tertinggi Terendah Kelas

  Jumlah % Jumlah %

  28

  76 16 45,35 10 35,71 18 64,29 Sumber : Hasil Penelitian Diolah, (2017)

  Berdasarkan analisis terhadap data hasil belajar matematika siswa pada siklus Inilai tertinggi 76 dan untuk nilai terendahnya 16 sedangkan nilai rata-rata kelas 45,35 dengan persentase siswa yang mencapai KKM 35,71% dan persentase siswa yang belum mencapai KKM 64,29%. Hasil rata-rata ini belum mencapai KKM, demikian pula persentase ketuntasan klasikal belum mencapai 75%.

  Refleksi

  Keterlaksanaan pembelajaran NHT pada siklus I masih belum memberi dampak hasil belajar yang diharapkan. Ditemukan beberapa permasalahan yaitu kurang seriusnya proses pemberian jawaban (answering) dimana beberapa siswa memberikan jawaban dengan asal. Setela h dilakukan analisis diduga hal ini dikarenakan tidak adanya rasa malu siswa jika tidak bisa memberi jawaban yang benar. Tidak adanya konsekuensi jika jawaban salah juga dapat mengakibatkan kurangnya keseriusan dan tanggung jawab siswa terpilih untuk memberikan jawaban secara benar. Kunci NHT adalah dari fase pemberian jawaban (answering). Ketika fase ini belum berjalan secara optimal maka akan berdampak pada fase lain. Hal ini terjadi di penelitian ini, dimana pada tahap berpikir bersama (heads together) di periode berikut kurang optimal. Beberapa siswa masih tidak berperan aktif. Oleh karena itu, untuk mengatasi kelemahan ini maka disusunlah suatu strategi yang akan diterapkan pada siklus II yaitu yang pertama dengan cara memberikan konsekuensi kepada kelompok yang memberikan jawaban asal dengan cara didiskualifikasi atau tidak mendapat point dan strategi yang kedua melatih tanggung jawab kepada setiap siswa yang terpilih memberikan jawaban dengan cara mempresentasikan hasil jawabannya di depan kelas dan jika siswa masih bingung guru akan meberikan bantuan sebanyak 1 kali dengan syarat pengurangan 10 point.

  Siklus II Perencanaan

  Perencanaan tindakan siklus II tidak jauh beda dengan perencanaan pada siklus

  I. Adapun perbedaannya adalah penyusunan strategi untuk mengatasi permasalahan pada siklus I. Strategi yang digunakkan adalah dengan cara penggunaan metode pembelajaran yang sama namun untuk membuat siswa lebih aktif dalam pelaksanaan pembelajaran peneliti akan lebih melakukan tanya jawab terhadap siswa dan memberi konsekuensi kepada kelompok jika ada anggota kelompoknya yang melakukan aktivitas sendiridan membuat siswa tidak fokus dalam pembelajaran. Diharapkan dengan begitu akan mendorong siswa lebih fokus dan tidak akan melakukan aktivitas sendiri.

  Pelaksanaan dan Observasi Siklus II

  Siklus II dilaksanakan sebanyak 2 kali pertemuan (5 jam Pelajaran). Kedua pertemuan ini membahas mengenai penyelesaian soal-soal yang sudah diajarkan pada pertemuan siklus I, namun pada pertemuan ini lebih banyak membahas soal-soal yang masih belum siswa pahami pada siklus I. Pada pertemuan pertama peneliti mengingatkan tentang unsur- unsur aljabar kembali dan melakukan tanya jawab soal penjumlahan kepada siswa agar siswa lebih paham. Pada pertemuan kedua peneliti mengulang kembali operasi pengurangan bentuk aljabar dan menekankan pada pegurangan “oleh” dan “dari” yang dianggap siswa sulit.

  Pelaksanaan pembelajaran pertemuan pertama siklus II dimulai dari pendahuluan dengan melakukan doa bersama yang dipimpin oleh ketua kelas dan mengecek kehadiran sisiwa. Guru menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti pembelajaran dengan cara menayankan video motivasi kepada siswa. Selanjutnya guru menyampaiakan tujuan pembelajara dan cangkupan materi yang hendak dipelajarai.

  Hal selanjutnya setelah melakukan pendahuluan, maka guru memulai kegiatan inti. Pada kegiatan inti ini tahapan pembelajaran sama dengan tahap pembelajaran pada siklus I namun, pada siklus II ini juga ada beberapa perbedaannya diantaranya pada tahap penomoran (numbering) untuk pembagian kelompok berbeda. Terdapat pertukaran beberapa anggota kelompok dengan kelompok lain. Hal ini dilakukan untuk memisahkan anggota kelompok yang selalu bercerita dengan teman dekatnya yang membuat beberapa anggota kelompok tidak fokus dan serius dalam mengikuti pembelajaran. Meskipun terjadi pertukaran anggota kelompok namun, kelompok tersebut masih tetap heterogen karena untuk pertukarannya peneliti juga memperhatikan kemampuan siswa.

  Tahap pengajuan pertanyaan (questioning)dan berpikir bersama (heads

  

together) masih menggunakan alat batu berupa LK, namun pada siklus ini pengajuan

  pertanyaan (questioning) dan proses berpikir bersama (heads together) dilakukan secara bertahap. Setiap 2 soal dilakukan pemberian jawaban (answering) dan ketika kedua siswa tidak bisa menjawab benar maka guru langsung melakukan pembahasan dan memberikan 1 soal tambahan terkait materi tesebut. Hal ini sengaja dilakukan akan membantu siswa yang berkemampuan rendah. Proses pemberian jawaban

  

(answering) masih sama dengan siklus I, namun ada tambahan aturan yaitu kelompok

  yang mewakili kelompok untuk memberikan jawaban, tidak sekedar mengerjakan namun, siswa juga harus memperesentasikan hasil jawabannya tersebut dan tidak boleh digantikan oleh anggota kelompok lainnya.

  Kegiatan penutup yang dilakukan yaitu menyimpulkan pembelajaran, memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil belajar dengan memberikan pujian dan memberi point penghargaan untuk kelompok yang unggul. Selanjutnya memberikan tugas rumah dan meminta siswa utuk mempelajari materi yang akan dipelajari pada pertemuan berikutnya.

  Proses pembelajaran serupa juga dilakukan pada pertemuan kedua. Perbedaannya adalah jika pada pertemuan pertama cakupan materi meliputi menentukan unsur- unsur pada bentuk aljabar, menentukan bentuk aljabar, dan menentukan suku sejenis dan suku tidak sejenis. Maka pada pertemuan kedua guru mengingatkan kembali mengenai materi operasi hitung penjumlahan dan menjelaskan cakupan materi operasi hitung pengurangan “oleh” dan “dari” bentuk aljabar. Guru secara konsisten melakukan tahapan NHT tersebut. Pelaksanaan proses pembelajaran NHT juga diamati dan dinilai oleh observer. Rekapitulasi analisis hasil pengisian instrumen observasi tindakan guru, siswa dan kondisi lingkungan keterlaksanaan NHT pada siklus II dapat dilihat pada Tabel 4. Tampak bahwa dari segi guru dan siswa masuk dalam kategori baik sedangkan lingkungan sangat baik. Meskipun begit u, pada hasil observasi pada siklus II ini ada peningkatan dibandingkan pada hasil observasi pada siklus I.

  

Tabel 4. Rekapitulasi Data Hasil Observasi siklus II

  Rata-rata Persentase Simpulan

  Indeks Hasil Observasi Setiap Tahap (%)

  I II Rata-rata (%) Kategori Indeks Observasi Pembelajaran Guru

  79,47 80,22 79,85 Baik (IPG) Indeks Observasi Respon Siswa

  77,68 79,01 78,35 Baik (IRS) Indeks Observasi Kondisi

  Sangat

  85 90 87,50 Lingkungan (IKL)

  Baik Sumber : Hasil Penelitian Diolah, (2017)

  

Tabel 5. Hasil Belajar Matematika Sis wa Pada Siklus II

  Nilai Siswa yang Siswa yang Jumlah Nilai Nilai

  Rata-rata Tuntas Belum Tuntas Siswa Tertinggi Terendah

  Kelas Jumlah % Jumlah % 28 100

  25 71,10 22 78,60 6 21,40 Sumber : Hasil Penelitian Diolah, (2017) Rekapitulasi hasil belajar matematikapada siklus II dapat dilihat pada Tabel 5.

  Nilai tertinggi yang dicapai pada siklus II adalah 100, sedangkan nilai terendahnya adalah 25. Nilai rata-rata kelas 71,10 dan telah mencapai KKM yang ditetapkan yaitu

  60. Adapun persentase siswa yang masuk kategori tuntas sebesar 78,60% yang telah mencapai batas minimal ketuntasan klasikal yang sudah ditentukan yaitu 75%.

  Refleksi

  Keterlaksanaan pembelajaran NHT pada siklus II sudah mencapai hasil belajar yang diharapkan. Pada proses pelaksanaan NHT yang berbeda itu berdampak pada aktifnya siswa pada proses diskusi. Hal tersebut dapat dilihat dari poses pengajuan pertanyaan dan pemberian jawaban yang dilakukan siswa. Pada pembelajaran siklus II ini siswa lebih bertanggung jawab dalam pemberian jawaban sehingga siswa lebih jelas dalam menerima materi dan berdapak pada peningkatan hasil belajar matematika siswa SMP Negeri 7 Salatiga.

  Deskripsi Siklus I dan Siklus II

  Berdasarkan uraian deskrisi diatas penelitian tindakan kelas ini terdiri dari tigatahapan pelaksanaan yaitu tahap prasiklus, siklus I, dan siklus II. Ketiga tahapan tersebut merupakan suatu rangkaian kegiatan yang saling berkaitan satu sama lain, artinya pelaksanaan siklus I perbaika n dari prasiklus dan pelaksanaan siklus II untuk perbaikan dari siklus I. Perbandingan dari hasil belajar matematika tiap tahapan siklus tersebut dapat dilihat pada Gambar 1, sedangkan Rekapitulasi data tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.

  100 120 60

  80 40 Siklus I 20 Siklus II Gambar 1: Perbandingan Hasil Belajar Antar Siklus

  Sumber : Data Primer, (2017)

  Tabel 6. Perbandingan Hasil Siklus I dan Siklus II

  Kategori Jumlah % Meningkat 24 85,70

  Tetap 1 3,60 Menurun 3 10,70

  Sumber : Data Primer, (2017) Berdasarkan pada Gambar 1 dan rekapitulasi pada Tabel 6, diperoleh fakta bahwa sebagian besar siswa (85,70%) mengalami kenaikan nilai dari siklus I ke siklus

  II, meski masih terdapat nilai tetap (3,60%) dan nilai yang turun (10,70%). Berdasarkan data yang disajikan dalam Gambar 1 terdapat beberapa karakter pencapaian hasil belajar diantaranya:

  1. Siswa dengan hasil belajar konsisten lebih dari KKM pada kedua siklus, misalnya siswa nomor 3. Siswa tersebut memiliki kemampuan matematika yang baik meskipun demikian siswa ini mudah puas dengan apa yang dicapai sehingga siswa ini mengerjakan tes tidak secara maksimal karena targetnya adalah mencapai KKM.

  2. Siswa dengan hasil belajar di kedua siklus telah mencapai KKM dan mengalami kenaikan diantaranya siswa nomor 1,7 dan 20. Siwa-siswa tersebut memiliki kemampuan matematika yang baik dan disertai adanya daya juang untuk memperoleh hasil maksimal. Hal ini terbukti bagaimana siswa nomor absen 7 dan 20 dapat mencapai nilai 100 dalam siklus II.

  3. Siswa yang hasil belajar matematika tidak tuntas di siklus I dan mengalami kenaikan dan mencapai ketuntasan pada siklus II, contohnya siswa nomor absen 9, 13 dan 15. Hal ini dikarenakan pada siklus II siswa tersebut berusaha aktif dan selalu bertanya jika ada kesulitan. Dan siswa tersebut bertanya tidak hanya diwaktuy jam pelajaran saja, namun diluar jam pelajaran bertanya tentang materi aljabar yang siswa belum pahami.

  4. Siswa yang hasil belajar matematika telah mengalami kenaikan namun tetap belum mencapai KKM. Sebenarnya siswa tersebut sudah berusaha untuk aktif dalam diskusi kelompok dan mau bertanya jika ada yang masih kesulitan, namun kemampuan siswa tersebut hanya mamp u memperoleh hasil dibawah KKM meskipun sudah berusaha semaksimal mungkin.

  Tabel 7. Hasil Belajar Matematika Antar Siklus

  Nilai Siswa yang Siswa yang

  S ikl

  Jumlah Nilai Nilai Rata- Tuntas Belum Tuntas

  us

  Siswa Tertinggi Terendah rata % Jumlah Jumlah %

  Kelas

  I

  28

  76 16 45,35 10 35,71 18 64,29

  II 28 100 25 71,10 22 78,60 6 21,40

  Sumber : Data Primer, (2017) Pada Tabel 7 terlihat bahwa nilai tertinggi pada siklus I 76 dan meningkat pada siklus II yaitu dengan maksimal nilai 100, untuk nilai terendah pada siklus I 16 dan meningkat pada siklus II yaitu 25.Dari nilai rata-rata kelas pada siklus I yaitu 45,35 meningkat pada siklus II sebesar 71,10 yang artinya sudah mencapai KKM. Adapun persentase nilai ketuntasan pada siklus I 35,71% (belum mencapai batas ketuntasan klasikal) dan persentase nilai ketuntasan pada siklus II 78,60% (sudah mencapai batas ketuntasan klasikal). Dengan demikian, dapat disimpulkan ada peningkatan hasil belajar di siklus II.

  Pembahasan Berdasarkan hasil belajar matematika prasiklus belum sesuai harapan.

  Meskipun rata-rata telah mencapai KKM namun sebagian besar (64,29%) belum mencapai KKM. Hal ini mengidentifikasikan bahwa kemampuan siswa tidak merata. Hasil observasi menunjukkan bahwa proses pembelajaran telah dilakukan secara berkelompok namun tampak bahwa siswa tertentu yang terlibat aktif dalam proses diskusi. Oleh karena itu diterapkan NHT.

  NHT diterapkan pada siklus I selama 2 pertemuan (5 jam pelajaran) sedangkan pada siklus II juga sama yaitu 2 pertemuan (5 jam pelajaran). Hasil belajar matematika pada siklus I belum mencapai indikator keberhasilan. Hal ini dikarenakan indikator keberhasilan sebagian besar siswa (64,29%) masih belum mencapai nilai ketuntasan. Terdapat beberapa faktor sehingga hasil ini belum menunjukkan perbedaan yang signifikan dari hasil prasiklus. Faktor tersebut diantaranya adalah belum tepatnya strategi yang dilakukan guru pada tahap pemberian jawaban (answering). Meski disetiap tahap ini guru telah memperbesar peluang siswa terpilih dengan adanya sistem pemanggilan 2 orang di kelompok berbeda disetiap tahapnya, namun aturan pemberian skor 5 jika mau maju meski jawaban salah justru membuat beberapa siswa yang terpilih memberikan jawaban asal (tidak tampak untuk berusaha memberikan jawaban yang benar. Hal ini kemudian berdampak tidak seriusnya beberapa anggota kelompok dalam tahap berpikir bersama (heads together). Oleh karena itu, pada siklus II guru menerapkan strategi baru, yaitu yang pertama dengan cara memberikan konsekuensi kepada kelompok yang memberikan jawaban asal dengan cara didiskualifikasi atau tidak mendapat point dan strategi yang kedua melatih tanggung jawab kepada setiap siswa yang terpilih memberikan jawaban dengan cara mempresentasikan hasil jawabannya di depan kelas dan jika siswa masih bingung guru akan meberikan bantuan sebanyak 1 kali dengan syarat pengurangan 10 point. Selain itu guru juga lebih mengontrol jalannya proses berpikir bersama (heads together). Strategi yang diterapkan berhasil terbukti hasil belajar matematika pada siklus II tercapai rata-rata (71,10) telah mencapai KKM dengan persentase ketuntasan 78,60%. Hasil ini menunjukkan bahwa 3 indikator keberhasilan telah tercapai sehingga penelitian ini berhenti pada siklus II.

  KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

  Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Kooperatif Tipe NHT dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa SMPN 7 Salatiga. Hal tersebut dapat dilihat dari pencapaian rata-rata hasil belajar pada siklus I sebesar 45,35 dan meningkat pada siklus II menjadi 71,10 dan sudah mencapai KKM yang sudah ditetapkan yaitu 60. Persentase ketuntasan klasikal pada siklus I sebesar 35,71%(belum mencapai batas ketuntasan klasikal),namun pada siklus II persentase ketuntasan klasikalnya sebesar 78,60% (sudah mencapai batas ketuntasan klasikal). Dengan demikian, pada siklus II hasil belajar telah mencapai indikator keberhasilan sehingga pada PTK ini berhenti pada siklus II.

  Saran

  Penelitian ini telah menunjukkan bahwa salah satu faktor yang dapat menentukan pencapaian hasil belajar adalah siswa untuk aktif dalam pembelajaran, maka disarankan bagi siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Hasil penelitian ini telah membuktikan bahwa NHT dapat meningkatkan hasil belajar siswa, oleh karena itu disarankan bagi guru untuk mencoba menerapkan NHT dalam materi lainnya baik pada jenjang SMP atau jenjang lainnya. Bagi peneliti lainnya disarankan untuk mengembangkan desain pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip NHT.

  Asnidar 2014.Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads

  Together (NHT) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Operasi Himpunan di Kelas VII SMP Negeri 19 Palu. Jurnal Elektronik

  Pendidikan Matematika Tadulako. Volume 01 Nomor 02, Maret 2014. Depdiknas. (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.

  Badan Standar Nasional Pendidikan: Jakarta. Dimyati & Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Ditjen PMPTK.(2010). Membimbing Guru Dalam Penelitian Tindakan Kelas Materi Pelatihan Penguatan Pengawas Sekolah. Jakarta : Kemendiknas.

  Djamarah dan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Hamalik, O. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Bumi Aksara, Jakarta. Ibrahim dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. University Press, Surabaya Ibrahim. 2008. Pembelajaran Kooperatif. Jakarta: Graha Ilmu

  Kemmis, S dan R. Mc Taggart. (1988). The Action Research Planner. Victoria: Deakin University

  Kunandar. 2011. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru . Jakarta: Rajawali Pers. Noor dkk 2014. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together

  (NHT) Pada Pemecahan Masalah Matematika Di Kelas VIII SMP. Jurnal Pendidikan Matematika. Volume 2 Nomor 1, Pebruari 2014.

  Rafiqa 2014. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads

  Together (NHT) Berbantuan Media Kartu Posinega Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat Siswa

  Jurnal Elektronik Pendidikan Matematika Kelas VII SMP Negeri 15 Palu. Tadulako. Volume 01 Nomor 02, Maret 2014. Rustam, Mundilarto (2004). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara Savitri, dkk. 2014. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Struktural Numbered

  Heads Together (NHT) pada Materi Lingkaran di Kelas VIII SMP Negeri 1

Kamal. Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 3 No 2 Tahun 2014

  Sudjana, Nana. 2010.Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Suhardjono (2007). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Bumi Aksara Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik

  Konsep, Landasan Teoritik Praktis dan Implementasinya .Jakarta: Prestasi

  Pustaka

  Landasan, dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta:Prenada Media Grup