PERAN PENTING DEWAN PENGAWAS SYARIAH DAL

BAB III
PERAN PENTING DEWAN PENGAWAS SYARIAH DALAM
PEMENUHAN PRINSIP SYARIAH DALAM PELAKSANAAN GOOD
CORPORATE GOVERNANCE PADA PERBANKAN SYARIAH
BERDASARKAN PBI NO.11/33/PBI/2009

A. Keberadaan dan kedudukan DPS dalam perbankan syariah
Salah satu perbedaan yang mendasar dalam struktur organisasi perbankan
konvensional dengan perbankan syariah adalah kewajiban memposisikan Dewan
Pengawas Syariah (DPS) dalam perbankan syariah. DPS adalah lembaga
independen atau juris khusus dalam bidang fiqih muamalat. Namun DPS juga bisa
beranggotakan diluar ahli fiqih tetapi harus memiliki keahlian dalam bidang
lembaga keuangan Islam dan fiqih muamalat.89
Fiqih artinya faham atau pengertian, jadi ilmu fiqih adalah ilmu yang
bertugas menentukan dan menguraikan norma-norma dasar dan ketentuanketentuan umum yang terdapat di dalam Alquran dan Sunnah Nabi Muhammad
yang direkam didalam kitab-kitab hadis. 90
Muamalat dalam pengertian luas, yakni ketetapan yang diberikan oleh
Tuhan yang langsung berhubungan dengan kehidupan sosial manusia, terbatas
pada yang pokok-pokok saja. 91

89


Analisa atas Peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam Memastikan Pemenuhan
atas Kepatuhan pada Prinsip syariah di Lembaga Keuangan syariah (di Indonesia),,
diakses
tanggal
20
September 2010.
90
H. Muhammad Daud, “ Asas-asas Hukum Islam”, (Jakarta: Rajawali Pers, cetakan
keenam, 1998),hal. 48.
91
Ibid., hal. 55.

Universitas Sumatera Utara

Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan UndangUndang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dinyatakan bahwa dalam suatu
perbankan Islam harus dibentuk DPS. 92 Begitu juga dalam Undang-undang
tentang Perbankan Syariah dinyatakan bahwa DPS wajib dibentuk di Bank
Syariah dan bank konvensional yang memiliki unit usaha syariah. 93
Dalam PBI No. 11/3/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah juga

disebutkan pengertian DPS yaitu DPS adalah dewan yang bertugas memberikan
nasehat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan bank agar sesuai
dengan prinsip syariah.

94

DPS merupakan suatu badan yang diberi wewenang untuk melakukan
supervises/pengawasan dan melihat secara dekat aktivitas lembaga keuangan
syariah agar lembaga tersebut senantiasa mengikuti aturan dan prinsip-prinsip
syariah.

95

DPS berkedudukan di kantor pusat dan berkewajiban melihat secara

langsung pelaksanaan suatu lembaga keuangan syariah agar tidak menyimpang
dari ketentuan yang telah difatwakan Dewan Syariah Nasional (DSN).
DSN merupakan bagian dari MUI yang terdiri atas para ulama, praktisi
dan pakar dalam bidang-bidang yang terkait dengan perekonomian dan syariah
muamalah yang bertugas menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah


92

Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun
1992 tentang Perbankan, Penjelasan Pasal 6 huruf m.
93
Undang-Undang No. 21 Tahun 2008, Pasal 32 angka 1.
94
PBI No. 11/3/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah, Pasal 1 angka 11.
95
The shari’a supervisory board is entrusted with duty of directing, reviewing and
supervising the activities of the Islamic financial institution in order to ensure that they are in
compliance with Islamic shari’a Rules and principles. Lih. AAOIFI (Accounting and Auditing
Organization for Islamic Financial Institution, 1998, hal. 32, dikutip dari Heri Sunandar, “Peran
dan Fungsi Dewan Pengawas Syariah (Shari’a Supervisory Board) Dalam Perbankan Syariah di
Indonesia”, , diakses
tanggal 30 Agustus 2010

Universitas Sumatera Utara


dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan sektor keuangan pada
khususnya, termasuk usaha bank, asuransi dan reksadana.

96

Menurut MUI (SK MUI No. Kep.754/II/1999), ada 4 tugas pokok DSN,
yaitu; 97
1. Menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan
perekonomian
2. Mengeluarkan fakta atas jenis-jenis kegiatan keuangan
3. Mengeluarkan fakta atas produk keuangan syariah
4. Mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan
DPS melihat secara garis besar dari aspek manajemen dan administrasi
harus sesuai dengan prinsip syariah, yang paling utama adaalah mengesahkan dan
mengawasi produk-produk yang dikeluarkan bank agar sesuai dengan ketentuan
syariah dan undang-undang yang berlaku.
DPS dalam strukrur organisasi bank syariah diletakkan pada posisis
setingkat dengan Dewan Komisaris pada setiap bank syariah. Posisi yang
demikian ditujukan agar DPS lebih berwibawa dan mempunyai kebebasan opini
dalam memberikan bimbingan dan pengarahan kepada semua direksi di bank

tersebut dalam hal-hal yang berhubungan dengan pengaplikasian produk
perbankan syariah. Oleh sebab itu, penetapan DPS dilakukan melalui RUPS
setelah nama-nama anggota DPS tersebut mendapat pengesahan dari DSN.
Pemberdayaan DPS pada masa yang akan datang sangat penting
dilakukan, diantaranya adalah melibatkan DPS dalam berbagai program
96

Adrian Sutedi, “Perbankan Syariah:Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum”,
(Bogor;Ghalia Indonesia, cetakan pertama, 2009), hal. 147.
97
Ibid., hal. 147

Universitas Sumatera Utara

marketing dan sosialisasi perbankan syariah. Hal ini dimaksudkan untuk
mensinergikan antara DPS dengan pihak manajemen perbankan syariah dan
masyarakat. Karena masih banyak pelaksana perbankan syariah yang masih belum
benar-benar menguasai secara keseluruhan produk-produk perbankan syariah
sehingga sangat sulit untuk melakukan sosialisasi terhadap masyarakat. Oleh
sebab itu, peran dan fungsi DPS dalam hal ini sangat diharapkan.


B. Syarat dan keanggotaan DPS dalam perbankan syariah
Perwataatmadja dan S. Antonio mengemukakan bahwa anggota DPS
seharusnya terdiri atas ahli syariah, yang sedikit banyak menguasai hukum dagang
positif dan terbiasa dengan kontrak-kontrak bisnis. 98
Untuk menjamin kebebasan mengeluarkan pendapat, DPS mempunyai
ketentuan sebagi berikut: 99
1. DPS bukan staff bank, dalam arti mereka tidak tunduk dibawah kekuasaan
administratif
2. Mereka dipilih oleh RUPS
3. Honorarium DPS ditentukan oleh RUPS
4. DPS mempunyai sistem kerja dan tugas-tugas tertentu seperti halnya badan
pengawas lainnya
Anggota DPS wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut; 100
a) Integritas, yang paling kurang mencakup;
1) Memiliki akhlak dan moral yang baik
98

Warkum Sumitro, Op. cit., hal. 52
Ibid.

100
PBI No. 11/3/PBI/2009, Pasal 34 ayat (2).
99

Universitas Sumatera Utara

2) Memiliki komitmen untuk memetuhi peraturan perbankan syariah dan
peraturan perundang-undangan lain yang berlaku
3) Memiliki komitmen terhadap pengembangan yang sehat dan tangguh
(sustainable)
4) Tidak termasuk dalam daftar tidak lulus sebagaimana diatur dalam
ketentuan mengenai uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper test)
yang ditetapkan Bank Indonesia
b) Kompetensi, yang paling kurang memiliki pengetahuan dan pengalaman di
bidang syariah muamalah dan pengetahuan di bidang perbankan dan/atau
keuangan secara umum
c) Reputasi keuangan, yang paling kurang mencakup ;
1) Tidak termasuk dalam daftar kredit macet
2) Tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi pemegang saham, anggota
dewan komisaris, atau anggota direksi yang dinyatakan bersalah

menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit dalam waktu 5 (lima)
tahun terakhir
Sedangkan mengenai prosedur penetapan anggota DPS dapat dilakukan
dengan: 101
a. Perbankan syariah mengajukan permohonan penempatan anggota DPS kepada
DSN. Permohonan tersebut dapat disertai usulan nama calon DPS
b. Permohonan tersebut dibahas dalam rapat Badan Pelaksana Harian DSN

101

Adrian Sutedi, Op. cit., hal 142

Universitas Sumatera Utara

c. Hasil rapat Badan Pelaksana Harian DSN kemudian dilaporkan kepada
pimpinan DSN
d. Pimpinan DSN menetapkan nama-nama yang diangkat sebagai anggota DPS
Ketentuan mengenai jumlah anggota DPS juga diatur dalam PBI No.
11/3/PBI/2009 yang menyatakan bahwa jumlah anggota DPS paling sedikit
adalah 2 (dua) orang dan paling banyak 50% dari jumlah anggota direksi. 102 DPS

diketuai oleh salah satu dari anggota DPS bank yang bersangkutan.
Pada prinsipnya seorang anggota DPS hanya dapat menjadi anggota DPS
di satu perbankan syariah dan satu lembaga keuangan syariah. Namun mengingat
keterbatasan jumlah tenaga yang dapat menjadi anggota DPS, seseorang dapat
diangkat sebagai anggota DPS sebanyak-banyaknya pada dua perbankan syariah
dan dua lembaga keuangan syariah lainnya. 103
Sebelum DPS menduduki jabatannya, maka pihak bank yang bersangkutan
terlebih dahulu harus mengajukan calon anggota DPS untuk mendapat persetujuan
dari Bank Indonesia agar pengangkatan anggota DPS dapat diberlakukan secara
efektif. Pemberhentian ataupun pengunduran diri anggota DPS juga wajib
dilaporkan kepada Bank Indonesia paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah
pmberhentian atau pengunduran diri efektif.

C. Peran Penting DPS pada perbankan syariah
Peran strategis yang diemban DPS adalah sebagai garda terdepan dalam
menjaga kesyariahan sebuah lembaga keuangan yang berlabel syariah. DPS
102
103

PBI No. 11/3/PBI/2009, Pasal 36 ayat (1).

Adrian Sutedi, Op. cit., hal. 143.

Universitas Sumatera Utara

bertanggung jawab untuk memastikan semua produk dan prosedur bank syariah
sesuai dengan prinsip syariah. Keberadaan DPS pun dinyatakan secara jelas dalam
Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan dalam PBI
yang terkait dengan lembaga keuangan syariah. Jadi secara yuridis, DPS di
lembaga perbankan syariah menduduki posisi yang kuat karena keberadaannya
sangat penting dan strategis.
DPS merupakan suatu fungsi dalam organisasi bank syariah yang secara
internal merupakan badan pengawas syariah dan secara eksternal dapat menjaga
serta meningkatkan kepercayaan masyarakat.104
Fungsi DPS dalam organisasi perbankan syariah adalah sebagai berikut; 105
1. Sebagai penasihat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan kantor
cabang syariah mengenai hal-hal yang terkait dengan aspek syariah
2. Sebagai mediator antara bank dan DSN dalam mengkomunikasikan usul
dan saran pengembangan produk dan jasa dari bank yang memerlukan
kajian dan fatwa dari DSN
3. Sebagai perwakilan DSN yang ditempatkan pada bank. Kewajiban

melapor pada DSN sekurang-kurangnya sekali dalam setahun.
Untuk melakukan fungsi pengawasan tersebut, anggota DPS harus
memiliki kualifikasi keilmuan yang integral, yaitu ilmu fiqih muamalat dan ilmu
ekonomi keuangan islam modern, bukan karena kharisma dan kepopulerannya
ditengah

masyarakat.

Jika

pengangkatan

DPS

bukan

didasarkan

pada

104

Gemala Dewi, “ Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di
Indonesia”, (Jakarta:Prenada Media, cetakan pertama, 2004), hal. 71.
105
Agustianto,
“Optimalisasi
DPS
Perbankan
Syariah”,
, diakses tanggal
30 Agustus 2010.

Universitas Sumatera Utara

keilmuannya, maka fungsi pengawasan DPS tidak akan efektif sehingga dapat
menyebabkan terjadinya penyimpangan praktek syariah. 106
Namun peran vital DPS di Indonesia, dalam praktek di lapangan saat ini
belum optimal. Ada beberapa faktor utama penyebab peran dan fungsi DPS di
Indonesia belum optimal, antara lain; 107
a) Lemahnya status hukum hasil penilaian kepatuhan syariah oleh DPS
akibat ketidakefektivan dan ketidakefisienan mekanisme pengawasan
syariah dalam perbankan syariah di Indonesia saat ini
b) Terbatasnya keterampilan sumber daya DPS dalam masalah audit,
akuntansi, ekonomi dan hukum bisnis
c) Belum adanya mekanisme dan struktur kerja yang efektif dari DPS dalam
melaksanakan fungsi pengawasan internal syariah dalam perbankan
syariah
Akibat dari ketiga faktor diatas menjadikan peran DPS pada saat ini lebih
banyak sebagai penasihat syariah bagi manajemen, alat komunikasi dan marketing
bagi bank syariah dan sebagai legislator produk bank syariah. Fungsi pengawasan
terhadap proses operasional yang merupakan aktivitas sharia review ex post
auditing jarang dilakukan oleh DPS. Salah satu alternatif untuk mengoptimalkan
peran DPS dalam bank syariah Di Indonesia adalah dengan mengembangkan
fungsi pendukung DPS berupa staf yang memadai untuk membentuk DPS
melakukan tugas pengawasan. 108

106

Ibid.
Adrian Sutedi, Op. cit., hal. 150.
108
Ibid.

107

Universitas Sumatera Utara

Kredibilitas suatu bank syariah ditentukan oleh kredibilitas DPS dalam
masalah kinerja, independensi dan kompetensi sehingga peran dan fungsi DPS
harus dioptimalkan dalam pengawasan internal syariah untuk membangun
jaminan kepatuhan syariah bagi seluruh stakeholders bank syariah. 109
Langkah optimalisasi peran dan fungsi DPS dalam pengawasan internal
syariah adalah dengan memperbaiki lingkungan eksternal dan internal DPS.
Perbaikan lingkungan eksternal DPS menjadi tanggung jawab utama Bank
Indonesia sebagai regulator, yaitu menciptakan mekanisme pengawasan syariah
yang efektif dan efisien sehingga terbentuk perbankan syariah yang sehat,efisien
dan sesuai syariah. Sedangkan tanggung jawab perbaikan lingkungan internal
DPS menjadi tanggung jawab DPS dan manajemen bank syariah untuk
menciptakan sistem jaminan kepatuhan syariah yang efektif dan efisien untuk
mebengun kepercayaan masyarakat terhadap bank syariah. 110

D. Tugas dan tanggung jawab DPS dalam pemenuhan prinsip syariah dalam
pelaksanaan GCG Perbankan Syariah
DPS sebagai pengawas memiliki kesamaan dengan fungsi komisaris.
Bedanya, kepentingan komisaris dalam melakukan fungsinya adalah memastikan
bank agar bank tersebut selalu menghasilkan keuntungan. Namun kepentingan
DPS adalah menjaga kemurnian syariah (ajaran Islam) dalam kegiatan operasional
perbankan. Oleh karena itu, kedudukan komisaris dan DPS mempunyai potensi
untuk melahirkan konflik, sebab DPS harus berpihak pada kemurnian syariah
109
110

Ibid., hal. 151.
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

sedangkan komisaris harus berpihak pada keuntungan yang lebih condong
mengarah pada penyimpangan syariah.
Jadi DPS merupakan lembaga yang khas yang hanya dimiliki oleh
lembaga keuangan yang berbasis syariah. Tugasnya sangat berat yaitu sebagai
pengawas kegiatan usaha bank agar senantiasa sejalan dengan prinsip syariah.
Dalam menjalankan tugas tersebut maka DPS perlu dibekali dengan wewenang
yang cukup dan harus membuat aturan yang rinci mengenai kedudukannya. Hal
tersebut akan membuat prinsip GCG lebih mudah diterapkan dalam DPS. 111
Menurut Dubai Islamic Banking, tugas penting seorang DPS (terjemahan
secara bebas) adalah: 112
1. DPS adalah seorang ahli (pakar) yang menjadi sumber dan rujukan dalam
menerapkan prinsip-prinsip syariah termasuk sumber rujukannya
2. DPS mengawasi pengembangan semua produk untuk memastikan tidak
adanya fitur yang melanggar syariah
3. DPS menganalisa segala situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya
yang tidak didasari fatwa di transaksi perbankan untuk memastikan
kepatuhan dan kesesuaiannya kepada syariah
4. DPS menganalisis segala kontrak dan perjanjian mengenai transaksitranskasi di bank syariah untuk memastikan kepatuhan kepada syariah

111

Ibid., hal. 150.
Agustianto (Sekjen DPP IAEI dan Dosen Ushul Fiqh Ekonomi Keuangan dan Fiqh
Muamalah Perbankan di Pascarjana Univ.Paramadina, Pascasarjana Ekonomi Islam UI Az-Zahra),
Pascasarjana Islamic Economics and Finance Universitas Trisakti dan Pascasarjana PSTTI UI, “
Dewan
Pengawas
Syariah
dan
Manajemen
Resiko
Perbankan
Syariah”,, diakses tanggal 2 Oktober 2010.
112

Universitas Sumatera Utara

5. DPS memastikan koreksi pelanggaran dengan segera (jika ada) untuk
mematuhi syariah. Jika ada pelanggaran, anggota DPS harus mengoreksi
penyimpangan itu dengan segera agar disesuaikan dengan prinsip syariah
6. DPS memberikan supervise untuk program pelatihan syariah
7. DPS menyusun sebuah laporan tahunan tentang neraca bank syariah
tentang kepatuhannya kepada syariah. Dengan pernyataan ini, seorang
DPS memastikan kesyariahan laporan keuangan perbankan syariah
8. DPS melakukan supervisi dalam pengembangan dan penciptaan investasi
yang sesuai syariah dan produk pembiayaan yang inovatif.
Dalam PBI No. 11/33/PBI/2009 dinyatakan bahwa tugas dan tanggung
jawab DPS adalah memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mangawasi
kegiatan bank agar sesuai dengan prinsip syariah. 113
Tugas dan tanggung jawab DPS dalam pengawasan terhadap pemenuhan
prinsip syariah dalam mendukung pelaksaan GCG pada perbankan syariah adalah
sebagai berikut; 114
a) Menilai dan memastikan pemenuhan prinsip syariah atas pedoman
operasional dan produk yang dikeluarkan bank
b) Mengawasi proses pengembangan produk baru bank agar sesuai dengan
fatwa DSN-MUI
c) Meminta fatwa kepada DSN-MUI untuk produk baru bank yang belum
ada faktanya

113
114

PBI No.11/33/PBI/2009, Pasal 47 ayat (1).
PBI No. 11/33/PBI/2009, Pasal 47 ayat (2).

Universitas Sumatera Utara

d) Melakukan review secara berkala atas pemenuhan prinsip syariah terhadap
mekanisme penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa
bank
e) Meminta data dan informasi terkait dengan aspek syariah dari satuak nerja
bank dalam rangka pelaksanaan tugasnya.
Selain itu, DPS wajib menyampaikan laporan hasil pengawasan DPS
secara berkala dalam waktu 6 (enam) bulan sekali kepada Bank Indonesia.
DPS dalam menjalankan tugasnya dalam melakukan pengawasan terhadap
operasional perbankan syariah juga mempunyai kewajiban sebagai berikut ; 115
1) Mengikuti fatwa-fatwa DSN
2) Mengawasi kegiatan usaha lembaga keuangan syariah agar tidak
menyimpang dari ketentuan dan prinsip syariah yang telah difatwakan
DSN
3) Melaporkan kegiatan usaha dan perkembangan lembaga keuangan syariah
yang diawasinya secara rutin kepada DSN, sekurang-kurangnya 2 (dua)
kali dalam setahun
Dalam rangka menjalankan tugas-tugas tersebut, DPS berhak dan
mempunyai wewenang untuk: 116
1. Memberikan pedoman atau garis-garis besar syariah, baik untuk
pengerahan maupun untuk penyaluran dana serta kegiatan bank lainnya
2. Mengadakan perbaikan seandinya suatu produk yang telah atau sedang
dijalankan dinilai bertentangan dengan syariah
115

Keputusan DSN MUI No.03 Tahun 2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan
Anggota Dewan Pengawas Syariah, dikutip dari Adrian Sutedi, Op cit., hal. 143.
116
Adrian Sutedi, Ibid., hal. 143.

Universitas Sumatera Utara

Aktivitas DPS dalam melaksanakan pengawasan syariah, menurut Briston
dan Ashker, ada tiga macam, yaitu: 117
a) Ex ante auditing
Aktivitas pengawasan syariah dengan melakukan pemeriksaan terhadap
berbagai kebijakan moral yang diambil dengan cara melakukan review
terhadap keputusan-keputusan manajemen dan melakukan review terhadap
semua jenis kontrak yang dibuat manajemen bank syariah dengan semua
pihak. Tujuannya adalah untuk mencegah bank syariah melakukan kontrak
yang melanggar psinsip-prinsip syariah.
b) Ex post auditing
Aktivitas pengawasan syariah dengan melakukan pemeriksaan terhadap
laporan kegiatan (aktivitas) dan laporan keuangan bank syariah.
Tujuannya adalah untuk menelusuri kegiatan dan sumber-sumber
keuangan bank syariah yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
c) Perhitungan dan pembayaran zakat
Aktivitas pengawasan syariah dengan memeriksa kebenaran bank syariah
dalam menghitung zakat yang harus dikeluarkan dan memeriksa
kebenaran dalam pembayaran zakat sesuai dengan ketentuan syariah.
Tujuannya adalah untuk memastikan agar zakat atas segala usaha yang
berkaitan dengan hasil usaha bank syariah telah dihitung dan dibayar
secara benar oleh manajemen bank syariah.

117

Ibid., hal. 144-145.

Universitas Sumatera Utara

Rifaat Karim menebutkan ada 3 model pengawasan syariah oleh DPS yang
diwujudkan dalam bentuk organisasi DPS, yaitu; 118
1. Model Penasihat
Model ini dilakukan dengan menjadikan pakar-pakar syariah sebagai
penasihat semata dan kedudukannya dalam organisasi adalah sebagai tenaga
part time, yang datang ke kantor jika diperlukan.
2. Model Pengawasan
Model ini ditandai dengan adanya pengawasan syariah yang dilakukan oleh
beberapa pakar syariah terhadap bank syariah dengan secara rutin
mendiskusikan masalah-masalah syariah dengan para pengambil keputusan
operasional muapun keuangan organisasi.
3. Model departemen syariah
Dengan model ini, para pakar syariah bertugas full time, didukung oleh staf
tekhnis yang membantu tugas-tugas pengawasan syariah yang telah digariskan
oleh ahli syariah departemen tersebut.
Selain ke tiga model diatas, ada model variasi atas model departemen
syariah yaitu dengan memperluas tugas dan ruang lingkup departemen internal
audit dengan memasukkan aspek syariah. Departemen internal audit bank syariah
akan menjadi fungsi pendukung DPS dalam melaksanakan tugas-tugas
pengawasan syariah sehingga departemen internal audit akan bekerja berdasarkan

118

Agustianto,
“Optimalisasi
DPS
Perbankan
Syariah”,
, diakses tanggal
30 Agustus 2010.

Universitas Sumatera Utara

panduan DPS untuk hal-hal yang berkaitan dengan aspek syariah dan melaporkan
temuan-temuannya dalam aspek syariah kepada DPS.119
Peran DPS di bank syariah memiliki hubungan yang kuat dalam
pencapaian pelaksanaan GCG pada perbankan yang berbasis syariah. Kepatuhan
syariah dalam perbankan syariah merupakan hal yang menjadi pengawasan dari
DPS yang menyangkut dengan reputasi bank syariah di mata masyarakat. Karena
jika terjadi pelanggaran syariah dalam perbankan syariah, hal tersebut akan
merusak citra bank syariah sehingga merusak kepercayaan masyarakat terhadap
bank syariah. Oleh karena itu peran DPS di bank syariah harus dioptimalkan,
kualifikasi untuk menjadi DPS semakin diperketat serta formalisasi peran DPS
harus benar-benar diwujudkan dalam perbankan syariah.

119

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
BENTUK PENERAPAN ASPEK TRANSPARANSI KONDISI BANK
DALAM RANGKA PENCAPAIAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE
PADA PERBANKAN SYARIAH BERDASARKAN PERATURAN BANK
INDONESIA NO. 11/33/PBI/2009

A. Pentingnya penerapan aspek transparansi pada perbankan syariah
Aspek penting dalam pencapaian GCG pada industri perbankan antara lain
adalah penerapan transparansi (keterbukaan) terhadap kondisi bank. Prinsip
transparansi yang ditandai dengan tersedianya informasi tepat waktu, relevan dan
akurat bagi pelaku pasar merupakan salah satu syarat agar disiplin pasar dapat
berfungsi secara efektif. Disiplin pasar dapat didefenisikan sebagai aksi
stakeholders yang memonitor dan mempengaruhi perusahaan agar meningkatkan
kinerja perusahaan. Oleh karenanya, disiplin pasar dipercaya sebagai sarana
pengawasan bank yang efektif. 120
Pentingnya disiplin pasar telah diakui oleh The Based Committee on
Banking Supervision Bank for International Settlement atau Bassel Committe
dengan menetapkannya sebagai pilar ketiga Basell III yang akan diterapkan sejak
tahun 2006. Pilar ketiga mengusulkan peningkatan disiplin pasar dengan
memperluas persyaratan keterbukaan bagi bank. Satu hal yang perlu diingat,
transparansi adalah a journey not a destination.121

120

Zulkarnain Sitompul, “ Problematika Perbankan”, (Bandung:Booksterrace & Library,
cetakan pertama, 2005), hal. 163.
121
Ibid., hal. 164.

Universitas Sumatera Utara

Bassel Committe juga menentukan bahwa transparansi merupakan faktor
kunci yang berfungsi untuk menjaga efektifitas pengawasan terhadap keamanan,
kenyamanan dan reputasi bank. Bassel Committee mendefinisikan transparansi
sebagai suatu kegiatan untuk menyampaikan informasi yang dapat dipercaya dan
tepat waktu kepada publik, sehingga memungkinkan bagi para pengguna
informasi untuk memanfaatkannya sesuai dengan kebutuhan, baik informasi yang
terkait dengan kondisi keuangan dan kinerja bank, aktivitas bisnis, profil resiko
ataupun praktek manajemen resiko. 122
Bassel Committee menekankan informasi yang harus disediakan sehingga
mampu mencapai level transparansi adalah dengan adanya keakuratan dan
kesesuaian informasi yang disajikan yang mencakup 6 (enam) subjek berikut: 123
1. Kinerja keuangan
Kinerja keuangan harus mengindikasikan kinerja bank dalam pencapaian
profit atau kerugian yang diderita, jumlah pendapatan dan biaya-biaya yang
dikeluarkan, kualitas pendapatan dan tern tingkat profitabilitas yang diraih
dari tahun ke tahun dan potensinya untuk sewaktu-waktu mendatang
(tercermin dalam laporan laba rugi).
2. Posisi keuangan
Posisi keuangan perlu dijelaskan untuk mengevaluasi tingkat permodalan,
tingkat solvency, likuiditas dan reputasi bank. Laporan ini juga meliputi
informasi tentang karakteristik, jumlah dan kualitas aktiva passiva, komitmen,

122
123

M. Umer Chapra & Habib Ahmed, Op. cit., hal. 87.
Ibid., hal. 87-89.

Universitas Sumatera Utara

kontingen liabilities dan dana pemegang saham yang mencerminkan kondisi
saat ini dan rata-rata periode yang telah lalu.
3. Strategi manajemen dan kontrol resiko
Hal ini merupakan faktor kunci bagi kinerja dan kondisi bank di waktu
mendatang, disamping bagi efektivitas manajemen. Proses disklosur harus
meliputi semua resiko yang harus dihadapi oleh bank, baik dari unsur filosofi,
kebijakan dan metodologi bagaimana resiko-resiko tersebut akan dihadapi,
dikelola, dimonitor dan dikontrol. Selain itu, perlu juga dilakukan upaya untuk
memitigasi resiko dengan srana pendukung, misalnya adanya kolateral,
perjanjian, komposisi pinjaman, batasan-batasan (batas kredit, batas resiko
pasar) dan unsur derivatif.
4. Eksposur resiko
Informasi yang terkait dengan resiko harus disediakan secara kualitatif dan
kuantitatif, baik resiko yang inheren dengan aktivitas on balance sheet
ataupun off balance sheet yang meliputi resiko kredit, resiko pasar, resiko
tingkat suku bunga, resiko valuta asing, resiko likuiditas serta efektivitas
strategi yang digunakan untuk mengelola resiko tersebut. Informasi ini akan
membantu untuk memenuhi kebutuhan user terhadap kekuatan financial bank
dan kemampuan untuk melakukan bisnis secara kontinu dalam waktu yang tak
terbatas.
5. Kebijakan akuntansi
Kebijakan ini mencakup prinsip-prinsip dan praktek umum akuntansi, prinsipprinsip konsolidasi, kebijakan dan metode untuk menjelaskan dan mengenali

Universitas Sumatera Utara

aset dan kerugian atas hasil usaha, kebijakan untuk menyediakan provisi atas
kerugian pinjaman, baik secara umum ataupun secara spesifik, kebijakan
tentang penilaian aktiva dan passiva yang tangible dan intangible, sekuritisasi,
transakasi valuta asing, pajak penghasilan dan derivatif.
6. Dasar manajemen bisnis dan informasi Corporate governance
Pelaporan informasi harus dilakukan terkait dengan badan hukum usaha (legal
entity), dewan direksi (skala, status dan pengalaman anggota), struktur senior
manajemen (kualifikasi, pengalaman dan tanggung jawab). Selain itu juga
perlu disediakan informasi tentang struktur insentif bank (termasuk
remunerasi, bonus kinerja dan stock option), serta aturan main bagi dewan
direksi terkait dengan review atas struktur pemberian insentif.
Jika senior atau manajemen dan direksi menyediakan informasi yang tidak
merefleksikan kondisi bank secara akurat dan kerugian yang diderita oleh bank
ditutup-tutupi maka senior atau manajemen dan direksi tersebut harus dihukum,
karena jika mereka tidak mendapatkan hukuman dan masih tetap bisa bekerja
pada bank yang lain maka transparansi tidak lagi menjadi sesuatu yang berarti
bagi bank.
Di Jerman, jika seorang bankir yang tidak menyampaikan informasi
penting terkait dengan usaha bank secara akurat, maka ia tidak akan pernah
mendapatkan pekerjaan kembali dalam industri keuangan. 124 Sedangkan di New

124

Ibid., hal. 89.

Universitas Sumatera Utara

Zaeland, para pelakunya akan mendapatkan hukuman yang sangat keras dan
pemilik bank memiliki kewajiban yang tak terbatas. 125
Jadi, pada dasarnya aspek transparansi pada perbankan, termasuk juga
dalam perbankan syariah merupakan suatu keharusan dan sangat penting agar
disiplin pasar dapat berjalan secara efektif. Displin pasar akan mampu
menjalankan perannya dalam meningkatkan fungsi bank dan menyelamatkan
kepentingan pemegang saham manakala semua pihak yang berkepentingan
mempunyai akses yang cukup terhadap informasi kegiatan usaha bank, baik yang
bersifat kualitatif maupun yang bersifat kuantitatif.
Dengan adanya penerapan aspek transparansi pada informasi kualitatif dan
kuantitatif pengelolaan perusahaan pada perbankan syariah akan memberikan
manfaat sebagai berikut; 126
a. Bagi pemegang saham
Adanya transparansi informasi yang akurat membantu para pemegang
saham memutuskan untuk tetap mempertahankan sahamnya atau
menjualnya
b. Bagi para deposan atau bagi para nasabah bank
Adanya transparansi informasi yang akurat akan membantu para deposan
atau nasabah memutuskan untuk tetap menyimpan dana atau menariknya
dari bank yang bersangkutan.
c. Bagi direksi

125
126

Ibid., hal. 89-90.
Ibid., hal. 86.

Universitas Sumatera Utara

Adanya transparansi informasi yang akurat membantu direksi untuk
mengetahui kinerja manajemen bank yang bersangkutan.
d. Bagi auditor eksternal
Adanya transparansi informasi yang akurat membantu audito eksternal
untuk mempersiapkan laporan yang akurat tentang usaha bank.
e. Bagi dewan pengawas
Adanya transparansi informasi yang akurat membantu dewan pengawas
untuk memberikan saran dan rekomendasi atau tindakan koreksi terhadap
kinerja yang menyimpang, sehingga keamanan, kenyamanan dan reputasi
bank dapat terjaga sebelum terlambat.
Tanpa adanya transparansi informasi yang akurat ini, setiap pihak yang
berkepentingan terhadap bank tidak akan menemukan titik terang dan pihak
manajemen tidak akan mampu menyelesaikan persoalan yang dihadapi.
Atas dasar alasan inilah, transparansi merupakan faktor yang paling
penting bagi semua pelaku pasar. Terlebih jika pelaku pasar yang menggunakan
mekanisme profit and loss sharing seperti mekanisme yang juga dianut oleh
perbankan syariah, dimana deposan atau nasabah bank syariah yang menanamkan
investasinya memiliki potensi untuk menanggung resiko kerugian. Dengan
demikian, deposan atau nasabah perbankan syariah sangat membutuhkan
transparansi informasi yang terkait dengan kinerja bank sehingga ia dapat
menentukan wahana investasinya pada bank syariah yang memiliki kinerja yang
terbaik. 127

127

Ibid., hal. 86-87.

Universitas Sumatera Utara

Selain itu, aspek kejujuran (transparansi) ini pada perbankan syariah juga
merupakan aspek yang paling penting dalam pencapaian tujuan Good Corporate
Governance. Karena dengan adanya prinsip transparansi maka sudah bisa
dipastikan bahwa perbankan syariah telah memenuhi kewajiban hukum dan
peraturan lainnya yang menggambarkan penilaian masyarakat terhadap reputasi
perbankan yang bersangkutan. Dalam persfektif Islam khususnya dalam kerangka
operasional perbankan syariah, aspek transparansi merupakan mrupakan factor
yang sangat penting untuk member informasi yang tepat dan akurat bagi pihak
yang berkepentingan sebagai bagian dari pelaksanaan amanah dan tabligh
dalam. 128
Bank syariah harus menunjukkan iktikad baik dalam operasionalnya untuk
memenuhi kepentingan stakeholders-nya. Segala bentuk pelanggaran dari prinsip
kejujuran (keterbukaan) dan keadilan, baik yang dilakukan oleh pihak bank
maupun nasabah adalah termasuk pelanggaran terhadap prinsip-prinsip Islam.

B. Pihak-pihak yang terkait dengan penerapan aspek transparansi pada
perbankan syariah
Prinsip transparansi adalah kunci dari efektifnya disiplin pasar yang
merupakan penjamin efektifitas terlaksananya GCG pada perbankan syariah dapat
berjalan secara berkesinambungan dan maksimal jika didukung oleh beberapapa
hal. Salah satunya adalah jika adanya dukungan moral dari para pelaku pasar itu
sendiri.
128

Luqman H2O under, “Penerapan System Syariah Terhadap GLC’s pada Sektor
Perbankan,
, diakses tanggal 26 September 2010.

Universitas Sumatera Utara

Roopke menyatakan bahwa “disiplin pribadi, keadilan, kejujuran (yang
juga berkaitan dengan keterbukaan atau transparansi), kebaikan, semangat
kebersamaann peduli kepada masalah kemanusiaan dan etika usaha merupakan
hal-hal yang harus dipenuhi oleh seseorang sebelum terjun ke pasar dan
berkompetensi antara satu sama lain. Inilah dukungan yang sangat dibutuhkan
untu mencegah menurunnya semangat kompetensi dan kejujuran (keterbukaan). 129
Pihak-pihak yang terkait dengan penerapan aspek transparansi dalam
perbankan syariah, diantaranya:
1. Dewan Komisaris
Aspek transparansi anggota dewan komisaris meliputi kewajiban untuk
pengungkapan; 130
a. Kepemilikan saham yang mencapai 5% (lima persen) pada bank yang
bersangkutan
b. Hubungan keuangan dan hubungan keluarga dengan pemegang saham
pengendali, anggota dewan komisaris lain dan/atau anggota dewan direksi
c. Rangkap jabatan pada perusahaan atau lembaga lain
Selain itu mengenai penerapan aspek transparansi pada dewan komisaris
juga diatur mengenai larangan bagi dewan komisaris yang dapat menyebabkan
terjadinya pelanggaran terhadap aspek transparansi tersebut, yaitu: 131
1) Anggota dewan komisaris dilarang memanfaatkan bank syariah untuk
keuntungan pribadi, keluarga dan/atau pihak lain yang dapat mengurangi
aset atau mengurangi keuntungan bank syariah yang bersangkutan
129

M. Umer Chapra dan Habeb Umar, Op. cit., hal. 32-33.
PBI No. 11/33/PBI/2009, Pasal 16.
131
Ibid., pasal 17.
130

Universitas Sumatera Utara

2) Anggota dewan komisaris dilarang mengambil dan/atau menerima
keuntungan pribadi dari bank syariah yang bersangkutan selain dai
remunerasi dan fasilitas lainnya yang telah ditetapkan RUPS
3) Terkait dengan remunerasi dan fasilitas yang bisa diterima oleh dewan
komisaris tersebut, maka nggota dewan komisaris wajib mengungkapkan
dalam laporan pelaksanaan GCG akhir tahun bank sayriah yang
bersangkutan (dalam bentuk self assesment).
2. Direksi
Aspek transparansi direksi meliputi kewajiban untuk

melakukan

pengungkapan: 132
a. Kepemilikan saham yang mencapai 5% (lima persen) atau lebih baik pada
bank syariah yang bersangkutan maupun pada bank atau perusahaan lain
yang berkedudukan di dalam atupun di luar negeri
b. Hubungan keuangan dan hubungan keluarga dengan pemegang saham
pengendali, anggota dewan komisaris dan/atau anggota dewan direksi lain
Selain itu mengenai penerapan aspek transparansi pada direksi juga diatur
mengenai larangan bagi direksi yang dapat menyebabkan terjadinya pelanggaran
terhadap aspek transparansi tersebut, yaitu: 133
1) Anggota direksi dilarang memanfaatkan bank syariah untuk keuntungan
pribadi, keluarga dan/atau pihak lain yang dapat mengurangi aset atau
mengurangi keuntungan bank syariah yang bersangkut an

132
133

Ibid., pasal 32.
Ibid., pasal 33.

Universitas Sumatera Utara

2) Anggota direksi dilarang mengambil dan/atau menerima keuntungan
pribadi dari bank syariah yang bersangkutan selain dari remunerasi dan
fasilitas lainnya yang telah ditetapkan RUPS
3) Terkait dengan remunerasi dan fasilitas yang bisa diterima oleh dewan
komisaris tersebut, maka nggota dewan komisaris wajib mengungkapkan
dalam laporan pelaksanaan GCG akhir tahun bank syariah yang
bersangkutan (dalam bentuk self assesment).
3. Dewan Pengawas Syarah
Aspek transparansi DPS meliputi kewajiban untuk mengungkapkan
rangkap jabatan sebagai DPS pada lembaga keuangan syariah lainnya. Anggota
DPS hanya dapat merangkap jabatan sebagai anggota DPS hanya pada 4 (empat)
lembaga keuangan syariah lain. 134
Selain itu mengenai penerapan aspek transparansi pada direksi juga diatur
mengenai larangan bagi direksi yang dapat menyebabkan terjadinya pelanggaran
terhadap aspek transparansi tersebut, yaitu: 135
a. Anggota DPS dilarang memanfaatkan bank syariah untuk keuntungan
pribadi, keluarga dan/atau pihak lain yang dapat mengurangi aset atau
mengurangi keuntungan bank syariah yang bersangkut an
b. Anggota DPS dilarang mengambil dan/atau menerima keuntungan pribadi
dari bank syariah yang bersangkutan selain dai remunerasi dan fasilitas
lainnya yang telah ditetapkan RUPS

134
135

Ibid., Pasal 36 ayat (3).
Ibid., Pasal 51.

Universitas Sumatera Utara

c. Terkait dengan remunerasi dan fasilitas yang bisa diterima oleh dewan
komisaris tersebut, maka nggota dewan komisaris wajib mengungkapkan
dalam laporan pelaksanaan GCG akhir tahun bank sayriah yang
bersangkutan (dalam bentuk self assesment)
d. Anggota DPS dilarang merangkap jabatan sebagai konsultan di seluruh
perbankan syariah
4. Pejabat Eksekutif dan karyawan bank
Pejabat eksekutif adalah pejabat yang bertanggung jawab langsung kepada
direksi dan/atau mempunyai pengaruh terhadap kebijakan dan operasional bank
seperti kepala divisi atau pemimpin kantor cabang. 136 Sedangkan karyawan bank
adalah mereka yang melaksanakan seluruh kegiatan operasional bank.
5. Akuntan Publik
Akuntan publik adalah akuntan yang memiliki izin usaha untuk melakukan
kegiatan pemberian jasa audit yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan dan telah
terdaftar di Bank Indonesia.
Adanya permintaan dan tantangan dari sistem keuangan Islam, akuntan
publik disamping berperan untuk memastikan bahwa laporan keuangan bank telah
disajikan secara profesional dan sesuai dengan standar laporan keuangan, ia juga
harus memastikan bahwa keuntungan ataupun kerugian yang diungkapkan dalam
laporan keuangan benar-benar merefleksikan kondisi bank sebenarnya, serta
memastikan bahwa profit yang dihasilkan bukan dari usaha yang bertentangan
dengan syariah.

136

Ibid., Pasal 1 angka (13).

Universitas Sumatera Utara

Jadi akuntan publik yang akan melakukan audit terhadap bank syariah juga
harus memiliki keahlian untuk melakukan audit syariah dengan adanya sertifikat
program pelatihan di bidang keuangan dan perbankan syariah. 137
Akuntan Publik sebelum menerbitkan laporan audit atas laporan keuangan
bank harus mendapat pendapat dari DPS tentang ketaatan bank terhadap prinsip
syariah. Jika dalam pelaksanaan audit tersebut akuntan publik menemukan
pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang keuangan dan
perbankan dan perkiraan keadaan yang dapat membahayakan kelangsungan usaha
bank maka akuntan publik wajib melaporkannya kepada Bank Indonesia
selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak ditemukannya pelanggaran tersebut.

C. Bentuk-bentuk penerapan aspek transparansi pada kondisi bank dalam
rangka pencapaian Good Corporate Governance pada Perbankan Syariah
Ada beberapa bentuk penerapan aspek transparansi pada kondisi bank
dalam rangka pencapaian GCG pada Perbankan Syariah, diantaranya:
1. Kondisi keuangan terkait kinerja dan posisi keuangan bank
Kinerja keuangan bank mengindikasikan pencapaian profit maupun
kerugian yang diderita bank sedangkan posisi keuangan bank menjelaskan
mengenai evaluasi permodalan bank. Bank Indonesia menetapkan bahwa bank
harus menyajikan laporan keuangan terkait

dalam rangka peningkatan

transparansi kondisi keuangan bank.
Penyajian laporan keuangan tersebut terdiri atas:
137

Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/57/DPbs tanggal 22 Desember 2005 perihal
Hubungan antara bank yang melaksanakan kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, Kantor
Akuntan Publik, Akuntan Publik, DPS dan Bank Indonesia.

Universitas Sumatera Utara

a. Laporan tahunan yang mencakup: 138
1. Informasi

umum

yang

meliputi

kepengurusan,

kepemilikan,

perkembanagn usaha bank dan kelompok usaha bank,strategi dan
kebijakan manajemen serta laporan manajemen
2. Laporan keuangan tahunan yang terdiri dari neraca, laporan laba rugi,
laporan perubahan equitas, laporan arus kas serta catatan atas laporan
keuangan (termasuk informasi tentang komitmen dan kontinjensi)
3. Opini dari Akuntan Publik
4. Seluruh aspek transparansi dan informasi yang wajib dilaporkan untuk
laporan keuangan publikasi
5. Seluruh aspek pengungkapan sebagaimana diwajibkan dalam Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan dan pedoman Akuntansi Perbankan
Indonesia
6. Jenis resiko dan potensi kerugian
b. Laporan Keuangan Publikasi Triwulan dan Bulanan yang mencakup; 139
1. Laporan keuangan yang terdiri atas neraca, laporan laba rugi serta laporan
perubahan equitas
2. Komitmen dan Kontinjensi
3. Jumlah penyediaan dana kepada pihak terkait
4. Kualitas Aktiva produktif, kredit property dan kredit yang direstrukturisasi

138
139

PBI No. 3/22/PBI/2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank, Pasal 3 ayat (1)
Ibid.., Pasal 7 ayat (2).

Universitas Sumatera Utara

5. Penyisihan

Penghapusan

Aktiva

Produktif

yang

telah

dibentuk

dibandingkan dengan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif yang
akan dibentuk
6. Persentase pelanggaran dan pelampauan batas maksimum pemberian
kredit
7. Perhitungan Kewjiban Penyediaan Modal Minimum
8. Transakasi spot dan transaksi derivatif
9. Rasio posisi devisa neto
10. Beberapa rasio keuangan bank
11. Aktiva bank yang dijaminkan
12. Kredit usaha kecil
13. Informasi komposisi pemegang saham dan kepengurusan
c. Laporan keuangan konsolidasi
Laporan keuangan konsolidasi berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan wajib dilaporkan bagi bank yang merupakan bagian dari suatu
kelompok usaha atau bank yang memiliki perusahaan anak. 140
2. Sistem pengendalian intern
Sistem pengendalian intern sangat diperlukan untuk memastikan
pengawasan manajemen dan meningkatkan budaya yang sehat dalam lembaga
untuk mengakui dan menilai resiko, mendeteksi permasalahan dalam lembaga
serta untuk mengoreksi kelemahan internal.

140

Ibid., Pasal 24.

Universitas Sumatera Utara

Sistem pengendalian intern perlu dimonitor dengan basis ukuran tertentu
untuk memastikan kepatuhan pada aturan dan prosedur, limit pembiayaan,
persetujuan dan otorisasi, verifikasi dan rekonsiliasi. Jadi tidak mungkin bisa
mengimplementasikan sistem kontrol dengan baik tanpa adanya jalur komunikasi
yang efektif dan ketersediaan informasi secara berkala tentang aktivitas bank dan
kondisi pasar eksternal yang relevan dalam pengambilan keputusan. Sistem audit
internal yang merupakan bagian penting dari kontrol internal harus mempunyai
kekuatan dan independensi serta harus dilaporkan secara langsung kepada direksi
dan senior manajemen.
3. Strategi manajemen, kontrol dan eksposur resiko
Manajemen resiko adalah serangkaian metodologi dan prosedur yang
digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan
resiko yang timbul dari seluruh kegiatan usaha bank. 141
Penerapan manajemen resiko pada perbankan syariah paling kurang
mencakup; 142
a. Pengawasan efektif dewan komisaris dan direksi
b. Kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit manajemen resiko
c. Kecukupan

proses

identifikasi,

pengukuran,

pemantauan,

dan

pengendalian resiko serta sistem informasi manajemen resiko
d. Sistem pengendalian intern yang menyeluruh
Kebijakan penerapan manajemen resiko setidaknya memuat: 143

141

PBI No. 11/25/PBI/2009 tentang Perubahan atas PBI No. 5/8/PBI/2003 tentang
Penerapan Manajemen Resiko bagi Bank Umum, pasal 1 angka (5).
142
Ibid., pasal 2 angka (2).
143
PBI No. 5/8/PBI/2003 tentang Manajemen Resiko bagi Bank Umum, Pasal 8.

Universitas Sumatera Utara

1. Penetapan resiko yang terkait dengan produk dan transaksi perbankan
2. Penetapan penggunaan metode pengukuran dan sistem informasi
manajemen resiko
3. Penentuan limit dan penetapan toleransi resiko
4. Penetapan penilaian peringkat resiko
5. Penyusunan rencana darurat (contingency plan) dalam kondisi terburuk
(worst case scenario)
6. Penetapan sistem pengendalian intern dalam penerapan manajemen resiko
Mengenai aspek transparansi manajemen dan kontrol resiko disebutkan
juga dalm PBI bahwa Bank wajib menyediakan data dan informasi yang berkaitan
dengan manajemen resiko kepada Bank Indonesia dalam laporan tahunan bank
yang bersangkutan. 144
Dewasa ini, akibat semakin tidak stabilnya harga komoditas, saham, dan
pasar valuta asing, banyak bank yang menghadapi kesulitan unutk menciptakan
manajemen resiko yang tepat. Macam-macam resiko yamg dihadapi bank syariah
dewasa ini diantaranya; 145
a) Resiko kredit
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya resiko kredit yaitu
rating pihak kompetitor, sistem hukum, kualitas kolateral, jangka waktu kredit,
ukuran bank dan trading book activity, penggunaan kredit derivatif dan sistem
kontrol internal bank. Bank syariah juga menghadapi resiko tambahan seiring

144
145

Ibid., Psal 31-32.
M. Umer Chapra dan Habib Umar, Op. cit., hal. 75-85.

Universitas Sumatera Utara

dengan penerapan sistem profit loss sharing ataupun transaksi jual beli secara
tempo dalam operasionalnya serta tentang perbedaan opini dalam ulama fiqih. 146
Jadi senior manajemen bank syariah harus memiliki pemahaman yang
melekat terhadap resiko-resiko yang dihadapi oleh bank syariah dan memiliki
perhatian untuk mengevaluasi kondisi bank . pihak pengawas bank juga harus
memiliki aturan yang baku dan prudent dalam penentuan limit kredit untuk
menghindari konsentrasi pembiayaan kepada individu tertentu. Pihak pengawas
juga berkewajiban untuk melakukan evaluasi secara independen terhadap strategi,
kebijakan, prosedur dan praktik-praktik yang terkait dengan proses pemberian
kredit dalam manajemen portofolio bank. 147
b) Risiko likuiditas
Risiko likuiditas akan timbul ketika terjadi penurunan yang tidak
diharapkan atas cash flow bersih yang dimiliki oleh bank dan pihak bank tidak
mampu untuk mendapatkan sumber dana dengan biaya yang wajar dan sesuai
dengan ketentuan syariah. 148
Dewasa ini, resiko likuiditas yang dihadapi bank syariah relatif rendah
karena pada umumnya pihak bank mempunyai kelebihan likuiditas. 149 Fakta ini
didasari dengan adanya dua alasan yaitu tidak tersedianya peluang investasi yang
memadai dan sesuai dengan nilai-nilai syariah serta bank juga kesulitan untuk

146

Ibid.
Ibid.
148
Ibid.
149
Iqbal Munawar, “Islamic and Conventional Banking in the Nineties”; A
Comprehensive Study, (Islamic Economic Studies, 2/8, Pp. 1-27, 2001), hal. 14 dikutip dari M.
Umer Chapra dan Habib Ahmed, Op. cit., hal. 78.
147

Universitas Sumatera Utara

meningkatkan likuiditas dengan cara yang sesuai dengan syariah. Ada beberapa
faktor yang memicu terjadinya likuiditas, yaitu: 150
1) Sumber dana bank syariah dalam bentuk current account lebih besar
daripada bank konvensional
2) Adanya batasan fiqih untuk melakukan jual beli utang yang merupakan
bagian terpenting dari aset bank syariah
3) Lambatnya

perkembangan

instrument

keuangan

islam

dapat

mempengaruhi kemampuan bank syariah untuk mendapatkan dana segar
secara cepat
4) Fasilitas lender of last resort (mengambil dana melebihi limit yang
ditentukan dengan tepat, peringatan dan koreksi yang tepat untuk
mengatasi krisis likuidasi dengan basisi suku bunga pada bank
konvensional) belum tersedia, kecuali yang berbasis bunga
c) Resiko tingkat suku bunga
Resiko ini muncul karena adanya eksposur atas posisi keuangan yang
disebabkan oleh pergerakan tingkat suku bunga. Namun selama transakasi bank
syariah tidak bersentuhan dengan unsur bunga, maka ia tidak akan mengalami
eksposur terhadap resiko perubahan tingkat suku bunga. 151
Tetapi pada kenyataannya, sangat naïf jika dikatakan bahwa bank syariah
tidak terpengaruh terhadap pergerakan suku bunga. Hal ini diakibatkan karena
bank syariah beroperasi di lingkungan yang didominasi oleh perbankan
konvensioanl. Bank syariah dapat terkena dampak ini karena semua pembiayaan
150
151

M. Umer Chapra dan Habib Umar, Op. cit., hal. 75-85.
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

yang berbasiskan prinsip jual beli menggunakan mark-up yang telah ditentukan
diawal sebagai dasar pemberian pembiayaan. Pergerakan mark-up ini mengikuti
pergerakan tingkat suku bunga yang ada dalam perbankan konvensional. Namun
hal ini tidak akan terjadi jika operasionalisasi perbankan syariah bisa
mendominasi pasar keuangan di negara-negara muslim. 152
d) Resiko operasional
Resiko operasional dapat disebabkan karena lemahnya sistem kontrol
internal dan corporate governance. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya
penurunan net income ataupun cash flow dari target yang harus dicapai. Resiko
operasional juga dapat terjadi karena kegagalan teknologi, menurunnya reputasi
bank atau ketidakpatuhan terhadap standar regulasi. 153
Selain itu, bank juga wajib mengungkapkan informasi dan resiko yang
melekat pada produk perbankan. Implementasi inovasi dan produk jasa perbankan
syariah harus mengacu pada prinsip syariah dan kehati-hatian. Sehingga setiap
peluncuran produk perbankan syariah harus terlebih dahulu mendapat izin dari
bank Indonesia. 154
Sebagai tambahan atas resiko operasional, perbankan syariah juga
mengahadapi resiko yang berhubungan dengan persoalan fiqih akibat belum
terstandarisasinya produk-produk yang ditawarkan kepada nasabah. Namun
demikian, hal ini dapat terselesaikan seiring dengan perkembangan sistem dan
dilakukannya resolusi atas persoalan-persoalan fiqih.

152

Ibid.
Ibid.
154
PBI No. 10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, Pasal

153

2.

Universitas Sumatera Utara

4. Kebijakan akuntansi
Standar akuntansi yang dikembangkan oleh organisasi bisnis sekuler tidak
bisa diaplikasukan secara keseluruhan bagi bank syariah. Untuk itu, Accounting
and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOFI) yang
didirikan di Bahrain tahun 1991 telah mengembangkan standar bagi bank syariah.
Bank syariah memunyai keharusan untuk mengadopsi standar ini, namun
demikian, AAOFI tidak memiliki otoritas atas implementasi standar tersebut.
Banyak negara muslim telah bersepakat untuk menerim standar tersebut yang
disesuaikan dengan lingkungan masing-masing. 155
Selain itu, dalam perbankan syariah di Indonesia juga berlaku mengenai
ketentuan yang sama tentang Pedoman Akuntansi Perbankan yang berlaku bagi
Bank Umum yang menyatakan bahwa bank wajib melakukan pencatatan atas
kegiatan usahanya berdasarkan atas Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
yang relevan bagi Bank dan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia. 156
5. Sistem teknologi Informasi
Perbankan syariah dapat menyempurnakan pelayanan kepada nasabah
dengan mengembangkan fitur e-banking secara berkelanjutan serta melakukan reengenering IT environment secara bertahap.
Pengembangan fitur e-banking dapat dilakukan dengan; 157
a. Aplikasi Western Union

155

Karim R.A., “Islamic Financeand Standardization of Accountingfor Is

Dokumen yang terkait

AN ALIS IS YU RID IS PUT USAN BE B AS DAL AM P E RKAR A TIND AK P IDA NA P E NY E RTA AN M E L AK U K A N P R AK T IK K E DO K T E RA N YA NG M E N G A K IB ATK AN M ATINYA P AS IE N ( PUT USA N N O MOR: 9 0/PID.B /2011/ PN.MD O)

0 82 16

ANALISIS DANA PIHAK KETIGA PADA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA PERIODE TRIWULAN I 2002 – TRIWULAN IV 2007

40 502 17

ANALISIS KOMPARATIF KINERJA KEUANGAN PT. BANK MUAMALAT INDONESIA DENGAN PT. BANK SYARIAH MANDIRI

5 62 19

PERAN FUNGSI SOSIAL TERHADAP TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI PANTI WERDHA PANGESTI LAWANG

3 77 21

PERAN PERAWAT DALAM IMPLEMENTASI KOLABORATIF PEMBERIAN TERAPI INSULIN SEBAGAI TINDAKAN DALAM PENURUNAN KADAR GULA DALAM DARAH PADA KLIEN DENGAN HIPERGLIKEMI DI RUANG AIRLANGGA RSUD KANJURUHAN KEPANJEN TAHUN 2012

1 55 23

FUNGSI DAN KEWENANGAN BADAN PENGAWAS PASAR MODAL (BAPEPAM) DALAM RANGKA PENEGAKAN HUKUM DI BURSA EFEK JAKARTA (BEJ)

5 65 215

PERAN PT. FREEPORT INDONESIA SEBAGAI FOREIGN DIRECT INVESTMENT (FDI) DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA

12 85 1

ANALISIS PERAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) SEBAGAI POLICY ADVISORY DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999

1 50 65

PENGAWASAN OLEH BADAN PENGAWAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA BANDAR LAMPUNG TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH HASIL PEMBAKARAN BATUBARA BAGI INDUSTRI (Studi di Kawasan Industri Panjang)

7 72 52

THE EFFECTIVENESS OF THE LEADERSHIP'S ROLE AND FUNCTION OF MUHAMMADIYAH ELEMENTARY SCHOOL PRINCIPAL OF METRO EFEKTIVITAS PERAN DAN FUNGSI KEPALA SEKOLAH DASAR MUHAMMADIYAH METRO

3 69 100