ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN RESIKO KRED (1)

ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN RESIKO KREDIT DAN INSTRUMENT DERIVATIF
PADA PT. BANK SYARIAH MUAMALAT INDONESIA

M. Iksan Maulana
Universitas Trilogi
Email : mauliksan15@gmail.com

Latar Belakang Masalah
Pada saat kini para bankir menyadari bahwa dalam menjalankan fungsi jasa – jasa keuangan,
bank harus dapat mengelola berbagai jenis risiko keuangan secara efektif, agar dampak
negatif tidak dapat terjadi dan menghindari atau menghilangkan kerugian yang besar akibat
dari tidak dijalankannya manajemen risiko yang efektif dan disiplin.
Risiko yang diterima oleh sebuah bank diakibatkan terjadinya sebuah atau serangkaian
peristiwa bersifat negatif dan tidak diinginkan terjadi yang dapat mengakibatkan kegagalan
atau kerugian dan bukannya menguntungkan bank. Risiko terkait dengan aktivitas perbankan,
tidak dapat dihilangkan tetapi dapat dikurangi.
Namun kegiatan berisiko tersebut harus diambil untuk mendapatkan peluang bank untuk
mendapatkan keuntungan, dengan cara meminimalkan risiko yang akan timbul dengan
manajemen risiko. Kegagalan sebuah bank akan berdampak kepada sistem perbankan dan
bahkan sistem perekonomian, hal ini juga terjadi pada saat krisis moneter tahun 1997 yang
menjatuhkan ratusan bank nasional di Indonesia.

Klasifikasi risiko yang sering dahadapi oleh bank diantaranya adalah risiko kredit, risiko
pasar, risiko likuiditas, risiko operasional. Risiko kredit adalah eksposur yang timbul sebagai
akibat kegagalan pihak lawan (counterparty) memenuhi kewajibannya. Risiko ini timbul
sebagai akibat dari kinerja satu atau lebih debitur yang buruk. Kinerja yang buruk dapat
berasal dari ketidak mampuan debitur untuk memenuhi sebagian atau seluruh isi perjanjian
kredit yang telah disepakati bersama.
Yang menjadi dasar dari perhatian bank dalam hal ini adalah kondisi keuangan dan nilai
pasar dari jaminan serta yang paling penting adalah karakter dari debitur. Risiko pasar adalah

eksposur yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar (suku bunga dan nilai tukar)
dari portofolio yang dimiliki oleh bank, sehingga berbalik arah dari yang diharapkan atau
menjadikan suatu kerugian bagi bank. Risiko likuiditas adalah eksposur yang timbul antara
lain karena bank tidak mampu memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo.
Menurut ketentuan Bank Indonesia, salah satu risiko yang menjadi sumber penilaian
kesehatan suatu bank adalah dari sumber pembiayaan/kredit yang dimana suatu bank harus
mempunyai nilai NPL (non performing loan)/kredit macet harus dibawah 5%. Angka ini
menunjukkan berapa persen kredit yang bermasalah dari keseluruhan kredit yang mereka
kucurkan ke masyarakat.
Menurut PBI No 5/8/2003, risiko adalah potensi terjadinya suatu peristiwa yang dapat
menimbulkan kerugian bagi bank. Manajemen risiko adalah suatu proses untuk

mengindentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul serta
mengambil langkah – langkah perbaikan yang dapat menyesuaikan risiko pada tingkat yang
dapat diterima, sehingga bank dapat memiliki komposisi portofolio dengan risk dan return
yang seimbang.
Tujuan Penulisan
Menentukan dan menganalisis instrument derivatif untuk mengatasi resiko kredit.

Literatur
Bank muamalat atau bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya
memberikan kredit dan jasa-jasa lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang
pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Kenyataan di
masyarakat, mungkin terdapat kesimpangsiuran mengenai pemahaman tentang pengertian
lembaga keuangan dengan bank muamalat. Lembaga keuangan dapat dikatakan sebagai
badan usaha yang kekayaannya terutama dalam bentuk asset keuangan atau tagihan (claim)
serta asset non finansial atau asset riil dan memberikan pelayanan jasa dalam bentuk skim
tabungan (depositori), proteksi asuransi, program pensiun, dan penyediaan sistem
pembayaran melalui mekanisme transfer dana (Siamat:1999).
Jika dilihat dari dua pengertian diatas, antara lembaga keuangan dengan bank muamalat

memiliki persamaan yaitu sebagai badan usaha yang bergerak dalam bidang pengelolaan

keuangan dan pendanaan maupun investasi. Pernyataan ini diperkuat oleh Peraturan
Pemerintah No. 70 tahun 1992, tentang perubahan lembaga keuangan bukan bank (LKBB)
menjadi bank umum. Bank umum menurut UU No. 7 Tahun 1992, disamping melakukan
kegiatan usaha secara konvensional dapat juga melakukan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah. Pendiri lebih menyukai bentuk lembaga keuangan, mungkin karena lapangan
maupun orientasi usahanya masih dalam lingkup yang kecil. Sedangkan pendirian sebuah
bank, memerlukan capital adequacy ratio (CAR) 8% berdasarkan rasio kecukupan modal
perbankan. Pada dasarnya lembaga keuangan, bank konvensional, maupun bank Islam (bank
Muamalat) merupakan bagian dari manajemen keuangan modern.
Manajemen Kredit Syariah
Menurut UU No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 10 Tahun 1998
tentang perbankan, disebutkan bahwa “kredit adalah penyediaan uang tagihan atau yang
dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjaman antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan”.
Menurut Siamat (1999), kredit ini dapat digolongkan kedalam enam bentuk yaitu :
1. Penggolongan kredit berdasarkan jangka waktu (maturity), antara lain :
a. Kredit jangka pendek (short-term loan). t r
b. Kredit jangka menengah (medium-term loan)
c. Kredit jangka panjang (long- e m loan).

2. Penggolongan kredit berdasarkan barang jaminan (collateral), antara lain :
a. Kredit dengan jaminan (secured loan).
b. Kredit dengan jaminan (unsecured loan).
3. Kredit berdasarkan segmen usaha, seperti otomotif, pharmasi, tekstil, makanan, konstruksi
dan sebagainya.
4. Penggolongan kredit berdasarkan tujuannya, antara lain :

a. kredit komersil (commercial loan), yaitu kredit yang diberikan untuk memperlancar
kegiatan usaha nasabah di bidang perdagangan.
b. Kredit konsumtif (consumer loan), yaitu kredit yang diberikan untuk memenuhi
kebutuhan debitur yang bersifat konsumtif.
c. Kredit produktif (productive loan), yaitu kredit yang diberikan dalam rangka
membiayai kebutuhan modal kerja debitur sehingga dapat memperlancar produksi.
5. Penggolongan kredit menurut penggunaannya, antara lain :
a. Kredit modal kerja (working capital credit), yaitu kredit yang diberikan oleh bank
untuk menambah modal kerja debitur.
b. Kredit investasi (Invesment credit), yaitu kredit yang diberikan oleh bank kepada
perusahaan untuk digunakan melakukan investasi dengan membeli barang-barang modal.
6. Kredit non kas (non cash loan), yaitu kredit yang diberikan kepada nasabah yang hanya
boleh ditarik apabila suatu transaksi yang telah diperjanjikan telah direalisasikan atau efektif

Dalam pendanaan kepada nasabah dalam bentuk pemberian kredit, ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan berkaitan dengan penilaian kredit, oleh karena layak tidaknya kredit yang
diberikan akan sangat mempengaruhi stabilitas keuangan bank. Menurut Rahardja (1997),
penilaian kredit harus memenuhi criteria sebagai berikut :
1.

Keamanan kredit (safety). Harus benar-benar diyakini bahwa kredit tersebut dapat
dilunasi kembali.

2. Terarahnya tujuan penggunaan kredit (suitability). Kredit akan digunakan untuk
tujuan yang sejalan dengan kepentingan masyarakat atau setidaknya tidak
bertentangan dengan peraturan yang berlaku.
3.

Menguntungkan (profitable). Kredit yang diberikan menguntungkan bagi bank
maupun bagi nasabah.
Menurut Sinungan (1993), metode lain yang dapat digunakan untuk menentukan nilai
kredit adalah dengan menggunakan formula 4P, yaitu : (1) Personality ; (2) Purpose ;
(3) Prospect; (4) Payment.


Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi resiko penilaian kredit (Rahardja:1997), antara
lain : (1) Character ; (2) Capacity ; (3) Capital ; (4) Conditional ; (5) Collateral.
Risiko Bank Syariah sebetulnya lebih kecil dibanding bank konvensional. Bank Syariah tidak
akan mengalami negative spread, karena dari dana yang dikucurkan untuk pembiayaan akan
diperoleh pendapatan, bukan bunga seperti di bank biasa. Sementara untuk deposan, Bank
Syariah tidak memberikan bunga melainkan sistem bagi hasil atau mudharabah.
Jika pendapatan dari kredit atau dalam Bank Syariah disebut murabahah ditetapkan 10
persen, maka pada mudharabah (sistem bagi hasil) akan ditetapkan angka lebih rendah.
Selisihnya merupakan pendapatan bank sebagai biaya jasa. Risiko Bank Syariah terhadap
transaksi foreign exchange juga rendah karena, pada Bank Syariah transaksi valas hanya
diizinkan dalam bentuk transaksi spot. Sementara forward dan swap tidak diizinkan karena
bersifat gambling. (Karim, 2003).
Aspek-aspek lainnya yang perlu diperhatikan dalam penilaian kredit, yang menyangkut
kegiatan usaha calon debitur (Siamat:1999), antara lain :
1.

Aspek pemasaran. Menyangkut kemampuan daya beli masyarakat, keadaan
kompetisi, pangsa pasar, kualitas produksi dan lain sebagainya.

2.


Aspek teknis. Meliputi kelancaran produksi, kapasitas produksi, mesin dan peralatan,
ketersediaan dan kontinuitas bahan baku.

3. Aspek manajemen. Meliputi struktur dan susunan organisasi, termasuk pengalaman
anggota dan pola kepemimpinan manajemen.
4. Aspek yuridis. Meliputi status hukum badan usaha, kelengkapan izin usaha dan
legalitas barang jaminan.
5.

Aspek sosial ekonomi. Meliputi keadaan keuangan perusahaan debitur yang dibiayai.
Manajemen kredit bank syari’ah secara umum diterapkan dengan berpegang teguh
kepada syariah Islam (Al-Qur’an dan Al-Hadist). Diharapkan lembaga keuangan
maupun bank dengan sistem syariah dapat menjaga kestabilan keuangan mereka
(income stability). Selain itu, bank syariah diharapkan dapat lebih memaksimalkan
pelayanan mobilisasi dana masyarakat dan memberikan jaminan keuangan dengan

pasti. Di sisi lain, penyaluran kembali dana masyarakat dalam bentuk pembiayaan,
akan berjalan normal sesuai dengan harapan dan tujuan bersama.
Permasalahan yang biasanya dialami oleh lembaga keuangan syariah atau bank muamalat

dalam kegiatan operasionalnya, antara lain :
1. Modal (capital).
2. Human resource activity (kegiatan operasional).
3. Operational management system (sistem manajemen keuangan).
4.

Financial management system (sistem manajemen keuangan).

5. Loyality of credit (loyalitas kredit).
Karim (2003), mengemukakan bahwa pada sisi kredit, dalam aturan syariah bank
bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli murabahah).
Mekanisme seperti itu, akan mencegah kemungkinan dana kredit digunakan untuk
transaksi spekulasi, atau untuk jual beli valas. Jika terjadi default, bank mudah
mendapatkan dananya kembali karena ada aset yang nilainya jelas berupa sejumlah
kredit yang dikucurkan. Dalam Bank Syariah, karakter nasabah (personal guarantee)
lebih dinomorsatukan, ketimbang cover guarantee berupa aset. Debitor yang dinilai
tidak cacat hukum dan kegiatan usahanya baik akan mendapat prioritas.
Instrument Derivatif
Mengacu pada fatwa Dewan Syariah Nasional No. 28/DSN- MUI/III/2002 beberapa
ketentuan yang harus dipenuhi untuk dibolehkannya melakukan transaksi jual-beli mata

uang adalah sebagai berikut:
A. Transaksi dilakukan bukan untuk kepentingan spekulasi.
B. Ada kebutuhan transaksi dan sebagai simpanan berjaga-jaga.
C. Untuk transaksi mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan

penyerahannya harus secara tunai (taqabudh).
D. Untuk transaksi mata uang berlainan jenis, maka harus dilakukan
sesuai dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi
dilakukan dan harus dilakukan secara tunai.

Masih mengacu pada fatwa DSN-MUI No.28/DSN-MUI/III/2002, jenis-jenis transaksi
yang dibolehkan dan dilarang adalah:
a. Transaksi Spot, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valuta
asing (valas) untuk penyerahan pada saat itu (over the counter)
atau penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua
hari. Hukumnya adalah boleh, karena dianggap tunai, sedangkan
waktu dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak
bisa dihindari )‫ (منه بد ال مما‬dan merupakan transaksi internasional.
b. Transaksi Forward, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas
yang nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan

untuk waktu yang akan datang, antara 2 x 24 jam sampai dengan
satu tahun. Hukumnya adalah haram, karena harga yang
digunakan adalah harga yang diperjanjikan (muwa'adah) dan
penyerahannya dilakukan di kemudian hari, padahal harga pada
waktu penyerahan tersebut belum tentu sama dengan nilai yang
disepakati, kecuali dilakukan dalam bentuk forward agreement
untuk kebutuhan yang tidak dapat dihindari (lil hajah).
c. Transaksi Swap, yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan
valas dengan harga spot yang dikombinasikan dengan pembelian

antara penjualan valas yang sama dengan harga forward.
Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi).
d. Transaksi Option, yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam
rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus
dilakukan atas sejumlah unit valuta asing pada harga dan jangka
waktu atau tanggal akhir tertentu. hukumnya haram, karena
mengandung unsur maisir (spekulasi)30.

Model CAPM (Capital Assets Pricing Model)
CAPM mengasumsikan bahwa para investor adalah perencana pada suatu periode tunggal

yang memiliki persepsi yang sama mengenai keadaan pasar dan mencari mean-variance dari
portofolio yang optimal.
CAPM adalah teori penilaian risiko dan keuntungan aset yang didasarkan koefisien beta
(indeks risiko yang tidak dapat didiversifikasi) terhadap pengaruh pasar (Ahmad, 2014).
CAPM sendiri digunakan untuk mengidentifikasi hubungan antara resiko dengan return
saham. Menurut Kisman dan Restiyanita (2015), untuk mengetahui pengaruh excess return
market terhadap return saham bisa menggunakan rumus CAPM berikut :
E(Ri) = Rf + (Rm – Rf)βi
Dimana :
E(Ri)

= Expected return on security i

Rf

= Risk free rate of return

Rm

= Market return

Βi

= Sensitivity

Model APT (Arbitrage Pricing Theory)
Pada dasarnya, model APT merupakan pengembangan pada model CAPM untuk menutup
kekurangan – kekurangan yang ada pada model CAPM. Perbedaannya dengan model CAPM
adalah model APT tidak hanya melihat satu faktor saja dalam menentukan perubahan harga
saham, tetapi model ini juga melihat faktor lain seperti inflasi, perubahan kurs, dan juga
kebijakan ekonomi. Menurut Kisman dan Restiyanita (2015), untuk mengetahui pengaruh
PDB terhadap tingkat suku bunga bisa dimenggunakan rumus APT berikut :
E(Rit) = a0 + b1GDPt + b2INTt + e0
Dimana :
E(Rit)

= Expected return on stock i, period t

a0

= Constant.

bi

= Sensitivity of each factor.

GDP

= Economic growth rate in period t

INT t

= Interest rate in period t

e0

= Random error

Rekomendasi
Rekomendasi yang dapat diberikan untuk Bank Muamalat Syariah dalam menerapkan
manajemen resiko kredit dan derivative yang digunakan menggunakan derivative SWAP
sudah sangat baik serta Perlu dipersiapkan panduan pengelolaan risiko atau benchmarking
bagi bank-bank syari’ah di Indonesia dengan melakukan studi banding ke negara-negara yang
menjalankan sistem perbankan Islam. Hal ini sangat diperlukan mengingat struktur aset dan
kredit bank syari’ah berbeda dengan bank biasa. Sementara Based Accord II yang digunakan
sebagai acuan bank konvensional tidak bisa digunakan begitu saja oleh bank syari’ah.
Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap penerapan manajemen resiko kredit dan
instrument derivative. Pendanaan dalam bentuk pemberian kredit pada pola bank Islam
maupun lembaga keuangan syariah, perlu mendapat perhatian yang serius. Kredit macet
dapat menyebabkan likuiditas, keamanan dan penerimaan bank menjadi rendah dan bahkan
dapat mendatangkan kerugian yang cukup. Bank muamalat menggunakan Transaksi Spot,
yaitu transaksi pembelian dan penjualan valuta asing (valas) untuk penyerahan pada saat itu
(over the counter) atau penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari.
Hukumnya adalah boleh
Pada kondisi ekonomi saat ini, model APT lah yang lebih baik dalam memprediksi suatu
return saham, hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Kisman dan Restiyanita
(2015).

Daftar Pustaka
Kisman, Z., & Shintabelle Restiyanita, M. 2015. The Validity of Capital Asset Pricing Model
(CAPM) and Arbitrage Pricing Theory (APT) in Predicting the Return of Stocks in Indonesia
Stock Exchange. American Journal of Economics, Finance and Management Vol. 1, No. 3,
2015, pp. 184-189
Karim, Adi Warman. 2003. “Menimbang Risiko Kredit di Bank Syariah”. Majalah Investor
No.88 Tahun V. Jakarta.
Rahardja, Prathama. 1997. “Uang dan Perbankan”; Cetakan Ketiga, Penerbit PT Rineka
Cipta, Jakarta.
Siamat, Dahlan. 1999. “Manajemen Lembaga keuangan”; Edisi Kedua. Jakarta.