BAB 1 PENDAHULUAN - Identifikasi kerusakan dan desain teknik perbaikan outer ringroad Kota Madiun

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Meningkatnya pembangunan berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan lalu lintas. Sarana infrastruktur jalan mempunyai peran yang sangat penting untuk menunjang pertumbuhan ekonomi masyarakat dalam pendistribusian barang dan jasa. Ketersediaan jalan yang baik berpengaruh terhadap kelancaran arus lalu lintas. Tingginya pertumbuhan lalu lintas sebagai akibat pertumbuhan ekonomi menimbulkan masalah yang serius bila tidak diimbangi dengan perbaikan mutu sarana dan prasarana jalan. Diperlukan penambahan sarana infrastruktur jalan dan pemeliharaan yang rutin agar kondisi jalan aman untuk memberikan pelayanan lalu lintas. Pertumbuhan kendaraan yang begitu cepat berdampak pada kepadatan lalu lintas baik di jaln dalam kota maupun luar kota, hal itu menuntut kualitas dan kuantitas infrastruktur jalan.

Kota Madiun terkenal dengan motto “Kota Gadis”, yang merupakan singkatan dari Kota Perdagangan, Pendidikan dan Industri memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Untuk menunjang hal itu, dibutuhkan sarana dan prasarana yang memadai untuk mendukung aktifitas masyarakatnya. Outer Ringroad Kota Madiun termasuk jalan kabupaten yang terletak di Kecamatan Kartoharjo. Jalan ini memiliki panjang 5 km dan lebar 17m, terdiri dari 4 lajur, 2 jalur dan 2 arah.

Belum ada penanganan yang serius dari Pemerintah Daerah Kota Madiun khususnya Dinas Pekerjaan Umum Kota Madiun.

Selama ini penanganan kerusakan jalan yang dilakukan pada Outer Ringroad Kota Madiun terbatas pada kegiatan pemeliharaan, yaitu dengan menggali kerusakan pada lapisan permukaan (Surface Course) dan menggantinya dengan batu gebal kemudian menutupnya dengan penetrasi. Penanganan ini tidak tepat karena tidak bisa bertahan lama sehingga setiap hari terus dilakukan perbaikan yang tidak ada hentinya.

Oleh karena itu dalam perbaikan Outer Ringroad Kota Madiun perlu diadakan penelitian secara serius yaitu dengan adanya identifikasi terhadap kerusakan yang ada dan membuat design perbaikan yang tepat berupa rigid pavement,overlay,dan Cement Treated Recycling Base (CTRB) terhadap kerusakan yang terjadi dengan dasar pertimbangan alternatif perbaikan secara teknis dan ekonomis terhadap ketiga metode tersebut yang ditinjau dari segi konstruksi, pemeliharaan, dan alternatif perbaikan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian perumusan latar belakang masalah, maka dapat diambil suatu rumusan masalah, yaitu

a. Apakah jenis kerusakan yang terjadi pada Outer Ring-Road Kota Madiun.

b. Apakah teknik perbaikan yang tepat untuk menangani kerusakan yang terjadi pada Outer Ring-Road Kota Madiun.

c. Untuk menentukan tebal lapis perkerasan menggunakan Metode Analisis Komponen 2002 pada perkerasan lentur.

d. Untuk menentukan tebal plat yang digunakan menggunakan Pedoman Perencanaan perkerasan jalan beton semen 2003.

e. Data tanah dari data Sekunder.

f. Umur rencana 20 tahun.

g. Sistem Rehabilitasi yang diterapkan adalah Metode perbaikan standar Bina Marga, metode pelapisan ulang jalan (overlay),Cement Treated Recycling Base (CTRB) dan perencanaan perkerasan jalan beton semen (rigid).

h. Untuk menentukan nilai sisa perkerasan lama menggunakan perbandingan beton semen dengan laston berdasarkan asumsi yang dikembangkan oleh penulis yang mengacu pada landasan teori yang berkaitan.yaitu sebesar 1:3.

i. Penilaian desain perbaikan perkerasan hanya meliputi penilaian terhadap segi konstruksi, segi pemeliharaan dan segi alternatif perbaikan. j. Optimasi desain perbaikan perkerasan dilakukan berdasarkan asumsi yang dikembangkan oleh penulis yang mengacu pada landasan teori yang berkaitan.

k. Penentuan biaya konstruksi berdasarkan harga satuan pekerjaan dari data Rencana Anggaran Biaya di Dinas Pekerjaan Umum kota Madiun tahun 2009.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut : Penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut :

penanganan perbaikan Jalan Ring-Road Kota Madiun sehingga dapat memberikan pelayanan yang baik terhadap lalu lintas yang melewati jalan

Ring-Road Kota Madiun.

b. Manfaat teoritis Menambah pengetahuan & wawasan tentang teknik perbaikan jalan.

BAB 2 LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka Semua prasarana jalan raya akan mengalami kerusakan, gangguan, atau penurunan

kondisi, kualitas dan lain-lain, apabila telah digunakan untuk melayani kegiatan operasi lalu lintas penumpang maupun barang. Untuk itu, semua prasarana yang terdapat pada suatu sistem transportasi khususnya transportasi darat, memerlukan perawatan dan perbaikan kerusakan yang baik. Hal ini dimaksudkan untuk memperpanjang masa pelayanan ekonominya dengan mempertahankan tingkat pelayanan pada batas standar yang aman. Aspek dari perawatan dan perbaikan jalan raya yang baik adalah ketika kondisi, kualitas dan lain-lain, apabila telah digunakan untuk melayani kegiatan operasi lalu lintas penumpang maupun barang. Untuk itu, semua prasarana yang terdapat pada suatu sistem transportasi khususnya transportasi darat, memerlukan perawatan dan perbaikan kerusakan yang baik. Hal ini dimaksudkan untuk memperpanjang masa pelayanan ekonominya dengan mempertahankan tingkat pelayanan pada batas standar yang aman. Aspek dari perawatan dan perbaikan jalan raya yang baik adalah ketika

(Sukirman, 1999)

Konstruksi perkerasan jalan menerima dan menyebarkan beban lalu lintas yang dilimpahkan melalui roda-roda kendaraan tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti pada konstruksi itu sendiri sehingga dapat memberikan kenyamanan kepada pengguna jalan selama masa pelayanan jalan tersebut. Besarnya beban yang diimpahkan tersebut tergantung dari berat total kendaraan, konfigurasi sumbu, bidang kontak antara roda dan perkerasan jalan, kecepatan kendaraan dan lain-lain. Dengan demikian, efek dari masing-masing kendaraan terhadap kerusakan jalan yang ditimbulkan tidaklah sama satu dengan yang lain. Oleh karena itu perlu adanya pengaturan beban standar sehingga semua beban lainnya dapat diekuivalensikan ke beban standar tersebut. (Silvia Sukirman, 1995)

Perkerasan jalan diletakkan diatas tanah dasar, dengan demikian secara keseluruhan mutu dan daya tahan konstruksi tidak lepas dari tanah dasar yang berasal dari lokasi itu sendiri atau tanah dari lokasi didekatnya yang telah dipadatkan sampai tingkat kepadatan tertentu sehingga mempunyai daya dukung yang baik serta berkemampuan mempertahankan perubahan volume selama masa pelayanan walaupun terdapat perbedaan kondisi lingkungan dan jenis tanah setempat. (Sukirman, 1995)

Ada dua jenis perkerasan jalan yang umum digunakan di indonesia, antara lain perkerasan lentur dan perkerasan kaku. Perkerasan Lentur adalah perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar. Syarat perkerasan lentur yaitu :

Konstruksi perkerasan jalan dipandang dari segi kemampuan memikul dan menyebarkan beban harus memenuhi syarat sebagai berikut :

a. Memiliki ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban atau muatan lalu lintas ke tanah dasar.

b. Kedap terhadap air sehingga air tidak mudah meresap ke lapisan dibawahnya.

c. Permukaan mudah mengalirkan air sehingga air hujan yang jatuh diatasnya dapat cepat dialirkan.

d. Memiliki kekakuan untuk memikul beban yang bekerja tapa menimbulkan deformasi yang berarti. (Sukirman, 1995)

Kemampuan untuk menerima beban ini dapat ditunjukkan dengan nilai CBR yang tinggi. Tanah dasar dengan nilai CBR yang tinggi dapat menahan beban yang besar. Untuk mengatasi kerusakan jalan dapat menggunakan perkerasan beton atau perkerasan kaku. Kelemahan dan kelebihannya yaitu biaya konstruksi yang mahal, biaya pemeliharaan rendah dan waktu konstruksi lama (Aly, 2004).

Sedangkan kelebihannya adalah perkerasan beton mampu mendukung beban lalu lintas yang besar.Selain itu juga dapat menggunakan metode teknologi daur ulang.

Daur ulang perkerasan yaitu pamakaian ulang dari scarified permukaan jalan atau lapisan jalan yang kasar dengan cara merotavatingnya sampai kedalaman 20 cm (8 inci) dan mencampurnya dengan bahan pengikat bitumen yang panas atau dingin, sering kali akan seperti semen. (Scott, 1993)

“The bituminous pavement rehabilitation alternatives are mainly overlaying, recycling and reconstruction. In the recycling process the material from deteriorated pavement,

Ruas jalan yang menggunakan teknologi CTRB adalah Paket Karawang I dan II, Paket Kandang Haur-Palimanan serta Paket Losari-Cirebon (Techno Konstruksi, 2008). Pada akhir tahun 2008 di ruas jalan Boyolali – Kartosuro juga dilaksanakan rehabilitasi jalan sepanjang 6,95 km. Untuk mencapai hasil yang memuaskan dari daur ulang perkerasan lama, maka material bekas garukan aspal ini perlu ditambah suatu bahan sebagai stabilisasi untuk meningkatkan daya dukungnya. Semen adalah zat stabilizing yang banyak digunakan.

Kadar semen yang memenuhi persyaratan Unconfined Compresive Strength (UCS) untuk Cement Treated Recycling Base (CTRB) adalah 5% sampai 6% (Karsikun, 2008). Nilai Drying shrinkage material CTRB sampai pada umur 28 hari untuk kadar semen 5% sebesar 805,3 micro strain dan kadar semen 6% adalah 826,3 micro strain” (Muda, 2009).

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Jenis Konstruksi Perkerasan

Berdasarkan bahan pengikatnya konstruksi perkerasan jalan dapat dibedakan atas:

a. Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

Perkerasan lentur adalah konstruksi perkerasan yang terdiri dari lapisan-lapisan perkerasan yang dihampar diatas tanah dasar yang dipadatkan. Lapisan tersebut dapat menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Kekuatan konstruksi perkerasan ini ditentukan oleh kemampuan penyebaran tegangan tiap lapisan, yang ditentukan

Gambar 2.1. Distribusi Beban Pada Perkerasan Lentur Sumber: DPU, 2005 Guna memberikan rasa aman, nyaman dan irit bagi pengguna jalan, maka konstruksi

perkerasan jalan haruslah memenuhi persyaratan persyaratan sebagai berikut:

1) Fungsional Perkerasan tersebut mampu melaksanakan fungsi yang baik bagi pengguna jalan. Fungsi tersebut mencakup keamanan, dan kenyamanan dalam berkendaraan. Persyaratan tersebut adalah meliputi antara lain:

a) Permukaan yang rata, tidak bergelombang/melendut dan tidak berlubang.

b) Permukaan cukup kuat kesat sehingga permukaan perkerasan tidak licin/tidak mudah selip.

c) Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya c) Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya

d) Permukaan yang cukup kaku sehingga tidak mudah berubah bentuk/deformasi.

Struktur perkerasan beraspal pada umumnya terdiri atas: Lapisan Tanah Dasar (subgrade), Lapis Pondasi Bawah (Subbase), Lapis Pondasi Atas (Base) dan Lapis Permukaan (Surface). Struktur perkerasan aspal dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Struktur Perkerasan Lentur

Sumber : DPU, 2005

b. Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)

Perkerasan kaku adalah perkerasan yang menggunakan semen sebagai bahan pengikat. Beton dengan tulangan atau tanpa tulangan diletakkan di atas lapis pondasi bawah atau langsung di atas tanah dasar yang sudah disiapkan, dengan atau tanpa lapisan aspal sebagai lapis permukaan.

Gambar 2.3. Distribusi Beban Pada Perkerasan Kaku Sumber: DPU, 2005

Perkerasan beton mempunyai kekakuan atau modulus elastisitas yang tinggi dari perkerasan lentur. Beban yang diterima akan disebarkan ke lapisan dibawahnya sampai ke lapis tanah dasar. Dengan kekakuan beton yang tinggi, maka beban yang disalurkan tersebut berkurang tekanannya karena makin luasnya areal yang menampung tekanan beban sehingga mampu dipikul oleh lapisan dibawah (tanah dasar) sesuai dengan kemampuan CBR.

Dalam perkerasan kaku, tebal plat beton didesain agar mampu memikul tegangan yang ditimbulkan oleh beban roda kendaraan, perubahan suhu dan kadar air, serta perubahan volume yang terjadi pada lapisan dibawahnya. Untuk memikul repetisi/pengulangan pembebanan lalu lintas sesuai dengan konfigurasi sumbu dan bebannya, dalam perhitungan tebal plat beton diterapkan kelelahan (fatigue). Pada prinsipnya, perkerasan kaku didesain atas dasar:

1) Kekuatan tanah dasar yang dinyatakan dalam modulus reaksi tanah dasar (k).

No. Keterangan Perkerasan Lentur Perkerasan Kaku

1. Komponen Konstruksi Multi Layer yaitu terdiri dari: Single Layer yaitu terdiri atas:

a. Lapis Permukaan

b. Lapis Pondasi Atas

a. Plat Beton

c. Lapis Pondasi Bawah

Mutu Tinggi

d. Tanah Dasar sebagai Surface/Base.

b. Subbase tidak berfungsi

sebagai lapisan struktural.

c. Tanah Dasar

2. Kemampuan penyebaran Kemampuan penyebaran beban plat beton lebih beban besar karena modulus elastisitas plat beton lebih tinggi dibandingkan dengan perkerasan lentur.

3. Ketahanan terhadap Konstruksi semen relatif lebih sedikit mengandung pelapukan/oksidasi bahan-bahan organik (C) dibandingkan aspal, sehingga perkerasan beton lebih tahan terhadap oksidasi (penuaan/aging) dari pada perkerasan aspal

4. Kebutuhan pemeliharaan Pemeliharaan perkerasan kaku lebih kecil/jarang dibandingkan

lentur. Kegiatan pemeliharaan beton dilakukan dalam rangka menghambat kerusakan yang diakibatkan dari proses pelapukan (penuaan) dan proses keausan karena pemakaian.

perkerasan

5. Biaya konstruksi Pada saat ini biaya kedua jenis perkerasan tersebut relatif hampir sama, dengan pertimbangan-

pertimbangan sebagai berikut:

Sumber: DPU, 2005

2.2.2 Kerusakan Perkerasan

2.2.2.1 Jenis-jenis kerusakan jalan

Jenis-jenis kerusakan jalan pada perkerasan dapat dikelompokkan atas 2 macam, yaitu:

1) Kerusakan struktural Kerusakan struktural adalah kerusakan pada struktur jalan, sebagian atau seluruhnya,

yang menyebabkan perkerasan jalan tidak lagi mampu menahan beban yang bekerja diatasnya. Untuk itu perlu adanya perkuatan struktur dari perkerasan dengan cara pemberian pelapisan ulang (overlay) atau perbaikan perkerasan yang ada.

2) Kerusakan fungsional Kerusakan fungsional adalah kerusakan pada permukaan jalan yang dapat

menyebabkan terganggunya fungsi jalan tersebut. Kerusakan ini dapat berhubungan atau tidak dengan kerusakan struktural. Pada kerusakan fungsional, perkerasan jalan masih mampu menahan beban yang bekerja namun tidak memberikan tingkat kenyamanan dan keamanan seperti yang diinginkan. Untuk itu lapisan permukaan perkerasan harus dirawat agar tetap dalam kondisi baik.

2.2.2.2 Penyebab Kerusakan

Faktor penyebab kerusakan perkerasan jalan dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1) Faktor Lalu Lintas Kerusakan pada konstruksi jalan terutama disebabkan oleh lalu lintas. Faktor lalu

lintas tersebut ditentukan antara lain oleh beban kendaraan, distribusi beban kendaraan pada lebar perkerasan, pengulangan beban lalu lintas dan lain sebagainya.

2) Faktor Non Lalu Lintas Selain faktor lalu lintas ada faktor lain yang memberikan pengaruh yang besar dalam

kerusakan jalan. Faktor non lalu lintas tersebut adalah: bahan perkerasan, pelaksanaan pekerjaan, dan lingkungan (cuaca). Terjadinya kerusakan akibat faktor- faktor non lalu lintas ini dapat disebabkan oleh:

a. Kekuatan tanah dasar dan material perkerasan

b. Pemadatan tanah dasar dan lapis perkerasan

c. Faktor pengembangan dan penyusutan tanah dasar

d. Kedalaman muka air tanah

e. Curah Hujan

f. Variasi temperatur sepanjang tahun.

2.2.2.3 Mekanisme Kerusakan

Pada perkerasan beraspal, kerusakan pada perkerasan dapat terjadi melalui berbagai mekanisme sebagaimana yang diilustrasikan pada Gambar 2.7. Akibat beban kendaraan, pada setiap lapis perkerasan terjadi tegangan dan regangan. Pengulangan beban mengakibatkan terjadinya retak lelah pada lapis beraspal serta deformasi pada semua lapisan. Cuaca menyebabkan lapis beraspal menjadi rapuh (getas) sehingga makin rentan terhadap terjadinya retak dan disintegrasi (pelepasan). Bila retak sudah mulai terjadi, luas dan keparahan retak akan berkembang cepat hingga akhirnya terjadi lubang.

Disamping itu, retak memungkinkan air masuk ke dalam perkerasan sehingga mempercepat deformasi dan memungkinkan terjadinya penurunan kekuatan geser dan perubahan volume. Deformasi kumulatif pada jejak roda dapat terjadi dalam bentuk

Air Meresap

Amblas/Sungkur

Pelepasan Butir

Mutu &

Gelombang Keriting Kinerja Perubahan Geser

Tambalan

Tambalan

Tambalan Dalam

Ketidakrataa

2.2.2.4 Penentuan Kondisi Perkerasan

Nilai kondisi perkerasan Pavement Condition Index (PCI) digunakan untuk mengetahui nilai kondisi lapis permukaan pada suatu ruas jalan yang besarnya dipengaruhi oleh keadaan permukaan perkerasan yang diakibatkan oleh kerusakan yang terjadi.

a. Survei Kerusakan

Survai kerusakan dilakukan untuk mengidentifikasi kerusakan-kerusakan yang terjadi pada perkerasan jalan. Hasilnya dipergunakan untuk menentukan tingkat kerusakan jalan, jenis pemeliharaan yang akan dilaksanakan, prioritas penanganan serta untuk menentukan besarnya dana yang diperlukan.

Pengidentifikasian kerusakan dimaksudkan untuk menentukan jenis-jenis kerusakan,luas kerusakan,dan kelas kerusakan.Adapun jenis-jenis kerusakan yang diamati dan kriteria pengukuran dapat dilihat pada Tabel 2.2

Tabel 2.2 Kriteria Pengukuran kerusakan No Type Kerusakan Kriteria Pengukuran

1 Deformasi

a. Ambles,alur Kedalaman (mm) diukur dibawah penggaris 1,2 m

b. Keriting Kedalaman (mm) diukur dibawah penggaris 1,2 mm jarak dari puncak gelombang b. Keriting Kedalaman (mm) diukur dibawah penggaris 1,2 mm jarak dari puncak gelombang

3 Kerusakan Tepi

a. Rusak tepi Lebar

maksimum dari lapis permukaan yang lepas (mm)

b. Penurunan tepi Tinggi penurunan (mm)

4 Cacat permukaan

a. Pengelupasan Ketebalan

dari lapisan yang mengelupas (mm)

b. Kegemukan,pengausan,pelepasan Tidak ada spesifikasi butir,tergerus

5 Lubang Kedalaman lubang (mm)

6 Path Tidak ada spesifikasi Sumber: Austroad, 1987

b. Penentuan Kapasitas Jalan Pengertian kapasitas selalu dihubungkan dengan kemampuan suatu bagian jalan untuk

melewatkan arus lalu lintas, dengan kata lain kapasitas adalah jumlah arus maksimum yang dapat dilewatkan oleh suatu bagian segmen jalan. Menurut keperluan penggunaannya, kapasitas ada tiga macam yaitu :

1. Basic capasity (kapasitas dasar), adalah jumlah kendaraan maksimum yang dapat melewati suatu penampang pada suatu jalur jalan selama satu jam

dalam keadaan kondisi jalan dan lalu lintas yang ideal.

2. Possible capasity (kapasitas yang mungkin), adalah jumlah kendaraan

Menurut Departemen Pekerjaan Umum, 1997 (Manual Kapasitas Jalan Indonesia) besarnya kapasitas pada kondisi sesungguhnya untuk jalan perkotaan dipengaruhi oleh kapasitas dasar, faktor penyesuaian kapasitas akibat lebar jalur lalu lintas, faktor penyesuaian kapasitas akibat pemisahan arah, faktor penyesuaian kapasitas akibat hambatan samping dan faktor ukuran kota. Besarnya kapasitas dapat dihitung dengan rumus :

C=C 0 x FC W x FC SP x FC SF (smp/jam) ........................................................................ (2.1)

dimana :

C : kapasitas (smp/jam)

C 0 : kapasitas dasar (smp/jam) FC W : faktor penyesuaian lebar jalan

FC SP : faktor penyesuaian akibat pemisahan arah

FC SF : faktor penyesuaian hambatan samping Besaran nilai C 0 , FC W , FC SP , FC SF dan FC CS dapat dilihat pada Tabel 2.3, Tabel 2.4, Tabel

2.5, Tabel 2.6, dan Tabel 2.7

Tabel 2.3. Kapasitas Dasar (C 0 )

Tipe Jalan/Tipe alinyemen Kapasitas dasar (smp/jam/lajur) Empat-lajur terbagi - Datar

1900 - Bukit - Gunung

Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga, 1997.

Tabel 2.4. Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Lebar Jalur lalu-Lintas (FCw) Lebar jalur lalu-lintas efektif (Wc)

Tipe Jalan FCw

(m)

Per lajur Empat-lajur terbagi

3.00 0.91 Enam-lajur terbagi 3.25 0.96

3.75 1.03 Empat-lajur tak-terbagi Per lajur

3.75 1.03 Dua-lajur tak-terbagi Total dua arah

11 1.27 Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga, 1997. Tabel 2.5. Faktor Penyesuaian Kapasitas untuk Pemisah Arah (FC SP )

Pemisahan arah SP 5-5 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30 FC SP Dua-lajur 2/2 1.00 0.97 0.94 0.91 0.88 Empat-lajur 4/2 1.00 0.975 0.97 0.925 0.90

Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga, 1997.

Tabel 2.6. Faktor Penyesuaian Kapasitas untuk Hambatan Samping (FC SF ) Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar

Kelas

bahu FC SF

Tipe jalan hambatan Lebar bahu efektif Ws samping

< 0.5 1.0 1.5 > 2.0 VL 0.99 1.00 1.01 1.03 L

0.96 0.97 0.99 1.01 4/2 D M

H 0.90 0.92 0.95 0.97 VH 0.88 0.90 0.93 0.96 VL 0.97 0.99 1.00 1.02

0.93 0.95 0.97 1.00 2/2 UD M

Tabel 2.7. Ekivalen Mobil Penumpang Jalan Perkotaan Tipe

Arus Total emp Alinyemen

Jalan

Jalan tak

MHV LB LT MC

terbagi/arah terbagi total

(kend/jam)

(kend/jam)

Datar 1800 3250 1,6 1,7 2,5 0,8

Bukit 1400 2500 2,2 2,3 4,3 0,7

Gunung 110 2000 2,6 2,9 4,8 0,6

1500 2700 2,0 2,4 3,8 0,3 Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga, 1997.

Keterangan :

MC : Sepeda motor

Kendaraan bermotor beroda dua atau tiga (termasuk sepeda motor dan kendaraan beroda 3 sesuai sistem klasifikasi Bina Marga ).

c. Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) Lalu lintas harian rata-rata dapat didefinisikan sebagai volume lalu lintas yang

menyatakan jumlah lalu lintas perhari dalam satu tahun untuk kedua jurusan. Data volume kendaraan digunakan untuk menghitung pertumbuhan lalu lintas setiap tahun. Untuk mendapatakan besarnya volume lalu lintas, harus diketahui sebelumnya jumlah lalu lintas per hari per tahun serta arah dan tujuan lalu lintas pada suatu lokasi. Oleh karena itu diperlukan juga penyelidikan lapangan terhadap semua jenis kendaraan untuk mendapatkan data lalu lintas harian rata-rata (LHR). LHR dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (smp). Satuan mobil penumpang adalah jumlah mobil yang digantikan tempatnya oleh kendaran lain dalam kondisi jalan, lalu lintas dan pengawasan yang berlaku. Data lalu lintas harian rata-rata diambil dari tempat pengamatan.

2.2.3 Kerusakan yang Terjadi pada Perkerasan Lentur

Seiring dengan bertambahnya umur, perkerasan akan mengalami penurunan kondisi. Penurunan kondisi akan lebih cepat terjadi apabila beban kendaraan yang cenderung jauh melampaui batas dan disertai dengan kondisi cuaca yang kurang bersahabat. Akibat beban kendaraan, pada lapis-lapis perkerasan terjadi tegangan dan regangan yang besarnya tergantung pada kekakuan dan tebal lapisan. Pengulangan beban mengakibatkan terjadinya retak lelah pada apisan berasapal serta deformasi pada lapisan berasapal. Bila sudah mulai terjadi retak, luas dan kaparahan retak akan berkembang cepat sehingga terjadi gompal dan akhirnya terjadi lubang. Retak

Deformasi adalah perubahan bentuk pada permukaan jalan dari bentuk awal yang dibangun. Deformasi dapat terjadi setelah pembangunan dalam kaitan dengan pengaruh lalu lintas (yang dihubungkan dengan beban) atau pengaruh lingkungan (tidak berhubungan dengan beban). Pada beberapa kasus, deformasi terjadi pada perkerasan baru dnegan kontrol yang buruk.deformasi merupakan suatu unsure penting pada kondisi perkerasan. Deformasi mempunyai pengaruh langsung pada kualitas berkendara dengan perkerasan (kekasaran) dan mencerminkan kekurangan pada struktur perkerasan. Deformasi dapat berujung ke retak-retak pada lapisan permukaan. Beberapa tipe deformasi :

1) Bergelombang (corrugation) Bergelombang adalah kerusakan dimana aspal menjadi bergelombang yang lekat

dengan jarak teratur. Dengan jarak ombak kurang dari 2 meter. Kerusakan ini disebabkan karena kurang stabilnya lapisan aspal atau lapisan datar.

2) Depresi (depression) Depresi adalah kerusakan pada perkerasan berupa cekungan pada permukaan. Kerusakan ini disebabkan penurunan pelayanan dan melebarnya parit, konsolidasi pada daerah tertentu yang lembut dan pemadatan tanah dasar atau material timbunan yang kurang baik, perubahan volume material tanah dasar yang disebabkan oleh pengaruh lingkungan, penurunan tanah karena kurang stabilnya timbunan.

3) Alur (rutting) Alur adalah kelainan pada permukaan aspal yang sejajar dengan alur kendaraan. Dapat terjadi pada satu atau kedua alur kendaraan. Alur disebabkan oleh kurangnya ketebalan perkerasan, kurangnya pemadatan pada lapisan permukaan atau tanah

2.2.3.2 Retak (crack)

Retak adalah celah sebagai hasil dari patahan parsial atau komplet pada permukaan perkerasan. Retak pada permukaan perkerasan jalan dapat terjadi dengan berbagai variasi, baik retak tunggal yang terisolasi maupun retak yang saling berhubungan dan berkembang diatas seluruh permukaan perkerasan. Bentuk retak, baik sendirian maupun berhubungan dengan deformasi dapat digunakan untuk memperkirakan penyebab kerusakan. Retak yang dimasuki air dapat menjadi penyebab utama deformasi dan lubang.

Bentuk retak yang biasa terjadi antara lain :

1) Retak blok (block cracks) Retak blok adalah retak yang saling berhubungan membentuk rangkaian kotak-

kotak, kira-kira dalam bentuk segi empat. Biasanya merata diatas permukaan perkerasan, luasnya lebih besar dari 200 mm sampai 3000 mm. sambungan pada perkerasan dapat menyebabkan retak pada lapisan permukaan dan terlihat seperti bentuk segi empat, terutama sambungan pada perkerasan beton yang dilapisi dengan aspal. Retak blok disebabkan sambungan pada lapisan beton, penyusutan dan kelelahan pada material semen.

2) Retak kulit buaya (crocodile cracks) Retak yang saling berhubungan atau terjalin membentuk polygon kecil yang saling

merangkai seperti kulit buaya. Ukuran polygon antara 150 mm sampai 300 mm. Retak kulit buaya disebabkan oleh kurangnya ketebalan perkerasan dan modulus tanah dasar yang rendah.

4) Retak memanjang (longitudinal cracks) Retak memanjang yang searah sumbu jalan. Dapat berupa retak tunggal atau retak

yang saling berangkai. Penyebab retak tuunggal adalah penyusutan sambungan pada lapisan bawah (biasanya lapisan beton atau aspal bagian bawah), rendahnya konstruksi sambungan pada lapisan aspal, perubahan cuaca harian atau pengerasan aspal, dan perpindahan sambungan karena melebarnya perkerasan. Sedangkan etak yang saling berangkai disebabkan peningkatan volume tanah liat di bagian dasar, perlemahan pada bagian samping perkerasan dan perbedaan penurunan tanah antara galian dan timbunan.

5) Retak melintang (transverse cracks) Retak yang melintang tegak lurus sumbu jalan. Retak melintang disebabkan oleh

penyusutan sambungan pada lapisan bawah (biasanya lapisan beton atau lapisan semen), berubahnya konstruksi sambungan pada lapisan permukaan aspal (karena temperatur rendah atau pengerasan aspal), dan gagalnya struktur beton di bagian dasar.

6) Retak diagonal (diagonal cracks) Retak yang membentuk garis diagonal pada perkerasan. Penyebabya adalah

penyusutan sambungan pada lapisan dengan material semen, perbedaan penurunan tanah antara timbunan, galian dan struktur, akar pohon dan instalasi layanan (TELKOM, PLN dan PDAM).

2.2.3.3 Cacat tepi (edge defects)

2) edge drop off Perbedann jarak vertikal 10-15 mm antara permukaan aspal bagian tepi sengan

permukaan bahu jalan. Penyebabnya adalah kurangnya lebar perkerasan, material bahu jalan yang tidak kuat menahan erosi dan abrasi, dan pelapisan kembali perkerasan tanpa pelapisan bahu jalan.

2.2.3.4 Cacat permukaan

Cacat permukaan disebabkan oleh hilangnya material permukaan baik banyak maupun sedikit. Cacat permukaan mengurangi kualitas layanan perkerasan dan mengurangi struktur perkerasan.

Bentuk cacat permukaan yang biasa terjadi antara lain :

1) Delamination, yaitu hilangnya permukaan asapal karena kurangnya pembersihan atau pelapisan sebelum pemasangan lapisan diatasnya, rembesan air melalui aspal

(terutama retakan) sehingga melepaskan ikatan permukaan aspal dengan bagian dibawahnya, dan adhesi yang mengikat permukaan aspal ke roda kendaraan.

2) Flushing, disebabkan oleh berlebihnya tingkat pengikatan dalam hubungannya dengan ukuran batu maupun tekanan agregat ke bawah.

3) Polishing merupakan kerusakan yang tidak terdefinisi dengan jelas. Namun, derajat kegilapan harus signifikan sebelum dimasukkan ke dalam survey kondisi dan dinilai

sebagai suatu kerusakan karena terlepasnya butiran agregat dari aspal.

4) Raveling, disebabkan agregat atau binder telah mulai usang atau aus dengan sedikit partikel yang hilang, jika ada.

Tambalan disebabkan adanya perbaiakan pada perkerasan yang mengalami kerusakan maupun penggalian untuk instalasi umum (PLN, PDAM, dan TELKOM). Terdapat dua tipe tambalan, yaitu tambalan tanpa penggalian dan tambalan dengan penggalian (dimana material dipindahkan kemudian perkerasan dibangun ulang).

2.2.4 Jenis Penanganan Kerusakan Jalan

2.2.4.1 Metode Perbaikan Standar

Penanganan kerusakan jalan pada lapisan lentur menggunakan metode perbaikan standar Direktorat Jenderal Bina Marga 1995. Jenis-jenis metode penanganan tiap-tiap kerusakan adalah:

a) Metode perbaikan PI (penebaran pasir) Ø

Jenis kerusakan yang ditangani: Lokasi-lokasi kegemukan aspal terutama pada tikungan dan tanjakan.

Ø Langkah penanganannya: -

Mobilisasi peralatan, pekerja dan material ke lapangan.

- Memberi tanda yang akan diperbaiki. -

Membersihkan daerah dengan air compressor. -

Menebarkan pasir kasar atau agregat halus (tebal > 10mm) di atas permukaan yang terpengaruh kerusakan.

- Melakukan pemadatan dengan pemadat ringan (1- 2) ton sampai diperoleh permukaan yang rata dan mempunyai kepadatan optimal (kepadatan 95%).

- Mobilisasi peralatan, pekerja dan material ke lapangan. -

Membersihkan bagian yang akan ditangani dengan air compressor, permukaan jalan harus bersih dan kering.

- 2 Menyemprotkan dengan aspal keras sebanyak 1,5 kg/m dan untuk cut back 1 liter/m 2 .

- Menebarkan pasir kasar atau agregat halus 5 mm hingga rata. -

Melakukan pemadatan mesin pneumatic sampai diperoleh permukaan yang rata dan mempunyai kepadatan optimal (kepadatan 95%).

c) Metode perbaikan P3 (pelapisan retakan) Ø Jenis kerusakan yang ditangani: Lokasi-lokasi retak satu arah dengan lebar retakan < 2 mm.

Ø Langkah penanganannya: -

Mobilisasi peralatan, pekerja dan material ke lapangan. -

Membersihkan bagian yang akan ditangani dengan air compressor, permukaan jalan harus bersih dan kering.

- 2 Menyemprotkan tack coat (0,2 liter/m di daerah yang akan diperbaiki). -

Tebar dan ratakan campuran aspal beton pada seluruh daerah yang sudah diberi tanda.

- Lakukan pemadatan ringan (1 - 2) ton sampai diperoleh permukaan yang rata dan kepadatan optimum (kepadatan 95%).

d) Metode perbaikan P4 (pengisian retak) Ø Jenis kerusakan yang ditangani: Lokasi-lokasi retak satu arah dengan lebar retakan > 2 mm.

- Memadatkan minimal 3 lintasan dengan baby roller.

e) Metode perbaikan P5 (penambalan lubang-lubang) Ø Jenis kerusakan yang ditangani -

Lubang kedalaman > 50 mm -

Keriting kedalaman > 30 mm -

Alur kedalaman > 30 mm -

Ambles kedalaman > 50 mm -

Jembul kedalaman > 50 mm -

Kerusakan tepi perkerasan jalan, dan -

Retak buaya lebar > 2mm Ø Langkah penanganannya:

- Gali material sampai mencapai lapisan dibawahnya. -

Membersihkan bagian yang akan ditangani dengan tenaga manusia. -

Semprotkan lapis resap pengikat prime coat dengan takaran 0,5 liter/m. -

Tebarkan dan padatkan campuran aspal beton sampai diperoleh permukaan yang rata.

- Pemadatan dengan baby roller (minimum 5 lintasan).

f) Metode perbaikan P6 (perataan) Ø Jenis kerusakan yang ditangani: -

Lokasi keriting dengan kedalaman < 30 mml. -

Lokasi lubang dengan kedalaman < 50 mm. -

Lokasi alur dengan kedalaman < 30 mm. -

Lokasi terjadinya penurunan dengan kedalaman < 50 mm. -

Lokasi jembul dengan kedalaman < 50 mm.

2.2.4.2 Metode Overlay

Menurut pedoman penentuan tebal perkerasan lentur jalan raya Departemen Pekerjaan Umum Direktoral Jendral Bina Marga, Metode Analisa Komponen Pt T-01-2002-B. Konstruksi jalan yang telah habis masa pelayanannya, telah mencapai indeks permukaan akhir yang perlu diberi lapis tambahan untuk dapat kembali mempunyai nilai kekuatan, tingkat kenyamanan, tingkat keamana, tingkat kekedapan terhadap air dan tingkat kecepatan air mengalir.

a. Tanah Dasar Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung pada sifat- sifat dan daya dukung tanah dasar. Dalam pedoman ini diperkenalkan modulus resilien (MR) sebagai parameter tanah dasar yang digunakan dalam perencanaan Modulus resilien (MR) tanah dasar juga dapat diperkirakan dari CBR standar dan hasil atau nilai tes soil index. Korelasi Modulus Resilien dengan nilai CBR (Heukelom & Klomp) berikut ini dapat digunakan untuk tanah berbutir halus (fine-grained soil) dengan nilai CBR terendam 10 atau lebih kecil.

MR (psi) = 1.500 x CBR ........................................................................................ (2.2)

Persoalan tanah dasar yang sering ditemui antara lain :

a) Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari jenis tanah tertentu sebagai akibat beban lalu-lintas.

b) Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar air.

c) Daya dukung tanah tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada daerah c) Daya dukung tanah tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada daerah

ditentukan menurut tabel pada Lampiran D.1. Tabel ini hanya berlaku untuk roda ganda. Untuk roda tunggal karakteristik beban yang berlaku agak berbeda dengan roda ganda. Untuk roda tunggal rumus berikut ini harus dipergunakan.

Angka Ekuivalen = ........................................... (2.3)

c. Reliabilitas Konsep reliabilitas merupakan upaya untuk menyertakan derajat kepastian (degree

of certainty) ke dalam proses perencanaan untuk menjamin bermacam-macam alternatif perencanaan akan bertahan selama selang waktu yang direncanakan (umur rencana).Faktor perencanaan reliabilitas memperhitungkan kemungkinan variasi perkiraan lalu-lintas (w18) dan perkiraan kinerja (W18), dan karenanya memberikan tingkat reliabilitas (R) dimana seksi perkerasan akan bertahan selama selang waktu yang direncanakan. Pada umumnya, dengan meningkatnya volume lalu-lintas dan kesukaran untuk mengalihkan lalu-lintas, resiko tidak memperlihatkan kinerja yang diharapkan harus ditekan. Hal ini dapat diatasi dengan memilih tingkat reliabilitas yang lebih tinggi. Tabel 2.8 memperlihatkan rekomendasi tingkat reliabilitas untuk bermacam-macam klasifikasi jalan. Perlu dicatat bahwa tingkat reliabilitas yang lebih tinggi menunjukkan jalan yang melayani lalu-lintas paling banyak, sedangkan tingkat yang paling rendah, 50 % menunjukkan jalan lokal.

Tabel 2.8 Rekomendasi tingkat reliabilitas untuk bermacam-macam klasifikasi jalan. Rekomendasi tingkat reliabilitas

Klasifikasi Jalan

Antar Kota Bebas Hambatan

Perkotaan

80 – 99,9 Arteri

75 – 95 Kolektor

75 – 95 Lokal

50 – 80 Sumber : Pt T-01-2002-B

Reliabilitas kinerja-perencanan dikontrol dengan faktor reliabilitas (FR) yang dikalikan dengan perkiraan lalu-lintas (w18) selama umur rencana untuk memperoleh prediksi kinerja (W18). Untuk tingkat reliabilitas (R) yang diberikan, reliability factor merupakan fungsi dari deviasi standar keseluruhan (overall standard deviation,S0) yang memperhitungkan kemungkinan variasi perkiraan lalu-lintas dan perkiraan kinerja

untuk W18 yang diberikan. Dalam persamaan desain perkerasan lentur, level of reliabity (R) diakomodasi dengan parameter penyimpangan normal standar (standard normal deviate, ZR). Tabel 2.9 memperlihatkan nilai ZR untuk level of serviceability tertentu. Penerapan konsep reliability harus memperhatikan langkah-langkah berikut ini :

1) Definisikan klasifikasi fungsional jalan dan tentukan apakah merupakan jalan perkotaan atau jalan antar kota.

2) Pilih tingkat reliabilitas dari rentang yang diberikan pada Tabel 2.9.

3) Deviasi standar (S0) harus dipilih yang mewakili kondisi setempat. Rentang nilai S0 adalah 0,40 – 0,50.

80 - 0,841

Tabel 2.9. Nilai penyimpangan normal standar (standard normal deviate ) Reliabilitas, R (%) Standar normal deviate, ZR

85 - 1,037

90 - 1,282

91 - 1,340

92 - 1,405

93 - 1,476

94 - 1,555

95 - 1,645

96 - 1,751

97 - 1,881

98 - 2,054

99 - 2,327 99,9 99,99

- 3,090 - 3,750

Sumber : Pt T-01-2002-B

d. Lalu lintas pada lajur rencana Lalu lintas pada lajur rencana (w 18 ) diberikan dalam kumulatif beban gandar standar.

Untuk mendapatkan lalu lintas pada lajur rencana ini digunakan perumusan berikut ini :

w 18 = DD x DL x ŵ 18 .............................................................................................. (2.4)

Pada umumnya DD diambil 0,5. Pada beberapa kasus khusus terdapat pengecualian dimana kendaraan berat cenderung menuju satu arah tertentu. Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa DD bervariasi dari 0,3 – 0,7 tergantung arah mana yang berat dan kosong.

Tabel 2.10 Faktor distribusi lajur (DL) Jumlah lajur per arah

% beban gandar standar dalam lajur rencana

2 80-100

3 60-80

4 50-75

Sumber : Pt T-01-2002-B Lalu-lintas yang digunakan untuk perencanaan tebal perkerasan lentur dalam

pedoman ini adalah lalu-lintas kumulatif selama umur rencana. Besaran ini didapatkan dengan mengalikan beban gandar standar kumulatif pada lajur rencana

selama setahun (w 18 ) dengan besaran kenaikan lalu lintas (traffic growth). Secara numerik rumusan lalu-lintas kumulatif ini adalah sebagai berikut :

W n t = w 18 pertahun × ((1+g) -1)/g ......................................................................... (2.5)

Dimana: Wt = jumlah beban gandar tunggal standar kumulatif.

w 18 = beban gandar standar kumulatif selama 1 tahun. n = umur pelayanan (tahun).

g = perkembangan lalu lintas (%).

sangat mengganggu lalu lintas kendaraan. IP = 1,5

: adalah tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan tidak terputus) IP = 2,0

: adalah tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih

mantap IP = 2,5

: adalah menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan

baik Dalam menentukan indeks permukaan (IP) pada akhir umur rencana, perlu

dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 2.11 Indeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana (IPT).

Tabel 2.11 Indeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana (IPT).

Kualifikasi Jalan

Lokal Kolektor Arteri Bebas hambatan 1,0 – 1,5 1,5 1,5 – 2,0 - 1,5

- - 2,0 – 2,5 2,5 2,5 Sumber : Pt T-01-2002-B Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IP0) perlu

diperhatikan jenis lapis permukaan perkerasan pada awal umur rencana sesuai dengan Tabel 2.12 Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana (IP 0 ).

Tabel 2.12. Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana (IP 0 )

Ketidakrataan *) (IRI,

Jenis Lapis Perkerasan IP 0

m/km) LASTON ≥4 ≤ 1,0 3,9 – 3,5 > 1,0 LASBUTAG 3,9 – 3,5 ≤ 2,0 3,4 – 3,0 > 2,0 LAPEN 3,4 – 3,0 ≤ 3,0 2,9 – 2,5 > 3,0

- Lapis pondasi bawah (D 3 )

Berdasarkan keadaan perkerasan di lapangan dapat dinilai kondisi perkerasan sesuai Tabel 2.13 koefisien Kekuatan Relatif (a).

Tabel 2.13: Koefisien Kekuatan Relatif (a) BAHAN KONDISI PERMUKAAN Koefisien

kekuatan relatif (a)

Lapis

0.35–0.40 permukaan

Terdapat sedikit atau sama sekali tidak terdapat retak

kulit buaya dan/atau hanya Beton aspal

terdapat retak melintang dengan tingkat keparahan rendah

<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah 0.25–0.35 dan/atau

<5% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah 0.20–0.30 dan/atau

<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau

5-10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang 0.14–0.20 dan/atau >10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang 0.14–0.20 dan/atau

Tabel 2.13: Koefisien Kekuatan Relatif (a) (lanjutan) BAHAN KONDISI PERMUKAAN Koefisien

kekuatan relatif (a)

Lapis pondasi Terdapat sedikit atau sama sekali tidak terdapat retak 0.20–0.35 yang

kulit buaya dan/atau hanya distabilisasi

terdapat retak melintang dengan tingkat keparahan rendah

<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah 0.15–0.25 dan/atau

<5% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah 0.15–0.20 dan/atau

<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau

>5-10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang 0.10–0.20 dan/atau

Lapis pondasi Tidak ditemukan adanya pumping, degradation, or 0.10–0.14 atau lapis

contamination by fines. pondasi bawah

0.00–0.10 granular fines

Terdapat pumping, degradation, or contamination by

Sumber : Pt T-01-2002-B

g. Lapisan Permukaan Pada saat menentukan tebal lapis perkerasan, perlu dipertimbangkan keefektifannya dari segi biaya, pelaksanaan konstruksi, dan batasan pemeliharaan untuk menghindari kemungkinan dihasilkannya perencanaan yang tidak praktis. Dari segi keefektifan biaya, jika perbandingan antara biaya untuk lapisan pertama dan lapisan

kedua lebih kecil dari pada perbandingan tersebut dikalikan dengan koefisien drainase, maka perencanaan yang secara ekonomis optimum adalah apabila digunakan tebal lapis pondasi minimum. Tabel 2.14 memperlihatkan nilai tebal minimum untuk lapis permukaan berbeton aspal dan lapis pondasi agregat.

Tabel 2.14 Tebal minimum lapis permukaan berbeton aspal dan lapis pondasi

Lapis Lalu-lintas (ESAL)

pondasi Beton aspal LAPEN LASBUTAG agregat inci cm inci cm inci cm inci cm < 50.000 *) 1,0 *) 2,5 2 5 2 5 4 10 50.001 – 150.000 2,0 5,0 - - - - 4 10

2.2.4.3 Metode Rigid Perencanaan desain perkerasan kaku menggunakan Pedoman Perencanaan dan

Pelaksanaan Perkerasan Jalan Beton Semen Pd T-14-2003, Departemen Pekerjaan Umum. Perkerasan kaku ( Rigid Pavement ) adalah struktur yang terdiri atas pelat beton semen yang bersambung (tidak menerus) tanpa atau dengan tulangan, atau menerus dengan tulangan, terletak di atas lapis pondasi bawah atau tanah dasar, tanpa atau dengan lapis permukaan beraspal. Struktur perkerasan beton semen secara tipikal sebagaimana terlihat pada Gambar 2.5

Gambar 2.5. Tipikal struktur perkerasan kaku Sumber: DPU, 2005

Perkerasan kaku dibedakan dalam 4 jenis : - Perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan.

- Perkerasan beton semen bersambung dengan tulangan. - Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan. - Perkerasan beton semen pra-tegang.

Pada perkerasan kaku, daya dukung perkerasan terutama diperoleh dari pelat beton.

- Memberikan dukungan yang mantap dan seragam pada pelat. - Sebagai perkerasan lantai kerja selama pelaksanaan.

Pelat beton semen mempunyai sifat yang cukup kaku serta dapat menyebarkan beban pada bidang yang luas dan menghasilkan tegangan yang rendah pada lapisan-lapisan di bawahnya. Bila diperlukan tingkat kenyaman yang tinggi, permukaan perkerasan beton semen dapat dilapisi dengan lapis campuran beraspal setebal 5 cm.Persyaratan teknis pada Metode Rigid Pavement yaitu: Pelat beton semen mempunyai sifat yang cukup kaku serta dapat menyebarkan beban pada bidang yang luas dan menghasilkan tegangan yang rendah pada lapisan-lapisan di bawahnya. Bila diperlukan tingkat kenyaman yang tinggi, permukaan perkerasan beton semen dapat dilapisi dengan lapis campuran beraspal setebal 5 cm.Persyaratan teknis pada Metode Rigid Pavement yaitu:

03-1731-1989 atau CBR laboratorium sesuai dengan SNI 03-1744-1989, masing- masing untuk perencanaan tebal perkerasan lama dan perkerasan jalan baru. Apabila tanah dasar mempunyai nilai CBR lebih kecil dari 2 %, maka harus dipasang pondasi bawah yang terbuat dari beton kurus (Lean-Mix Concrete) setebal 15 cm yang dianggap mempunyai nilai CBR tanah dasar efektif 5 %.

b. Pondasi bawah Lapis pondasi bawah perlu diperlebar sampai 60 cm diluar tepi perkerasan beton

semen. Untuk tanah ekspansif perlu pertimbangan khusus perihal jenis dan penentuan lebar lapisan pondasi dengan memperhitungkan tegangan pengembangan yang mungkin timbul. Pemasangan lapis pondasi dengan lebar sampai ke tepi luar lebar jalan merupakan salah satu cara untuk mereduksi prilaku tanah ekspansif.

Tebal lapisan pondasi minimum 10 cm yang paling sedikit mempunyai mutu sesuai dengan SNI No. 03-6388-2000 dan AASHTO M-155 serta SNI 03-1743-1989. Bila direncanakan perkerasan beton semen bersambung tanpa ruji, pondasi bawah harus menggunakan campuran beton kurus (CBK). Tebal lapis pondasi bawah minimum yang disarankan dapat dilihat pada Gambar 2.6 dan CBR tanah dasar efektif didapat dari Gambar 2.7.

Gambar 2.7. CBR tanah dasar efektif dan tebal pondasi bawah Sumber : Pd T-14-2003

Lapis pemecah ikatan pondasi bawah dan pelat ini didasarkan bahwa antara pelat dengan pondasi bawah tidak ada ikatan. Jenis pemecah ikatan dan koefisien geseknya dapat dilihat pada Tabel 2.15.

Tabel 2.15. Nilai koefisien gesekan (µ) No. Lapis pemecah ikatan Koefisien

gesekan (µ)

1 Lapis resap ikat aspal di atas permukaan pondasi bawah 1,0

2 Laburan parafin tipis pemecah ikat 1,5

3 Karet kompon (A chlorinated rubber curing compound) 2,0 3 Karet kompon (A chlorinated rubber curing compound) 2,0

Konfigurasi sumbu untuk perencanaan terdiri atas 4 jenis kelompok sumbu sebagai berikut :

- Sumbu tunggal roda tunggal (STRT) - Sumbu tunggal roda ganda (STRG) - Sumbu tandem roda ganda (STdRG) - Sumbu tridem roda ganda (STrRG)

d. Umur rencana Umur rencana perkerasan jalan ditentukan atas pertimbangan klasifikasi fungsional jalan, pola lalu-lintas serta nilai ekonomi jalan yang bersangkutan, yang dapat ditentukan antara lain dengan metode Benefit Cost Ratio, Internal Rate of Return, kombinasi dari metode tersebut atau cara lain yang tidak terlepas dari pola pengembangan wilayah. Umumnya perkerasan beton semen dapat direncanakan dengan umur rencana (UR) 20 tahun sampai 40 tahun.

e. Pertumbuhan lalu lintas Volume lalu lintas akan bertambah sesuai dengan umur rencana atau sampai tahap

di mana kapasitas jalan dicapai denga faktor pertumbuhan lalu lintas yang dapat ditentukan berdasarkan rumus sebagai berikut :

Dengan pengertian :

Umur

Laju Pertumbuhan (i) per tahun (%)

Rencana

(Tahun) 0 2 4 6 8 10

Tabel 2.16. Faktor pertumbuhan lalu-lintas ( R) (lanjutan)

Umur

Laju Pertumbuhan (i) per tahun (%)

Rencana

(Tahun) 0 2 4 6 8 10

40 40 60,4 95 154,8 259,1 442,6 Sumber : Pd T-14-2003

f. Lalu lintas rencana Lalu-lintas rencana adalah jumlah kumulatif sumbu kendaraan niaga pada lajur

rencana selama umur rencana, meliputi proporsi sumbu serta distribusi beban pada setiap jenis sumbu kendaraan. Beban pada suatu jenis sumbu secara tipikal dikelompokkan dalam interval 10 kN (1 ton) bila diambil dari survai beban.

Jumlah sumbu kendaraan niaga selama umur rencana dihitung dengan rumus berikut :

JSKN = JSKNH x 365 x R x C .................................................................................. (2.7)

Dimana:

JSKN : Jumlah total sumbu kendaraan niaga selama umur rencana .

Pada penentuan beban rencana, beban sumbu dikalikan dengan faktor keamanan beban (FKB). Faktor keamanan beban ini digunakan berkaitan adanya berbagai tingkat realibilitas perencanaan seperti telihat pada Tabel 2.17.

Tabel 2.17. Faktor keamanan beban (F KB ) No. Penggunaan Nilai F KB

1 Jalan bebas hambatan utama (major freeway) dan jalan berlajur banyak, yang aliran lalu lintasnya tidak terhambat

serta volume kendaraan niaga yang tinggi. 1,2 Bila menggunakan data lalu-lintas dari hasil survai beban

(weight-in-motion) dan adanya kemungkinan route alternatif, maka nilai faktor keamanan beban dapat dikurangi menjadi 1,15.

2 Jalan bebas hambatan (freeway) dan jalan arteri dengan 1,1 volume kendaraan niaga menengah.

3 Jalan dengan volume kendaraan niaga rendah. 1,0 1,0 Sumber : Pd T-14-2003

h. Sambungan Sambungan pada perkerasan beton semen ditujukan untuk membatasi tegangan dan