BAB II LANDASAN TEORI - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Antara Pandangan Siswa Tentang Keterampilan Mengajar Guru, Pola Asuh Otoritatif Orangtua Dengan Motivasi Belajar Siswa Kelas X Smk Muhammadiyah Salatiga Tahun A

BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Motivasi Belajar Istilah motivasi berasal dari kata kerja Latin movere

  yang berarti dorongan untuk bergerak. Individu bergerak karena adanya dorongan yang membuat individu belajar, bekerja atau untuk melakukan tugas. Siswa tergerak dan terdorong untuk belajar dengan baik, siswa tekun berusaha mengerjakan tugas belajar yang menantang atau sulit. Siswa merasa bahwa siswa mampu untuk mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru, walaupun tugas sulit sekalipun, siswa akan berusaha untuk mengerjakannya. Suasana pembelajaran yang menyenangkan dan interaksi yang terjalin pada saat guru mengajar di kelas serta keterampilan guru memberi penguatan dan pujian menjadikan siswa lebih termotivasi untuk belajar. Selain pujian dari guru, pujian yang diberikan oleh orangtua terhadap hasil belajar siswa dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Penerapan pola asuh otoritatif oleh orang tua memberi pengaruh pada motivasi belajar siswa. Motivasi belajar adalah dorongan dalam diri individu yang mengarahkan perilaku belajar atau untuk melakukan kegiatan belajar yang mengarah ke tujuan belajar yang diinginkan. Keinginan dalam diri individu tidak dapat diamati secara langsung, yang dapat diamati adalah perilaku yang dilakukan oleh individu, seperti mengerjakan tugas-tugas belajar, perilaku belajar yang dilakukan, dan suatu perwujudan dari perasaan atau pikiran ke dalam wujud kata-kata

  

(verbalization). Motivasi belajar mencakup aktivitas fisik

  dan mental; aktivitas fisik memerlukan usaha dan ketekunan, sedangkan aktivitas mental memerlukan kegiatan kognitif dalam perencanaan, pengulangan, organisasi, pembuatan keputusan, dan pemecahan masalah (Pintrich & Schunk, 2002).

  Motivasi belajar menggerakkan perilaku individu dalam belajar, menimbulkan kegiatan belajar dan menjamin kelangsungan belajar. Adanya motivasi belajar yang baik, siswa akan belajar, mematuhi jadwal belajar, memperhatikan guru yang sedang mengajar, mengerjakan tugas belajar dengan baik, menghadiri kelas dan ikut terlibat aktif selama kegiatan belajar-mengajar berlangsung. Siswa dengan motivasi belajar tinggi akan memperhatikan pelajaran yang disampaikan, membaca materi untuk memahaminya, dan menggunakan strategi belajar tertentu yang mendukung. Siswa memiliki keterlibatan yang intens dalam aktivitas belajarnya, rasa ingin tahu yang tinggi, mencari bahan-bahan yang berkaitan untuk memahami suatu pokok bahasan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan (Pintrich, 2002).

  17

  Motivasi belajar termasuk dalam domain afektif (hasrat dan kemauan) yang digunakan dalam menentukan arah perilaku individu terhadap tujuan, suatu kecenderungan ke arah perilaku mengejar tujuan yang muncul dari kondisi dalam (batiniah) seperti dorongan dalam diri individu yang membangkitkan perilaku menuju pada satu tujuan/ sasaran belajar, satu dorongan yang meliputi pemberian kekuatan atau dorongan perilaku yang harus dipuaskan oleh individu (siswa). Motivasi belajar mengarahkan diri siswa untuk meraih tujuan belajar, yaitu siswa mencapai aktivitas akademik yang bermakna dan bermanfaat serta mencoba untuk mendapatkan keuntungan dari aktivitas belajarnya yang terarah pada tujuan yang berasosiasi dengan perilaku yang terfokus pada tujuan (Pintrich, 2002).

  Motivasi belajar mempengaruhi pembelajaran yang siswa masuki dan pelajari (Pintrich & Schunk 2002). Siswa yang meraih keberhasilan dalam belajar menunjukkan bahwa siswa memiliki dorongan yang diperlukan untuk belajar. Keyakinan ini memotivasi siswa untuk menetapkan tujuan baru yang menantang. Siswa yang termotivasi untuk belajar sering menemukan bahwa setelah mereka belajar, mereka termotivasi untuk melanjutkan belajarnya.

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar

  Pintrich et al. (2002) menyatakan bahwa motivasi belajar dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor (1) self-efficacy siswa, (2) keterampilan dasar mengajar guru, dan (3) pola asuh otoritatif orangtua.

  1. Faktor self-efficacy siswa yang tinggi Siswa dengan self-efficacy yang rendah akan menghindari tugas belajar yang menantang atau sulit, sedangkan siswa dengan self-efficacy yang tinggi akan termotivasi belajar dengan baik dan siswa akan lebih tekun berusaha mengerjakan tugas belajar yang menantang atau yang sulit sekalipun.

  2. Faktor keterampilan dasar mengajar guru Guru yang menguasai keterampilan dasar mengajar akan mengajar dengan bergairah dan penuh semangat, guru menginspirasi dan memotivasi siswa untuk belajar dengan menciptakan lingkungan pembelajaran yang menyenangkan merupakan dasar keberhasilan belajar siswa. Jika guru berhasil menerapkan keterampilan dasar mengajar dengan baik dan efektif di dalam kelas, maka motivasi belajar siswa akan meningkat. Interaksi yang terjalin pada saat guru sedang mengajar di kelas akan menimbulkan suasana pembelajaran yang menyenangkan dan siswa menjadi

  19 lebih termotivasi untuk belajar karena keterampilan guru memberi penguatan atau pujian.

  3. Faktor pola asuh otoritatif orangtua Pola asuh otoritatif orangtua (authoritative parenting

  style): yaitu respons orangtua kepada anak berkaitan

  dengan kehangatan dan kontrol perilaku dari orangtua kepada anak. Orangtua otoritatif tegas dalam mendidik anak, namun orangtua mendidik anak dengan kehangatan, orangtua memberi dorongan belajar dan disiplin belajar kepada anak yang disepakati bersama berdasarkan diskusi keluarga. Orangtua mengkombinasikan kontrol dan dorongan dengan mengawasi perilaku anak dan mendorong anak dalam waktu bersamaan untuk mematuhi peraturan yang ada dalam keluarga.

  Pola asuh otoritatif orangtua dalam lingkungan keluarga memberi pengaruh terhadap tingkat motivasi belajar seorang siswa. Pola asuh otoritatif orangtua membuat perbedaan dalam motivasi belajar siswa. Motivasi belajar meningkat ketika orangtua mengontrol kegiatan belajar siswa dan mendorong siswa untuk menyelesaikan tugas belajarnya. Sebaliknya, praktik pengasuhan yang terlalu mengontrol atau terlalu permisif dapat membuat motivasi belajar siswa menjadi rendah dan semakin rendah (Dornbusch et al., 1987 dalam Pintrich, 2002).

C. Meningkatkan Motivasi Belajar

  Guru memegang peran penting dalam proses belajar- mengajar di kelas. Guru SMK (STM) berperan sebagai pengajar, pelatih keterampilan, dan motivator bagi siswa. Setiap perbuatan guru memiliki potensi untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Dengan demikian, tidak hanya perbuatan memberikan hadiah/ penghargaan

  

(reward) yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa,

  melainkan perbuatan seperti perencanaan pembelajaran dan manajemen kelas juga dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Ada 7 (tujuh) cara untuk meningkatkan motivasi belajar siswa menurut Schunk, Pintrich, & Meece (2002), yaitu:

  1. Guru memberikan feedback (umpan balik) untuk hasil pekerjaan siswa. Pemberian feedback membuat siswa merasa diperhatikan dan menunjukkan bahwa guru memperhatikan siswa. Feedback dari guru akan membuat siswa merasa bersemangat lagi untuk belajar dan motivasi belajar siswa dapat meningkat. Saat guru selesai menerangkan pelajaran dan ada siswa yang bertanya tentang penjelasan guru, maka guru memberikan feedback dengan menunjukkan rasa senang akan pertanyaan yang diajukan siswa.

  2. Memberikan rewards atau hadiah/ penghargaan dan punishment atau hukuman atas prestasi siswa.

  Rewards yang diberikan dapat berupa pujian. Selain

  21 pujian, guru dapat memberikan rewards dengan memajang hasil karya terbaik di kelas, atau dengan mengumumkan di depan kelas siapa saja yang memperoleh nilai tertinggi pada saat ulangan. Siswa yang merasa bahwa prestasi belajarnya diakui dan dihargai akan memotivasi untuk lebih giat lagi belajar. Guru juga dapat memberikan punishment atau hukuman bagi siswa yang mengalami kemunduran prestasi belajar. Guru memberikan hukuman dengan cara memberikan latihan mandiri bagi siswa dengan tujuan agar siswa dapat mengerjakan tugas dan meraih prestasi belajar dengan lebih baik dan meningkatkan motivasi belajar siswa. Menciptakan

  3. suasana pembelajaran yang menyenangkan di dalam kelas yang mendukung siswa untuk belajar. Suasana pembelajaran berhubungan dengan keterampilan dan kepemimpinan guru di dalam kelas. Guru mengajar dengan menstimulasi siswa untuk menyatakan pendapat di kelas, dan mendorong siswa untuk saling bekerjasama dalam memecahkan suatu permasalahan. Dengan suasana pembelajaran yang menyenangkan ditambah dengan dukungan guru pada siswa maka diharapkan siswa termotivasi untuk belajar.

  4. Memberikan tugas-tugas yang menantang dan menarik perhatian siswa. Untuk memotivasi siswa, guru dapat memberikan tugas-tugas yang bervariasi dan menarik bagi siswa, menyediakan dukungan emosional dan kognitif yang memadai bagi siswa dalam mengerjakan tugas belajarnya, serta menyediakan berbagai materi yang dibutuhkan siswa untuk dapat menyelesaikan tugasnya.

  5. Antusiasme guru dalam mengajar di kelas dapat menciptakan suasana pembelajaran yang positif untuk mendukung proses kegiatan belajar-mengajar. Guru yang antusias dalam mengajar akan berusaha untuk mengenal siswa-siswanya secara personal, misalnya dengan mengenal latar belakang keluarga siswa. Antusiasme guru ditunjukkan juga dengan cara bersikap hangat dan peduli kepada siswa, guru menunjukkan emosi saat mengajar di kelas misalnya dengan menggunakan humor, dan menciptakan suasana kelas yang interaktif seperti mengajak siswa untuk saling berdiskusi atau memberikan pertanyaan untuk didiskusikan oleh siswa. Dengan demikian suasana kelas akan menjadi lebih menyenangkan dan siswa akan termotivasi belajar selama di kelas. Guru dapat meningkatkan motivasi belajar siswa 6. dengan menguasai dan menerapkan keterampilan mengajar untuk memenuhi kebutuhan masing-masing siswa. Guru perlu menyadari bahwa setiap siswa adalah unik dan memiliki karakteristik masing-masing

  23 yang berbeda satu sama lain. Untuk dapat menjangkau setiap siswa, guru perlu menerapkan pengajaran yang berbeda-beda yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing siswa yang beragam.

  7. Pola asuh otoritatif orangtua berperan positif untuk memotivasi belajar siswa. Siswa yang tinggal dalam lingkungan keluarga dengan orangtua yang menerapkan pola asuh otoritatif akan memiliki motivasi belajar yang tinggi. Kehangatan dan kontrol tinggi yang diterapkan orangtua dalam mendidik anak akan membangun hubungan yang baik antara orangtua dengan anak yang diharapkan dapat membantu mengatasi persoalan anak seperti masalah belajar dan kesulitan belajar di sekolah. Dengan demikian maka dapat menunjang kelancaran proses belajar-mengajar dan diharapkan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.

D. Pengukuran Motivasi Belajar

  Untuk mengukur motivasi belajar dapat menggunakan alat ukur kuesioner, skala, dan tes. Alat ukur kuesioner yang dapat digunakan misalnya The Motivated Strategies

  

for Learning Questionnaire—MSLQ, terdiri dari 31 item dan

  responden diinstruksikan untuk menjawab pernyataan yang paling sesuai dengan diri masing-masing (Pintrich et

  

al., 2002). Skala untuk mengukur motivasi belajar misalnya Occupational Learning Motivation Scale (OLMS) yang terdiri dari 40 item yang meliputi tiga sub skala yaitu motivasi intrinsik, motivasi negatif, dan motivasi ekstrinsik (Acat & Demiral, 2002). Cara lain untuk mengukur motivasi belajar adalah dengan menggunakan tes, salah satu tes untuk mengukur motivasi belajar yaitu

  

The Attitude/ Motivation Test Battery—AMTB (Gardner,

  1985) yang mengukur tiga aspek yaitu integrative attitude,

  

instrumental attitude, dan motivation intensity. AMTB

  terdiri dari 18 item pernyataan yang terbagi dalam dua bagian: bagian A terdiri dari 8 item dengan 7-poin skala Likert, dan bagian B terdiri dari 10 item dan 3 tingkat yaitu tinggi, sedang, dan rendah untuk menjawab item pernyataan (Okuniewska, 2010) .

  Dalam penelitian ini variabel motivasi belajar diukur menggunakan kuesioner The Motivated Strategies for

  

Learning Questionnaire—MSLQ (Pintrich et al., 1992).

  Kuesioner motivasi belajar meliputi fakta yang ditemukan dalam penelitian Pintrich et al. mengenai belajar siswa secara umum (Pintrich & Schunk, 2002) yang menggambarkan motivasi belajar siswa yang dapat mempengaruhi belajar siswa. Penelitian Pintrich & Schunk (2002) menemukan bahwa motivasi belajar siswa berhubungan signifikan dengan keterampilan mengajar guru dan suasana kelas.

  25

E. Pandangan Siswa Tentang Keterampilan Mengajar Guru

  Pandangan adalah hasil perbuatan memandang seperti memperhatikan; melihat orang dipandang yang disegani dan dihormati (KBBI, 2005). Pandangan siswa tentang keterampilan mengajar guru adalah perbuatan yang diinterpretasikan siswa ketika memperhatikan dan melihat keterampilan mengajar yang dimiliki oleh guru yang diterapkan pada saat mengajar.

  Pintrich & Schunk (2002) menyatakan bahwa terdapat lima aspek keterampilan dasar mengajar guru, yaitu: a) Keterampilan mengulas pembelajaran sebelumnya.

  Guru melakukan pengulangan singkat mengenai pembelajaran sebelumnya (apersepsi), memeriksa tugas yang diberikan di hari sebelumnya, dan mengajarkan kembali materi tersebut jika dibutuhkan. Keterampilan mengulas pembelajaran sebelumnya bertujuan untuk membantu mempersiapkan siswa dalam belajar materi yang baru, dan menciptakan kesadaran awal mengenai kemampuan siswa dalam belajar. Selain itu, guru dapat mengeluarkan informasi di dalam memori jangka panjang siswa, serta memberikan struktur kognitif untuk memasukkan materi baru. Akan lebih mudah bagi siswa untuk memproses informasi, jika mereka menggabungkan informasi baru dengan pembelajaran sebelumnya, karena akan membangun jaringan pengetahuan yang lebih terorganisir.

  b) Keterampilan memberikan materi baru. Pemberian materi baru dilakukan dengan memberi bahan pengajaran baru dan penjelasan yang jelas serta mendetail. Bahan pembelajaran dan penjelasan yang jelas serta mendetail bertujuan untuk memastikan siswa memahami isi materi dan tidak terikat pada proses mental yang kompleks untuk memahami apa yang guru jelaskan.

  c) Keterampilan memberikan umpan balik (feedback).

  Umpan balik merupakan keterampilan pembelajaran yang efektif. Guru yang memberitahukan kepada siswa, bahwa praktik mereka baik, memberikan informasi yang benar saat terjadi kesalahpahaman dari siswa, dan jika dibutuhkan guru mengajarkan dan mempraktikkan kembali materi yang belum dipahami siswa, untuk membantu memperkuat kesadaran awal siswa mengenai kemampuan mereka dalam belajar.

  d) Keterampilan memberikan latihan mandiri. Latihan mandiri dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mempraktikkan materi pelajaran yang diajarkan guru. Siswa yang bisa mengerjakan tugas karena kemampuan mereka sendiri, akan merasa sangat mampu dalam belajar, dan termotivasi untuk meningkatkannya.

  27 e) Keterampilan mengulas kembali materi yang telah diajarkan dengan interval jarak waktu (mingguan atau bulanan). Pengulangan secara periodik bagi siswa yang memiliki penampilan yang baik, menunjukkan bahwa siswa telah belajar dan mempertahankan informasi, yang akan meningkatkan motivasi untuk pembelajaran selanjutnya, karena hal tersebut memastikan kepercayaan siswa mengenai kemampuan mereka.

  

F. Pengukuran Pandangan Siswa Tentang

Keterampilan Mengajar Guru

  Alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur pandangan siswa tentang keterampilan mengajar guru adalah kuesioner dan inventori. Salah satu contoh kuesioner untuk mengukur pandangan siswa tentang keterampilan mengajar guru yaitu The Learning Activities

  

Questionnaire (LAQ) (Palmer, 1998) yang dikombinasikan

  dengan The Student Evaluation of Teaching (SET) (Steiner, Gerdes, Holley, & Campbell, 2006). SET berfokus pada pandangan siswa tentang keterampilan mengajar guru meliputi keterampilan menyampaikan pelajaran dan pengelolaan kelas, stimulasi dalam pengajaran, antusiasme guru, dan interaksi yang terjalin dengan guru dan siswa. Sedangkan LAQ sebagai pelengkap berfokus pada keterampilan guru dalam menyampaikan pengajaran yang dapat diterima dan dipahami oleh siswa serta keberhasilannya dalam nilai ujian siswa (Palmer, 1998). Alat ukur lain menggunakan inventori. Inventori yang digunakan misalnya The Preferred Thinking Styles in

  

Teaching Inventory (PTSTI), dan The Effective Teacher

Inventory (ETI) (Zhang, 2003). PTSTI terdiri dari 65

  pernyataan tentang keterampilan mengajar guru dalam praktik pendidikan, dan ETI terdiri dari 6 aspek yang diukur yaitu yang berkaitan dengan keterampilan mengajar guru yang efektif dalam pembelajaran, meliputi: (1) kualifikasi akademik dan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh guru, (2) kesiapan mengajar guru dan penguasaan materi yang diajarkan, (3) sifat dan kepribadian guru, (4) relasi yang terjalin antara siswa dengan guru, (5) motivasi dan semangat guru dalam mengajar, dan (6) pengelolaan kelas.

  Dalam penelitian ini peneliti menggunakan kuesioner untuk mengukur keterampilan mengajar guru dengan mengadaptasi SET yang disesuaikan dengan lima aspek keterampilan mengajar guru yang dijabarkan oleh Pintrich & Schunk (2002).

G. Pengertian Pola Asuh Orangtua

  Keluarga merupakan tempat yang pertama bagi seorang anak untuk memperoleh pendidikan dan mengenal nilai-nilai atau peraturan-peraturan yang harus dipatuhi yang mendasari anak untuk melakukan

  29 hubungan sosial dengan lingkungan yang lebih luas. Adanya perbedaan latar belakang, pengalaman, pendidikan, dan kepribadian orangtua, menyebabkan adanya keanekaragaman cara mengasuh dan mendidik anak (Baumrind, 1991).

  Mendidik dan mengasuh anak di dalam sebuah keluarga bukanlah hal yang mudah, tetapi pada dasarnya adalah bagaimana cara yang tepat untuk membina anak agar sasaran dapat tercapai, yaitu supaya anak dapat bertumbuh dan berkembang sebagai orang yang memiliki kepribadian positif, tumbuh menjadi orang yang bertanggung jawab, mandiri, dan berperilaku sosial yang sesuai dengan harapan orangtua. Baumrind (1991) meyakini bahwa orangtua harus mengembangkan aturan dan memberikan dukungan kepada anak dengan penuh kehangatan.

  Dalam mengasuh dan mendidik anak terjadi interaksi orangtua dengan anak. Pola asuh adalah kumpulan sikap, praktik, dan ekspresi non-verbal orang tua, yang bercirikan interaksi orang tua kepada anak sepanjang situasi yang berkembang (Baumrind, 1991). Konseptual pola asuh orangtua menurut Baumrind (1991) didasarkan pada pendekatan tipologis dalam penelitian praktik sosialisasi keluarga yang berfokus pada konfigurasi dari praktik pola asuh orangtua yang berbeda. Adanya variasi dari konfigurasi elemen utama pola asuh yang meliputi kehangatan dan kontrol menghasilkan keberagaman dalam diri seorang anak untuk merespons pengaruh pola asuh orangtua. Pola asuh orangtua dipandang sebagai karakteristik orangtua yang membedakan keefektifan dari praktik sosialisasi keluarga dan penerimaan anak pada praktik pengasuhan orangtua (Baumrind dalam Darling & Steinberg, 1994).

  Baumrind (1991) telah meneliti pola asuh kepada anak di dalam keluarga yang didasarkan pada studi praktik yang berfokus pada konfigurasi dari praktik pola asuh yang berbeda asumsi. Pola asuh dipandang sebagai karakteristik orangtua yang membedakan keefektifan dari praktik sosialisasi keluarga dan penerimaan anak pada praktik tersebut (dalam Darling & Steinberg, 1994).

  Baumrind (1991) membagi pola asuh menjadi 4 (empat) pola asuh orangtua yang berbeda dengan pedoman: (1) warmth yang menggambarkan bagaimana orangtua berespons kepada anaknya yang berkaitan dengan kehangatan dan dukungan dari orangtua, (2)

  

control yang menggambarkan bagaimana standar yang

  ditetapkan orangtua bagi anak yang berkaitan dengan kontrol perilaku dari orangtua.

  Pembagian pola asuh orangtua menjadi empat (4) pola pengasuhan dapat dilihat pada tabel Faktor Pembeda Pola Asuh Orangtua:

  31

Tabel 2.1 Faktor Pembeda Pola Asuh Orangtua

  

Authoritative Authoritarian Indulgent Neglectful

Warmth high low high low

Control high high low low

  Sumber: Baumrind, 1991

  Terdapat empat pola pengasuhan, yaitu: 1) pola asuh otoritatif (authoritative parenting style), 2) pola asuh otoriter (authoritarian parenting style), 3) pola asuh memanjakan (indulgent parenting style), dan 4) pola asuh mengabaikan (neglectful parenting style) (Baumrind, 1991):

  1. Pola asuh otoritatif orangtua (authoritative parenting

  style)

  Pola asuh otoritatif yaitu penerapan kehangatan dan kontrol yang tinggi oleh orangtua. Dalam pola asuh otoritatif, orangtua memberikan batasan dan mengendalikan perilaku anak. Komunikasi verbal timbal balik berlangsung dengan bebas, orang tua bersikap hangat dan bersifat membesarkan hati. Pengasuhan otoritatif mendorong perilaku anak menjadi kompeten. Anak yang memiliki orangtua dengan pola asuh otoritatif, akan sadar diri dan dapat bertanggungjawab secara sosial (Baumrind, 1991).

  Pola asuh otoritatif orangtua menerapkan tingkat keketatan dan pengontrolan yang tinggi terhadap anak- anak mereka. Pola asuh yang bergaya otoritatif memberikan kontrol pada kebebasan anak, tetapi tetap memberikan batasan dan mengendalikan tindakan- tindakan mereka. Adanya sikap orangtua yang hangat dan bersifat membesarkan hati anak, berkomunikasi dua arah secara demokratis membuat anak semakin sadar dan bertanggung jawab secara sosial (Baumrind, 1991).

  Dalam pola asuh otoritatif, anak diberi kehangatan untuk memenuhi keinginan dan kebutuhannya dengan leluasa, sehingga anak mampu mengontrol dan mengendalikan diri serta menyesuaikan diri dengan lingkungan, keluarga dan masyarakat. Anak diberikan hak untuk melakukan apapun namun dituntut untuk mampu mengatur dan mengendalikan diri, serta menyesuaikan keinginannya dengan tuntutan lingkungan. Sebelum anak mampu untuk mengatur dan mengendalikan dirinya sendiri, dalam diri anak perlu ditumbuhkan seperangkat aturan sebagai alat kontrol, yang dapat mengatur dan mengendalikan dirinya sesuai dengan aturan yang berlaku di lingkungannya. Pengontrolan ditujukan supaya anak memiliki sikap bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan terhadap lingkungan. Dengan demikian anak akan memiliki otonomi untuk melakukan pilihan dan keputusan yang bernilai bagi dirinya sendiri dan bagi lingkungannya. Kontrol yang ketat harus diimbangi dengan dorongan kuat yang positif, agar

  33 anak tidak hanya merasa tertekan, tetapi juga dihargai sebagai pribadi yang bebas. Komunikasi antara orangtua dengan anak atau anak dengan orangtua, serta aturan intern keluarga merupakan hasil dari kesepakatan yang telah disetujui dan dimengerti bersama. Baumrind (dalam Santrock, 2003) menekankan bahwa dalam pengasuhan otoritatif mengandung empat kriteria, yaitu: (1) kebebasan dan pengendalian merupakan prinsip yang saling mengisi, dan bukan suatu pertentangan, (2) hubungan orang tua dengan anak memiliki fungsi bagi orang tua dan anak, (3) adanya kontrol yang diimbangi dengan pemberian dukungan dan semangat (4) adanya tujuan yang ingin dicapai yaitu kemandirian, sikap bertanggung jawab, terhadap diri sendiri dan tanggung jawab terhadap lingkungan masyarakat

  2. Pola asuh otoriter orangtua (authoritarian parenting

  style)

  Pola asuh otoriter yaitu menerapkan kehangatan yang rendah dan kontrol yang tinggi oleh orangtua. Orangtua memberikan batasan dan aturan yang tegas pada anak dan orangtua memberikan kontrol yang tinggi kepada anak berkaitan dengan kehangatan dan dukungan dari orangtua, dan kontrol perilaku yang rendah dari orangtua kepada anak. Orangtua otoritarian mengontrol dan mengharuskan anak belajar dengan tekun dan rajin. Orangtua mengetahui prestasi akademik anak di sekolah dan orangtua menekankan anak untuk selalu berprestasi tanpa orangtua melibatkan diri dengan kehangatan dalam proses belajar. Dengan demikian maka anak bisa jadi tidak termotivasi untuk belajar karena anak merasakan tekanan tanpa mendapat pendampingan belajar dari orangtua.

  3. Pola asuh permisif yang pemurah orangtua (indulgent

  parenting style)

  Pola asuh permisif yang pemurah yaitu penerapan kehangatan yang tinggi dan kontrol yang rendah oleh orangtua. Orangtua indulgent memberikan kehangatan yang tinggi kepada anak, namun orangtua mengabaikan kontrol perilaku kepada anak. Orangtua

  indulgent mengetahui prestasi anak di sekolah namun orangtua tidak mengontrol anak dalam belajar.

  Orangtua tidak memperhatikan kegiatan belajar anak selama di rumah, dan orangtua tidak mendampingi dan membantu anak dalam mengerjakan pekerjaan rumah. Anak yang tidak mendapat kontrol perilaku dari orangtua selama anak belajar di rumah akan menjadi malas belajar dan tidak menutup kemungkinan bahwa siswa akan menjadi tidak termotivasi untuk memahami materi pelajaran.

  35

  4. Pola asuh permisif yang mengabaikan orangtua

  (neglectful parenting style)

  Pola asuh permisif yang mengabaikan yaitu penerapan kehangatan dan kontrol yang rendah oleh orangtua. Orangtua neglectful memberikan kehangatan dan kontrol perilaku yang rendah kepada anak. Orangtua memberi kebebasan kepada anak dan tidak membatasi anak untuk berperilaku sesuai dengan yang diinginkan. Orangtua neglectful tidak mencurahkan perhatian pada kegiatan belajar anak dan tidak memantau prestasi akademik anak di sekolah. Orangtua mengabaikan dan tidak peduli apakah anak belajar atau melakukan apa selama berada di sekolah. Anak yang tidak mendapat kontrol perilaku dari orangtua akan menjadi malas belajar dan tidak termotivasi untuk belajar.

H. Pengukuran Pola Asuh Otoritatif Orangtua

  Variabel pola asuh orangtua dapat diukur dengan menggunakan skala observasi, kuesioner, dan inventori. Skala untuk mengukur pola asuh orangtua yaitu The

  

Parenting Style Observation Rating Scale (P-SOS)

  (Baumrind, Lamborn et al., 1991). Selain itu, alat ukur untuk mengukur jenis pola asuh orangtua adalah dengan menggunakan kuesioner yaitu Parental Authority

  

Questionnaire–Revised (PAQ–R) yang mengukur pola asuh orangtua dengan menggunakan konsep Baumrind tentang pola pengasuhan yang terdiri dari 30 item yang mengukur aspek berbeda dari pola asuh otoritatif, pola asuh otoriter, dan pola asuh permisif. Analisis skor menjelaskan sampel secara signifikan dipengaruhi oleh karakteristik yang dimiliki oleh sampel, seperti status sosial ekonomi dan etnis (Reitman et al., 2002). Cara lain untuk mengukur pola asuh orangtua yaitu dengan menggunakan inventori, misalnya Parenting Dimensions Inventory-PDI (Power, 1991) yang menguji praktik pengasuhan orangtua Afrika- Amerika golongan menengah ke bawah. Di antara variabel pola asuh orangtua, dua skala dalam The Authoritative

  

Parenting Index (Jackson, Henriksen, & Vangie, 1998)

  dipergunakan untuk mengukur pola pengasuhan orangtua, skala pertama mengarah pada responsiveness yang terdiri dari 9 item, dan skala kedua mengukur

demandingness yang terdiri dari 7 item pernyataan.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan kuesioner yaitu Parental Authority Questionnaire–Revised (PAQ–R) yang mengukur pola asuh orangtua dengan menggunakan konseptualisasi Baumrind (1991) tentang pola pengasuhan yang mengukur aspek pola asuh otoritatif orangtua.

  37

  

I. Kajian Hubungan Antara Pandangan Siswa

Tentang Keterampilan Mengajar Guru, Pola

Asuh Otoritatif Orangtua dengan Motivasi Belajar Siswa

  Penelitian Wibowo (2010) mengenai pandangan siswa tentang keterampilan mengajar guru dengan motivasi belajar siswa, dengan populasi penelitian 120 orang siswa SMKN 1 Sedan Rembang kelas XI Program Keahlian Mekanik Otomotif tahun pelajaran 2008/2009. Sampel diambil secara acak 89 orang siswa. Pengumpulan data menggunakan kuesioner motivasi belajar siswa dan pandangan siswa tentang keterampilan mengajar guru kemudian dianalisis menggunakan Pearson’s Product

  

Moment. Hasil penelitian menyatakan ada hubungan

  signifikan antara pandangan siswa keterampilan mengajar guru dengan motivasi belajar siswa dengan koefisien korelasi r xy = 0,489 dan p = 0,00 < 0,05.

  Permata (2009) melakukan penelitian dengan judul Hubungan Pandangan Siswa Tentang Keterampilan Mengajar Guru dengan Motivasi Belajar Siswa dengan populasi penelitian 62 orang siswa SMK Negeri 6 Malang kelas X jurusan Teknik Mesin tahun ajaran 2008/2009. Penelitian dilakukan dengan menyebarkan angket kemudian dianalisis menggunakan Pearson’s Product

  

Moment. Hasil penelitian menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pandangan siswa tentang keterampilan mengajar guru dengan motivasi belajar siswa di SMK Negeri 6 Malang dengan koefisien korelasi r xy = -0,138 dan p = 0,356 > 0,05.

  Penelitian Lestari (2012) berjudul Hubungan Antara Pola Asuh Otoritatif Orangtua Siswa dengan Motivasi Belajar Siswa Kelas XI SMKN 12 Jakarta, dengan populasi penelitian siswa kelas XI berjumlah 71 orang siswa, diambil sampel sebanyak 60 orang dengan teknik

  

proportional random sampling. Pengambilan data pola

  asuh orangtua siswa dan motivasi belajar siswa menggunakan instrumen angket, analisis korelasional menggunakan Pearson’s Product Moment untuk menguji hipotesis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara pola asuh otoritatif dengan motivasi belajar siswa, koefisien korelasi r xy = 0,447 dan p = 0,00 < 0,05.

  Trah (2012) melakukan penelitian berjudul Hubungan Pola Asuh Otoritatif Orangtua dengan Motivasi Belajar Siswa Kelas X SMK PAB II Helvetia Medan Tahun Ajaran 2011/2012 dengan populasi seluruh siswa kelas X dengan sampel sebanyak 60 orang siswa. Analisis menggunakan Pearson’s Product Moment dengan koefisien korelasi r xy = -0,019 dan koefisien signifikansi p = 0,370 > 0,05 berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara pola asuh otoritatif orangtua dengan motivasi belajar

  39 siswa kelas X SMK PAB II Helvetia Medan Tahun Ajaran 2011/2012.

J. Hipotesis

  1. Hipotesis Empirik 1) Ada hubungan yang signifikan antara pandangan siswa tentang keterampilan mengajar guru dengan motivasi belajar siswa kelas X SMK Muhammadiyah Salatiga tahun ajaran 2014/2015.

  Ada hubungan yang signifikan antara pola asuh 2) otoritatif orangtua dengan motivasi belajar siswa kelas X SMK Muhammadiyah Salatiga tahun ajaran 2014/2015.

  2. Hipotesis Statistik 1) Ho: rx1.y = 0 artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara pandangan siswa tentang keterampilan mengajar guru dengan motivasi belajar siswa kelas X SMK Muhammadiyah Salatiga tahun ajaran 2014/2015, dan jika Ho: rx1.y ≠ 0 artinya ada hubungan yang signifikan antara pandangan siswa tentang keterampilan mengajar guru dengan motivasi belajar siswa kelas X SMK Muhammadiyah Salatiga tahun ajaran 2014/2015. Ho: rx2.y = 0 artinya tidak ada hubungan yang

  2) signifikan antara pola asuh otoritatif orangtua dengan motivasi belajar siswa kelas X SMK Muhammadiyah Salatiga tahun ajaran 2014/2015, dan jika Ho: rxy2.y ≠ 0 artinya ada hubungan yang signifikan antara pola asuh otoritatif orangtua dengan motivasi belajar siswa kelas X SMK Muhammadiyah Salatiga tahun ajaran 2014/2015.

  41

Dokumen yang terkait

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Mata Pelajaran IPA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4 Semester 2 SDN 03

0 0 26

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Setting dan Subjek Penelitian 3.1.1 Setting Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas

0 0 25

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4 Semester 2 SDN 03 Candimulyo Nglarangan Kot

0 1 37

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4 Semester 2 SDN 03 Candimulyo Nglarangan Kota Temanggung Tahun Pelajaran 2015/2016

0 0 65

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektifitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Berbantuan Permainan Tarik Tambang dengan yang Berbantuan Video terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 5 SD Negeri 1 Kaloran Temanggung Semest

0 0 28

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektifitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Berbantuan Permainan Tarik Tambang dengan yang Berbantuan Video terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 5 SD Negeri 1 Kaloran Temanggung Semest

0 0 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektifitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Berbantuan Permainan Tarik Tambang dengan yang Berbantuan Video terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 5 SD Negeri 1 Kaloran Temanggung Semest

0 0 24

EFEKTIFITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT BERBANTUAN PERMAINAN TARIK TAMBANG DENGAN YANG BERBANTUAN VIDEO TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS 5 SD NEGERI 1 KALORAN TEMANGGUNG SEMESTER II TAHUN 20152016

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektifitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Berbantuan Permainan Tarik Tambang dengan yang Berbantuan Video terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 5 SD Negeri 1 Kaloran Temanggung Semest

0 0 107

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Antara Pandangan Siswa Tentang Keterampilan Mengajar Guru, Pola Asuh Otoritatif Orangtua Dengan Motivasi Belajar Siswa Kelas X Smk Muhammadiyah Salatiga Tahun Ajara

0 0 15