Tugas klp. Hinduisme di alam

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Seperti halnya masyarakat yang belum di jamah oleh suatu agama,
Nusantara yang sekarang menjadi Indonesia mempunyai masyarakat yang
menganut kepercayaan dinamisme dan animisme, suatu kepercayaan yang sudah
membudaya sekian lamanya. Sehingga kemudian masuklah agama Hindu di
Indonesia. Perkembangan agama Hindu di Indonesia berlangsung pesat, hal itu
dikarenakan adanya unsur-unsur kesamaan antara agama Hindu dengan agama
nenek moyang, antara lain pemujaan agama Hindu terhadap Brahman dan para
dewa tidak jauh berbeda dengan kepercayaan masyarakat Indonesia waktu itu
yang memuja roh-roh leluhur, dilihat dari tempat pemujaannya dalam agama
Hindu terdapat lingga, candi, dan arca, sedangkan masyarakat setempat terdapat
menhir, punden berundak, tahta batu, dan patung, dilihat dari pelaksanaan upacara
umat Hindu dipimpin oleh kaum Brahman sedangkan masyarakat setempay
dipimpin oleh dukun. Selain itu hal yang menjadikan cepatnya penyebaran agama
Hindu bahwa kedatangan agama Hindu di Indonesia tidak merubah budaya asli,
melainkan menjiwai sistem budaya yang telah ada, sehingga mencerminkan nilai
kebenaran, kebajikan dan keindahan.
Dalam hal ini, kami akan memaparkan bagaimana sejarah pertumbuhan
dan perkembangan Hindu di Indonesia: masa kerajaan dan penjajahan

(kemunculan agama Tirta dan ajarannya) secara lebih luas, sehingga nantinya bisa
dijadikan pembelajaran bersama dan menjadi ilmu bantu untuk memahami
keberadaan agama Hindu di Indonesia.

1

B. RUMUSAN MASALAH
Untuk lebih mengarahnya pembahasan yang akan kami paparkan selanjutnya,
sangat dierlukan rumusan masalah sebagai batasan pembahasan kami, yaitu:
1. Bagaimana kondisi atau keadaan di Indonesia sebelum masuknya agama
Hindu di Indonesia ?
2. Bagaimana sejarah masuknya agama Hindu di Indonesia?
3. Bagaimana pengaruh agama Hindu terhadap bangsa Indonesia?
C. TUJUAN
1. Mengetahui keadaan bangsa Indonesia sebelum masuknya Hindu ke
Indonesia.
2. Mengetahui sejarah proses masuknya agama Hindu di Indonesia.
3. Mengetahui pengaruh agama Hindu terhadap bangsa Indonesia.

BAB II

ISI

2

I. KEADAAN KEAGAMAAN DI INDONESIA SEBELUM MASUKNYA
AGAMA HINDU.
Mengenai keadaan keagamaan di indonesia sebelum kedatangan agama
hindu dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut: pada abad ke-15 SM
nenek moyang bangsa indonesia memasuki indonesia dari daratan cina selatan
dengan melewatim dua arah yaitu:1
1. Dari arah utara
Perjalanan ini melalui kawasan jepang, taiwan, filipina, dan menyebar
di sulawesi, indonesia bagian timur, irian dan melanesia.
2. Dari arah barat
Perjalanan ini melalui kawasan indo-cina, siam, malaya, serta
menyebar di sumatra, jawa, dan kalimantan.
Para nenek moyang yang menyebar ke indonesia bagian timur pada
umumnya percaya akan adanya perkawinan suci antara dewa alam atas (langit,
matahari) dengan dewi alam bawah (bumi, bulan), sedangkan yang menyebar
di indonesia bagian barat percaya akan adanya perang suci antara dewa alam

atas dan dewi alam bawah. Baik dari perkawinan suci maupun dari peperangan
suci itu, terjadilah dunia dengan segala isinya, termasuk indonesia.
Dalam perkembangannya, kedua kepercayaan nenek moyang indonesia
diatas berubah menjadi animisme dan dinamisme.

Didalam kedua kepercayaan ini terdapat beberapa ajaran, seperti:
menghormati dan memuja roh leluhur, meyakini bahwa sukma dapat menghuni

1 Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Budha, (Jakarta BPK Gunung Mulia, 2003),
107.

3

tempat-tempat tertentu seperti pohon-pohon besar, batu, hutan, pegunungan,
atau tempat suci.2
Berikut ini kami paparkan beberapa contoh Agama/Kepercayaan asli di
Indonesia 3, seperti :
1. AGAMA ASLI DI NIAS
Di Nias, terutama di bagian Tengah dan Selatan, konsep ketuhanan itu
digambarkan dalam bentuk alam atas, dimana dari sana menjelma

nenek-moyang orang Nias bernama Hia ke tempat yang bernama
Sifalago di daerah Gomo, Nias Tengah.
Dari turunan nenek-moyang itu lahirlah petinggi-petinggi masyarakat
yang hidup saling terisolir, dan petinggi yang paling popular adalah
yang dapat menunjukkan diri sebagai keturunan langsung nenekmoyang yang asli. Posisi dan status para petinggi itu direfleksikan
dalam panggilan mereka, seperti salawa (tinggi) atau si 'ulu (yang
naik), sedangkan pemimpin kebanyakan dikenal dengan nama-nama
seperti sihono (ribuan) atau sato (rakyat banyak).
Para petinggi ini menunjukkan kesejahteraannya dengan
mengumpulkan emas, berlian, dan ornamen sebanyak mungkin, rumah
yang paling besar, pakaian kebesaran dengan kopiah yang tinggi, dan
duduk paling tinggi dalam upacara -upacara.
Harta kekayaan harus ditunjukkan bukan saja dalam bentuk emas dan
berlian namun harus dinyatakan dalam ukiran-ukiran ornament,
demikian juga orang-orang yang sudah menikah tidak saja harus
menunjukkan banyaknya babi dan emas yang dimilikinya tetapi
menyatakannya dalam bentuk ornament-ornamen yang peresmiannya

2 Wikipedia, https://id.wikipedia.org/wiki/Agama_Hindu_di_Nusantara,
2015, diunggah pada tanggal 25 September, pukul 07.00 wib.

3 BP, (http://www.sarapanpagi.org/perbandingan-agama-vt2431.html, 2008), diunggah
tanggal 17 November, pada pukul 12:39 wib.

4

biasa dilakukan dengan pesta upacara yang disebut owasa (Nias Utara)
atau tawila (Nias Selatan).
Pada pesta owasa, petinggi itu membagi-bagikan daging babi sesuai
derajat hadirin. Daging babi itu juga menunjukkan simbolis asli karena
orang Nias percaya bahwa mereka adalah babi-babi para dewa. Dulu
dikatakan bahwa pengorbanan manusia pernah dilakukan dalam owasa
yang paling tinggi. Pesta-pesta juga berguna untuk mempererat dan
agar hubungan para petinggi dengan penduduk tetap sinambung.
Orang Nias menyembah roh nenek-moyang melalui berbagai upacara,
seperti melalui patung atau ukiran (adu) yang menjadi alat perantara
berhubungan dengan roh nenek moyang.
Mereka juga membuat meja sembahyang adu karena mereka sangat
percaya bahwa kehidupan nenek-moyang bisa mempengaruhi mereka
yang hidup, karena itu, yang hidup harus menyenangkan yang mati
dengan berbagai upacara dan kurban, baik untuk tujuan kelahiran atau

pernikahan yang bahagia, atau untuk kesuburan tanah. Semua kurban
dalam pesta itu ditujukan untuk keseimbangan kosmis dalam pesta
yang disebut fondrako.
2. AGAMA ASLI DI SIBERUT (MENTAWAI)
Kepercayaan ketuhanan di Siberut lebih mengarah ke animis dan
mistik, sebab mereka percaya bahwa segala sesuatu - manusia,
binatang, tanam-tanaman dan benda-benda - memiliki jiwa (simagere).
Dalam pemanfaatan sesuatu, perlu diperhatikan harmonisasi dengan
segala sesuatu, karena itu di sini dipercayai banyak tabu-tabu yang
tidak boleh dilanggar.
Mereka mempercayai adanya bajou, kekuatan tak berpribadi yang
hadir dalam segala sesuatu yang memiliki jiwa. Kekuatan ini akan
terbangkitkan bila seseorang melanggar keseimbangan dengan alam
(tabu) itu, seperti datangnya penyakit atau kematian.
Juga dipercayai bahwa jiwa dapat mengembara dalam mimpi dan bila
mengalami kesukaran dapat meminta bantuan para nenek-moyang,

5

karena itu upacara penyembahan nenek moyang penting. Disamping

ini, upacara ritual termasuk kurban melalui perantara juga penting agar
kekuatan-kekuatan kebaikan datang dan menjauhkan kekuatankekuatan jahat.
Orang Siberut tinggal bersama dalam uma, yaitu rumah gadang yang
ditinggali oleh kurang lebih 5-10 keluarga. Dalam rumah ada pengatur
upacara (rimata) dan juga beberapa dukun (kerei), tetapi mereka tidak
memiliki penguasa.
Ada tiga ketakutan yang biasa dihadapi penghuni uma, yaitu:
a. kesatuan uma yang rapuh;
b. hubungan yang tidak menentu dengan tetangga-tetangga;
c. ketakutan karena penyakit dan kematian yang disebabkan
melanggar tabu.
Melalui pesta upacara secara periodic (pulialijat) yang berlangsung
selama sebulan, ketiga hal itu diharapkan dapat diperbaiki. Dalam
upacara itu kekuatan-kekuatan kebaikan diundang untuk
memberkati uma. Jiwa nenek-moyang diundang masuk ke dalam
uma agar mempersatukan warga uma dalam solidaritas yang baru.
Mereka juga melakukan upacara perburuan di hutan untuk
menyenangkan roh-roh penjaga hutan agar kehidupan dapat
berjalan dengan baik.


3. AGAMA ASLI DI BATAK (SUMATERA UTARA)
Kepercayaan batak sangat kuat menekankan penyembahan nenek
moyang yang selalu diusahakan dekat dengan kehidupan mereka
melalui kurban yang terus menerus.
Upacara melalui tari -tarian, karya pahatan dan musik memungkinkan
masalalu memasuki masakini, dan para nenek moyang untuk
memasuki kehidupan anak-cucu mereka. Tugu adalah monumen
penguburan.
Dalam Agama asli Batak, akhir hidup karena kematian disangkal,
mereka berpendapat bahwa kematian hanya perpindahan wujud dan
6

kehidupan berjalan menerus dan hubungan timbal-balik antara yang
hidup dan yang sudah mati tetap berjalan terus melalui upacara kurban
binatang, tari¬tarian dsb.nya (ini mirip dengan agama nenek-moyang
di Tiongkok/China). Agama Batak asli juga merupakan perisai yang
menjaga mereka dari serangan penyakit, musuh yang menyerang, dan
juga pengaruh alam roh.
Kekuatan-kekuatan alam juga dimanfaatkan dalam kehidupan
masyarakat dalam pertahanan diri maupun sebagai perisai dalam

perang. Pengulangan peringatan garis keturunan suku, hubungan
dengan yang mati, ucapan mantera tentang hubungan roh-roh yang
mati dan manusia hidup, dan berkat sehari-hari pada bayi yang baru
dilahirkan untuk melindungi dari penyakit dan kematian merupakan
unsur penting dalam kehidupan beragama Batak.
Upacara sekitar tugu, tarian tortor (dulu upacara tortor di beberapa
daerah diiringi dengan kesurupan/trance), musik gondang, dan
penggunaan ulas, merupakan upacara melakukan hubungan dengan
nenek moyang dan kekuatan-kekuatan mistik alam supra-natural. Ulas
memiliki daya magis untuk berbagai kebutuhan, seperti pengobatan,
hubungan dengan nenek-moyang, dan kesuburan.
Penguburan kembali tulang-tulang yang sudah lama dikubur juga
merupakan usaha untuk tetap menghadirkan yang mati ke dalam
kehidupan pada masakini. Dalam upacara penguburan tulang yang
sudah mati selama 20 tahun, dipercaya bahwa roh orang mati itu sudah
mencapai status nenek moyang yang penuh.
Dalam perkawinan upacara sahut-menyahut saling memberi kata-kata
pantun berkat antara wakil-wakil mempelai wanita dan pria bermaksud
untuk mendatangkan kebahagian dan kesehatan bagi kedua mempelai,
kesuburan keluarga, dan juga kesuburan tanah untuk menghidupi

keluarga itu.Dalam pemberkatan rumah baru, keluarga Batak yang
berada mengadakan pesta upacara yang disebut harja. Dalam upacara
ini disembelih babi-babi atau kerbau, dan tuan rumah menunjukkan
kekuatan dengan membagikan daging kepada hadirin secara cukup
7

termasuk tukar-menukar hadiah bagi yang mampu.
4. AGAMA ASLI DI BADUI (BANTEN)
Dipercayai bahwa tempat tinggal orang Badui adalah Pancar Bumi
yang suci, dan nenek moyang, sebagai turunan manusia pertama,
menurunkan peraturan-peraturan hidup dalam pikukuh. Bila seseorang
melanggar, ia harus dikeluarkan dari kampung tantu (dalam) ke
kampung dangka (luar) dan harus mengalami upacara penyucian.
Orang badui dalam biasa kelihatan berpakaian putih sedangkan Badui
Luar berpakaian Biru-Hitam. Orang Badui dalam dilarang
berhubungan dengan orang luar, karena itu hubungan itu dilakukan
melalui Badui Luar yang menjual barang -barang hasil pertanian
mereka ke kota-kota disekitar Badui.
Sesembahan orang Badui disebut Batara Tunggal yang dianggap
sebagai kekuatan yang maha hadir yang bisa dipersonifikasikan

sebagai manusia yang bijak dan suci.
Nenek-moyang dipercaya tinggal di kebuyutan di Sasaka Damas, di
hulu sungai Ciujung. Orang Badui mendapat tugas untuk tetap
menjaga kesucian pusat bumi itu dengan cara hidup sederhana, rendah
hati, dan tidak merusak lingkungan, ini dicapai dengan kehidupan yang
asketik. Semua ini ditulis dalam pikukuh, yaitu kumpulan peraturan
nenek-moyang.
Menurut orang badui, dunia terdiri dari 'unia atas'(buana nyungcung)
yang dihuni dewa-dewi dan nenek moyang, dan 'dunia bawah' (buana
rarang). Manusia tinggal di 'dunia tengah' (buana panca) yang
berbentuk bentuk solid sekitar tiang nenek-moyang yang dikenal
sebagai Sasaka Pusaka Buana. Ini dianggap sebagai pusar dunia
(pancar bumi) yang berlokasi di Pamuntuan lereng sebelah Barat
gunung Kendeng. Lokasi itu disebut Arca Damas dimana ada banyak
batu megalitik. Setahun sekali orang badui bersemedi di sini untuk
membersihkan pusar dunia ini.
8

Orang Badui menganggap bahwa mereka adalah keturunan 7 dewa
Batar yang diutus oleh Batara Tunggal, yang digambarkan sebagai
kekuatan yang tidak kelihatan yang hadir dimana-mana. Para nenekmoyang yang telah meninggal dipercaya tinggal bersama di kabuyutan
yang berlokasi di Sasaka Damas.
Kehdupan orang badui berkisar pertanian dan upacara pertanian
ditujukan kepada dewa/roh Padi yang disebut Nyi Pohaci, yang
melalui upacara dibangunkan untuk menikah dengan bumi, penyatuan
mana disebut Nyi Pohaci Sanghyang Asri.
5. AGAMA ASLI DI DAYAK (KALIMANTAN)
Orang dayak memiliki kepercayaan mirip orang Batak, mereka percaya
bahwa manusia berasal dari persatuan 'dewa langit' (diidentifikasikan
sebagai burung enggang) dengan laut atau 'dewi air' (diidentifikasikan
sebagai naga).
Manusia tinggal dalam 'dunia tengah' di antara 'dunia atas' dan 'dunia
bawah'.
Orang dayak percaya bahwa para dewa harus disenangkan pada waktuwaktu tertentu agar memberikan kesejahteraan dan kedamaian bagi
manusia. Manusia dipercayai memiliki jiwa atau daya hidup sama
halnya dengan semua benda alam yang harus dijaga.
Keteraturan dan keseimbangan hidup kosmis dicapai dengan
keharusan mengikuti Adat yang dianggap berasal dari para nenek
moyang yang menerimanya dari para dewa dan harus dijalankan turuntemurun agar hidup memperoleh berkat dan kesuburan, bila tidak
mereka akan mengalami malapetaka.
Adat menjaga keseimbangan kosmis yang dikaitkan dengan kesuburan
tanah, dan menghindarkan mereka dari kemarahan dewa maupun
gangguan roh. Manusia dianggap memiliki tubuh dan jiwa, dan jiwa
dapat meninggalkan tubuh melalui mimpi dan berhubungan dengan
roh-roh. Seseorang yang rohnya tidak kembali akan mengalami sakit

9

atau kerasukan roh jahat dan bila tetap demikian akan mati.
Pertolongan diperoleh melalui para dukun yang akan mengusir roh
jahat dan memanggil roh orang itu kembali. Orang mati rohnya perlu
diantar langsung ke dunia orang mati agar tidak mengganggu yang
hidup, ini dilakukan melalui upacara-upacara penguburan dan tabutabu.
6. AGAMA ASLI BALI GUNUNG (PULAU BALI)
Bali memiliki agama asli disebut Bali Kuna ( Bali Aga) yang dipercaya
penduduk pegunungan di Bali sekitar gunung-gunung Agung, Seraya
(Karangasem), Batur (Bangli), batukau (Tabanan), yang mempercayai
adanya 'bapak langit' (Sang Hyang Aji Akasa) dan 'bumi' yang
diperintah oleh Ibu Pertiwi.
Segala sesuatu dalam alam ini terjadi karena perpaduan keduanya dan
harus dijaga sesuai kesimbangan kosmis yang dualistis melalui
upacara-upacara.
Upacara tidak ditujukan kepada mereka melainkan kepada nenek
moyang yang dilakukan dalam pusat-pusat upacara atau banua. Pura
terbesar dan tertua adalah Pura Pucak Penulisan (di Sukawana) dengan
Pura Kauripan di dalamnya sebagai sumber rohani.
Upacara-upacara dilakukan demi keseimbangan kosmis dan berpusat
di pura yang dianggap sebagai tempat tinggal nenek-moyang mereka.
7. AGAMA ASLI DI LOMBOK
Pulau Lombok dihuni orang Sasak yang sekalipun masakini umumnya
menganut agama Islam yang disebut waktu lima, ada juga keturunan
agama sinkretik asli yang disebut wetu telu (tiga waktu). Penganut
yang masih mengikuti wetu telu masih bsa dijumpai di daerah -daerah
terisolir seperti di Lombok bagian Utara dan Selatan.
Agama Wetu Telu Lombok memiliki kemiripan dengan agama HinduBali maupun Kejawen (Jawa-Islam). Kesamaan utama adalah
10

kepercayaan nenek-moyang, dimana dianggap bahwa ada penerusan
hidup sesudah mati (mirip agama nenek moyang Tionghoa/China).
Selama hidup roh manusia dapat berkelana selagi tidur (dalam bentuk
mimpi), dan ketika meninggal roh itu meninggalkan tubuh berkelana
tanpa tempat tinggal. Untuk menghindari roh kelana ini mengganggu
manusia hidup, dilakukan upacara-upacara agar roh itu berkumpul
dengan nenek-moyang.
Roh nenek-moyang masih tetap berhubungan dengan manusia dan
mempengaruhi hidup manusia, karena itu roh itu diundang dalam
upacara dan dimintai berkatnya bagi yang hidup. Roh-roh nenekmoyang ini juga membantu masyarakat menghadapi gangguan supranatural maupun serangan luar.
Juga dipercayai kekuatan tidak berpribadi dalam alam yang menguasai
semua bagian alam dan harus dihayati dalam keseimbangan.
II. MASUKNYA AGAMA HINDU KE INDONESIA.
Pengertian “masuk Agama” adalah suatu pengertian yang tidak asing lagi
bagi orang indonesia. Gambaran yang terbayang dengan pengertian masuk
agama ialah: ada orang yang dulunya belum beragama sama sekali kemudian
menerima suatu agama, atau ada orang yang sudah memeluk agama tertentu
kemudian pindah ke agama lain. Dalam hal yang terakhir ini kata “masuk
agama” sama artinya dengan “pindah agama”. Kata latin “conversio” lebih
tepat untuk menampung arti kata”masuk agama” dan “berpindah agama” kata
inggris conversion dapat diberi arti yang sama seperti di atas. Pada dasarnya
kata “conversio” dan “conversion” memiliki arti yang lebih luas yaitu:
berbalik, bertobat, berubah, masuk kedalam Agama.4
Indonesia mulai berkembang pada zaman kerajaan Hindu-Buddha berkat
hubungan dagang dengan negara-negara tetangga maupun yang lebih jauh
seperti India, Tiongkok, dan wilayah Timur Tengah. Agama Hindu masuk ke
Indonesia diperkirakan pada awal tarikh Masehi, dibawa oleh para musafir dari
4 D. Hendropuspito, Sosiologi agama, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990), 78.

11

India antara lain: Maha Resi Agastya, yang di Jawa terkenal dengan sebutan
Batara Guru atau Dwipayana dan juga para musafir dari Tiongkok yakni
musafir Budha Pahyien. 5
Van Leur dan Wolters berpendapat bahwa hubungan dagang antara
Indonesia dan India lebih dahulu berkembang daripada hubungan antara
Indonesia dan Cina. 6

Adanya hubungan dagang pada awal abad tarikh Masehi, didasarkan
adanya sumber-sumber baik ekstern maupun intern. 7
a. Sumber Ekstern
1. Berita dari Cina
Berita dari Cina yang memuat keterlibatan bangsa Indonesia dalam
perdagangan internasional 8, antara lain sebagai berikut :
a. Catatan Dinasti Han, Dinasti Sung, Dinasti Yuan, dan Dinasti
Ming, menjelaskan bahwa sejak awal tahun masehi telah terjadi
hubungan dagang antara Cina dan Indonesia . Hubungan
dagang itu terbukti dari banyaknya barang-barang keramik
(porselen) Cina yang ditemukan di Indonesia.
b. Fa-Hien, seorang musafir yang singgah di To-lo-mo selama
lima bulan dalam perjalannya dari India ke Cina. Kemungkinan
yang dimaksud dengan Tolomo adalah Kerajaan Tarumanegara
yang muncul di Jawa Barat pada sekitar abad ke-5M.
c. I-Tsing, seorang peziarah dan rahib Buddha. Dalam catatannya,
ia menuliskan kesan tentang Kerajaan Sriwijaya sebagai salah
satu pusat agama Buddha di asia pada abad ke-7 M.
5 Wikipedia,
(https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Nusantara_pada_era_kerajaan_Hindu-Buddha, 2015),
diunggah tanggal 7 November, pukul 07.11 wib.
6 Waluyo dan lainnya, Diktat Ilmu Pengetahuan Sosial, (Jakarta: PT. Gramedia, 2008),
Kelas VII, 147.
7 Dwi Ari Listiyani, Sejarah Untuk Sma/Ma Kelas Xi Program IPS, (Jakarta : Pusat
Perbukuan, Departemen Pendidikan nasional, 2009), 2.
8 Ego Vinda A,
(http://www.academia.edu/9550309/Peranan_Indonesia_dalam_Perdagangan_InterAsia_dan_Internasional_Zaman_Kuno, 2015), diunggah tanggal 12 November, pukul 09.14 wib.

12

2.

Berita dari India
Berita tertua terdapat dalam kitab Ramayana yang menyebutkan
bahwa Dewi Sinta diculik oleh Rahwana, Hanoman mencarinya
sampai ke Javadwipa (Jawa). Sumber lain berasal dari Piagam
Nalanda yang menyebutkan bahwa Kerajaan Sriwijaya memegang
peran kunci untuk masuk ke wilayah nusantara.

3.

Berita dari Arab
Para saudagar dan ahli-ahli geografi bangsa Arab menulis tentang
Indonesia sejak abad ke-6 M. mereka sering menyebut kerajaan
bernama Zabag atau Sribusa. Kemungkinan yang dimaksud
dengan Zabag atau Sribusa inii adalah Kerajaan Sriwijaya. Zabag
atau Sribusa terkenal sebagai salah satu pusat perdagangan dan

negeri yang kaya akan emas.
4. Sumber dari Yunani 9
Keterangan lain tentang adanya hubungan dagang antara Indonesia
dengan India, dan Cina dapat diketahui dari Claudius Ptolomeus,
seorang ahli ilmu bumi Yunani. Dalam kitabnya yang berjudul
Geographike yang ditulis pada abad ke-2, Ptolomeus menyebutkan
nama Iabadio yang artinya pulau jelai. Mungkin kata itu ucapan
Yunani untuk menyebut Yawadwipa, yang artinya juga pulau jelai.
Dengan demikian, seperti yang disebutkan dalam kitab Ramayana
bahwa Yawadwipa yang dimaksud ialah Pulau Jawa.
b. Sumber Intern10
Adanya sumber-sumber dari luar, seperti dari India, Cina dan Yunani,
diperkuat adanya sumber-sumber yang ada di Indonesia sendiri.
Sumber-sumber sejarah di dalam negeri yang memperkuat adanya
hubungan dagang antara Indonesia dengan India dan Cina, antara lain
sebagai berikut.
9 Opcit, 3.
10 Ibid, 3-4.

13

1. Prasasti
Prasasti-prasasti tertua di Indonesia yang menunjukkan hubungan
Indonesia dengan India, misalnya Prasasti Mulawarman di
Kalimantan Timur yang berbentuk yupa. Demikian juga prasastiprasasti Purnawarman dari Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat.
Semua prasasti ditulis dalam bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa.
2. Kitab-Kitab Kuno
Kitab-kitab kuno yang ada di Indonesia biasanya ditulis pada daun
lontar yang ditulis dengan menggunakan bahasa dan tulisan Jawa
Kuno yang juga mwerupakan pengaruh dari bahasa Sanskerta dan
tulisan Pallawa. Kemampuan membaca dan menulis ini diperoleh
dari pengaruh Hindu dan Buddha.
3. Bangunan-Bangunan Kuno
Bangunan kuno yang bercorak Hindu ataupun Buddha terdiri atas
candi, stupa, relief, dan arca. Banyak peninggalan bangunanbangunan kuno yang bercorak Hindu atau Buddha di Indonesia.
Demikian juga benda-benda peninggalan dinasti-dinasti Cina. Hal
ini menunjukkan adanya hubungan antara Indonesia, India, dan
Cina.
III. TEORI-TEORI MASUKNYA AGAMA HINDU DI INDONESIA.
Pada dasarnya para ahli sejarah membuat dua kemungkinan tentang proses
masuk dan berkembangnya kebudayaan India ke Indonesia. 11
1. Bangsa Indonesia Bersikap Pasif.
Teori ini memberi pengertian bahwa bangsa Indonesia hanya sekadar
menerima kebudayaan India yang datang ke Indonesia. Pendapat yang
mendukung teori ini cenderung melihat bahwa telah terjadi kolonisasi,
baik secara langsung maupun tidak langsung dari bangsa India
terhadap bangsa Indonesia. Oleh karena itu, diduga kebudayaan India
yang berkembang di Indonesia mempunyai sifat dan bentuk seperti di
negeri asal.
2. Bangsa Indonesia Bersikap Aktif
11 Sh. Musthofa, dan lainnya, Sejarah Untuk SMA/MA Kelas Xi Program Bahasa,
(Jakarta : Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan nasional, 2009), 4.

14

Teori ini memberi pengertian bahwa bangsa Indonesia sendiri yang
berperan aktif mencari tahu dan mengembangkan kebudayaan India.
Hal itu dimungkinkan karena kemampuan bangsa Indonesia yang
dapat mengarungi samudera dengan perahu sederhana dapat mencapai
India. Bangsa Indonesia tertarik dengan keteraturan dan keunggulan
peradaban India sehingga berkeinginan menirunya. Salah satu caranya
adalah bangsa Indonesia mengundang para brahmana India ke
Indonesia untuk memperkenalkan kebudayaannya.
Selain kedua teori diatas, masih ada beberapa teori lainnya tentang
masuknya agama Hindu ke Indonesia. Para ahli sejarah mengungkap siapa
yang menyebarkan agama Hindu ke Indonesia. Antara sejarawan satu dan
yang lainnya berbeda pendapat mengenai siapa yang membawa agama Hindu.
Analisis dari para sejarawan disertai dengan alasan yang cukup
meyakinkan sehingga membuat kita dibuat bingung dengan pendapat para
tokoh. Beberapa pandangan itu tersebut diantaranya adalah : 12
1. Teori kolonisasi
Teori ini berusaha menjelaskan proses masuk dan berkembangnya
agama

dan

kebudayaan

Hindu-Buddha

di

Indonesia

dengan

menekankan pada peran aktif dari orang-orang India dalam
menyebarkan pengaruhnya di Indonesia. Berdasarkan teori ini, orang
Indonesia sendiri sangat pasif, artinya mereka hanya menjadi objek
penerima pengaruh kebudayaan India tersebut. Teori kolonisasi ini
terbagi dalam beberapa hipotesis, yaitu sebagai berikut.
a. Teori Waisya.
Menurut NJ. Krom, proses terjadinya hubungan antara India dan
Indonesia karena adanya hubungan perdagangan, sehingga orangorang India yang datang ke Indonesia sebagian besar adalah para
pedagang.
12 Tarunasena M, Memahami Sejarah Sma Dan Ma Untuk Kelas Xi Semester 1 Dan 2
Program Ilmu Pengetahuan Sosial, (Jakarta : Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan nasional,
2009), 3-6.

15

Perdagangan yang terjadi pada saat itu menggunakan jalur laut dan
teknologi perkapalan yang masih banyak tergantung pada angin
musim.
Hal ini mengakibatkan dalam proses tersebut, para pedagang India
harus menetap dalam kurun waktu tertentu sampai datangnya angin
musim yang memungkinkan mereka untuk melanjutkan perjalanan.
Selama mereka menetap, memungkinkan terjadinya perkawinan
dengan perempuan-perempuan pribumi. Mulai dari sini pengaruh
kebudayaan India menyebar dan menyerap dalam kehidupan
masyarakat Indonesia.
Pendapat Krom tersebut didasarkan penelaahan dia pada proses
Islamisasi di Indonesia yang dilakukan oleh para pedagang
Gujarat. Bukan hal yang mustahil, proses masuknya budaya HinduBuddha di Indonesia dilakukan dengan cara yang sama.
Namun, teori ini memiliki kelemahan, yaitu para pedagang yang
termasuk dalam kasta Waisya tidak menguasai bahasa Sanskerta
dan huruf Pallawa yang umumnya hanya dikuasai oleh kasta
Brahmana. Namun bila menilik peninggalan prasasti yang
dikeluarkan oleh negara-negara kerajaan Hindu-Buddha di
Indonesia, sebagian besar menggunakan bahasa Sanskerta dan
berhuruf Pallawa. Dengan demikian, timbul pertanyaan:
Mungkinkah para pedagang India mampu membawa pengaruh
kebudayaan yang sangat tinggi ke Indonesia, sedangkan di
daerahnya sendiri kebudayaan tersebut hanya milik kaum
Brahmana? Selain itu, terdapat kelemahan lain dalam hipotesis ini
yaitu dengan melihat peta persebaran kerajaan-kerajaan HinduBuddha di Indonesia yang lebih banyak berada di pedalaman.
Namun apabila pengaruh tersebut dibawa oleh para pedagang
India, tentunya pusat kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha akan lebih
banyak berada di daerah pesisir pantai.
b. Teori Ksatria
Ada tiga ahli yang mengemukakan pendapatnya mengenai proses

16

penyebaran agama dan kebudayaan Hindu-Buddha dilakukan oleh
golongan ksatria, yaitu sebagai berikut :
1. C.C Berg.
C.C. Berg mengemukakan bahwa golongan yang turut
menyebarkan kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia
adalah para petualang yang sebagian besar berasal dari
golongan Ksatria. Para Ksatria ini ada yang terlibat konflik
dalam masalah perebutan kekuasaan di Indonesia. Bantuan
yang diberikan oleh para Ksatria ini sedikit banyak
membantu kemenangan bagi salah satu kelompok atau suku
yang bertikai.
Sebagai hadiah atas kemenangan itu, ada di antara mereka
yang dinikahkan dengan salah seorang putri dari kepala
suku yang dibantunya. Dari perkawinannya ini
memudahkan bagi para Kesatrian untuk menyebarkan
tradisi Hindu-Buddha kepada keluarga yang dinikahinya
tadi. Berkembanglah tradisi Hindu-Buddha dalam
masyarakat Indonesia.
2. Mookerji.
Dia mengatakan bahwa golongan Ksatria (tentara) dari
India yang membawa pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha
ke Indonesia. Para Ksatria ini kemudian membangun
koloni-koloni yang akhirnya berkembang menjadi sebuah
kerajaan. Para koloni ini kemudian mengadakan hubungan
perdagangan dengan kerajaan-kerajaan di India dan
mendatangkan para seniman yang berasal dari India untuk
membangun candi-candi di Indonesia.
3. J.L Moens.
Dia mencoba menghubungkan proses terbentuknya
kerajaan-kerajaan di Indonesia pada awal abad ke-5 dengan
situasi yang terjadi di India pada abad yang sama. Perlu
diketahui bahwa sekitar abad ke-5, banyak kerajaan-

17

kerajaan di India Selatan yang mengalami kehancuran. Ada
di antara para keluarga kerajaan tersebut, yaitu para
Ksatrianya yang melarikan diri ke Indonesia. Mereka ini
selanjutnya mendirikan kerajaan di kepulauan Nusantara.
Kekuatan hipotesis Ksatria terletak pada kenyataan bahwa
semangat berpetualang pada saat itu umumnya dimiliki
oleh para Ksatria (keluarga kerajaan).
Sementara itu, kelemahan hipotesis yang dikemukakan oleh
Berg, Moens, dan Mookerji yang menekankan pada peran
para Ksatria India dalam proses masuknya kebudayaan
India ke Indonesia terletak pada hal-hal sebagai berikut,
yaitu:
a. Para Ksatria tidak menguasai bahasa Sanskerta dan
huruf Pallawa;
b. Apabila daerah Indonesia pernah menjadi daerah
taklukkan kerajaankerajaan India, tentunya ada bukti
prasasti (jaya prasasti) yang menggambarkan
penaklukkan tersebut. Akan tetapi, baik di India
maupun Indonesia tidak ditemukan prasasti semacam
itu. Adapun prasasti Tanjore yang menceritakan tentang
penaklukkan kerajaan Sriwijaya oleh salah satu
kerajaan Cola di India, tidak dapat dipakai sebagai bukti
yang memperkuat hipotesis ini. Hal ini disebabkan
penaklukkan tersebut terjadi pada abad ke-11 sedangkan
bukti-bukti yang diperlukan harus menunjukkan pada
kurun waktu yang lebih awal.
c. Hipotesis Brahmana.
Hipotesis ini menyatakan bahwa tradisi India yang menyebar ke
Indonesia dibawa oleh golongan Brahmana. Pendapat ini
dikemukan oleh JC.Van Leur. Berdasarkan pada pengamatannya
terhadap sisa-sisa peninggalan kerajaankerajaan yang bercorak
Hindu-Buddha di Indonesia, terutama pada prasastiprasasti yang
menggunakan bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa, maka sangat

18

jelas itu adalah pengaruh Brahmana. Oleh karena itu, dia
berpendapat bahwa kaum Brahmanalah yang menguasai bahasa
dan huruf itu, sehingga pantas jika mereka yang memegang
peranan penting dalam proses penyebaran agama dan kebudayaan
Hindu-Buddha di Indonesia.
Akan tetapi, bagaimana mungkin para Brahmana bisa sampai ke
Indonesia yang terpisahkan dengan India oleh lautan. Dalam tradisi
agama Hindu terdapat pantangan bagi kaum Brahmana untuk
menyeberangi lautan, sehingga hal ini menjadi kelemahan hipotesis
ini.
2. Teori Arus Balik
Pendapat yang dikemukakan tersebut di atas mendapat kritikan dari
F.D.K Bosch. Adapun kritikan yang dikemukakannya adalah sebagai
berikut.
a. Berdasarkan pada peninggalan-peninggalan yang ada, ternyata
teori kolonisasi tidak mempunyai bukti yang kuat. Untuk hipotesa
Waisya, tidak terbukti bahwa kerajaan awal di Indonesia yang
bercorak Hindu-Buddha ditemukan di pesisir pantai, melainkan
terletak di pedalaman. Kritikan untuk hipotesa Ksatria, ternyata
tidak ada jaya prasasti yang menyatakan daerah atau kerajaan yang
ada di Indonesia pernah ditaklukkan atau dikuasai oleh para
Ksatria dari India.
b. Bila ada perkawinan antara golongan Ksatria dengan putri pribumi
dari Indonesia, seharusnya ada keturunan dari mereka yang
ditemukan di Indonesia. Pada kenyataannya, hal itu tidak
ditemukan.
c. Dilihat dari hasil karya seni, terdapat perbedaan pembangunan
antara candi-candi yang dibangun di Indonesia dengan candi-candi
yang dibangun di India.
d. Kritikan yang lain adalah dilihat dari sudut bahasa. Bahasa
Sanskerta hanya dikuasai oleh para Brahmana, tetapi kenapa

19

bahasa yang digunakan oleh masyarakat pada waktu itu adalah
bahasa yang digunakan oleh kebanyakan orang India.
Selanjutnya, F.D.K Bosch punya pendapat lain. Teori yang
dikemukakan oleh Bosch ini dikenal dengan teori Arus Balik. Menurut
teori ini, yang pertama kali datang ke Indonesia adalah mereka yang
memiliki semangat untuk menyebarkan Hindu-Buddha, yaitu para
intelektual yang ikut menumpang kapal-kapal dagang. Setelah tiba di
Indonesia, mereka menyebarkan ajarannya. Karena pengaruhnya itu,
ada di antara tokoh masyarakat yang tertarik untuk mengikuti
ajarannya tersebut. Pada perkembangan selanjutnya banyak orang
Indonesia sendiri yang pergi ke India untuk berkunjung dan belajar
agama Hindu-Buddha di India. Sekembalinya di Indonesia, merekalah
yang mengajarkannya kepada masyarakat Indonesia yang lain.
Bukti-bukti dari pendapat di atas adalah adanya prasasti Nalanda yang
menyebutkan bahwa Balaputradewa (raja Sriwijaya) telah meminta
kepada raja di India untuk membangun wihara di Nalanda sebagai
tempat untuk menimba ilmu para tokoh dari Sriwijaya. Permintaan raja
Sriwijaya itu ternyata dikabulkan. Dengan demikian, setelah para
tokoh atau pelajar itu menuntut ilmu di sana, mereka balik ke
Indonesia. Merekalah yang selanjutnya menyebarkan pengaruh HinduBuddha di Indonesia.
3. Teori Sudra
Teori ini menyatakan bahwa masuk dan berkembangnya kebudayaan
serta agama Hindu ke Indonesia dibawa oleh orang-orang India yang
berkasta Sudra. Van Feber memperkuat teori Sudra yang didasarkan
pada 13:
a. Orang India berkasta Sudra (pekerja kasar) menginginkan
kehidupan yang lebih baik daripada mereka tinggal menetap di
13 Nasrudin Muh dan lainnya, Mari Belajar IPS VII (Jakarta : Pusat Perbukuan
Departemen Pendidikan Nasional, 2008) 57-59.

20

India sebagai pekerja kasar bahkan tak jarang mereka dijadikan
sebagai budak para majikan sehingga mereka pergi ke daerah
lain bahkan ada yang sampai ke Indonesia.
b. Orang berkasta sudra yang berada pada kasta terendah di India
tidak jarang dianggap sebagai orang buangan sehingga mereka
meninggalkan daerahnya pergi ke daerah lain bahkan keluar
dari India hingga ada yang sampai ke Indonesia agar mereka
mendapat kedudukan yang lebih baik dan lebih dihargai.
Namun, dalam teori sudra ini masih memiliki beberapa kelemahan,
diantaranya:
a. Golongan Sudra tidak menguasai seluk beluk ajaran agama Hindu
sebab mereka tidak menguasai bahasa Sansekerta yang digunakan
dalam Kitab Suci Weda (terdapat aturan dan ajaran agama Hindu).
Terlebih tidak sembarang orang dapat menyentuhnya, membaca
dan mengetahui isinya.
b. Tujuan utama golongan Sudra meninggalkan India adalah untuk
mendapat penghidupan dan kedudukan yang lebih baik
(memperbaiki keadaan/kondisi mereka). Sehingga jika mereka ke
tempat lain pasti hanya untuk mewujudkan tujuan utama mereka
bukan untuk menyebarkan agama Hindu.
c. Dalam sistem kasta posisi kaum sudra ada pada kasta terendah
sehingga tidak mungkin mereka mau menyebarkan agama Hindu
yang merupakan milik kaum brahmana, kasta diatasnya. Jika
mereka menyebarkan agama Hindu berarti akan lebih
mengagungkan posisi kasta brahmana, kasta yang telah
menempatkan mereka pada kasta terendah.
IV. PENGARUH AJARAN HINDU DI INDONESIA
Sistem Kepercayaan dalam agama Budha terutama dalam system
Mahayana menurut system wagniadatu menyebutkan dewa tertinggi adalah
Adibudha dan tidak dapat digambarkan karena tidak berbentuk. Sidharta

21

Gautama Pendiri agama Budha adalah Sidharta Gautama yaitu seorang anak
raja yang mendapat penerangan batin atau enliptenmen. Dia mengatakan
bahwa dunia yang kita lihat adalah maya dan manusia adalah tidak
berpengetahuan. Kehidupan manusia mengalami sansana atau hidup kembali
sebagai manusia atau binatang.
Hal ini berarti kebudayaan Hindu - Budha yang masuk ke Indonesia tidak
diterima seperti apa adanya, tetapi diolah, ditelaah dan disesuaikan dengan
budaya yang dimiliki penduduk Indonesia, sehingga budaya tersebut berpadu
dengan kebudayaan asli Indonesia menjadi bentuk akulturasi kebudayaan
Indonesia Hindu - Budha.
Wujud akulturasi tersebut adalah berikut ini:
a. Bahasa
Wujud akulturasi dalam bidang bahasa, dapat dilihat dari adanya
penggunaan bahasa Sansekerta yang dapat Anda temukan sampai
sekarang dimana bahasa Sansekerta memperkaya perbendaharaan
bahasa Indonesia.
Penggunaan bahasa Sansekerta pada awalnya banyak ditemukan pada
prasasti (batu bertulis) peninggalan kerajaan Hindu - Budha pada abad
5 - 7 M, contohnya prasasti Yupa dari Kutai, prasasti peninggalan
Kerajaan Tarumanegara.
Tetapi untuk perkembangan selanjutnya bahasa Sansekerta di gantikan
oleh bahasa Melayu Kuno seperti yang ditemukan pada prasasti
peninggalan kerajaan Sriwijaya 7 - 13 M. Untuk aksara, dapat
dibuktikan adanya penggunaan huruf Pallawa, kemudian berkembang
menjadi huruf Jawa Kuno (kawi) dan huruf (aksara) Bali dan Bugis.
Hal ini dapat dibuktikan melalui Prasasti Dinoyo (Malang) yang
menggunakan huruf Jawa Kuno.
b. Religi/Kepercayaan

22

Sistem kepercayaan yang berkembang di Indonesia sebelum agama
Hindu-Budha masuk ke Indonesia adalah kepercayaan yang
berdasarkan pada Animisme dan Dinamisme. Dengan masuknya
agama Hindu - Budha ke Indonesia, masyarakat Indonesia mulai
menganut/mempercayai agama-agama tersebut. Agama Hindu dan
Budha yang berkembang di Indonesia sudah mengalami perpaduan
dengan kepercayaan animisme dan dinamisme, atau dengan kata lain
mengalami Sinkritisme.
Sinkritisme adalah bagian dari proses akulturasi, yang berarti
perpaduan dua kepercayaan yang berbeda menjadi satu. Untuk itu
agama Hindu dan Budha yang berkembang di Indonesia, berbeda
dengan agama Hindu - Budha yang dianut oleh masyarakat India.
Perbedaaan-perbedaan tersebut dapat Anda lihat dalam upacara ritual
yang diadakan oleh umat Hindu atau Budha yang ada di Indonesia.
Contohnya, upacara Nyepi yang dilaksanakan oleh umat Hindu Bali,
upacara tersebut.
c. Organisasi Sosial Kemasyarakatan
Wujud akulturasi dalam bidang organisasi sosial kemasyarakatan dapat
Anda lihat dalam organisasi politik yaitu sistem pemerintahan yang
berkembang di Indonesia setelah masuknya pengaruh India.
Dengan adanya pengaruh kebudayaan India tersebut, maka sistem
pemerintahan yang berkembang di Indonesia adalah bentuk kerajaan
yang diperintah oleh seorang raja secara turun temurun.
Raja di Indonesia ada yang dipuja sebagai dewa atau dianggap
keturunan dewa yang keramat, sehingga rakyat sangat memuja Raja
tersebut, hal ini dapat dibuktikan dengan adanya raja-raja yang
memerintah di Singosari seperti Kertanegara diwujudkan sebagai
Bairawa dan R Wijaya Raja Majapahit diwujudkan sebagai Harhari
(dewa Syiwa dan Wisnu jadi satu).
Pemerintahan Raja di Indonesia ada yang bersifat mutlak dan turuntemurun seperti di India dan ada juga yang menerapkan prinsip
23

musyawarah. Prinsip musyawarah diterapkan terutama apabila raja
tidak mempunyai putra mahkota yaitu seperti yang terjadi di kerajaan
Majapahit, pada waktu pengangkatan Wikramawardana.Wujud
akulturasi di samping terlihat dalam sistem pemerintahan juga terlihat
dalam sistem kemasyarakatan, yaitu pembagian lapisan masyarakat
berdasarkan sistem kasta.
Sistem kasta menurut kepercayaan Hindu terdiri dari kasta Brahmana
(golongan Pendeta), kasta Ksatria (golongan Prajurit, Bangsawan),
kasta Waisya (golongan pedagang) dan kasta Sudra (golongan rakyat
jelata). Kasta-kasta tersebut juga berlaku atau dipercayai oleh umat
Hindu Indonesia tetapi tidak sama persis dengan kasta-kasta yang ada
di India karena kasta India benar-benar diterapkan dalam seluruh aspek
kehidupan, sedangkan di Indonesia tidak demikian, karena di
Indonesia kasta hanya diterapkan untuk upacara keagamaan.
d. Sistem Pengetahuan
Wujud akulturasi dalam bidang pengetahuan, salah satunya yaitu
perhitungan waktu berdasarkan kalender tahun saka, tahun dalam
kepercayaan Hindu.
Menurut perhitungan satu tahun Saka sama dengan 365 hari dan
perbedaan tahun saka dengan tahun masehi adalah 78 tahun sebagai
contoh misalnya tahun saka 654, maka tahun masehinya 654 + 78 =
732 M. Di samping adanya pengetahuan tentang kalender Saka, juga
ditemukan perhitungan tahun Saka dengan menggunakan
Candrasangkala.
Apakah Anda sebelumnya pernah mendengar istilah Candrasangkala?
Candrasangkala adalah susunan kalimat atau gambar yang dapat
dibaca sebagai angka. Candrasangkala banyak ditemukan dalam
prasasti yang ditemukan di pulau Jawa, dan menggunakan kalimat
bahasa Jawa salah satu contohnya yaitu kalimat Sirna ilang kertaning
bhumi apabila diartikan sirna = 0, ilang = 0, kertaning = 4 dan bhumi =
1, maka kalimat tersebut diartikan dan belakang sama dengan tahun
24

1400 saka atau sama dengan 1478 M yang merupakan tahun runtuhnya
Majapahit .
e. Peralatan hidup dan teknologi
Salah satu wujud akulturasi dari peralatan hidup dan teknologi terlihat
dalam seni bangunan Candi. Seni bangunan Candi tersebut memang
mengandung unsur budaya India tetapi keberadaan candi-candi di
Indonesia tidak sama dengan candi-candi yang ada di India, karena
candi di Indonesia hanya mengambil unsur teknologi perbuatannya
melalui dasar-dasar teoritis yang tercantum dalam kitab Silpasastra
yaitu sebuah kitab pegangan yang memuat berbagai petunjuk untuk
melaksanakan pembuatan arca dan bangunan.

Untuk itu dilihat dari bentuk dasar maupun fungsi candi tersebut
terdapat perbedaan. Bentuk dasar bangunan candi di Indonesia adalah
punden berundak-undak, yang merupakan salah satu peninggalan
kebudayaan Megalithikum yang berfungsi sebagai tempat pemujaan.
Sedangkan fungsi bangunan candi itu sendiri di Indonesia sesuai
dengan asal kata candi tersebut.
Perkataan candi berasal dari kata Candika yang merupakan salah satu
nama dewi Durga atau dewi maut, sehingga candi merupakan
bangunan untuk memuliakan orang yang telah wafat khususnya rajaraja dan orang-orang terkemuka.
Di samping itu, dalam bahasa kawi candi berasal dari kata Cinandi
artinya yang dikuburkan. Untuk itu yang dikuburkan didalam candi
bukanlah mayat atau abu jenazah melainkan berbagai macam benda
yang menyangkut lambang jasmaniah raja yang disimpan dalam
Pripih.
Dengan demikian fungsi candi Hindu di Indonesia adalah untuk
pemujaan terhadap roh nenek moyang atau dihubungkan dengan raja
yang sudah meninggal. Hal ini terlihat dari adanya lambang jasmaniah
raja sedangkan fungsi candi di India adalah untuk tempat pemujaan

25

terhadap dewa, contohnya seperti candi-candi yang terdapat di kota
Benares merupakan tempat pemujaan terhadap dewa Syiwa.
f. Kesenian
Wujud akulturasi dalam bidang kesenian terlihat dari seni rupa, seni
sastra dan seni pertunjukan . Dalam seni rupa contoh wujud
akulturasinya dapat dilihat dari relief dinding candi gambar timbul
pada candi tersebut banyak menggambarkan suatu kisah atau cerita
yang berhubungan dengan ajaran agama Hindu ataupun Budha. Relief
dari candi Borobudur yang menggambarkan Budha sedang digoda oleh
Mara yang menari-nari diiringi gendang.
Relief ini mengisahkan riwayat hidup Sang Budha seperti yang
terdapat dalam kitab Lalitawistara.
Demikian pula halnya dengan candi-candi Hindu. Relief-reliefnya
yang juga mengambil kisah yang terdapat dalam kepercayaan Hindu
seperti kisah Ramayana yang digambarkan melalui relief candi
Prambanan ataupun candi Panataran.
Untuk wujud akulturasi dalam seni sastra dapat dibuktikan dengan
adanya suatu ceritera/ kisah yang berkembang di Indonesia yang
bersumber dari kitab Ramayana yang ditulis oleh Walmiki dan kitab
Mahabarata yang ditulis oleh Wiyasa. Kedua kitab tersebut merupakan
kitab kepercayaan umat Hindu.
Tetapi setelah berkembang di Indonesia tidak sama proses seperti
aslinya dari India karena sudah disadur kembali oleh pujanggapujangga Indonesia, ke dalam bahasa Jawa kuno. Dan, tokoh-tokoh
cerita dalam kisah tersebut ditambah dengan hadirnya tokoh
punokawan seperti Semar, Bagong, Petruk dan Gareng. Bahkan dalam
kisah Bharatayuda yang disadur dari kitab Mahabarata tidak
menceritakan perang antar Pendawa dan Kurawa, melainkan
menceritakan kemenangan Jayabaya dari Kediri melawan Jenggala.
Di samping itu juga, kisah Ramayana maupun Mahabarata diambil
sebagai suatu cerita dalam seni pertunjukan di Indonesia yaitu salah

26

satunya pertunjukan Wayang. Seni pertunjukan wayang merupakan
salah satu kebudayaan asli Indonesia sejak zaman prasejarah dan
pertunjukan wayang tersebut sangat digemari terutama oleh
masyarakat Jawa.
Wujud akulturasi dalam pertunjukan wayang tersebut terlihat dari
pengambilan lakon ceritera dari kisah Ramayana maupun Mahabarata
yang berasal dari budaya India, tetapi tidak sama persis dengan aslinya
karena sudah mengalami perubahan.
Perubahan tersebut antara lain terletak dari karakter atau perilaku
tokoh-tokoh ceritera misalnya dalam kisah Mahabarata keberadaan
tokoh Durna, dalam cerita aslinya Dorna adalah seorang maha guru
bagi Pendawa dan Kurawa dan berperilaku baik, tetapi dalam lakon di
Indonesia, Dorna adalah tokoh yang berperangai buruk suka
menghasut.

27

BAB III
KESIMPULAN
Agama Hindu dan Buddha merupakan Agama yang berasal dari negara
India, yang pada perjalanannya menjadi salah satu agama-agama terbesar
pengikutnya. Agama Hindu berkembang hingga ke luar India termasuk Indonesia,
dan Agama Hindu merupakan agama “impor” yang pertama kali masuk ke
Indonesia.
Setelah Agama Hindu masuk ke Indonesia, mulailah berdiri beberapa
kerajaan Hindu. Tetapi seiring berjalannya waktu, perkembangan Agama Hindu
mengalami penurunan dan kemerosotan, terutama setelah Agama Islam mulai
masuk dan memiliki “kekuatan” di tanah pertiwi ini.
Sekalipun pada saat ini Agama Hindu merupakan salah satu Agama
minoritas di negri ini, namun tidak dapat kita pungkiri bahwa Agama Hindu
pernah mengalami masa keemassan di negeri ini, dan itu semua dapat dilihat dari
beberapa prasasti, sumber-sumber sejarah, dan peninggalan-peninggalan sejarah
lainnya yang ada, dan sedikit banyak, Agama Hindu telah memberi pengaruh
didalam bangsa Ini.

28

DAFTAR PUSTAKA
Hadiwijono, Harun. Agama Hindu dan Budha. Jakarta. BPK Gunung Mulia. 2003.
Hendropuspito, D. Sosiologi agama. Jakarta. BPK Gunung Mulia. 1990.
Listiyani, Dwi Ari. Sejarah Untuk Sma/Ma Kelas Xi Program IPS. Jakarta. Pusat
Perbukuan. Departemen Pendidikan nasional. 2009.
M, Tarunasena. Memahami Sejarah Sma Dan Ma Untuk Kelas Xi Semester 1 Dan
2 Program Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta. Pusat Perbukuan,
Departemen Pendidikan nasional. 2009.
Muh., Nasrudin, dan lainnya. Mari Belajar IPS VII. Jakarta. Pusat Perbukuan
Departemen Pendidikan Nasional. 2008.
Musthofa, Sh., dan lainnya. Sejarah Untuk Sma/Ma Kelas Xi Program Bahasa.
Jakarta. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan nasional. 2009.
Waluyo dan lainnya. Diktat Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta. PT. Gramedia.
2008. Kelas VII.

DARI INTERNET
Wikipedia. https://id.wikipedia.org/wiki/Agama_Hindu_di_Nusantara. 2015.
P, B. http://www.sarapanpagi.org/perbandingan-agama-vt2431.html, 2008.

29

Wikipedia.
https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Nusantara_pada_era_kerajaan_HinduBuddha. 2015.
Ego Vinda A.
http://www.academia.edu/9550309/Peranan_Indonesia_dalam_Perdagangan_Inter
-Asia_dan_Internasional_Zaman_Kuno. 2015.

30