LIMITASI PENGAMATAN RADAR CUACA pdf

LIMITASI
PENGAMATAN
RADAR CUACA

Tim Penyusun

Firmansyah Lintang
P.

Firmansyah Lintang
Prakoso
11.13.0091
05

Lavia Farareta A.

Lavia Farareta Aiqiu
11.13.0071
11

Muhammad

Alfiansyah P.

Muhammad
Alfiansyah Pradana
11.13.0076
18

Outline

1
Pendahuluan

2
Sea Clutter

3
Anomalous
Propagation

4

Building
Mindset as
Meteorologist

1

PENDAHULUAN
Limitasi Pengamatan Radar Cuaca

 Data radar tidak hanya berupa data hujan namun juga
menunjukkan fenomena dan kondisi yang ada di
wilayah pengamatan radar yang dapat menimbulkan
kesalahan intepretasi dan kesalahan akumulasi rain rate.
 Konsep dari radar itu sendiri yaitu melepaskan
gelombang elektromagnetik ke atmosfer untuk
mengamati potensi awan hujan di wilayah pengamatan
radar dimana output dari pengamatan radar akan
memberikan informasi tentang arah dan posisi dari awan
hujan, intensitas, jenis hujan, jenis objek, dan
pergerakannya.

 Pengamat biasanya mengharapkan output dari
produk/data radar merupakan data hujan namun
ternyata dalam produk tersebut juga menampilkan noise
di daerah radar, intensitas eco, secnd threat eco, dll.

 Hal ini merupakan hal yang biasa/umum terjadi pada
radar termasuk pada radar cuaca di BMKG.

 Karakteristik clutter/noise yang ada pada data radar
khususnya pada produk data dBz (data intensitas), polapola khusus yang ada di radar biasanya pada saat
menggunakan data reflektifitas fokus yang dilihat hanya
pada nilai data intensitas hujan yang ada di daerah
pengamatan radar.
 Semakin tinggi nilai intensitas menyatakan bahwa
semakin tinggi nilai intensitas hujan di daerah
pengamatan radar.
 Akan tetapi pola-pola khusus dari eco reflektifitas juga
memberikan potensi cuaca lain selain hujan lebat, seperti
potensi hujan lebat disertai angin kencang bahkan
potensi adanya potensi rotasi.


 Berdasarkan penelitian dari Zawadzki tahun 1984 mengenai
faktor-faktor yang memengaruhi akurasi radar dalam
mengamati potensi hujan adalah sebagai berikut :
 Ketinggian dinding radar yaitu dengan memerhatikan jarak
data banding dengan posisi pusat radar karena semakin
jauh dengan radar maka akan mengalami perbedaan
ketinggian sehingga data nantinya akan berubah
ketinggiannya berdasarkan jarak. Pada konsisi seperti ini
pemilihan produk yang tepat akan berpengaruh terhadap
seberapa akurat radar dalam menghitung intensitas hujan
yang jatuh disuatu wilayah.

 Radar kalibrasi, radar BMKG biasanya dilakukan kalibrasi
secara berkala yaitu dua kali dalam setahun kemudian
dilakukan verifikasi oleh forecaster.
 Atenuasi dari radom, kebersihan radom sangat berpengaruh
pada atenuasi radar. Tingkat atenuai radar pada C-band
lebih besar dari X-band khususnya ketika terjadi hujan lebat
di daerah radom.


 Backscatterring, yang ditampilkan oleh noise berupa bercak
dengan pola yang tidak dinamis seperti pola velocity ketika
akan terjadi hujan.
 Ground clutter yang ditunjukkan dengan topologi wilayah
yang tidak rata.

RELASI Z-R (REFLEKTIVITAS-RAIN
RATE).
 Atenuasi pretisipasi.
Ketika terjadi hujan di pusat radar, maka energi
elektromagnetik yang dipancarkan radar akan mengalami
redaman. Sehingga besar power yang dipancarkan radar
akan berbeda dengan pada saat dipancarkan dari pusat
radar akibat redaman yang dialami oleh gelombang
elektromagnetik pada hujan. Semakin tinggi hujan di pusat
radar maka atenuasi ini juga akan semakin besar. Untuk
mengatasi atenuasi ini (khususnya di C-band) bisa dilakukan
koreksi dengan menerapkan prepocessing untuk Z (rain
atenuation). Di setiap radar telah terdapat aplikasi untuk

melaukan koreksi ini.

 Range
Merupakan problem di radar C-band, gerakan tingkat
gangguannya tergantunga seberapa besar interferensi di
masing-masing wilayah.
 Breakband eco
Harus diperhatikan terutama saat hujan lebat karena biasanya
tampil/terlihat pada sistem hujan stratiform. Akan tetapi di
Indonesia breakband eco sering terlihat pada masa peluruhan
awan-awan konvektif sehingga potensi terbesar akibat
kesalahan intepretasi breakband eco adalah over estimate.
Diperbarui oleh penelitian Iwan Horman dengan penelitian
yang sama untuk mengamati kualitas radar dan data jaringan
radar di wilayah Uni Eropa tahun 2006 pembahasannya sama
dengan penelitian Zawadzki.

 Jadi untuk limitasi radar biasanya dipengaruhi oleh sistem
internal radar system, lingkungan operasional, dan kondisi
dinamika atmosfer pada saat penelitian/ pengamatan data

radar. Kondisi yang terkait dengan sistem radar biasanya
faktor kalibrasi, transmitter problem (tidak hanya terjadi
karena masalah transmitter radar tapi kondisi ruang radar
juga akan berpegaruh
terhadap kualitas data yang dihasilkan radar. Jika suhu
ruangan tinggi maka biasanya output data radar tidak
menggambarkan kondisi cuaca pada umumnya). Eco
interferensi bisa ditekan/dikurangi dengan sistem filtering
yang tergantung pada sistem signal processing pada tiap
radar.

 Pengamatan radar cuaca pada dasarnya diharapakan mampu
mengamati fenomena hujan dan potensi cuaca yang
menyertainya. Namun Pada prakteknya tidak semua echo
yang ditangkap oleh radar cuaca merupakan echo fenomena
meteorologi yang diharapkan, karena terdapat echo yang
berasal dari objek non meteorologi atau yang umum di kenal
sebagai ground cluter dan fenomena lainnya. Menurut Idzar
Zawadski dan I. Holleman ada banyak faktor yang
menyebabkan menurunnya kualitas data yang dihasilkan

Radar cuaca yangdipengaruhi oleh banyak faktor baik internal
Radar System, Faktor kesalahan Kalibrasi, maupun karena
faktor lingkungan pengamatan radar cuaca.

 Faktor tersebut diatas dapat menyebabkan efektifitas
pengamatan radar semakin rendah, kesalahan interpretasi
bahkan dapat mengakibatkan tidak teramatinya satu wiayah
tertentu akibat halangan yang dihasilkan oleh lingkungan
operasioal radar. Beberapa obyek non meteorologi yang
dikenali pada operasional radar cuaca adalah sebagai berikut :

GROUND CLUTER

 Ground Cluter Merupakan echo dari Obyek tetap yang dapat berupa
gedung, pohon ataupun pergerakan dari burung dan serangga.
Umumnya nilai reflektifitas tetap dan tidak memiliki nilai velocity.
Penampakan Echo ground clutter sangat sering terlihat khususnya di
wilayah Indonesia dengan topografi yang berbukit, selain
menyebabkan kesalahan interpretasi, dalam kondisi tertentu objek
tetap berupa gunung, gedung atau objek solid dalam area

pengamatan radar cuaca dapat menyebabkan terhalangnya rambatan
gelombang radar dalam mengamati kondisi cuaca yang ada.

Beam Blockage pada pengamatan radar akibat objek
tetap/gunung

Contoh Blank area pengamatan radar akibat
Gunung

2

SEA CLUTTER
Limitasi Pengamatan Radar Cuaca

SEA CLUTTER
 Clutter adalah istilah yang digunakan pada gema yang tidak diinginkan
pada sistem elektronik, khususnya pada radar. Gema tersebut antara
lain berasal dari tanah, laut, dan serangga/binatang yang bias
berdampak signifikan pada performa radar dalam mengamati.
 Radar bekerja dengan memancarkan gelombang elektromagnetik pada

objek di sekitar wilayah pengamatannya dan menangkap energy yang
dipancarkan oleh objek disekitarnya kemudian memproses energy
tersebut.
 Backscatter yang diterima oleh radar itulah yang di maksud dengan
sinyal radar. Tiap radar memiliki clutter yang berbeda, tergantung pada
fungsinya. Bisa saja clutter suatau radar merupakan objek pengamatan
dari radar lain.

 Contohnya pada radar pesawat, cuaca merupakan clutter namun pada
radar cuaca fenomena cuaca seperti awan merupakan objek yang
diamati.
 Sea Clutter merupakan clutter berupa backscatter yang berasal dari laut.
Sea clutter memiliki karakteristik yang mirip dengan objek pengamatan
radar sehingga kadang sulit membedakan antara clutter dan objek yang
diamati.
 Akibatnya untuk menghindari overload sinyal processor maka proses
deteksi pada radar akan menerima false alarm konstan (CFAR) yang
berasal dari sea clutter.

KARAKTERISTIK SEA CLUTTER

1. Refleksivitas Sea Clutter
 Terbentuknya back scatter dari laut merupakan hasil interaksi
antara gelombang elektromagnetik dengan permukaan laut.
Umumnya kekuatan refleksifitas clutter radar ditunjukan oleh σ°
dengan satuan m2/m2.
 Kekuatan yang diterima dari resolusi suatu radar bervariasi,
variasi tersebut di karakteristikkan oleh probability density
function (PDF) echo return.
 Variasi tersebut bergantung pada:
-Backscatter dari wilayah sekitar yang bervariasi besar dengan ratarata refleksivitas seperti bentuk permukaan local, Grazing angle,
Ripple density.
-Scattering disekitar radar yang berasal dari banyak struktur kecil
yang bergerak secara relative terhadap satu sama lain dan
menyebabkan interferensi pada sinyal scattering.

KARAKTERISTIK SEA CLUTTER
2. Statistik Amplitude

 Amplitudo clutter yang teramati di radar biasanya lebih besar
dibandingkan rata-rata distribusi rayleight.
 Waktu dan tempat akan mempengarusi deviasi resolusi tinggi
dari amplitude Clutter. Korelasi waktu terpanjang meningkat
dari mili second menjadi second.
 Pada sea clutter, correlation property tidak jelas pada power
spectrum rata-rata (atau juga pada fungsi auto korelasi
kompleks) sehingga menganggu performa radar dan optimalisasi
pemrosesan sinyal.

DISPLAY SEA CLUTTER PADA RADAR
DOPPLER

Sumber: http://www.hko.gov.hk/wxinfo/radars/radar_gallery/artifacts_e.htm

 Sea Clutter umumnya dapat bergerak karena mendapatkan Doppler
speed oleh angin . Sehingga pada display radar akan tampak
bahwa sea clutter akan berpindah. Namun begitu akan sulit
memfilter clutter tanpa menghilangkan sebagian objek pengamatan.

RANGE FOLDING
 Range Folding terjadi pada saat echo radar berasal dari
luar range maksimum unambiguous yang kemudian
ditampilkan secara tidak benar dalam range radar.
 Range maksimum unambiguous di tentukan oleh PRF
(Pulse Repetition Frequency).
 Objek ini umumnya tampak pada penggunaan single prf
dengan nilai PRF maksimal, sehingga range pengamatan
radar terbatas. Echo yang berada diluar batas maksimal
radar processing akan ditampilkan dalam coverage area
radar.

RANGE FOLDING
 Range Folding terjadi pada saat echo radar berasal dari
luar range maksimum unambiguous yang kemudian
ditampilkan secara tidak benar dalam range radar.
 Range maksimum unambiguous di tentukan oleh PRF
(Pulse Repetition Frequency).
 Objek ini umumnya tampak pada penggunaan single prf
dengan nilai PRF maksimal, sehingga range pengamatan
radar terbatas. Echo yang berada diluar batas maksimal
radar processing akan ditampilkan dalam coverage area
radar.

 Waktu antar pulse dirumuskan dengan:
T=1/PRF
 Oleh karena itu, range maksimum
sinyal dapat keluar dan kembali
sebelum pulse berikutnya dipancarkan
adalah :
Rmax = c T/2

 Dimana c = Kecepatan radiasi
elektromagnetik, dengan mensubstitusi
waktu maksimum akan memberi range
unambiguous maksimum pada PRF:
 Objeknya dapat dikenali dengannilai
refleksifitas kecil dan pola echo yang
cenderung kerucut.

o Radar mengasumsikan bahwa tiap return echo merupakan
return echo dari pancaran sinar elektromagnetik yang terbaru
sehingga apabila radar melakukan scanning jarak jauh dan
menerima return echo dari objek jarak jauh tersebut setelah
memancarkan gelombang elektro magnetic lagi, maka radar
akan menginterprestasikan echo tersebut sebagai objek dari
pulse terakhir yang dipancarkan radar dan mengeplot objek
tersebut dengan jarak yang lebih dekat dibandingkan jarak
sesungguhnya. Keadaan tersebut lebih dikenal sebagai Second
trip echo.

o Sinyal yang ditunjukan radar berada pada jarak R sebenarnya
berada pada jarak R + Rmax.
o Apabila radar menampilkan echo yang berasal dari pulse sebelum
pulse sebelumnya maka keadaan tersebut dikenal dengan third
trip echo, dimana jarak objek sebenarnya berasal dari R + 2Rmax
o Umumnya objek range folding adalah refleksifitas namun dopler
velocity juga dapat menjadi objek dari range folding.

 Range Folded velocity biasanya ditunjukkan dengan warna ungu.
Namun karena high PRF dibutuhkan untuk mendapatkan data
velocity yang bagus, sehingga range unambiguous maksimum untuk
mengupulkan data lebih rendah daripada range unambiguous
maksimum untuk refleksifitas yang dikumpulkan dengan
menggunakan PRF yang lebih rendah
 Gambar tersebut menunjukkan range folded pada data velocity diluar
range maksimum unambiguous

Sumber:
http://wx.db.erau.edu/faculty/mullerb/Wx365/Range_folding/range_folding
.html

Sumber: http://www.hko.gov.hk/wxinfo/radars/radar_gallery/artifacts_e.htm

Cara Megeliminasi Second Trip Echo
1. Phase coding (Random Phase)
Phase coding (random phase) pada sinyal yang ditransmit radar
digunakan untuk memfilter overlay echo. Dengan phase coding ini dapat
membantu mengidentifikasi second trip echo dari echo pertama untuk
emndapatkan filter yang efektif dan display pada range yang sesuai.
2. Ubah PRF yang digunakan.
2. Menggunakan PRF yang berbeda tiap 2-3 pulse.

Bila letak echo tersebut berpindah atau saat diubah prfnya tidak
ditemukan echo tersebut maka kemungkinan besar echo tersebut adalah
second trip echo.

SUN STROBE/ SUN SPIKE
 Merupakan fenomena yang
terjadi tiap hari pada kebanyakan
operasional radar cuaca.
 Pada output data realtime
ataupun produk, objek sun strobe
berupa scattered atau pola gores
yang berbentuk paku dan bersifat
tidak tetap dengan intensitas
refleksi kecil. Polanya hamper
sama dengan pola interferensi
namun kemunculannya terbatas
pada pagi dan sore hari.
 Ada beberapa karakteristik Sun
strobe yang dapat dikenali agar
keberadaannya dapat segera
dideteksi yaitu:

Sumber:
https://www.weather.gov/lmk/sunsetspikes

-Sun strobe biasanya muncul keseluruhan lingkaran (radial)
-Nilai pada batas lingkaran tersebut umumnya meningkat secara konstan
seiring gerakannya menjauhi radar.

 Sun Spike umumnya dihasilkan oleh energy elektromagnetik yang
dipancarkan oleh sinar matahari .
 Sun Spike ini terjadi pada radar yang antenanya menghadap ke
matahari dan terkena pancaran energy tersebut, kemudian
ditampilkan lonjakan sebagai energy kembali pada display radar.
Sun spike biasanya terobservasi pada saat radar melakukan volume
scanning.

3

Anomalous Propagation
Limitasi Pengamatan Radar Cuaca

ANOMALOUS PROPAGATION

Penyimpangan beam radar, dari kondisi
normal yang disebabkan karena kondisi
atmosfer.
Terdapat 3 fenomena Anomalous
Propagation yaitu :
1. Super Refraction,
2.Sub Refraction
3.Ducting.

SUPER REFRACTION
Suatu kondisi dimana beam radar mengalami pembelokan ke bawah
(atau lebih rendah dari normal beam radar) oleh atmosfir. Kondisi
ini umumnya ditandai ketika :
 Suhu meningkat terhadap ketinggian
 Kelembapan menurun tajam terhadap ketinggian
 Radiasi atau inversi hangat, adveksi udara kering di atas
permukaan air dingin
 Badai pergerakan awan
 Akan menampilkan Ground Clutter yang lebih banyak pada
produk atau tampilan radar.

SUB REFRACTION
Suatu kondisi dimana beam radar mengalami pembelokan
ke atas (atau lebih tinggi dari normal beam radar) oleh
atmosfir. Kondisi ini umumnya terjadi pada saat :
◦Udara labil
◦Suhu menurun sangat drastis terhadap ketinggian

DUCTING
 Pada waktu tertentu pengguna radar dapat medeteksi sasaran
yang sangat jauh dan pada waktu lainnya radar tidak dapat
mendeteksi sasaran yang berada pada jarak yang seharusnya
bisa terdeteksi (visible range) sekalipun radar dalam keadaan
baik. Fenomena ini disebut “ducting” yang biasa terjadi dalam
keadaan pembiasaan super ekstrim.

 Kondisi ini umumnya terjadi pada saat :

◦ Pemantulan gelombang radar di dalam lapisan inversi
◦ Terjadi ketika inversi sangat kuat dan dangkal

INTERFERENCE
o Interferensi adalah penjumlahan superposisi dari dua
gelombang cahaya atau lebih yang menimbulkan pola
gelombang yang baru. Jika pada suatu tempat bertemu dua
buah gelombang, maka resultan gelombang di tempat tersebut
sama dengan jumlah dari kedua gelombang tersebut. Peristwa
ini di sebut sebagai prinsip superposisi linear (Wardoyo, 2014).
o Gelombang-gelombang yang terpadu akan mempengaruhi
medium. pengaruh yang ditimbulkan oleh gelombanggelombang yang terpadu tersebut disebut interferensi
gelombang (Wardoyo, 2014).

INTERFERENCE

 Interferensi adalah fenomena di mana dua gelombang
superpose untuk membentuk gelombang resultan amplitudo
yang lebih besar, lebih rendah, atau sama. Interferensi biasanya
mengacu pada interaksi ombak yang berkorelasi atau koheren
satu sama lain, baik karena berasal dari sumber yang sama atau
karena memiliki frekuensi yang sama atau hampir sama.
 Gangguan terjadi ketika dua radar berada pada jarak yang
relatif dekat dan beroperasi pada frekuensi yang sama.

INTERFERENCE
o Dengan menggunakan konsep fase, dapat kita katakan bahwa
interferensi konstruktif (saling menguatkan) terjadi bila kedua
gelombang yang berpadu memiliki fase yang sama. Amplitudo
gelombang paduan sama dengan dua kali amplitudo tiap
gelombang. Interferensi destruktif (saling meniadakan) terjadi
bila kedua gelombang yang berpadu berlawanan fase.
Amplitudo gelombang paduan sama dengan nol.
o Interferensi pada radar cuaca, terjadi pada saat dua system yang
memiliki frekuensi operasional yang sama (joe, 2005; Brandao
et al, 2005). Radar mendapatkan jarak suatu objek dengan
mengukur beda waktu antara transmit dan echo kembali,
berdasarkan prinsip kerja ini maka radar akan menampilkan
satu berkas echo yang bersifat tetap dari hasil pantulan signal
interferensi. Pada display radar akan tampak berkas tetap pada
posisi yang sama secara terus menerus.

INTERFERENCE

Radar Denpasar

Radar Tanggerang

Radar Medan

3

Building Mindset As Meteorologist
Limitasi Pengamatan Radar Cuaca

Detecting Weather Radar Clutter
Using Satellite-based Nowcasting
Products

T. Bøvith1,2, R. S. Gill1, S. Overgaard1, L. K. Hansen2, and A. A.
Nielsen2
1

Danish Meteorological Institute, Lyngbyvej 100, DK-2100
Copenhagen Ø, Denmark
2 Informatics and Mathematical Modelling, Technical University of
Denmark, DK-2800 Lyngby, Denmark

PENDAHULUAN






Clutter radar cuaca adalah contributor utama pada menurunnya
kualitas pengamatan data radar dan merupakan penghalang bagi
berbagai penggunakan data radar cuaca, baik untuk prediksi
pengamatan cuaca, pengambilan keputusan, khususnya untuk
pengamatan dan permodelan dengan menggunakan data radar.
Telah banyak penelitian mengenai beragam metode deteksi,
mitigasi dan metode menghilangkan Clutter yang memberikan
gambaran lebih baik mengenai metode pemrosesan sinyal tingkat
rendah (metode memrosesan data radar untuk menghasilkan
produk dasar) hingga metode pemrosesan data radar dalam pola
yang lebih tinggi (rumit) hingga metode penggabungan data (fusi
data) dan penggunaan teknologi radar terkini.
Awalnya, clutter radar dideteksi oleh filter Doppler velocity.
Filter tersebut cukep efektif dalam menghilangkan clutter yang
tidak bergerak seperti ground clutter namun pada sea clutter dan
cltter lain dari objek bergerak, filter tersebut kurang baik dalam
mendeteksi clutter pada radar single polarisasi.








Hal tersebut menjadi melatar belakangi penelitian
dengan menggunakan pendekatan fusi data.
Spesifiknya adalah suatu pendekatan dengan
menggunakan produk nowcasting dari data
multispectral Meteosat-8.
Penelitian sebelumnya, dengan menggunakan fusi data
radar cuaca dan citra satelit multispectral data dari
Meteosat generasi pertama telah menunjukkan hasil
yang cukup baik dalam mendeteksi dan
menghilangkan Sea clutter (Michelson dan Sunhede,
2004).
Umumnya meningkatnya resolusi spasial dan temporal
pada sensor Meteosat generasi kedua, ditambah
penambahan kanal spectral diharapkan dapat
meningkatkan akurasi estimasi presipitasi (Levizzani
dkk, 2001) dan secara potensial meningkatkan
kemampuan dalam mendeteksi clutter

DATA
Data Radar

o

o
o

o

Data volume radar diambil dari dari 3 radar cuaca dari
total 4 radar cuaca yang dimiliki oleh Institut
Meteorologi Denmark (DMI) yangterletak di Sindal,
Rømø, dan Stevns.
Ketiga radar tersebut masuk dalam kategori radar
doppler tipe C-band.
Tiap - tiap hasil radar tersebut diproses dengan
algoritma DMI yang kemudian diproyeksikan kedalam
mosaik umum untuk cakupan penuh dari ketiga radar.
Resolusi spasial mosaik radar adalah 1 km dan resolusi
temporal adlah 10 menit.

Produk Nowcasting SAF







Mengukur dan memetakan presipitasi dari angkasa (di orbit
geostasioner rendah) dapat dilakukan dengan menggunakan
penginderaan pasif visible dan inframerah (levizzani dkk.,
2001).
Pada penelitian ini, sebuah produk baru yang dikembangkan
oleh Fasilitas Aplikasi Satelit Nowliping EUMETSAT
'(Nowcasting SAF) digunakan.
Berbagai macam produk dikembangkan dalam SAF
Nowcasting, yang beberapa di antaranya kurang lebih sama
terkait dengan presipitasi: tutupan awan, jenis, dan tinggi
produk, dan beberapa produk curah hujan.
Dari yang terakhir, Produk Precipitating Clouds (PC) sangat
menarik dalam kaitannya dengan kontrol kualitas data radar
cuaca.







Produk Endipitating Clouds memberikan nilai probabilitas tiga
kelas presipitasi untuk setiap piksel di Meteosat-8: berat,
ringan sampai sedang dan tidak ada presipitasi.
Algoritma di balik produk PC menggunakan kombinasi linier
dari informasi spektral dari band-band Meteosat-8 bersamasama dengan suhu permukaan dari model prediksi cuaca
numerik (NWCSAF / PGE04, 2005).
Data PC memiliki Resolusi spasial 3 km di nadir (5 km di garis
lintang Skandinavia) dan resolusi temporal 15 menit

METODE

Kumpulan data digabungkan dengan penggabungan gambar
tingkat piksel (Pohl dan van Genderen, 1998) diikuti dengan
klasifikasi menggunakan metode scale –space ensemble
seperti yang dijelaskan oleh Bøvith et al (2006).

STUDI KASUS

Tiga kasus diproses dengan menggunakan metode yang
dijelaskan sebelumnya.
◦Kasus I adalah kasus clutter laut yang parah dan clutter
darat sedang tanpa presipitasi.
◦Kasus II adalah kasus clutter laut dengan presipitasi.
◦Kasus III adalah kasus tidak ada clutter selama perjalanan
presipitasi konvektif.
Radar paling utara terletak di Sindal, sebelah barat di
Rømø, dan sebelah timur di Stevns.

Clutter & No Precipitation 5 Mei 2006
20:10 UTC
 Pada bulan-bulan musim semi, musim panas dan musim gugur
di Denmark, kondisi anomali propagasi (AP) cukup sering
terjadi, sehingga menimbulkan clutter radar cuaca karena super
refraction dan ducting radar.
 Selama lebih dari satu minggu mulai sekitar tanggal 5 Mei
2006, cuaca di Denmark ditandai dengan udara yang jernih
dan tekanan tinggi dengan sedikit curah hujan. Clutter laut
parah terlihat di sebagian Laut Baltik dan clutter laut sedang
terlihat di Laut Utara. Pada semua radar, clutter di dekat
dataran tinggi terlihat, terutama di radar paling utara di Sindal.
Dari satelit Meteosat-8 IR 4 dan peta probabiliti Precipitating
Clouds, terlihat bahwa hanya sedikit presipitasi yang ada (di
tengah Laut Utara).

1

1)

2

3

4

Faktor Reflektifitas Radar (biru adalah reflektifitas rendah,
hijau dan kuning adalah medium, oranye dan merah adalah
reflektifitas tinggi).
2) Meteosat-8 IR 3.9 μm (warna cerah adalah suhu kecerahan
rendah (awan)).
3) Nowcasting SAF Precipitating Clouds (warna gelap adalah
probabilitas tinggi untuk memicu awan, terang atau putih
adalah probabilitas yang lebih rendah).
4) Hasil klasifikasi (merah adalah gema radar yang tergolong
clutter, dan hijau adalah presipitasi).

Clutter & Precipitation 25 September 2005
20:00 UTC

◦Kasus 2 menunjukkan bahwa produk Precipitating Clouds (PC)
berisi informasi yang akurat tentang awan yang menghasilkan
presipitasi dan yang tidak.
◦Contohnya, awan dekat area clutter laut tidak memberikan
probabiliti hujan yang besar dan clutter di lepas pantai Stevn
dapat diklasifikasikan dengan benar. Ini juga menunjukkan
bahwa produk PC memiliki kecenderungan untuk melebihlebihkan jumlah awan yang mengendap yang menyebabkan
kesalahan klasifikasi di area percampuran antara presipitasi
dengan clutter.

1

2

3

4

4)

1) Faktor Reflektifitas Radar (biru adalah reflektifitas rendah, hijau dan
kuning adalah medium, oranye dan merah adalah refleksi tinggi).
2) Meteosat-8 IR 3.9 μm (warna cerah adalah suhu kecerahan rendah
(awan)).
3) Nowcasting SAF Precipitating Clouds (warna gelap adalah probabilitas
tinggi untuk memicu awan, terang atau putih adalah probabilitas yang
lebih rendah).
4) Hasil klasifikasi (merah adalah gema radar yang tergolong clutter, dan
hijau adalah presipitasi)

Precipitation & No Clutter 19 Mei 2006
10:40 UTC

◦Kasus III menunjukkan peristiwa hujan konvektif yang bergerak
ke timur laut yang membentang di sebagian besar cakupan radar.
Tidak ada clutter yang teramati dalam kasus ini kecuali di area
pertengahan antara Sindal dan Rømø berupa clutter daratan.
◦Kasus ini termasuk untuk memeriksa metode pendeteksian pada
data bebas clutter yang relevan untuk evaluasi metode
sehubungan dengan penggunaan operasionalnya. Idealnya,
semua echoes radar dalam kasus ini seharusnya dapat
diklasifikasikan sebagai presipitasi.

1

1)

2

3

4

Faktor Reflektifitas Radar (biru adalah reflektifitas rendah, hijau
dan kuning adalah medium, oranye dan merah adalah refleksi
tinggi).
2) Meteosat-8 IR 3.9 μm (warna cerah adalah suhu kecerahan
rendah (awan)).
3) Nowcasting SAF Precipitating Clouds (warna gelap adalah
probabilitas tinggi untuk memicu awan, terang atau putih
adalah probabilitas yang lebih rendah).
4) Hasil klasifikasi (merah adalah gema radar yang tergolong
clutter, dan hijau adalah presipitasi).

HASIL DAN KESIMPULAN
 Hasil utama deteksi clutter radar dengan menggunakan
gabungan pixel-level suatu gambar dengan awan presipitasi,
yang merupakan produk nowcasting berdasarkan data satelit
Meteosat generasi 2.
 Dengan menggunakan algoritma yang telah dijelaskan tersebut
maka eror yang terjadi adalah berkiasar antara 0.00 - 1.37 %
(0.00 to 8.01 % total error). Eror tersebut bergantung pada
kerumitan dan kompleksitas tempat kejadian.
 Pada kasus deteksi clutter di darat dan di laut yang disebabkan
oleh anomaly propagasi. Hasil yang didapatkan memiliki
akurasi tinggi, khususnya pada kasus dimana tidak terjadi
presipitasi pada area pengamatan (vicinity) clutter.

HASIL DAN KESIMPULAN
 Kesalahan klasifikasi terjadi ketika terjadi presipitasi disekitar
clutter dan dalam kasus terjadi presipitasi dan tidak ada clutter.
 Data set satelit overestimate presipitasi yang menyebabkan
clutter kesalahan dalam pengklasifikasian Clutter sebagai
presipitasi.
 Sumber eror lainnya adalah perbedaan sifat dari data yang
berasal dari berbagai sumber. Metode ini umumnya mampu
mendeteksi clutter dengan akurasi tinggi dengan
mengorbankan kesalahan dalam pengklasifikasian presipitasi

Terima Kasih


Apakah ada pertanyaan??

REFERENSI
◦https://blog.nssl.noaa.gov/wdssii/2014/02/improved-sun-strobeidentification/ diakses tanggal 31 Desember 2017 jam 13.00
◦https://www.weather.gov/mkx/using-radar diakses tanggal 31
Desember 2017 jam 15.00
◦https://www.weather.gov/lmk/sunset-spikes 31 Desember 2017
jam 15.00
◦https://www.wmo.int/pages/prog/www/IMOP/publications/IO
M-88_TM-Radars/IOM-88_Module-C.pdf diakses 30 Desember
2017 jam 17.00
◦http://wx.db.erau.edu/faculty/mullerb/Wx365/Range_folding/ra
nge_folding.html diakses tanggal 30 Desember 2017 jam 17.00

◦http://www.hko.gov.hk/wxinfo/radars/radar_gallery/artifa
cts_e.htm diakses tanggal 31 Desember 2017 jam 15.00