ANALISIS EKONOMI UJI RANSUM BERBASIS PEL

ANALISIS EKONOMI UJI RANSUM BERBASIS PELEPAH DAUN SAWIT, LUMPUR SAWIT DAN JERAMI PADI FERMENTASI DENGAN

Phanerochaete chrysosporium PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE SKRIPSI OL LAMTIUR MANURUNG 030306015 IPT DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

ANALISIS EKONOMI UJI RANSUM BERBASIS PELEPAH DAUN SAWIT, LUMPUR SAWIT DAN JERAMI PADI FERMENTASI DENGAN

Phanerochaete chrysosporium PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE SKRIPSI

Oleh: LAMTIUR MANURUNG 030306015 IPT

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Meraih Gelar Sarjana Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

Judul Proposal : Analisis Ekonomi Uji ransum Berbasis Pelepah Daun Sawit, Jerami Padi dan Jerami Jagung Fermentasi dengan Phanerochaete chrysosporium Pada Sapi Peranakan Ongole

Nama

: Lamtiur Manurung

Nim

Departemen : Peternakan

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

(Ir.Armyn Hakim Daulay, MBA) (Ir.Iskandar Sembiring, MM)

(Dr. Ir. Zulfikar Siregar, MP) Ketua Departemen

Tanggal Lulus : Maret, 2008

ABSTRACT

Lamtiur Manurung., 2008 ” The Economy Analysis of Experiment Rations Based with palm oil rib, rice stubbles and corn stubbles was fermentated with Phanerochaete chrysosporium for Beef of Peranakan Ongole” under advices of Ir. Armyn Hakim Daulay, MBA as supervisor and Ir. Iskandar Sembiring, MM as co- supervisor.

This research was conducted in Kebun Laras PTPN IV, Serbalawan sub-

district, Simalungun district during three month from 27 th August until 20 November 2007.

th

The objectives of this research was to know the value economy of ration Based with palm oil rib, rice stubbles and corn stubbles was fermentated with Phanerochaete chrysosporium for Beef of Peranakan Ongole, that seem from the total of production cost, the total of production income, profit and loss, benefit cost ratio, break even point of price and break even point of production volume.

The experiment was using completely randomized design (CRD) by three treatments and six replications, where the treatment were P1 (rations based palm oil rib fermentation with Phanerochaete chrysosporium), P2 (rations based rice stubbles fermentation with Phanerochaete chrysosporium), P3 (rations based corn stubbles fermentation with Phanerochaete chrysosporium).

The result of this research showed that given rations based on palm oil rib,

fermentation with Phanerochaete chrysosporium in feed giving not significantly different to the total of production cost, the total of production income, profit and loss, benefit cost ratio, break even point of price and break even point of production volume. In conclusions, make used of rations based on palm oil rib, rice stubbles and corn stubbles was give economy value so recomeded the location of livestock farm on easy to get in garden location, rice stubbles location and corn stubbles location.

rice stubbles,

and

corn

stubbles

ABSTRAK

Lamtiur Manurung., 2008 ”Analisis Ekonomi Uji ransum Berbasis Pelepah Daun Sawit, Jerami Padi dan Jerami Jagung Fermentasi dengan Phanerochaete chrysosporium Pada Sapi Peranakan Ongole”, dibawah bimbingan Ir. Armyn Hakim Daulay, MBA sebagai ketua komisi pembimbing dan bapak Ir. Iskandar Sembiring, MM sebagai anggota.

Penelitian dilaksanakan di PTPN IV Kebun Laras, Kecamatan Serbalawan Kabupaten Simalungun selama 3 bulan dimulai dari 27 Agustus sampai 20 November 2007.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai ekonomi dari penggunaan pelepah daun sawit, jerami padi dan jerami jagung fermentasi Phanerochaete chrysosporium pada sapi Peranakan Ongole dilihat dari biaya produksi, hasil produksi, laba rugi, benefit cost ratio, BEP harga dan BEP volume produksi.

Metode yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) terdiri dari

3 perlakuan dan 6 ulangan, dimana setiap ulangan terdiri dari 6 ekor sapi.Perlakuan yang digunakan adalah P1 (ransum berbasis pelepah daun sawit fermentasi dengan Phanerochaete chrysosporium), P2 (ransum berbasis jerami padi fermentasi dengan Phanerochaete chrysosporium), P3 ( ransum berbasis jerami jagung fermentasi dengan Phanerochaete chrysosporium).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ransum berbasis pelepah daun sawit, jerami padi dan jerami jagung fermentasi dengan Phanerochaete chrysosporium memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap total biaya produksi, total hasil produksi, laba rugi, B/C ratio, BEP harga dan BEP volume produksi. Kesimpulan bahwa ransum berbasis pelepah daun sawit, jerami padi dan jerami jagung memberikan pengaruh nilai ekonomi yang sama, sehingga dapat dimanfaatkan didasarkan kemudahan memperolehnya di lokasi usaha.

RIWAYAT HIDUP

LAMTIUR MANURUNG , lahir pada tanggal 23 Juli 1984 di Adiankoting, Kec. Adiankoting Kab. Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Anak pertama dari empat bersaudara dari Ayahanda J. Manurung dan Ibunda

K. Hutabarat

Pengalaman hidup yang ditempuh penulis hingga saat ini : Riwayat pendidikan :

• Tahun 1992 memesuki SD Negeri 2 No. 173148 Adiankoting tamat tahun 1997

• Tahun 1997 memasuki SLTP Negeri 2 Adiankoting tamat tahun 2000 • Tahun 2000 memasuki SMU Negeri ! Adaiankoting tamat tahun 2003 • Tahun 2003 memasuki Perguruan Tinggi Negeri Universitas Sumatera Utara

Pengalaman selama kuliah • Tahun 2003 menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Departemen Peternakan

• Tahun 2003 menjadi anggota UKM KMK USU UP FP • Menjadi asisten Laboratorium Ilmu Makanan Ternak periode 2005/2006 • Pada tanggal 6 juni sampai 6 agustus 2006 mengikuti Praktek Verja Lapangan

(PKL) di P.T Lela Wangsa Sentana, Langkat • Pada bulan Agustus sampai bulan November 2007 melaksanakan penelitian di PTPN IV Kebun Laras, Kec. Serbalawan Kab. Simalungun

KATA PENGANTAR

Terpujilah Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan kasih-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Adapun judul dari skripsi ini adalah ”Analisis Ekonomi Uji Ransum

Berbasis Pelepah Daun Sawit, Jerami Padi dan Jerami Jagung Fermentasi

dengan Phanerochaete chrysosporium Pada Sapi Peranakan Ongole” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis mengucapakan terimakasih kepada bapak Ir. Armyn Hakim Daulay, MBA selaku ketua komisi pembimbing dan bapak Ir. Iskandar Sembiring, MM selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada bapak Dr. Ir. Zulfikar Siregar, M.P., selaku ketua Departemen Peternakan dan Ibu Ir. Tri Hesty Wahyuni, Msc, selaku sekretaris Departemen Peternakan.

Penulis menyadari bahwa skripsi masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan kedepan. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih atas saran yang diberikan, dan berharap skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Maret 2008

Penulis

DAFTAR GAMBAR

No Hal

1. Pertumbuhan sapi Peranakan Ongole.......................................................... 7

2. Titik keseimbangan BEP harga ................................................................ 37

3. Titik keseimbangan BEP volume produksi............................................... 38

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peternakan merupakan sektor penyumbang terbesar dalam penyediaan kebutuhan pangan khususnya kebutuhan protein hewani. Kebutuhan protein hewani semakin meningkat, seiring dengan pertambahan penduduk, meningkatnya pengetahuan, peningkatan pendapatan serta kesadaran akan pentingnya kebutuhan protein dalam kehidupan manusia, Ternak ruminansia berperanan besar dalam memproduksi protein hewani yang dibutuhkan manusia. Untuk memenuhi kebutuhan protein tersebut diperlukan jumlah ternak yang cukup besar. Namun faktor produksi ternak masih terkendala dengan ketersediaan bahan pakan hijauan dan biji-bijian untuk ternak, karena terbatasnya lahan untuk penanaman hijauan.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, harus diupayakan mencari pakan alternatif yang potensial, murah dan mudah diperoleh serta terus tersedia sepanjang tahun. Dalam hal ini limbah perkebunan kelapa sawit dan limbah pertanian merupakan pilihan utama, yang bisa dijadikan sebagai pakan alternatif, dimana sampai saat ini limbah tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal. Bila dilihat dari data statistik perkebunan SUMUT tahun 2006 luas areal tanaman sawit mencapai 1.044.230 Ha, produksi kelapa sawitnya (TBS) mencapai 2.935.244 ton,

dimana dalam satu hektar kebun kelapa sawit dapat menghasilkan 494.1 ton pelepah daun sawit, limbah PKS (Pabrik kelapa sawit) sebanyak 0.042 ton lumpur sawit, dan 567 kg BIS (Bungkil Inti Sawit). Hasil sampingan pabrik kelapa sawit masing-masing yaitu 0.2% Lumpur sawit dan Bungkil Inti Sawit 45% dari TBS (tandan buah sawit segar) yang diolah. Penggunaannya dalam pakan sapi dimana dalam satu hektar kebun kelapa sawit dapat menghasilkan 494.1 ton pelepah daun sawit, limbah PKS (Pabrik kelapa sawit) sebanyak 0.042 ton lumpur sawit, dan 567 kg BIS (Bungkil Inti Sawit). Hasil sampingan pabrik kelapa sawit masing-masing yaitu 0.2% Lumpur sawit dan Bungkil Inti Sawit 45% dari TBS (tandan buah sawit segar) yang diolah. Penggunaannya dalam pakan sapi

Bahan pakan yang berasal dari limbah perkebunan mempunyai kandungan serat kasar yang tinggi, khususnya lignin yaitu bahan yang tidak dapat dicerna, sehingga mengganggu pencernaan zat-zat lain dan tingkat kecernaan menurun. Oleh karena itu pakan difermentasikan dengan Phanerochaete chrysosporium untuk meningkatkan kecernaannya.

Phanerochaete chrysosporium adalah jamur lapuk putih dari kelas basidiomycetes yang dikenal kemampuannya dalam mendegradasi lignin, karena Phanerochaete chrysosporium menghasilkan enzim peroksidase ektraseluler yang berupa lignin peroksidase (LiP) dan mangan peroksidase (MnP) untuk mendegradasi lignin.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk mengetahui sejauh mana nilai ekonomi pemberian limbah perkebunan dan pertanian fermentasi Phanerochaete chrysosporium pada sapi Peranakan Ongole.

Analisa usaha ternak sangat diperlukan untuk mengetahui kelayakan suatu usaha peternakan. Untuk itu penulis mencoba melakukan analisa terhadap usaha penggemukan sapi yang menggunakan pakan pelepah daun sawit, jerami padi dan jerami jagung fermentasi Phanerochaete chrysosporium terhadap produksi sapi peranakan Ongole.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui nilai ekonomi dari penggunaan ransum berbasis

pelepah daun sawit, jerami padi dan jerami jagung fermentasi Phanerochaete chrysosporium pada sapi Peranakan Ongole.

Hipotesis Penelitian

Pemberian ransum berbasis pelepah daun sawit, jerami padi dan jerami jagung fermentasi Phanerochaete chrysosporium memberikan nilai ekonomi yang sama.

Kegunaan Penelitian

• Sebagai bahan informasi bagi peternak sapi serta masyarakat pada umumnya, mengenai penggunaan pelepah daun sawit, jerami padi dan

jerami jagung fermentasi Phanerochaete chrysosporium terhadap produksi sapi Peranakan Ongole ditinjau dari sudut ekonomi.

• Sebagai bahan penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk menempuh ujian sarjana di Departemen Peternakan pada Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

TINJAUAN PUSTAKA

Sapi Peranakan Ongole (PO)

Bangsa (breed) sapi adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, mereka dapat dibedakan dari ternak lainnya meskipun masih dalam spesies yang sama. Menurut Williamson and Payne (1993), bangsa sapi mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut: Phylum : Chordata, Subphylum : Vertebrata, Class : Mamalia, Ordo: Artiodactyla, Sub ordo : Ruminantia, Famili : Bovidae, Genus : Bos, Spesies : Bos Indicus

Murtidjo (1990) melaporkan bahwa ciri-ciri sapi Peranakan Ongole (PO) adalah: Persentase karkas 44%, warna bulu putih kehitam-hitaman dengan warna kulit kuning, tinggi sapi jantan dan betina mencapai + 135-150 Cm, bobot badan sapi jantan mencapai 600 Kg dan bobot badan sapi betina mencapai 450 Kg, termasuk tipe sapi pekerja, terdapat lipatan kulit dibawah leher dan perut, dan telinga panjang menggantung.

Potensi dan Produktivitas Ternak Sapi Ongole

Sapi potong sebagai penyumbang daging terbesar dari kelompok ruminansia didukung oleh populasi sekitar 12,1 juta ekor yang didominasi oleh tiga bangsa sapi utama yakni sapi Peranakan Ongole (67%), sapi Bali (26%) dan sapi Madura (7%) (Ditjenak, 1998).

Saat ini penyebaran sapi Peranakan Ongole telah meluas hampir keseluruh wilayah Indonesia, konsentrasi sapi Peranakan Ongole terbesar adalah di Jawa dan Sumatera, tetapi diberbagai daerah penyebarannya ada seperti di Saat ini penyebaran sapi Peranakan Ongole telah meluas hampir keseluruh wilayah Indonesia, konsentrasi sapi Peranakan Ongole terbesar adalah di Jawa dan Sumatera, tetapi diberbagai daerah penyebarannya ada seperti di

Ternak sapi khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber daya penghasil daging yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan penting artinya didalam kehidupan masyarakat. Sebab seekor ternak atau sekelompok ternak sapi bisa menghasilkan berbagai macam kebutuhan, terutama sebagai makanan berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya seperti pupuk kandang dan kulit yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan industri kulit (Sugeng, 2000).

Pertumbuhan dan Pertambahan Bobot Badan Sapi

Menurut Anggorodi (1990) pertumbuhan murni mencakup urat daging, tulang, otak, dan semua jaringan tubuh lainnya (kecuali jaringan lemak) dan alat- alat tubuh. Pada umumnya pertumbuhan pada ternak mamalia dapat dibagi dalam dua periode yakni prenatal dan postnatal, pertumbuhan prenatal berlangsung antara waktu ovum dibuahi sampai anak lahir, dan pertumbuhan postnatal adalah pertumbuhan setelah lahir.

Potensi pertumbuhan dalam periode ini dipengaruhi oleh faktor bangsa dan jenis kelamin. Pola pertumbuhan ternak tergantung pada sistem manejemen yang dipakai, tingkat nutrisi yang tersedia, kesehatan dan iklim. Laju pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh umur, lingkungan dan genetik dimana bobot badan awal fase penggemukan berhubungan dengan bobot badan dewasa (Tomaszeweska et al.,1993).

Anonimous (1982) melaporkan bahwa sapi Peranakan Ongole hasil perkawinan silang dari sapi Ongole Sumba dengan sapi Brahman sapi Peranakan Ongole sudah banyak menyebar di seluruh wilayah Indonesia. Sifat dari sapi Peranakan Ongole adalah mudah beradaptasi dengan lingkungan, tenaganya kuat,

0 daya tahan terhadap panas tinggi (17,9 0 C-40,4

C) dan pemeliharaannya tidak sulit serta dapat memanfaatkan bahan-bahan yang berserat kasar tinggi seperti jerami dan alang-alang, diperoleh sifat ekonomisnya sebagai berikut : Berat lahir

24 kg, berat sapih (umur 6-7 bulan) rata-rata 143 kg., berat pada umur 1-24 bulan rata-rata 260 kg dan pertambahan bobot badan mencapai 0.8 kg/hari. Proses pertumbuhan yang dialami ternak sapi ini dimulai semenjak awal terjadinya pembuahan hingga pedet itu lahir, dilanjutkan sampai sapi menjadi dewasa. Selama proses pertumbuhan ini berlangsung, bisa dilukiskan sebagai kurva berbentuk seperti huruf ”S”. Kurva ini menunjukkan pertumbuhan saat pembuahan berlangsung lambat, kemudian menjadi agak cepat pada saat menjelang kelahiran. Sesudah pedet lahir pertumbuhan semakin cepat hingga usia penyapihan. Dari usia penyapihan hingga usia pubertas laju pertumbuhan masih bertahan pesat. Akan tetapi dari usia pubertas hingga usia jual laju pertumbuhannya mulai menurun dan akan terus menurun hingga usia dewasa, dan akhirnya pertumbuhanya terhenti (Sugeng, 2000). Pada Grafik 1 dapat dilihat pertumbuhan sapi Peranakan Ongole.

Bobot Badan (Kg)

>615 Umur Jual 425-615

Dewasa

260 Umur Pubertas

0-23 Pertumbuhan

0-9 0 6-7 18-23 24 25 Umur (Bulan)

Grafik 1. Pertumbuhan sapi Peranakan Ongole Sumber: Anonimous (1982).

Pakan Ternak

Menurut Kartadisastra (1997) kebutuhan ternak terhadap pakan jumlahnya setiap hari tergantung pada jenis, umur ternak, fase pertumbuhan (dewasa, bunting, dan menyusui). Kondisi tubuh (normal atau sakit) dan lingkungan tempat hidupnya serta bobot badannya.

Pakan yang diberikan jangan sekedar dimaksudkan untuk mengatasi lapar atau sebagai pengisi perut saja melainkan harus benar-benar bermanfaat untuk kebutuhan hidup, membentuk sel-sel baru, mengganti sel-sel yang rusak dan untuk produksi. (Widayati dan Widalestari, 1996).

Penyediaan pakan harus diupayakan secara terus-menerus dan sesuai dengan standar gizi menurut status ternak yang dipelihara. Pemberian pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi ternak dapat menyebabkan defisiensi zat makanan sehingga ternak mudah terserang penyakit (Cahyono, 1998).

Tabel 1. Kebutuhan zat gizi untuk pertumbuhan – penggemukan pedet dan sapi- muda Jantan (dalam bahan kering)/hari

Berat (kg)

Tambahan berat (kg)

Makanan kasar (%)

ME (Mcal/kg)

Sumber: NRC (1995).

Pakan Berbasis Limbah Perkebunan Kelapa Sawit Lumpur Sawit

Lumpur Sawit merupakan larutan buangan yang dihasilkan selama proses ektraksi minyak, yang mengandung padatan, sisa minyak dan air, biasanya dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Lumpur sawit dapat diberikan secara langsung atau setelah mendapat perlakuan. Pada ternak ruminansia, lumpur sawit Lumpur Sawit merupakan larutan buangan yang dihasilkan selama proses ektraksi minyak, yang mengandung padatan, sisa minyak dan air, biasanya dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Lumpur sawit dapat diberikan secara langsung atau setelah mendapat perlakuan. Pada ternak ruminansia, lumpur sawit

Uraian Kandungan (%) Protein kasar 13,2 a

Lemak kasar 13 b Serat kasar 17,8 a Abu 13,9 a TDN 79 b

Sumber : a. Laboratorium Makanan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2005).

b. Laboratorium Makanan Ternak IPB Bogor (2000).

Pelepah Daun Kelapa Sawit

Pelepah daun kelapa sawit merupakan limbah padat perkebunan kelapa sawit, dimana keberadaannya cukup melimpah sepanjang tahun di Indonesia, khususnya Sumatera Utara. Dilihat dari kandungan protein kasar, pelepah daun kelapa sawit setara dengan mutu hijauan (Prayitno dan Darmoko, 1994). Tabel 3. Kandungan nilai gizi pelepah daun kelapa sawit

Uraian Kandungan (%) Bahan kering 93,4 a

Protein kasar 5,8 a Lemak kasar 5,8 a Serat kasar 48,6 a Energi (Kkal/Kg) 5600 b

Sumber:a. Laboratorium Makanan Ternak Departemen Peternakan FP USU Medan (2000) b. Laboratorium Makanan Ternak IPB Bogor (2000)

Bungkil Inti Sawit Menurut Davendra (1997) protein bungkil inti sawit lebih rendah daripada bungkil yang lain. Namun demikian masih dapat dijadikan sebagai sumber protein. Kandungan asam amino esensialnya cukup lengkap, imbangan kalsium fospor cukup lengkap

Tabel 4. Kandungan nilai gizi bungkil inti sawit

Uraian Kandungan (%) Berat kering 92,6 a

Protein kasar 15,4 a Lemak kasar 2,4 a Serat kasar 16,9 a TDN 72,0 b EM (Kkal/kg) 2810,0 b

Sumber: a. Laboratorium Makanan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2005 )

b. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak IPB Bogor (2000).

Molases

Molases merupakan hasil sampingan pengolahan tebu menjadi gula. Bentuk fisiknya berupa cairan yang kental dan berwarna hitam. Kandungan karbohidrat, protein, dan mineral yang cukup tinggi, sehingga bisa dijadikan pakan ternak walaupun sifatnya sebagai pakan pendukung. Kelebihan molases terletak pada aroma dan rasanya, sehingga bila dicampur pada pakan ternak bisa memperbaiki aroma dan rasa ransum (Widayati dan Widalestari, 1996). Tabel 5. Kandungan nilai gizi molases

Uraian kandungan (%) Bahan kering 67,50 Protein kasar 3-4 Lemak kasar 0,08 Serat kasar 0,38 TDN 81,00

Sumber: Laboratorium Makanan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2000).

Pakan Berbasis Limbah Pertanian Jerami Jagung

Jerami jagung merupakan sisa dari tanaman jagung setelah buahnya dipanen dikurangi akar dan sebagian batang yang tersisa dan dapat diberikan pada ternak, baik dalam bentuk segar maupun kering. Pemanfaatan jerami jagung adalah sebagai makanan ternak ruminansia seperti kerbau, sapi, kambing dan domba (Jamarun, 1991).

Tabel 6. Kandungan nilai gizi jerami jagung

Uraian Kandungan Abu 8,42 a

Protein kasar b 3 ,3 Lemak kasar a 1,06 Serat kasar a 30,5 TDN 30,0 b Bahan kering b 60,0

Sumber : Jamarun (1991) Sumoprastowo (1993).

Jerami Padi

Jerami padi adalah bagian batang dan daun padi setelah dipanen bulir- bulir bersama dengan tangkainya dikurangi dengan batang dan bagian batang yang tertinggal setelah disabit. Kartadisastra (1997) melaporkan jerami padi masih potensial sebagai sumber energi, tetapi daya cernanya rendah. Konsumsinya menjadi terbatas, namun jumlahnya sangat besar. Karakteristiknya ditandai dengan rendahnya kandungan protein, mineral, khususnya kalsium dan fospor sedangkan serat kasarnya tinggi. Tabel 7. Kandungan nilai gizi jerami padi

Uraian Kandungan (%) Bahan kering 3,5 Protein kasar 4,5 Serat kasar 35,0 Lemak kasar 1,5 TDN 43,0

Sumber: NRC (1995).

Dedak Padi

Dedak padi merupakan hasil ikutan dalam proses pengolahan gabah menjadi beras yang mengandung bagian luar yang tebal, tetapi bercampur dengan bagian penutup beras. Hal ini yang mempengaruhi tinggi atau rendahnya serat kasar dedak. Bila dilihat dari pengolahan gabah menjadi beras dapat dipastikan serat kasarnya tinggi (Rasyaf, 1992).

Tabel 8. Kandungan nilai gizi dedak padi

Uraian Kandungan (%) Bahan kering 89,1 Protein kasar 13,8 Lemak kasar 8,2 Serat kasar 8,0 TDN 64,3

Sumber: NRC (1995).

Onggok Pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka dihasilkan limbah yang disebut onggok. Ketersediaan onggok sangat bergantung pada jumlah varietas dan mutu ubi kayu yang diolah menjadi tapioka, ekstraksi pati tapioka. Moertinah (1984) melaporkan bahwa dalam pengolahan ubi kayu menghasilkan 15-20% pati dan 5-20% onggok kering, sedangkan onggok basah dihasilkan 70-79%. Tabel 9. Kandungan nilai gizi onggok

Uraian Kandungan Bahan Kering 81,7 Protein kasar 0,6 Lemak kasar 0,4 Serat kasar

Sumber : Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP USU Medan (2000)

Bahan Pakan Pelengkap Urea

Murtidjo (1990) melaporkan bahwa pemberian Nitrogen Non-Protein (NPN) pada makanan sapi dalam batas tertentu, seperti penggunaan urea cukup membantu ternak untuk mudah mengadakan pembentukan asam amino esensial. Penggunaan urea tidak bisa lebih dari setengah persen dari jumlah bahan kering dan lebih dari 2 gr untuk setiap bobot badan 100 kg ternak.

Urea CO(NH2)2 ditambahkan dalam pakan ruminansia dengan kadar yang berbeda-beda ternyata dirombak menjadi protein oleh mikroorganisme rumen. Sejumlah protein dan urea mempertinggi daya cerna sellulosa dalam hijauan (Anggorodi, 1990). Basir (1990) melaporkan bahwa selain meningkatkan kualitas hijauan, urea juga dapat sebagai pengganti protein butir-butiran. Urea dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan protein dan pertumbuhan produksi ternak ruminansia.

Urea yang diberikan didalam pakan ruminansia, didalam rumen akan dipecah oleh enzim urease menjadi amonium, dimana amonium bersama mikroorganisme akan membentuk protein mikroba dengan bantuan energi. Apabila urea berlebih atau tidak dicerna oleh tubuh ternak maka urea akan diabsorbsi oleh dinding sel rumen. Kemudian dibawa aliran darah ke hati dan didalam hati dibentuk kembali amonium yang akhirnya diekresikan melalui urine dan feses (Parakkasi, 1995).

Ultra Mineral

Mineral adalah zat anorganik, yang dibutuhkan dalam jumlah yang kecil, namun berperan penting agar proses fisiologis dapat berlangsung dengan baik. Mineral digunakan sebagai kerangka pembentukan tulang, gigi, pembentukan darah, pembentukan jaringan tubuh serta diperlukan sebagai komponen enzim yang berperan dalam proses metabolisme didalam sel. Penambahan mineral dalam pakan ternak dapat dilakukan untuk mencegah kekurangan mineral dalam pakan (Setiadi dan Inouno, 1991).

Penambahan mineral dapat meningkatkan pertambahan bobot badan 10- 25% dan dapat menurunkan mortalitas. Sapi tidak dapat memenuhi kebutuhan mineral dari pakannya (Parakkasi, 1995). Tabel 10. Kandungan nilai gizi ultra mineral

Uraian Kandungan (%) Kalsium karbonat 50,00 Fospor 25,00 Mangan 0,35 Iodium 0,20 Kalium 0,10 Cuprum 0,15 Sodium 22,00 Magnesium 0,15 Clorida 1,05 Iron 0,80 Zincum 0,20

Sumber: Eka Farma

Garam Garam atau biasanya dikenal dengan NaCl merangsang sekresi saliva. Terlalu banyak garam akan menyebabkan retensi air sehingga menimbulkan udema. Defisiensi garam lebih sering terdapat pada hewan herbivora daripada hewan lainnya. Ini disebabkan hijauan dan butiran mengandung sedikit garam. Gejala defisiensi garam adalah nafsu makan hilang, bulu kotor, makan tanah, keadaan badan tidak sehat, produksi mundur sehingga menurunkan bobot badan (Anggorodi, 1990).

Fermentasi

Fermentasi adalah proses penguraian unsur-unsur organik kelompok terutama karbohidrat untuk menghasilkan energi melalui reaksi enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang biasanya terjadi dalam keadaan anaerob dan diiringi dengan pembebasan gas (Sarwono, 1996).

Penambahan bahan-bahan nutrien kedalam fermentasi dapat menyokong dan merangsang pertumbuhan mikroorganisme. Salah satu bahan yang dapat digunakan pada proses fermentasi adalah urea. Urea yang akan ditambahkan pada proses fermentasi akan diurai oleh enzim urease menjadi amonia dan karbondioksida yang selanjutnya digunakan untuk pembentukan asam amino (Fardiaz, 1989).

Melalui fermentasi terjadi pemecahan substrat oleh enzim – enzim tertentu terhadap bahan yang tidak dapat dicerna, misalnya selulosa dan hemiselulosa menjadi gula sederhana. Selama proses fermentasi terjadi pertumbuhan kapang, selain dihasilkan enzim juga dihasilkan protein ekstraselluler dan protein hasil metabolisme kapang sehingga terjadi peningkatan

kadar protein (Winarno, 1997 disitasi sembiring, 2006). Phanerochaete chrysosporium

Phanerochaete chrysosporium memiliki klasifikasi sebagai berikut: Divisio : Mycota, sub divisio : Eumycota, class : Bacidiomycetes, famili : Hymenomyceta, genus : Phanerochaete, spesies : Phanerochaete chrysosporium (Herlina, 1998).

Phanerochaete chrysosporium adalah jamur lapuk putih dari kelas basidiomycetes. Phanerochaete chrysosporium menghasilkan enzim berupa peroksidase ekstraselular yang berupa lignin peroksidase (LiP) dan mangan peroksidase (MnP) yang berperan dalam mendegradasi lignin (Valli et al, 1992 ).

Syarat tumbuh dari Phanerochaete chrysosporium adalah tumbuh pada suhu

0 39 0 C dengan suhu optimum 37 C dengan pH berkisar 4-4,5 dan memerlukan kandungan oksigen yang tinggi (Eaton et al, 1980 disitasi Sembiring, 2006).

Analisis Ekonomi Dalam membangun suatu perusahaan, perlu beberapa pertimbangan

ekonomi dasar seperti: apa yang dihasilkan, bagaimana menghasilkannya, seberapa banyak harus dihasilkan, dan bagaimana harus memasarkannya. Untuk itu perlu pencataan semua kegiatan keluar/masuknya selama periode penggemukkan. Hal ini disebabkan karena tanpa ada data yang lengkap meliputi catatan keluar masuknya pada sepanjang waktu pemeliharaan maka informasi apakah suatu usaha tersebut rugi atau laba menjadi tidak jelas. Dalam penerapannya perlu dicatat biaya tetap dan biaya variabel dan sekaligus penerimaannya. Analisis ekonomi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk membantu pimpinan usaha peternakan dalam melengkapi informasi yang dibutuhkan untuk mengambil keputusan dalam merencanakan usaha. Namun sayang kegiatan ini jarang dilakukan oleh para peternak dipedesaan (Rasyaf, 1988).

Menurut Riyanto (1978) analisis ekonomi peternakan adalah usaha untuk mengetahui bagaimana kebutuhan dana tersebut digunakan. Dengan kata lain dengan analisis ekonomi tersebut dapat diketahui darimana datangnya dana, untuk apa dana itu digunakan dan sejauh mana keuntungan (profit) yang dicapai. Dengan mengetahui analisis tersebut maka pimpinan perusahaan akan dapat mengambil kebijaksanaan tentang penjualan produk yang hendak dicapai dan menekan tingkat kesalahan agar tidak mengalami kerugian. Disamping itu, pimpinan perusahaan dapat juga mengetahui laba yang diperoleh atau kerugian yang akan diderita dengan tingkat penjualan yang dapat dicapai perusahaan (Sirait, 1987).

Analisis usaha ternak merupakan kegiatan yang sangat penting bagi suatu usaha ternak komersial. Melalui usaha ini dapat dicari langkah pemecahan berbagai kendala yang dihadapi. Analisis usaha peternakan bertujuan mencari titik tolak untuk memperbaiki kendala yang dihadapi. Hasil analisis ini dapat digunakan untuk merencanakan perluasan usaha baik menambah cabang usaha atau memperbesar skala usaha. Berdasarkan data tersebut dapat diukur keuntungan usaha dan tersedianya dana yang riil untuk periode selanjutnya. Menurut Suharno dan Nazaruddin (1994) gambaran mengenai usaha ternak yang memiliki prospek cerah dapat dilihat dari analisis usahanya. Analisis dapat juga memberikan informasi lengkap tentang modal yang diperlukan, penggunaan modal, besar biaya untuk bibit, pakan dan kandang, lamanya modal kembali dan tingkat keuntungan yang diperoleh.

Biaya Produksi

Biaya adalah nilai dari semua korbanan ekonomis yang diperlukan yang tidak dapat dihindarkan, dapat diperkirakan dan dapat diukur untuk menghasilkan sesuatu produk. Biaya bagi perusahaan adalah nilai dari faktor-faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan output (Budiono 1990). Pengeluaran atau biaya bagi perusahaan adalah sebagai nilai input yang digunakan untuk memproduksi suatu output tertentu. Pengeluaran perusahaan adalah semua uang yang dikeluarkan sebagai biaya produksi (Kardarsan, 1995).

Biaya produksi tidak dapat dipisahkan dari proses produksi sebab biaya produksi merupakan masukan atau input dikalikan dengan harganya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ongkos produksi adalah semua pengeluaran atau Biaya produksi tidak dapat dipisahkan dari proses produksi sebab biaya produksi merupakan masukan atau input dikalikan dengan harganya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ongkos produksi adalah semua pengeluaran atau

Wasis (1997) menyatakan biaya ialah pengorbanan-pengorbanan yang mutlak harus diadakan atau harus dikeluarkan agar dapat diperoleh sesuatu hasil. Untuk menghasilkan sesuatu barang atau jasa tentu ada bahan, tenaga dan jenis pengorbanan yang lain yang tidak dapat dihindarkan.

Menurut Syahruddin (1990) fungsi produksi adalah suatu daftar (schedule) yang memperlihatkan besarnya jumlah barang dan jasa secara maksimum, dapat dihasilkan oleh sejumlah masukan (input) tertentu pada tingkatan tehnologi tertentu. Yang diartikan dengan masukan disni adalah semua ongkos ekonomi yang terdiri dari berbagai faktor produksi dan bahan baku yang diperlukan.

Didalam teori biaya produksi dikenal biaya produksi jangka pendek dan biaya jangka panjang. Biaya produksi jangka pendek meliputi biaya tetap (fixed cost). Sedangkan produksi jangka panjang, semua biaya adalah biaya berubah. Biaya berubah adalah biaya yang besarnya berubah-ubah tergantung dari sedikit banyaknya jumlah output yang dihasilkan (Supriono, 2001).

Penerimaan Pendapatan

Perusahaan yang beroperasi atau mempunyai kegiatan sesuai dengan didirikannya perusahaan tersebut akan mengharapkan adanya penerimaan pendapatan dari operasi perusahaan yang dilaksanakan. Bagi perusahaan yang memproduksi barang, maka penerimaan pendapatan berasal dari penjualan barang tersebut. Demikian juga dengan perusahaan jasa, penerimaan pendapatan perusahaan tersebut berasal dari usaha penjualan jasa yang dilakukan perusahaan tersebut (Agus, 1990).

Nuraini (2003) melaporkan didalam pelaksanaan operasi perusahaan, kadang-kadang terdapat adanya penerimaan diluar operasi perusahaan, seperti penerimaan bunga bank karena perusahaan mempunyai rekening giro, penerimaan dari penjualan mesin dan peralatan yang tidak dipergunakan lagi. Namun demikian penerimaan tersebut tidak diperhitungkan, karena kegiatan tersebut tidak berasal dari kegiatan operasi perusahaan. Besarnya penerimaaan total dari perusahaan akan tergantung kepada banyaknya penjualan produk atau jasa. Dengan demikian maka besarnya penerimaan pendapatan akan tergantung kepada dua variabel yaitu variabel harga dan variabel jumlah yang dijual.

Napitupulu dan Pawitra (1990) melaporkan pendapatan adalah penciptaan barang-barang yang efektif sesuatu periode yang berkaitan dengan penerimaan. Penilaian kuantitas pendapatan menghasilkan penerimaan penjualan. Dengan demikian pendapatan ini dapat ditentukan secara pasti.

Penerimaan dapat dibagi menjadi penerimaan nyata dan penerimaan yang diperhitungkan. Penerimaan nyata adalah penerimaan yang diterima dari hasil penjualan baik tunai maupun piutang (kredit). Penerimaan yang diperhitungkan adalah nilai output yang dikonsumsi peternak atau yang dihadiahkan. Penerimaan bersumber dari pemasaran atau penjualan hasil usaha seperti panen tanaman dan hasil olahannya serta panen dari peternakan dan hasil olahannya (Kadarsan, 1995). Analisa Laba –Rugi

Keuntungan adalah tujuan setiap usaha. Keuntungan dapat dicapai jika jumlah pendapatan yang diperoleh dari usaha tersebut lebih besar daripada jumlah pengeluarannya. Bila keuntungan dari suatu usaha semakin meningkat, maka Keuntungan adalah tujuan setiap usaha. Keuntungan dapat dicapai jika jumlah pendapatan yang diperoleh dari usaha tersebut lebih besar daripada jumlah pengeluarannya. Bila keuntungan dari suatu usaha semakin meningkat, maka

Laba merupakan ukuran yang membedakan antara apa yang perusahaan masukkan untuk membuat dan menjual produk dengan apa yang diterimanya. Perhitungan laba jelas untuk banyak keputusan manejemen. Jika laba konsisten positif, perusahaan dapat tetap berada dalam bisnis tersebut, tetapi jika mengalami kerugian perusahaan dapat mencari produk yang lain yang akan diolah yang dapat mendatangkan keuntungan (Hansen dan Mowen, 2001).

Untuk memperoleh angka yang pasti mengenai tingkat keuntungan atau kerugian suatu usaha, hal terpenting yang perlu dilakukan adalah pencatatan, baik untuk pos-pos pengeluaran (biaya) maupun pos-pos pendapatan. Sekecil apapun biaya dan pendapatan tersebut harus dicatat. Dalam usaha penggemukan sapi pencatatan mutlak harus dilakukan. Tujuannya adalah agar peternak atau pengusaha dapat mengadakan evaluasi terhadap bidang usahanya, sehingga kerugian besar bisa dihindarkan sejak dini. Selain itu analisis ekonomi bisa terus dilakukan, sehingga usaha bisa berjalan lebih efisien dari waktu ke waktu secara keseluruhan

jumlah keuntungan (Sodiq dan Abidin, 2002). Pada umumnya perusahaan akan merencanakan keuntungan total didalam pelaksanaan operasi perusahaan. Akan lebih mudah untuk memperhitungkan keuntungan yang dicapai oleh perusahaan dengan target keuntungan perunit dari

akan

semakin

meningkatkan meningkatkan

Pencatatan perlu dilakukan untuk dua pos besar yaitu pos pengeluaran atau biaya dan pos pendapatan. Biaya dibagi menjadi dua bagian yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya variable (variable cost). Biaya tetap diartikan sebagai biaya yang besarnya tetap, walaupun hasil produksinya berubah sampai batas tertentu. Termasuk dalam biaya tetap ini adalah sewa lahan, bangunan kandang, pembelian peralatan dan tenaga kerja. Biaya variabel jumlahnya dapat berubah sesuai hasil produksi atau harga dipasaran pada waktu itu . Termasuk dalam biaya ini adalah biaya pembelian sapi bakalan dan biaya pakan (Sudarmono dan Sugeng, 2005).

Keuntungan yang optimal juga dapat diperoleh dengan peningkatan produktifitas ternak, lingkungan dan peternak itu sendiri. Meningkatkan produktifitas dengan cara memperhatikan rencana pengembangan ternak disamping mengendalikan suasana kandang, makanan, parasit dan penyakit, pergerakan perkawinan dan pengetahuan tentang ternak itu sendiri (Edey et all ., 1981). B/C Ratio (benefit cost ratio)

Efisiensi usaha tani ditentukan dengan menggunakan konsep BCR (benefit cost ratio), yaitu imbangan antara total penghasilan (out put) dengan total biaya (input). Nilai BCR > 1 menyatakan usaha tersebut menguntungkan. Semakin besar nilai BCR maka usaha dinyatakan semakin efisien (Karo-karo et al.,1995).

B/C Ratio adalah nilai atau manfaat yang diperoleh dari setiap satuan biaya yang dikeluarkan. Dimana B/C Ratio diperoleh dengan cara membagikan total penerimaan dengan total pengeluaran. Kadariah (1987) menyatakan bahwa untuk mengetahui tingkat efisiensi suatu usaha dapat digunakan parameter yaitu dengan mengukur besarnya pemasukan dibagi besarnya kurbanan, dimana bila :

B/C Ratio

> 1 : Efisien

B/C Ratio

= 1 : Impas

B/C Ratio

< 1 : Tidak efisien

Analisis BEP (break event point)

Informasi yang sangat penting bagi suatu perusahaan antara lain adalah kapan perusahaan dapat menutup keseluruhan biaya total atau bahkan mencapai suatu laba minimum. Napitupulu dan Pawitra (1990) melaporkan bahwa analisis break event point adalah titik mati (titik impas) dimana tujuannya untuk menentukan kuantitas penjualan atau penerimaan dimana biaya total dapat ditutup atau bahkan memperoleh suatu laba minimum. Titik ini disebut titik pulang pokok.

Rony (1990) mengatakan analisis break event point (BEP) atau titik impas merupakan sarana bagi manajemen untuk mengetahui pada titik berapa hasil penjualan sama dengan jumlah biaya sehingga perusahaan tidak memperoleh keuntungan atau kerugian. Break event point bermanfaat dalam memproyeksi penjualan yang diingini dalam rangka merealisir proyeksi laba atau mengkalkulasi kerugian seminimal mungkin.

Analisis pulang pokok, akan berusaha untuk mengetahui hubungan antara penerimaan pendapatan perusahaan, biaya dan tingkat produksi didalam sebuah Analisis pulang pokok, akan berusaha untuk mengetahui hubungan antara penerimaan pendapatan perusahaan, biaya dan tingkat produksi didalam sebuah

Keadaan pulang pokok dalam perusahaan-perusahaan pada umumnya akan dapat terdiri dari beberapa macam, ada yang rendah dan ada pula yang tinggi. Besarnya marginal income yang diperoleh dalam perusahaan tersebut serta besarnya biaya tetap dalam perusahaan yang bersangkutan akan ikut mempengaruhi tinggi dan rendah pulang pokok dalam perusahaan, apabila biaya tetap yang ada dalam perusahaan relatif tinggi, sedangkan marginal income yang diperoleh rendah, maka pulang pokok yang ada dalam perusahaan yang bersangkutan ini akan menjadi tinggi, tetapi jika marginal income didalam perusahaan tinggi, maka pulang pokok yang terjadi akan menjadi rendah. Keadaan pulang pokok didalam perusahaan ini akan menjadi sedang (tidak rendah dan tidak pula tinggi) (Supriyono, 2001).

Dalam hal ini titik impas usaha penggemukan sapi akan dicapai dengan perhitungan sebagai berikut : BEP Volume Produksi

= Total biaya produksi

Harga jual/kg

BEP Harga

= Total biaya produksi

Berat sapi setelah penggemukan (kg)

Income Over Feed Cost (IOFC)

Income Over Feed Cost (IOFC) adalah selisih dari total pendapatan dengan total biaya pakan yang digunakan selama usaha penggemukan ternak. IOFC ini merupakan barometer untuk melihat seberapa besar biaya pakan yang merupakan biaya terbesar dalam usaha penggemukan ternak. IOFC diperoleh dengan menghitung selisih pendapatan usaha peternakan dikurangi biaya pakan. Dalam usaha peternakan, biaya terbesar yang dikeluarkan adalah biaya variabel terutama biaya pakan dan biaya tenaga kerja. Besarnya biaya pakan berkisar antara 60-80% dari total biaya. Pendapatan merupakan perkalian antara produksi peternakan atau pertambahan bobot badan akibat perlakuan dengan harga jual (Prawirokusumo, 1990).

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di PTPN IV kebun Laras, kecamatan Serbalawan kabupaten Simalungun selama 3 bulan penelitian. Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Agustus sampai dengan bulan November 2007.

Bahan dan Alat Penelitian Bahan

- Sapi jantan Peranakan Ongole sebanyak 18 ekor (x = 206,89 Kg, sd ± 30,84 ; (145,21 kg - 268,57 kg) - Pakan sapi sesuai dengan perlakuan masing-masing. - Rumput, sebagai pakan adaptasi - Phanerochaete chrysosporium, sebagai bahan untuk fermentasi bahan pakan. - Air minum. - Obat-obatan, disesuaikan dengan kondisi sapi selama penelitian. - B-Kompleks, sebagai vitamin.

Alat

- Chopper, sebagai alat untuk mencacah bahan pakan dan hijauan. - Kandang individual 18 unit beserta perlengkapannya - Ember - Goni plastik - Tempat pakan dan minum. - Lampu, sebagai alat penerangan kandang. - Sekop dan sapu, sebagai alat membersihan kandang.

- Timbangan untuk menimbang bobot hidup berkapasitas 1000 kg dengan kepekaan 1 kg, timbangan 50 kg dengan kepekaan 50 gr dan timbangan untuk menimbang bahan pakan - Alat tulis, sebagai alat pencatatan data selama penelitian

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 3 (tiga) perlakuan dan 6 (enam) ulangan. P1 = Ransum berbasis pelepah daun sawit fermentasi yang terdiri dari: Pelepah daun sawit fermentasi, dedak padi, BIS, lumpur sawit, onggok, molases, urea, garam dan mineral.

P2 = Ransum berbasis jerami padi fermentasi yang terdiri dari : Jerami padi fermentasi, dedak padi, BIS, lumpur sawit, onggok, molases, urea, garam dan mineral.

P3 = Ransum berbasis jerami jagung fermentasi yang terdiri dari : Jerami jagung fermentasi, dedak padi, BIS, lumpur sawit, onggok, molases, urea, garam dan mineral.

Ulangan yang didapat berasal dari :

t (n – 1) > 15

3 (n – 1) > 15 3n - 3 > 15 3n > 18

Susunan perlakuan didalam penelitian :

11 P P 21 P 31 P 12 P 22 P 32 P 13 P 23 P 33 P 14 P 24 P 34 P 15 P 25 P 35

P 16 P 26 P 36

Model rancangan acak lengkap (RAL) adalah : Yij = μ+ ح i + Σij

Dimana :Yij : Hasil pengamatan pada ulangan ke-i dan perlakuan ke-j. : 1, 2, 3 ( perlakuan) i : 1, 2, 3, 4,5,6 (ulangan.) j

μ : Nilai rata-rata (mean ) harapan ح i : Pengaruh faktor perlakuan ke-i ΣIj : Pengaruh galat (experimental error) perlakuan ke-i ulangan ke-j (Hanafiah, 2002).

Parameter Penelitian Total biaya Produksi

Total biaya produksi atau total pengeluaran yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk, diperoleh dengan cara menghitung:

- Biaya bakalan - Biaya kandang ( sewa kandang) - Biaya peralatan - Biaya pakan

- Biaya obat-obatan - Biaya tenaga kerja

Total Hasil Produksi

Total hasil produksi atau total penerimaan yaitu seluruh produk yang dihasilkan dalam kegiatan ekonomi diperoleh dengan cara menghitung penjualan sapi (jumlah sapi yang dijual/harga/kilogram).

Analisa Laba- Rugi

Analisa laba rugi yaitu untuk mengetahui apakah usaha tersebut rugi atau menguntungkan dengan cara menghitung selisih antara total penerimaan (total reserve) dan total pengeluaran (total cost).

B/C Ratio (benefit cost ratio)

B/C Ratio (benefit cost ratio) diperoleh dengan cara membagikan total hasil produksi dengan total biaya produksi atau dituliskan dengan rumus:

B/C Ratio = Output Input

Dimana: Output: Pengeluaran yang diperoleh dari usaha yang diberikan berupa hasil

Penjualan Input : Korbanan yang diberikan berupa biaya-biaya Dimana bila: B/C Ratio

> 1: Efisien

B/C Ratio

= 1 : Impas

B/C Ratio

< 1: Tidak efisien

BEP (break even point) BEP (break even point) yaitu kondisi dimana suatu usaha dinyatakan tidak untung dan tidak rugi dan disebut titik impas. BEP (break even point) diperoleh dengan rumus: BEP Volume Produksi

= Total biaya produksi

Harga jual/kg

BEP Harga = Total biaya produksi Berat Sapi setelah penggemukan(kg)

Income Over Feed Cost (IOFC)

Income Over Feed Cost diperoleh dengan menghitung selisih pendapatan usaha peternakan dikurangi dengan biaya pakan. Pendapatan merupakan perkalian antara pertambahan bobot badan akibat perlakuan ( dalam kg bobot hidup) dengan harga jual, sedangkan biaya pakan adalah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan pertambahan bobot badan ternak tersebut ( Prawirokusumo, 1990).

Pelaksanaan Penelitian

• Persiapan kandang

Kandang dan semua peralatan yang digunakan seperti tempat pakan dan minum dibersihkan dan didesinfektan dengan rodalon

• Pengacakan sapi

Sapi yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 18 ekor sapi jantan Peranakan Ongole. Sapi ditimbang bobot awalnya, kemudian dilihat apakah bobot awal dari 18 ekor sapi homogen yaitu dengan menggunakan rumus X ± 2 sd. Setelah bobot awalnya homogen kemudian ditempatkan ke unit percobaan secara acak.

Tabel 11. Formulasi pakan yang dipakai No. Uraian P1 P2 P3

1. Pelepah Daun Sawit fermentasi 29 - -

2. Jerami Padi fermentasi - 28 -

3. Jerami Jagung fermentasi - - 32.5

4. BIS (Bungkil Inti Sawit) 23 23 23

5 Dedak Padi 16.65 11.3 5

6. Lumpur Sawit 9.34 15 20

13. Protein Kasar (PK) 12.3 12.3 12.3

14. Serat Kasar (SK) 19.1 19.1 19.1

15. TDN 67.1 67.2 67.2

Pemberian pakan dan minum

Pakan yang diberikan adalah dalam bentuk kering, bahan yang difermentasi dengan Phanerochaete chrysosporium dicampur dengan ransum yang telah disusun formulanya. Ransum diberikan tiga kali sehari. Sisa ransum ditimbang keesokan harinya untuk mengetahui konsumsi sapi. Sebelum dilaksanakan penelitian diberikan waktu untuk beradaptasi selama dua minggu dengan pakan percobaan sedikit demi sedikit.

Pemberian air minum dilakukan secara ad libitum, air diganti setiap hari dan tempatnya dicuci dengan air bersih.

• Pemberian Obat-obatan.

Ternak sapi pertama masuk kandang diberikan obat cacing selama masa adaptasi, sedangkan obat lainnya diberikan bila ternak sakit.

• Parameter Penelitian

A. Total biaya produksi