TERAPI FEMINIS Disusun untuk memenuhi tu

TERAPI FEMINIS
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Dasar Intervensi Psikologi

Oleh:
Rina Dwi A.

15010114120059

Selesta Sarwandini

15010114130116

Dewi Sawitri

15010114130118

Khozainul Fahmi

15010114130120

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS DIPONEGORO
2015

DAFTAR ISI

COVER
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................................................1
1.2 Rumusan
Masalah.............................................................................................1
1.3 Tujuan...............................................................................................................1
BAB II : PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Terapi Feminis.................................................................................2
2.2 Konsep Utama Terapi Feminis..........................................................................2
2.3 Proses Terapi Feminis.......................................................................................3
2.4 Aplikasi Terapi Feminis....................................................................................4
2.5 Perspektif Multikultural....................................................................................6
BAB III : PENUTUP
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Konsep feminis berawal dari gerakan wanita pada 1960-an. Saat itu, muncul
kesadaran bahwa selama ini wanita dibatasi dalam kultur yang ada. Saat para terapis
wanita bergabung dalam gerakan ini, mereka mulai menyusun sebuah proses terapi,
berdasar pengelaman mereka, yang berpihak pada gender.
Pada 1970-an, banyak diadakan penelitian tentang bias gender dalam
kehidupan, namun belum disusun sebuah konsep terapi khusus. Baru pada 1980-an
mulai ada usaha untuk menyusunnya secara spesifik. Pada masa itu terdapat empat
dasar filosofi dalam terapi feminis yaitu: liberal, kultural, radikal dan sosialis.
Adanya kritik untuk teori feminisme klasik oleh para terapis perempuan.
Perspektif baru bagi terapi feminis memberikan perhatian khusus pada keragaman,
komplesitas seksual, dan konteks dalam pemahaman isu gender. Pada 1993 di
Amerika Serikat diadakan Konferensi Nasional tentang Pendidikan dan Pelatihan
dalam Perspektif Gender. Pertemuan ini menghasilkan rumusan tentang dasardasar
dan premis-premis utama dalam praktek feminism.

1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan terapi feminis?
2. Apa konsep inti dari terapi feminis?
3. Bagaimana proses terapi feminis?
4. Bagaimana pengaplikasian terapi feminis?
5. Bagaimana perspektif multikultural memandang terapi feminis sebagai salah satu
pendekatan dalam proses konseling?
1.3 Tujuan

1. Mengetahui dan memahami pengertian terapi feminis
2. Mengetahui inti dari terapi feminis
3. Memahami proses terapi feminis
4. Memahami pengaplikasian terapi feminis
5. Mengetahui perspektif multikultural dalam terapi feminis

BAB
1 II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Terapi Feminis

Terapi Feminis adalah proses terapi yang menempatkan gender dan kekuatannya
sebagai inti terapi. Dibangun berdasarkan asumsi bahwa permasalahan seseorang
sangat terkait dengan konteks sosial dan budaya di mana ia tinggal. Pada
kenyataannya, kebanyakan klien adalah seorang wanita. Begitu pula para terapis
kebanyakan juga wanita. Sehingga perlu ada sebuah terapi yang disusun berdasar
proses berfikir dan pengalaman wanita.

2.2 Konsep Utama
Konsep Terapi Feminis Membahas tentang terapi feminis akan lebih mendalam
jika memahami tentang konsep dasar teori feminis. Kemunculan terapi feminis tidak
terlepas dari gerakan feminisme yang kemudian memunculkan berbagai teori feminis
sehingga teori ini menjadi salah satu landasan kuat dalam mengembangkan pola
terapi. Gambaran selintas tentang teori feminis akan dijelaskan dalam kajian berikut.
1. Terapi Feminis
Kelompok gerakan feminis berpengaruh pada kemunculan teori feminis yaitu
feminis liberal, feminis sosialis dan feminis radikal. Feminisme liberal merupakan

kelompok paling moderat diantara kelompok feminis, karena feminisme liberal
membenarkan perempuan bekerja sama dengan laki-laki dan dapat diintegrasikan
di dalam semua peran. Dengan kata lain tidak ada kelompok jenis kelamin yang

lebih dominan. Kesetaraan perempuan tidak harus dilakukan dengan perubahan
secara struktural tetapi cukup dengan melibatkan perempuan dalam berbagai
peran.
Barbara Brown dalam Corey (2005) menyebut kelompok feminis sosialis
sebagai cultural feminist karena gerakannya berusaha untuk mendekonstruksi
kualitas hubungan antara laki-laki dengan perempuan, kelompok feminis
beranggapan bahwa perempuan memiliki karakteristik yang unik dan berhak
untuk dimuliakan, setara dengan laki-laki. Aliran ini menolak anggapan
tradisional dan para teolog bahwa status perempuan lebih rendah daripada lakilaki karena faktor biologis dan latar belakang sejarah.
Gerakan feminisme radikal berupaya merasionalkan bahwa laki-laki adalah
masalah bagi kaum perempuan. Barbara Brown dalam Corey (2005) menjelaskan
bahwa sistem patriarkhi merupakan penyebab terjadinya penindasan terhadap
kaum perempuan oleh laki-laki. Keyakinan ini sangat kental dan menguat di
kalangan feminis radikal, namun gerakan feminisme radikal mendapat tantangan
dari kalangan kaum feminis liberal karena dianggap terlalu mendeskreditkan
kaum laki-laki.
2. Kontribusi Teori Feminis dalam Terapi Feminis
Barbara

Brown


dalam

Corey

(2005)

menjelaskan

bahwa

dalam

konseling/terapi feminis terdapat dua hal pokok yaitu pertama, memperkaya
kajian secara rasional pada bidang yang berkaitan dengan jenis kelamin (sex),
gender, feminisme, psikologi perempuan, keragaman budaya, empowerment.
Kedua, mengeksplorasi keunggulan secara psikologis terhadap hubungan yang
egaliter antara konselor dengan konseli. Pendekatan feminis berusaha
mengeliminasi ketidakadilan dalam prosedur penilaian secara psikologis agar
menjadikan pihak perempuan menjadi lebih baik


Secara mendasar konseling feminis merupakan representasi dari pandangan
konseptual untuk mengorganisasi asumsi tentang konseling dan psikoterapi.
Salah satu landasan terpenting untuk melakukan terapi ini adalah pemahaman
tentang konsep feminisme. Kesadaran gender dibangun melalui komitmen untuk
mengakhiri dominasi, penindasan (oppression) dan keistimewaan (privilege)
yang berkaitan dengan masalah gender dan bias gender, termasuk di dalamnya
masalah rasisme, sistem kelas, kolonialisme, heteroseksisme, etnosentrisme, dan
masalah umur.

2.3 Proses Terapi
Pendekatan terapi feminis awalnya dikembangkan untuk merespon efek negatif
dari bias gender dalam teori, diagnosis dan praktek psikologi, untuk memberikan
akses kesadaran gender dan kepekaan gender dalam layanan kesehatan mental.
Deborah Leupnitz dalam Enns (2004) menjelaskan bahwa terapi feminis bukan
seperangkat teknik terapis tetapi merupakan kepekaan, kebijakan dan keserasian
terhadap problematika gender. Konseling tidak didasarkan pada interaksi personal
secara khusus tetapi menekankan pada dimensi intra dan ekstrapsikis. Konselor
dituntut memiliki integritas pengetahuan struktur sosial, metode konseling, feminisme
dan pemahaman perbedaan antara kehidupan laki-laki dan perempuan.

Secara umum konseling feminis tidak jauh berbeda dengan konseling bagi
komunitas komunitas tertentu. Hal mendasar yang penting untuk dipahami dalam
proses konseling feminis adalah tidak sekedar memasukkan isu-isu gender ke dalam
proses konseling tetapi dibarengi dengan pemahaman yang mendalam tentang
konsep-konsep kesetaraan gender, perspektif nilai pada perempuan dan memandang
setiap orang memiliki kemampuan untuk menentukan pilihan dan membuat
keputusan secara mandiri.

2.4 Aplikasi Terapi Feminis
Teknik dan prosedur

Teknik-teknik dalam konseling feminis dikembangkan dari beberapa
pendekatan tradisional dan diadaptasi menjadi model konseling feminis. Terdapat
beberapa teknik dan strategi konseling feminis yang dikembangkan adalah
sebagai berikut (Corey, 2005) :
1. Pemberdayaan
Kekuatan konseling feminis adalah memberdayakan konseli. Konselor
membantu konseli agar dapat menjadi pribadi yang mandiri dan mempunyai
partisipasi yang seimbang dalam masyarakat.
2. Keterbukaan

Hubungan antara konselor dengan konseli dibangun melalui keterbukaan.
Keterbukaan tidak hanya sharing informasi dan pengalaman tetapi ada
hubungan timbal balik antara konselor dengan konseli.
3. Menganalisis peran gender
Konselor mengeksplorasi harapan-harapan konseli yang berkaitan dengan
peran gender dan dampaknya pada pengambilan keputusan untuk masa yang
akan datang.
4. Intervensi peran gender
Konselor memberikan pemahaman yang menekankan pada perbedaan peran
antara laki-laki dengan perempuan.
5. Bibliotherapy
Konselor memakai sumber-sumber seperti buku non fiksi, buku teks
bimbingan & konseling, autobiografi, video pendidikan & pengetahuan
sebagai bahan diskusi bersama konseli.
6. Latihan untuk asertif
Konselor membantu konseli untuk bersikap asertif sehingga konseli
mempunyai kesadaran tentang hak-haknya. Membantu mengubah stereotype

negatif


peran

gender,

mengubah

keyakinan

yang

negatif

dan

mengimplementasikan perubahannya dalam kehidupan.
7. Reframing dan relabeling
Konselor membantu konseli untuk memahami akar permasalahan karena
problem yang dialami konseli berhubungan dengan tekanan sosial (social
pressure) bukan semata-mata berasal dari dirinya.
8. Group work

Pada akhir sesi konseling individual, konselor memberikan kesempatan
konseli untuk bergabung dalam kelompok. Langkah ini dimaksudkan agar
konseli merasa tidak sendiri dan dapat mendiskusikan pengalaman hidupnya.
9. Social action
Konselor mendorong konseli untuk terlibat dalam kegiatan pemberdayaan
perempuan, menuliskan pengalaman hidupnya atau aktif dalam komunitas
pendidikan yang berlatar isu gender.

2.5 Perspektif Multikultural
Flexible–multicultural perspective yaitu menggunakan konsep dan strategi yang
sama untuk semua individu atau kelompok tanpa memandang usia, orientasi ras,
budaya, gender, kemampuan, kelas/golongan atau oirentasi seksual. Perspektif ini
juga mempunyai implikasi penting untuk pengembangan teori dan untuk
mengembangkan

bagaimana

praktisi campurtangan

dengan

populasi klien

yang berbeda-berbeda.
Pada Terapi Feminis, proses konseling dibangun berdasar asumsi bahwa
permasalahan seseorang sangat terkait dengan konteks sosial dan budaya di mana
ia tinggal.
Feminis

budaya percaya

penindasan

berasal

dari rendahnya

nilai masyarakat terhadap kemampuan, nilai-nilai dan peran perempuan. Mereka

percaya bahwa untuk menghilangkan kekerasan terhadap perempuan maka harus
dilakukannya feminisasi budaya atau dengan kata lain dengan melakukan
transformasi nilai-nilai feminis ke dalam budaya (Enns, 2004)

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Terapi Feminis adalah proses terapi dibangun berdasarkan asumsi bahwa
permasalahan seseorang sangat terkait dengan konteks sosial dan budaya di mana ia
tinggal. Kelompok gerakan feminis berpengaruh pada kemunculan teori feminis
yaitu feminis liberal, feminis sosialis dan feminis radikal.
Teknik-teknik dalam konseling feminis dikembangkan dari beberapa pendekatan
tradisional dan diadaptasi menjadi model konseling feminis yang terdiri dari
Pemberdayaan, keterbukaan, analisis peran gender, intervensi peran gender,
bibliotherapy, latihan untuk asertif, reframing dan relabeling, group work, dan social
action

DAFTAR PUSTAKA

Corey, Gerald. (2005). Teori dan praktek dari konseling dan psikoterapi.
Terjemahan oleh E. Koeswara. Jakarta: ERESCO.
Enns, Carolyn Zerbe. (2004). Feminist theories and feminist psychotherapies :
Origins, themes, and diversity. Second Edition. New York : The Haworth Press, Inc.

Dokumen yang terkait

ANALISIS EFEKTIFITAS PEMBERIAN TERAPI CAIRANUNTUK GANGGUANKESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT PADAAN.Z DENGAN GASTROENTERITIS AKUT DI RUANG EMPU TANTULAR RSUD KANJURUHAN KEPANJEN KABUPATEN MALANG

0 53 22

PERAN PERAWAT DALAM IMPLEMENTASI KOLABORATIF PEMBERIAN TERAPI INSULIN SEBAGAI TINDAKAN DALAM PENURUNAN KADAR GULA DALAM DARAH PADA KLIEN DENGAN HIPERGLIKEMI DI RUANG AIRLANGGA RSUD KANJURUHAN KEPANJEN TAHUN 2012

1 55 23

PENGARUH TERAPI TERTAWA TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH SISTOLIK PADA PENDERITA HIPERTENSI DI KLUB SENAM SASANA SUMBERSARI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DINOYO MALANG

34 239 24

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) SEBAGAI ADJUVAN TERAPI CAPTOPRIL TERHADAP KADAR RENIN PADA MENCIT JANTAN (Mus musculus) YANG DIINDUKSI HIPERTENSI

37 251 30

TERAPI MENGGAMBAR UNTUK MENURUNKAN HAMBATAN EMOSI PADA ANAK KORBAN KEKERASAN ORANG TUA

1 33 19

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63

IbM Pemanfaatan Biopestisida untuk Mengendalikan Hama Uret (Lepidiota stigma) Pada Tanaman Tebu

8 129 1

Pengembangan jaringan wireless untuk menggantikan manual download pada vehicle health monitoring system di PT. Saptaindra sejati

10 113 231

Aplikasi sistem pakar untuk mendiagnosa penyakit pada pencernaan manusia

8 56 249

Aplikasi forecasting untuk memprediksi kepadatan penduduk di Dinas Kependudkan dan Catatan Sipil Kabupaten Aceh Timur

9 92 261