BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Penentuan Kadar NH3 (Amoniak) dari Limbah Cair Pengolahan Karet PT. Bandar Sumatera Indonesia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Latek/Karet

  Latek merupakan suatu cairan berwarna putih sampai kekuning-kuningan yang diperoleh dengan cara penyadapan (membuka pembuluh latek) pada kulit tanaman karet (Havea brasiliensis L). Partikel karet murni (isoprene) tersuspensi dalam serum lateks dan bergabung membentuk rantai panjang yang disebut poliisoprene (C

5 H 8 ) seperti gembar 2.1.

  H C H H C H

  3

  3 C = C C = C

  • CH

2 H

  2 C ---------------- CH

  2 H

  2 C ----------

Gambar 2.1 : Rumus Molekul Lateks Poli Isoprene

  Untuk mengetahui susunan bahan-bahan yang terkandung dalam lateks dapat dilihat pada Tabel 2.1.

  No Bahan Lateks segar (%)

  1. Kandungan karet 35,62

  2. Resin 1,65

  3. Protein 2,03

  4. Abu 0,70

  5. Zat gula 0,34

  6. Air 59,62

Tabel 2.1. kandungan bahan-bahan dalam lateks segar (Setyamidjaja.1993)

  Lateks kebun yang bermutu baik merupakan syarat utama untuk mendapatkan hasil bokar yang baik. Untuk dapat mencapai hasil karet yang bermutu tinggi, maka kebersihan dalam bekerja merupakan syarat paling utama yang harus diperhatikan seperti kebersihan peralatan yang digunakan dan kemungkinan terjadinya pengotoran lateks oleh kotoran.

  Penurunan mutu biasanya terjadi disebabkan oleh proses prekoagulasi. Prakoagulasi akan menjadi masalah dalam proses pengolahan sit asap atau sit angin dank rep, sedangkan dalam pengolahan karet remah tidak menjadi masaalah. Prakoagulasi pada lateks dipengaruhi oleh beberapa factor, diantaranya adalah aktivitas mikroorganisme, aktivitas enzim, iklim, budidaya tanaman dan jenis klon, pengangkutan, serta adanya kontaminasi kotoran dari luar. Untuk mencegah terjadinya prakoagulasi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: a.

  Alat-alat penyadapan dan pengangkutan harus senantiasa bersih dan tahan karat b.

  Lateks harus segera diangkut ketempat pengolahan tanpa banyak goncangan c. Lateks tidak boleh terkena sinar matahari langsung d.

  ) atau natrium sulfit

  3 Dapat menggunakan anti koagulan seperti amonia (NH

  (Na

  2 SO 3 ). (Budiman.2012)

  Bahan-bahan selain karet yang terdapat di dalam lateks, seperti lipid dapat berperan sebagai antioksidan. Sedangkan protein, selain berfungsi sebagai penstabil sistem koloid lateks juga berperan sebagai bahan yang mempercepat proses vulkanisasi pada pembuatan barang jadi karet. Protein dan lipid yang ada di dalam lateks dapat membentuk senyawa fosfolipoprotein, berupa membran bermuatan negatif yang melapisi partikel karet. Membran sejenis ini menyebabkan partikel-partikel karet terdispersi secara stabil di dalam serum lateks.

  Untuk memperoleh karet, partikel-partikel karet yang terdapat di dalam lateks dipisahkan dari cairannya dengan cara penggumpalan baik secara sengaja maupun alami. Pada prinsipnya, penggumpalan terjadi akibat terganggunya faktor penunjang kestabilan sistem koloid lateks, misalnya penurunan pH. Di dalam proses penggumpalan lateks, terjadi perubahan sol ke gel dengan pertolongan zat penggumpal. Pada sol karet terdispersi di dalam serum, tetapi pada gel karet di dalam lateks. Penggumpalan dapat terjadi dengan penambahan asam (menurunkan pH), sehingga koloid karet mencapai titik isoelektrik dan terjadilah penggumpalan. Peranan pH sangat menentukan mutu karet. Penggumpalan pada pH yang sangat rendah mengakibatkan warna karet semakin gelap dan nilai modulus karet semakin rendah.

  Penggumpalan sengaja yang lazim dilakukan saat ini adalah dengan penambahan asam, seperti asam format dan asetat untuk menurunkan pH lateks.

  Sedangkan lateks dapat menggumpal secara alami akibat terbentuknya senyawa- senyawa asam hasil perombakan karbohidrat dan lipid yang terdapat di dalam lateks oleh mikroorganisme. (Nazaruddin.1998)

2.1.1. Sejarah Karet

  Karet alam merupakan salah satu komoditas pertanian yang penting untuk indonesia dan lingkup internasional. Di Indonesia, karet merupakan salah satu hasil pertanian yang banyak menunjang perekonomian negara. Indonesia pernah menguasai produksi karet dunia dengan mengungguli hasil dari negara-negara lain dan negara asal tanaman karet sendiri yaitu di daratan Amerika Serikat.

  Posisi Indonesia sebagai produsen karet nomor satu di dunia akhirnya terdesak oleh dua negara tetangga, Malaysia dan Thailand. Mula-mula Malaysia menggeser posisi Indonesia ke nomor dua. Tetapi secara tak terduga Thailand menyodok Malaysia dan kini menjadi produsen karet terbesar di dunia.

  Sedangkan Indonesia hingga saat ini tetap bertahan pada posisi kedua. Posisi ketiga diduduki Malaysia yang terlempar dari posisi nomor satu dan dua.

2.1.2. Jenis-jenis Karet Saat ini karet yang digunakan di industri terdiri karet alam dan karet sintesis.

  Penggunaan karet sintesis jumlahnya lebih tinggi dibandingkan dengan karet alam. Karet sintesis memiliki kelebihan seperti tahan terhadap berbagai zat kimia dan harganya cendrung tetap stabil. Dalam hal pengadaan, karet sintesis jarang mengalami kesulitan untuk pengiriman atau suplai barang. Walaupun karet alam sekarang ini jumlah produksi dan konsumsinya jauh dibawah karet sintesis atau karet buatan pabrik, tetapi sesungguhnya karet alam belum dapat digantikan oleh karet sintesis. Adapun kelebihan-kelebihan yang dimiliki karet alam dibandingkan keret sintesis adalah a.

  Memiliki daya elastis atau daya lenting yang sempurna b. Memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah c. Mempunyai daya aus yang tinggi d. Tidak mudah panas e. Memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan Walaupun demikian, karet sintesis memiliki kelebihan seperti tahan terhadap berbagai zat kimia dan harganya yang cendrung bisa dipertahankan supaya tetap stabil. (Tim Penulis PS.2013)

  Secara umum karet sintesis dibedakan menjadi dua, yaitu karet sintesis untuk kegunaan umum dan kegunaan khusus.

  a. karet sintesis untuk kegunaan umum dinamakan untuk kegunaan umum karena karet sintesis ini dapat digunakan untuk bermacam-macam kebutuhan. Ada beberapa jenis karet sintesis yang bahkan dapat menggantikan fungsi karet alam. Beberapa jenis karet sintesis untuk kegunaan umum sebagai berikut: 1.

  SBR atau Styrena Butadiene Rubber SBR merupakan jenis karet sintesis yang paling banyak diproduksi dan digunakan. SBR memiliki ketahanan kikis yang baik dengan kalor dan panas yang ditimbulkannya rendah.

  2. BR (Butadiene Rubber) BR memiliki daya lekat lebih rendah dibandingkan dengan BSR, sehingga dalam penggunaannya BR biasa harus dicampur dengan karet alam.

  3. IR (Isoprene Rubber) Karet jenis sintesis ini memiliki banyak kemiripan dengan karet alam karena sama-sama merupakan pilimer isoprene. IR bahkan memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan karet alam, yaitu bahannya lebih murni dan viskositasnya lebih bagus.

  a.

  Karet sintesis untuk kegunaan khusus

  Karet sintesis untuk kegunaan khusus ini memiliki sifat khusus yang tidak dimiliki oleh karet sintesi untuk kegunaan umum, yakni than terhadap minyak, oksidasi, panas atau suhu tinggi, dan kedap terhadap gas. Beberapa jenis karet untuk kegunaan khusus ini diantaranya IIR (Isobutene Isoprene Rubber), NBR (Nytril Butadine Rubber), CR (Chloroprene Rubber) dan EPR (Ethylene Propylene Rubber). (Setiawan.2005)

2.2. Pengolahan Latek

  Pada saat mulai keluar dari pohon hingga beberapa jam lateks masih berupa cairan, tetapi setelah kira-kira 8 jam lateks mulai mengental dan selanjutnya membentuk gumpalan karet. Penggumpalan dapat dibagi dua yaitu: a.

  Penggumpalan spontan b. Penggumpalan buatan (Budiman.2012)

  2.2.1. cara memperlakukan lateks

  a. pengumpulan lateks dikebun untuk memperoleh hasil karet yang bermutu tinggi, pengumpulan lateks hasil penyadapan dikebun dan kebersihan harus diperhatikan. Pengumpulan lateks dilaksanakan 3-4 jam setelah penyadapan dilakukan. Tetapi pada pohon-pohon yang aliran lateksnya lambat berhenti dapat dilakukan pengumpulan kedua.

  Lateks dari mangkok dituangkan kedalam ember pemupul. Untuk membersihkan lateks dalam mangkok harus menggunakan spatel, jangan sekali- kali menggunakan kain, rumput-rumputan atau daun-daun kering. Bila lateks dalam ember pemumpul sudah terkumpul banyak, lateks dipindahkan kedalam ember pengumpul yang ukurannya lebih besar. Waktu menuangkan lateks dari ember pemupul ke dalam ember pengumpul harus ditumpahkan secara perlahan- lahan untuk menghindari terjadinya prakoagulasi.

  Setelah selesai pengumpulan lateks, ember-ember pengumpul janganlah ditaruh ditempat yang panas atau kena sinar matahari langsung, karena kenaikan suhu didalam cairan lateks dapat mengakibatkan pemuaian butir-butir karet sehingga akan terjadi prakoagulasi. Dalam keadaan tertentu, pada saat pengumpulan lateks biasa juga menggunakan obat anti koagulasi (antikoagulan) untuk mencegah terjadinya prakoagulasi. Akan tetapi pemakaian anti koagulan ini harus dibatasi sampai batas yang sekecil-kecilnya, karena biayanya cukup besar dan kadang-kadang lateks yang dibubuhi antikoagulan memerlukan larutan obat koagulan (misalnya asaam semut) yang terpaksa kadarnya harus dinaikkan. Penambahan asam yang berlebihan dalam proses koagulasi juga dapat menghambat proses pengeringan.

  Bahan kimia yang digunakan sebagai antikoagulan adalah larutan soda (Na

  2 CO 3 ), amoniak (NH 3 ) dan natrium sulfit (Na

  2 SO 3 ). Kebtuhan antikoagulan

  untuk tiap liter lateks kebun adalah sebanyak 5-10cc larutan soda 10% atau 5-10cc larutan amoniak 2-2,5% atau 5-10cc larutan natrium sulfit 10%.

  b. penerimaan lateks pengawasan untuk setiap penyadap perlu dilakukan, baik pemeriksaan atas produksi maupun kadar karet dari lateks hasil sadapannya. Untuk maksud tersebut, para penyadap perlu mengumpulkan hasil sadapannya ditempat tertentu yang diterima oleh mandor yang bersangkutan. Dari lateks hasil penyadapan dapat ditentukan:

  1. Bobot atau isi lateks Caranya adalah sebagai berikut: penyadap menuangkan lateks dari ember- ember pengumpul kedalam ember-ember takaran melalui sebuah saringan kasar dengan ukuran lubang 2 mm, maksudnya untuk menahan lump yang terjadi karena prakoagulasi. Dengan demikian hasil penyadapan seorang penyadap dapat diketahui.

  2. Kadar Karet Kering (KKK) Dari lateks hasil penyadapan seorang penyadap diambil contoh lateks sebanyak 50 cc dengan takaran yang diketahui volumenya. Lateks tersebut kemudian dimasukkan dalam mangkok yang bernomor sesuai dengan nomor penyadap. Kemudian dibubuhi 10 cc asam cuka 2% atau asam semut 1%.

  Koagulasi berlangsung dengan cepat. Koagulum diambil, diremas-remas dan kemudian digiling dalam kilang tangan saampai terbentuk lembaran yang tipis.

  Lembaran dikeringkan dengan menggunakan sehelai kain. Setelah ditimbang akan diketahui berat basahnya. Dengan menggunakan angka factor pengeringan yang berlaku diperkebunan yang bersangkutan, maka kadar karet kering dari lateks akan segera diketahui.

  c. Pengangkutan lateks setelah lateks hasil sadapan terkumpul seluruhnya, lateks dari tangki penerimaan/pengumpulan yang berada dilokasi tempat pengumpulan hasil dikebun, kemudian diangkut dengan tangki pengangkut kepabrik. Dalam pengangkutan lateks kepabrik harus dijaga agar lateks tidak terlalu tergoncang dan terlalu kepanasan karena dapat berakibat terjadinya prakoagulasi didalam tangki.

  Dalam keadaan tertentu, lateks dalam tangki tersebut perlu diberi obat antikoagulan untuk mencegah terjadinya prakoagulasi dalam tangki.

  d. pengumpulan gumpalan karet mutu rendah selain hasil yang berupa lateks, dari kebun produksi diperoleh pula beberapa bahan bekuan yang dapat dikumpulkan untuk diolah lebih lanjut. Bahan bekuan tersebut dapat berupa:

  1. Skrep (scrap) Skrep adalah bahan bekuan lateks pada irisan/alur sadapan. Skep berbentuk pita panjang yang dapat diambil dari alur sadap saat sebelum penyadapan dilakukan.

  2. Lump Tanah Lump tanah atau karet tanah adalah lateks yang membeku pada tanah disekitar pangkal batang dibawah irisan sadapan.

  3. Lump Mangkok Lump mangkok adalah lateks yang membeku pada mangkok. Lump mangkok diperoleh pada penyadapan yang yang mangkoknya dibiarkan tetap berada pada pohon (tidak diangkat).

  e. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas lateks lateks sebagai bahan baku berbagai hasil karet, harus memiliki kualitas yang baik. Ada beberapa factor yang mempengaruhi kualitas lateks, diantaranya adalah:

  1. Factor dikebun (Janis klon, system penyadap, kebersihan pohon) 2.

  Iklim (musim hujan mendorong terjadinya prakoagulasi, musim kemarau keadaan lateks tidak stbil).

  3. Alat-alat yang digunakan dalam pengumpulan dan pengangkutan (yang terbuat dari aluminium dan baja tahan karat).

  4. Pengangkutan 5.

  Kualitas air dalam pengolahan 6. Bahan-bahan kimia yang digunakan 7. Komposisi lateks.

  Kandungan karet kering untuk sheet dank rep adalah ± 93%, sedangkan kandungan air antara 0,3-0,9%. Bila kadar air lebih tinggi yang disebabkan oleh pengeringan yang kurang sempurna atau penyimpanannya dalam ruangan yang lembab, maka pertumbuhan bakteri dan jamur akan terjadi dan lazimnya disertai dengan timbulnya bintik-bintik warna dipermukaan lembaran. Bintik-bintik ini merusak kualitas dan menyebabkan produk tersebut tidak disukai dalam perdangangan.

  f. Bahan-bahan kimia dan air sebagai bahan olahan 1. senyawa kimia sebagai bahan antikoagulan

  Pemekaian bahan antikoagulan harus dibatasi, karena pemakaiannya berarti memakan biaya, perlu penambahan dosis asam dalam proses koagulasi, dan mempengaruhi proses pengeringan. Pemberian antikoagulam kedalam lateks biasanya dilakukan pada musim rontok daun, sesudah berlangsung hujan malam, pengangkutan lateks dalam jarak yang jauh, dan hasil penyadapan kebun-kebun muda.

  Bahan yang digunakan sebagai antikoagulan adalah: a.

  2 CO

3 )

  Soda (Natrium Karbonat, Na Anti koagulan ini tidak mempengaruhi waktu pengeringan dan kualitas produk yang dihasilkan, hanya mudah membentuk gas asam arang (CO

  2 ) dalam

  lateks, sehingga mempermudah pembentukan gelembung gas dalam bekuan (koagulum).

  b.

4 OH)

  Amoniak (NH Bersifat senyawa antikoagulan dan juga sebagai desinfektan. 0,7% NH

  3

  biasa digunakan untuk pengawetan lateks pusingan. Tiap liter lateks membutuhkan 5 - 10 cc larutan amoniak 2 - 2,5%.

  c.

  2 SO 3 )

  Natrium Sulfit (Na Bersifat senyawa antikoagulan dan desinfektan. Untuk pemakaian segera dibuat larutan 10% dan untuk tiap liter lateks diperlukan 5 – 10 cc Natrium Sulfit

  10%.

  2. Bahan senyawa penggumpal (koagulan)

  a. Asam Semut (disebut juga asam formiat, CHOOH) berupa cairan yang jernih dan tidak berwarna, mudah larut dalam air, berbau merangsang, dan masih bereaksi asam pada pengenceran.

  b.

  3 COOH)

  Asam cuka (disebut juga asam asetat, CH Berupa cairan yang jernih dan tidak berwarna, berbau merangsang, dan mudah diencerkan dalam air.

  3. Air pengolahan

  Dalam pengolahan karet, air berperan sangat penting dibutuhkan dalam jumlah yang sangat besar.

  Syarat – syarat air untuk pengolahan adalah: a.

  Sebagai bahan pengencer lateks, pelarut dan pengencer bahan-bahan kimia, air harus jernih dan tidak berwarna, tidak boleh mengandung garam-garam terutama garam kapur, karena akan sangat mempermudah terjadinya prakoagulasi dan menimbulkan bintik-bintik oksidasi.

  b.

  Air untuk pengolahan di pabrik persyaratannya tidak terlalu ketat, akan tetapi tidak boleh mengandung kotoran. Air yang bersih dapat diperoleh dari sumbernya atau dari sungai dengan cara disaring dan diendapkan dalam bak-bak, atau dengan penambahan tawas.

2.2.2. Pengolahan Sit Sit (sheet) adalah salah satu produk karet alam yang telah lama dikenal dipasar.

  pengolahan sit oleh perkebunan besar dilaksanakan dipabrik pengolahan dengan menggunakan peralatan yang lebih baik dan dengan kapasitas yang lebih besar.

  Oleh karena itu, sit yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik dan kapasitas produksinya pun tinggi. Cara pengolahan sit oleh perkebunan besar pada garis besarnya meliputi urutan pekerjaan: penerimaan lateks, pengenceran, pembekuan, penggiingan, pengasapan dan pengeringan, sortasi, dan pengepakan. Penjelasan masing-masing tingkat pengolahan akan diuraikan satu per satu dibawah ini.

1. Penerimaan lateks

  Lateks hasil penyadaapan yang berasal dari berbagai bagian kebun diangkut dengan tangki ke pabrik. Lateks yang dimasukkan kedalam bak penerimaan harus melalui saringan untuk mencegah aliran lateks yang terlalu deras dan terbawanya lump atau kotoran lain kedalam bak penerimaan. Dari lateks yang telah terkumpul dalam bak penerimaan diambil contoh untuk mengetahui kadar karet kering. Hal ini penting untuk memperhitungkan kebutuhan air dalam proses pengenceran lateks.

2. Pengenceran lateks

  Pengenceran lateks atau memperlemah kadar karet adalah menurunkan kadar karet yang terkandung dalam lateks sampai diperoleh kadar karet baku (Kadar Karet Standart) sesuai dengan yang diperlukan dalam pembuatan sit, yaitu sebesar 13%, 15%, 16% atau 20% sesuai dengan kondisi dan peralatan setempat.

  Adapun maksud dari pengenceran lateks adalah: a.

  Untuk melunakkan bekuan, sehingga tenaga gilingan tidak terlalu berat.

  b.

  Memudahkan penghilangan gelembung udara atau gas yang terdapat didalam lateks.

  c.

  Memudahkan meratanya koagulan (asam pembeku) yang dibubuhkan untuk proses koagulasi.

  Pengenceran lateks yang dilaksanakan dalam bak-bak perlemahan, yang sekali gus juga dapat dijadikan bak pembekuan.

  Cara pengenceran yang umum dilaksanakan dipabrik adalah sebagai berikut: a.

  Bak pembekuan di isi dengan air bersih yang banyaknya sesuai dengan keperluan, sehingga tercapai kadar karet baku yang telah ditentukan.

  b.

  Lateks dialirkan dari bak pencampur ke dalam bak pengencer melalui talang. Sebelum masuk kedalam bak, lateks harus melaui saringan untuk mencegah masuknya bekuan/lump atau kotoran lainnya ke dalam bak pembekuan. Saringan harus selalu bersih agar lateks selalu mengalir dengan lancer.

  c.

  Setelah lateks masuk ke dalam bak pengencer/pembekuan yang telah terisi air tersebut, kemudian diaduk perlahan-lahan dengan alat pengaduk. Buih- buih yang terjadi diambil dan ditempatkan dalam wadah yang tersedia untuk diolah lebih lanjut.

  Dalam pengenceran lateks, jumlah air yang diperlukan harus sesuai dengan keperluan sehingga diperoleh kadar karet baku untuk pembuatan sit.

  Pengenceran yang terlalu encer akan mengakibatkan bekuan yang terlalu lunak dan dalam penggilingan mudah robek. Akan tetapi bila bekuan terlalu keras, akan mengakibatkan pemakaian tenaga gilingan yang lebih besar dan print atau batikan yaitu terjadinya kembang pada permukaan lembaran sit kurang dalam, dan akibatnya waktu untuk pengeringan lebih lama.

  Banyaknya air yang diperlukan untuk pengenceran lateks diperhitungkan menurut rumus: −

  Ap = L

  Dimana: Ap = banyaknya air pengencer c = kadar karet kering (KKK) g = kadar karet baku L = volume lateks yang diencerkan Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah kerja dalam proses pengenceran adalah sebagai berikut: a.

  Siapkan bak mengencer/bak koagulasi yang telah dibersihkan b.

  Isi bak dengan air bersih sebanyak yang diperlukan c. Masukkan lateks kedalam bak melalui saringan d. Aduklah dengan pengaduk yang telah disediakan e. Buanglah busa yang timbul di permukaan bak dengan alat pembuang busa.

3. Pembekuan lateks

  Pembekuan atau koagulasi bertujuan untuk mempersatukan butir-butir karet yang terdapat dalam cairan lateks supaya menjadi satu gumpalan atau koagulum. Untuk membuat koagulum ini, lateks perlu dibubuhi obat pembeku seperti asam semut atau asam cuka. Menurut penelitian, terjadinya proses koagulasi adalah karena terjadinya penurunan pH. Lateks segar yang diperoleh dari hasil sadapan mempunyai pH 6,5. Supaya dapat terjadi penggumpalan atau koagulasi, pH yang mendekati netral tersebut harus diturunkan sampai 4,7. Pada kemasaman ini tercapai titik isoelektris atau keseimbangan muatan listrik pada permukaan partikel-partikel karet, sehingga partikel-partikel atau butir-butir karet tersebut dapat menggumpal menjadi satu. Penurunan pH ini terjadi dengan membubuhkan asam semut 1% atau asam cuka 2% kedalam lateks yang akan diencerkan.

  Cara pembekuan pada tangki pembekuan tersebut adalah sebagai berikut: a.

  Tangki yang telah diisi lateks yang telah diencerkan di aduk beberapa kali.

  Buanglah usa-busa yang timbul dengan alat pembuang busa. Pengadukan pertama cukup 4 kali bolak balik.

  b.

  Bubuhkan kedalam lateks yang telah diencerkan tersebut asam semut atau asam cuka sesuai dengan yang diperlukan. Tiap liter lateks kadar karet baku 16% memerlukan 60 cc asam semut 1% atau asam cuka 2%.

  Aduklah agar asam tersebut merata di dalam larutan lateks. Pengadukan dilakukan 6-10 kali bolak balik.

  c.

  Buanglah busa yang timbul dengan segera d. Pasanglah sekat-sekat dengan cepat tapi teratur mulai dibagian tengah menuju pinggir sedemikian rupa, sehingga tiap ruang diantara sekat terisi lateks yang tinggi permukaannya sama. Dengan demikian, lembaran- lembaran koagulum yang dihasilkan ukurannya cukup seragam e.

  Biarkan lateks membeku selama 2-3 jam. Bila telah membeku, tambahkan air bersih kedalam tangki sampai permukaan bekuan sedikit terendam f.

  Setelah sekat-sekat diangkat akan diperoleh lembaran-lembaran koagulum yang siap untuk digiling

  4. Penggilingan Koagulum diangkat dari tangki/bak pembekuan dan melalui talang-talang yang sengaja dipasang didorongkan mendekati mesin giling. Mesin giling sit terdiri dari satu unit yang dipasang secara berurutan. Guna dari gilingan atau kilang ini adalah: a.

  Untuk menggiling lembaran-lembaran koagulum menjadi lembaran- lembaran sit yang mempunyai ukuran panjang, lebar dan tebalnya tebalnya tertentu b. Untuk mengeluarkan serum yang terdapat dalam koagulum c. Untuk membuang busa yang tertinggal d. Untuk memberikan gambaran (print, batikan, kembang) pada permukaan lembaran sit

  5. Pengasapan dan pengeringan

  Lembaran sit yang keluar dari mesin giling mengandung ± 30% air, yaitu air yang melekat pada permukaan lembaran dan air yang terdapat diantara butir- butir karet di dalam lembaran. Untuk mendapatkan lembaran yang sungguh- sungguh kering, air yang terdapat pada lembaran harus dikeluarkan. Disamping itu, lembaran perlu pula diawetkan agar tahan terhadap kerusakan karena gangguan cendawan yang dapat mengakibatkan penurunan kualitas. Oleh karena itu dalam pembuatan sit diperlukan adanya proses pengasapan dan pengeringan.

  Proses pengasapan dimaksudkan juga untuk memberikan warna coklat terang yang diinginkan. Dengan pengasapan, lembaran-lembaran terdesinfeksi karena didalam asap terkandung komponen formaldehid, phenol, zat warna, dan zat asam organic. Untuk mendapatkan desinfeksi yang kuat, pada tingkat

  o

  pengasapan suhu tidak boleh kurang dari 40 C.

  Partikel-partikel asap merupakan partikel padat terdisfersi didalam campuran gas yang berasal dari pembakaran kayu bakar. Partikel-partikel asap ini mempunyai kutub polar, sehingga dengan lembaran-lembaran sit yang masih basah akan terjadi koagulasi asap yang menyebabkan warna coklat pada permukaan lembaran. Teknik pengasapan dan pengeringan harus disesuaikan dengan dengan sifat sifat tersebut, agar diperoleh sit kering yang warnanya baik.

  Selama proses pengasapan dan pengeringan suhu dan pertukaran udara diatur sebagai berikut: a.

  Hari pertama Suhu dalam ruangan tempat pengasapan dipertahankan pada suhu 40-

  o

  45 C. pada tingkat ini air yang terdapat pada permukaan lembaran sit dapat diuapkan. Pertukaran udara harus berlangsung dengan baik, dimana ventilasi sedikit terbuka. Pada fase ini harus diusahakan agar oven sebanyak mungkin mengeluarkan asap dan suhu cukup panas, sehingga asap dapat naik keruangan penggantungan sit. Pada tingkat pengasapan pertama ini, difusi air dari dalam lembaran tidak merupakan factor pembatas, sehingga bagian asap dengan mudah dapat diserap oleh permukaan lembaran-lembaran sit, dan lembaran-lembaran sit ini kemudian berubah warna menjadi coklat.

  b.

  Hari kedua Selama 24 jam yang kedua, suhu didalam pengasapan diantara gantungan

  o

  lembaran-lembaran sit dinaikkan sampai 50-55

  C. air yang melekat pada permukaan mulai menguap. Proses penguapan bertambah sempurna bila uap mudah dikeluarkan dari ruangan. Keadaan demikian dapat dicapai dengan membuka ventilasi, sehingga uap air dari runangan mudah keluar.

  c.

  Hari ketiga dan seterusnya

  o

  Selama masa ini suhu di dalam kamar dinaikkan sampai 55-60

  C, tanpa memasukkan pengasapan kedalamnya. Tujuan untuk mengeluarkan air yang terdapat diantara butiran-butiran karet di dalam lembaran. Karena proses pengeluarannya hanya mungkin dengan jalan difusi, maka proses pengeringannya

  o

  berlangsung perlahan-lahan, dengan suhu dipertahankan sekitar 60

  C. ventilasi diatur sedikit terbuka untuk memungkinkan udara beredar.

  Setelah lembaran sit mencapai kekeringan sesuai dengan ditentukan, dapur dimatikan dan kamar dibiarkan menjadi dingin. Lembaran-lembaran sit yang telah kering dan berwarna coklat, yang disebut Ribbed Smoked Sheet dikeluarkan dan diangkut keruangan sortasi.

  Factor-faktor yang menentukan lamanya pengeringan

  Lamanya pengeringan di dalam kamar asap/pengeringan dipengaruhi oleh: a.

  Tebal tipisnya lembaran sit b. Bentuk pola atau print dari lembaran sit c. Keras lunaknya lembaran sit d. Cara dan rapatnya penggantungan e. Pengaturan ventilasi/aliran udara f. Pengaturan derajat panas/dapur api g.

  Dinding isolasi panas ruangan pengeringan h. Bahan bakar yang digunakan i. Keadaan cuaca 6.

  Sortasi Lembaran-lembaran sit yang telah selesai diasap, sesampainya diruang sortasi ditimbang untuk mengetahui berat hasil akhir pengolahannya. Setelah penimbangan selesai, lembaran-lembaran sit dibawa keruang sortasi. Pelaksanaan sortai ini dimaksudkan untuk memisahkan lembaran-lembaran sit berdasarkan tingkat kualitasnya.

  Didalam ruangan sortasi terdapat meja sortasi, yang dilengkapi dengan kaca baur yang dipasang miring 45

  o

  C dengan garis vertical. Dari bawah meja dimasukkan sinar tembus yang berasal dari sinar matahari (pada siang hari) atau dari lampu neon 10 Watt. Bila digunakan lampu neon, sinar lampu harus dibiaskan lebih dahulu, tidak boleh langsung. Dengan demikian, sinar yang menembus permukaan meja sortasi adalah sinar diffuse yang kemudian menembus lembaran-lembaran sit yang diperiksa.

7. Pengepakan

  Setelah lembaran sit disortasi dikamar sortasi, tahap selanjutnya adalah pengepakan atau pembungkusan. Sebelum dibungkus lembaran-lembaran sit dilipat untuk memudahkan mengaturnya dalam peti waktu pengepakan. Sebelum pengepresan, sejumlah sit untuk tiap-tiap bendela ditimbang sesuai dengan berat yang dikehendaki. (setyamidjaja.1993)

2.3. Pengolahan dan Pemanfaatan Limbah Karet

  Dalam pengolahan karet selain dihasilkan produk-produk yang diinginkan juga dihasilkan limbah. Limbah yang menjadi masalah dipabrik-pabrik biasanya berupa cairan. Cairan ini dikenal dengan nama air limbah karet yang sebagian besar komponennya terdiri dari air dan zat-zat sisa pengolahan karet.

  Prosespembuatan karet membutuhkan air yang tidak sedikit. Pabrik pengolahan skala kecil dengan kapasitas produksi yang sedikit saja membutuhkan air dalam jumlah yang besar.

  Dalam industri pengolahan karet, air digunakan sebagai bahan pengencer lateks, pembuatan larutan-larutan kimia, pencuci hasil pembekuan dan alat-alat yang digunakan, serta mendinginkan mesin-mesin. Sisa air yang digunakan akan dikeluarkan dalam bentuk limbah. Dalam jangka waktu yang lama limbah akan menumpuk dan menimbulkan masalah baru yang harus mendapat perhatian khusus.

  Air limbah yang dibuang langsung ke suatu tempat akan menyebabkan polusi di lingkungan sekitarnya. Berbagai macam kotoran dan zat kimia yang berbahaya juga bisa menimbulkan masalah kesehatan bagi mahluk hidup disekitarnya. Air limbah karet juga menimbulkan bau yang kurang enak.

2.3.1. Pengolahan Air Limbah Karet

  Agar air limbah pengolahan karet bisa dibuang ke saluran-saluran air umum tanpa membahayakan lingkungan, maka air limbah tersebut harus diolah terlebih dahulu. Prinsip pengolahan air limbah adalah memisahkan partikel-partikel yang berbahaya atau tidak diinginkan dari air atau mengubahnya menjadi zat-zat yang dapat dimanfaatkan. Nilai BOD dan pH limbah dibuat menjadi nilai normal yang tidak membahayakan. Pencemaran lingkungan yang bisa timbul sedapat mungkin dicegah.

  Dibanding dengan jenis karet yang lain, sisa proses pembuatan lateks pekat merupakan limbah yang paling berbahaya bagi lingkungan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) serta pH air lateks pekat yang dibuat secara pusingan lebih besar dari pada limbah pengolahan karet kering. Ini dapat dimengerti karena proses pembuatan lateks kering tidak terlalu membaurkan air yang dipakai dalam pengolahan karet kering.

  Ini dapat dimengerti karena proses pembuatan lateks kering tidak terlalu membaurkan air yang dipakai dalam pengolahan seperti halnya pembuatan lateks pekat. Pengolahan air limbah lateks pusingan antara lain dilakukan dengan sistem kolam anaerob/aerob, oxidation ditch, anaerobic filter dan rotating biodisc.

  Untuk mengolah air limbah diperlukan tempat untuk menampungnya. Tempat penampungan bisa menggunakan kolam, bak atau tangki. Sarana pengolahan air limbah yang memadai seharusnya memiliki kolam pengolahan limbah tersendiri. Dalam sistem pengolahan ini dibuat dua kolam penampungan yang terpisah. Kolam pertama untuk proses anaerob dan kolam kedua untuk proses aerob. Kapasitas kolam anaerob diperkirakan dapat menampung produksi air limbah selama 18-20 hari. Sedangkan kapasitas kolam aerob diharapkan dapat menampung produksi air limbah selama 8-10 hari. Kolam anaerob dibuat dibuat lebih besar dari pada kolam aerob karena pada kolam anaerob pengurangan nilai BOD setelah hari ketiga semakin besar. Sedangkan pada kolam aerob pengurangan nilai BOD setelat hari keempat justru semakin kecil. Setelah kadar BOD dan parameter lainnya seperti pH, amoniak menurun sampai angka yang diperkenankan sebagai limbah yang dapat dibuang maka pengolahan dapat dilanjutkan dengan limbah produksi periode berikutnya.

  Pabrik yang mengolah karet sheet dan karet spesifikasi teknis tidak terlalu mengalami kesulitan dalam masalah limbah. Air limbah pengolahan karet sheet dan spesifikasi dapat dibuang kesaluran pembuangan air umum hanya dengan pengolahan yang sederhana. Ada dua macam limbah yang dihasilkan pada pembuatan karet sheet. Pertama berupa serum dari hasil penggumpalan lateks yang relatif bebas dari butir-butir karet. Limbah ini biasanya dibuang. Kedua, berupa lateks yang sangat encer dan biasanya merupakan hasil pencucian tangki pengangkut dan penampung lateks serta sarana yang dipakai untuk pengolahan karet di tempat pengolahan. Lateks encer memiliki kadar karet kering yang masih lumayan, sekitar 0,5-2%. Jenis limbah yang kedua ini sebenarnya bisa dimanfaatkan.

  Pemanfaatan lateks yang sangat encer sisa pengolahan sheet dilakukan dengan cara penggumpalan. Prinsip pengolahan adalah adalah penampungan limbah dan penggumpalan lateks sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan olah karet. Karena air limbah mengandung lateks yang sangat encer, maka penggumpalan jarang menggunakan asam. Dengan asam waktu yang diperlukan untuk menggumpal sempurna akan lama. Selain itu, asam yang dibutuhkan persatuan berat karet juga cukup banyak. Adapun bahan penggumpal yang baik untuk penggumpalan limbah adalah Buckom LAWT-60 yang dikenal dengan merek dagang Busan.

  Buckom LAWT-60 digunakan untuk menetralkan muatan pada permukaan butir-butir karet yang terkandung didalam limbah. Besarnya jumlah muatan berbanding langsung dengan berat kering limbah lateks. Dalam tempo yang relatif singkat, kurang dari setengah jam, akan diperoleh gumpalan lateks yang sempurna. Bila menggunakan asam format membutuhkan waktu 3-4 jam.

  Selain hasil karet yang didapat, masih ada sisa limbah lagi dari perlakuan ini. Namun, limbah sisa pengolahan lanjut ini memiliki nilai BOD, COD, NH

  3 yang lebih rendah, pHnya juga hampir mencapai netral.

2.3.2. Pemanfaatan Limbah Karet

  Air limbah karet lateks pusingan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman setelah diolah. Berdasarkan penelitian, unsur N, P, K, dan Mg ternyata terdapat didalam limbah. Walaupun masih dalam taraf uji coba, beberapa tempat yang telah melakukan pengolahan limbah memberikan sisa air limbah ini kepada tanaman karet sebagai pupuk.

  Pemberian air limbah olahan sebagai pupuk dapat diberikan pada tanaman karet dipembibitan, tanaman yang belum menghasilkan (TBM), dan tanaman yang sudah menghasilkan lateks. Pemanfaatan limbah karet sisa pengolahan sheet berupa gumpalan lateks merupakan tambahan bahan olahan. Bila tidak diolah, bagian ini akan terbuang percuma dan tidak memberikan nilai tambah sama sekali. Pengolahan limbah juga memungkinkan air sisa pengolahan memiliki nilai BOD, COD, NH 3 yang lebih rendah serta pH yang mendekati normal. (Tim Penulis PS.2013)

2.4. Lokasi dan Titik Pengambilan Sampel Lingkungan

  Pada umumnya, perdebatan mengenai suatu data hasil pengujian difokuskan pada pengambilan sampel yang telah dilakukan. Sehubungan dengan itu, apabila lokasi dan titik pengambilan sampel dinyatakan tidak representatif, data hasil pengujiaanya pun tidak dapat menggambarkan kualitas lingkungan sesungguhnya.

  Karena itu, penentuan lokasi dan titik pengambilan memiliki arti penting.

2.4.1. Penentuan lokasi dan titik pengambilan sampel air limbah

  Air limbah atau limbah cair industri adalah limbah yang dihasilkan pada setiap tahap produksi yang berupa air sisa, air bekas proses produksi, atau air bekas pencucian peralatan industri. Sesuai dengan undang-undang lingkungan hidup, air limbah industri harus dipantau pada waktu tertentu. Data yang diperoleh dari lokasi pemantauan dan titik pengambilan harus dapat menggambarkan kualitas air limbah yang akan disalurkan ke perairan penerima.

  Pemilihan lokasi dan titik pengambilan sampel air limbah bertujuan: a. Mengetahui efisiensi proses produksi. Caranya, sampel diambil dari bak kontrol air limbah sebelum masuk ke pipa atau saluran gabungan yang menuju ke instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Pengambilan sampel di lokasi itu dilakukan apabila suatu industri menghasilkan berbagai jenis produk dengan proses produksi dan karakteristik limbah yang berbeda.

  Semakin kecil konsentrasi air limbah dan beban pencemaran, efisiensi produksi semakin tinggi dan begitu juga sebaliknya.

  b.

  Mengevaluasi efisiensi IPAL. Dalam hal ini sampel diambil pada titik masuk (inlet) dan keluar (outlet) IPAL dengan memperhatikan waktu retensi. Sampel harus diambil pada waktu proses industri berjalan normal.

  c.

  Mengendalikan pencemaran air. Untuk itu sampel diambil pada: 1.

  Titik perairan penerima sebelum air limbah masuk ke badan air.

  Pengambilan itu untuk mengetahui kualitas perairan sebelum dipengaruhi oleh air limbah.

  2. Titik akhir saluran pembuangan limbah (outlet) sebelum air limbah disalurkan ke perairan penerima. Sampel diambil di situ untuk mengetahui kualitas effluent. Apabila dari hasil pengujiannya melebihi nilai baku mutu lingkungan dapat disimpulkan bahwa industri terkait melanggar hukum.

  3. Titik perairan penerima setelah air limbah masuk ke badan air, namun sebelum menerima air limbah lainnya. Pengambilan tersebut untuk mengetahui kontribusi air limbah terhadap kualitas perairan penerima. (Hadi.2007)

2.5. Amoniak

  

Zat anti koagulan yang satu ini termasuk banyak digunakan. Apabila segala sesuatunya

dilakukan dengan benar dan cermat maka hasil yang didapat dengan menggunakan

amoniak akan memuaskan. Lateks yang akan diolah menjadi crepe hendaknya tidak

diberi amoniak secara berlebihan karena berpengaruh terhadap warna crepe yang jadi

nantinya. Dosis omoniak yang dipakai untuk mencegah terjadinya prakoagulasi adalah 5- 10 mL larutan amoniak 2,5% untuk setiapliter lateks. Misalkan amoniak yang digunakan

  

berkadar 20% maka jumlah amoniak yang dibutuhkan adalah 0,6-1,2 mL. Bila dengan

dosis seperti ini prakoagulasi belum bisa dicegah, dosisnya dapat dinaikkan 2 kali lipat atau menggunakan larutan amoniak yang berkadar 5%. (Tim penulis PS.2013)

  • Amoniak NH 3, merupakan senyawa nitrogen yang menjadi NH

  4 pada pH

  rendah dan disebut amonium; amoniak sendiri berada dalam keadaan tereduksi (- 3) Amoniak dalam air permukaan berasal dari air seni dan tinja, juga dari oksidasi zat organis ( H a O b C c N d ) secara mikrobiologis, yang berasal dari air alam atau air buangan industri dan penduduk, sesuai reaksi sebagai berikut:

  3

  3 H a O b C c N - - - d + ( c + d ) O 2 c CO 2 + ( d ) H

  2 O + d NH

  3

  4

  2

  4

  2

  2 Zat organis bakteri

  Dapat dikatakan bahwa amoniak berada di mana-mana, dari kadar beberapa air buangan. Air tanah hanya mengandung sedikit NH , karena NH dapat menempel

  3

  3

  pada butir-butir tanah liat selama infiltrasi air kedalam tanah dan sulit terlepas dari butir-butir tanah liat tersebut. Kadar amoniak yang tinggi pada amoniak yang tinggi pada air sungai selalu menunjukkan adanya pencemaran. Rasa NH kurang

  3

  enak, sehingga kadar NH

  3 harus rendah, pada air minum kadarnya hars nol dan

  pada air sungai harus dibawah 0,5 mg/l. (Alaert.1986) Amoniak (NH

  3 ) dan garam-garamnya bersifat mudah larut dalam air. Ion

  amonium adalah bertuk transisi dari amonia. Amoniak banyak digunakan dalam proses produksi urea, industri bahan kimia (asam nitrat, amonium fosfat, amonium nitrat, dan amonium sulfat), serta industri bubur kertas dan kertas (pulp dan paper). Sumber amonia diperairan adalah pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat didalam tanah dan air, yang berasal dari dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati) oleh mikroba dan jamur. Proses ini dikenal dengan istilah amonifikasi, ditunjukkan dalam persamaan reaksi: N organik + O

  2 NH 3 -N + O

  2 NO 2 -N + O

  2 NO 3 -N

  Amonifikasi nitrifikasi Reduksi nitrat (denitrifikasi) oleh aktifitas mikroba pada kondisi anaerob, yang merupakan proses yang biasa terjadi pada pengolahan limbah, juga menghasilkan gas amoniak dan gas-gas lain, misalnya N

  2 O, NO 2 , NO, dan N 2.

  Tinja dari biota akuatik yang merupakan limbah aktivitas metabolisme juga banyak mengeluarkan amoniak. Sumber amoniak yang lain adalah reduksi gas nitrogen yang berasal dari proses difusi udara atmosfer, limbah industri, dan domestik. Amoniak yang terdapat dalam mineral masuk kebadan air melalui erosi tanah. Diperairan alami, pada suhu dan tekanan normal amoniak berada dalam bentuk gas dan membentuk kesetimbangan dengan gas amonium. Kesetimbangan antara gas amonia dan gas amonium ditunjukkan dalam persamaan reaksi

  NH

  3 + H

  2 O NH 4 + OH

  Selain terdapat dalam bentuk gas, amonia membentuk kompleks dengan beberapa ion logam. Amoniak juga dapat terserap kedalam bahan-bahan tersuspensi dan koloid sehingga mengendap didasar perairan. Amoniak diperairan dapat menghilang melalui proses volatilisasi karena tekanan parsial amoniak dalam larutan meningkat dengan semakin meningkatnya pH. Hilangnya amoniak keatmosfer juga dapat meningkat dengan meningkatnya kecepatan angin dan

  • suhu. Amoniak yang terukur diperairan berupa amoniak total (NH

  3 dan NH 4 ).

  • Aminiak bebas tidak dapat terionisasi, sedangkan amonium (NH

  4 ) dapat

  terionisasi. (Efendi.2003) Analisa air limbah berurusan dengan lima kelompok nitrogen yang berbeda-beda yaitu amoniak bebas, amoniak albuminoida, nitrogen organik, nitrat dan nitrit. Hubungan-hubungan yang timbul diantara berbagai bentuk campuran nitrogen dan perubahan-perubahan yang terjadi dalam alam pada umumnya digambarkan dengan diagram siklus nitrogen yang terkenal. Di dalam air limbah kebanyakan dari nitrogen itu pada dasarnya terdapat dalam bentuk organik atau nitrogen protein dan amoniak. Setingkat demi setingkat nitrogen organik itu dirubah menjadi nitrogen amoniak, dan dalam kondisi-kondisi aerobik, oksidasi dari amoniak menjadi nitrit dan nitrat terjadi sesuai waktunya. Penentuan- penentuan dari pada nitrogen dibuat untuk mengendalikan tingkat pemurnian yang tercapai dalam proses-proses pembenahan biologis, nitrifikasi yang menunjukkan tingkat keseimbangan selokan yang tinggi.

  2.5.1. Amoniak Bebas

  Amoniak ini disebut juga nitrogen amoniak, dihasilkan dari pembusukan secara bakterial zat-zat organik. Air limbah yang masih baru (segar) secara relatif berkadar amoniak bebas rendah dan berkadar nitrogen organik tinggi. Nitrogen amoniak berkurang kadarnya ketika air limbah dibenahi sedangkan keseimbangannya tercapai.

  2.5.2. Amoniak Albuminoida

  Amoniak albuminoida dianggap sebagai suatu ukuran bagi nitrogen organik yang mudah membusuk dan terdapat dalam air limbah. Ia hanya mewakili sebagian dari pada seluruh nitrogen organik pada zat mana amoniak albuminoida itu mempunyai hubungan-hubungan yang dapat berlain-lainan. Dalam air limbah yang kasar, nitrogen albuminoida itu pada umumnya berjumlah kira-kira setengah dari pada seluruh jumlah nitrogen organik. (Mahida.1981)

2.6. Spektrofotometri Untuk Penentuan NH

  3 Dalam analisis spektrofotometri digunakan suatu sumber radiasi yang menjorok

  ke dalam daerah ultraviolet spektrum itu. Dari spektum ini, dipilih panjang- panjang gelombang tertentu dengan lebar pita kurang dari 1 nm. Proses ini memerlukan penggunaan instrumen yang lebih rumit dan karenanya lebih mahal. Instrumen yang digunakan untuk maksud ini adalah spektrofotometer, dan seperti tersirat dalam nama ini, instrument ini sebenarnya terdiri dari dua instrument dalam satu kotak sebuah spektrometer dan sebuah fotometer.

  Sebuah spektrometer optis adalah sebuah instrument yang mempunyai sistem optis yang dapat menghasilkan sebaran (dispersi) radiasi elektromagnet yang masuk, dan dengan mana dapat dilakukan pengukuran kuantitas radiasi yang diteruskan pada panjang gelombang terpikih dari jangka spektral itu. Sebuah fotometer adalah peranti untuk mengukur intensitas radiasi yang diteruskan atau suatu fungsi intensitas ini. Bila digabung dalam spektrofotometer, spektrometer dan fotometer itu digunakan secara gabungan untuk menghasilkan suatu isyarat yang berpadanan dengan selisih antara radiasi yang diteruskan oleh bahan pembanding dan radiasi yang diteruskan oleh contoh pada panjang-panjang gelombang yang terpilih.

  Bila cahaya (monokromatik maupun campuran) jatuh pada suatu medium homogen, sebagian dari sinar masuk akan dipantulkan, sebagian diserap dalam medium itu, dan sisanya diteruskan. Kedua hukum yang terpisah yang mengatur absorpsi itu biasanya dikenal sebagai hukum Lambert dan Hukum Beer. Hukum Lambert menyatakan bahwa bila cahaya monokromatik melewati medium tembus cahaya, laju berkurangnya intensitas oleh bertambahnya ketebalan berbanding lurus dengan intensitas cahaya. Hukum Beer mengkaji efek konsentrasi penyusun yang berwarna dalam larutan, terhadap tranmisi maupun absorpsi cahaya.

  (Vogel.1994)