BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pembuatan pupuk Cair dan Biogas dari Limbah Sayuran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

  2.1 SAMPAH ORGANIK

  Sampah organik adalah sampah yag dihasilkan dari bahan-bahan hayati yang dapat didegradasi oleh mikroba atau bersifat biodegradable. Sampah ini dengan mudah dapat diuraikan melalui proses alami. Sampah berasal dari mahluk hidup, baik manusi maupun tumbuhan. Sampah organik sendiri dibagi menjadi sampah organik basah dan sampah organk kering. Istilah sampah organik basah dimaksudkan sampah yang mempunyai kandungan air yang cukup tinggi contohnya kulit buah dan sisa sayuran. Sedangkan sampah organik kering adalah sampah yang mempunyai kandungan air rendah contoh kayu atau ranting dan dedaunan kering [2].

  2.2 PUPUK ORGANIK CAIR

  Pupuk organik cair dapat dibuat dari bahan-bahan organik berbentuk cair (limbah organik cair), dengan cara mengomposkan dan memberi aktivator pengomposan sehingga dapat dihasilkan pupuk organik cair yang stabil dan mengandung unsur hara lengkap. Menurut [6], pupuk cair dapat diproduksi dari limbah industri peternakan (limbah cair dan setengah padat/slurry) yaitu melalui pengomposan dan aerasi.

  Zat-zat uunsur hara di dalam pupuk cair tersedia bagi tanaman, sebagian langsung dapat diserap, sebagian lagi dengan cepat dapat diurai, sehingga cepat juga dapat diserap. Pemberiam pupuk cair dilakukan dengan menyirampkannya kepada tanah dan ada baiknya segera dicampurkan dengan tanah setelah disiramkan (sosrowedirjo). Menurut buckman, terdapat tiga metode pokok dalam pemberian pupuk cair yaitu:

1. Pemberian langsung pada tanah 2.

  Pemberian air pada irigasi 3. Penyemprotan tanaman dengan pupuk larutan yang tepat

  Pupuk organik cair merupakan salah satu jenis pupuk yang banyak beredar di pasaran. Pupuk organik cair kebanyakan diaplikasikan melalui daun atau disebut sebagai pupuk cair foliar yang mengandung hara makro dan mikro esensial (N, P, K, S, Ca, Mg, B, Mo, Cu, Fe, Mn, dan bahan organik). Pupuk organik cair selain dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, juga membantu meningkatkan produksi tanaman, meningkatkan kualitas produk tanaman, mengurangi penggunaan pupuk anorganik dan sebagai alternatif pengganti pupuk kandang (Sarjana Parman, 2007). Pupuk organik cair mempunyai beberapa manfaat diantaranya adalah [22].

  1. Dapat mendorong dan meningkatkan pembentukan klorofil daun dan pembentukan bintil akar pada tanaman leugonasae sehingga meningkatkan kemampuan fotosintesis tanaman dan penyerapan nitrogen dari udara.

  2. Dapat meningkatkan vigor tanaman sehingga tanaman menjadi kuat dan kokoh, meningkatkan daya tanaman terhadap kekeringan, cekaman cuaca, dan serangan patogen penyebab penyakit.

  3. Merangsang pertumbuhan cabang.

  4. Meningkatkan bunga dan bakal buah.

  5. Mengurangi gugurnya daun bunga dan bakal buah. Pemberian pupuk organik cair harus memperhatikan konsentrasi atau dosis yang diaplikasikan terhadap tanaman. Berdasarkan beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik cair melalui daun memberikan Semakin tinggi dosis pupuk yang diberikan maka kandungan unsur hara yang diterima oleh tanaman akan semakin tinggi, begitu pula dengan semakin seringnya frekuensi aplikasi pupuk daun yang dilakukan pada tanaman, maka kandungan unsur hara juga semakin tinggi. Namun, pemberian dengan dosis yang berlebihan justru akan mengakibatkan timbulnya gejala kelayuan pada tanaman Oleh karena itu, pemilihan dosis yang tepat perlu diketahui oleh para peneliti maupun petani dan hal ini dapat diperoleh melalui pengujian-pengujian di lapangan [2].

  Bahan organik tidak dapat langsung digunakan atau dimanfaatkan oleh tanaman karena perbandingan C/N dalam bahan baku tersebut relative tinggi atau tidak sama denga C/N tanah. Nilai C/N tanah sekitar 10-12. Apabila bahan organik mempunyai kandungan C/N mendekati atau sama dengan C/N tanah maka bahan tersebut dapat digunakan atau diserap tanaman. Namun, umumnya bahan organik yang segar mempunyai C/N yang tinggi, seperti jerami padi 50-70, dedaunan >50, cabang tanaman 15-60, dan kayu tua dapat mencapai 400.

  1. Penguraian zat lemak dan lilin menjadi CO2 dan air 2.

  Terjadi peningkatan beberapa jenis unsur di dalam tubuh jasad renik terutama nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K). Unsur-unsur tersebut akan terlepas kembali jika jasad-jasad renik tersebut mati.

  3. Pembebasan unsur-unsur hara dari senyawa-senyawa organic menjadi senyawa anorganik yang berguna bagi tanaman.

  Akibat perubahan tersebut, berat isi bahan kompos tersebut menjadi sangat berkurang. Sebagian senyawa arang hilang, menguap ke udara. Kadar senyawa N yang larut (amoniak) akan meningkat. Peningkatan ini tergantung pada perbandingan C/N bahan asal. Perbandingan C/N akan semakin kecil berarti bahan tersebut mendekati C/N tanah. Idealnya C/N bahan sedikit lebih rendah disbanding C/N tanah [16].

  Kecepatan suatu bahan menjadi kompos dipengaruhi oleh kandungan C/N semakin mendekati C/N maka bahan tersebut akan semakin cepat menjadi kompos. Tanah pertanian yang baik mengandung unsur C dan N yang seimbang. Setiap bahan organik mempunyai kandungan C/N yang berbeda. organik.

Tabel 2.1 Kandungan C/N dari berbagai sumber bahan organik

  Jenis Bahan Organik

  Kandungan C/N

  Urine ternak 0,8 5,6

  Kotoran ayam

  Kotoran sapi 15,8 Kotoran babi 11,4 Kotoran manusia (tinja) 6-10 Darah

  

3

  

8 Tepung tulang Urine manusia 0,8 17,6

  Eceng gondok Jerami gandum 80-130 Jerami padi 80-130

  110-120 Ampas tebu Jerami jagung 50-60 Sesbania sp. 17,9

  500 Serbuk gergaji Sisa sayuran 11-27

  Sumber : [8].

  Dalam proses pengomposan terjadi perubahan seperti 1. Karbohidrat, selulosa, hemiselulosa, lemak dan lilin menjad CO2 dan air.

2. Zat putih telur menjadi ammonia, CO2 dan air 3.

  Penguraian senyawa organik menjadi senyawa yang dapat diserap tanaman.

  Dengan perubahan tersebut, kadar karbohidrat akan hilang atau turun dan senyawa N yang larut (ammonia) meningkat. Dengan demikian, C/N semakin rendah dan relatif stabil mendekati C/N tanah [12].

  Menurut [16], kemasakan kompos ditentukan oleh tiga aspek yaitu, fisik, kimia dan biologis. Kompos dikatakan telah masak apabila kompos tersebut telah memiliki sifat fisik dan sifat kimia yang baik. Sifat fisik kompos yang baik antara lain, warna yang gelap menuju hitam, bau seperti tanah, ukuran partikel sebesar serbuk gergaji, bila dikepal tidak menggumpal keras, suhu sama dengan lingkungan. Sedangkan kompos dengan sifat kimia yang baik adalah kompos yang telah mampu menyediakan unsur hara bagi tanah dan tanaman, artinya kompos yang telah memiliki kandungan unsur hara yang lebih baik [16].

2.2.1 Pengomposan Anaerobik

  Proses pengomposan anaerobik berjalan tanpa adanya oksigen. Biasanya, prosesnya dilakukan dalam wadah tertutup sehingga tidak ada udara yang masuk (hampa udara). Proses pengomposan ini melibatkan mikroorganisme anaerob untuk membantu mendekomposisi bahan yang dikomposkan. Bahan baku yang dikomposkan secara anaerob biasanya berupa bahan organik yang berkadar air tinggi.

  Pengomposan anaerobik akan menghasilkan gas metan (CH4), karbondioksida (CO2), dan asam organik yang memiliki bobot molekul rendah seperti asam asetat, asam propionat, asam butirat, asam laktat, dan asam suksinat. Gas metan bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif (biogas). Sisanya berupa lumpur yang mengandung bagian padatan dan cairan. Bagian padatan ini yang disebut kompos. Namun, kadar airnya masih tinggi sehingga sebelum digunakan harus dikeringanginkan [19].

Gambar 2.1 Skema reaksi dekomposisi anaerobic [9]

  Tahap-tahap dalam pengomposan anaerobik meliputi :

  1. Tahap Hidrolisis Tahap awal yang dilakukan oleh bakteri untuk menguraikan molekul-molekul kompleks seperti halnya selulosa yaitu dengan cara pemotongan ikatan unit-unit molekul tersebut. Hal ini biasanya terjadi akibat adanya enzim khusus yang dilepaskan bakteri untuk melakukan tugas pemotongan ikatan unit-unit molekul, karena molekul-molekul tersebut terlalu besar untuk dapat diserap secara langsung [5].

  Pada tahap hidrolisis bahan organik yang padat maupun yang mudah larut, dari yang berupa molekul besar dihancurkan menjadi molekul yang lebih kecil sehingga molekul-molekul tersebut larut dalam air [3], pada tahap ini terjadi pelarutan bahan-bahan organik mudah larut dan pemecahan bahan organik kompleks menjadi komponen monomer atau dimerik yang dapat larut dalam air. Pemecahan molekul-molekul tersebut dilakukan oleh enzim ekstraseluler yang dihasilkan bakteri selulolitik, proteolitik dan lipolitik. Bakteri selulolitik memecah selulosa menjadi glukosa, bakteri proteolitik memecah protein rantai panjang menjadi protein sederhana dan bakteri lipolitik memecah lemak menjadi asam lemak. Menurut [3], produk hidrolisis selulase adalah gula, asam lemak dan asam amino. Produk dari tahap hidrolisis berupa komponen lebih menstabilkan serta merupakan sumber energi penting bagi komponen sel bakteri.

  2. Tahap Pembentukan Asam (Asidogenesis) Bakteri tidak hanya menyerap unit-unit molekul yang telah dibebaskan dari senyawaan kompleksnya, tetapi mereka juga terus memecah molekul-molekul kompleks tersebut untuk memperoleh energi dan menggunakan fragmen-fragmennya untuk membentuk molekul-molekul kompleks yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidupnya. Degradasi lanjutan asidogenesis ini meliputi hampir semua unit yang berasal dari protein, karbohidrat atau lemak, khususnya untuk memproduksi asetat (garam dari asam asetat) dan karbondioksida (CO2). Lemak didegradasi dengan melepas satu molekul asetat dari rantai yang panjang. Proses ini terjadi dalam beberapa tahap yang biasanya disertai pelepasan energi yang dapat digunakan oleh sel [5].

  Pada tahap asidogenesis, bakteri asetogenik mengubah bahan organik yang larut dari tahap hidrolisis menjadi asam lemak mudah menguap yang mengandung banyak asam asetat dan sedikit asam butirat, format, propionat serta laktat. Selain itu, pada proses asidogenesis juga terbentuk sedikit alkohol, karbondioksida (CO2), hidrogen dan amoniak. Pada awal penguraian proses asidogenesis, akan terjadi penurunan pH akibat terbentuknya asam asetat dan hidrogen. Jika bakteri terus aktif, maka akan terjadi penimbunan asam asetat dan hidrogen sehingga menimbulkan penurunan pH yang mengakibatkan penghambatan pertumbuhan mikroba [20]. Penurunan pH akan berpengaruh terhadap perkembangan mikroorganisme karena dalam kondisi tersebut tidak tercipta keadaan optimum untuk pertumbuhan bakteri anaerob. Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan pertumbuhan bakteri perlu ditambahkan larutan penyangga.

  Produk terpenting dalam asidogenesis adalah asam asetat, asam propionat, asam butirat, hidrogen dan karbon dioksida. Selain itu, dihasilkan juga sejumlah kecil asam formiat, asam laktat, asam valerat, metanol, etanol, butanediol dan aseton. Bakteri yang berperan dalam tahapan asidogenesis adalah bakteri

  3. Tahap Pembentukan Asetat (Asetogenesis) Pada tahap ini asam lemak akan menguap untuk digunakan sebagai energi oleh beberapa bakteri obligat anaerobik, tetapi bakteri-bakteri tersebut hanya mampu mendegradasi asam lemak menjadi asam asetat [15]. Produk yang dihasilkan dari proses asidogenesis akan mengalami proses oksidasi dalam tahap asetogenesis. Bakteri yang berperan dalam tahapan ini adalah bakteri asetogenik seperti Acetobacterium woodii dan Syntrophobacter wolinii. Tahap asetogenesis menghasilkan produk yang digunakan dalam tahap pembentukan gas metana oleh bakteri metanogenik pada tahap metanogenesis, akan tetapi tidak semua produk dari asetogenesis dapat digunakan secara langsung pada tahap pembentukan gas methan.

  Etanol tidak secara langsung dapat digunakan sebagai substrat dalam pembentukan gas metana. Untuk melangsungkan proses pengolahan etanol menjadi substrat dalam pembentukan gas metan, etanol perlu dioksidasi terlebih dahulu menjadi asetat dan hidrogen oleh bakteri asetogenik. Produk yang dihasilkan dalam tahap ini adalah asetat, hidrogen dan karbon dioksida.

  4. Tahap Pembentukan Gas Metan (Metanogenesis) Metanogenesis merupakan tahap terakhir dari keseluruhan proses dalam tahap konversi anaerobik dari bahan organik menjadi gas metana dan karbondioksida. Mikroba menggunakan substrat sederhana berupa asetat atau komponen-komponen karbon tunggal seperti CO2, H2, asam format, metanol, metilamin dan CO. Kurang lebih 70 persen produksi gas metana dihasilkan oleh spesies bakteri metanogenesis dengan substrat metil asetat. Bakteri metanogenik mampu memproduksi gas metana dari hidrogen dan karbon dioksida, meskipun perubahan energi yang digunakan dalam konversi ini lebih besar dibandingkan untuk pembentukan gas metana secara asetoklasik.

  Kelompok bakteri penghasil metana dinamakan bakteri metanogen [5]. Asam lemak yang terbentuk akan dirombak lagi oleh bakteri methan dan menghasilkan biogas (yang sebagian besar terdiri dari gas methan).

  Bakteri tersebut terdiri dari : Methanobacterium, Methanosarcina dan Desulvobrio yang memanfaatkan unsur Sulfur (S) dan membentuk gas H2S [13].

  Proses produksi biogas merupakan bagian dari proses biologis ekosistem yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan di antaranya parameter fisis maupun kimia. Komponen tersebut saling berinteraksi dan berperan penting dalam membentuk interaksi dalam menstabilkan komunitas biologis (Edmons dan Jaques, 1980). Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi biogas antara lain : ukuran bahan, rasio C/N (karbon : nitrogen), temperatur, perbandingan air dan bahan padat, macam bakteri serta pH substrat.

2.2.2 Pengomposan Aerobik

  Pada beberapa jenis bakteri dan ragi, proses glikolisis (pemecahan glukosa) dapat terjadi tanpa adanya udara. Proses tersebut melalui fermentasi glukosa membentuk alkohol dan karbon dioksida. Pada bakteri, asetat yang terbentuk didegradasi lebih lanjut untuk melepas energi yang lebih besar dan menghasilkan karbon dioksida. Proses ini memerlukan oksigen (O2). Hal ini merupakan letak perbedaan antara bakteri aerobik (dengan oksigen) dan bakteri anaerobik (tanpa oksigen) [5].

  Menurut [8], selain mikroba, oksigen merupakan faktor penting dalam pengomposan aerobik. Dalam kondisi aerob mikroba memanfaatkan oksigen bebas untuk mendekomposisikan bahan organik dan mengasimilasi sebagian unsur karbon, nitrogen, fosfor, belerang serta unsur lain yang diperlukan untuk mensintesis protoplasma sel mikroba tersebut.

2.3 PUPUK ORGANIK

  Pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari bahan organik atau mahluk hidup yang telah mati. Bahan organik akan mengalami pembusukan oleh mikroorganisme, sehingga sifat fisiknya akan berbeda dari semula. Pupuk organik termasuk pupuk majemuk lengkap karena kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur dan mengandung unsur mikro [10].

  Pupuk organik buatan dibuat untuk memenuhi kebutuhan pupuk tanaman kemasan yang praktis, mudah didapat, di distribusikan, dan di aplikasikan, serta dengan kandungan unsur hara yang lengkap dan terukur. Berdasarkan bentuknya, ada dua jenis pupuk organik buatan yaitu padat dan cair [ 13].

  Menurut [19], pupuk cair organik adalah pupuk yang bahan dasarnya berasal dari hewan atau tumbuhan yang sudah mengalami fermentasi dan berntuk produknya berupa cairan. Kandungan bahan kimia di dalamnya maksimum 5%. Penggunaan pupuk cair memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut : 1.

  Pengaplikasiannya lebih mudah jika dibandingkan dengan pengaplikasian pupuk organik padat.

2. Unsur hara yang terdapat di dalam pupuk cair mudah diserap tanaman

  3. Mengandung mikroorganisme yang jarang terdapat dalam pupuk organik padat.

  4. Pencampuran pupuk cair organik dengan pupuk organik padat dapat mengaktifkan unsur hara yang ada dalam pupuk organik padat tersebut [19].

  Kelebihan dari pupuk organik ini adalah dapat secara cepat mengatasi defesiensi hara, tidak bermasalah dalam pencucian hara, dan mampu menyediakan hara secara cepat.

  Dibandingkan dengan pupuk cair anorganik, pupuk organik cair umumnya tidak merusak tanah dan tanaman walapun digunakan sesering mungkin. Selain itu, pupuk ini juga memiliki bahan pengikat, sehingga larutan pupuk yang diberikan ke permukaan tanah bisa langsung digunakan oleh tanaman [10].

  Selama ini pupuk organik yang lebih banyak dimanfaatkan pada berbagai usaha tani yaitu pupuk organik padat (pupuk kandang), sedangkan limbah cair (urine) masih belum banyak dimanfaatkan.

  Pupuk Organik Cair (POC) dalam proses pembuatannya memerlukan waktu yang lebih cepat dari pupuk organic padat, dan penerapannya di pertanian yakni tinggal di semprotkan ke tanaman.

2.3.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Pengomposan

  Pembuatan kompos dipengaruhi oleh beberapa faktor : 1. Nilai C/N Bahan semakin lama. Proses pembuatan kompos akan menurunkan C/N rasio sehingga menjadi 12-30.

  2. Ukuran Bahan Bahan yang berukuran lebih kecil akan lebih cepat proses pengomposannya karena semakin luas bahan yang tersentuh bakteri.

  3. Komposisi Bahan Pengomposan dari beberapa macam bahan akan lebih baik dan lebih cepat.

  Pengomposan bahan organik dari tanaman akan lebih cepat bila ditambah dengan kotoran hewan.

  4. Jumlah Mikroorganisme

  Dengan semakin banyaknya jumlah mikroorganisme maka proses pengomposan diharapkan akan semakin cepat. Dari sekian banyak mikroorganisme ada lima golongan yang pokok yaitu, bakteri fotosintesis, lactobasilius sp , aspergillus sp, ragi (yeast), dan actinomycetes.

  5. Kelembaban Umumnya mikroorganisme tersebut dapat bekerja dengan kelembapan sekitar 40-60 %. Kondisi tersebut perlu dijaga agar mikroorganisme dapat bekerja secara optimal. Kelembapan yang lebih rendah atau lebih tinggi akan menyebabkan mikrorganisme tidak berkembang atau mati.

  6. Suhu Faktor suhu sangat berpengaruh terhadap proses pengomposan karena berhubungan dengan jenis mikroorganisme yang terlibat. Suhu optimum bagi pengomposan adalah 40-60 0C. Bila suhu terlalu tinggi mikroorganisme akan mati. Bila suhu relatif rendah mikroorganisme belum dapat bekerja atau dalam keadaan dorman.

  7. Keasaman (pH) Jika bahan yang dikomposkan terlalu asam, pH dapat dinaikkan dengan cara menambahkan kapur. Sebaliknya, jika nilai pH tinggi (basa) bisa diturunkan dengan menambahkan bahan yang bereaksi asam (mengandung nitrogen) seperti urea atau kotoran hewan [12].

  Dalam kehidupannya mikroba memerlukan unsur makro seperti karbon, nitrogen, fosfor, sulfur dan lain-lain serta unsur mikro seperti natrium, kalsium, magnesium, cobalt, zinkum, besi dan lain-lain. Menurut [5], mikroba yang berperan dalam proses secara anaerobik membutuhkan nutrisi untuk tumbuh dan berkembang, berupa sumber karbon dan sumber nitrogen. Seandainya dalam substrat hanya terdapat sedikit nitrogen, bakteri tidak akan dapat memproduksi enzim yang dibutuhkan untuk mensintesis senyawa (substrat) yang mengandung karbon. Kesetimbangan karbon dan nitrogen dalam bahan yang digunakan sebagai substrat perlu mendapat perhatian. Oleh karena itu, jika terlalu banyak nitrogen pertumbuhan bakteri akan terhambat, dalam hal ini terutama bahan yang kandungan amonianya sangat tinggi. Berdasarkan beberapa informasi yang diperoleh, agar pertumbuhan bakteri anaerob optimum, diperlukan rasio optimum C : N berkisar antara 20 : 1 sampai 30 : 1.

  Menurut [4], perbandingan C/N dari bahan organik sangat menentukan aktivitas mikroba dan produksi biogas. Kebutuhan unsur karbon dapat dipenuhi dari karbohidrat, lemak, dan asam-asam organik, sedangkan kebutuhan nitrogen dipenuhi dari protein, amoniak dan nitrat. Perbandingan C/N (C/N rasio) substrat akan berpengaruh pada pertumbuhan mikroorganisme.

  Perbandingan C/N untuk masing-masing bahan organik akan mempengaruhi komposisi biogas yang dihasilkan. Perbandingan C/N yang terlalu rendah akan menghasilkan biogas dengan kandungan CH4 rendah, CO2 tinggi, H2 rendah dan N2 tinggi. Perbandingan C/N yang terlalu tinggi akan menghasilkan biogas dengan kandungan CH4 rendah, CO2 tinggi, H2 tinggi dan N2 rendah. Perbandingan C/N yang seimbang akan menghasilkan biogas dengan CH4 tinggi, CO2 sedang, H2 dan N2 rendah

  2.5 TOTAL SOLID

  Total Solid adalah padatan yang terkandung dalam bahan. Total solid merupakan salah satu faktor yang dapat menunjukkan telah terjadinya proses pendegradasian karena padatan ini akan dirombak pada saat terjadinya pendekomposisian bahan. Padatan dalam sampah organik pasar akan didegradasi (TS).

  2.6 COD (Chemical Oxygen Demand)

  COD (Chemical Oxygen Demand) adalah banyaknya oksigen dalam ppm atau miligram per liter yang dibutuhkan dalam kondisi khusus untuk mengoksidasi bahan organik dalam air. Selama proses pendegradasian, substrat akan mengalami penurunan jumlah bahan organik yang dikandungnya, sehingga nilai COD yang dihasilkan akan mengalami penurunan. Hal ini terjadi karena bakteri memanfaatkan oksigen dalam merombak substrat. Besarnya nilai penuruan COD tergantung pada besarnya bahan organik yang telah didekomposisi. Di samping mikroba, oksigen merupakan faktor penting dalam pengomposan aerobik. Di bawah ini merupakan reaksi keseluruhan dari proses dekomposisi bahan organik pada kondisi aerob :

  Menurut [8], dalam kondisi aerob, mikroba memanfaatkan oksigen bebas untuk mendekomposisikan bahan organic dan mengasimilasi sebagian unsur karbon, nitrogen, fosfor, belerang serta unsur lain yang diperlukan untuk mensintesis protoplasma sel mikroba tersebut.

  Sehubungan bakteri memanfaatkan oksigen dalam proses penguraian senyawa-senyawa organik, maka nilai COD akan mengalami penurunan setiap harinya.

2.7 AKTIVATOR

  Menurut [8], diacu dalam [2], mendefinisikan bahwa setiap zat atau bahan yang dapat mempercepat penguraian bahan organik disebut dengan aktivator. Aktivator mempengaruhi proses penguraian bahan organik melalui dua cara, cara pertama yaitu dengan menginokulasi strain mikroorganisme yang efektif dalam menghancurkan bahan organik (pada aktivator organik), kedua yaitu meningkatkan kadar nutrisi makanan bagi mikroorganisme tersebut. Aktivator terdiri dari dua jenis yaitu aktivator organik yang terdiri dari aktivator organic alami seperti pupuk kandang, fungi, dan tanah kaya humus dan aktivator buatan contohnya OST (Organic Soil Treatment), E N dan Gt 1000-Wta dan activator kimia seperti asam asetat, amonium sulfat, urea, dan ammonia

2.7.1 EM-4 (Effective Microorganisme 4)

  Teknologi E m (Effective Microorganisme 4) adalah teknologi fermentasi yang dikembangkan pertama kali oleh Prof Dr Teruo Higa dari University Of The Ryukyus, Okinawa Jepang sejak tahun 1980. EM4 merupakan kultur campuran dari beberapa mikroorganisme yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. Mikrooranisme alami yang terdapat dalam EM4 bersifat fermentasi (peragian) terdiri dari lima kelompok mikroorganisme yaitu bakteri fotosintetik

  (Rhodopseudomonas sp.), jamur fermentasi (Saccharonzyces sp.), bakteri asam laktat (Lactobacillus sp.), dan Actinomycetes. EM4 merupakan biofertilizer yang diaplikasi sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman dan populasi mikroorganisme di dalam tanah. E N mampu mempercepat dekomposisi limbah dan sampah organik, meningkatkan ketersediaan nutrisi tanaman, dan rnenekan aktivitas mikroorganisme patogen. Selain itu EM4 juga dapat digunakan untuk membersihkan air limbah, sel-ta meningkatkan kualitas air pada tambak udang dan ikan [12]

  Bakteri fotosintetik merupakan bakteri yang dapat mensintesis senyawa nitrogen, dan gula. Jamur fermentatif berfungsi untuk memfermentasi bahan organik menjadi senyawa-senyawa organik (dalam bentuk alkohol, gula, dan asama amino) yang siap diserap oleh perakaran tanaman. bakteri asam laktat terutama golongan Lactobacillus sp. berfungsi untuk memfermentasi bahan organik menjadi senyawa-senyawa asam laktat yang dapat diserap oleh tanaman. Actinomycetes merupakan bakteri yang tumbuh dalam bentuk miselium (filament berbentuk jalinan benang). Actinotnycetes berfungsi mengambil asam amino dan zat yang dihasilkan oleh jamur fermentatif dan mengubahnya menjadi antibiotic yang bersifat toksik terhadap patogen atau penyakit serta dapat melarutkan ion-ion fosfat dan ion-ion mikro laimya. Streptonzyces sp. menghasikan enzim steptomisin yang berguna bagi tanaman [2].

  Mikroorganisme yang terdapat dalam EM4 dapat bekerja efektif menambah merupakan bahan makanan dan sumber energi. Dalarn penggunaan EM4 memerlukan dedak sekitar 10% dari jumlah bahan. Sebagai sumber makanan bakteri maka pada tahap awal diperlukan molase atau gula sebanyak 0,1% dari jumlah bahan [12].

2.8 STANDARD PUPUK ORGANIK CAIR

  Berdasarkan atas berbagai fakta yang dikemukakan oleh para pakar dan sumber informasi yang lain, spesifikasi standar mutu pupuk organik tergantung pada masing-masing negara. Keasaman pH harus masuk dalam kualitas pupuk organik berkisar pada pH netral 6,5-7,5, dalam kondisi normal tidak akan menimbulkan masalah, sejauh proses penguraian dapat mempertahankan pH pada kisaran netral [21]. Standar kualitas unsur makro pupuk organik berdasarkan SNI 19-7030-2004 dapat dilihat pada

Tabel 2.2 Standar kualitas pupuk organik cair berdasarkan SNI 19-7030-2004

  11-30

2.9 NITROGEN

  Unsur nitrogen berfungsi sebagai nutrien atau biostimulan karena memilik peranan yang penting untuk pertumbuhan protista dan tumbuhan. Unsur tersebut harus berada dalam lingkungan perairan untuk mendukung rantai makanan (Davis dan Comwell 1991). Nitrogen merupakan unsur penyusun yang penting dalam sintesa protein. Sebagian besar dari nitrogen total dalam air dapat terikat sebagai nitrogen organik, yaitu dalam bahan-bahan berprotein. Bentuk utama nitrogen di air limbah adalah meterial protein dan urea. Senyawa-senyawa nitrogen terdapat dalam bentuk terlarut atau sebagai bahan tersuspensi. Jenis nitrogen di air meliputi nitrogen organik, amonia, nitrit, dan nitrat [18].

  Nitrogen diserap oleh akar tanaman dalam bentuk NO< (nitrat) dan NH4 (amonium). Nitrogen yang berasal dari bahan organik tertentu diperoleh melalui amonisasi-nitrifikasi [15]. Amonifikasi berlangsung baik pada tanah yang drainasenya baik dan kaya akan kation basa. Setelah amonifikasi terjadi nitrifikasi yang diambil oleh mikroflora dan difiksasi olah liat. Proses nitrifikasi ini selain tergantung pada keadaan fisik, aerasi, suhu juga tergantung pH dan C/N ratio. Nitrifikasi berlangsung pada suhu 25°C (suhu optimalnya (27-32"C), sedangkan pada temperatur yang lebih tinggi (52°C) maka kegiatan akan terhenti [15].

  Menurut [14], nitrogen organik berhubungan dengan suspended solid dalam air limbah dengan sedimentasi dan filtrasi. Nitrogen organik yang benvujud padat dapat langsung masuk ke dalam tanah yang memiliki molekul organik kompleks yaitu karbohidrat, protein, dan lignin. Beberapa nitrogen organik dihidrolisis menjadi asam amino yang terlarut dan memungkinkan pemecahan lebih lanjut untuk melepas ion amonia (NH4).

  Amonia yang terdapat didalaln perairan dapat berasal dari proses penguraian bahan organik yang banyak mengandung senyawa nitrogen seperti protein. Amonia dapat larut baik dalam bentuk ion amonia (NH4) atau amonia (NH3), yang bergantung pada pH perairan [14].. Menurut [2], menyatakan bahwa bentuk cairan amonia terdapat dalam 2 bentuk yaitu amonia bebas (NH3) dan dalam bentuk ion amonia (NH4).

  Nitrit relatif tidak stabil dan mudah teroksidasi menjadi nitrat. Konsentrasi nitrit yang tinggi dapat mereduksi aktivitas bakteri nitrifikasi pada kondisi asam. Nitrat nitrogen yang merupakan turunan dari nitrit adalah bentuk nitrogen yang paling teroksidasi dalam limbah. Nitrat merupakan nutrien utama untuk pertumbuhan tanaman air. Nitrat jika tidak dapat dihilangkan oleh tanaman atau denitrifikasi dapat mencemari air bawah tanah [14]. Nitrat merupakan jenis nitrogen yang paling dinamis dan menjadi bentuk paling dominan pada sungai, keluaran air tanah dan deposit atmosfer ke laut [14]. Nitrat dapat ditangkap oleh akar tanaman, tetapi penangkapan hanya terjadi di sekitar akar selama pertumbuhan. Kisaran nilai nitrat dalam efluen limbah adalah 15-20 mg/l [14].

2.10 FOSFOR

  Fosfor merupakan bagian dari protoplasma dan inti sel, sebagai bagian dari inti set sangat penting dalam pembelahan sel, demikian pula bagi perkembangan

  • 2

  jaringan meristem. Fosfor diambil tanaman dalam bentuk H

  2 PO 4 ; dan HPO 4 ,

  secara umum fungsi dari fosfor dalam tanaman dapat dinyatakan sebagai berikut:

  1. Dapat mempercepat pekumbuhan akar semai

  2. Dapat mempercepat serta memperkuat pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa pada ulnumnya

  3. Dapat mempercepat pembuangaan dan pemasakan buah, biji atau gabah

  4. Dapat meningkatkan produksi biji-bijian, fosfor juga sebagai penyusun lemak dan protein. Didalam tanah fungsi P terhadap tanaman adalah sebagai zat pembangun dan terikat dalam senyawa-senyawa organic

  Dengan demikian hanya sebagian kecil saja yang terdapat dalam bentuk anorganik sebagai ion-ion fosfat. Sebagai bahan pembentuk, fosfor terpencarpencar dalam tubuh tanaman, semua inti mengandung fosfor dan selanjutnya sebagai senyawa-senyawa fosfat didalam sitoplasma dan membran sel. Bagianbagian tubuh yang berkaitan dengan pembiakan generatif seperti daun-daun bunga, tangkai tangkai sari, kepala sari, butur tepung sari, daun buah serta bakal biji ternyata mengandung P.

  2.11 KALIUM

  Elemen ini dapat dikatakan bukan elemen yang langsung pembentuk bahan organik, kalium berperan dalam:

  1. Pembentukan protein dan karbohidrat

  2. Pengerasan bagian kayu dari tanaman

  3. Meningkatkan resistensi tanaman terhadap penyakit

  4. Meningkatkan kualitas biji dan buah Kalium diserap dalam bentuk K' (terutama pada tanaman muda). Kalium banyak terdapat dalam jaringan muda, pada sel tanaman zat ini terdapat sebagai ion didalam cairan sel dan keadaan demikian akan merupakan bagian yang penting dalam melaksanakan turgor yang disebabkan oleh tekanan osmosis [15].

  Berdasarkan ketersediaan kalium bagi tanaman kalium dibagi menjadi K tidak tersedia ( K dalam batuan mineral), K lambat tersedia (K yang tidak dapat dipertukarkan) dan K tersedia (K yang dapat dipertukarkan dan K dalam larutan tanah). K yang dapat dipertukarkan adalah K dalam bentuk organic [3].

  2.12 BIOGAS

  Biogas sebagai salah satu sumber energi yang dapat diperbaharui dapat menjawab kebutuhan akan energi sekaligus menyediakan kebutuhan hara tanah dari pupuk cair dan padat yang merupakan hasil sampingannya serta mengurangi efek rumah kaca. Pemanfaatan biogas sebagai sumber energi pengganti dapat mengurangi penggunaan kayu bakar. Dengan demikian dapat mengurangi usaha penebangan hutan, sehingga kehidupan hutan terjaga. Biogas menghasilkan api biru yang bersih dan tidak menghasilkan asap.

  Energi biogas sangat potensial untuk dikembangkan kerena produksi biogas peternakan ditunjang oleh kondisi yang memungkinkan dari perkembangkan dunia peternakan sapi di Indonesia saat ini. Disamping itu, kenaikan tarif listrik, kenaikan harga LPG, premium, minyak tanah, minyak solar, minyak diesel dan minyak bakar telah mendorong pengembangan sumber energi elternatif yang murah, berkelanjutan dan ramah lingkungan [17].

Tabel 2.3 Komposisi biogas

  Dari campuran gas-gas tersebut, gas methan (CH4) merupakan komponen yang paling banyak, sedangkan gas-gas yang lainnnya dalam proporsi yang relatif sedikit [15], banyaknya biogas yang dihasilkanbtergantung dari komposisi bahan-bahan yang digunakan, suhu dan lamanya dekomposisi.

  Biogas mempunyai sifat mudah terbakar bahkan dapat menyala dengan sendirinya pada suhu 650 – 750oC. Panas pembakarannya berkisar antara 19,7 sampai 23 Mega Joule (MJ)/m3. Energi yang dapat dihasilkan rata-rata setaraf dengan 21,5 MJ atau 563 Btu/ft3. Rapatan relatif nya 80 persen dari kerapatan udara dan 120 persen rapatan metan [15].

  Biogas yang dihasilkan oleh aktifitas anaerobik sangat populer digunakan untuk mengolah limbah biodegradable karena bahan bakar dapat dihasilkan sambil menghancurkan bakteri patogen dan sekaligus mengurangi volume limbah buangan. Metana dalam biogas, bila terbakar akan relatif lebih bersih daripada batu bara, dan menghasilkan energi yang lebih besar dengan emisi karbon dioksida yang lebih sedikit. Pemanfaatan biogas memegang peranan penting dalam manajemen limbah karena metana merupakan gas rumah kaca yang lebih berbahaya dalam pemanasan global bila dibandingkan dengan karbon dioksida. Karbon dalam biogas merupakan karbon yang diambil dari atmosfer oleh fotosintesis tanaman, sehingga bila dilepaskan kembali ke atmosfer tidak akan menambah jumlah karbon di atmosfer bila dibandingkan dengan pembakaran bahan bakar fosil. Saat ini banyak negara maju meningkatkan penggunaan biogas yang dihasilkan baik dari limbah cair maupun limbah padat atau yang dihasilkan dari sistem pengolahan biologi mekanis pada tempat pengolahan limbah [ 6 ].

2.13 POTENSI EKONOMI PUPUK ORGANIK CAIR

  Pupuk organik cair adalah salah satu peluang usaha yang dapat dikembangkan, dilihat dari kebutuhan pupuk pada setiap tahunnya.

Tabel 2.4 Produksi Pupuk di Idonesia

  Tahun Urea ( juta ton ) KCl ( juta ton ) 2010 10.552 70.7 2011 10.309

  83 2012 10.508 96 2013 10.498 106

  Sumber Data produksi Pupuk PT Persero 2013 Meingkatnya kebutuhan pertanian di Indonesia menyebabkam kebutuhan pupuk semakin meningkat, dengan efisiensinya untuk memenuhi kebutuhan pupuk bagi para petani dibuatlah pembuatan pupuk organik cair dari berbagai limbah sayuran.

  Alat yang digunakan pada umumnya adalah sebagai berikut : Tong : 30 liter ( Rp45.000 ) Selang : 2 meter ( Rp2.400 )

  Bahan yang digunakan pada umumnya adalah sebagai berikut :

1. Limbah sayuran 2.

  Air 3. EM4 ( Effective Microorganisme ) : Rp20.000/1.5liter 4. Molase

  : Rp2.000/liter Perbandingan yang digunakan pada umumnya adalah sebagai berikut : 1 liter EM4 (effective Microorganisme) + air 10 liter Perbandinga molase encer dan air 1 : 1

  Rp 20.000 + Rp4.000+ Rp 45.000 + Rp 2.400 = Rp 71.400 Rp 71.400/25 liter = Rp 2.846/liter

  Harga jual pupuk organik cair Rp 5.000/liter Sumber [4].

Dokumen yang terkait

BAB II METODE PENELITIAN - Analisis Rasio Keuangan Pada Hotel Mona Plaza Pekanbaru

0 2 43

BAB II KREDIT PEMBIAYAAN DALAM PERBANKAN A. Tinjauan Umum Tentang Kredit - Aspek Yuridis Pemberian Pembiayaan Modal Kerja pada Perbankan Syariah dengan Menggunakan Akad Mudharabah (Studi pada Bank Syariah Mandiri Cabang Medan Utama)

0 0 21

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Aspek Yuridis Pemberian Pembiayaan Modal Kerja pada Perbankan Syariah dengan Menggunakan Akad Mudharabah (Studi pada Bank Syariah Mandiri Cabang Medan Utama)

0 0 14

BAB II PERAN ORGAN PERSEROAN DALAM PENGGUNAAN LABA PERSEROAN A. Pengertian dan Dasar Hukum Penggunaan Laba Perseroan - Analisa Yuridis Terhadap Penggunaan Laba Perseroan Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

0 0 29

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisa Yuridis Terhadap Penggunaan Laba Perseroan Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

0 0 24

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PROSES PELAKSANAAN EKSPOR-IMPOR - Tinjauan Hukum Peranan Kawasan Berikat Dalam Proses Eskpor Gliserin (Studi Pada Pt. Musim Mas)

0 0 33

BAB I PENDAHULUAN - Tinjauan Hukum Peranan Kawasan Berikat Dalam Proses Eskpor Gliserin (Studi Pada Pt. Musim Mas)

0 0 11

Pengaruh Populasi Kacang Tanah (Arachis HypogaeaL.) dan Jagung (Zea MaysL.) terhadap Pertumbuhan dan Produksi Pada Sistem Pola Tumpang Sari

0 0 59

Pengaruh Populasi Kacang Tanah (Arachis HypogaeaL.) dan Jagung (Zea MaysL.) terhadap Pertumbuhan dan Produksi Pada Sistem Pola Tumpang Sari

0 0 11

Pengaruh Populasi Kacang Tanah (Arachis HypogaeaL.) dan Jagung (Zea MaysL.) terhadap Pertumbuhan dan Produksi Pada Sistem Pola Tumpang Sari

0 0 14