Penentuan Ammoniak Pada Limbah Cair Pengolahan Karet Remah Dengan Bahan Baku Lateks Pekat Dan Lump Mangkok Di PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir

(1)

PENENTUAN AMMONIAK PADA LIMBAH CAIR

PENGOLAHAN KARET REMAH DENGAN BAHAN BAKU

LATEKS PEKAT DAN LUMP MANGKOK

DI PT.BRIDGESTONE SUMATERA RUBBER ESTATE

DOLOK MERANGIR

KARYA ILMIAH

SRI WAHYU MEY BELLA

082401056

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KIMIA ANALIS

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

PENENTUAN AMMONIAK PADA LIMBAH CAIR PENGOLAHAN

KARET REMAH DENGAN BAHAN BAKU LATEKS PEKAT DAN

LUMP MANGKOK

DI PT.BRIDGESTONE SUMATERA RUBBER ESTATE

DOLOK MERANGIR

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Ahli Madya

SRI WAHYU MEY BELLA

082401056

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KIMIA ANALIS

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENENTUAN AMMONIAK PADA LIMBAH

CAIR PENGOLAHAN KARET REMAH DENGAN BAHAN BAKU LATEKS PEKAT DAN LUMP MANGKOK DI PT. BRIDGESTONE SUMATERA RUBBER ESTATE DOLOK MERANGIR

Kategori : KARYA ILMIAH

Nama : SRI WAHYU MEY BELLA

Nomor Induk Mahasiswa : 082401056

Program Studi : DIPLOMA (D III) KIMIA ANALIS

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

Diluluskan di Medan, Juni 2011

Diketahui / Disetujui oleh

Ketua Jurusan Program Pembimbing, Diploma III Kimia

Dra. Emma Zaidar, M.Si NIP : 195512181987012001

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan, M.S NIP 195408301985032001

Drs. Darwis Surbakti, MS NIP 195307071963031001


(4)

PENENTUAN AMMONIAK PADA LIMBAH CAIR PENGOLAHAN KARET REMAH DENGAN BAHAN BAKU LATEKS PEKAT DAN LUMP MANGKOK DI PT.BRIDGESTONE SUMATERA RUBBER ESTATE DOLOK MERANGIR

TUGAS AKHIR

Saya mengakui bahwa tugas akhir ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2011

SRI WAHYU MEY BELLA 082401056


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis ucapkan pada kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya serta. Limpahan kasih-Nya pada kita semua. Serta tidak lupa pula salawat beriringkan salam penulis hadiahkan kepada nabibesar junjungan kita Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman gelap gulita ke zaman terang benderang dan mengharapkan syafatnya di yaumil akhir kelak. Sehingga penulis dapat menyelasaikan Karya Ilmiah ini dengan baik.

Adapun karya Ilmiah ini di susun berdasarkan Hasil Peraktek Kerja Lapangan (PKL) yang di laksanakan di PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate. Penulisan Karya Ilmiah ini adalah untuk memenuhi dan melengkapi mata kuliah di Program Studi Diploma III Kimia Analis FMIPA USU.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada orang-orang yang telah berjasa dalam menyelesaikan Karya Ilmiah ini, antara lain:

1. Kedua orang tua penulis Ayahda Suwirman dan Ibunda Noni Warti yang selalu memberi dukungan yang tidak pernah putus baik moril dan materil. Kakak dan adik-adik penulis Kak Dian, Putri, dan Anggi yang selalu memberi semangat.

2. Bapak Drs. Darwis Surbakti MS selaku Dosen Pembimbing Karya Ilmiah. Bapak Drs. Usman Rasyid selaku Dosen Pembimbing Akademik. Ibu DR. Rumondang Bulan MS,selaku Ketua Departeman Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuuan alam Universitas Sumatera Utara. Bapak Drs. Sutarman MSc, selaku Dekan Fakultas matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dani Sukmayadi ST, Husni ST, selaku pembimbing PKL

4. Bang Wahyu Afriansyah ST, Kak Ira Madiana SKM, Acha yang sudah dengan lapang dada menerima kami di rumah kakak dan abang selama kami PKL serta bang Danny Arabi ST yang telah banyak membantu penulis.

5. Terima kasih banyak untuk Himpunan ku yang telah banyak memberikan pelajaran, dukungan dari kawan-kawan HMI Kom’s FMIPA USU dan


(6)

Pengurus Sofia, Yuni, Elisa, Tya, Ai, Melan, Ayu, Lala, Verroes, Ikhwal, dan banyak lainnya yang tidak dapat saya sebutkan, maupun seluruh anggota HMI Kom’s FMIPA USU serta Abanda dan Kakanda periode 2008-2009 yang telah membantu penulis.

6. Untuk teman PKL Rizka, Oji, dan William, benar-benar partner yang tidak akan terlupakan. Pada sahabat penulis, Ade terima kasih dukungannya, Rora, Icha, Echy, Una, Loli, Aya, serta sahabat lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

7. Semua kawan-kawan Mahasiswa Program Studi Diploma III Kimia Analis stambuk 2008.

8. Terima kasih kepada seluruh pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan Karya Ilmiah ini yang tidak dapat di tuliskan satu persatu.

Penulis juga menyadari di dalam penulisan Karya Ilmiah ini masih sangat banyak terdapat kekurangan. Untuk itu, penulis membutuhkan kritik dan saran untuk perbaikan dalam penulisan selanjutnya. Akhirnya, penulis berharap semoga Karya Ilmiah ini dapat berguna dan dapat menambah wawasan pembaca.

Medan, Juni 2011

Penulis


(7)

ABSTRAK

Telah dilakukan analisis penentuan amoniak pada limbah cair pengolahan karet remah dengan bahan baku lateks pekat dan lump mangkok di PT. Bridgestone dengan menggunakan metode titrimetri dan sampel dipreparasi dengan cara destilasi. Destilat sampel ditampung dalam wadah yang telah berisi asam borat 2% dan indikator methyl merah. Kemudian dititrasi dengan menggunakan larutan H2SO4 0,01 N. Dari

hasil analisis diperoleh jumlah amoniak dari limbah pabrik lateks pekat yaitu antara 7 mg/l – 13,58 mg/l dan jumlah amoniak dari limbah pabrik lump mangkok yaitu antara 1,12 mg/l – 3,78 mg/l.


(8)

AMMONIAK DETERMINATION IN LIQUID WASTE PROCESSING CRUMB RUBBER WITH RAW MATERIAL CONCENTRATED LATEX AND

CUP LUMP ON PT.BRIDGESTONE SUMATRA RUBBER ESTATE DOLOK MERANGIR

ABSTRACT

Has done the analysis of ammonia determination in crumb rubber processing wastewater with raw materials of concentrated latex and cup lump at PT. Bridgestone using titrimetric method and sample preparation by distillation. Destilat capacity of the sample in a container which already contains 2% boric acid and methyl red indicator. Later in the titration using 0.01 N H2SO4 solution from the analysis results obtained from the amount of ammonia concentrated latex factory waste that is between 7 mg / l - 13.58 mg / l and the amount of ammonia from waste plant cup lump which is between 1.12 mg / l - 3.78 mg / l.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN ii

PERNYATAAN iii

PENGHARGAAN iv

ABSTRAK vi

ABSTRACT vii

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL x

Bab 1. PENDAHULUAN 1

1.1. Latar belakang 1

1.2. Permasalahan 3

1.3. Tujuan 3

1.4. Manfaat 3

Bab 2. TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1. Karet 4

2.1.1. Sistematika 4

2.1.2. Jenis-Jenis Karet 5

2.1.3. Perbedaan Karet Alam dan Karet Sintetis 5

2.1.4. Jenis-jenis Karet Alam 6

2.2. Penyadapan 9

2.3. Prakoagulasi 9

2.3.1.Faktor penyebab prakoagulasi 10

2.3.2. Pencegahan prakoagulasi 11

2.4. Pengolahan karet remah (crumb rubber) 13

2.4.1. Pengolahan karet remah dengan bahan baku lateks 13 2.4.2. Pengolahan karet remah dengan bahan baku gumpalan mutu rendah14

2.5. Limbah 14

2.5.1. Pencemaran air 15

2.5.2. Bahan pencemar air 15


(10)

2.5.4. Air buangan industri 16

2.5.5. Sistem air limbah 17

2.5.6. Pengolahan Limbah Air 18

2.5.7. Pengolahan Air Limbah Karet 20

2.6. Titrimetri 22

2.6.1. Macam-macam titrasi 22

2.6.1.1. Titrasi Asam Basa 22

2.6.1.2. Titrasi Pengkompleksan 22

2.6.1.3. Titrasi Pengendapan 22

2.6.1.4. Titrasi Oksidari- Reduksi 23

2.6.1.5. Titrasi Potensiometri 23

2.6.1.6. Titrasi Fotometrik 23

Bab 3. METODOLOGI PERCOBAAN 24

3.1. Alat 24

3.2. Bahan 25

3.3. Prosedur Percobaan 25

3.3.1. Pembuatan Reagen 25

3.3.2. Prosedur Percobaan 26

a. Preparasi Sampel 26

b. Penentuan amoniak 26

Bab 4. DATA DAN PEMBAHASAN 27

4.1. Data Percobaan 27

4.2. Perhitungan 28

4.3. Pembahasan 29

Bab 5. KESIMPULAN DAN SARAN 31

5.1. Kesimpulan 31

5.2. Saran 32

DAFTAR PUSTAKA 33


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman 2.1. Perbandingan produksi dan konsumsi karet alam dan karet sintetis 6

2.2. Standar mutu lateks pekat 7

2.3. Standard Indonesian Rubber (SIR) 8


(12)

ABSTRAK

Telah dilakukan analisis penentuan amoniak pada limbah cair pengolahan karet remah dengan bahan baku lateks pekat dan lump mangkok di PT. Bridgestone dengan menggunakan metode titrimetri dan sampel dipreparasi dengan cara destilasi. Destilat sampel ditampung dalam wadah yang telah berisi asam borat 2% dan indikator methyl merah. Kemudian dititrasi dengan menggunakan larutan H2SO4 0,01 N. Dari

hasil analisis diperoleh jumlah amoniak dari limbah pabrik lateks pekat yaitu antara 7 mg/l – 13,58 mg/l dan jumlah amoniak dari limbah pabrik lump mangkok yaitu antara 1,12 mg/l – 3,78 mg/l.


(13)

AMMONIAK DETERMINATION IN LIQUID WASTE PROCESSING CRUMB RUBBER WITH RAW MATERIAL CONCENTRATED LATEX AND

CUP LUMP ON PT.BRIDGESTONE SUMATRA RUBBER ESTATE DOLOK MERANGIR

ABSTRACT

Has done the analysis of ammonia determination in crumb rubber processing wastewater with raw materials of concentrated latex and cup lump at PT. Bridgestone using titrimetric method and sample preparation by distillation. Destilat capacity of the sample in a container which already contains 2% boric acid and methyl red indicator. Later in the titration using 0.01 N H2SO4 solution from the analysis results obtained from the amount of ammonia concentrated latex factory waste that is between 7 mg / l - 13.58 mg / l and the amount of ammonia from waste plant cup lump which is between 1.12 mg / l - 3.78 mg / l.


(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Karet alam (Havea sp.) merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting baik untuk lingkup internasional dan teristimewa bagi Indonesia. Di Indonesia karet alam merupakan salah satu hasil pertanian terkemuka karena banyak menunujang perekonomian negara. Sebagai tanaman yang banyak dibutuhkan untuk bahan industri, karet banyak dibudidayakan sebagai tanaman perkebunan di Indonesia. Tanaman karet diusahakan mulai dari luasan kecil yang hanya ratusan meter persegi hingga mencapai luasan ribuan kilometer persegi. Secara umum usaha perkebunan karet di Indonesia dapat di bagi dalam beberapa kelompok seperti:

- Perkebunan besar negara atau yang diusahakan oleh pihak pemerintah, biasanya oleh PTP atau PNP.

- Perkebunan besar yang diusahakan oleh swasta. - Perkebunan karet yang diusahakan oleh rakyat.

Dalam proses pengolahan karet untuk menghasilkan produk-produk yang diinginkan, juga dihasilkan produk lain yang disebut limbah. Limbah yang menjadi masalah di pabrik-pabrik biasanya berupa cairan. Limbah cair industri karet mengandung senyawa organik antara lain dalam bentuk senyawa karbon dan nitrogen,


(15)

juga biasanya mengandung air cucian dari lateks yang tidak terkoagulasi, protein, lipid, karoten, dan lain-lain. Selain itu limbah cair industri karet juga mengandung bahan-bahan kimia yang ditambahkan selama proses pengolahan seperti Amoniak. Sehingga bila air limbah itu di biarkan beberapa hari saja, maka akan mengeluarkan bau yang busuk yang dapat mengganggu lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu pengolahan terhadap limbah tersebut. Pengolahan air limbah yang dilakukan biasanya menggunakan lumpur aktif untuk mengurangi jumlah polutan yang terkandung dalam air limbah karet, karena dengan cara menguraikan senyawa organik di dalam air limbah menjadi senyawa sederhana.

Kadar amoniak yang tinggi pada air sungai selalu menunjukkan adanya pencemaran. Rasa NH3 kurang enak, sehingga kadar NH3 harus rendah; pada air

minum kadarnya harus nol dan pada air sungai harus di bawah 0,5 mg/l N (syarat mutu air sungai di Indonesia. Sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor Kep-51/MENLH/10/1995 Baku Mutu limbah cair untuk industri Karet adalah untuk kandungan amoniak total pada limbah lateks adalah sebesar 15mg/l dan untuk limbah karet bentuk kering sebesar 5 mg/l. Oleh sebab itu saya mengambil judul Penentuan Ammoniak pada limbah cair pengolahan karet remah dengan bahan baku lateks pekat dan lump mangkok di PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir adalah untuk mengetahui apakah limbah cair pada pabrik PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate apakah sudah sesuai dengan baku Mutu limbah cair karet yang ditetapkan oleh Mentri Lingkungan Hidup.


(16)

1.2. Permasalahan

Apakah jumlah amoniak yang terkandung dalam air limbah proses pengolahan karet remah di PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate sudah memenuhi standar baku mutu limbah cair yang ditetapkan oleh Mentri Lingkungan Hidup untuk di buang ke dalam badan air.

1.3. Tujuan

Adapun tujuan dari karya ilmiah ini adalah untuk menganalisa jumlah amoniak yang terdapat pada air limbah cair dari pengolahan karet remah dengan bahan baku lateks pekat dan lump mangkok di PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate.

1.4. Manfaat

Adapun manfaat dari karya ilmiah ini dapat memberikan informasi kepada peneliti analisa amoniak pada limbah karet alam.


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karet

Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 m. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi di atas. Daun karet berwarna hijau. Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Bunga karet terdiri dari bunga jantan dan betina. Buah karet memiliki pembagian ruang yang jelas. Masing-masing ruang berbentuk setengah bola. Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah. Akar tanaman karet merupakan akar tunggang.

2.1.1. Sistematika

Dalam dunia tumbuhan tanaman karet tersusun dalam sistematika sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Hevea


(18)

2.1.2. Jenis-jenis Karet

Ada dua jenis karet,yaitu karet alam dan karet sintetis. Setiap jenis karet ini memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga keberadaannya saling melengkapi. Kelemahan karet alam bisa diperbaiki oleh karet sintetis dan sebaliknya, sehingga kedua jenis karet tersebut tetap dibutuhkan. (Setiawan.D.H,2008)

2.1.3. Pebedaan Karet Alam dengan Karet Sintetis

Walaupun karet alam sekarang ini jumlah produksi dan konsumsinya jauh dibawah karet sintetis atau karet buatan pabrik, tetapi sesungguhnya karet alam belum dapat digantikan oleh karet sintetis. Bagaimanapun, keunggulan yang dimiliki karet alam sulit ditandingi oleh karet sintetis. Adapun kelebihan-kelebihan yang dimiliki karet alam dibanding karet sintetis adalah :

a. Memiliki daya elastik atau daya lenting yang sempurna

b. Memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah c. Mempunyai daya aus yang tinggi

d. Tidak mudah panas (low heat build up) , dan

e. Memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan (groove cracking resistance).

Walaupun demikian, karet sintetis memiliki kelebihan seperti tahan terhadap berbagai zat kimia dan harganya yang cenderung bisa dipertahankan supaya tetap stabil. Beberapa industri tertentu tetap memiliki ketergantungan yang besar terhadap pasokan karet alam, misalnya industri ban yang merupakan pemakai terbesar karet alam.


(19)

Tabel 2.1.Perbandingan Produksi dan Konsumsi Karet Alam dan Karet Sintetis

Tahun 1990 2000 2005

Karet alam

Produksi 1.262 1.501 2.267

Konsumsi 108 139 218

Karet sintetis

Produksi 10.310 10.335 10.605

Konsumsi 65 130 176

(Tim penulis PS , 2009) 2.1.4. Jenis-jenis Karet Alam

Ada beberapa macam karet alam yang di kenal, di antaranya merupakan bahan olahan. Jenis-jenis karet alam yang di kenal luas adalah

- Bahan olah karet (lateks kebun, sheet angin, slab tipis, dan lump segar),

- Karet konvesional (ribbed smoked sheet, white crepes dan pale crepe, estate

brown crepe, thin brown remills, thick blanket crepe ambers, flat bark crepe, pure smoke blanket crepe, dan off crepe),

- Lateks pekat,

- Karet bongkah atau block rubber,

- Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber - Karet siap olah atau type rubber, dan - Karet reklim atau reeclaimed rubber. A. Lateks pekat

Lateks pekat adalah jenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak berbentuk lemabaran atau padatan lainnya. Biasanya lateks pekat banyak digunakan untuk


(20)

pembuatan bahan-bahan karet yang tipis dan bermutu tinggi. Standar mutu lateks pekat baik lateks pusingan atau lateks dadih dapat dilihat pada tabel berikut ini.

TABEL 2.2. STANDAR MUTU LATEKS PEKAT

LateksPusingan (Centrifuged Lateks)

Lateks Dadih (Creamed latex) 1. Jumlah padatan total (total solids) minimum

2. Kadar karet kering (KKK) minimum 3. Perbedaan angka butir 1 dan 2 maksimum 4. Kadar amoniak (berdasar jumlah air yang terdapat

dalam lateks pekat) mimimum 5. Viskositas maksimum pada suhu 25o C

6. Endapan (sludge) dari berat basah maksimum 7. Kadar koagulan dari jumlah padatan, maksimum 8. Bilangan KOH (KOH number) maksimum

9. Kemantapan mekanis (mechanical stability) mininum

10.Persentase kadar tembaga dari jumlah padatan maksimum

11.Persentase kadar mangan dari jumlah padatan maksimum

12.Warna

13.Bau setelah dinetralkan dengan borat

61,5% 60,0% 2,0% 1,6% 50 Centipoises 0,10% 0,80% 0,80 475 detik 0,001% 0,001% Tidak biru Tidak kelabu Tidak boleh berbauk busuk

64,0% 62,05 2,0% 1,6% 50 Centipoises 0,10% 0,80% 0,80 475 detik 0,001% 0,001% Tidak biru Tidak kelabu Tidak boleh berbau busuk

Sumber : tim Penulis PS, 1992 B. Karet bongkah atau block rubber

Karet bongkah adalah karet remah yang telah dikeringkan dan dikilang menjadi bendela-bendela dengan ukuran yang telah ditentukan. Standar mutu karet bongkah Indonesia tercantum dalam SIR (standard Indonesian Rubber) seperti tertera dalam Tabel 2.3. Di Malaysia daftar seperti SIR di atas tercantum dalam SMR (Standard


(21)

standar yang di buat pun mencakup lebih banyak ketentuan. Daftar SMR selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.4

TABEL 2.3. SRANDARD INDONESIAN RUBBER (SIR)

SIR 5L SIR 5 SIR 10 SIR 20 SIR 50 Kadar kotoran maksimum

Kadar abu maksimum Kadar zat atsiri maksimum PRI minimum

Plastisitas – Po minimum

Limit warna (skala lovibond) maksimum Kode warna 0,50% 0,50% 1,0% 60 30 6 Hijau 0,05% 0,50% 1,0% 60 30 - Hijau 0,10% 0,75% 1,0% 50 30 - 0,20% 1,00% 1,0% 40 30 - Merah 0,50% 1,50% 1,0% 30 30 - Kuning Sumber : Tim Penulis PS, 1992

TABEL 2.4. STANDARD MALAYSIAN RUBBER (SMR)

SMR 5L SMR 5 SMR 10 SMR 20 SMR 50 Kadar kotoran (dengan saringan 325

mesh, lubang 44) maksimum Kadar abu maksimum Kadar Niitrogen maksimum Kadar zat atsiri maksimum

Plastisity rentension index maksimum

Plastisitas wallace (nilai permulaan) minimum

Limit warna (skala lovibond) Kode warna

Warna bungkus plastik

Warna strip palstik

0,05% 0,60% 0,65% 1,0% 60 30 6,0% Hijau muda Jernih Jernih 0,05% 0,60% 0,65% 1,0% 60 30 Hijau muda Jernih keruh Putih 0,10% 0,75% 0,65% 1,0% 50 30 Cokelat Jernih keruh Putih 0,20% 1,00% 0,65% 1,0% 40 30 Merah Jernih keruh Putih 0,50% 1,50% 0,65% 1,05 30 30 Kuning Jerih keruh Putih

Sumber : Tim Penulis PS, 1992 ( Tim Penulis P.S,1992 )


(22)

Penyadapan tanaman karet dilakukan dengan menerapkan sistem yang telah disepakati secara Internasional. Penyadapan pada batang utama(atau cabang untuk tanaman menjelang ditumbang)bertujuan untuk pemutusan atau pelukaan pembuluh lateks dikulit pohon. Pembuluh lateks yang putus atau luka kelak akan pulih kembali sehingga bila dilakukan penyadapan untuk kedua kalinya luka tersebut telah pulih dan lateks akan mengalir lagi dengan baik. Kulit pohon yang pulih lazim disebut Kulit pulihan(renewable bark), sedangkan kulit pohon yang baru pertama kali disadap lazim disebut kulit perawan(virgin bark). (Siregar,T.H.1995)

2.3. Prakoagulasi

Prakoagulasi adalah pembekuan pendahuluan yang menghasilkan lumps atau gumpalan-gumpalan sebelum lateks sampai dipabrik atau tempat pengolahan. Penyebab terjadinya prakoagulasi adalah kemantapan bagian kolodial didalam lateks berkurang, kemudian menggumpal menjadi satu dalam bentuk komponen yang lebih besar. Komponen yang lebih besar ini akhirnya akan membeku. (Setiawan,D.H.2008)

Pada saat mulai keluar dari pohon hingga beberapa jam lateks masih berupa cairan, tetapi setelah kira-kira 8 jam lateks mulai mengental dan selanjutnya membentuk gumpalan karet. Penggumplan (prakoagulasi) dapat di bagi 2, yaitu:

1. Prakoagulasi spontan 2. Prakoagulasi buatan.

Penggumpalan spontan biasanya disebabkan pengaruh enzim dan bakteri, aromanya sangat berbeda dengan lateks segar dan pada hari berikutnya akan tercium bau yang busuk. Sedangakan penggumpalan buatan biasa di lakukan dengan


(23)

2.3.1. Faktor penyebab Prakoagulasi

Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya prakoagulasi adalah sebagai berikut :

a. Jenis karet

Setiap jenis atau klon karet memiliki kestabilan atau kemantapan koloidal yang berbeda-beda.

b. Enzim

Enzim adalah katalis alami untuk mempercepat terjadinya reaksi walaupun hanya terdapat dalam jumlah kecil.

c. Mikroorganisme

Mikroorgaisme didalam lateks akan melakukan aktivitas, sehingga terjadi reaksi dengan senyawa-senyawa yang terdapat didalam lateks, seperti asam dan sejenisnya. Semakin banyak mikroorganisme didalam lateks, semakin banyak pula senyawa asam yang dihasilkan yang mendorong semakin cepat terjadinya prakoagulasi.

d. Cuaca dan Musim

Pada musim hujan, kemungkinan terjadinya prakoagulasi sangat besar, sehingga pada saat seperti itu jarang dilakukan penyadapan. Sinar matahari yang terik juga dapat mempercepat terjadinya prakoagulasi.

e. Kondisi tanaman

Kondisi tanaman disini adalah berkaitan dengan umur dan kesehatan tanaman. Pohon karet yang terlalu muda atau menjelang tua dan sakit-sakitan cenderung menghasilkan lateks yang mudah mengalami prakoagulasi.

f. Air sadah

Air sadah adalah air yang mengalami reaksi kimia, umumnya bereaksi asam. Lateks yang tercampur air sadah mudah sekali mengalami prakoagulasi.


(24)

g. Pengangkutan

Pengangkutan melalui jalan yang jelek dan mobil pengangkutnya terguncang-guncang dan lateks terkocok-kocok akan merusak kstabilan koloidalnya, sehingga mudah menggumpal. Jarak jauh yang menyebabkan lateks tiba ditempat pengolahan terlalu lama dan terkena sinar matahari sepanjang perjalanan juga akan mempercepat terjadinya prakoagulasi.

h. Kotoran

Kotoran atau bahan lain yang mengandung kapur dan asam akan mempercepat terjadinya prakoagulasi. Demikian pula air kotor yang dipakai untuk pengolahan akan mempercepat prakoagulasi.

2.3.2. Pencegahan Prakoagulasi a. Pencegahan secara Manual

− Menjaga kebersihan alat-alat untuk penyadapan, penampungan dan pengangkutan.

− Tidak menggunakan air kotor, seperti air sungai atau air got, untuk mengencerkan lateks dikebun.

− Penyadapan dilakukan sepagi mungkin sebelum matahari terbit agar lateks sampai ketempat pengolahan sebelum udara panas.

- Tidak menyadap pohon karet terlalu muda atau terlalu tua dan yang kondisinya

tidak sehat. (Setiawan,D.H.2008)

b. Pencegahan menggunakan zat antikoagulan

Jika beberapa upaya pencegahan diatas sudah dilakukan, tetapi tetap terjadi prakoagulasi, penggunaan zat antikoagulan dapat dilakukan. Beberapa zat antikoagulan yang bisa digunakan sebagai berikut:


(25)

1. Soda atau Natrium Karbonat (Na2CO3)

Soda banyak digunakan di pabrik-pabrik yang sederhana. Dosis soda yang digunakan adalah 5-10 ml lautan soda tanpa air Kristal (soda es) 10% setiap liter latex. 2. Amoniak (NH3)

Zat anti koagulan ini termasuk yang paling banyak digunakan karena : a. Desinfektan sehingga dapat membunuh bakteri

b. Bersifat basa sehingga dapat mempertahankan / menaikkan PH latex kebun c. Mengurangi konsentrasi logam

Dosis Amoniak yang dipakai untuk mencegah terjadinya prakoagulasi adalah 5-10 liter Amoniak 2,5% untuk setiap liter lateks.

3. Formaldehid

Pemakaian formaldehid sebagai anti koagulan paling merepotkan dibandingkan zat lainnya, karena

a. Kurang baik apabila digunakan pada musim hujan

b. Apabila disimpan zat ini akan teroksidasi menjadi asam semut atau asam format (HCHO HCOOH) yang dapat menyebabkan pembekuan apabila dicampur dengan latex.

Dosis yang dapat dipakai adalah 5-10 ml larutan dengan kadar 5% untuk setiap liter latex yang akan dicegah prokoagulasinya.

4. Natrium sulfit (Na2SO3)

Pemakaian zat ini sebagai zat anti koagulan paling merepotkan, karena: a. Bahan ini tidak tahan lama disimpan


(26)

c. Dalam jangka waktu sehari akan teroksidasi oleh udara menjadi natrium sulfat (Na2SO3 Na2SO4), bila sudah teroksidasi maka sifatnya sebagai

antikoagulan menjadi lenyap.

Dosis yang digunakan adalah 5-10 ml larutan berkadar 10% untuk setiap liter latex. (Tim penulis PS,2009) 2.4. Pengolahan Karet Remah (Crumb Rubber)

Karet remah atau crumb rubber adalah produk karet alam yang relatif baru. Dalam perdagangan dikenal dengan nama karet spesifikasi teknis. Karena penentuan kualitas dan penjenisannya dilaksanakan secara teknis dengan analisi yang mutakhir. 2.4.1. Pengolahan Karet Remah (Spesifikasi Teknis) dengan Bahan Baku

Lateks

Ada beberapa proses dasar yang dilalui dalam pengolahan karet remah dengan bahan baku lateks, yaitu penerimaan dan penyaringan lateks, penggumpalan atau koagulasi, pembutiran, atau granulasi, pengeringan dan pembungkusan. Mula-mula lateks yang dikirim ke tempat pengolahan disaring dan dikumpulkan dalam bak atau tangki. Kemudian, dilakukan penggumpalan dalam bak atau tangki-tangki tersebut sehingga menghasilkan bongkahan-bongkahan atau koagulum. Pemotongan koagulum merupakan langkah yang harus dilalui sebelum dilakukan proses pembutiran. Mesin pembutiran yang biasa digunakan adalah mesin pelletiser yang mempunyai banyak pisau berputar. Hasil yang diperoleh dicuci hingga bersih kemudian dimasukkan kedalam mesin pengering. Biasanya pengeringan menggunakan mesin dan ban berjalan. Hasil akhir dari karet remah didinginkan sebelum dikemas. Berat akhir diperoleh melalui penimbangan. Ukuran bandela biasanya (28 x 17 x 7) inci, sekitar (72 x 36 x 18) cm. Berat yang ditetapkan untuk setiap bandela adalah 33 kg. Setelah dikempa, bongkah dibungkus dengan lembaran plastik polyethylene. Lembaran plastik


(27)

ini harus memiliki ketebalan 0,03 mm, titik cair 108oC dan berat jenis 0,92. Bungkus ini disertai tanda jenis mutu, tanda pengenal SIR, dan pabrik yang memproduksinya. (Diagram 2.1. Pengolahan karet remah dari lateks, dapat di lihat pada lampiran)

2.4.2. Pengolahan Karet Remah dengan Bahan Baku Gumpalan Mutu Rendah Ada pabrik yang membuat karet spesifikasi teknis dan bahan koagulum lateks atau lateks yang telah mengalami proses koagulasi. Biasanya koagulum lateks yang diolah ini bermutu rendah, contohnya slabs karet rakyat, lump kebun, lump mangkok, scraps, unsmoked sheet, dan lain-lain.

Bahan koagulum lateks yang bermutu rendah ini terlebih dahulu disortir, Setelah itu bahan ini dimasukkan kedalam tangki-tangki air pembersih. Selanjutnya, bahan dibersihkan lagi dengan mesin hammermill. Pada mesin ini pencucian diikuti dengan pemotongan lalu digiling dengan mesin penggilingan crepe. Hasil yang keluar dari mesin penggilingan crepe dimasukkan kedalam mesin pelletiser atau mesin dengan pisau berputar. Disini bahan mengalami proses pembutiran.

Sesuai proses pembutiran, bahan mengalami perlakuan kimiawi. Larutan asam fosfat atau asam amino digunakan untuk merendamnya. Terakhir, bahan dikeringkan dan diikuti oleh proses pengepakan seperti pada karet remah yang dibuat dari bahan lateks. (Diagram 2.2. Pengolahan karet remah dari karet rakyat bermutu rendah. Dapat

dilihat pada lampiran). (Tim penulis PS,2009)

2.5. Limbah

Baku mutu air pada sumber air adalah batas kadar yang diperkenankan bagi zat atau bahan pencemar terdapat di dalam air, tetapi air tersebut tetap dapat di gunakan sesuai kriterianya. Menurut peruntukannya, air pada sumber air dapat dikategorikan menjadi empat golongan, yaitu:


(28)

• Golongan A, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa diolah terlebih dahulu.

• Golongan B, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air bahan baku untuk diolah sebagai air minum dan keperluan rumah tangga lainnya.

• Golongan C, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan.

• Golongan D, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian dan dapat digunakan untuk usaha perkotaaan, industri, dan listrik tenaga air.

Baku mutu limbah cair adalah batas kadar yang diperkenankan bagi zat atau bahan pencemar untuk dibuang dari sumber pencemar ke dalam air pada sumber airsehingga tidak mengakibatkan dilampuinya baku mutu limbah. (Kristanto, P.,2002)

2.5.1. Pencemaran Air

Pencemaran air adalah penyimpanan sifat-sifat air dari keadaan normal, bukan dari kemurniannya. Air yang tersebar di alam semesta ini tidak pernah terdapat dalam bentuk murni, namun bukan berarti bahwa semua air sudah tercemar. Adanya benda-benda asing yang mengakibatkan air tersebut tidak digunakan sesuai dengan peruntukannya secara normal disebut dengan pencemaran air.

(Kristanto, P.,2002) 2.5.2. Bahan Pencemar Air

Polutan air dapat di kelompokan atas 9 group berdasarkan perbedaan sifat-sifatnya sebagai berikut:

1. Padatan.

2. Bahan buangan yang membutuhkan oksigen (oxygen demanding wastes). 3. Mikroorganisme.


(29)

4. Komponen organik sintetik. 5. Nutrien tanaman.

6. Minyak.

7. Senyawa anorganik dan mineral. 8. Bahan radioaktif.

9. Panas.

2.5.3. Sifat-sifat Air Terpolusi

Sifat-sifat air yang umum diuji dan dapat digunakan untuk menentukan tingkat polusi air misalnya:

1. Nilai pH, keasaman, dan alkalinitas 2. Suhu

3. Warna, bau dan rasa 4. Jumlah padatan 5. Nilai BOD/COD

6. Pencemaran mikroorganisme patogen 7. Kandungan minyak

8. Kandungan logam berat

9. Kandungan bahan radioaktif ( Agusnar, H.,2007)

2.5.4. Air Buangan Industri

Air buangan dari industri mengandung berbagai jenis bahan anorganis maupun organis. Yang penting ialah untuk mengetahui bahan-bahan utama apakah yang merupakan sisa industri yang dibuang di tempat-tempat tertentu dari lautan (dumping) dan dibuang ke laut melalui sungai-sungai dan atau saluran-saluran pembuangan.


(30)

Didalam garis besarnya dapat dikatakan, bahwa industri-industri sebagai sisa dari proses industri terdiri atas : garam-garaman dan asam-asaman anorganis dan organis; cairan alkalis; bahan-bahan yang mengandung croom, mangaan, besi, nikkel, tembaga, seng, cadmium, timah, dan air raksa. (Thohir, K.A.,1985)

2.5.5.Sistem Air Limbah

Air limbah memberikan efek dan gangguan buruk baik terhadap manusia maupun lingkungan. Efek buruk dan gangguan antara lain; gangguan terhadap kesehatan, keindahan dan benda. Terhadap keindahan, air limbah meninggalkan ampas dan bau yang tidak sedap dan terhadap benda air limbah bisa menimbulkan korosi (karat).

Ada dua sistem pembuangan, yaitu:

1. Sistem pembuangan Setempat (On Site Sytem) adalah fasilitas pembuangan air limbah yang berada di dalam daerah persil pelayanannya (batas tanah yang dimiliki).

Keuntungan pemakaian sistem pembuangan setempat adalah:

• Biaya pembuatan murah.

• Biasanya dibuat oleh sektor swasta/pribadi.

• Teknologi cukup sederhana.

• Sistem sangat privasi.

• Operasi dan pemeliharaan dilakukan secara pribadi masing-masing.

• Nilai manfaat dapat dirasakan segera seperti bersih, saluran air hujan tidak lagi dibuangi air limbah, terhindar dari bau busuk, timbul estetika pekarangan dan populasi nyamuk berkurang.


(31)

• Tidak selalu cocok di semua daerah.

• Sukar mengontrol operasi dan pemeliharaan.

• Bila pengendalian tidak sempurna maka air limbah dibuang ke saluran drainase.

• Sukar mengontrol operasi dan pemeliharaan.

• Resiko mencemari air tanah bila pemeliharaan tidak dilakukan dengan baik. 2. Sistem Pembuangan Terpusat (Off Site System) adalah sistem pembuangan

yang berada di luar pensil.

Keuntungan pemakaian sistem penyaluran terpusat adalah:

• Pelayanan yang lebih nyaman.

• Menampung semua air limbah domestik.

• Pencemaran air tanah dan lingkungan dapat di hindari.

• Cocok untuk daerah dengan tingkat kepadatan tinggi.

• Masa/umur pemakaian relatif lebih lama.

Kerugian pemakaian sistem penyaluran terpusat adalah:

• Memerlukan pembiayaan yang tinggi.

• Memerlukan tenaga yang trampil untuk operasional dan pemeliharaan.

• Memerlukan perencanaaan dan pelaksanaan untuk jangka panjang.

• Nilai manfaat akan terlihat apabila sistem telah berjalan dan semua produk yang terjalani. (Kodoatie,R.J & Roestam S.,2010) 2.5.6. Pengolahan Limbah Air

Menurut tingkatan proes/perlakuannya, pengolahan limbah aiar dapat di golongkan menjadi empat tingkatan, yaitu:


(32)

Dalam proses pretreatment biasanya di gunakan saringan (filter) kasar yang tidak mudah berkarat. Dimensi saringan tergantung dari debit air limbah, misalnya untuk debit air limbah 100 m3/jam, dimensi saringan (30 x 30) cm.

2. Primary Treatment

Proses penanganan primer air buangan ada prinsipnya terdiri dari tahapan-tahapan untuk memisahkan air dari limbah padat, yaitu dengan membiarkan padatan tersebut mengendap atau dengan memisahkan bagian-bagian padatan yang mengapung, seperti daun, plastik, kertas, dan sebagainya. Proses penanganan primer terdiri dari beberapa tahapan yaitu:

a. Penyaringan

b. Pengendapan dan pemisahan benda-benda kecil c. Pemisahan endapan

d. Klorinasi

3. Secondary Treatment

Perlakuan (treatment) kedua pada umumnya melibatkan proses biologis dengan tujuan untuk menghilangkan bahan organik melalui oksidasi biokimia. Pada proses biologis banyak digunakan reaktor lumpur aktif dan penyaringan trikel (tricking filter). Suatu sistem lumpur aktif yang efisien dapat menghilangkan padatan tersuspensi dan BOD sampai 90%.

4. Tertiary Treatment

Berbagai proses penanganan lanjut untuk menghilangkan bahan-bahan terlarut telah dikembangkan, dimulai dari proses biologis untuk menghilangkan


(33)

senyawa-senyawa nitrogen (algae nitrifikasi) dan fosfor, sampai pada proses pemisahan fisiko-kimia, seperti adsorbsi, destilasi, dan osmosis berlawanan (reverse osmosis).

( Kristanto,P.,2002) 2.5.7. Pengolahan Air Limbah Karet

Agar air limbah pengolahan karet bisa di buang ke saluran-saluran air umum tanpa membahayakan lingkungan, maka air limbah tersebut harus diolah terlebih dahulu. Prinsip pengolahan air limbah adalah memisahkan partikel-partikel yang berbahaya atau tidak diinginkan dari air atau mengubahnya menjadi zat-zat yang dapat dimanfaatkan. Nilai BOD dan pH limbah dibuat menjadi nilai normal yang tidak membahayakan. Pencemaran lingkungan yang bisa timbul sedapat mungkin dicegah.

Dibanding dengan jenis karet lain, sisa proses pembuatan lateks pekat merupakan limbah paling berbahaya bagi lingkungan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan nilai BOD (biochemical Oxygen Demand) serta pH air lateks pekat yang dibuat secara pusingan lebih besar daripada limbah pengolahan karet kering. Ini dapat dimengerti karena proses pembuatan lateks kering tidak terlalu membaurkan air ulang dipakai dalam pengolahan seperti halnya pembuatan lateks pekat.

Pengolahan air limbah lateks pemusingan antara lain dilakukan dengan sistem kolam anaerob/aerob, oxdidation ditch, anaerobic filter, dan rotating biodisc. Berikut ini diuraikan pengolahan limbah sistem anaerob/aerob yang biasa dilakukan di pabrik-pabrik pengolahan.

Untuk mengolah air limbah diperlukan tempat untuk menampungnya. Tempat penampungan bisa menggunakan kolam, bak, atau tangki. Sarana pengolahan air limbah yang memadai seharusnya memiliki kolam pengolahan limbah tersendiri.

Bahan yang dipergunakan untuk keperluan ini adalah Gepol 110. Konsentrasi Gepol 110 yang banyak di gunakan adalah 0,05% dan 0,10%. Penggunakan Gepol


(34)

dengan konsentrasi 0,05% sudah memberikan hasil yang memadai. Dosis Gepol yang diberikan adalah 60 mg untuk setiap liter limbah yang akan diolah.

Dalam sistem pengolahan ini dibuat dua kolam penampungan yang terpisah. Kolam pertama untuk proses anaerob dan kolam kedua untuk proses aerob. Kapasitas kolam anaerob diperkirakan dapat menampung produksi air limbah selama 18 – 20 hari. Sedangkan kapasitas kolam aerob di harapkan dapat menampung produksi air limbah selama 8 – 10 hari. Kolam anaerob dibuat lebih besar daripada kolam aerob karena pada kolam anaerob pengurangan nilai BOD setelah hari ke tiga semakin besar. Sedangkan pada kolam aerob pengurangan nilai BOD setelah hari keempat justru semakin kecil.

Besar kecilnya kolam penampungan dan pengolahan air limbah dibuat berdasarkan besar kecilnya kapasitas produksi pabrik yang hanya dimiliki kapasitas produksi kecil membangun bak-bak pengolahan limbah yang jauh lebih besar dari kapasitas olahannya, sementara pabrik yang memiliki kapasitas produksi cukup besar membangun kolam penampungan limbah dengan ukuran seadanya yang jauh dari mamadai.

Setelah kadar BOD dan parameter lainnya seperti pH menurun sampai angka yang di perkenankan sebagai limbah yang dapat dibuang, maka pengolahan dapat di lanjutkan dengan limbah produksi periode berikutnya. Pabrik yang mengolah karet sheet dan karet spesifikasi teknis tidak terlalu mengalami kesulitan dalam masalah limbah. Air limbah pengolahan karet sheet dan spesifikasi teknis dapat di buang ke saluran pembuangan air umum hanya dengan pengolahan yang sederhana.


(35)

Istilah analisa titrimetri mengacu pada analisis kimia kuantitatif yang dilakukan dengan menetapkan volume suatu larutan yang konsentrasinya diketahui dengan tepat, yang diperlukan untuk bereaksi secara kuantitatif dengan larutab dari zat yang akan ditetapkan.

2.6.1. Macam-macam Titrasi 2.6.1.1. Titrasi Asam-Basa.

Titrasi asam-basa secara luas digunakan untuk analisa kimia. Pada kebanyakan pengetrapan, air dipakai sebagai solven. Bermacam-macam zat asam dan basa, baik anorganik maupun organik, dapat ditentukan dengan titrasi asam-basa. Juga banyak contoh yang analitnya dapat diubah secara kimiawi menjadi asam atau basa dan kemudian ditentukan dengan titrasi.

2.6.1.2. Titrasi Pengkompleksan

Reaksi pengkompleksan dengan suatu ion logam, melibatkan penggantian satu molekul pelarut atau lebih yang terkoordinasi, dengan gugus-gugus nukleofilik lain. Gugus-gugus yang terikat pada ion pusat, disebut ligan, dan dalam larutan air, reaksi dapat dinyatakan oleh persamaan:

M(H2O)n + L = M(H2O)(n-1) L + H2O

2.6.1.3. Titrasi Pengendapan

Titrasi yang meliputi reaksi-reaksi pengendapan tidak hampir demikian melimpah pada analisa titrimetrik seperti yang meliputi reaksi-reaksi redoks. Salah satu alasan untuk penggunaan terbatas ini adalah tiadanya indikator yang sesuai. Kesukaran yang lain adalah bahwa susunan endapan seringkali tidak diketahui karena pengaruh koprestipitasi.


(36)

Reaksi kimia yang menyangkut oksidasi-reduksi secara luas digunakan dalam analisa titrimetrik. Ion yang banyak unsur dapat ada dalam berbagai keadaan oksidasi, yang menghasilkan kemungkinan dari suatu jumlah sangat besar reaksi redoks.

(Underwood,A.L.,1980) 2.3.1.5. Titrasi Potensiometri

Dalam suatu titrasi potensiometri, titik akhir ditemukan dengan menentukan volum yang menyebabkan suatu perubahan relatif besar dalam potensial apabila titran ditambahkan. Titrasi dapat di laksanakan secara biasa atau prosedur dapat di buat otomatik. Dalam titrasi secara manual potensial di ukur setelah penambahan titran berurutan, dan hasil pengamatan di gambarkan pada suatu kertas grafir terhadap volume titran.

2.3.1.6. Titrasi Fotometrik.

Berbagai sifat suatu larutan dapat di ukur untuk memperkirakan kemajuan sebuah titrasi menuju titik ekivalen. Sebenarnya, titrasi visual sungguh bersifat fotometrik. “Perubahan warna mencerminkan suatu perubahan dalam absorpsi cahaya oleh larutan, yang menyertai perubahan-perubahan di dalam konsentrasi dari zat-zat yang absorptif.


(37)

BAB 3

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Alat

Adapun alat-alat yang di pergunakan adalah sebagai berikut:

- Buret 25 ml Pyrex

- Erlenmeyer 250 ml pyrex

- Beraker glass 100 ml pyrex

- Gelas ukur 25 ml pyrex

- Gelas ukur 100 ml pyrex

- Labu destilasi 500 ml pyrex - conecting

- Kondensor - statif dan klem - selang

- electromanthel - Pemanas listrik


(38)

3.2. Bahan

Adapun bahan-bahan yang digunakan adalah sebagai berikut: - sampel limbah lateks

- sampel limbah cup lump - aqudest

- buffer borat pH 9,5 - Indikator pp - H3BO3 2%

- indikator metil merah - -H 2SO4 0,01 N

3.3. Prosedur percobaan 3.3.1. Pembuatan Reagent a. larutan Buffer Borat

dimasukan 9 gram Na2B4O7 10H2O kedalam gelas piala 1000 ml, kemudian

ditambahkan 17,5 ml larutan NaOH 0,1 M, Lalu di encerkan dengan menambahkan air suling hingga garis batas. Lalu di homogenkan.

b. larutan asam Borik 2%

dimasukan 20 gram H3BO3 kedalam labu takar 100 ml kemudian di encerkan dengan

air suling garis tanda. Lalu di homogenkan.

c. indikator metyl merah


(39)

3.3.2. prosedur Percobaan a. Preparasi sampel

- sediakan labu destilasi 500 ml kemudian di masukkan kedalamya air suling sebanyak 250 ml

- lalu di masukkan sebanyak 50 ml sampel kedalamnya, - di tambahkan 2 tetes indikator penoftalein kedalamnya

- lalu di destilasi sampai menghasilkan destilat sebanyak 200 ml

b. Penentuan Amoniak

- destilat di tampung dalam erlenmeyer 250 ml yang telah berisi 20 ml larutan asam borat 2% dan 3 tetes indikator methyl merah

- kemudian 200 ml destilat tersebut di titrasi dengan menggunakan larutan H2SO4 0,01 N

- di catat volume H2SO4 0,01 N yang terpakai


(40)

BAB 4

DATA DAN PEMBAHASAN

4.1. Data Percobaan

Pengambilan data selama melakuan praktek kerja lapangan di PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate. Data yang diperoleh merupakan hasil dari analisa kadar ammoniak pada limbah pabrik pengolahan karet remah dengan bahan baku lateks dan lump mangkok.


(41)

Data NH4.N limbah karet

Tgl uji No Sampel Volume

sampel (ml)

Volume H2SO4

0,01N (ml)

NH4.N

(mg/l)

30 Des 2010 1. 2. 3.

Blanko

Limbah lateks Limbah cup lump

200 ml 200 ml 200 ml 0,2 ml 5,2 ml 2,9 ml - 7,00 3,78 07 Jan 2011 1.

2. 3.

Blanko

Limbah lateks Limbah cup lump

200 ml 200 ml 200 ml 0,2 ml 9,9 ml 2,0 ml - 13,58 2,52 14 Jan 2011 1.

2. 3.

Blanko

Limbah lateks Limbah cup lump

200 ml 200 ml 200 ml 0,2 ml 8,3 ml 2,0 ml - 11,34 2,52 21 Jan 2011 1.

2. 3.

Blanko

Limbah lateks Limbah cup lump

200 ml 200 ml 200 ml 0,2 ml 6,3 ml 1,0 ml - 8,54 1,12

4.2. Perhitungan

Untuk menghitung kadar amoniak dapat di hitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Amoniak =(A B x N x) 28000

S


(42)

Dimana:

A = Volume penitar H2SO4 untuk destilat (ml)

B = Volume penitar H2SO4 untuk blanko (ml)

N = Normalitas larutan penitar H2SO4

S = Volume destilat yang dititrasi (ml)

Contoh perhitungan:

Menghitung ammoniak pada limbah lateks pada tanggal 30 Desember 2010.

Ammoniak = (5, 2 0, 2 ) 0, 01 28000

200

x x

Ammoniak = (5) 280

200

x

Ammoniak = 7 mg/l

Dari perhitungan diatas didapat nilai dari ammoniak limbah latexs sebesar 7 mg/l. (Untuk nilai ammoniak yang lainnya dapat di lihat pada lampiran C.)

4.3. Pembahasan

Dari data yang diperoleh dari tanggal 30 Desember 2010 sampai dengan 21 Januari 2011, diketahui bahwa kadar ammoniak dibak diindikasikan masing-masing untuk limah latexs pekat dan karet kering adalah 7 mg/l, 13,58 mg/l, 11,34 mg/l dan 8,54 mg/l serta 3,78 mg/l, 5,46 mg/l, 2,52 mg/l, dan 1,12 mg/l. hal ini menunjukkan bahwa limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate telah memenuhi standar yang telah di tetapkan oleh pemerintah melalui keputusan Mentri Lingkungan Hidup pada tahun 1995 (dapat dilihat pada lampiran D).


(43)

Amoniak NH3 merupakan senyawa nitrogen yang menjadi NH4+ pada pH rendah

dan disebut amonium; amoniak sendiri berada dalam keadaan tereduksi (-3). Dapat dikatakan bahwa amoniak berada dimana-mana, dari kadar beberapa mg/l pada air permukaan dan air tanah, sampai kira-kira 30 mg/l lebih pada air pembuangan. Air tanah hanya mengandung sedikit NH3, karena NH3 dapat menempel pada butir-butir

tanah liat selama filtrasi air ke dalam tanah, dan sulit terlepas dari butir-butir tanah liat tersebut. Kadar amoniak yang tinggi pada air sungai selalu menunjukkan adanya pencemaran. Rasa NH3 kurang enak, sehingga kadar NH3 harus rendah; pada air

minum kadarnya harus nol dan pada air sungai harus di bawah 0,5 mg/l N (syarat mutu air sungai di Indonesia.


(44)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari percobaan yang dilakukan adalah

Limbah cair dari PT. Bridgestone masing-masing sebagai berikut: - Limbah karet pekat pada tanggal

30 desember 2010 = 7 mg/l, 07 Januari 2011 = 13,58 mg/l, 14 Januari 2011 = 11,34 mg/l, dan 21 Januari 2011 = 8,54 mg/l - Limbah karet kering pada tanggal

30Desember 2010 = 3,78 mg/l, 07Januari 2011 = 2,52 mg/l, 14Januari 2011 = 2,52 mg/l, dan 21Januari 2011 = 1,12 mg/l


(45)

5.2. Saran

- Sebaiknya limbah cair dari pabrik tidak dibuang secara langsung ke badan sungai, agar tidak mencemari lingkungan sekitar badan sungai

- Sedapat mungkin limbah cair yang dihasilkan pabrik untuk diolah sedemikian rupa sehingga air dapat dimanfaatkan kembali untuk proses pengolahan pada pabrik sehingga dapat menghemat penggunaan sekaligus mengurai bahaya pencemaran di sekitar pabrik.


(46)

DAFTAR PUSTAKA

1. Agusnar, H. 2007. Kimia lingkungan. Medan: Universitas Sumatera Utara-Press

2. Alaerts, G. 1984. Metodologi Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional 3. Kodoatie, R. J.dan Rustam, S. 2010. Tata Ruang Air. Yogyakarta: Andi 4. Kristanto, P. 2007. Ekologi Industri. Surabaya: Andi

5. Setiawan, D. H. 2008. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet. Cetakan pertama. Jakarta : Agro Media Pustaka

6. Setyamidjaja, D. 1993. Karet. Seri Budi Daya. Cetakan ke 13. Yogyakarta : Kanisius

7. Siregar, T. HS. 1995. Teknik Penyadapan Karet. Cetakan keenam.Yogyakarta: Kanisius

8. Thohir, K. A. 1985. Butir-butir Tata Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta 9. Tim Penulis P S. 1992. Karet Strategi Pemasaran tahun 2000 Budidaya dan

Pengolahan. Jakarta: Penebar Swadya

10.Tim penulis PS. 2009. Panduan Lengkap Karet. Cetakan kedua. Jakarta : Penebar Swadaya

11.Underwood, A. L. 1980. Analisa Kimia Kuantitatif. Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga


(47)

12.Vogel. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: Penerbit buku Kedokteran (EGC)


(48)

LAMPIRAN

LAMPIRAN A

Diagram Pengolahan karet remah dari lateks

Diagram 2.1. Pengolahan karet remah dari lateks

Lateks segar dari kebun

saringan

Bak koagulasi

(ditambah bahan koagulan dan pemutih warna)

Pembutiran

(dikerjakan dengan mesin pisau berputar atau pelletiser)

pencucian

Pengeringan

(dengan mesin pengering dan ban berjalan)


(49)

LAMPIRAN B

Diagram pengolahan karet remah dari karet rakyat bermutu rendah

Diagram 2.2. Pengolahan karet remah dari karet rakyat bermutu rendah.

Slab,scrap,lump mangkok,dan lain-lain

Sortasi,pencucian, dan pemotongan

Pembersihan (dengan mesin hammermill lalu dicuci)

Penggilingan crepe

Pembutiran(dengan mesin pisau berputar atau pelletiser)

Perlakuan kimia (perendaman dalam larutan asam fosfat)

Pengeringan pengepakan


(50)

LAMPIRAN C

Perhitungan ammoniak

Untuk menghitung kadar amoniak dapat di hitung dengan menggunakan rumus:

Amoniak =(A B x N x) 28000

S

Dimana:

A = Volume penitar H2SO4 untuk destilat (ml)

B = Volume penitar H2SO4 untuk blanko (ml)

N = Normalitas larutan penitar H2SO4

S = Volume destilat yang dititrasi (ml)

A. Menghitung ammoniak limbah lateks 1. 30 Desember 2010

A = 5,2 ml B = 0,2 ml N = 0,01 N S = 200 ml

Ammoniak = (5, 2 0, 2 ) 0, 01 28000 200

x x

Ammoniak = (5) 280

200

x


(51)

2. 07 Januari 2011 A = 9,9 ml B = 0,2 ml N = 0,01 N S = 200 ml

Ammoniak = (9, 9 0, 2 ) 0, 01 28000 200

x x

Ammoniak = (9, 7) 280 200

x

Ammoniak = 13,58 mg/l

3. 14 Januari 2011 A = 8,3 ml B = 0,2 ml N = 0,01 N S = 200 ml

Ammoniak = (8, 3 0, 2 ) 0, 01 28000

200

x x

Ammoniak = (8,1) 280

200

x


(52)

4. 21 Januari 2011 A = 6,3 ml B = 0,2 ml N = 0,01 N S = 200 ml

Ammoniak = (6, 3 0, 2 ) 0, 01 28000 200

x x

Ammoniak = (6,1) 280 200

x

Ammoniak = 8,54 mg/l

B. Menghitung Ammoniak limbah cup lump 1. 30 Desember 2010

A = 2,9 ml B = 0,2 ml N = 0,01 N S = 200 ml

Ammoniak = (2, 9 0, 2 ) 0, 01 28000

200

x x

Ammoniak = (2, 7) 280

200

x


(53)

2. 07 Januari 2011 A = 2, 0 ml B = 0,2 ml N = 0,01 N S = 200 ml

Ammoniak = (2, 0 0, 2 ) 0, 01 28000 200

x x

Ammoniak = (1,8) 280 200

x

Ammoniak = 2,52 mg/l

3. 14 Januari 2011 A = 2, 0 ml B = 0,2 ml N = 0,01 N S = 200 ml

Ammoniak = (2, 0 0, 2 ) 0, 01 28000

200

x x

Ammoniak = (1,8) 280

200

x


(54)

4. 21 Januari 2011 A = 1,0 ml B = 0,2 ml N = 0,01 N S = 200 ml

Ammoniak = (1, 0 0, 2 ) 0, 01 28000 200

x x

Ammoniak = (0,8) 280 200

x


(1)

LAMPIRAN B

Diagram pengolahan karet remah dari karet rakyat bermutu rendah

Diagram 2.2. Pengolahan karet remah dari karet rakyat bermutu rendah.

Slab,scrap,lump mangkok,dan lain-lain

Sortasi,pencucian, dan pemotongan

Pembersihan (dengan mesin hammermill lalu dicuci)

Penggilingan crepe

Pembutiran(dengan mesin pisau berputar atau pelletiser)

Perlakuan kimia (perendaman dalam larutan asam fosfat)

Pengeringan pengepakan


(2)

A = Volume penitar H2SO4 untuk destilat (ml)

B = Volume penitar H2SO4 untuk blanko (ml)

N = Normalitas larutan penitar H2SO4

S = Volume destilat yang dititrasi (ml)

A. Menghitung ammoniak limbah lateks

1. 30 Desember 2010

A = 5,2 ml

B = 0,2 ml

N = 0,01 N

S = 200 ml

Ammoniak = (5, 2 0, 2 ) 0, 01 28000 200

x x

Ammoniak = (5) 280 200


(3)

2. 07 Januari 2011

A = 9,9 ml

B = 0,2 ml

N = 0,01 N

S = 200 ml

Ammoniak = (9, 9 0, 2 ) 0, 01 28000 200

x x

Ammoniak = (9, 7) 280 200

x

Ammoniak = 13,58 mg/l

3. 14 Januari 2011

A = 8,3 ml

B = 0,2 ml

N = 0,01 N

S = 200 ml

Ammoniak = (8, 3 0, 2 ) 0, 01 28000 200

x x

Ammoniak = (8,1) 280 200

x


(4)

Ammoniak = (6, 3 0, 2 ) 0, 01 28000 200

x x

Ammoniak = (6,1) 280 200

x

Ammoniak = 8,54 mg/l

B. Menghitung Ammoniak limbah cup lump

1. 30 Desember 2010

A = 2,9 ml

B = 0,2 ml

N = 0,01 N

S = 200 ml

Ammoniak = (2, 9 0, 2 ) 0, 01 28000 200

x x


(5)

2. 07 Januari 2011

A = 2, 0 ml

B = 0,2 ml

N = 0,01 N

S = 200 ml

Ammoniak = (2, 0 0, 2 ) 0, 01 28000 200

x x

Ammoniak = (1,8) 280 200

x

Ammoniak = 2,52 mg/l

3. 14 Januari 2011

A = 2, 0 ml

B = 0,2 ml

N = 0,01 N

S = 200 ml

Ammoniak = (2, 0 0, 2 ) 0, 01 28000 200

x x

Ammoniak = (1,8) 280 200

x


(6)

Ammoniak = (1, 0 0, 2 ) 0, 01 28000 200

x x

Ammoniak = (0,8) 280 200

x


Dokumen yang terkait

Penggunaanemulsipolivinil Alkohol (PVA) Lateks Pekat Karet Alamdan Asam Akrila Sebagai Perekat Agregat Pasir

6 66 92

Pengendalian Kualitas Pada Proses Produksi Crumb Rubber Di PT. Bridgestone Sumatra Rubber Estate

52 291 167

Analisa Perbandingan Kadar Kotoran (Dirt Content) Pada Karet Remah Yang Berasal Dari Bahan Baku Lump Mangkok Dengan Bahan Baku Latex PT.Bridgestone Sumatera Rubber Estate,Tbk

6 87 73

Perlakuan Pengeringan Bahan Baku Karet Remah Untuk Mendapatkan Nilai Pri Sesuai Dengan Parameter Mutu Karet Sir 10 Di PT. Bridgestone Sumatra Rubber Estate - Dolok Merangir

7 54 44

Pengaruh Pengeringan Bahan Baku Karet Remah Terhadap Nilai ASHT Sesuai Dengan Mutu Karet SIR 20 Di PT. Bridgestone Sumatera Rubber estate Dolok Merangir

10 93 52

Penentuan Jumlah Amoniak Dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir

4 85 51

Pengaruh Kombinasi Komposisi Bahan Olah Karet Terhadap Tingkat Konsistensi Plastisitas Retension Indeks (Pri) Karet Remah Sir 20 Di PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir

3 58 55

Pengaruh Suhu Pemanasan Terhadap Plastisitas Karet Sir 20 Di PT. Bridgestone Sumatra Rubber Estate Dolok Merangir

2 51 50

Analisis Pola Konsumsi Karyawan PT. Bridgestone Sumatra Rubber Estate Dolok Merangir Kabupaten Simalungun

5 88 103

Manajemen penyadapan karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di Dolok Merangir Estate, PT Bridgestone Sumatra Rubber Estate, Simalungun, Sumatera Utara

0 28 83