BAB 7 KELEMBAGAAN DAERAH - DOCRPIJM 8a96eb2a8a BAB VIIBab 7

BAB 7 KELEMBAGAAN DAERAH

7.1 Petunjuk Umum

  Pada era pasca krisis ini, reformasi lembaga pemerintahan pusat dan daerah mengalami tantangan yang berat. di satu sisi pemerintah sebagai penyelenggara negara dituntut untuk melakukan transformasi internal agar lebih adaptif terhadap kebutuhan globalisasi, dengan tetap mengedepankan aspek akuntabilitas, transparansi, dan profesionalisme, namun di pihak lain yang bersangkutan masih mengalami permasalahan keterbatasan sumber daya yang tersedia.

  Dalam kerangka inilah maka pelaksanaan implementasi e-

  government kerap mengalami kendala di lapangan sehingga banyak inisiatifnya yang berjalan secara lambat dan tersendat-sendat.

  bercermin pada keberhasilan sejumlah pengembangan e-government di negara lain, salah satu jawaban terhadap isu terkait adalah dijalinnya kemitraan strategis antara pemerintah dan swasta (baca: industri) dalam merencanakan dan mengembangkan berbagai inisiatif

  e-government. Kemitraan yang tangguh tidak saja akan dapat menjawab

  tantangan jangka pendek implementasi e-government semata, namun dapat menjamin tingginya tingkat sustainabilitas dan kesinambungan program yang ada. tantangan terbesar dalam proses menjalin kemitraan ini adalah ditemukannya model bisnis (baca: business model) yang disepakati oleh kedua belah pihak.

  Penentuan model bisnis yang dimaksud tidaklah semudah yang diduga, karena selain harus bersifat ‘win-win’ bagi kedua belah pihak, bentuknya tidak boleh bertentangan dengan peraturan maupun etika bisnis dan pemerintahan yang berlaku. artikel ini menawarkan beragam bentuk model bisnis yang dapat diadopsi oleh pemerintah dan pelaku swasta di indonesia dalam rangka mencari bentuk kemitraan yang efektif untuk mempercepat implementasi e-government secara berhasil di berbagai wilayah tanah air.

7.2 Kondisi Kelembagaan

7.2.1 Kondisi Kelembagaan Pemerintah Kabupaten Rejang Lebong

7.2.1.2. Kelembagaan Bidang Cipta Karya

1. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten

  Rejang Lebong diatur dalam Peraturan Daerah nomor No. 3 Tahun

  2008. adapun kedudukan, tugas dan fungsi dari dinas tersebut adalah sebagai berikut : a. Merupakan unsur perencana penyelenggaraan pemerintahan daerah, dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah.

  b. Mempunyai tugas melaksanakan penyusunan pelaksanaan kebijakan daerah dibidang perencanaan pembangunan.

  Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah menyelenggarakan fungsi :

  a. Perumusan kebijakan teknis perencanaan;

  b. Pengoordinasian penyusunan perencanaan pembangunan;

  c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas sesuai dengan lingkup tugas dibidang perencanaan pembangunan; dan d. Pelaksanaan tugas lainnya yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan lingkup tugasnya dibidang perencanaan pembangunan.

  Susunan Organisasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, terdiri dari : a. Kepala Badan

  b. Sekretariat;

  c. Bidang Ekonomi & Dunia Usaha;

  d. Bidang Sosial Pelayanan Dasar; f. Bidang Penelitian; dan g. Kelompok Jabatan Fungsional.

  (1) Sekretariat, membawahi :

  a. Sub Bagian Penyusunan Rencana Kegiatan;

  b. Sub Bagian Umum, Dokumentasi & Informasi; dan c. Sub Bagian Keuangan. (2) Bidang Ekonomi & Dunia Usaha, membawahi :

  a. Sub Bidang Ekonomi; dan b. Sub Bidang Dunia Usaha. (3) Bidang Sosial Pelayanan Dasar, membawahi :

  a. Sub Bidang Sumber Daya Manusia; dan b. Sub Bidang Sosial & Budaya. (4) Bidang Fisik Prasarana, membawahi :

  a. Sub Bidang Permukiman & Prasarana Wilayah; dan b. Sub Bidang Pengembangan Kawasan & Kerjasama Pembangunan. (5) Bidang Penelitian, membawahi :

  a. Sub Bidang Pengembangan Sistem Perencanaan; dan b. Sub Bidang Penelitian & Evaluasi.

  

2. Badan Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten

Rejang Lebong diatur dalam Peraturan Daerah nomor No. 3 Tahun

  2008. adapun kedudukan, tugas dan fungsi dari dinas tersebut adalah sebagai berikut : a. Merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah secara teknis dibidang lingkungan hidup, kebersihan dan pertamanan, dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah.

  b. Mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik dibidang lingkungan hidup, kebersihan dan pertamanan.

  Tugas dan fungsi Badan Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Pertamanan adalah : a. Perumusan kebijakan teknis sesuai dengan lingkup tugasnya dibidang lingkungan hidup, kebersihan dan pertamanan; b. Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan lingkup tugasnya dibidang lingkungan hidup, kebersihan dan pertamanan;

  c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas sesuai dengan lingkup tugasnya dibidang lingkungan hidup, kebersihan dan pertamanan; dan d. Pelaksanaan tugas lainnya yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan lingkup tugasnya dibidang lingkungan hidup, kebersihan dan pertamanan. Susunan Organisasi Badan Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Pertamanan, terdiri dari :

  a. Kepala Badan

  b. Sekretariat;

  c. Bidang Lingkungan Hidup;

  d. Bidang Pengawasan & Pengendalian lingkungan;

  e. Bidang Kebersihan;

  f. Bidang Pertamanan;

  g. Unit Pelaksana Teknis Badan; dan h. Kelompok Jabatan Fungsional.

  (1) Sekretariat, membawahi :

  a. Sub Bagian Umum & Kelembagaan;

  b. Sub Bagian Perencanaan, Evaluasi & Pelaporan; dan c. Sub Bagian Keuangan. (2) Bidang Lingkungan Hidup, membawahi :

  a. Sub Bidang AMDAL, Perijinan dan Pelestarian Lingkungan Hidup; dan b. Sub Bidang Pemulihan Kualitas Lingkungan Hidup. (3) Bidang Pengawasan & Pengendalian Lingkungan, membawahi : a. Sub Bidang Pemantauan, Laboratorium, dan Pengawasan Lingkungan Hidup;

  b. Sub Bidang Pengendalian dan Pencemaran Lingkungan Hidup (4) Bidang Kebersihan, membawahi :

  a. Sub Bidang Kebersihan; dan b. Sub Bidang Sarana, Prasarana dan Pengawasan. (5) Bidang Pertamanan, membawahi :

  a. Sub Bidang Pembibitan, Penanaman, Pemetaan dan Penataan

  b. Sub Bidang Pemeliharaan & Penghijauan Perkotaan

3. Dinas Pekerjaan Umum

  Pembentukan, susunan organisasi dan tata kerja Badan Dinas Pekerjaan Umum di Kabupaten Rejang Lebong diatur dalam Peraturan Daerah nomor No. 3 Tahun 2008. adapun kedudukan, tugas dan fungsi dari dinas tersebut adalah sebagai berikut : a. Dinas Pekerjaan Umum merupakan unsur pelaksana tugas otonomi daerah di bidang pekerjaan umum, dipimpin oleh seorang Kepala

  Dinas yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah.

  b. Dinas Pekerjaan Umum mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan di bidang pekerjaan umum. Tugas dan fungsi Dinas Pekerjaan Umum adalah :

  a. Perumusan kebijakan teknis sesuai dengan lingkup tugasnya di bidang pekerjaan umum; b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum sesuai dengan lingkup tugasnya di bidang pekerjaan umum; c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas sesuai dengan lingkup tugasnya di bidang pekerjaan umum; dan d. Pelaksanaan tugas lainnya yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan lingkup tugasnya di bidang pekerjaan umum.

  Susunan Organisasi Dinas Pekerjaan Umum, terdiri dari :

  a. Kepala Dinas;

  b. Sekretariat;

  c. Bidang Perencanaan;

  d. Bidang Pengairan;

  e. Bidang Bina Marga;

  f. Bidang Cipta Karya;

  g. Unit Pelaksana Teknis Dinas; dan h. Kelompok Jabatan Fungsional.

  (1) Sekretariat, membawahi :

  a. Sub Bagian Umum;

  b. Sub Bagian Kepegawaian; dan c. Sub Bagian Keuangan. (2) Bidang Perencanaan, membawahi :

  a. Seksi Perencanaan, Data & Informasi;

  b. Seksi Pemantauan & Pengendalian; dan c. Seksi Evaluasi & Pelaporan. (3) Bidang Pengairan, membawahi :

  a. Seksi Pengairan & Irigasi;

  b. Seksi Penyuluhan & Tata Guna Air; dan c. Seksi Irigasi Pedesaan & Pengembangan . (4) Bidang Bina Marga, membawahi :

  a. Seksi Jalan;

  b. Seksi Jembatan; dan c. Seksi Peralatan, Pemeliharaan & Perawatan. (5) Bidang Cipta Karya, membawahi :

  a. Seksi Permukiman dan Penataan Ruang;

  b. Seksi Penyehatan Lingkungan; dan c. Seksi Perizinan.

7.3 Masalah, Analisis dan Usulan Program

  7.3.1. Masalah yang Dihadapi

  Pelaksanaan Sub Bidang Air Limbah dan Persampahan ditangani oleh Badan Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Pertamanan. Persampahan melalui Bidang Kebersihan pada Sub Bidang Kebersihan.

  Sedangkan untuk Sub Bidang Air Limbah ditangani oleh Bidang Pengawasan dan Pengendalian Lingkungan pada Sub Bidang Pengendalian dan Pencemaran Lingkungan Hidup.

  Pelaksanaan Sub Bidang Drainase, PSD Permukiman, dan Tata Bangunan Lingkungan dilaksanakan oleh Dinas Pekerjaan Umum melalui Seksi Permukiman dan Penataan Ruang dan Seksi Penyehatan Lingkungan.

  Pelaksana Sub Bidang Air Minum untuk diperkotaan melalui sistem perpipaan dilaksanakan oleh PDAM, sedangkan untuk Sub Bidang Air Minum di perdesaan (non perpipaan) dilaksanakan oleh Seksi Penyehatan Lingkungan Dinas Pekerjaan Umum. Sehingga masalah yang dihadapi adalah penanganan pembangunan keciptakaryaan di Kabupaten Rejang Lebong dilakukan oleh instnasi yang berbeda hal tentunya akan menyulitkan dalam hal koordinasi.

  7.3.2.Analisis Permasalahan

  Kemitraan pada hakikatnya merupakan wujud yang ideal dalam peranserta masyarakat dalam pembangunan. Kemitraan didasari atas hubungan antar pelaku yang bertumpu pada ikatan usaha yang saling menunjang dan saling menguntungkan, serta saling menghidupi berdasarkan asas kesetaraan dan kebersamaan. Setiap pelaku usaha memiliki potensi, kemampuan dan keistimewaan sendiri, walaupun berbeda ukuran, jenis, sifat, dan tempat usahanya. Setiap pelaku usaha juga memiliki kelebihan dan kekurangannya. Dengan kelebihan dan kekurangan itu timbul kebutuhan kerjasama dan kemitraan. Dengan demikian, kelebihan-kelebihan akan dilipatgandakan dengan memaksimalkan manfaat yang mungkin diperoleh. Sedangkan kekurangan-kekurangan dapat diusahakan untuk dikurangi, atau bahkan

  Kemitraan dalam pembangunan pada dasarnya mengandung hakekat keadilan dalam perolehan keuntungan dan manfaat, pembebanan biaya dan penanggungan risiko yang timbul dalam kegiatan usaha tersebut. Dengan demikian, kemitraan yang dikembangkan adalah kemitraan yang setara antara para pelaku sesuai dengan kemampuan kontribusinya. Kemitraan yang setara memerlukan pula pemahaman yang kuat terhadap hak dan tanggung jawab serta peranan dari masing-masing pelaku. Menjadi tantangan kita bersama untuk mengembangkan semangat dan suasana yang mendorong tumbuhnya kemitraan dan mengembangkan pola-pola yang praktis dan menarik,serta menjamin keuntungan bagi semua pihak.

  Dalam hal ini, pihak-pihak yang terlibat tentu harus memiliki tanggung jawab karena kemitraan bukanlah bertepuk sebelah tangan. Meskipun semua pihak memiliki tanggung jawab, pemerintah tetap harus mengambil prakarsa paling tidak untuk menciptakan iklim yang merangsang bagi usaha kemitraan, antara lain dengan:

  

a) Mengembangkan kebijaksanaan dan strategi pembangunan yang jelas,

  yang tercermin baik pada tujuan, arahan maupun indikator-indikator kebijaksanaan (policy indicators).

  b)

  Menetapkan prioritas pembangunan yang realistis dan diikuti oleh semua pihak, baik pemerintah maupun dunia usaha dan masyarakat. Untuk itu perlu kesepakatan di antara berbagai pelaku pembangunan ini, dan karena itu perlu ada dialog-dialog.

  

c) Memantapkan mekanisme komunikasi yang lancar dan transparan.

  Transparansi erat kaitannya dengan tingkat partisipasi dan oleh karena itu, sejak pada tahap awal mekanisme kemitraan yang transparan harus dikembangkan dan dimantapkan.

  

d) Mengembangkan pilihan-pilihan atas pola-pola kemitraan yang dapat

  mencakup kepentingan-kepentingan yang ada di berbagai lapisan dan golongan masyarakat, sehingga masyarakat dapat berperanserta seluas-luasnya dalam kemitraan pembangunan.

  

e) Menyiapkan rencana pengembangan kemitraan yang mencakup

  rencana investasi pemerintah, swasta dan masyarakat sebagai bagian dari pembangunan nasional.

  

f) Menyiapkan kerangka peraturan dan arahan serta pedoman yang

  dapat menjadi acuan terutama bagi swasta dan masyarakat dan juga menjamin kepastian usaha.

  Pengembangan kemitraan dalam pembangunan dapat mencakup dua pola dasar, yaitu Pertama, dalam bentuk peran serta swasta dan masyarakat dalam pembangunan yang sifatnya memberikan lebih banyak peluang untuk berpartisipasi pada kegiatan yang semula merupakan tugas pemerintah, atau dengan kata lain, pemerintah memberi ijin pemanfaatan aset milik pemerintah (konsesi) kepada pihak swasta dan masyarakat untuk digunakan dalam jangka waktu tertentu guna melakukan tugas-tugas pelayanan umum. Kedua, kerjasama kemitraan antara masyarakat, swasta dan pemerintah melalui pengembangan formula pembagian modal kerja yang menjadi tanggung jawab masing- masing pihak. Dalam rangka ini dikembangkan pola-pola kerjasama kemitraan yang mencakup pembagian keuntungan dan sekaligus juga risikonya.

  Untuk mewujudkan kemitraan dalam bentuk-bentuk tersebut, perlu kesepakatan dalam persepsi kemitraan antara swasta maupun pemerintah. Swasta tidak hanya mempertimbangkan aspek keuntungan ekonomi jangka pendek saja, apalagi yang bersikap spekulatif, tetapi sudah harus memperhatikan kesinambungan pembangunan, atau lebih mengkonseptualisasikan pemikiran investasi yang berwawasan jangka panjang.

  Baru-baru ini, Bappenas bersama Bank Dunia telah menyelenggarakan konferensi internasional tingkat tinggi mengenai infrastruktur, yang tujuannya adalah mencari jalan yang tepat untuk mendorong kemitraan dan partisipasi swasta dalam pembangunan prasarana. Dari hasil konperensi tersebut telah disimpulkan bahwa yang yang jelas untuk membangun kemitraan antara pemerintah dan swasta dalam pembangunan infrastruktur. Adanya kerangka itu dapat mengurangi ketidakpastian yang sampai sekarang ini dirasakan, khususnya di kalangan swasta, misalnya kerangka tentang kelembagaan, kontrak, dan produksi termasuk jasa.

  Secara potensial ada peluang-peluang yang terbuka lebar untuk menumbuhkembangkan kemitraan yang saling menguntungkan dalam pembangunan nasional, khususnya dalam pembangunan perkotaan. Potensi dan peluang yang besar ini terutama disebabkan oleh makin meningkatnya kemampuan masyarakat di perkotaan untuk memperoleh pelayanan perkotaan yang makin berkualitas dengan sistem penyediaan yang lebih baik. Kemampuan masyarakat saat ini sangat berkembang, terutama untuk membayar pelayanan yang lebih baik tersebut memberi landasan keekonomian yang kuat bagi pengembangan kemitraan dalam penyediaan pelayanan prasarana dan sarana yang tersedia.

  Di kabupaten/kota, kegiatan yang digerakkan oleh swasta dan masyarakat mencapai sekitar 60-70 persen. Saat ini pihak swasta telah melaksanakan kegiatan pembangunan dalam berbagai sektor, dalam skala mikro maupun makro serta secara mandiri maupun bermitra dengan pemerintah. Peran swasta itu dapat diperkirakan akan terus meningkat. Selama ini kemitraan telah berkembang dalam prasarana ekonomi yang kelayakannya tinggi, seperti jalan tol, listrik, telepon. Namun, khusus di kota-kota megapolitan, metropolitan, dan kota-kota besar lainnya, peluang kemitraan dalam penyediaan air bersih, prasarana dan sarana penyehatan lingkungan, persampahan, jalan kota, rumah sakit, sekolah- sekolah unggulan, dan prasarana serta sarana sosial lainnya terbuka cukup lebar.

  Berdasarkan cara pandang kota sebagai pusat pelayanan ekonomi wilayah/kawasan, maka hendaknya kota tidak hanya dilihat sebagai unit yang berdiri sendiri secara individual, tetapi dipandang sebagai satu kesatuan dalam suatu sistem. Berkaitan dengan peningkatan peran swasta dalam berbagai bentuk pembangunan skala besar seperti kegiatannya perlu dilaksanakan dalam suatu kerangka sistem perkotaan yang lebih luas, di samping pembangunan sistem internal kotanya sendiri.

  Dengan demikian, dapat terwujud keterpaduan dan sinkronisasi system prasarana kota dan antara kota yang berdampingan atau berdekatan, baik yang dibangun pemerintah maupun yang dibangun oleh swasta. Selain itu juga dapat saling mendukung dengan sistem dalam kota intinya dan juga mendukung keterkaitan dengan kota-kota lainnya.

  Dengan kata lain, sinkronisasi pembangunan regional merupakan tantangan yang harus diatasi dengan meningkatnya berbagai bentuk pembangunan skala besar oleh pihak swasta.

  Dalam banyak hal, memang kegiatan swasta sudah tidak lagi berskala mikro, tetapi sudah sampai pada skala makro yang berdampak makro pula, seperti pengembangan permukiman skala besar atau kota baru, penyediaan sistem telekomunikasi melalui satelit, pembangunan pusat-pusat tenaga listrik, dan sebagainya. Mengingat makin besarnya bentuk dan nilai partisipasi swasta dalam pembangunan daerah yang berskala besar seperti itu, maka sinkronisasi investasi pembangunan menjadi imperatif agar terjadi sinergi yang optimal antara berbagai pelaku pembangunan. Kegiatan yang saling tumpang tindih harus dapat dihilangkan. Di sisi lain, adanya sinkronisasi dapat mengisi ‘gap’ atau kekosongan dari suatu kegiatan pembangunan.

  Kemitraan adalah pola yang sesuai dengan prinsip-prinsip partisipasi masyarakat yang seluas-luasnya yang ingin kita dorong dalam perekonomian dan pembangunan. Kemitraan juga dapat memberi pemecahan atas dilema efisiensi dan pemerataan kesempatan, karena efisiensi tidak mengharuskan pemusatan kekuatan ekonomi pada kelompok tertentu. Kemitraan merupakan jawaban terhadap monopoli yang dalam sistem ekonomi pasar dan liberal menjadi penyakit yang senantiasa menjadi masalah bagi negara yang menganut paham itu. Kemitraan haruslah didorong tidak saja antara pemerintah dengan usaha besar, tetapi juga dengan usaha kecil dan koperasi, serta antara usaha usaha yang tepat dan tidak bertentangan dengan prisip-prinsip ekonomi yang mendasar, dalam membangun ekonomi yang berda sarkan demokrasi.

  Berdasarkan kajian kelembagaan dapat dilihat bahwa dalam lingkup instansi keciptakaryaan masih diketemukan beberapa hal diantaranya : lemahnya koordinasi, kelembagaan, dan ketatalaksanaan. Perubahan paradigma pembangunan sejalan dengan semangat reformasi mengindikasikan bahwa dalam struktur organsasi dan ketatalaksanaan kelembagaan memerlukan beberapa langkah penyesuaian terkait dengan tata kepemerintahannya, peran masyarakat dan swasta dalam pengelolaan infrastruktur keciptakaryaan. Penguatan peran masyarakat, pemerintah daerah, dan swasta diperlukan dalam rangka memperluas dan memperkokoh basis sumber daya. Pada aspek institusi, lemahnya koordinasi antarinstansi dan antardaerah otonom telah menimbulkan pola pengelolaan kecitakaryaan yang kurang efisien, bahkan tidak jarang saling berbenturan. Pada sisi lain, kesadaran dan partisipasi masyarakat, sebagai salah satu prasyarat terjaminnya keberlanjutan pola pengelolaan keciptakaryaan, masih belum mencapai tingkat yang diharapkan karena masih terbatasnya kesempatan dan kemampuan.

  Sasaran pembangunan dan pengelolaan bidang keciptakaryaan pada tahun 2009 berorientasi pada tersedianya pelayanan kepada publik bidang keciptakaryaan sesuai dengan standar pelayanan minimal. Selanjutnya dengan terpenuhinya pelayanan minimal kepada publik akan mendorong peningkatan produktivitas sektor-sektor ekonomi yang menggunakan infrastruktur keciptakaryaan sebagai salah satu sarana pendukung faktor produksinya. Sasaran kedua adalah meningkatnya partisipasi swasta yang antara lain dalam bentuk investasi dalam pembangunan dan pengelolaan infrastruktur di kabupaten/kota.

Tabel 7.1. Analisis SWOT

  h. Belum adanya aturan tentang tata bangunan i. Masih ada masyrakat yang belum terlayani air bersih j. Jaringan perpipaan air bersih yang sudah tua k. Tangkapan air baku dari mata air berkurang l. Air tanah tercemar

  Threats (T) Strategi (S/T) Strategi (W/T)

  a. Adanya bahaya banjir/ dari DAS Drainase.

  b. Masih adanya sebagian masyarakat yang belum mendukung program Kebersihan dan Pertamanan.

  c. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk membayar retribusi kebersihan.

  d. Laju inflasi dikaitkan dengan biaya operasional.

  e. Sering terjadinya kerusakan pada alat berat secara tiba – tiba (Buldozer dan Jonder)

  f. Masih adanya jalan lingkungan yang rusak g. Masih adanya permukiman kumuh

  

a. Mengoptimalkan SDM

Aparatur yang memadai dan

meningkatkan kerjasama

antar personil.

  b. Mengoptimalkan komitmen Pemkab Rejang Lebong dan DPRD Rejang Lebong untuk membentuk tim terpadu dalam penanggulangan kebersihan dan pertamanan.

  

b. Mengoptimalkan komitmen

dari pimpinan dalam

mengatasi bahay banjir/DAS Drainase. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam

membayar retribusi.

  

c. Mengoptimalkan tenaga

yang profesional yang

mengantisipasi alat – alat berat yang rusak .

  d. Memperbaiki sarana prasarana jalan lingkungan permukiman e. Penataan kawasan

permukiman kumuh

f. Penegakan peraturan tata

bangunan gedung

g. Pengadaan jaringan air

bersih dengan perpipaan dan non perpipaan

  

h. Pembangunan Sambungan

Rumah (SR) air limbah

a. Meningkatkan sarana dan prasarana guna menunjang operasional pengelolaan sampah dan penanggulangan bahaya banjir.

  b. Meningkatkan disiplin kerja pegawai dalam rangka pelaksanaan tupoksi.

  c. Meningkatkan pelaksanaan sosialisasi sampah Kabupaten Rejang Lebong penyuluhan kebersihan serta keindahan Kota Curup.

  d. Revitalisasi jaringan pipa air bersih

  e. Pembangunan sarana tangkapan air yang baru f. Pengolahan air limbah secara terpadu.

  c. Melaksanakan ketentuan peraturan perundang – undangan dalam rangka penegakan disiplin para pegawai dan tenaga harian.

  a. Memanfaatkan dana yang ada dengan bekerjasama dengan pihak swasta.

  strategi Strength (Kekuatan) (S) Weakness (Kelemahan) (W) Internal Eksternal

  c. Dana yang tersedia belum mencukupi.

  a. Kuantitas SDM Aparatur dan

Tenaga harian yang

memadai

  

b. Formasi Jabatan struktural

sudah terisi.

  

c. Komitmen dari pimpinan

dalam mengarahkan dan

membimbing pelaksanaan teknis operasional.

  

d. Adanya program asuransi

tenaga kerja.

  e. Adanya kerjasama yang baik antar personil.

  a. Rendahnya disiplin sebagai SDM.

  b. Belum cukupnya sarana dan prasarana guna menunjang operasional.

  d. Pengolahan sampah, air limbah dan limbah tinja masih secara tradisional.

  

c. Mengoptimalkan komitmen

pimpinan dalam melaksanakan perda yang berlaku.

  Opportunities (O) Strategi (S/O) Strategi (W/O)

  a. Adanya peraturan perundang – undangan tentang pengelolaan sampah.

  b. Adanya komitmen Pemkab Rejang Lebong dan DPRD Kabupaten Rejang Lebong dalam hal Kebersihan dan Keindahan Kabupaten Rejang Lebong.

  c. Tersedianya lahan untuk pengelolaan sampah Kabupaten Rejang Lebong.

  d. Adanya partisipasi dari sebagian masyarakat.

  e. Adanya keinginan pihak swasta untuk bekerjasama dengan Pemkab Rejang Lebong dalam hal pengelolaan sampah.

  

a. Mengoptimalkan SDM

Aparatur yang memadai.

  

b. Melaksanakan pembinaan

dan penyuluhan secara rutin

dan berkesinambungan.

  g. Sosialisasi peraturan tata bangunan

7.3.3 Usulan Program

  Usulan program peningkatan kelembagaan yang dapat diusulkan antara lain.

  Badan layanan umum untuk pengelolaan

   sampah Kerjasama pemerintah dan swasta untuk

   penyediaan air bersih Kerjasama pemerintah dan masyarakat untuk

   melawan limbah Partisipasi masyarakat untuk penataan

   lingkungan Kerjasama pemerintah swasta untuk

   pengadaan rumah sehat Perkuatan UPTD untuk manajemen aset dan

   monitoring dan evaluasi infrastruktur Cipta Karya

7.4 Usulan Sistem Prosedur Antar Instansi

7.4.1 Kedudukan, Fungsi, Tugas dalam Pelaksanaan RPIJM

  Adapun kedudukan, tugas dan fungsi Dinas/Instansi dalam Pelaksanaan RPIJM tersebut adalah sebagai berikut :

  1. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)

  Merupakan unsur perencana penyelenggaraan pemerintahan daerah, dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah yang mempunyai tugas melaksanakan penyusunan pelaksanaan kebijakan daerah dibidang perencanaan pembangunan.

  2. Badan Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Pertamanan

  Merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah secara teknis dibidang lingkungan hidup, kebersihan dan pertamanan, dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah yang mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik dibidang lingkungan hidup, kebersihan dan pertamanan.

3. Dinas Pekerjaan Umum

  Merupakan unsur pelaksana tugas otonomi daerah di bidang pekerjaan umum, dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah yang mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan di bidang pekerjaan umum.

7.4.2 Diagram Dinas/Instansi Pelaksana RPIJM

STRUKTUR ORGANISASI BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG

  Sekretariat Kelompok Jabatan Fungsional

  Sub Bagian Penyusunan Rencana Kegiatan

  Sub Bagian Keuangan Sub Bagian Umum,

  Dokumentasi & Informasi BUPATI WAKIL BUPATI SEKRETARIS DAERAH

  Kepala Badan Sub Bidang Dunia Usaha

  Sub Bidang Ekonomi Bidang Ekonomi dan

  Dunia Usaha Sub Bidang Penelitian &

  Evaluasi Sub Bidang Pengembangan Sistem

  Perencanaan Bidang Penelitian Sub Bidang

  Sosial & Budaya Sub Bidang Sumber Daya Manusia

  Bidang Sosial Pelayanan Dasar Sub Bidang

  Pengembangan Kawasan & Kerjasama Pembangunan

  Sub Bidang Permukiman & Prasarana Wilayah

  Bidang Fisik Prasarana

STRUKTUR ORGANISASI BADAN LINGKUNGAN HIDUP, KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN REJANG LEBONG

  

Teknis

Bidang Pertamanan

  Pengawasan Bidang Kebersihan

  Penataan Sub Bidang Sarana, Prasarana dan

  Sub Bidang Pembibitan, Penanaman, Pemetaan dan

  Sub Bidang Pemeliharaan dan Penghijauan Perkotaan

  Lingkungan Hidup Sub Bidang Kebersihan

  Bidang Pengawasan dan Pengendalian Lingkungan Bidang

  Sub Bidang Pengendalian dan Pencemaran Lingkungan Hidup

  Sub Bidang Pemantauan, Laboratorium dan Pengawasan

  Pelaporan

BUPATI

WAKIL BUPATI

SEKRETARIS DAERAH

  Keuangan Sub Bagian Perencanaan, Evaluasi &

  Sub Bagian Umum & Kelembagaan Sub Bagian

  Sekretariat Kelompok Jabatan Fungsional

  Lingkungan Hidup Sub Bidang AMDAL, Perijinan dan Pelestarian Lingkungan Hidup

  Lingkungan Hidup Sub Bidang Pemulihan Kualitas

  

Kepala Badan

Unit

Pelaksana

  

STRUKTUR ORGANISASI

DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN REJANG LEBONG BIDANG PENGAIRAN BIDANG BINA MARGA BIDANG PERENCANAAN BIDANG CIPTA KARYA SEKRETARIS DAERAH KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL SEKRETARIAT

UNIT

PELAKSANA

TEKNIS

BUPATI

WAKIL BUPATI

KEPALA

DINAS

SEKSI PENGAIRAN & IRIGASI SEKSI PENYULUHAN & TATA GUNA AIR SEKSI IRIGRASI PEDESAAN & PENGEMBANGAN SEKSI JALAN SEKSI JEMBATAN SEKSI PERALATAN, PEMELIHARAAN & PERAWATAN SEKSI PERENCANAAN, DATA & INFORMASI SEKSI PEMANTAUAN & PENGENDALIAN SEKSI EVALUASI & PELAPORAN SEKSI PERMUKIMAN DAN PENATAAN RUANG SEKSI PENYEHATAN LINGKUNGAN SEKSI PERIZINAN SUB BAGIAN KEPEGAWAIAN Wakil Bupati SUB BAGIAN UMUM SUB BAGIAN KEUANGAN

7.4.3 Diagram Hubungan Antar Instansi RPIJM

  Bupati Wakil Bupati Sekretaris Daerah

  ` Bappeda Badan Lingkungan Hidup, Dinas Pekerjaan Umum

  PDAM Kebersihan dan Taman Keterangan : Instruksi Koordinasi

Tabel 7.1. Jumlah Pegawai PNS Dinas/Instansi Pelaksana RPIJM

  No Unit Kerja Golongan IV Golongan III Golongan II Golongan I Jumlah Per Golongan Jumlah PNS

  Seluruhnya Jumlah PNS Per Jenis Kelamin Jumlah PNS Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir

  A B C D A B C D A B C D A B C D

IV III

  1. Bappeda

  13

  18

  4

  24

  3

  15

  2

  6

  3. Dinas PU

  4

  1

  21

  32

  11

  4

  3

  56

  14

  11

  7

  48

  16

  26

  6

  35 6 114 100

  14

  

68

  5

  1

  3

  2

  5

  38

  10

  2

  9

  4

  9

  6

  10

  7

  1

  1

  2

  6

  

32

  4

  42

  27

  15

  19

  13

  7

  II I Pria Wanita S3 S2 S1 D3 D2 D1 SMA SMP SD

  7

  2

  8

  2

  11

  9

  6

  6

  4

  3

  4

  2. Badan LH, Kebta

  10

  

26