BAB III PERAN KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI KERUSUHAN YANG TERJADI PADA SAAT DEMONSTRASI D. Peran Kepolisian Sebelum Kegiatan Unjuk Rasa Peranan kepolisian dalam pelaksanaan unjuk rasa sangatlah besar. - Peran Kepolisian Dalam Penanggulangan Kerusuhan Ya

BAB III PERAN KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI KERUSUHAN YANG TERJADI PADA SAAT DEMONSTRASI D. Peran Kepolisian Sebelum Kegiatan Unjuk Rasa Peranan kepolisian dalam pelaksanaan unjuk rasa sangatlah besar. Kepolisian sebagai pihak yang bertugas sebagai pengaman dalam setiap unjuk

  rasa memiliki tata kerja dalam pelaksanaan pengamanan. Fungsi kepolisian yang berperan penting dalam pengamanan unjuk rasa adalah pasukan Pengendalian Massa (Dalmas) dari Samapta. Dalmas adalah kegiatan yang dilakukan oleh satuan Polri dalam rangka menghadapi massa pengunjuk rasa.

   Sesuai dengan isi pasal 4 Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa, Dalmas memiliki ruang lingkup pengendalian.

  Ruang lingkup Dalmas adalah : d. Di Jalan Raya.

  Yang dimaksud dengan jalan dalam hal ini adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, diatas permukaan tanah, dibawah permukaan tanah, dan atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel.

  79 Hasil wawancara dengan Kompol R. Situmorang, Kasi ops Lat Dit Samapta POLDASU, tanggal

  16 Maret 2009 di MAPOLDASU e. Di Gedung atau Bangunan Penting Gedung Atau bangunan Penting adalah bangunan yang meliputi ruangan, halaman dan dekitarnya yang digunakan untuk melakukan kegiatan pemerintahan, kegiatan usaha, dan gedung gedung atau bangunan lainnya yang digunakan sebagai pusat kegiatan kemasyarakatan secara umum (vital) yang menjadi sasaran unjuk rasa.

  f. Di Lapangan atau Lahan Terbuka Lapangan atau lahan terbuka adalah tempat tertentu yang digunakan sebagai

   sarana oleh massa dalam melakukan unjuk rasa.

1. Persiapan Sebelum Unjuk Rasa

  Setelah penerimaan laporan pemberitahuan unjuk rasa dari pengunjuk rasa sesuai dengan ketentuan yang terkandung didalam Undang undang Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum, kepada pihak kepolisian setempat, maka pihak kepolisian setempat dimana

  

  kegiatan unjuk rasa dilakukan harus melakukan persiapan. Kegiatan sebagaimana dimaksud berupa : g. Menyiapkan surat perintah.

  h. Menyiapkan kekuatan Dalmas yang memadai untuk dihadapkan dengan jumlah dan karakteristik massa i. Melakukan pengecekan pengecekan personil, perlengkapan atau peralatan

  Dalmas, konsumsi, kesehatan 80 81 Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun 2006 tentang pedoman Pengendalian Massa Hasil wawancara dengan Kompol R. Situmorang, Kasi ops Lat Dit Samapta

  POLDASU, tanggal 16 Maret 2009 di MAPOLDASU j. Menyiapkan Rute pasukan Dalmas menuju objek dan rute penyelamatan

  (escape) bagi pejabat VVIP/VIP dan pejabat penting lainnya

  k. Menentukan pos komando lapangan/pos aju yang dekat dan terlindung dengan objek unjuk rasa l. Menyiapkan sistem komunikasi keseluruh unit satuan Polri yang

   dilibatkan.

  Karakteristik massa pengunjuk rasa akan dianalisa oleh Kepolisian dari fungsi Intelkam. Disini akan dipelajari mengenai keadaan profil pengnjuk rasa, psikologi pengunjuk rasa, karakteristik massa serta isu yang dibawakan. Tujuan dari mempelajari karakteristik pengunjuk rasa adalah untuk mengetahui seberapa besar kemungkinan terjadi kerusuhan dalam unjuk rasa dan langkah langkah apa yang akan diambil, untuk selanjutnya dilakukan persiapan personel dan perlengkapan Dalmas.

  Selanjutnya Intelkam menyampaikan kepada pengendali dalam hal ini

   pemimpin atau kepala Kepolisian setempat dimana unjuk rasa berlangsung.

  Sebelum pelaksanaan Dalmas, Kepala kesatuan akan melaksanakan Acara Pimpinan Pasukan (APP) kepada seluruh anggota Kesatuan Dalmas yang terlibat dalam Dalmas dengan menyampaikan : e. Gambaran massa yang akan dihadapi oleh satuan kekuatan Dalmas (jumlah,

  Karakteristik, tuntutan, dan alat yang dibawa serta kemungkinan kemungkinan yang akan terjadi selama unjuk rasa). 82 83 Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun 2006 tentang pedoman Pengendalian Massa Hasil wawancara dengan Kompol PFH. Tampubolon, Kasubbag Dokliput Reskrim

  POLDASU,tanggal 16 Maret 2009 di MAPOLDASU f. Gambaran situasi objek dan jalan raya tempat unjuk rasa.

  g. Rencana urutan dan langkah dan tindakan yang akan dilakukan oleh satuan Dalmas.

  h. Larangan dan kewajiban Yang dilakukan satuan dalmas

  

2. Larangan dan Kewajiban Serta Persyaratan Pasukan Dalmas

  Sebagaimana persiapan terhadap pengamanan unjuk rasa yang dilakukan oleh pasukan Dalmas, maka pengamanan itu tidak boleh dilakukan dengan semena mena. Ada larangan yang berlaku. Larangan itu adalah : i. Berikap arogan dan terpancing perilaku massa j. Melakukan tidakan Kekerasan yang tidak sesuai dengan prosedur k. Membawa peralatan diluar peralatan Dalmas l. Membawa senjata tajam dan peluru tajam m.

  Keluar dari ikatan satuan atau Formasi dan melakukan pegejaran massa secara perorangan. n. Mundur membelakangi massa pengunjuk rasa. o. Mengucapkan kata kata kotor, pelecehan seksual atau perbuatan asusila, memaki maki pengunjuk rasa p. Melakukan perbuatan lainnya yang melanggar peraturan perundang undangan.

  Sementara kewajiban pasukan pengendali massa atau Dalmas dalam pengamanan unjuk rasa adalah :

84 Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun 2006 tentang pedoman Pengendalian Massa

  g. Menghormati Hak Asasi Manusia dari setiap orang yang melakukan unjuk rasa.

  h. Melayani dan mengamankan unjuk rasa sesuai dengan ketentuan i. Setiap gerakan pasukan Dalmas selalu dalam ikatan satuan dan membentuk formasi sesuai dengan ketentuan j. Melindungi jiwa dan harta benda. k. Tetap menjaga dan mempertahankan situasi hingga unjuk rasa selesai. l. Patuh dan taat kepada perintah Kepala Kesatuan Lapangan yang bertanggung jawab sesuai dengan tingkatannya.

  Dalam melakukan perekrutan terhadap pasukan Pengendali Massa tidaklah sembarangan. Ada hal hal penting yang harus dimiliki oleh setiap pasukan Dalmas, antara lain : o. Mental dan Moral yang baik p. Keteguhan hati dan loyalitas yang tinggi q. Dedikasi dan disiplin yang tinggi r. Nilai kesamaptaan jasmani paling rendah 65 s. Penguasaan terhadap pasal pasal dalam undang undang yang berkaitan dengan Dalmas t. Jiwa Korsa yang tinggi u. Sikap netral v. Kemampuan bela diri w.

  Kemampuan dalam menggunakan peralatan Dalmas x. Kemampuan mementuk atau mengubah formasi dengan cepat y. Kemampuan menilai karakteristik massa secara umum z. Kemampuan berkomunikasi dengan baik aa.

  Kemampuan menggunakan kendaraan taktis pengurai massa dan alat khusus Dalmas lainnya dengan baik bb. Kemampuan naik turun kendaraan dengan tertib dan kecepatan berkumpul.

  85

3. Susunan Kekuatan dan Perlengkapan Satuan Pengendali Massa

  eran . Pengelompokan pasukan Dalmas ini dibedakan atas : terdiri atas: e) Lan tan terdiri atas:

  (Dalmas)

  Kekuatan Pasukan Dalmas dapat dibedakan berdasarkan jumlah dan p setiap pasukan Dalmas

a. Satuan Peleton

  Dan Ton : 1 Orang

  2) Anggota :

  30 Orang 3) caraka :

  : 38 orang, 1)

  1 Orang 5)

  Petugas tali Dalmas : 2 Orang

  6) Negosiator

  :

  3 Orang Peleton Dalmas ju : 37 orang, 1) Dan Ton : 1 Orang 2) Anggota :

  30 Orang 3) caraka :

  1 Orang 4) Kamerawan : 1 Orang 85 Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun 2006 tentang pedoman Pengendalian Massa

  d) Peleton Dalmas Awal

  1 Orang 4) Kamerawan :

  5) Pemadam api : 2 Orang 6) Penembak Gas : 2 Orang

  f) Unit Satwa 1) Anjing : 3 unit 2) Kuda : 3 unit d.

   Satuan Kompi

  d) : 116 orang, terdi ri atas:

  Kompi Dalmas Awal 1) Kompi : 1 orang

  Dan 2) Kompi : 1 orang

  Wadan 3) : 3 orang

  Dan Ton 4) : 4 orang

  Caraka 5) : 5 orang

  Kamerawan 6) : 2 orang

  Petugas tali Dalmas 7) : 90 orang

  Kompi Dalmas 8) : 10 orang

  Negosiator

  e) Kompi Dalmas L n a jutan : 138 oran

  g, terdiri atas 1) Dan Kompi : 1 orang 2) Wadan Ko mpi : 1 orang 3) Dan Ton : 3 orang 4) Caraka : 4 orang 5) Kamerawan : 5 orang 6) Penembak gas ai r mata : 6 orang 7) Pemadam api : 6 orang

  8) Pok Rantis Pengurai ma ssa : 8 orang 9) Pok Rantis Penyelamat : 4 orang 10) Pok kawat pengh alan massa g : 10 orang 11) Kompi D almas : 90 orang

  f) Unit Satwa 3) :

  10 Unit Anjing

  4) : 10 unit Kuda

e. Satuan Pendukung

  Satuan pendukung terdiri atas : m) samapta Satuan penindak n)

  Fungsi Intelijen o) Fungsi Reskrim p) Fungsi Binamitra q) tas Fungsi Lalulin r)

  Fungsi Polair s) ra Fungsi Poluda t)

  Fungsi Propam u) Fungsi Keslap v) Fungsi Humas w)

  Fungsi Telematika x) Fungsi Logistik Perlengkapan sat uan pengendali massa atau Dalmas terdiri atas:

c. Satuan Peleton

  a) Peleton dalmas awal

  1) : 1 unit Bus

  2) : 1 unit Truk

  3) : 1 unit Sepeda motor

  4) : 1 unit Megaphone

  5) : 1 unit Handy Talky

  6) : 1 unit Tali dalmas ( 20 meter)

  7) : 1 unit HP dengan headset

  8) Pakaian PDL Samapta I, selempang, tutup kepala baret

  b) Peleton Dalmas lanjutan

  17) : 1 unit Bus

  18) : 1 unit Truk

  19) motor : 1 unit Sepeda

  20) : 1 unit Megaphone

  21) talky : 1 unit Handy

  22) : 1 unit HP dengan headset

  23) : 1 unit Mobil penerangan Dalmas

  24) a : 1 Unit Kamera video (c mcorder)

  25) : 2 unit Pemadam api

  26) : 2 unit Senjata laras licin (Gas Gun)

  27) : 35 unit Helm dengan pelindung Muka

  28) a : 35 unit Pelindung kaki dan tang n

  29) Gas maker (caneste)

  : 5 unit 8)

  5) Handy

  Megaphone : 3 unit

  3 unit 4)

  3) Sepeda motor :

  Truk : 3 unit

  : 3 unit 2)

  1) Bus

  d) Kompi Dalmas lanjutan

  11) Pakaian PDL samapta I , selem

  Mobil penarangan Dalmas : 1 unit

  : 1 unit 10)

  9) Ransus R4 kamerawan

  Toilet mobile : 1 unit

  7) HP dengan headset

  : 30 unit 30)

  Tali dalmas (20 meter) : 3 roll

  Talky : 5 unit 6)

  5) Handy

  Megaphone : 3 unit

  3 unit 4)

  3) Sepeda motor :

  Truk : 3 unit

  : 3 unit 2)

  1) Bus

  c) Kompi dalmas awal

   Satuan Kompi

  32) Pakaia d.

  Tongkat “T’ : 30 unit n PDL Samapta II pang, tutup kepala baret

  Tameng : 30 unit 31)

  Talky : 5 unit

  6) : 3 roll Tali dalmas (20 meter)

  7) : 5 unit HP dengan headset

  8) mobile : 1 unit Toilet

  9) : 1 unit Ransus R4 kamerawan

  10) : 1 unit Mobil penarangan Dalmas

  11) : 3 unit Kamera video ( camcorder)

  12) : 6 unit Pemadam api

  13) : 3 unit Senjata laras licin (Gas Gun)

  14) : 124 unit Helm dengan pelindung muka

  15) : 124 unit Pelindung kaki dan tangan

  16) : 124 unit Gas maker (caneste)

  17) : 119 unit Tameng

  18) : 119 unit Tongkat “T”

  19) : 1 unit Jeep

  20) a : 1 unit Kawat penghalang Mass

  21) : 2 unit Rantis pengurai massa

  22) : 1 unit Rantis penyelamat

  86

  23) Pakaian PDL samapta II

86 Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun 2006 tentang pedoman Pengendalian Massa

  Gambar 1: Pakaian seragam Dalmas Awal ( pakaian PDL I) dan Dalmas Lanjutan (pakaian PDL II)

  Gambar 2: Rantis Pengurai massa Samapta (tampak depan)

  Gambar 3: Rantis Pengurai massa Samapta ( tampak samping) Gambar 4: Rantis penyelamat samapta

  Gambar 5: Rantis Dare-V Samapta ( Rastis SAR terbatas) Untuk mengamankan Massa pengunjuk rasa yang berjumlah puluhan maka diturunkan pasukan Dalmas perpeleton. Untuk massa pengunjuk rasa yang berjumlah ratusan diturunkan pasukan Dalmas perkompi. Sedangkan untuk massa pengunjuk rasa yang berjumlah sampai ribuan maka ditrunkan pasukan Dalmas perbatalyon yang berjumlah 653 personil dengan berbagai peran. Tetapi perbandingan pasukan Dalmas dengan massa pengunjuk rasa tidak selalu berdasarkan jumlah pengunjuk rasa. Karena akan disesuaikan dengan karakteristik

   massa pengunjuk rasa.

87 Hasil wawancara dengan Kompol R. Situmorang, Kasi ops Lat Dit Samapta

  POLDASU, tanggal 16 Maret 2009 di MAPOLDASU

E. Peran Kepolisian pada Saat Pelaksanaan Unjuk Rasa

  Pada saat terjadinya unjuk rasa ada tahapan tahapan didalam pelaksanaan pengamanan unjuk rasa oleh Dalmas. Tahapan ini disesuaikan dengan kedaan atau

  

  situasi kegiatan unjuk rasa. Adapun tahapan itu adalah : d.

   Tahapan situasi tertib (Hijau)

  Tahapan tertib adalah tahapan dimana kegiatan unjuk rasa masih berjalan aman, tidak ada kegiatan yang mengarah pada kegiatan tidak tertib. Dalam situasi tertib diturunkan pasukan dalmas awal. Dalmas awal adalah satuan Dalmas yang tidak dilengkapi dengan perlengkapan khusus kepolisian digerakkan dalam menghadapi kondisi massa masih tertib dan teratur ( situasi hijau) 88 Gambar 6: sikap pokok pegang tali Dalmas ( Tampak Sampaing)

  Hasil wawancara dengan Kompol PFH. Tampubolon Kasubbang Dokliput Reskrim POLDASU. tanggal 13 Maret 2009 di MAPOLDASU

  Gambar 7: sikap pokok pegang tali Dalmas ( tampak samping) Gambar 8: sikap siaga pegang tali Dalmas (tampak depan)

  Gambar 9: Sikap siaga pegang tali Dalmas (tampak samping) Gambar 10: Bentuk Formasi Pasukan Dalmas Awal Pada situasi tertib pasukan Dalmas melakukan pengawalan dan pengamanan kepada pengunjuk rasa sambil terus memberikan himbauan kepada pengunjuk rasa.

  Redaksional Himbauan yang dimaksud adalah :

  1. Kepada saudara saudara pengunjuk rasa, kami dari jajaran Kepolisian

  2. Memohon dengan sangat kepada saudara saudaraku : a.

  Agar saudara saudara dapat menjaga ketertiban dan keamanan, jangan melakukan pelanggaraan hukum b.

  Sampaikan aspirasi dan pendapat saudara saudara secara sopan dan baik.

  Saudara saudara jangan terpovokasi oleh tindakan tindakan orang yang tidak bertanggung jawab c.

  Jangan menyusahkan anggota masyarakat lainnya d. Jaga kehormatan dan martabat kita sebagai anggota masyarakat 3. Terima kasih dan selamat berunjuk rasa.

   Dalam pelaksanaan unjuk rasa, pihak kepolisian melakukan rekaman

  jalannya unjuk rasa mengunakan video kamera baik bersifat umum maupun khusus, selama unjuk rasa berlangsung. Keberadaan pasukan Dalmas yang juga merupakan manusia biasa, tidak mungkin memantau kagiatan yang dilakukan pangunjuk rasa secara perorangan. Jadi pemantauan dilakukan dengan menggunakan kamera video yang dilakukan oleh kapolisian dari fungsi Intelkam.

89 Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun 2006 tentang pedoman Pengendalian Massa

  Tujuan pemantaun dengan kamera ini juga berguna dalam penegakan hukum

   apabila ada kegiatan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh orang tertentu.

  Pada tahapan ini pihak kepolisian melakukan negosiasi melalui negosiator dengan korlap pengunjuk rasa. Negosiator adalah anggota Polri yang melaksanakan perundingan melalui tawar menawar dengan massa pengunjuk rasa untuk mendapatkan kesepakatan bersama. Negosiator berada di depan pasukan dalmas awal melakukan perundingan atau negosiasi dengan korlap untuk menampung aspirasi.

  Setelah dilakukan perundingan maka negosiator melaporkan kepada kepala kapolisian setempat tentang tuntutan unjuk rasa untuk diteruskan kapada pihak atau instansi yang dituju. Negosiator juga dapat mendampingi perwakilan pengunjuk rasa menemui pihak yang dituju untuk menyampaikan aspirasinya.

  Tetapi apabila pengunjuk rasa dalam tuntutannya meminta kepada pimpinan instansi atau pihak yang dituju untuk datang ditengah tengah massa pengunjuk rasa guna memberikan penjelasan, maka negosiator melaporkan kepada kepala kepolisian setempat, meminta agar pimpinan instansi atau pihak yang dituju dapat memberikan penjelasan ditengah tengah pengunjuk rasa. Dalam memberikan penjelasan, pimpinan instansi atau pihak yang dituju terus didampingi oleh negosiator dan kepala kepolisian setempat.

  Setiap Komandan peleton ( Dan Ton) atau komandan kompi (Dan Ki) terus melaporkan setiap perkembangan situasi kepada kepala kapolisian setempat dalam hal ini merupakan pemegang kendali taktis. Kendali taktis adalah pengendalian 90 Hasil wawancara dengan Kompol Y. Lase Kasi Yan Min Dit Intelkam POLDASU oleh kapolsek, kapolsekta, kapolsek metro, kapolres, kapolresta, kapolres metro, kapoltabes, kalpolwil, kapolwiltabes, kapolda yang berwenang mengatur segala tindakan pasukan dilapangan pada lokasi unjuk rasa.

  Apabila situasi meningkat dari tertib (hijau) kepada situasi tidak tertib (kuning), maka dilakukan lapis ganti dengan Dalmas lanjut. Lapis ganti adalah

   kegiatan peralihan dari satuan dalmas awal ke dalmas lanjutan.

  Gambar 11: Formasi dasar Dalmas awal di jalan raya

91 Hasil wawancara dengan Kompol R. Situmorang, Kasi ops Lat Dit Samapta POLDASU, tanggal 16 Maret 2009 di MAPOLDASU.

  Gambar 12: Formasi Dalmas awal digedung atau bangunan penting Gambar 13: Formasi Dalmas awal di Lapangan atau lahan terbuka

e. Tahapan Situasi Tidak Tertib (Kuning)

  Pada tahapan ini negosiator masih terus melakuan negosiasi dengan korlap pengunjuk rasa semaksimal mungkin, meski keadaan sudah tidak tertib (kuning).

  Situasi tidak tertib adalah situasi dimana para pengunjuk rasa sudah mulai melakukan perbuatan perbuatan yang menggangu ketertiban dan keamanan sekitar lokasi unjuk rasa, aksi tetrikal dan aksi sejenisnya yang menyusahkan anggota masyarakat lainnya. Misalnya tindakan membakar sesuatu pada jalan raya, tidur tiduran di jalan sehingga mengganggu para pengguna jalan. Maka dalam hal ini pasukan Dalmas lanjutan membantu mengangkat dan memindahkan ke tempat yang netral dan atau lebih aman dengan cara persuasif dan edukatif.

  Dalmas lanjutan adalah satuan dalmas yang dilengkapi dengan alat alat perlengkapan khusus kepolisian, digerkkan dalam menghadapi kondisi massa sudah tidak tertib (kuning). Dalam melakukan lapis ganti dari dalmas awal kepada dalmas lanjut maka polisi dapat menggunakan unit satwa dengan formasi bersaf di depan dalmas awal untuk melindungi saat melakukan proses lapis ganti. Lapis ganti adalah kegiatan peralihan dari dalmas awal ke dalmas lanjut.

  Gambar 14: Bentuk formasi pasukan Dalmas Lanjut

  Gambar 15: Sikap Pokok pasukan Dalmas Lanjut ( tampak depan) Gambar 16: Sikap Pokok Pasukan Dalmas Lanjut ( tampak samping)

  Gambar 17: Sikap Siaga Dalmas Lanjut (tampak depan) Gambar 18: sikap siaga Dalmas Lanjut ( tampak samping)

  Gambar 19: Sikap pokok petugas pemadam api gendong ( tampak depan ) Gambar 20: Sikap Pokok Petugas Api Gendong

  Gambar 21: Sikap Pasukan Penembak Gas Air Mata Gambar 22: Sikap Salvo Penembak Gas Air Mata

  Apabila eskalasi meningkat dan atau massa melempari petugas dengan benda keras, maka Dalmas lanjut melakukan sikap berlindung selanjutnya kepala kepolisian setempat memberikan himbauan kepada Danton atau Danki Dalmas lanjut untuk melakukan tindakan hukum sebagai berikut :

  4. Kendaraan taktis pengurai massa bergerak maju melakukan tindakan mengurai massa, bersamaan dengan itu dalmas lanjut maju dengan melakukan pendorongan massa.

  5. Petugas pemadam api dapat melakukan pemadaman api ( pemdakaran ban, spanduk, bendera dan alat peraga lainnya:

   6. Melakukan pelemparan dan penembakan gas air mata.

  Pada situasi tidak tertib (kuning) pasukan dalmas lanjutan melakukan pengamanan ataupun evakuasi terhadap VIP atau pejabat penting lainnya dengan menggunakan kendaraan taktis penyelamat. Setiap Danton atau Danki terus melaporkan setiap perkembangan situasi kepada kepala kepolisian setempat. Dan apabila situasi semakin meningkat maka kepala kepolisian setempat melaporkan kepada Kapolda selaku pengendali umum agar dilakukan lintas ganti dengan Detasemen atau Kompi penanggulangan Huru hara (PHH) Brigade Mobil

   (Brimob).

  92 93 Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun 2006, tentang pedoman pengendalian massa Hasil wawancara dengan Kompol R. Situmorang, Kasi ops Lat Dit Samapta POLDASU, tanggal 16 Maret 2009 di MAPOLDASU Gambar 23: formasi Dalmas Lanjut di Jalan Raya.

  Gambar 24: Formasi Dalmas lanjut di gedung atau bangunan penting

  Gambar 25: Formasi Dalmas Lanjut di lapangan atau lahan terbuka

f. Tahapan Melanggar Hukum (Merah)

  Situasi melanggar hukum adalah situasi dimana pada saat kegiatan unjuk rasa telah terjadi perbuatan perbuatan yang melanggar hukum oleh para pengunjuk rasa. Misalnya terjadi pencurian, pengrusakan kepada benda milik umum atau masyarakat sekitar, intimidasi ataupun perbuatan pidana lainnya. Pada situasi melanggar hukum kendali dipegang oleh Kapolda selaku pengendali umum, setelah adanya pemberitahuan dari kepala kepolisian setempat tentang

   situasi melanggar hukum.

  Kendali umum adalah pengendalian oleh Kapolda untuk mengatur seluruh kekuatan dan tindakan pasukan dilapangan dalam unjuk rasa pada kondisi dimana massa pengunjuk rasa sudah melakukan tindakan tindakan melanggar hukum dalam bentuk pengancaman, pencurian dengan kekerasan, perusakan, 94

  ibid pembakaran, penganiayaan berat, terror, intimidasi, penyanderaan dan lain sebagainya selanjutnya disebut situasi merah. Artinya bahwa dalam situasi ini hanya Kapolda setempat yang dapat melakukan kendali terhadap pengamanan unjuk rasa.

  Pada tahap melanggar hukum, pasukan yang diturunkan adalah Detasemen atau Kompi Penanggulangan Huru Hara (PHH) Brigade Mobil (Brimob) setelah melakukan lintas ganti dengan Dalmas Lanjutan . Lintas ganti adalah kegiatan peralihan kendali dari dari satuan Dalmas lanjut kepada satuan Kompi atau Detasemen Penanggulangan Huru Hara Brimob.

  Penanggulangan Huru Hara adalah rangkaian kegiatan atau proses dalam mengantisipasi atau menghadapi terjadinya kerusuhan massa atau huru hara guna melindungi warga masyarakat dari ekses yang ditimbulkan. Apabila pada satuan kewilayahan yang tidak ada detasemen atau kompi PHH Brimob, maka Kapolda selaku pengendali umum memerintahkan Kapolres atau Kapolresta menurunkan peleton penindak samapta untuk melakukan penindakan hukum yang di dukung oleh satuan Dalmas lanjutan Polres atau Polresta terdekat.

  Dalam tahap ini negosiator tidaklah bekerja lagi karena tindakan yang harus dilakukan adalah tindakan penegakan hukum dari kerusuhan yang terjadi. PHH Brimob dapat melakukan tindakan hukum berdasarkan perintah pengendali umum. Penangkapan dan penembakan dengan peluru karet dapat dilakukan. Atau pada situasi darurat dapat menggunakan peluru tajam. Sementara itu kepolisian dari fungsi lain terus melakukan tugas masing masing sesuasi dengan fungsi mereka dan melakukan koordinasi untuk mencapai hasil yang maksimal. Seperti dari fungsi Intelkam terus mamantau dan merekam semua kejadian pada saat kerusuhan untuk mempermudah proses penyidikan oleh Kepolisian.

  Gambar 26: Formasi Lintas Ganti dari Dalmas ke PHH F.

   Peran Kepolisian Setelah Unjuk Rasa.

  Setelah kegiatan unjuk rasa telah selesai maka dilakukan konsolidasi oleh satuan dalmas dengan melakukan pengecekan personel dan peralatan. Dalam rangka konsolidasi tersebut Apel konsolidasi dilakukan oleh:

  4. Kapolsek/ Kapolsekta/ Kapolsek metro, dalam situasi hijau

  5. Kapolres/ Kapolresta/ Kapolres Metro, dalam situasi Kuning

  

  6. Kapolda selaku pengendali umum dalam situasi merah 95 Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun 2006, tentang pedoman pengendalian massa

  Setiap mengakhiri kagiatan dalmas, Pimpinan kesatuan wajib melakukan kaji ulang yang merupakan rangkaian kegiatan untuk menganalisa dan mengevaluasi hasil pelaksanaan tugas guna mengadakan koreksi terhadap tindakan dan cara bertindak yang tidak sesuai dengan prosedur. Hal ini juga berguna dalam pelaksanaan pengendalian massa atau Dalmas selanjutnya. Setelah selesai pelaksanaan tugas Dalmas, satuan dalmas kembali kemarkas satuan

   masing masing dengan tertib.

  Selanjutnya apabila pada pelaksanaan kegiatan unjuk rasa terjadi kerusuhan, maka semua tindakan penegakan hukum seperti proses hukum kepada tersangka yang tertangkap tangan melakukan pelanggaran hukum, pencarian terhadap tersangka pelaku kerusuhan diserahkan kepada kepolisian dari fungsi Reserse Kriminal bekerja sama dengan Fungsi lain, Seperti Intelkam untuk hasil yang

   maksimal.

  Dalam hal ini dilakukan penyelidikan ataupun penyidikan serta penagkapan kepada pelaku kejahatan. Dalam sistem KUHAP kewenangan penyelidikan ada pada pejabat Kepolisian Negara (Pasal 4 KUHAP), sedangkan kewenangan penyidikan ada pada pejabat polisi Negara dan Penyidi Pegawai Negeri Sipil yang syarat kepangkatannya ada diatur dalam Peraturan Pemerintah (Pasal 6 ayat 1 dan

  2 KUHAP). Peraturan Pemerintah yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah

96 Hasil wawancara dengan Kompol R. Situmorang Kasi Ops Lat Dit Samapta

  POLDASU, tanggal 16 Maret 2009 di MAPOLDASU 97 Hasil wawancara dengan Kompol Y. Lase Kasi Yan Min Dit Intelkam POLDASU tanggal 16 Maret 2009 di MAPOLDASU

  No. 27 Tahun 1983 tentang pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara

98 Pidana.

  Pasal 17 KUHAP mengatur bahwa perintah penangkapan hanya dapat dilakukan pada seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Tidak ada penjelasan mengenai “bukti permulaan yang cukup”. Dalam penjelasan pasal 17 KUHAP jo. Pasal 1 butir 14 KUHAP hanya dijelaskan bahwa bukti permulaan ini dikaitkan dengan perbuatan dan keadaan seseorang sehingga patut diduga keras sebagai tersangka pelaku tindak pidana. Jelas bahwa penentuan terhadap bukti permulaan yang cukup diserahkan sepenuhnya pada penilaian (subjektif) pejabat yang memiliki

   kewenangan melakukan penangkapan.

  98 Wisnusubroto, Al dan Widiartana, G, Pembaharuan Hukum Acara Pidana, 2005, PT.

  Citra Aditya Bakti, Bandung, Hlm.35-36 99 Ibid, Hlm.45

BAB IV KENDALA DAN UPAYA YANG DILAKUKAN KEPOLISIAN DAERAH SUMATERA UTARA DALAM MENANGGULANGI KERUSUHAN PADA SAAT DEMONSTRASI DI WILAYAH HUKUM POLDA SUMATERA UTARA A. Kendala Dalam melaksanakan perannya sebagai pengaman jalannya unjuk rasa dan

  mencegah terjadinya kerusuhan pada saat unjuk rasa, kepolisian memiliki kendala tertentu. Kendala inilah yang mempersulit jalannya pengamanan yang dilakukan oleh pasukan Pengendali Massa atau Dalmas. Adapun kendala tersebut antara lain:

1. Masalah Hak Azasi Manusia

  Hak Azasi manusia merupakan hak dasar yang melekat dan dimiliki setiap manusia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Musthafa Kemal Pasha (2002) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Hak Azasi Manusia adalah hak hak dasar yang dibawa oleh manusia sejak lahir yang melekat pada esensi sebagai anugerah Allah SWT. Pendapat lain yang senada menyatakan bahwa Hak Azasi Manusia adalah hak hak dasar yang dibawa sejak lahir dan melekat dengan

   potensinya sebagai mahluk dan wakil Tuhan (Gazalli, 2004).

  Hak Azasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat 100 keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan

  Dwi winarno, S.Pd, M.Si, Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan, 2006, PT. Bumi Aksara, Jakarta, Hlm.87 Anugrah-Nya yang wajib dihormati dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat

   dan martabat manusia.

  Dalam pelaksanaan peran Dalmas untuk menanggulangi kerusuhan, sering upaya represif dari Kepolisian berbentur dengan Hak Azasi Manusia. Pasukan Dalmas yang melakukan pengejaran dan pemukulan kepada pengunjuk rasa yang

   anarkis sering dituding melakukan Pelanggaran Hak azasi Manusia.

  Pelanggaran Hak Azasi Manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat Negara baik sengaja maupun tidak sengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut Hak Azasai Manusia seseorang atau sekelompok orang yang dijamin oleh Undang undang, dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme

   hukum yang berlaku.

  Tugas represif adalah tugas penegakan hukum oleh Polri yang dalam pelaksanaannya tidak sebebas tugas preventif, tapi harus dibatasi dengan hukum dan undang-undang yang berlaku atau dengan kata lain harus didasarkan dengan azas legalitas. Semua itu dimaksudkan agar Polri dalam bertindak tidak

   melampaui batas kewenangannya atau tidak melanggar HAM pada umumnya.

  Dimanapun penyalahgunaan wewenang itu memang selalu saja dimungkinkan untuk terjadi. Luasnya tugas yang harus ditangani menyebabkan 101 102 Undang undang Nomor 39 Tahun 1999, tentang HAM

Hasil wawancara dengan Kompol R. Situmorang Kasi Ops Lat Dit Samapta

  POLDASU, tanggal 16 Maret 2009 di MAPOLDASU 103 104 Undang undang Nomor 39 Tahun 1999, tentang HAM Undang undang Nomor 39 Tahun 1999, tentang HAM kontrol atas penggunaan kewenangan itu menjadi sulit, yang lalu membuka peluang luas terjadinya pelanggaran atau penyalahgunaan kewenangan.

  Disini azas oportunitas dan utilitas itu bermakna tajam. Sehingga untuk memelihara tegaknya keamanan dan ketertiban umum sering dengan terpaksa dilakukan tindakan tindakan kekerasan, yang secara faktual pasti dapat dinyatakan sebagai pelanggaran HAM. Dalam kaitan ini, para pakar lalu menempatkan Polri pada posisi bertindak apa saja, dengan batasan asal tidak melanggar hukum itu sendiri. Keadaan ini juga yang disebut dalam deklarasi universal HAM dan konvensi-konvensinya sebagai tindakan kekerasan yang eksepsional. Dalam

   terminologi hukum hal ini disebut dengan tindakan diskresi.

  Pelanggaran Hak Azasi Manusia yang dilakukan bukan saja pada saat terjadi kerusuhan. Tetapi setelah terjadi kerusuhan dan ada tindak pidana yang terjadi maka harus dilakukan penyelidikan. Bila terjadi tindak pidana, Penyidik (pejabat Polisi Negara RI) melakukan kegiatan meliputi :

  1. Mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana

  2. Menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan

  3. Mencari serta mengumpulkan bukti

  4. Membuat terang terang tindak pidana yang terjadi 5. Menemukan tersangka pelaku tindak pidana.

  Kegiatan kegiatan seperti tersebut diatas, pada dasarnya dilakukan dengan melanggar Hak Azasi Manusia secara sah. Agar kegiatan penyidikan dan 105

  Jend. Pol (purn) Drs. Kunarto, Op.Cit, hlm.156 penyelidikan dinyatakan sah walaupun sebenarnya yang melanggar Hak Asasi Manusia perlu adanya undang undang dan dilakukan oleh pejabat yang memiliki kemampuan dan pengetahuan mengenai scientific criminal investigation dan teknologi kepolisian. Pejabat yang memiliki tugas dan wewenang sebagai penyidik haruslah profesional dibidangnya serta bertanggung jawab dalam

   penyidikan yang dilakukan.

  Sejarah kehidupan bangsa pada tahapan terakhir telah terjadi pembusukan, pengkerdilan, pembodohan dan pelecehan kultur dan sistem peradilan termasuk Polri sebagai ujung tombaknya, sehingga mengingkari jati dirinya. Selama empat dasawarsa polri menampilkan wajah sebagai sosok militer yang menempatkan warga sebagai lawan, lebih berorientasi pada kekuasaan, dengan output dalam bentuk “penggunaan kekerasan telanjang” (brute force) yang mencerminkan alat politik pemerintah untuk memperkokoh kekuasaan dan Polri dituding melakukan

   Pelanggaran HAM.

2. Ketidaksadaran Hukum Masyarakat

  Kesadaran hukum berarti kesadaran tentang apa yang seharusnya kita lakukan atau perbuat dan atau yang seharusnya tidak kita lakukan atau perbuat terutama terhadap orang lain. Ini berarti kesadaran akan kewajiban hukum kita

  

  masing-masing terhadap orang lain . Dalam hal ini ketidaksadaran hukum berarti masyarakat sudah mengetahui tentang suatu peraturan dan ternyata mereka tidak melakukan atau menaati peraturan tersebut karena faktor kebiasaan dan 106

  Jenderal Pol. (purn) Prof. Dr. Awaloedin Djamin, MPA,2007,Kedudukan kepolisian Negara RI di dalam system ketatanegaraan: dulu, kini dan esok, PTIK Press, Jakarta,hlm.56 107

  

Dr. bibit samad Rianto,2006, Pemikiran menuju polri yang proesional, mandiri, berwibawa dan dicintai rakyat , Restu Agung, Jakarta,hlm.37 108 sudiknomk@yahoo.com merasa peraturan tersebut tidak mengikat atau tidak menimbulkan efek jera. Tetapi suatu kerusuhan pada saat unjuk rasa dapat terjadi apabila ada pengunjuk rasa yang memang tidak tahu hukum. Misalnya melakukan unjuk rasa pada hari besar keagamaan, sehingga polisi melakukan pembubaran. Hal ini akan dapat menimbulkan kerusuhan. Dan pelaku kerusuhan dapat ditindak meskipun tidak tahu hukum. Dalam hal ini berlaku asas fiksi hukum.

  Fiksi hukum adalah asas yang menganggap semua orang tahu hukum (presumptio iures de iure). Semua orang dianggap mengetahui hukum, tidak terkecuali petani yang tidak lulus sekolah dasar, atau warga yang tinggal di pedalaman. Dalam bahasa Latin dikenal juga adagium ignorantia jurist non

  

excusat , ketidaktahuan hukum tidak bisa dimaafkan. Seseorang tidak bisa

  mengelak dari jeratan hukum dengan berdalih belum atau tidak mengetahui

   adanya hukum dan peraturan perundang-undangan tertentu.

  Dalam melakukan unjuk rasa ada prosedur yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Dalam pelaksanaan unjuk rasa juga ada peraturan dan tidak boleh dilanggar. Namun pecahnya kerusuhan pada saat unjuk rasa sering terjadi karena kesadaran hukum untuk patuh pada peraturan yang berlaku sangat kurang.

  Tindakan provokasi, melampaui batas yang telah ditentukan seperti berunjuk rasa pada objek vital pada hari raya besar keagamaan bisa dilakukan karena kurangnya kesadaran hukum masyarakat.

  Kurangnya pengetahuan masyarakat pengunjuk rasa akan peraturan yang berlaku dapat menjadi kendala dalam penangulangan kerusuhan pada saaat unjuk

  109 rasa. Kualitas Pendidikan yang relatif rendah berpengaruh besar terhadap pengendalian emosi yang gampang meledak. Kualitas emosional seperti ini akan mudah dimanfaatkan oleh orang atau kelompok kelompok tertentu untuk menciptakan kerusuhan untuk kepentingan orang atau kelompok tertentu.

  Kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum oleh aparat pemerintah juga sudah menurun sehingga masyarakat kadang berfikir untuk main hakim sendiri.

  Informasi ataupun sosialisasi peraturan baru perlu dilakukan secara langsung, apalagi di pedesaan. Karena sosialisasi melalui media elektronik tidak semuanya dapat merasakan. Selain itu penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan hukum yang berlaku perlu dalam menciptakan situasi yang

   aman.

3. Kurang Koordinasi Dengan Instansi yang Terkait

  Unjuk rasa yang dilakukan pada orang atau instansi tetentu haruslah mendapat pengamanan dari pihak kepolisian dalam hal ini pasukan Pengendali Massa atau Dalmas. Kerusuhan yang terjadi pada saat unjuk rasa dapat terjadi apabila terjadi pengamanan yang kurang karena tidak adanya koordinasi antara instansi terkait dengan pihak Dalmas sebelumnya. Dalmas sering mangalami kewalahan dalam menghadapi massa pengunjuk rasa Karena tidak tahu karakteristik pengunjuk rasa serta apa tuntutan yang dibawa. Hal ini perlu diketahui pasukan dalmas untuk melakukan persiapan. Pasukan dalmas harus mengetahui bagaimana gambaran massa yang akan dihadapi oleh satuan Dalmas, 110

  

Hasil wawancara dengan Kompol R. Situmorang Kasi Ops Lat Dit Samapta POLDASU, tanggal 16 Maret 2009 di MAPOLDASU gambaran situasi objek unjuk rasa rencana urutan langkah dan tindakan yang akan dilakukan serta larangan dan kewajiban bagi pasukan Dalmas.

  Kurangnya koordinasi bukan hanya pada tahap persiapan saja atau sebelum dilakukan unjuk rasa, tetapi juga pada saat berlangsungnya unjuk rasa. Dalmas dalam hal ini bukan hanya sebagai pengaman dalam aksi unjuk rasa tetapi juga sebagai perantara antara pengunjuk rasa dengan pihak atau instansi yang dituju.

  Koordinasi pada saat terjadinya unjuk rasa dapat berupa negosiasi yang dilakukan oleh pihak atau instansi yang dituju dengan pengunjuk rasa melalui negosiator dari kepolisian pada saat unjuk rasa. Dalam hal ini instansi atau pihak terkait haruslah aktif melakukan komunikasi dengan pihak Kepolisian supaya tidak timbul kerusuhan akibat ketidakpuasan massa pengunjuk rasa dengan hasil atau

   solusi yang didapat dari kegiatan berunjuk rasa tersebut.

B. Upaya

  Untuk mengatasi kendala dalam menanggulangi kerusuhan yang terjadi pada saat unjuk rasa, maka Kepolisian Daerah Sumatera Utara melakukan upaya upaya sebagai berikut :

1. Meningkatkan Profesionalisme Angota Kepolisian

  Kekerasan yang dilakukan Polri dalam bertindak sebagai upaya represif sering dituduh sebagai tindakan yang melanggar HAM. Untuk mengatasi hal ini, upaya yang harus dilakukan oleh polisi adalan dengan meningkatkan profesionalisme anggota kepolisian.

  111 Ibid

  Profesionalisme berarti harus memiliki dasar atau basis ilmu pengetahuan dan pengamanan, keterampilan, kemahiran dan keahlian yang memadai dan mempunyai kode etik atau etika profesi yang menjadi pedoman untuk ditaati secara tulus dan ikhlas. Ciri-ciri seorang polisi profesional haruslah jujur, tahu akan kewajibannya dan senantiasa menghormati hak orang lain. Tekad dan jiwanya dan setiap perbuatannya dilandasi oleh niat untuk mengabdikan dirinya

   kepada kepentingan orang banyak.

  Farouk Muhammad melihat bahwa fokus utama profesionalisme polisi terletak pada kualitas pelayanan profesinya daripada meletakkannya pada karakteristik keprofesian fungsi Polri. Artinya, walaupun karakteristik merupakan persyaratan bagi keprofesionalismean fungsi kepolisian, penilaian akhirnya ditentukan oleh masyarakat (costumer) yang merasakan atau menyaksikan bagaimana layanan kepolisian disajikan. Dalam hal ini sekurang-kuangnya ada 3 aspek yang perlu diperhatikan yaitu :

  Pertama adalah kompetensi dari mengemban profesi. Kompetensi berkaitan dengan kemampuan petugas-petugas kepolisian untuk mengaplikasikan secara tepat pengetahuan dan keterampilan sesuai ketentuan hukum dan gangguan kamtibmas polisi dituntut untuk mampu:

1. Mengambil tindakan segera dan tepat sehingga suatu kasus tidak berkembang merugikan suatu pihak.

  2. Mengidentifikasi suatu kasus sehingga dapat membedakan kasus pidana 112 dan kasus perdata, dan pelanggaran hukum pidana apa yang terjadi

  

Brigjend Pol. Drs. Soewadji, 2005,Merubah image Polri, PT. Pustaka Bintang,

Jakarta,hlm.33-34

  3. Mengemban konsep pembuktian yang diperlukan untuk mendukung sangkaan pelanggaran hukum dan mengumpulkan alat buktinya secara legal (sesuai prosedur hukum) dan obyektif (scientific)

  Lebih dari itu, seorang polisi yang profesional juga dituntut untuk mampu menjelaskan mengapa suatu kasus terjadi dan memperkirakan timbulnya suatu kejahatan jika variable-variabel independen tersedia pada suatu kesempatan (ruang dan waktu).

  Kedua adalah konsistensi, baik dalam pengertian waktu dan tempat atau orang. Artinya layanan kepolisian harus disajikan secara konsisten pada sepanjang waktu, disemua tempat dan segenap petugas. Aspek inilah yang mewarnai kelemahan pelaksanaan tugas khususnya penegakan hukum oleh Polri sehingga menimbulkan kesan kurang adanya kepastian hukum.

  Aspek ketiga yang berkenan dengan kualitas pelayanan polri adalah keberadaan (civility) yang banyak berkaitan dengan nilai nilai kemanusiaan dan nilai nilai sosial suatu masyarakat. Dalam hal ini mengemban profesi kepolisian dituntut untuk memiliki integritas kepribadian yang tinggi sehingga mampu : a). mengendalikan emosi

  b). menghindarkan diri dari godaan atau pengaruh negatif

  c). membatasi penggunaan kekerasan atau upaya paksa

  d). menjungjung HAM dan menghargai hak hak individu e). berlaku sopan dan simpatik.

  Dalam konteks pembahasan diatas, tergambar jelas bahwa profesionalisme polisi menjadi tuntutan dan syarat penting bagi keberhasilan pelaksanaan tugas tugas Polri di lapangan. Kewenangan dan besarnya kekuasaan yang dimiliki polisi hanya akan bermanfaat bagi masyarakat luas manakala diikuti dengan perbaikan kemampuan professional aparatnya. Kemampuan professional polisi pada akhirnya akan terwujud secara konkrit melalui kualitas pelayanan Polri yang

   memiliki standar mutu (qualiy control) yang diakui masyarakatnya.

2. Mengadakan Koordinasi Dengan Instansi Terkait

  Sebelum dilakukan pengamanan terhadap pengemanan unjuk rasa maka perlu dilakukan rapat koordinasi. Koordinasi dilakukan baik didalam tubuh

   Dalmas sendiri ataupun koordinasi dengan pihak instansi yang terkait.

  Koordinasi oleh pasukan Dalmas dilakukan dalam rangka mengetahui: i. Gambaran massa yang akan dihadapi oleh satuan kekuatan Dalmas (jumlah,

  Karakteristik, tuntutan, dan alat yang dibawa serta kemungkinan kemungkinan yang akan terjadi selama unjuk rasa). j. Gambaran situasi objek dan jalan raya tempat unjuk rasa. k. Rencana urutan dan langkah dan tindakan yang akan dilakukan oleh satuan Dalmas.

  

  l. Larangan dan kewajiban Yang dilakukan satuan dalmas Sementara itu koordinasi dengan pihak instansi terkait juga penting karena bertujuan supaya mempermudah langkah pengamanan oleh Dalmas berdasarkan informasi yang diberikan oleh instansi terkait mengenai latar belakang unjuk rasa serta karakteristk massa pengunjuk rasa. 113 114 Ibid, hlm. 36-38

Hasil wawancara dengan Kompol R. Situmorang Kasi Ops Lat Dit Samapta

  POLDASU, tanggal 16 Maret 2009 di MAPOLDASU 115

Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun 2006, tentang pedoman pengendalian massa

  Koordinasi pada saat berlangsungnya unjuk rasa dan demonstrasi harus terus dilakukan. Bentuk kordinasi itu terlihat dari adanya negosiator dari pihak Polri untuk menyampaikan keluhan ataupun tuntutan dari massa pengunjuk rasa. Dalam hal ini sangat diperlukan kerjasama yang baik antara pihak Kepolisian dalam hal ini negosiator dengan pihak instansi terkait. Hal ini untuk memperlancar terjadinya kegiatan unjuk rasa. Dengan adanya koordinasi yang baik maka kemungkinan terjadinya kerusuhan saat unjuk rasa akan semakin kecil.

  Setelah kegiatan unjuk rasa selesai, koordinasi dengan instansi terkait masih terus dilakukan, diluar koordinasi di dalam tubuh Dalmas sendiri. Bentuk koordinasi yang dilakukan adalah dengan mengadakan evaluasi atas semua langkah langkah yang dilakukan sebagai suatu bahan pembelajaran bagi pengamanan kegiatan unjuk rasa yang masih akan berlanjut atau untuk mengamankan unjuk rasa lainnya.

  Pelaporan dan analisa evaluasi atau tinjauan dan analisis merupakan sarana pengendalian kegiatan dari kesatuan kesatuan polisi, sehingga dapat diketahui kelemahan, kekuatan, peluang dan ancaman yang dihadapi serta adanya

   penyimpangan dari ketentuan atau dari rencana semula.

3. Mengadakan Penyuluhan Hukum Kepada Masyarakat

  Budaya hukum masyarakat tidak dapat dipisahkan dari intensitas disseminasi dan penyuluhan yang dilakukan para penyelenggara negara kepada

  116 Dr. Bibit samad Rianto,2006,Op.Cit, hlm.142 masyarakat. Setiap penyelenggara negara berkewajiban memberikan penyuluhan

   hukum sebagai bagian dari proses edukasi dan pembudayaan hukum.

  Penyuluhan Hukum kepada masyarakat dilakukan oleh BIMMAS dengan dibantu oleh Kepolisian dari fungsi lain tergantung pada materi yang dibawakan.

  Kurangnya kesadaran hukum masyarakat dikarenakan karena kurangnya pengetahuan akan hukum. Maka untuk itu perlu dilakukan penyuluhan hukum

   kepada masyarakat.

  Penyuluhan hukum pada masyarakat pada umumnya merupakan upaya preventif. Pada rumusan dasarnya tugas preventif itu berbunyi memelihara keamanan dan ketertiban hukum. Dalam pelaksanaannya terbagi dalam 2 kelompok besar penugasan. Yang pertama adalah bersifat bimbingan, penyuluhan dan pembinaan yang mengarah pembentukan masyarakat yang patuh dan taat hukum serta mampu menolak (semacam anti body) terhadap kejahatan, atau masyarakat mempunyai daya tangkal tinggi atas semua jenis kejahatan. Sedangkan yang kedua adalah Upaya Polri untuk mencegah bertemunya unsur “niat” dan “kesempatan” agar tidak terjadi kejahatan dengan melakukan kegiatan

   mengatur, menjaga, mengawal dan patorli.

  Tantangan kelompok fungsi Bimmas sangat tidak ringan karena Polri lalu harus aktif melakukan pengaturan masyarakat atau social engineering dalam arti mendorong dan membantu fungsi fungsi kenegaraan lain. Membuat masyarakat dan warganya untuk patuh dan taat pada hukum serta memiliki daya tangkal yang

  117

  118 119 Jend. Pol (purn) Drs. Kunarto, Op.Cithlm.154 ampuh terhadap kejahatan sebenarnya sangat sulit karena semua itu lalu bermakna membentuk sikap yang relatif membatasi kebebasan seseorang, yang pada

  

  Sesungguhnya terdapat korelasi yang kuat antara teknologi informasi dengan sistem hukum nasional, dalam hal efektifitas suatu sistem hukum di tengah-tengah masyarakat, khususnya dalam pembentukan perilaku sosial (social

  

behaviour ) . Hukum sebagai suatu aturan ( rule of law ) berbanding lurus dengan