Peran Kepolisian Dalam Penanggulangan Kerusuhan Yang Terjadi Pada Saat Demonstrasi (Studi : Polda Sumut)

(1)

LAMPIRAN

1. HASIL WAWANCARA DENGAN KOMPOL R. SITUMORANG, KASI. OPS. LAT. DIT. SAMAPTA POLDASU

Pertanyaan : Apa sebenarnya faktor faktor penyebab terjadinya kerusuhan pada waktu melakukan demonstrasi?

Jawaban : dalam melakukan unjuk rasa atau demonstrasi sering terjadi kerusuhan ataupun anarki. Kerusuhan ini disebabkan karena beberapa faktor . faktor faktor tersebut antara lain, pertama faktor potensial. Faktor potensial kerusuhan adalah psikologi masyarakat yang yang mempunyai kemampuan atau potensi sebagai pemicu terjadinya kerusuhan. Hal ini akan semakin jelas jika didorong oleh unsur unsur seperti kondisi perekonomian masyarakat yang mengalami tekanan terburuk dan kondisi sosio kultur masyarakat. Kedua, faktor rekayasa. Faktor rekayasa merupakan kesengajaan yang dibuat pihak tertentu karena adanya kepentingan tertentu yang ingin di capai untuk dengan cara meletupkan kerusuhan. Ketiga, Faktor Kurang Koordinasi antara demonstran dengan aparat kepolisian. Hal ini dapat menjadi penyebab kerusuhan karena di dalam tata cara menyampaikan pendapat di muka umum harus diberitahukan berapa estimasi massa yang akan ikut dalam kegiatan unjuk rasa tersebut, sebagaimana yang ada pada pasal 11 undang undang nomor 9 tahun 1998. Karena bisa saja ada sekelompok orang yang tidak bertanggung jawab masuk kedalam barisan, lalu berusaha mengacaukan keadaan. Kekempat, faktor ketidakpuasan masyarakat. Rasa lelah dalam berunjuk rasa dan merasa tidak dihargai serta besarnya harapan akan perubahan yang diharapkan tidak mendapat tanggapan dari instansi terkait menjadi penyulut aksi diluar konteks hokum yang berlaku. Aksi aksi teror, pengrusakan, intimidasi ataupun tindak pidana terhadap jiwa dan benda lain dapat terjadi dalam hal ini. Factor potensi psikologi massa yang tidak stabil juga berpengaruh dalam timbulnya kerusuhan ini. Massa yang tidak menerima hasil yang dari usaha yang dilakukan atau hasil yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, akan dengan mudah tersulut emosinya dan melakukan tindakan melanggar hokum. Kelima,


(2)

faktor kurang pengamanan. Dalam hal ini melaksanakan prosedur tetap (protap) sesuai Peraturan Kepala Polri No 16/2006 tentang pedoman pengendalian massa yang mengatur cara bertindak, jumlah kekuatan, peralatan yang digunakan, dan strategi pelaksanaannya. Kesempatan untuk melakukan tindakan rusuh dan anarkis dapat saja dilakukan oleh para demonstran karena melihat kekuatan serta peralatan yang dipakai oleh Polisi tidak sesuai dengan apa yang ditetapkan dalam Peraturan Kepala Polri No 16/2006 tentang pedoman pengendalian massa.

Pertanyaan : bagaimana peran kepolisian dalam menanggulangi kerusuhan pada saat demonstrasi ?

Jawaban : dalam melakukan pengamanan terhadap unjuk rasa polisi memegang peranan penting karena kepolisianlah yang bertanggung jawab terhadap keamanan Negara. Dalam melakukan pengamanan terhadap unjuk rasa ada pedoman yang harus dilakukan polisi. Pedoman itu tertuang dalam Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun 2006 tentang pedoman pengendalian massa. Pedoman lain adalah Undang undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara, dan Undang undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum. Dalam melakukan unjuk rasa pengunjuk rasa haru terbih dahulu melakukan pemberitahukan bahwa akan dilakukan unjuk rasa kepada pihak kepolisian setempat. Selain itu ada ketantuan ketentuan lain yang harus dipenuhi, hal ini tertuang secara lengkap dalam Undang Undang Nomor 9 Tahun 1998 tersebut.

Pertanyaan : Bagaimana persiapan yang dilakukan polisi sebelum melakukan pengamanan unjuk rasa ?

Jawaban : Sebelum kegiatan unjuk rasa polisi melakukan persiapan persiapan seperti mengecek kekuatan personil dan peralatan setelah terlebih dahulu memperlajari karakter massa. Pasukan yang di turunkan khusus untuk melakukan pengamanan ini adalah pasukan Pengendali Massa (Dalmas).

Pertanyaan : Pada saat unjuk rasa berlangsung, bagaimana pengamanan yang dilakukan kepolisian?


(3)

Dalam pengaman saat kegiatan unjuk rasa, tindakan yang dilakukan kepolisian memiliki tahap tahap. Tahap pertama yaitu tahap tertib (hijau). Pada saat ini situasi masih tertib. Dan pasukan dalmas hanya memakai PDL tanpa alat lain. Tahap kedua yaitu tahap tidak tertib (Kuning). Pada tahap ini situasi mulai tidak tertib. Sudah ada tindakan seperti mendorong pasukan dalmas atau kegiatan seperti membakar sesuatu atau kegiatan lain yang mengganggu ketertiban umum. Dalam hal ini pasukan dalmas sudah dibekali dengan helm, Tongkat “T”, perisai dan pelidung kaki dan tangan. Tahap ketiga adalah tahap melawan hokum (Merah). Pada tahap ini keadaan sudah rusuh dan perlu dilakukan penindakan. Untuk itu diturunka PHH dari Brimob Polri. Pada tahap ini polisi sudah bisa melakukan tindakan hokum seperti pengejaran, pembubaran bahkan penembakan apabila mendapat persetujuan dari Kapolda setempat. Mengenai pengaturan selanjutnya ada diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun 2006.

Pertanyaan : Bagaimana peran kepolisian setela Unjuk rasa selesai?

Jawaban : Setiap mengakhiri kagiatan dalmas, Pimpinan kesatuan wajib melakukan kaji ulang yang merupakan rangkaian kegiatan untuk menganalisa dan mengevaluasi hasil pelaksanaan tugas guna mengadakan koreksi terhadap tindakan dan cara bertindak yang tidak sesuai dengan prosedur. Hal ini juga berguna dalam pelaksanaan pengendalian massa atau Dalmas selanjutnya. Setelah selesai pelaksanaan tugas Dalmas, satuan dalmas kembali kemarkas satuan masing masing dengan tertib.

Pertanyaan : Apa kendala yang dihadapi kepolisian dalam melakukan pengaman unjuk rasa ini?

Jawaban : kendala kendala tersebut antara lain seperti masalah Hak Azasi Manusia. Dalam pelaksanaan peran Dalmas untuk menanggulangi kerusuhan, sering upaya represif dari Kepolisian berbentur dengan Hak Azasi Manusia. Pasukan Dalmas yang melakukan pengejaran dan pemukulan kepada pengunjuk rasa yang anarkis sering dituding melakukan Pelanggaran Hak azasi Manusia. Kendala lain yaitu kurangnya kesadaran hokum masyarakat. Pengetahuan


(4)

masyarakat akan hokum perlu ditingkatkan karena dengan tingginya kesadaran masyarakat akan hokum maka akan mengurangi kemungkinan terjadinya kerusuhan. Informasi ataupun sosialisasi peraturan baru perlu dilakukan secara langsung, apalagi di pedesaan. Karena sosialisasi melalui media elektronik tidak semuanya dapat merasakan. Selain itu penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan hukum yang berlaku perlu dalam menciptakan situasi yang aman. Kandala lain adalah kurangnya koordinasi. Kurangnya koordinasi bukan hanya pada tahap persiapan saja atau sebelum dilakukan unjuk rasa, tetapi juga pada saat berlangsungnya unjuk rasa. Dalmas dalam hal ini bukan hanya sebagai pengaman dalam aksi unjuk rasa tetapi juga sebagai perantara antara pengunjuk rasa dengan pihak atau instansi yang dituju. Koordinasi pada saat terjadinya unjuk rasa dapat berupa negosiasi yang dilakukan oleh pihak atau instansi yang dituju dengan pengunjuk rasa melalui negosiator dari kepolisian pada saat unjuk rasa. Dalam hal ini instansi atau pihak terkait haruslah aktif melakukan komunikasi dengan pihak Kepolisian supaya tidak timbul kerusuhan akibat ketidakpuasan massa pengunjuk rasa dengan hasil atau solusi yang didapat dari kegiatan berunjuk rasa tersebut.

Pertanyaan : apa upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut?

Jawaban : Upaya yang dilakukan adalah dengan melkuakan koordinasi. Sebelum dilakukan pengamanan terhadap pengemanan unjuk rasa maka perlu dilakukan rapat koordinasi. Koordinasi dilakukan baik didalam tubuh Dalmas sendiri ataupun koordinasi dengan pihak instansi yang terkait. Pada saat dan setelah unjuk rasapun koordinasi terus dilakukan. Upaya lain adalah dengan melakukan penyuluhan hokum kepada masyarakat. Penyuluhan Hukum kepada masyarakat dilakukan oleh BIMMAS dengan dibantu oleh Kepolisian dari fungsi lain tergantung pada materi yang dibawakan. Kurangnya kesadaran hukum masyarakat dikarenakan karena kurangnya pengetahuan akan hukum. Maka untuk itu perlu dilakukan penyuluhan hukum kepada masyarakat. Peningkatan kualitas dan profesionalisme anggota kepolisian juga merupakan suatu upaya dalam mengatasi kendala. Karena dengan terciptanya anggota kepolisian yang professional maka


(5)

kemungkinan terjadinya pelanggaran yang dilakukan dalam pelaksanaan tugas seperti masalah Hak Asasi Manusia dapat dihindari.

2. HASIL WAWANCARA DENGAN KOMPOL P.F.H. TAMPUBOLON, KASUBBAG DOKLIPUT RESKRIM POLDASU

Pertanyaan : Bagaimana peran kepolisian dari fungsi Reserse Kriminal dalam pengamanan dalam unjuk rasa?

Jawab : Dalam pengamanan unjuk rasa, polisi dari fungsi reserse criminal sebenarnya tidak memiliki peranan sangat vital. Karena yang bertugas untuk itu adalah polisi dari fungsi Samapta yaitu pasukan Dalmas. Tetapi polisi dari fungsi Reskrim memiliki peran sebagai satuan pendukung pasukan Dalmas pada saat terjadi kegiatan unjuk rasa.

Pertanyaan : Jadi pada saat kapan bagian Reskrim mempunyai peran vital terkait unjuk rasa?

Jawab : Reskrim mempunyai peran penting dalam hal penegakan hukumnya. Artinya apabila ada tindakan pelanggaran hukum yang terjadi pada saat terjadi unjuk rasa seperti pengerusakan terhadap benda, provokasi, dan lain sebagainya, maka yang menangani hal ini adalah polisi dari fungsi Reskrim. Pelaku mungkin tertangkap tangan melakukan pelanggaran hokum ataupun hasil penyelidikan oleh polisi.

Pertanyaan : kemana diberikan surat pelaporan akan melakukan unjuk rasa oleh pengunjuk rasa?

Jawab : pelaporan diberikan kepada Kantor Kepolisian setempat. Surat ditujukan kepada kepala kepolisian setempat seperti kepada Kapolsek, Kapolres, Kapolda, dan sebagainya. Hal ini ada diatur pada UU Nomor 9 Tahun 1998. selanjutnya pihak Intelkam akan menganalisanya dan memberikan pelaporan kepada Kepala Kepolisian yang bersangkutan supaya dapat menentukan kekuatan yang diperlukan Dalmas sesuai dengan tahapan tahapan dalam pengamanan.


(6)

3. HASIL WAWANCARA DENGAN KOMPOL Y. LASE, KASI YAN MIN DIT. INTELKAM POLDASU.

Pertanyaan : Bagaimana peran Intelkam sebelum terjadi kegiatan unjuk rasa? Jawab : Sebelum dilakukannya kegiatan unjuk rasa, fungsi Intelkam bertugas untuk menerima dan mempelajari karakteristik massa pengunjuk rasa dalam rangka persiapan kekuatan pasukan Dalmas. Serta persiapan langkah langkah apa yang harus dilakukan pada saat dilapangan. Hasil analisa ini kemudian disampaikan kepada kepala kepolisian setempat. Kemudian kepala kepolisian memberikan instruksi kepada pasukan Dalmas.

Pertanyaan : Pada saat kegiatan unjuk rasa, apa peran Intelkam?

Jawab : Dalam pelaksanaan unjuk rasa, pihak kepolisian melakukan rekaman jalannya unjuk rasa mengunakan video kamera baik bersifat umum maupun khusus, selama unjuk rasa berlangsung. Keberadaan pasukan Dalmas yang juga merupakan manusia biasa, tidak mungkin memantau kagiatan yang dilakukan pangunjuk rasa secara perorangan. Jadi pemantauan dilakukan dengan menggunakan kamera video yang dilakukan oleh kapolisian dari fungsi Intelkam. Tujuan pemantaun dengan kamera ini juga berguna dalam penegakan hukum apabila ada kegiatan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh orang tertentu.

Pertanyaan : setelah unjuk rasa selesai apakah ada peran lain yang masih harus dilakukan oleh Intelkam?

Jawab : apabila pada pelaksanaan kegiatan unjuk rasa terjadi kerusuhan, maka semua tindakan penegakan hukum seperti proses hukum kepada tersangka yang tertangkap tangan melakukan pelanggaran hukum, pencarian terhadap tersangka pelaku kerusuhan diserahkan kepada kepolisian dari fungsi Reserse Kriminal bekerja sama dengan Fungsi lain, Seperti Intelkam untuk hasil yang maksimal.


(7)

DAFTAR PUSTAKA A. Buku-buku

Al, Wisnusubroto dan G, Widiartana, 2005, Pembaharuan Hukum Acara Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Chazawi, Adami, 2002, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Djamali, R. Abdoel ,SH, 2000, Pengantar Hukum Indonesia, PT. Raja grafindo Persada, Jakarta.

Djamin, Awaloedin ,Jenderal Pol. (purn) Prof. Dr. MPA,2007,Kedudukan kepolisian Negara RI di dalam sistem ketatanegaraan: dulu, kini dan esok, PTIK Press, Jakarta.

Kunarto, Jend. Pol. (purn) Drs. MBA, Etika Kepolisian,1997, Cipta manunggal, Jakarta.

---, Jend. Pol (purn) Drs., 1997 HAM dan POLRI, Cipta manunggal, Jakarta. ---, Jend. Pol. (purn) Drs. MBA, Merenungi Kiprah Polri Dalam Menangani

Berbagai Kerusuhan,1999,cipta manunggal, Jakarta.

---, Jend. Pol. (purn) Drs. MBA, Perilaku Organisasi Polri, 2001, cipta manunggal, Jakarta.

Nawawi, Barda, 2007, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan, Kencana, Jakarta.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus besar bahasa Indonesia, 2005, Jakarta.

Rianto, bibit samad, Dr, 2006, Pemikiran Menuju Polri Yang Proesional, Mandiri, Berwibawa Dan Dicintai Rakyat, Restu Agung, Jakarta.

Santoso, Topo SH, MH dan Zulfa, Eva Achjani, SH, 2004, Kriminologi, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Soewadji, Brigjend Pol. Drs., 2005,Merubah Image Polri, PT. Pustaka Bintang, Jakarta.


(8)

Winarno, Dwi S.Pd, M.Si, 2006, Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan, PT. Bumi Aksara, Jakarta

B. Peraturan Perundang-undangan

Undang undang Republik Indonesia No 2 Tahun 2002, tentang Kepolisian Negara Indonesia

Undang undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum

Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun 2006, tentang pedoman pengendalian massa Undang undang Nomor 39 Tahun 1999, tentang Hak Azasi Manusia

Undang Undang Dasar 1945

C. Internet

http://kolumnis.com/2008/05/28/demonstrasi/. Ilhamdi, Demonstrasi

http://lbhposmbo.org/index.php?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=231 http://www.mail-archive.com/indonews@indo-news.com/msg02163.html. Indonesia Daily News Online, tentang kerusuhan Nasional 98-99

http://wwwsudiknomk@yahoo.com. Sudikno Mertokusumo, Kesadaran Hukum, Landasan Memperbaiki system hokum.

http://sawali.info/2009/02/12/politik-demokrasi-dan-anarki, Sawali, Politik, Demokrasi Dan Anarki

http://id.wikipedia.org/wiki/Unjuk_rasa. Wikipedia, unjuk rasa

http://www.niasisland.com/home/discuss_resp_inq.php?category_code_option=D C&s_category_code=DC&s_code=000147&code_option=000147&menu_name_ option=%22Demonstrasi%20adalah%22&process=Add&i=last&norp=20

Agus Halawa, Demonstrasi adalah

http://hukumonline.com/. Fiksi Hukum Harus didukung Sosialisasi Hukum http://bphn.org/ . Constantinus Kristomo, Re-positioning Penyuluhan Hukum


(9)

BAB III

PERAN KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI KERUSUHAN YANG TERJADI PADA SAAT DEMONSTRASI

D. Peran Kepolisian Sebelum Kegiatan Unjuk Rasa

Peranan kepolisian dalam pelaksanaan unjuk rasa sangatlah besar. Kepolisian sebagai pihak yang bertugas sebagai pengaman dalam setiap unjuk rasa memiliki tata kerja dalam pelaksanaan pengamanan. Fungsi kepolisian yang berperan penting dalam pengamanan unjuk rasa adalah pasukan Pengendalian Massa (Dalmas) dari Samapta. Dalmas adalah kegiatan yang dilakukan oleh satuan Polri dalam rangka menghadapi massa pengunjuk rasa.79

Sesuai dengan isi pasal 4 Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa, Dalmas memiliki ruang lingkup pengendalian. Ruang lingkup Dalmas adalah :

d. Di Jalan Raya.

Yang dimaksud dengan jalan dalam hal ini adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, diatas permukaan tanah, dibawah permukaan tanah, dan atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel.

79

Hasil wawancara dengan Kompol R. Situmorang, Kasi ops Lat Dit Samapta POLDASU, tanggal 16 Maret 2009 di MAPOLDASU


(10)

e. Di Gedung atau Bangunan Penting

Gedung Atau bangunan Penting adalah bangunan yang meliputi ruangan, halaman dan dekitarnya yang digunakan untuk melakukan kegiatan pemerintahan, kegiatan usaha, dan gedung gedung atau bangunan lainnya yang digunakan sebagai pusat kegiatan kemasyarakatan secara umum (vital) yang menjadi sasaran unjuk rasa.

f. Di Lapangan atau Lahan Terbuka

Lapangan atau lahan terbuka adalah tempat tertentu yang digunakan sebagai sarana oleh massa dalam melakukan unjuk rasa.80

1. Persiapan Sebelum Unjuk Rasa

Setelah penerimaan laporan pemberitahuan unjuk rasa dari pengunjuk rasa sesuai dengan ketentuan yang terkandung didalam Undang undang Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum, kepada pihak kepolisian setempat, maka pihak kepolisian setempat dimana kegiatan unjuk rasa dilakukan harus melakukan persiapan.81 Kegiatan sebagaimana dimaksud berupa :

g. Menyiapkan surat perintah.

h. Menyiapkan kekuatan Dalmas yang memadai untuk dihadapkan dengan jumlah dan karakteristik massa

i. Melakukan pengecekan pengecekan personil, perlengkapan atau peralatan Dalmas, konsumsi, kesehatan

80

Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun 2006 tentang pedoman Pengendalian Massa

81

Hasil wawancara dengan Kompol R. Situmorang, Kasi ops Lat Dit Samapta POLDASU, tanggal 16 Maret 2009 di MAPOLDASU


(11)

j. Menyiapkan Rute pasukan Dalmas menuju objek dan rute penyelamatan (escape) bagi pejabat VVIP/VIP dan pejabat penting lainnya

k. Menentukan pos komando lapangan/pos aju yang dekat dan terlindung dengan objek unjuk rasa

l. Menyiapkan sistem komunikasi keseluruh unit satuan Polri yang dilibatkan.82

Karakteristik massa pengunjuk rasa akan dianalisa oleh Kepolisian dari fungsi Intelkam. Disini akan dipelajari mengenai keadaan profil pengnjuk rasa, psikologi pengunjuk rasa, karakteristik massa serta isu yang dibawakan. Tujuan dari mempelajari karakteristik pengunjuk rasa adalah untuk mengetahui seberapa besar kemungkinan terjadi kerusuhan dalam unjuk rasa dan langkah langkah apa yang akan diambil, untuk selanjutnya dilakukan persiapan personel dan perlengkapan Dalmas.

Selanjutnya Intelkam menyampaikan kepada pengendali dalam hal ini pemimpin atau kepala Kepolisian setempat dimana unjuk rasa berlangsung.83 Sebelum pelaksanaan Dalmas, Kepala kesatuan akan melaksanakan Acara Pimpinan Pasukan (APP) kepada seluruh anggota Kesatuan Dalmas yang terlibat dalam Dalmas dengan menyampaikan :

e. Gambaran massa yang akan dihadapi oleh satuan kekuatan Dalmas (jumlah, Karakteristik, tuntutan, dan alat yang dibawa serta kemungkinan kemungkinan yang akan terjadi selama unjuk rasa).

82

Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun 2006 tentang pedoman Pengendalian Massa

83

Hasil wawancara dengan Kompol PFH. Tampubolon, Kasubbag Dokliput Reskrim POLDASU,tanggal 16 Maret 2009 di MAPOLDASU


(12)

f. Gambaran situasi objek dan jalan raya tempat unjuk rasa.

g. Rencana urutan dan langkah dan tindakan yang akan dilakukan oleh satuan Dalmas.

h. Larangan dan kewajiban Yang dilakukan satuan dalmas84

2. Larangan dan Kewajiban Serta Persyaratan Pasukan Dalmas

Sebagaimana persiapan terhadap pengamanan unjuk rasa yang dilakukan oleh pasukan Dalmas, maka pengamanan itu tidak boleh dilakukan dengan semena mena. Ada larangan yang berlaku. Larangan itu adalah :

i. Berikap arogan dan terpancing perilaku massa

j. Melakukan tidakan Kekerasan yang tidak sesuai dengan prosedur k. Membawa peralatan diluar peralatan Dalmas

l. Membawa senjata tajam dan peluru tajam

m. Keluar dari ikatan satuan atau Formasi dan melakukan pegejaran massa secara perorangan.

n. Mundur membelakangi massa pengunjuk rasa.

o. Mengucapkan kata kata kotor, pelecehan seksual atau perbuatan asusila, memaki maki pengunjuk rasa

p. Melakukan perbuatan lainnya yang melanggar peraturan perundang undangan.

Sementara kewajiban pasukan pengendali massa atau Dalmas dalam pengamanan unjuk rasa adalah :

84


(13)

g. Menghormati Hak Asasi Manusia dari setiap orang yang melakukan unjuk rasa.

h. Melayani dan mengamankan unjuk rasa sesuai dengan ketentuan

i. Setiap gerakan pasukan Dalmas selalu dalam ikatan satuan dan membentuk formasi sesuai dengan ketentuan

j. Melindungi jiwa dan harta benda.

k. Tetap menjaga dan mempertahankan situasi hingga unjuk rasa selesai.

l. Patuh dan taat kepada perintah Kepala Kesatuan Lapangan yang bertanggung jawab sesuai dengan tingkatannya.

Dalam melakukan perekrutan terhadap pasukan Pengendali Massa tidaklah sembarangan. Ada hal hal penting yang harus dimiliki oleh setiap pasukan Dalmas, antara lain :

o. Mental dan Moral yang baik

p. Keteguhan hati dan loyalitas yang tinggi q. Dedikasi dan disiplin yang tinggi

r. Nilai kesamaptaan jasmani paling rendah 65

s. Penguasaan terhadap pasal pasal dalam undang undang yang berkaitan dengan Dalmas

t. Jiwa Korsa yang tinggi u. Sikap netral

v. Kemampuan bela diri

w. Kemampuan dalam menggunakan peralatan Dalmas


(14)

y. Kemampuan menilai karakteristik massa secara umum z. Kemampuan berkomunikasi dengan baik

aa. Kemampuan menggunakan kendaraan taktis pengurai massa dan alat khusus Dalmas lainnya dengan baik

bb. Kemampuan naik turun kendaraan dengan tertib dan kecepatan berkumpul.85

3. Susunan Kekuatan dan Perlengkapan Satuan Pengendali Massa

eran . Pengelompokan pasukan Dalmas ini dibedakan atas :

terdiri atas:

e) Lan tan terdiri atas:

(Dalmas)

Kekuatan Pasukan Dalmas dapat dibedakan berdasarkan jumlah dan p setiap pasukan Dalmas

a. Satuan Peleton

d) Peleton Dalmas Awal : 38 orang,

1) Dan Ton : 1 Orang

2) Anggota : 30 Orang

3) caraka : 1 Orang

4) Kamerawan : 1 Orang

5) Petugas tali Dalmas : 2 Orang

6) Negosiator : 3 Orang

Peleton Dalmas ju : 37 orang,

1) Dan Ton : 1 Orang

2) Anggota : 30 Orang

3) caraka : 1 Orang

4) Kamerawan : 1 Orang

85


(15)

5) Pemadam api : 2 Orang

6) Penembak Gas : 2 Orang

f)

: 3 unit

ri atas:

e) a jutan g, terdiri atas

mpi

r mata Unit Satwa

1) Anjing : 3 unit

2) Kuda

d. Satuan Kompi

d) Kompi Dalmas Awal : 116 orang, terdi

1) Dan Kompi : 1 orang

2) Wadan Kompi : 1 orang

3) Dan Ton : 3 orang

4) Caraka : 4 orang

5) Kamerawan : 5 orang

6) Petugas tali Dalmas : 2 orang

7) Kompi Dalmas : 90 orang

8) Negosiator : 10 orang

Kompi Dalmas L n : 138 oran

1) Dan Kompi : 1 orang

2) Wadan Ko : 1 orang

3) Dan Ton : 3 orang

4) Caraka : 4 orang

5) Kamerawan : 5 orang

6) Penembak gas ai : 6 orang


(16)

8) Pok Rantis Pengurai massa : 8 orang

alan massa

almas : 90 orang

: 10 unit

e.

: samapta

tas

ra

x) Fungsi Logistik

uan pengendali massa atau Dalmas terdiri atas: 9) Pok Rantis Penyelamat : 4 orang

10) Pok kawat pengh g : 10 orang

11) Kompi D f) Unit Satwa

3) Anjing : 10 Unit

4) Kuda

Satuan Pendukung

Satuan pendukung terdiri atas m) Satuan penindak

n) Fungsi Intelijen o) Fungsi Reskrim p) Fungsi Binamitra q) Fungsi Lalulin r) Fungsi Polair s) Fungsi Poluda t)Fungsi Propam u) Fungsi Keslap v) Fungsi Humas w) Fungsi Telematika


(17)

c. Satuan Peleton

a) Peleton dalmas awal

1) Bus : 1 unit

2) Truk : 1 unit

3) Sepeda motor : 1 unit

4) Megaphone : 1 unit

5) Handy Talky : 1 unit

6) Tali dalmas ( 20 meter) : 1 unit 7) HP dengan headset : 1 unit

8) Pakaian PDL Samapta I, selempang, tutup kepala baret

a

a b) Peleton Dalmas lanjutan

17)Bus : 1 unit

18)Truk : 1 unit

19)Sepeda motor : 1 unit

20)Megaphone : 1 unit

21)Handy talky : 1 unit

22)HP dengan headset : 1 unit 23)Mobil penerangan Dalmas : 1 unit 24)Kamera video (c mcorder) : 1 Unit

25)Pemadam api : 2 unit

26)Senjata laras licin (Gas Gun) : 2 unit 27)Helm dengan pelindung Muka : 35 unit 28)Pelindung kaki dan tang n : 35 unit


(18)

29)Gas maker (caneste) : 30 unit

30)Tameng : 30 unit

31)Tongkat “T’ : 30 unit

n PDL Samapta II

pang, tutup kepala baret 32)Pakaia

d. Satuan Kompi

c) Kompi dalmas awal

1) Bus : 3 unit

2) Truk : 3 unit

3) Sepeda motor : 3 unit

4) Megaphone : 3 unit

5) Handy Talky : 5 unit

6) Tali dalmas (20 meter) : 3 roll

7) HP dengan headset : 5 unit

8) Toilet mobile : 1 unit

9) Ransus R4 kamerawan : 1 unit 10) Mobil penarangan Dalmas : 1 unit 11) Pakaian PDL samapta I , selem

d) Kompi Dalmas lanjutan

1) Bus : 3 unit

2) Truk : 3 unit

3) Sepeda motor : 3 unit

4) Megaphone : 3 unit


(19)

6) Tali dalmas (20 meter) : 3 roll

7) HP dengan headset : 5 unit

8) Toilet mobile : 1 unit

9) Ransus R4 kamerawan : 1 unit 10) Mobil penarangan Dalmas : 1 unit 11) Kamera video ( camcorder) : 3 unit

12) Pemadam api : 6 unit

13) Senjata laras licin (Gas Gun) : 3 unit 14) Helm dengan pelindung muka : 124 unit 15) Pelindung kaki dan tangan : 124 unit 16) Gas maker (caneste) : 124 unit

17) Tameng : 119 unit

18) Tongkat “T” : 119 unit

19) Jeep : 1 unit

20) Kawat penghalang Mass a : 1 unit

: 1 unit 23) Pakaian PDL samapta II86

21) Rantis pengurai massa : 2 unit 22) Rantis penyelamat

86


(20)

Gambar 1: Pakaian seragam Dalmas Awal ( pakaian PDL I) dan Dalmas Lanjutan (pakaian PDL II)


(21)

Gambar 3: Rantis Pengurai massa Samapta ( tampak samping)


(22)

Gambar 5: Rantis Dare-V Samapta ( Rastis SAR terbatas)

Untuk mengamankan Massa pengunjuk rasa yang berjumlah puluhan maka diturunkan pasukan Dalmas perpeleton. Untuk massa pengunjuk rasa yang berjumlah ratusan diturunkan pasukan Dalmas perkompi. Sedangkan untuk massa pengunjuk rasa yang berjumlah sampai ribuan maka ditrunkan pasukan Dalmas perbatalyon yang berjumlah 653 personil dengan berbagai peran. Tetapi perbandingan pasukan Dalmas dengan massa pengunjuk rasa tidak selalu berdasarkan jumlah pengunjuk rasa. Karena akan disesuaikan dengan karakteristik massa pengunjuk rasa.87

87

Hasil wawancara dengan Kompol R. Situmorang, Kasi ops Lat Dit Samapta POLDASU, tanggal 16 Maret 2009 di MAPOLDASU


(23)

E. Peran Kepolisian pada Saat Pelaksanaan Unjuk Rasa

Pada saat terjadinya unjuk rasa ada tahapan tahapan didalam pelaksanaan pengamanan unjuk rasa oleh Dalmas. Tahapan ini disesuaikan dengan kedaan atau situasi kegiatan unjuk rasa.88 Adapun tahapan itu adalah :

d. Tahapan situasi tertib (Hijau)

Tahapan tertib adalah tahapan dimana kegiatan unjuk rasa masih berjalan aman, tidak ada kegiatan yang mengarah pada kegiatan tidak tertib. Dalam situasi tertib diturunkan pasukan dalmas awal. Dalmas awal adalah satuan Dalmas yang tidak dilengkapi dengan perlengkapan khusus kepolisian digerakkan dalam menghadapi kondisi massa masih tertib dan teratur ( situasi hijau)

Gambar 6: sikap pokok pegang tali Dalmas ( Tampak Sampaing)

88

Hasil wawancara dengan Kompol PFH. Tampubolon Kasubbang Dokliput Reskrim POLDASU. tanggal 13 Maret 2009 di MAPOLDASU


(24)

Gambar 7: sikap pokok pegang tali Dalmas ( tampak samping)


(25)

Gambar 9: Sikap siaga pegang tali Dalmas (tampak samping)


(26)

Pada situasi tertib pasukan Dalmas melakukan pengawalan dan pengamanan kepada pengunjuk rasa sambil terus memberikan himbauan kepada pengunjuk rasa.

Redaksional Himbauan yang dimaksud adalah :

1. Kepada saudara saudara pengunjuk rasa, kami dari jajaran Kepolisian 2. Memohon dengan sangat kepada saudara saudaraku :

a. Agar saudara saudara dapat menjaga ketertiban dan keamanan, jangan melakukan pelanggaraan hukum

b. Sampaikan aspirasi dan pendapat saudara saudara secara sopan dan baik. Saudara saudara jangan terpovokasi oleh tindakan tindakan orang yang tidak bertanggung jawab

c. Jangan menyusahkan anggota masyarakat lainnya

d. Jaga kehormatan dan martabat kita sebagai anggota masyarakat 3. Terima kasih dan selamat berunjuk rasa.89

Dalam pelaksanaan unjuk rasa, pihak kepolisian melakukan rekaman jalannya unjuk rasa mengunakan video kamera baik bersifat umum maupun khusus, selama unjuk rasa berlangsung. Keberadaan pasukan Dalmas yang juga merupakan manusia biasa, tidak mungkin memantau kagiatan yang dilakukan pangunjuk rasa secara perorangan. Jadi pemantauan dilakukan dengan menggunakan kamera video yang dilakukan oleh kapolisian dari fungsi Intelkam.

89


(27)

Tujuan pemantaun dengan kamera ini juga berguna dalam penegakan hukum apabila ada kegiatan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh orang tertentu.90

Pada tahapan ini pihak kepolisian melakukan negosiasi melalui negosiator dengan korlap pengunjuk rasa. Negosiator adalah anggota Polri yang melaksanakan perundingan melalui tawar menawar dengan massa pengunjuk rasa untuk mendapatkan kesepakatan bersama. Negosiator berada di depan pasukan dalmas awal melakukan perundingan atau negosiasi dengan korlap untuk menampung aspirasi.

Setelah dilakukan perundingan maka negosiator melaporkan kepada kepala kapolisian setempat tentang tuntutan unjuk rasa untuk diteruskan kapada pihak atau instansi yang dituju. Negosiator juga dapat mendampingi perwakilan pengunjuk rasa menemui pihak yang dituju untuk menyampaikan aspirasinya.

Tetapi apabila pengunjuk rasa dalam tuntutannya meminta kepada pimpinan instansi atau pihak yang dituju untuk datang ditengah tengah massa pengunjuk rasa guna memberikan penjelasan, maka negosiator melaporkan kepada kepala kepolisian setempat, meminta agar pimpinan instansi atau pihak yang dituju dapat memberikan penjelasan ditengah tengah pengunjuk rasa. Dalam memberikan penjelasan, pimpinan instansi atau pihak yang dituju terus didampingi oleh negosiator dan kepala kepolisian setempat.

Setiap Komandan peleton ( Dan Ton) atau komandan kompi (Dan Ki) terus melaporkan setiap perkembangan situasi kepada kepala kapolisian setempat dalam hal ini merupakan pemegang kendali taktis. Kendali taktis adalah pengendalian

90


(28)

oleh kapolsek, kapolsekta, kapolsek metro, kapolres, kapolresta, kapolres metro, kapoltabes, kalpolwil, kapolwiltabes, kapolda yang berwenang mengatur segala tindakan pasukan dilapangan pada lokasi unjuk rasa.

Apabila situasi meningkat dari tertib (hijau) kepada situasi tidak tertib (kuning), maka dilakukan lapis ganti dengan Dalmas lanjut. Lapis ganti adalah kegiatan peralihan dari satuan dalmas awal ke dalmas lanjutan.91

Gambar 11: Formasi dasar Dalmas awal di jalan raya

91

Hasil wawancara dengan Kompol R. Situmorang, Kasi ops Lat Dit Samapta POLDASU, tanggal 16 Maret 2009 di MAPOLDASU.


(29)

Gambar 12: Formasi Dalmas awal digedung atau bangunan penting


(30)

e. Tahapan Situasi Tidak Tertib (Kuning)

Pada tahapan ini negosiator masih terus melakuan negosiasi dengan korlap pengunjuk rasa semaksimal mungkin, meski keadaan sudah tidak tertib (kuning). Situasi tidak tertib adalah situasi dimana para pengunjuk rasa sudah mulai melakukan perbuatan perbuatan yang menggangu ketertiban dan keamanan sekitar lokasi unjuk rasa, aksi tetrikal dan aksi sejenisnya yang menyusahkan anggota masyarakat lainnya. Misalnya tindakan membakar sesuatu pada jalan raya, tidur tiduran di jalan sehingga mengganggu para pengguna jalan. Maka dalam hal ini pasukan Dalmas lanjutan membantu mengangkat dan memindahkan ke tempat yang netral dan atau lebih aman dengan cara persuasif dan edukatif.

Dalmas lanjutan adalah satuan dalmas yang dilengkapi dengan alat alat perlengkapan khusus kepolisian, digerkkan dalam menghadapi kondisi massa sudah tidak tertib (kuning). Dalam melakukan lapis ganti dari dalmas awal kepada dalmas lanjut maka polisi dapat menggunakan unit satwa dengan formasi bersaf di depan dalmas awal untuk melindungi saat melakukan proses lapis ganti. Lapis ganti adalah kegiatan peralihan dari dalmas awal ke dalmas lanjut.


(31)

Gambar 15: Sikap Pokok pasukan Dalmas Lanjut ( tampak depan)


(32)

Gambar 17: Sikap Siaga Dalmas Lanjut (tampak depan)


(33)

Gambar 19: Sikap pokok petugas pemadam api gendong ( tampak depan )


(34)

Gambar 21: Sikap Pasukan Penembak Gas Air Mata


(35)

Apabila eskalasi meningkat dan atau massa melempari petugas dengan benda keras, maka Dalmas lanjut melakukan sikap berlindung selanjutnya kepala kepolisian setempat memberikan himbauan kepada Danton atau Danki Dalmas lanjut untuk melakukan tindakan hukum sebagai berikut :

4. Kendaraan taktis pengurai massa bergerak maju melakukan tindakan mengurai massa, bersamaan dengan itu dalmas lanjut maju dengan melakukan pendorongan massa.

5. Petugas pemadam api dapat melakukan pemadaman api ( pemdakaran ban, spanduk, bendera dan alat peraga lainnya:

6. Melakukan pelemparan dan penembakan gas air mata.92

Pada situasi tidak tertib (kuning) pasukan dalmas lanjutan melakukan pengamanan ataupun evakuasi terhadap VIP atau pejabat penting lainnya dengan menggunakan kendaraan taktis penyelamat. Setiap Danton atau Danki terus melaporkan setiap perkembangan situasi kepada kepala kepolisian setempat. Dan apabila situasi semakin meningkat maka kepala kepolisian setempat melaporkan kepada Kapolda selaku pengendali umum agar dilakukan lintas ganti dengan Detasemen atau Kompi penanggulangan Huru hara (PHH) Brigade Mobil (Brimob).93

92

Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun 2006, tentang pedoman pengendalian massa

93

Hasil wawancara dengan Kompol R. Situmorang, Kasi ops Lat Dit Samapta POLDASU, tanggal 16 Maret 2009 di MAPOLDASU


(36)

Gambar 23: formasi Dalmas Lanjut di Jalan Raya.


(37)

Gambar 25: Formasi Dalmas Lanjut di lapangan atau lahan terbuka

f. Tahapan Melanggar Hukum (Merah)

Situasi melanggar hukum adalah situasi dimana pada saat kegiatan unjuk rasa telah terjadi perbuatan perbuatan yang melanggar hukum oleh para pengunjuk rasa. Misalnya terjadi pencurian, pengrusakan kepada benda milik umum atau masyarakat sekitar, intimidasi ataupun perbuatan pidana lainnya. Pada situasi melanggar hukum kendali dipegang oleh Kapolda selaku pengendali umum, setelah adanya pemberitahuan dari kepala kepolisian setempat tentang situasi melanggar hukum.94

Kendali umum adalah pengendalian oleh Kapolda untuk mengatur seluruh kekuatan dan tindakan pasukan dilapangan dalam unjuk rasa pada kondisi dimana massa pengunjuk rasa sudah melakukan tindakan tindakan melanggar hukum dalam bentuk pengancaman, pencurian dengan kekerasan, perusakan,

94


(38)

pembakaran, penganiayaan berat, terror, intimidasi, penyanderaan dan lain sebagainya selanjutnya disebut situasi merah. Artinya bahwa dalam situasi ini hanya Kapolda setempat yang dapat melakukan kendali terhadap pengamanan unjuk rasa.

Pada tahap melanggar hukum, pasukan yang diturunkan adalah Detasemen atau Kompi Penanggulangan Huru Hara (PHH) Brigade Mobil (Brimob) setelah melakukan lintas ganti dengan Dalmas Lanjutan . Lintas ganti adalah kegiatan peralihan kendali dari dari satuan Dalmas lanjut kepada satuan Kompi atau Detasemen Penanggulangan Huru Hara Brimob.

Penanggulangan Huru Hara adalah rangkaian kegiatan atau proses dalam mengantisipasi atau menghadapi terjadinya kerusuhan massa atau huru hara guna melindungi warga masyarakat dari ekses yang ditimbulkan. Apabila pada satuan kewilayahan yang tidak ada detasemen atau kompi PHH Brimob, maka Kapolda selaku pengendali umum memerintahkan Kapolres atau Kapolresta menurunkan peleton penindak samapta untuk melakukan penindakan hukum yang di dukung oleh satuan Dalmas lanjutan Polres atau Polresta terdekat.

Dalam tahap ini negosiator tidaklah bekerja lagi karena tindakan yang harus dilakukan adalah tindakan penegakan hukum dari kerusuhan yang terjadi. PHH Brimob dapat melakukan tindakan hukum berdasarkan perintah pengendali umum. Penangkapan dan penembakan dengan peluru karet dapat dilakukan. Atau pada situasi darurat dapat menggunakan peluru tajam. Sementara itu kepolisian dari fungsi lain terus melakukan tugas masing masing sesuasi dengan fungsi mereka dan melakukan koordinasi untuk mencapai hasil yang maksimal. Seperti


(39)

dari fungsi Intelkam terus mamantau dan merekam semua kejadian pada saat kerusuhan untuk mempermudah proses penyidikan oleh Kepolisian.

Gambar 26: Formasi Lintas Ganti dari Dalmas ke PHH

F. Peran Kepolisian Setelah Unjuk Rasa.

Setelah kegiatan unjuk rasa telah selesai maka dilakukan konsolidasi oleh satuan dalmas dengan melakukan pengecekan personel dan peralatan. Dalam rangka konsolidasi tersebut Apel konsolidasi dilakukan oleh:

4. Kapolsek/ Kapolsekta/ Kapolsek metro, dalam situasi hijau 5. Kapolres/ Kapolresta/ Kapolres Metro, dalam situasi Kuning 6. Kapolda selaku pengendali umum dalam situasi merah95

95


(40)

Setiap mengakhiri kagiatan dalmas, Pimpinan kesatuan wajib melakukan kaji ulang yang merupakan rangkaian kegiatan untuk menganalisa dan mengevaluasi hasil pelaksanaan tugas guna mengadakan koreksi terhadap tindakan dan cara bertindak yang tidak sesuai dengan prosedur. Hal ini juga berguna dalam pelaksanaan pengendalian massa atau Dalmas selanjutnya. Setelah selesai pelaksanaan tugas Dalmas, satuan dalmas kembali kemarkas satuan masing masing dengan tertib.96

Selanjutnya apabila pada pelaksanaan kegiatan unjuk rasa terjadi kerusuhan, maka semua tindakan penegakan hukum seperti proses hukum kepada tersangka yang tertangkap tangan melakukan pelanggaran hukum, pencarian terhadap tersangka pelaku kerusuhan diserahkan kepada kepolisian dari fungsi Reserse Kriminal bekerja sama dengan Fungsi lain, Seperti Intelkam untuk hasil yang maksimal.97

Dalam hal ini dilakukan penyelidikan ataupun penyidikan serta penagkapan kepada pelaku kejahatan. Dalam sistem KUHAP kewenangan penyelidikan ada pada pejabat Kepolisian Negara (Pasal 4 KUHAP), sedangkan kewenangan penyidikan ada pada pejabat polisi Negara dan Penyidi Pegawai Negeri Sipil yang syarat kepangkatannya ada diatur dalam Peraturan Pemerintah (Pasal 6 ayat 1 dan 2 KUHAP). Peraturan Pemerintah yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah

96

Hasil wawancara dengan Kompol R. Situmorang Kasi Ops Lat Dit Samapta POLDASU, tanggal 16 Maret 2009 di MAPOLDASU

97

Hasil wawancara dengan Kompol Y. Lase Kasi Yan Min Dit Intelkam POLDASU tanggal 16 Maret 2009 di MAPOLDASU


(41)

No. 27 Tahun 1983 tentang pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.98

Pasal 17 KUHAP mengatur bahwa perintah penangkapan hanya dapat dilakukan pada seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Tidak ada penjelasan mengenai “bukti permulaan yang cukup”. Dalam penjelasan pasal 17 KUHAP jo. Pasal 1 butir 14 KUHAP hanya dijelaskan bahwa bukti permulaan ini dikaitkan dengan perbuatan dan keadaan seseorang sehingga patut diduga keras sebagai tersangka pelaku tindak pidana. Jelas bahwa penentuan terhadap bukti permulaan yang cukup diserahkan sepenuhnya pada penilaian (subjektif) pejabat yang memiliki kewenangan melakukan penangkapan.99

98

Wisnusubroto, Al dan Widiartana, G, Pembaharuan Hukum Acara Pidana, 2005, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, Hlm.35-36

99


(42)

BAB IV

KENDALA DAN UPAYA YANG DILAKUKAN KEPOLISIAN DAERAH SUMATERA UTARA DALAM MENANGGULANGI

KERUSUHAN PADA SAAT DEMONSTRASI DI WILAYAH HUKUM POLDA

SUMATERA UTARA A. Kendala

Dalam melaksanakan perannya sebagai pengaman jalannya unjuk rasa dan mencegah terjadinya kerusuhan pada saat unjuk rasa, kepolisian memiliki kendala tertentu. Kendala inilah yang mempersulit jalannya pengamanan yang dilakukan oleh pasukan Pengendali Massa atau Dalmas. Adapun kendala tersebut antara lain:

1. Masalah Hak Azasi Manusia

Hak Azasi manusia merupakan hak dasar yang melekat dan dimiliki setiap manusia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Musthafa Kemal Pasha (2002) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Hak Azasi Manusia adalah hak hak dasar yang dibawa oleh manusia sejak lahir yang melekat pada esensi sebagai anugerah Allah SWT. Pendapat lain yang senada menyatakan bahwa Hak Azasi Manusia adalah hak hak dasar yang dibawa sejak lahir dan melekat dengan potensinya sebagai mahluk dan wakil Tuhan (Gazalli, 2004).100

Hak Azasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan

100

Dwi winarno, S.Pd, M.Si, Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan, 2006, PT. Bumi Aksara, Jakarta, Hlm.87


(43)

Anugrah-Nya yang wajib dihormati dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.101

Dalam pelaksanaan peran Dalmas untuk menanggulangi kerusuhan, sering upaya represif dari Kepolisian berbentur dengan Hak Azasi Manusia. Pasukan Dalmas yang melakukan pengejaran dan pemukulan kepada pengunjuk rasa yang anarkis sering dituding melakukan Pelanggaran Hak azasi Manusia.102 Pelanggaran Hak Azasi Manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat Negara baik sengaja maupun tidak sengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut Hak Azasai Manusia seseorang atau sekelompok orang yang dijamin oleh Undang undang, dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.103

Tugas represif adalah tugas penegakan hukum oleh Polri yang dalam pelaksanaannya tidak sebebas tugas preventif, tapi harus dibatasi dengan hukum dan undang-undang yang berlaku atau dengan kata lain harus didasarkan dengan azas legalitas. Semua itu dimaksudkan agar Polri dalam bertindak tidak melampaui batas kewenangannya atau tidak melanggar HAM pada umumnya. 104

Dimanapun penyalahgunaan wewenang itu memang selalu saja dimungkinkan untuk terjadi. Luasnya tugas yang harus ditangani menyebabkan

101

Undang undang Nomor 39 Tahun 1999, tentang HAM

102

Hasil wawancara dengan Kompol R. Situmorang Kasi Ops Lat Dit Samapta POLDASU, tanggal 16 Maret 2009 di MAPOLDASU

103

Undang undang Nomor 39 Tahun 1999, tentang HAM

104


(44)

kontrol atas penggunaan kewenangan itu menjadi sulit, yang lalu membuka peluang luas terjadinya pelanggaran atau penyalahgunaan kewenangan.

Disini azas oportunitas dan utilitas itu bermakna tajam. Sehingga untuk memelihara tegaknya keamanan dan ketertiban umum sering dengan terpaksa dilakukan tindakan tindakan kekerasan, yang secara faktual pasti dapat dinyatakan sebagai pelanggaran HAM. Dalam kaitan ini, para pakar lalu menempatkan Polri pada posisi bertindak apa saja, dengan batasan asal tidak melanggar hukum itu sendiri. Keadaan ini juga yang disebut dalam deklarasi universal HAM dan konvensi-konvensinya sebagai tindakan kekerasan yang eksepsional. Dalam terminologi hukum hal ini disebut dengan tindakan diskresi.105

Pelanggaran Hak Azasi Manusia yang dilakukan bukan saja pada saat terjadi kerusuhan. Tetapi setelah terjadi kerusuhan dan ada tindak pidana yang terjadi maka harus dilakukan penyelidikan. Bila terjadi tindak pidana, Penyidik (pejabat Polisi Negara RI) melakukan kegiatan meliputi :

1. Mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana 2. Menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan

3. Mencari serta mengumpulkan bukti

4. Membuat terang terang tindak pidana yang terjadi 5. Menemukan tersangka pelaku tindak pidana.

Kegiatan kegiatan seperti tersebut diatas, pada dasarnya dilakukan dengan melanggar Hak Azasi Manusia secara sah. Agar kegiatan penyidikan dan

105


(45)

penyelidikan dinyatakan sah walaupun sebenarnya yang melanggar Hak Asasi Manusia perlu adanya undang undang dan dilakukan oleh pejabat yang memiliki kemampuan dan pengetahuan mengenai scientific criminal investigation dan teknologi kepolisian. Pejabat yang memiliki tugas dan wewenang sebagai penyidik haruslah profesional dibidangnya serta bertanggung jawab dalam penyidikan yang dilakukan.106

Sejarah kehidupan bangsa pada tahapan terakhir telah terjadi pembusukan, pengkerdilan, pembodohan dan pelecehan kultur dan sistem peradilan termasuk Polri sebagai ujung tombaknya, sehingga mengingkari jati dirinya. Selama empat dasawarsa polri menampilkan wajah sebagai sosok militer yang menempatkan warga sebagai lawan, lebih berorientasi pada kekuasaan, dengan output dalam bentuk “penggunaan kekerasan telanjang” (brute force) yang mencerminkan alat politik pemerintah untuk memperkokoh kekuasaan dan Polri dituding melakukan Pelanggaran HAM.107

2. Ketidaksadaran Hukum Masyarakat

Kesadaran hukum berarti kesadaran tentang apa yang seharusnya kita lakukan atau perbuat dan atau yang seharusnya tidak kita lakukan atau perbuat terutama terhadap orang lain. Ini berarti kesadaran akan kewajiban hukum kita masing-masing terhadap orang lain108. Dalam hal ini ketidaksadaran hukum berarti masyarakat sudah mengetahui tentang suatu peraturan dan ternyata mereka tidak melakukan atau menaati peraturan tersebut karena faktor kebiasaan dan

106

Jenderal Pol. (purn) Prof. Dr. Awaloedin Djamin, MPA,2007,Kedudukan kepolisian Negara RI di dalam system ketatanegaraan: dulu, kini dan esok, PTIK Press, Jakarta,hlm.56

107

Dr. bibit samad Rianto,2006, Pemikiran menuju polri yang proesional, mandiri, berwibawa dan dicintai rakyat, Restu Agung, Jakarta,hlm.37

108


(46)

merasa peraturan tersebut tidak mengikat atau tidak menimbulkan efek jera. Tetapi suatu kerusuhan pada saat unjuk rasa dapat terjadi apabila ada pengunjuk rasa yang memang tidak tahu hukum. Misalnya melakukan unjuk rasa pada hari besar keagamaan, sehingga polisi melakukan pembubaran. Hal ini akan dapat menimbulkan kerusuhan. Dan pelaku kerusuhan dapat ditindak meskipun tidak tahu hukum. Dalam hal ini berlaku asas fiksi hukum.

Fiksi hukum adalah asas yang menganggap semua orang tahu hukum (presumptio iures de iure). Semua orang dianggap mengetahui hukum, tidak terkecuali petani yang tidak lulus sekolah dasar, atau warga yang tinggal di pedalaman. Dalam bahasa Latin dikenal juga adagium ignorantia jurist non excusat, ketidaktahuan hukum tidak bisa dimaafkan. Seseorang tidak bisa mengelak dari jeratan hukum dengan berdalih belum atau tidak mengetahui adanya hukum dan peraturan perundang-undangan tertentu.109

Dalam melakukan unjuk rasa ada prosedur yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Dalam pelaksanaan unjuk rasa juga ada peraturan dan tidak boleh dilanggar. Namun pecahnya kerusuhan pada saat unjuk rasa sering terjadi karena kesadaran hukum untuk patuh pada peraturan yang berlaku sangat kurang. Tindakan provokasi, melampaui batas yang telah ditentukan seperti berunjuk rasa pada objek vital pada hari raya besar keagamaan bisa dilakukan karena kurangnya kesadaran hukum masyarakat.

Kurangnya pengetahuan masyarakat pengunjuk rasa akan peraturan yang berlaku dapat menjadi kendala dalam penangulangan kerusuhan pada saaat unjuk

109


(47)

rasa. Kualitas Pendidikan yang relatif rendah berpengaruh besar terhadap pengendalian emosi yang gampang meledak. Kualitas emosional seperti ini akan mudah dimanfaatkan oleh orang atau kelompok kelompok tertentu untuk menciptakan kerusuhan untuk kepentingan orang atau kelompok tertentu. Kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum oleh aparat pemerintah juga sudah menurun sehingga masyarakat kadang berfikir untuk main hakim sendiri.

Informasi ataupun sosialisasi peraturan baru perlu dilakukan secara langsung, apalagi di pedesaan. Karena sosialisasi melalui media elektronik tidak semuanya dapat merasakan. Selain itu penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan hukum yang berlaku perlu dalam menciptakan situasi yang aman.110

3. Kurang Koordinasi Dengan Instansi yang Terkait

Unjuk rasa yang dilakukan pada orang atau instansi tetentu haruslah mendapat pengamanan dari pihak kepolisian dalam hal ini pasukan Pengendali Massa atau Dalmas. Kerusuhan yang terjadi pada saat unjuk rasa dapat terjadi apabila terjadi pengamanan yang kurang karena tidak adanya koordinasi antara instansi terkait dengan pihak Dalmas sebelumnya. Dalmas sering mangalami kewalahan dalam menghadapi massa pengunjuk rasa Karena tidak tahu karakteristik pengunjuk rasa serta apa tuntutan yang dibawa. Hal ini perlu diketahui pasukan dalmas untuk melakukan persiapan. Pasukan dalmas harus mengetahui bagaimana gambaran massa yang akan dihadapi oleh satuan Dalmas,

110

Hasil wawancara dengan Kompol R. Situmorang Kasi Ops Lat Dit Samapta POLDASU, tanggal 16 Maret 2009 di MAPOLDASU


(48)

gambaran situasi objek unjuk rasa rencana urutan langkah dan tindakan yang akan dilakukan serta larangan dan kewajiban bagi pasukan Dalmas.

Kurangnya koordinasi bukan hanya pada tahap persiapan saja atau sebelum dilakukan unjuk rasa, tetapi juga pada saat berlangsungnya unjuk rasa. Dalmas dalam hal ini bukan hanya sebagai pengaman dalam aksi unjuk rasa tetapi juga sebagai perantara antara pengunjuk rasa dengan pihak atau instansi yang dituju. Koordinasi pada saat terjadinya unjuk rasa dapat berupa negosiasi yang dilakukan oleh pihak atau instansi yang dituju dengan pengunjuk rasa melalui negosiator dari kepolisian pada saat unjuk rasa. Dalam hal ini instansi atau pihak terkait haruslah aktif melakukan komunikasi dengan pihak Kepolisian supaya tidak timbul kerusuhan akibat ketidakpuasan massa pengunjuk rasa dengan hasil atau solusi yang didapat dari kegiatan berunjuk rasa tersebut.111

B. Upaya

Untuk mengatasi kendala dalam menanggulangi kerusuhan yang terjadi pada saat unjuk rasa, maka Kepolisian Daerah Sumatera Utara melakukan upaya upaya sebagai berikut :

1. Meningkatkan Profesionalisme Angota Kepolisian

Kekerasan yang dilakukan Polri dalam bertindak sebagai upaya represif sering dituduh sebagai tindakan yang melanggar HAM. Untuk mengatasi hal ini, upaya yang harus dilakukan oleh polisi adalan dengan meningkatkan profesionalisme anggota kepolisian.

111


(49)

Profesionalisme berarti harus memiliki dasar atau basis ilmu pengetahuan dan pengamanan, keterampilan, kemahiran dan keahlian yang memadai dan mempunyai kode etik atau etika profesi yang menjadi pedoman untuk ditaati secara tulus dan ikhlas. Ciri-ciri seorang polisi profesional haruslah jujur, tahu akan kewajibannya dan senantiasa menghormati hak orang lain. Tekad dan jiwanya dan setiap perbuatannya dilandasi oleh niat untuk mengabdikan dirinya kepada kepentingan orang banyak.112

Farouk Muhammad melihat bahwa fokus utama profesionalisme polisi terletak pada kualitas pelayanan profesinya daripada meletakkannya pada karakteristik keprofesian fungsi Polri. Artinya, walaupun karakteristik merupakan persyaratan bagi keprofesionalismean fungsi kepolisian, penilaian akhirnya ditentukan oleh masyarakat (costumer) yang merasakan atau menyaksikan bagaimana layanan kepolisian disajikan. Dalam hal ini sekurang-kuangnya ada 3 aspek yang perlu diperhatikan yaitu :

Pertama adalah kompetensi dari mengemban profesi. Kompetensi berkaitan dengan kemampuan petugas-petugas kepolisian untuk mengaplikasikan secara tepat pengetahuan dan keterampilan sesuai ketentuan hukum dan gangguan kamtibmas polisi dituntut untuk mampu:

1. Mengambil tindakan segera dan tepat sehingga suatu kasus tidak berkembang merugikan suatu pihak.

2. Mengidentifikasi suatu kasus sehingga dapat membedakan kasus pidana dan kasus perdata, dan pelanggaran hukum pidana apa yang terjadi

112

Brigjend Pol. Drs. Soewadji, 2005,Merubah image Polri, PT. Pustaka Bintang, Jakarta,hlm.33-34


(50)

3. Mengemban konsep pembuktian yang diperlukan untuk mendukung sangkaan pelanggaran hukum dan mengumpulkan alat buktinya secara legal (sesuai prosedur hukum) dan obyektif (scientific)

Lebih dari itu, seorang polisi yang profesional juga dituntut untuk mampu menjelaskan mengapa suatu kasus terjadi dan memperkirakan timbulnya suatu kejahatan jika variable-variabel independen tersedia pada suatu kesempatan (ruang dan waktu).

Kedua adalah konsistensi, baik dalam pengertian waktu dan tempat atau orang. Artinya layanan kepolisian harus disajikan secara konsisten pada sepanjang waktu, disemua tempat dan segenap petugas. Aspek inilah yang mewarnai kelemahan pelaksanaan tugas khususnya penegakan hukum oleh Polri sehingga menimbulkan kesan kurang adanya kepastian hukum.

Aspek ketiga yang berkenan dengan kualitas pelayanan polri adalah keberadaan (civility) yang banyak berkaitan dengan nilai nilai kemanusiaan dan nilai nilai sosial suatu masyarakat. Dalam hal ini mengemban profesi kepolisian dituntut untuk memiliki integritas kepribadian yang tinggi sehingga mampu :

a). mengendalikan emosi

b). menghindarkan diri dari godaan atau pengaruh negatif c). membatasi penggunaan kekerasan atau upaya paksa d). menjungjung HAM dan menghargai hak hak individu e). berlaku sopan dan simpatik.

Dalam konteks pembahasan diatas, tergambar jelas bahwa profesionalisme polisi menjadi tuntutan dan syarat penting bagi keberhasilan pelaksanaan tugas


(51)

tugas Polri di lapangan. Kewenangan dan besarnya kekuasaan yang dimiliki polisi hanya akan bermanfaat bagi masyarakat luas manakala diikuti dengan perbaikan kemampuan professional aparatnya. Kemampuan professional polisi pada akhirnya akan terwujud secara konkrit melalui kualitas pelayanan Polri yang memiliki standar mutu (qualiy control) yang diakui masyarakatnya.113

2. Mengadakan Koordinasi Dengan Instansi Terkait

Sebelum dilakukan pengamanan terhadap pengemanan unjuk rasa maka perlu dilakukan rapat koordinasi. Koordinasi dilakukan baik didalam tubuh Dalmas sendiri ataupun koordinasi dengan pihak instansi yang terkait.114

Koordinasi oleh pasukan Dalmas dilakukan dalam rangka mengetahui: i. Gambaran massa yang akan dihadapi oleh satuan kekuatan Dalmas (jumlah,

Karakteristik, tuntutan, dan alat yang dibawa serta kemungkinan kemungkinan yang akan terjadi selama unjuk rasa).

j. Gambaran situasi objek dan jalan raya tempat unjuk rasa.

k. Rencana urutan dan langkah dan tindakan yang akan dilakukan oleh satuan Dalmas.

l. Larangan dan kewajiban Yang dilakukan satuan dalmas115

Sementara itu koordinasi dengan pihak instansi terkait juga penting karena bertujuan supaya mempermudah langkah pengamanan oleh Dalmas berdasarkan informasi yang diberikan oleh instansi terkait mengenai latar belakang unjuk rasa serta karakteristk massa pengunjuk rasa.

113

Ibid, hlm. 36-38

114

Hasil wawancara dengan Kompol R. Situmorang Kasi Ops Lat Dit Samapta POLDASU, tanggal 16 Maret 2009 di MAPOLDASU

115


(52)

Koordinasi pada saat berlangsungnya unjuk rasa dan demonstrasi harus terus dilakukan. Bentuk kordinasi itu terlihat dari adanya negosiator dari pihak Polri untuk menyampaikan keluhan ataupun tuntutan dari massa pengunjuk rasa. Dalam hal ini sangat diperlukan kerjasama yang baik antara pihak Kepolisian dalam hal ini negosiator dengan pihak instansi terkait. Hal ini untuk memperlancar terjadinya kegiatan unjuk rasa. Dengan adanya koordinasi yang baik maka kemungkinan terjadinya kerusuhan saat unjuk rasa akan semakin kecil.

Setelah kegiatan unjuk rasa selesai, koordinasi dengan instansi terkait masih terus dilakukan, diluar koordinasi di dalam tubuh Dalmas sendiri. Bentuk koordinasi yang dilakukan adalah dengan mengadakan evaluasi atas semua langkah langkah yang dilakukan sebagai suatu bahan pembelajaran bagi pengamanan kegiatan unjuk rasa yang masih akan berlanjut atau untuk mengamankan unjuk rasa lainnya.

Pelaporan dan analisa evaluasi atau tinjauan dan analisis merupakan sarana pengendalian kegiatan dari kesatuan kesatuan polisi, sehingga dapat diketahui kelemahan, kekuatan, peluang dan ancaman yang dihadapi serta adanya penyimpangan dari ketentuan atau dari rencana semula.116

3. Mengadakan Penyuluhan Hukum Kepada Masyarakat

Budaya hukum masyarakat tidak dapat dipisahkan dari intensitas disseminasi dan penyuluhan yang dilakukan para penyelenggara negara kepada

116


(53)

masyarakat. Setiap penyelenggara negara berkewajiban memberikan penyuluhan hukum sebagai bagian dari proses edukasi dan pembudayaan hukum.117

Penyuluhan Hukum kepada masyarakat dilakukan oleh BIMMAS dengan dibantu oleh Kepolisian dari fungsi lain tergantung pada materi yang dibawakan. Kurangnya kesadaran hukum masyarakat dikarenakan karena kurangnya pengetahuan akan hukum. Maka untuk itu perlu dilakukan penyuluhan hukum kepada masyarakat. 118

Penyuluhan hukum pada masyarakat pada umumnya merupakan upaya preventif. Pada rumusan dasarnya tugas preventif itu berbunyi memelihara keamanan dan ketertiban hukum. Dalam pelaksanaannya terbagi dalam 2 kelompok besar penugasan. Yang pertama adalah bersifat bimbingan, penyuluhan dan pembinaan yang mengarah pembentukan masyarakat yang patuh dan taat hukum serta mampu menolak (semacam anti body) terhadap kejahatan, atau masyarakat mempunyai daya tangkal tinggi atas semua jenis kejahatan. Sedangkan yang kedua adalah Upaya Polri untuk mencegah bertemunya unsur “niat” dan “kesempatan” agar tidak terjadi kejahatan dengan melakukan kegiatan mengatur, menjaga, mengawal dan patorli.119

Tantangan kelompok fungsi Bimmas sangat tidak ringan karena Polri lalu harus aktif melakukan pengaturan masyarakat atau social engineering dalam arti mendorong dan membantu fungsi fungsi kenegaraan lain. Membuat masyarakat dan warganya untuk patuh dan taat pada hukum serta memiliki daya tangkal yang

117

http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=19115&cl=Berita 118

Ibid

119


(54)

ampuh terhadap kejahatan sebenarnya sangat sulit karena semua itu lalu bermakna membentuk sikap yang relatif membatasi kebebasan seseorang, yang pada dasarnya mereka itu ingin selalu bebas.120

Sesungguhnya terdapat korelasi yang kuat antara teknologi informasi dengan sistem hukum nasional, dalam hal efektifitas suatu sistem hukum di tengah-tengah masyarakat, khususnya dalam pembentukan perilaku sosial (social behaviour ). Hukum sebagai suatu aturan ( rule of law ) berbanding lurus dengan pemamahan hukum dan kesadaran hukum masyarakat terhadap hukum yang wujudnya berupa informasi yang tengah berlaku. Tidak akan ada ketentuan hukum yang berlaku efektif dalam masyarakat, jika informasi hukum tersebut tidak dikomunikasikan dengan baik kepada masyarakat. Oleh karena itu, pengkomunikasian informasi hukum harus dirancang dalam pola yang lebih interaktif sehingga dapat menangkap dengan baik umpan balik dari masyarakatnya sehingga menimbulkan kesadaran hukum. Hal tersebut tidak akan didapat hanya dengan sosialisasi ataupun penyuluhan hukum saja, melainkan juga harus dengan pengembangan sarana komunikasi ataupun infrastruktur informasi yang baik dan dapat diakses dengan mudah dan murah oleh masyarakat121.

120

Ibid, hal 155

121


(55)

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil oleh penulis dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Faktor faktor penyebabterjadinya kerusuhan pada saat unjuk rasa adalah : a. Faktor Potensial

Faktor potensial kerusuhan adalah psikologi masyarakat yang yang mempunyai kemampuan atau potensi sebagai pemicu terjadinya kerusuhan. Hal ini akan semakin jelas jika didorong oleh unsur unsur seperti kondisi perekonomian masyarakat yang mengalami tekanan terburuk dan kondisi sosio kultur masyarakat.

b. Faktor Kesengajaan (Rekayasa)

Faktor rekayasa merupakan kesengajaan yang dibuat pihak tertentu karena adanya kepentingan tertentu yang ingin di capai untuk dengan cara meletupkan kerusuhan

c. Faktor Kurang Koordinasi antara demonstran dengan aparat kepolisian. Faktor yang dapat menjadi penyebab terjadinya kerusuhan sebagai kurangnya koordinasi antara para pengunjuk rasa dengan aparat keamanan dalam hal ini Kepolisian tidak adanya pemberitahuan secara lebih terperinci kepada pihak Kepolisian tentang kegiatan unjuk rasa. Hal ini merupakan faktor teknis. Koordinasi yang dilakukan antara pengunjuk rasa dengan aparat keamanan bukan hanya dilakukan sebelum terjadinya kegiatan saja.


(56)

Tetapi juga dilakukan koordinasi pada saat kegiatan berlangsung. Koordinasi dalam hal ini merupakan koordinasi dengan pihak negosiator dari kepolisian sebagai upaya pengamanan kegiatan unjuk rasa.

d. Faktor Ketidakpuasan masyarakat

Para pengunjuk rasa berharap apa yang disampaikan didengar serta diberikan solusi kepada permasalahan yang dibawa. Namun dalam beberapa kegiatan unjuk rasa, respon dari instansi atau orang yang dituju terhadap para pengunjuk rasa sering tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Atau bahkan tidak mendapat tanggapan dari instansi yang ditujut ersebut. Maka ketidakpuasan masyarakat atas kejadian tersebut dapat memicu terjadinya kerusuhan.

e. Faktor pengamanan yang kurang.

Dalam hal ini melaksanakan prosedur tetap (protap) Dalmas sesuai Peraturan Kepala Polri No.16 Tahun 2006 tentang pedoman pengendalian massa yang mengatur cara bertindak, jumlah kekuatan, peralatan yang digunakan, dan strategi pelaksanaannya. Kesempatan untuk melakukan tindakan rusuh dan anarkis dapat saja dilakukan oleh para demonstran karena melihat kekuatan serta peralatan yang dipakai oleh Polisi tidak sesuai dengan apa yang ditetapkan dalam Peraturan Kepala Polri No.16 Tahun 2006 tentang pedoman pengendalian massa.


(57)

2. Peranan Kepolisian Daerah Sumatera Utara dalam menanggulangi kerusuhan pada saat Unjuk rasa dilakukan pada saat :

a) Pada tahap persiapan sebelum kegiatan Unjuk rasa. Pada tahap ini Kepolisian melakukan rapat koordinasi, kesiapan pasukan Dalmas, melakukan pengecekan peralatan Dalmas, mempelajari karakteristik pengunjuk, mempelajari isu yang dibawakan, mempelajari objek unjuk rasa, Menyiapkan Rute pasukan Dalmas menuju objek dan rute penyelamatan (escape) bagi pejabat VVIP/VIP dan pejabat penting lainnya serta Rencana urutan dan langkah dan tindakan yang akan dilakukan oleh satuan Dalmas.

b) Pada saat terjadi unjuk rasa. Pada saat ini ada tahapan tahapan yang dilakukan tergantung pada perkembangan situasi dilapangan. Tahapan tersebut adalah : 1) Tahap situasi tertib (hijau). Pada tahap ini diturunkan pasukan Dalmas

awal

2) Tahap situasi tidak tertib (kuning). Pada tahap ini diturunkan pasukan Dalmas lanjutan

3) Tahap melanggar hukum (merah). Pada tahap ini diturunkan Detasemen atau Kompi Penanggulangan Huru Hara (PHH) Brigade Mobil (Brimob). c) Setelah kegiatan unjuk rasa selesai. Setelah unjuk rasa selesai maka dilakukan


(58)

3. Kendala yang dialami Kepolisian Daerah Sumatera Utara dalam menanggulangi kerusuhan saat unjuk rasa adalah:

a) Masalah HAM

b) Ketidaksadaran hukum masyarakat

c) Kurang koordinasi dengan instansi yang terkait

Sedangkan upaya yang dilakukan Kepolisian Daerah Sumatera Utara Dalam mengatasi kendala tersebut adalah:

a) Meningkatkan profesionalisme Anggota Kepolisian b) Mengadakan koordinasi dengan Instansi terkait c) Mengadakan penyuluhan hukum kepada masyarakat

B. Saran

Adapun saran yang dapat penulis berikan sehubungan dengan permasalahan dari skripsi ini adalah sebagai berikut.

1. Pengetahuan hukum masyarakat yang masih sangat sedikit dan kesadaran hukum yang masih kurang dalam hal ini berkaitan dengan masalah kegiatan penyampaian pendapat di muka umum atau unjuk rasa, perlu mendapat perhatian khusus dari Polri. Hal ini merupakan upaya preventif dalam terjadinya kerusuhan saat unjuk rasa. Karena dengan banyaknya pengetahuan hukum masyarakat disertai dengan kesadaran hukum yang tinggi maka semua faktor faktor terjadinya kerusuhan dapat teratasi.

2. Peningkatan profesionalisme dan kualitas pesonil Kepolisian melalui perekrutan yang jujur dan sesuai dengan prosedur, serta pembinaan menuju


(59)

polisi yang beretika kepolisian akan mempermudah pengamanan unjuk rasa karena telah menguasai bidangnya. Pelanggaran yang terjadi di lapangan seperti pelanggaran HAM dapat dihindari apabila personel kepolisian sudah memiliki etika.

3. Apabila polisi dapat memperbaiki dirinya dan menegakkan aturan hukum yang berkedaulatan rakyat, maka pada gilirannya polisi akan mampu memperbaiki kehidupan bangsa, dan bersama-sama dengan komponen bangsa lainnya mengangkat kehidupan bangsa dari keterpurukan yang melanda bangsa ini.


(60)

BAB II

FAKTOR FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA KERUSUHAN PADA SAAT DEMONSTRASI

A. Tinjauan Umum Tentang Demonstrasi Menurut UU Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum 1. Asas dan Tujuan Demonstrasi.

2. 1.1. Asas Demonstrasi

Didalam menyampaikan pendapat dimuka umum atau berdemonstrasi, tidak boleh asal-asalan. Terdapat beberapa prosedur yang harus di jalani sebelum melakukan unjuk rasa. Didalam melakukan demonstrasi atau unjuk rasa ada asas asas yang harus diperhatikan. Asas asas tersebut harus diperhatikan sebelum melakukan unjuk rasa tersebut. Didalam undang undang nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Dimuka Umum, asas didalam melakukan demonstrasi atau unjuk rasa diatur pada pasal 3 yang berisi: “Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum dilaksanakan berlandaskan pada :

a. Asas keseimbangan antara hak dan kewajiban b. Asas musyawarah dan mufakat

c. Asas kepastian hukum dan keadilan d. Asas proporsionalitas


(61)

Ad. a. Asas Keseimbangan Antara Hak dan Kewajiban

Asas keseimbangan antara hak dan kewajiban berarti bahwa, didalam melaksanakan demonstrasi ada hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Tidak boleh hanya menuntut hak tetapi tidak melakukan kewajiban. Ini namanya tidak seimbang.

Mengenai hak dan kewajiban itu sendiri ada diatur di dalam pasal 5, pasal 6, pasal 7 dan pasal 8 undang-undang nomor 9 tahun 1998. isinya adalah:

Pasal 5.

Warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berhak untuk :

a. Mengeluarkan pikiran secara bebas b. Memperoleh perlindungan hukum.

Pasal 6

Warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban dan bertanggung jawab untuk :

a. Menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain b. Menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum

c. Mentaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku d. Menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum


(62)

Pasal 7

Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum oleh warga negara, aparatur pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk :

a. Melindungi hak asasi manusia b. Menghargai asas legalitas;

c. Menghargai prinsip praduga tidak bersalah; d. Menyelenggarakan pengamanan.

Pasal 8

Masyarakat berhak berperan serta secara bertanggung jawab untuk berupaya agar penyampaian pendapat di muka umum dapat berlangsung secara aman, tertib, dan damai.”.

Didalam penjelasan undang-undang ini dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan “mengeluarkan pikiran secara bebas" adalah mengeluarkan pendapat, pandangan, kehendak, atau perasaan yang bebas dari tekanan fisik, psikis, atau pembatasan yang bertentangan dengan tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Undang-undang ini. Dan yang dimaksud dengan "memperoleh perlindungan hukum" termasuk di dalamnya jaminan keamanan.

Pada pasal 6, Yang dimaksud dengan "menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain" adalah ikut memelihara dan menjaga hak dan kebebasan orang lain untuk hidup aman, tertib, dan damai. Yang dimaksud dengan "menghormati


(63)

aturan-aturan moral yang diakui umum" adalah mengindahkan norma agama, kesusilaan, dan kesopanan dalam kehidupan masyarakat. Yang dimaksud dengan "menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum" adalah perbuatan yang dapat mencegah timbulnya bahaya bagi ketenteraman dan keselamatan umum, baik yang menyangkut orang, barang maupun kesehatan. Yang dimaksud dengan "menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa" adalah perbuatan yang dapat mencegah timbulnya permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suku, agama, ras, dan antargolongan dalam masyarakat.

Pada pasal 7, Yang dimaksud dengan "aparatur pemerintah" adalah aparatur pemerintah yang menyelenggarakan pengamanan. Yang dimaksud dengan "menyelenggarakan pengamanan" adalah segala daya upaya untuk menciptakan kondisi aman, tertib, dan damai, termasuk mencegah timbulnya gangguan atau tekanan, baik fisik maupun psikis yang berasal dari mana pun juga.

Pada pasal 8, Yang dimaksud dengan "berperan serta secara bertanggung jawab" adalah hak masyarakat untuk memberi dan memperoleh informasi atau konfirmasi kepada atau dari aparatur pemerintah agar terjamin keamanan dan ketertiban lingkungannya, tanpa menghalangi terlaksananya penyampaian pendapat di muka umum.

1.1.b. Asas Musyawarah dan Mufakat

Asas yang kedua adalah asas musyawarah dan mufakat. Sejak zaman dahulu sebelum ada Negara Republik Indonesia, di dalam menyelesaikan suatu masalah


(64)

dilakukan musyawarah dan mufakat. Dengan cara musyawarah dan mufakat, suatu permasalahan akan dapat diselesaikan dengan resiko paling kecil bagi kedua pihak yang melakukan musyawarah.

1.1.c. Asas Kepastian Hukum dan Keadilan

Kepastian hukum dan keadilan. Inilah yang sebenarnya di cari oleh para demonstran didalam melakukan aksinya. Tetapi hal ini juga merupakan asas yang berlaku didalam undang-undang ini. Hal ini berarti bahwa didalam melakukan demonstrasi kepastian hukum bagi demonstran harus jelas. Apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan, supaya jelas dan pasti. Sanksi yang diberikan juga harus jelas. Keadilan bagi setiap warga Negara salah satunya adalah dengan memberikan hak untuk mengeluarkan pendapat dimuka umum dengan merdeka bagi setiap warga Negara tanpa ada pembedaan. Harus merata dan tidak boleh pilih kasih.

1.1.d. asas proporsionalitas;

Asas proporsionalitas adalah asas yang meletakkan segala kegiatan sesuai dengan konteks atau tujuan kegiatan tersebut, baik yang dilakukan oleh warga negara, institusi, maupun aparatur pemerintah, yang dilandasi oleh etika individual, etika sosial, dan etika institusional.


(65)

1.1.e. asas manfaat.

Mengeluarkan pendapat dimuka umum dengan merdeka hendaknya memberikan manfaat bagi pelaku. janganlah hendaknya kita melakukan tidak memberikan hasil yang dapat membangun bangsa dan negara. Dan jangan melakukan suatu unjuk rasa hanya karena dihasut oleh pihak lain. Fikirkan apa yang sebenarnya harus dilakukan dan dengan cara bagaimana dilakukan, supaya tidak terjadi kerusuhan.

1.2. Tujuan Demonstrasi

Tujuan dari undang-undang nomor 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum, diatur pada pasal 4 yang berisi, Tujuan pengaturan tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah :

a. Mewujudkan kebebasan yang bertanggung jawab sebagai salah satu pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945.

b. Mewujudkan perlindungan hukum yang konsisten dan berkesinambungan dalam menjamin kemerdekaan menyampaikan pendapat.

c. Mewujudkan iklim yang kondusif bagi berkembangnya partisipasi dan kreativitas setiap warga negara sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab dalam kehidupan berdemokrasi.


(66)

d. Menempatkan tanggung jawab sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, tanpa mengabaikan kepentingan perorangan atau kelompok.41

2. Bentuk dan Tata Cara Menyampaikan Pendapat Dimuka Umum

Sesuai dengan undang undang ini, bentuk dan tata cara menyampaikan pendapat dimuka umum diatur dalam Bab IV undang undang nomor 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum.

Mengenai bentuk dan tata cara menyampaikan pendapat dimuka umum, diatur pada pasal 9, pasal 10, pasal 11, pasal 12, pasal 13 dan pasal 14. dalam pasal pasal tersebut dijelaskan bahwa ;

Pasal 9

(1) Bentuk penyampaian pendapat di muka umum dapat dilaksanakan dengan

a) Unjuk rasa atau demonstrasi; b) Pawai;

c) Rapat umum d) Mimbar bebas.

(2) Penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaksanakan di tempat-tempat terbuka untuk umum, kecuali :

41

Undang Undang No.9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.


(67)

a) Di lingkungan istana kepresidenan, tempat ibadah, instalasi militer, rumah sakit, pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta api, terminal angkutan darat, dan obyek-obyek vital nasional;

b) Pada hari besar nasional.

(3) Pelaku atau peserta penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilarang membawa benda-benda yang dapat membahayakan keselamatan umum.42

Pawai adalah cara penyampaian pendapat dengan arak-arakan di jalan umum. Rapat umum adalah pertemuan terbuka yang dilakukan untuk menyampaikan pendapat dengan tema tertentu. Dan Mimbar bebas adalah kegiatan penyampaian pendapat di muka umum yang dilakukan secara bebas dan terbuka tanpa tema tertentu. Hal ini terlihat jelas pada penjelasan dari undang-undang ini.

Dalam penjelasan tentang undang-undang nomor 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum di jelaskan bahwa, yang dimaksud dengan pengecualian di lingkungan istana kepresidenan adalah istana presiden dan istana wakil presiden dengan radius 100 meter dari pagar luar. Pengecualian untuk instalasi militer meliputi radius 150 meter dari pagar luar. Pengecualian untuk obyek-obyek vital nasional meliputi radius 500 meter dari pagar luar.

42


(68)

Hari-hari besar nasional yang dimaksud oleh undang undang ini adalah :

1) Tahun Baru; 2) Hari Raya Nyepi;

3) Hari Wafat Isa Almasih; 4) Isra Mi'raj;

5) Kenaikan Isa Almasih; 6) Hari Raya Waisak; 7) Hari Raya Idul Fitri; 8) Hari Raya Idul Adha; 9) Hari Maulid Nabi; 10) 1 Muharam; 11) Hari Natal; 12) 17 Agustus

Pasal 10

1) Penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 wajib diberitahukan secara tertulis kepada Polri.

2) Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan oleh yang bersangkutan, pemimpin, atau penanggung jawab kelompok.

3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) selambat-lambatnya 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sebelum kegiatan dimulai telah diterima oleh Polri setempat.


(69)

4) Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi kegiatan ilmiah di dalam kampus dan kegiatan keagamaan.43

Dalam pelaporan kegiatan terhadap polisi setempat harus kita ketahui bahwa polisi wilayah mana yang harus melakukan pengawasan. Dalam hal ini polisi setempat yang dimaksud adalah, satuan Polri terdepan dimana kegiatan penyampaian pendapat akan dilakukan apabila kegiatan dilaksanakan pada :

a. 1 (satu) kecamatan, pemberitahuan ditujukan kepada Polsek setempat

b. 2 (dua) kecamatan atau lebih dalam lingkungan kabupaten/kotamadya, pemberitahuan ditujukan kepada Polres setempat

c. 2 (dua) kabupaten/kotamadya atau lebih dalam 1 (satu) propinsi, pemberitahuan ditujukan kepada Polda setempat

d. 2 (dua) propinsi atau lebih, pemberitahuan ditujukan kepada Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 11

Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) memuat :

a. Maksud dan tujuan; b. Tempat, lokasi, dan rute;

43


(70)

c. Waktu dan lama; d. Bentuk;

e. Penanggung jawab;

f. Nama dan alamat organisasi, kelompok atau perorangan; g. Alat peraga yang dipergunakan;

h. Jumlah peserta.44

Di dalam penjelasan di jelaskan bahwa, Yang dimaksud dengan "tempat" dalam Pasal ini adalah tempat peserta berkumpul dan berangkat ke lokasi. Yang dimaksud dengan "lokasi" dalam Pasal ini adalah tempat penyampaian pendapat di muka umum. Yang dimaksud dengan "rute" dalam Pasal ini adalah jalan yang dilalui oleh peserta penyampaian pendapat di muka umum dari tempat berkumpul dan berangkat sampai di lokasi yang dituju dan atau sebaliknya. Yang dimaksud dengan "bentuk" adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1). Penanggung jawab adalah orang yang memimpin dan atau menyelenggarakan pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang bertanggung jawab agar pelaksanaannya berlangsung dengan aman, tertib, dan damai.

Pasal 12

1) Penanggung jawab kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 9, dan Pasal 11 wajib bertanggung jawab agar kegiatan tersebut terlaksana secara aman, tertib, dan damai.

44


(71)

2) Setiap sampai 100 (seratus) orang pelaku atau peserta unjuk rasa atau demonstrasi dan pawai harus ada seorang sampai dengan 5 (lima) orang penanggung jawab.

Pasal 13

1) Setelah menerima surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Polri wajib :

a. Segera memberikan surat tanda terima pemberitahuan

b. Berkoordinasi dengan penanggung jawab penyampaian pendapat di muka umum

c. Berkoordinasi dengan pimpinan instansi/lembaga yang akan menjadi tujuan penyampaian pendapat

d. Mempersiapkan pengamanan tempat, lokasi, dan rute.

2) Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum, Polri bertanggung jawab memberikan perlindungan keamanan terhadap pelaku atau peserta penyampaian pendapat di muka umum.

3) Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum, Polri bertanggung jawab menyelenggarakan pengamanan untuk menjamin keamanan dan ketertiban umum sesuai dengan prosedur yang berlaku.

Dalam penjelasan undang-undang ini dijelaskan bahwa, Koordinasi antara Polri dengan penanggung jawab dimaksudkan untuk mempertimbangkan faktor-faktor yang dapat mengganggu terlaksananya penyampaian pendapat di muka umum secara aman, tertib dan damai, terutama penyelenggaraan pada malam hari.


(72)

Pasal 14

Pembatalan pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum disampaikan secara tertulis dan langsung oleh penanggung jawab kepada Polri selambat-lambatnya 24 (dua puluh empat) jam sebelum waktu pelaksanaan.

3. Sanksi yang terkandung di dalam Undang-undang nomor 9 tahun 1998.

Menyampaikan pendapat di muka umum tidaklah boleh asal asalan. Semua ada aturannya. Dalam undang undang nomor 9 tahun 1998 telah diatur bagaimana tata cara dalam menyampaikan pendapat dimuka umum. Apabila ketentuan itu dilanggar, maka ada sanksi yang yang akan diberikan.

Sanksi dalam undang-undang ini diatur dalam pasal 15, pasal 16, pasal 17 dan pasal 18. penyampaian pendapat dimuka umum dapat dibubarkan apabila tidak sesuai dengan ketentuan pasal 6, pasal 9 ayat (2) dan (3), pasal 10 dan pasal 11.

Penanggung jawab unjuk rasa memiliki tanggung jawab yang lebih besar daripada peserta unjuk rasa lainnya. Hal ini dapat terlihat dari sanksi yang akan didapat penanggung jawab apabila ada tindak pidana yang terjadi di dalam unjuk rasa. Penanggung jawab pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang-undang ini dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pidana yang berlaku ditambah dengan 1/3 (satu per tiga) dari pidana pokok.


(1)

13.Clara Danica Sipayung, SE. Terimakasih buat doa, dukungan, semangat, perhatian dan semua ajaran yang bermanfaat bagi Saya. Tuhan Memberkatimu.

14.Kelompok Gideon. Bang Edward W. Sinaga, SH, Sepriarto, Amelia, Irfan, Roberto. Terimakasih buat kebersamaan itu. GBUs

15.Sahabat Sahabat ku : Lamgok, Trisanto, Okber, David, Tetty, Omry, Fandy, Junedi, Dewi, Novena, Uthi, Novena, Adel, Yunus, Rio, Yosep, Icha, Nova, Anita, Mangara, Erwin, Kiris, Uli, Prisnok, Dedy, Renius, Renhard, Lodewik serta semua yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu baik senior maupun junior saya.

16.KMK Unit Pelayanan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

17.Rekan Rekan seperjuangan di Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Komisariat Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. B’ Roy, Welson, July, Tika, Grace,B’Janroy, B’Fredrick, B’Hubertus, B’Coky, B’ David, B’Dedy (Eks) serta semua yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Pedjoeang-Pemikir Pemikir-Pedjoeang. JAYA!!!!

Medan, Juni 2009 Penulis

Deus L. Sihombing 050200200


(2)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ...

DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR ... ABSTRAKSI... BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Perumusan Masalah ... 13

C. Tujuan Penulisan... 13

D. Manfaat Penulisan... 13

E. Keaslian Penulisan ... 14

F. Tinjauan Pustaka ... 15

1. Pengertian Kepolisian ... 15

2. Pengertian Demonstrasi ... 23

3. Pengertian Kerusuhan ... 26

G. Metode Penulisan ... 29

H. Sistematika Penulisan ... 31

BAB II FAKTOR FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA KERUSUHAN PADA SAAT DEMONSTRASI


(3)

A. Tinjauan Umum Tentang Demonstrasi Menurut UU No.9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum .. 32 B. Kerusuhan Saat Demonstrasi ... 45 C. Faktor Faktor Penyebab Terjadinya Kerusuhan... 47

BAB III PERAN KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN KERUSUHAN SAAT DEMONSTRASI

A. Peran Kepolisian Sebelum Kegiatan Unjuk Rasa ... 53 B. Peran Kepolisian Pada Saat Pelaksanaan Unjuk Rasa ... 67 C. Peran Kepolisian Setelah Unjuk Rasa... 83

BAB IV KENDALA DAN UPAYA YANG DILAKUKAN KEPOLISIAN DAERAH SUMATERA UTARA DALAM PENANGGULANGAN KERUSUHAN PADA SAAT DEMONSTRASI DI WILAYAH HUKUM POLDA SUMATERA UTARA

A. Kendala ... 86 B. Upaya ... 93

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 100 B. Saran ... 103

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(4)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 : Pakaian seragam Dalmas Awal ( pakaian PDL I) dan

Dalmas Lanjutan (pakaian PDL II) ... 64

Gambar 2 : Rantis Pengurai massa Samapta (tampak depan)... 64

Gambar 3 : Rantis Pengurai massa Samapta ( tampak samping)...65

Gambar 4 : Rantis penyelamat samapta……… 65

Gambar 5 : Rantis Dare-V Samapta ( Rastis SAR terbatas)... 66

Gambar 6 : sikap pokok pegang tali Dalmas ( Tampak Samping)... 67

Gambar 7 : sikap pokok pegang tali Dalmas ( tampak samping)... 68

Gambar 8 : sikap siaga pegang tali Dalmas (tampak depan)... 68

Gambar 9 : Sikap siaga pegang tali Dalmas (tampak samping)...69

Gambar 10 : Bentuk Formasi Pasukan Dalmas Awal...69

Gambar 11 : Formasi dasar Dalmas awal di jalan raya………72

Gambar 12 : Formasi Dalmas awal digedung atau bangunan penting……….73

Gambar 13 : Formasi Dalmas awal di Lapangan atau lahan terbuka………..73

Gambar 14 : Bentuk formasi pasukan Dalmas Lanjut...74

Gambar 15 : Sikap Pokok pasukan Dalmas Lanjut ( tampak depan)...75

Gambar 16 : Sikap Pokok Pasukan Dalmas Lanjut ( tampak samping)...75

Gambar 17 : Sikap Siaga Dalmas Lanjut (tampak depan)...76

Gambar 18 : sikap siaga Dalmas Lanjut ( tampak samping)...76

Gambar 19 : Sikap pokok petugas pemadam api gendong ( tampak depan )…77 Gambar 20 : Sikap Pokok Petugas Api Gendong...77


(5)

Halaman

Gambar 22 : Sikap Salvo Penembak Gas Air Mata………... 78

Gambar 23 : formasi Dalmas Lanjut di Jalan Raya... 80

Gambar 24 : Formasi Dalmas lanjut di gedung atau bangunan penting... 80

Gambar 25 : Formasi Dalmas Lanjut di lapangan atau lahan terbuka... 81


(6)

ABSTRAK Deus L. Sihombing*

Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, M.Hum1 M. Nuh, SH, M.Hum***

Negara Republik Indonesia adalah Negara demokrasi.Kedaulatan tertinggi ada ditangan rakyat. Indonesia juga merupakan Negara hukum sebagaimana yang dituangkan dalam Undang Undang Dasar tahun 1945. Sebagai Negara demokrasi, maka di Indonesia setiap warga Negara bebas dalam mengeluarkan pendapat. Dalam mengeluarkan pendapat ada aturannya sebagaimana diatur pada Undang Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Sering terjadi kerusuhan atau anarki pada saat penyampaian pendapat dimuka umum (demonstrasi). Kerusuhan ini menimbulkan beberapa tidak pidana berupa pengrusakan, pencurian, mengganggu kepentingan umum atau tindakan pidana lain. Maka untuk mengamankan unjuk rasa diturunkan pasukan Pengendali Massa (Dalmas) dari Kepolisian. Hal ini sesuai dengan peran Kepolisian sebagai kemanan Negara, sebagaimana dituangkan dalam Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara.

Perumusan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah apa faktor faktor penyebab terjadinya kerusuhan pada saat demonstrasi, bagaimana peran kepolisian dalam kegiatan unjuk rasa dan kendala serta upaya apa yang dilakukan Kepolisian Daerah Sumatera Utara dalam mengatasi kendala tersebut. Metode penelitian yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini adalah adalah metode pendekatan yuridis normaif dan metode pendekatan yuridis sosiologis. Metode pendekatan yurudis normatif dilakukan dengan cara meneliti bahan kepustakaan yang relevan dengan permasalahan yang sedang di teliti.

Pendekatan yuridis sosiologis dilakukan dengan cara melihat hukum yang tampak pada masyarakat yaitu penelitian langsung pada objek penelitian. Memantau melihat dan mengamati sendiri apa yang terjadi di lapangan dan melakukan riset lapangan.

Hasil penelitian sebagai jawaban dari permasalahan diatas adalah, pertama

faktor faktor penyebab terjadinya kerusuhan pada saat unjuk rasa adalah karena faktor potensial, faktor rekayasa, faktor kurang koordinasi antara pihak kepolisian dengan orang atau instansi yang terkait unjuk rasa, faktor ketidakpuasan masyarakat, faktor pengamanan yang kurang. Kedua, peran yang dilakukan kepolisian dalam menanggulangi kerusuhan pada saat unjuk rasa dilakukan pada tahapsebelum terjadi unjuk rasa, pada saat terjadi unjuk rasa dan setelah unjuk rasa selesai. Ketiga, kendala yang dialami Kepolisian Daerah Sumatera Utara dalam menanggulangi kerusuhan pada saat unjuk rasa adalah masalah HAM, ketidakpuasan masyarakat, dan kurang koordinasi dengan orang atau instansi terkait unjuk rasa. Sementara upaya yang dilakukan dalam mengatasi kendala tersebut adalah dengan melakukan koordinasi sebelum melakukan pengamanan dan melakukan penyuluhan hukum pada masyarakat.

*

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

1

Dosen Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

***