Kajian Hukum Mengenai Peran Kepolisian dalam Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(1)

KAJIAN HUKUM MENGENAI PERAN KEPOLISIAN

DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA

PERDAGANGAN ORANG

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum

Oleh :

Suprianto

NIM : 080200420

Departemen Hukum Pidana

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

KAJIAN HUKUM MENGENAI PERAN KEPOLISIAN

DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA

PERDAGANGAN ORANG

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum

Oleh :

Suprianto

NIM : 080200420

Disetujui oleh,

Ketua Departemen Hukum Pidana

Fakultas Hukum USU

NIP. 195703261986011001

Dr.H.M.Hamdan, SH.MH

Dosen Pembimbing I :

Dosen Pembimbing II :

Prof. Dr. Ediwarman,SH.M.Hum

NIP.195405251981031003

NIP. 196209071988112001

Nurmalawaty, SH.M.Hum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

ABSTRAK Suprianto *

Prof. Dr. Ediwarman,SH.M.Hum ** Nurmalawaty, SH.M.Hum ***

Kasus perdagangan orang merupakan kasus kejahatan yang sangat sulit untuk ditekan dan dicegah perluasannya, dikarenakan kasus ini telah mancakup daerah Nasional bahkan Internasional.Peran penegak hukum melalui melalui pihak Kepolisian sangat diharapkan didalam mengkaji dan memberantas tindak pidana perdagangan orang ini, dan untuk itu pihak kepolisian sangat membutuhkan dukungan dan bantuan dari segala pihak. Permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini meliputi karakteristik dan modus operandi tindak perdagangan orang, peraturan-peraturan yang berkaitan dengan tindak pidana perdagangan orang,dan peran Kepolisian terhadap penanggulangan tindak pidana perdagangan orang.

Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian yuridis normatif yang dilakukan dengan cara memberikan gambaran terhadap masalah perdagangan orang ini,dengan menitikberatkan kepada permasalahan mengenai peran dari Kepolisian didalam menanggulangi tindak pidana perdagangan orang. Dengan menggunakan bahan-bahan yang terdapat dalam buku-buku, situs internet maupun peraturan perundang-undangan yang terkait dengan skripsi ini. Selain itu juga diadakan penelitian lapangan yaitu dengan melakukan pengamatan dan penelitian yang dianalisis dengan metode kualitatif dan kuantitatif adalah untuk mendapatkan data-data yang relevan dan terpadu

Secara keseluruhan penulisan skripsi ini menitikberatkan kepada para pelaku (Trafficker) perdagangan orang yang meliputi agen,calo atau sindikat yang didasarkan kepada modus menawarkan pekerjaan, penipuan dan penculikan dan juga adopsi. Peraturan yang terkait tindak pidana perdagangan orang ini sendiri meliputi peraturan nasional dan internasional yang dimulai dari KUHP, Undang-undang nomor 21 tahun 2007 tentang tindak pidana perdagangan orang dan Peraturan Daerah (Perda) Propinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan ( Trafficking) Perempuan Dan Anak. Dalam hal untuk mencegah semakin maraknya tindak pidana perdagangan orang ini, peran kepolisian sangat dibutuhkan untuk menindak para pelaku secara tegas dan menjatuhi hukuman yang pantas dan sesuai dengan ketentuan peraturan dan hukum yang berlaku.

* Penulis : Mahasiswa Departemen Pidana Fakultas Hukum USU.

** Dosen Pembimbing I : Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum USU. *** Dosen Pembimbing II : Staf Pengajar Fakultas Hukum USU


(4)

KATA PENGANTAR

PujidansyukurdengansegalakerendahanhatipenulisucapkanpadaTuhan YangMahaEsaataskemurahannyamemberikankesehatan,kasihsayangdan kekuatankepadapenulissehinggamampumenyelesaikanskripsiinisebagaisalah

satusyaratuntukmemperolehgelarsarjanahukumdiFakultasHukum Universitas SumateraUtara.AdapunjudulSkripsiyangdipliholehPenulisadalah:”KAJIAN

HUKUM MENGENAI PERAN KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

Dalammenyelesaikanskripsiinipenulisberusahasemaksimalmungkinuntukmenye lesaikannyasesuaidenganketentuanyangberlaku.Denganselesainyaskripsinyainimakapa dakesempataniniPenulisdengantulusikhlasmenyampaikanterimakasihyangtidakterhingg akepada:

• BapakProf.Dr.Runtung,SH,M.Hum,SelakuDekanFakultasHukum UniversitasSumateraUtara Medan.

• Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, Selaku Pembantu Dekan I FakultasHukum UniversitasSumateraUtara.

• Bapak Syafrudin Hasibuan SH, M.Hum, Selaku Pembantu Dekan II FakultasHukum UniversitasSumateraUtara.

• Bapak M.Husni, SH, M.Hum, Selaku Pembantu Dekan III FakultasHukumUniversitasSumateraUtara.

• BapakDr.M.Hamdan,SH,

MH,selakuKetuaDepartemenHukumPidanaFakultasHukum UniversitasSumateraUtara.

• Ibu Liza Erwina, SH,M.Hum,SelakuDosenPembimbingI, atassegalasarandanwaktusertakesabarannyadalamrangkapenyelesaian


(5)

skripsiini.

• BapakAbulKhair,SH,M.Hum,selakuDosenPembimbingII,atas

segalasaran,waktusertakesabarannyadalamrangkapenyelesaianskripsi ini. • Bapak dan IbuDosen(stafpengajar)yangtelahbanyakmemberikanilmu

pengetahuanbesertaseluruhstafpegawaiyangtelahmemberikanpelayanan denganbaikselamaperkuliahan.

• TeristimewauntukOrangTuaPenulis ayahanda Johanes Kaban, SH dan Ibunda tercinta Pintaria Ginting, SE yangtelah berjerihpayah membesarkan,memberikankasihsayangdandidikanbaikmorilmaupun

materiilyangtidakbisadigantikandandibandingkandenganapapun,serta tidaklupakepadaKakanda Jhon Wesley Kaban, S.KomdanAdinda Christine Angelina KabanPenulisyangikutmemberikansemangat didalampenyelesaianskripsiini.

• Rekan-rekan se-almamater di Fakultas Hukum khususnya dan umumnya Universitas Sumatera Utara.

Walaupuntelahberupayasemaksimalmungkin,Penulisjugamenyadarikemungki nanadanyakekurangandankesalahan.Olehkarenaitu,Penulis

mengharapkankritikdansaranyangmembangunsehinggadapatmemperbaiki

skripsiini.AkhirkataPenulisberharapsemogaskripsiinidapatbermanfaatbagisiapapunya ngmembacanya.

Medan, 2012 Penulis

Nim : 080200420 Suprianto


(6)

DAFTAR ISI

Abstraksi……….. i

Kata Pengantar………. ii

Daftar isi ………. iv

BAB I : PENDAHULUAN………... 1

A. Latar Belakang………. 1

B. Permasalahan……… 5

C. Tujuan Penulisan……….. 6

D. Keaslian Penulisan……… 7

E. Tinjauan Kepustakaan………. 7

F.Metode Penelitian……….…… 25

G. Sistematika Penulisan………. 27

BAB II PERKEMBANGAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (HUMAN OF TRAFFICKING) DI INDONESIA……… 28

A.Karakteristik Tindak Pidana Perdagangan Orang di Indonesia……….. 28

B.Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Perdagangan Orang37 C. Modus Operandi Para Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang …... 41

D. Dampak Yang Ditimbulkan Tindak Pidana Perdagangan Orang………. 48

BAB III PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (HUMAN TRAFFICKING)……… 50

A. Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) Menurut KUHP ………..……… 50

B.Tindak Pidana Perdagangan Orang Menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang .……… 61

C. Tindak Pidana Perdagangan Orang Menurut Perda Nomor 6 Tahun 2004 ……… 64


(7)

BAB IV PERAN KEPOLISIAN DALAM UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG .……… 67 A. Upaya Kepolisian Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan

Orang……… 67 B. Penanganan Kasus Tindak PidanaPerdagangan Orang Oleh Kepolisian ……….. 71 C. Faktor-faktor Penghambat dan Pendukung aparat Kepolisian dalamMenangani Tindak Pidana Perdagangan Orang …………. 75

BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan……… 79 B. Saran……….. 81


(8)

ABSTRAK Suprianto *

Prof. Dr. Ediwarman,SH.M.Hum ** Nurmalawaty, SH.M.Hum ***

Kasus perdagangan orang merupakan kasus kejahatan yang sangat sulit untuk ditekan dan dicegah perluasannya, dikarenakan kasus ini telah mancakup daerah Nasional bahkan Internasional.Peran penegak hukum melalui melalui pihak Kepolisian sangat diharapkan didalam mengkaji dan memberantas tindak pidana perdagangan orang ini, dan untuk itu pihak kepolisian sangat membutuhkan dukungan dan bantuan dari segala pihak. Permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini meliputi karakteristik dan modus operandi tindak perdagangan orang, peraturan-peraturan yang berkaitan dengan tindak pidana perdagangan orang,dan peran Kepolisian terhadap penanggulangan tindak pidana perdagangan orang.

Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian yuridis normatif yang dilakukan dengan cara memberikan gambaran terhadap masalah perdagangan orang ini,dengan menitikberatkan kepada permasalahan mengenai peran dari Kepolisian didalam menanggulangi tindak pidana perdagangan orang. Dengan menggunakan bahan-bahan yang terdapat dalam buku-buku, situs internet maupun peraturan perundang-undangan yang terkait dengan skripsi ini. Selain itu juga diadakan penelitian lapangan yaitu dengan melakukan pengamatan dan penelitian yang dianalisis dengan metode kualitatif dan kuantitatif adalah untuk mendapatkan data-data yang relevan dan terpadu

Secara keseluruhan penulisan skripsi ini menitikberatkan kepada para pelaku (Trafficker) perdagangan orang yang meliputi agen,calo atau sindikat yang didasarkan kepada modus menawarkan pekerjaan, penipuan dan penculikan dan juga adopsi. Peraturan yang terkait tindak pidana perdagangan orang ini sendiri meliputi peraturan nasional dan internasional yang dimulai dari KUHP, Undang-undang nomor 21 tahun 2007 tentang tindak pidana perdagangan orang dan Peraturan Daerah (Perda) Propinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan ( Trafficking) Perempuan Dan Anak. Dalam hal untuk mencegah semakin maraknya tindak pidana perdagangan orang ini, peran kepolisian sangat dibutuhkan untuk menindak para pelaku secara tegas dan menjatuhi hukuman yang pantas dan sesuai dengan ketentuan peraturan dan hukum yang berlaku.

* Penulis : Mahasiswa Departemen Pidana Fakultas Hukum USU.

** Dosen Pembimbing I : Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum USU. *** Dosen Pembimbing II : Staf Pengajar Fakultas Hukum USU


(9)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perempuan dan anak,serta permasalahannya kerap lekat dengan kehidupan masyarakat, seperti masalah pembinaan pendidikan. Masyarakat tidak terlepas sebagai individu, apakah individu tersebut berdiri pada pijakan hukum, birokrasi maupun elemen lainnya.

Perlindungan terhadap anak dan perempuan memang menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat, tanpa harus melemparkan bagian yang lebih besar terhadap salah satu pihak sehingga apapun yang menjadi permasalahan merupakan salah satu bentuk dari masalah yang memerlukan perhatian serius. Diantara berbagai masalah anak dan perempuan yang paling mendesak adalah perdagangan manusia (Trafficking in person).

Trafficking dalam pengertian sederhana merupakan sebuah bentuk perdagangan modern. Tidak hanya merampas hak azasi korban, tetapi juga membuat mereka rentan terhadap penganiayaan, siksaan fisik, kerja paksa, penyakit dan trauma psikis, bahkan cacat dan kematian, dan juga menjatuhkan diri dan martabat bangsa. Trafficking atau perdagangan Manusia terutama perempuan dan anak merupakan jenis perbudakan pada era modern. Setiap tahun diperkiraan ada dua juta manusia diperdagangkan dan sebagian besarnya adalah perempuan dan anak.

Pada tingkat dunia, perdagangan perempuan dan anak, terkait erat dengan kriminalitas trasnasional, dan dinyatakan sebagai pelanggaran hak azasi manusia


(10)

(HAM) berat.Indonesia merupakan negara yang terbesar dan berada diurutan ke 3,1

Dalam era kemerdekaan terlebih di era reformasi sangat menghargai hak Azasi Manusia, masalah perbudakan atau penghambaan tidak ditolerir lebih jauh keberadaannya. Berdasarkan hukum di negara kita sendiri menyatakan bahwa perbudakan atau penghambaan merupakan kejahatan terhadap kemerdekaan orang yang diancam dengan pidana penjara lima sampai limabelas tahun (Pasal 324-337 KUHP).

negara yang diasumsikan tidak serius menangani masalah trafficking,tidak memiliki perangkat perundang-undangan untuk melakukan penghukuman terhadap pelaku perdagangan manusia. KUHP hanya memiliki 1 pasal saja yaitu Pasal 297 yang mengatur secara eksplisit tentang perdagangan perempuan dan anak,namun ancaman pidananya masih terlalu ringan,apalagi perdagangan anak juga belum diantisipasi oleh UU No 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak yang dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hukum terhadap anak. Jelas hal ini sangat memalukan, dan harus segera ada langkah-langkah kongkrit dari pemerintah untuk memiliki perangkat pencegahan, perlindungan dan pertolongan korban serta penghukuman yang diperlukan untuk memberantas perdagangan manusia.

Dalam ketentuan lain sudah banyak peraturan yang dibuat oleh pemerintah pusat maupun daerah dalam penghapusan perdagangan manusia, sebut saja UU Nomor 23 tahun 2003 tentang Perlindungan Anak, untuk daerah Sumatera Utara saja sudah ada Peraturan daearah Nomor 6 Tahun 2004, rencana aksi provinsi Sumut Nomor 24 tahun 2005, namun berbagai peraturan tersebut dirasa juga belum maksimal tanpa ada implementasi yang jelas dan sosialisasi yang kongkrit bagi para pelaksana advokasi trafficking.


(11)

Namun kemajuan kemajuan teknologi informasi, komunikasi dan transportasi yang mengakselerasi terjadinya globalisasi, juga dimanfaatkan oleh hamba kejahatan untuk menyelubungi perbudakan dan penghambaan itu kedalam bentuknya yang baru yaitu : perdagangan orang (trafficking in person), yang secara tertutup dan bergerak di luar hukum. Pelaku perdagangan orang (trafficker) yang dengan cepat berkembang menjadi sindikat lintas batas negara dengan sangat halus menjerat mangsanya, tetapi dengan sangat kejam mengeksploitasinya dengan berbagai cara sehingga korban menjadi tidak berdaya untuk membebaskan diri.

Dampak yang dialami para korban perdagangan manusia beragam, umumnya masuk dalam jurang prostitusi (PSK atau Pekerja Seks Komersial), eksplotasi tenaga kerja dan sebagainya. Sedangkan dari sisi pelaku umumnya dilakukan oleh agen peyalur tenaga kerja dengan modus janji memberi pekerjaan dan dilakukan baik secara pasif (dengan iklan lowongan pekerjaan) dengan aktif (langsung ke rumah-rumah penduduk) merekrut mereka yang memang mengharapkan pekerjaan.

Hasil studi Internasional Labour Organisasion (ILO) menunjukkan bahwa di dunia sekitar 12,3 juta orang terjebak dalam kerja paksa. Dari jumlah itu, sekitar 9,5 juta pekerja paksa berada di Asia sebagai wilayah pekerja paksa yang paling besar. Sisanya, tersebar sebanyak 1,3 juta di Amerika Latin dan Karibia, 660 ribu di Negara-negara industri, dan 210 orang di negara-negara transisi. Dari korban kerja paksa itu 40-50 pesennya merupakan anak-anak yang berusia di bawah umur 18 tahun.2

Perdagangan manusia semakin marak di karenakan keuntungan yang di peroleh pelakunya sangatlah besar, bahkan menurut PBB perdagangan manusia ini

2

IOMIndonesia,FenomenaTrafikingManusiadanKonteksHukumInternasional,Jakarta, 2006,Hal7.


(12)

adalah sebuah perusaan kriminal terbesar ketiga tingkat dunia. Negara Indonesia sendiri telah lebih dari satu dekade ini menjadi negara terbesar kedua dalam hal perdagangan manusia khususnya perempuan yang di jadikan sebagai PSK ataupun tenaga kerja lainnya. Tenaga kerja asal Indonesia itu, 90 persennya bekerja sebagai pekerja rumah tangga di negara Malaysia, Singapura, Hongkong, Taiwan, Korea Selatan Dan Timur Tengah. Dengan demikian perdagangan tenaga kerja perempuan dan anak sangat mungkin di alami warga negara Indonesia.

Didasari berbagai hal yang telah terjadi di atas maka peran dari seluruh pihak mulai dari pemerintah, masyarakat hingga aparat penegak hukum khususnya kepolisian yang langsung berhadapan dengan berbagai kasus perdagangan orang ini di lingkungan, diharapkan dapat mencegah atau setidaknya mengurangi terjadinya kejahatan perdagangan orang yang terjadi di masyarakat. Peran kepolisian dalam hal ini sangat dibutuhkan di dalam menanggulangi tindak pidana trafficking ini secara tepat, sehingga tidak semakin meresahkan masyarakat. Pada dasarnya kepolisian memliki peran yang khusus melalui undang-undang atau ketentuan yang ada seperti di dalam Undang-Undang No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang untuk mencegah dan memberantas kejahatan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang terjadi di masyarakat seperti terdapat di dalam Pasal 45 Undang-Undang No.21 tahun 2007 yang menyebutkan tentang adanya RPK (Ruang Pelayanan Khusus) bagi para korban atau keluarga korban atau saksi yang terkait dengan kejahatan trafikking. Dalam hal ini pihak kepolisian secara khusus melalui RPK berusaha memberikan perlindungan dan ketenangan bagi para korban atau keluarga korban, atau saksi untuk dapat memberikan keterangan-keterangan atau informasi yang jelas dan benar sehingga dapat membantu pihak kepolian di dalam melakukan penyelidikan.


(13)

Menyadari juga terhadap hal-hal tersebut di atas dan mengingat peliknya masalah perlindungan terhadap kasus-kasus trafficking serta kompleksnya hal-hal yang harus ditangani di dalamnya, maka mendesak untuk dilakukan penelitian terhadap faktor-faktor apa saja yang menjadi pendorong dan penarik terjadinya perdagangan manusia serta pengkajian terhadap peran dari aparat penegk hukum khususnya pihak kepolisian di dalam menerapkan perannya terhadap penanggulangan tindak pidana perdagangan orang (human trafficking).

B. Perumusan Masalah.

Perdagangan orang atau trafficking merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak azasi manusia (HAM), permasalahan ini tidak hanya merupakan orang perorangan saja, tetapi juga menyentuh sensitifitas nasioal bahkan internasional. maka untuk itu permasalah-permaslahan ini perlu di rumuskan melalui pertanyaan-pertanyaan untuk di bahas secara konkret dan menyeluruh.

Adapun permasalahan yang akan dibahas penulis dalam masalah perdagangan orang (human trafiking) ini adalah :

1. Bagaimanakah perkembangan karakteristik, faktor-faktor penyebab, modus operandi dan dampak dari tindak pidana perdagangan orang (human trafficking)?

2. Bagaimanakah pengaturan hukum positif Indonesia mengenai tindak pidana perdagangan orang (human trafficking)?

3. Bagaimanakah peran kepolisian dalam upaya penanggulangan tindak pidana perdagangan orang (human trafficking)?

C. Tujuan dan Manfaat penulisan a. Tujuan Penulisan


(14)

Berdasarkan permasalahan yang telah di kemukakan, maka tujuan yang hendak di capai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui faktor penyebab, modus operandi dan dampak dari kejahatan perdagangan orang (human trafficking).

2. Untuk mengetahui dasar hukum yang berkaitan dengan tindak pidana perdagangan orang (human trafficking).

3. Untuk mengetahui peran kepolisian di wilayah hukum kota medan terhadap tindak pidana perdagangan orang (human trafficking)

b. Manfaat penulisan

1) Secara teoritis Hasil penelitian ini dapat di jadikan bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan konsep ilmiah yang di harapkan dapat, memberikan sumbangan bagi perkembangan hukum di Indonesia.

2) Secara praktis hasil penelitan ini dapat di gunakan untuk :

a) Sebagai pedoman dan masukan bagi pemerintah, peradilan dan peraktisi hukum dalam menentukan kebijakan dan langkah-langkah untuk memutus dan menyelesiakan perkara-perkara yang sedang dihadapi

b) Sebagai informasi bagi masyarakat terhadap pelarangan tindakan kejahatan perdagangan orang atau trafficking.

D. Keaslian Penulisan

Skripsi ini merupakan karya tulis yang asli. Belum ada penulis yang menulis skripsi tentang hal yang sama, Khususnya untuk yang terdapat di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. Penulisan skripsi ini merupakan ide, gagasan pemikiran dan usaha penulis sendiri bukan merupakan hasil ciptaan atau


(15)

hasil penggandaan dari karya tulis orang lain yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu.

Dengan ini penulis dapat bertanggung jawab atas keaslian penulisan skripsi ini, belum pernah ada judul yang sama demikian juga dengan pembahasan yang diuraikan. Dalam hal mendukung penulisan ini dipakai pendapat-pendapat para sarjana yang diambil atau dikutip berdasarkan daftar referensi dari buku para sarjana yang ada hubungannya dengan masalah dan pembahasan yang disajikan, baik berupa karya ilmiah maupun pasal-pasal dalam KUHAP dan Peraturan Perundang-Undangan

E. Tinjauan kepustakaan

1. Pengertian kejahatan dan tindak pidana.

a. Pengertian Kejahatan.

Kejahatan adalah suatu nama atau cap yang diberikan orang untuk menilai perbuatan-perbuatan tertentu sebagi perbuatan jahat. Dengan demikian maka si pelaku di sebut sebagai penjahat.pengertian tersebut bersumber dari dari alam nilai, maka ia memiliki pengertian yang sangat relatif, yaitu tergantung pada manusia yang memberikan penilaian itu, jadi apa yang disebut kejahatan oleh seseorang belum tentu di akui oleh pihak lain sebagai suatu kejahatan pula.3

3Syahruddin Husein, Kejahatan dalam Masyarakat dan Upaya penanggulangannya, Kalaupun misalnya semua golongan dapat menerima sesuatu itu merupakan kejahatan tapi berat ringannya perbuatan itu masih menimbulkan perbedaan pendapat tentang defenisi dari kejahatan itu sendiri tidak terdapat kesatuan pendapat di antara para sarjana.


(16)

R.soesilo membedakan pengertian kejahatan secara yuridis dan pengertian kejahatan secara sosiologis. Ditinjau dari segi yuridis pengertian kejahatan adalah adalah suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan undang-undang. Ditinjau dari segi sosiolgis, maka yang di maksud dengan kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan si penderita, juga sangat merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya keseinbangan, ketentraman dan ketertiban.4

J.M Bemmelem memandang kejahatan sebagai suatu tindakan anti social yang menimbulkan kerugian, ketidakpatutan dalam masyarakat, sehingga dalam masyarakat terdapat kegelisahan, dan untuk menentramkan masyarakat, negara harus menjatuhkan hukuman kepada penjahat.5

M.A.Eliot mengatakan bahwa kejahatan adalah suatu problem dalam masyarakat modern atau tingkah laku yang gagal dan melanggar hukum dapat di jatuhi hukuman penjara, hukuman mati dan hukuman denda dan seterusnya.6

W.A Bonger mengatakan bahwa kejahatan adalah perbuatan yang sangat anti social yang memperoleh tantangan dengan sadar dari negara berupa pemberian penderitaan.7

Paul Moedikdo Moeliyono kejatan adalah perbuatan pelanggaran norma hukum yang di tafsirkan atau patut di tafsirkan masyarakat sebagai perbuatan yang merugikan,menjengkelkan sehingga tidak boleh dibiarkan (negara bertindak).8

J.E Sahetapy dan B.Marjono Reksodiputro kejahatan mengandung konotasi tertentu, merupakan suatu pengertian dan penamaan yang relative, mengandung

4 Ibid 5 ibid

6 Ibid 7 Ibid


(17)

fariabilitas dan dinamik serta bertalian dengan perbuatan atau tingkah laku (baik aktif maupun pasif), yang dinilai sebagian mayoritas atau minoritas masyarakat suatu perbuatan anti sosial, suatu perkosaan terhadap skala nilai sosial dan atau perasaan hukum yang hidup dalam masyarakat sesuai dengan ruang dan waktu.9

Edwin H. Shuterland menyebutkan 7 unsur kejahatan yang saling bergantungan dan saling mempengaruhi suatu perbuatan tidak akan di sebut kejahatan kecuali apabila memuat semua 7 unsur tersebut. 10

1. Harus terdapat akibat-akibat tertentu yang nyata atau kerugian.

Unsur- unsur tersebut adalah :

2. Kerugian tersebut harus dilarang oleh Undang-Undang, harus dikemukakan dengan jelas dalam hukum pidana.

3. Harus ada perbuatan atau sikap membiarkan sesuatu perbuatan yang disengaja atau sembrono yang menimbulkan akibat-akibat yang merugikan.

4. Harus ada maksud jahat (mens rea)

5. Harus ada hubungan kesatuan atau kesesuaian persamaan suatu hubungan kejadian diantara maksud jahat dengan perbuatan.

6. Harus ada hubungan sebab-akibat diantara kerugian yang dilarang Undang-undang dengan perbuatan yang disengaja atas keinginan sendiri.

7. Harus ada hukuman yang di tetapkan oleh undang-undang.

Selanjutnya dapat diuraikan tentang pengertian kejahatan menurut penggunaannya masing-masing: 11

a. Pengertian secara praktis : Kita mengenal adanya beberapa jenis norma dalam masyarakat antara lain norma agama, kebiasaan, kesusilaan dan

9 J.E Sahetapy dan B.Marjono Reksodiputro,Paradoks dalam Kriminologi,Buku Obor,Jakarta, 1995,halaman 14

10 Edwin H,Sutherland,Principles of Criminology,Nova, Jakarta, 1989,halaman 189 11 Syahruddin Husein,Op.cit,halaman 2


(18)

norma yang berasal dari adat istiadat. Pelanggaran atas norma tersebut dapat menyebabkan timbulnya suatu reaksi, baik berupa hukuman, cemooh dan pengucilan. Norma itu merupakan suatu garis untuk membedakan perbuatan terpuji atau perbuatan yang wajar pada suatu pihak, sedang pada pihak lain adalah suatu perbuatan tercela. Perbuatan yang wajar pada sisi garis tersebut dengan kebaikan dan kebalikkannya yang diseberang garis disebut dengan kejahatan.

b. Pengertian secara religious : mengidentikkan arti kejahatan dengan dosa. Setiap dosa diancam dengan hukuman api neraka terhadap jiwa yang berdosa.

c. Pengertian dalam arti juridis : Misalnya dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Walaupun KUHP sendiri tidak membedakan dengan tegas antara kejahatan dan pelanggaran, tetapi KUHP memisahkan kejahatan dan pelanggaran dalam dua buku yang berbeda. Menurut Memorie Van Toelichting, sebagai dasar dari perbedaan antara kejahatan dan pelanggaran adalah membedakan antara rechtsdeedcten (delik hukum) dan wetsdelicten, yaitu peristiwa-peristiwa yang untuk kepentingan umum dinyatakan oleh undang-undang sebagai suatu hak yang terlarang. Misalnya mengendarai sepeda motor pada malam hari tanpa lampu merupakan suatu delik undang-undang karena Undang-undang menyatakannya sebagai perbuatan yang dilarang sedangkan kejahatan termasuk dalam rehtsdelicten (delik hukum) yaitu peristiwa-peristiwa yang berlawanan atau bertentangan dengan asas-asas hukum yang hidup dalam keyakinan manusia dan terlepas dari undang-undang. Contohnya adalah pembunuhan dan pencurian. walaupun perbuatan itu (misalnya) belum diatur dalam undang-undang tapi


(19)

perbuatan itu sangat bertentangan dengan hati nurani manusia, sehingga dianggap sebagai suatu kejahatan.

b. Pengertian Tindak Pidana

Sekalipun hukum pidana memberikan perhatian utama pada tingkah laku atau perbuatan manusia. Khususnya karena perbuatan manusia merupakan penyebab terjadinya pelanggaran atas tertib hukum, pembuatan undang-undang Belanda berbeda dengan pembuat undang-undang di Jerman, yaitu mereka tidak memilih istilah “perbuatan”, “tindak”(handeling) melainkan “fakta” (feit-tindak pidana). Alasan pilihan ini dapat kita baca dalam notulasi komisi dewal. Dalam catatan-catatan komisi tersebut pengertian feit mencakup omne quod fit, jadi keseluruhan kejadian (perbuatan), termasuk kelalaian serta situasi dan kondisi lannya yang relevan.12

Untuk dapat menghukum seseorang sekaligus memenuhi tuntutan keadilan dan kemanusiaan harus ada suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum yang yang dapat dipersalahkan kepada pelakunya. Tambahan pada syarat-syarat ini adalah bahwa pelaku yang bersangkutan harus merupakan seseorang yang dapat dimintai pertanggung jawaban (toerekeningsvatbaar) atau schuldfahig.13

Untuk itu tindak pidana sebaiknya dimengerti sebagai perilaku manusia (gedragingen: yang mencakup dalam hal ini berbuat atau tidak berbuat) yang diperbuat dalam situasi dan kondisi yang dirumuskan di dalamnya perilaku mana

Dengan cara diatas dapat merangkum pengertian tindak pidana sebagaimana dimengerti dalam sistem hukum pidana Belanda kita, dapat mengembangkan penjelasan yang ada.

12 Jan Remmelink,Hukum Pidana,Gramedia,Jakarta,2003, halaman 85 13 Ibid


(20)

dilarang oleh undang-undang yang diancam dengan sanksi pidana. Beranjak dari sini kita akan dapat mengabstraksikan syarat-syrat umum, yaitu sifat melawan hukum (wederrechtelijkheit) kesalahan (schuld dan kemampuan bertanggung jawab menurut hukum pidana (toerekeningsvatbaal).

Berkenaan dengan ini dapat dilihat bahwa (heit reeglement) pada suatu masa mengakui bahwa kesalahan dalam arti ketercelaan tindakkan tertentu merupakan unsur utama dan dipersyaratkan untuk menetapkan apakah seseorang terdakwa dapat dipidana atau tidak. Dengan cara sama, HR (Heit Reeglement) tidak lagi membatasi penentuan ukuran dapat dipidananya suatu perbuatan hanya berdasarkan undang-undang, melainkan menghendaki agar hal itu dinilai berdasarkan hukum, sekalipun ada beda pendapat tentang apa yang dimaksudkan dengan hukum.Namun dalam hal ini pun pada prinsipnya berlaku persyaratan bahwa agar suatu perbuatan dapat dipidana,unsur melawan hukum harus terkandung didalamnya.

2. Pengertian tindak pidana perdagangan orang (human trafficking)

a. Perdagangan orang (human trafficking)

Belum ada rumusan yang memadai tentang human trafficking atau kejahatan human trafficking, penggunaan yang paling mungkin untuk menunjukkan bahwa tindak pidana perdagangan manusia tersebut adalah sebuah kejahatan tersebut tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan, misalnya KUHP, Undang-Undang Perlindungan Anak, Undang-Undang-Undang-Undang Buruh Migran, dan lain-lain. Upaya memasukkan jenis kejahatan ini kedalam perundang-undangan di Indonesia adalah langkah yang positif .14

diakses tanggal


(21)

Dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang rumusan tentang kejahatan trafficking, atau perdagangan orang (human trafficking) yang terdapat dalam undang-undang ini menjadi rujukan utama. Pasal 1 angka 1 menyebutkan :“Human trafficking atau tindak pidana perdagangan orang adalah tindak perekrutan, pengangkutan, penampungan pengiriman pemindahan atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan uang atau member bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, dengan tujuan eksploitasi ”.

b. Tindak Pidana Perdagangan Orang

Sebelum lahirnya UU ini pengertian human trafficking atau tindak pidana perdagangan orang yang umumnya paling banyak di pakai adalah pengertian yang diambil dari protocol PBB untuk mencegah, menekan dan menghukum pelaku trafficking terhadap manusia, khususnya perempuan dan anak (protocol trafficking)

Dalam tindak pidana perdagangan orang atau human trafficking dikenal juga human trafficking victim protection ACT-TVPA yang menyebutkan tentang pidana human trafficking berat atau tindak pidana perdagangan orang yang berat, yang meliputi 15

a. Perdagangan seks dimana tindakan seks komersil diberlakukan secara paksa dengan penipuan atau kebohongan atau dimana seseorang dimintai secara

:

15//www.google.com/search?q=cache:slnwf214mjcJ:Indonesiaacts.com/002/%3Fp%3 d7+mafia+perdagangan+incar+daerah+miskin&ct=clnk&cd=1&gl=id,diakses tanggal 18 April 2012


(22)

paksa melakukan suatu tindakan sedemikian,belum mencapai usia 18 tahun; atau

b. Merekrut, menampung, menyangkut, menyediakan atau mendapatkan seseorang untuk bekerja atau memberikan pelayanan melalui paksaan, penipuan atau kekerasan untuk tujuan penghambaan, penjeratan utang atau perbudakan.

Revolusi majelis umum PBB Nomor 49/166 mendefenisikan istilah “human trafficking”16

16 Chairul Bariah Mozasa, Aturan-aturan Hukum Trafficking,USU press,Medan, 2005,halaman 9

:

Human trafficking is the illcit and clandestine movement of persons across national and international borders, largerly from developing countries and some counties with economies in transition,with the end goal of forcing women and girl children into sexually or economically oppressive and explotative situation for the profit of recruiters, trafficker, and crime syndicates, as well as other illegal activise related to trafficking,such forced domestic labour,false marriages, clandestine employment and false doption”.

Perdagangan orang adalah suatu perkumpulan gelap oleh beberapa orang di lintas nasional dan perbatasan internasional, sebagian besar berasal dari negara-negara yang berkembang dengan perubahan ekonominya dengan tujuan akhir memaksa wanita dan anak-anak perempuan bekerja dibidang seksual dan penindasan ekonomis dan dalam keaadaan eksploitasi untuk kepentingan agen, penyalur dan sindikat kejahatan, sebagaimana kegiatan illegal lainnya yang berhubungan dengan perdagangan seperti pembantu rumah tangga perkawinan palsu, pekerjaan gelap, dan adopsi.


(23)

Global Alliance Against Traffick In Women (GAATW) mendefenisikan istilah perdagangan (trafficking) : “Semua usaha atau tindakan yang berkitan dengan perekrutan, pembelian, penjualan, transfer, pengiriman, atau peneriman seseorang dengan menggunakan penipuan atau tekanan termasuk penggunaan ancaman kekerasan atau penyalahgunaan kekuasaan atau lilitan hutang dengan tujuan untuk mendapatkan atau menahan orang tersebut baik di bayar atau tidak, untuk kerja yang tidak di inginkan (domestik seksual atau reproduktif) dalam kerja paksa atau dalam kondisi perbudakan dalam suatu lingkungan lain dari tempat dimana orang itu tinggal pada waktu penipuan, tekanan atau lilitan hutang pertama kali.”17

Sesuai dengan defenisi tersebut diatas bahwa istilah ”perdagangan orang” (human trafficking) mengandung unsur-unsur sebagai berikut:18

a. Rekrutmen dan /transportasi manusia, b. Di peruntukkan bekerja atau jasa /melayani

c. Untuk keuntungan pihak yang memperdagangkan.

Pengertian human trafficking dari protokol PBB pada Desember tahun 2000 yaitu untuk mencegah, menekan, dan menghukum pelaku terhadap manusia khususnya perempuan dan anak. Pemerintah Indonesia telah menandatangani protokol ini.

Kegiatan mencari mengirim, memindahkan, menampung, atau menerima tenaga kerja degan ancaman, kekerasan, atau bentuk-bentuk pemaksaan lainnya, dengan cara menipu, memperdaya (termasuk membujuk dan mengiming-imingi) korban menyalahgunakan kekuasaan/wewenang atau memanfaatkan ketidaktahuan, keingintahuan, kepolosan, ketidakberdayaan dan tidak adanya perlindungan

17 Ibid,


(24)

terhadap korban, atau dengan memberikan, atau menerima pembayaran atau imbalan untuk mendapatkan ijin/persetujuan dari orang tua, wali, atau orang lain yang mempunyai wewenang atas diri korban dengan tujuan untuk mengisap atau memeras tenaga (mengeksploitasi) korban.

Dari defenisi di atas dapat disimpulkan :

a. Pengertian human trafficking mencakup kegiatan pengiriman tenaga kerja,yaitu kegiatan, memindahkan atau mengeluarkan seseorang dari lingkungan tempat tinggalnya atau (sanak) keluarga. Tetapi pengiriman yang dimaksud disini tidak harus atau tidak selalu berarti pengiriman keluar negeri. b. Mekipun human trafficking dilakukan atas izin tenaga kerja yang

bersangkutan, izin tersebut sama sekali tidak menjadi relevan (tidak dapat di gunakan sebagai alasan untuk membenarkan trafficking tersebut) apabila terjadi penyalahgunaan atau apabila korban berada dalam posisi tidak berdaya (misalnya karena terjerat hutang), terdesak oleh kebutuhan ekonomi (misalnya membiayai orang tua yang sakit), dibuat percaya bahwa dirinya tidak mempunyai pilihan pekerjaan lain ditipu atau diperdaya.

c. Tujuan human trafficking adalah eksplotasi, terutama eksploitasi tenagakerja (dengan memeras habis-habisan tenaga kerja yang di pekerjakan) dan eksploitasi seksual (dengan memanfaatkan atau menjual kemudaan kemolekan tubuh serba daya tarik seks yang dimiliki tenaga kerja yng bersangkutan dalam transaksi seks).

c. Pengerian sindikat perdagangan manusia

Pengertian sindikat perdagangan manusia (Humang Trafficking) menurut Rebecca surtees dan Martha Wijaya adalah “sindikat kriminal” yaitu merupakan perkumpulan dari sejumlah orang yang terbentuk untuk melakukan aktivitas


(25)

kriminal. Dari pengertian diatas, sindikat kriminal itu perbuatannya harus dilakukan lebih dari satu orang dan telah melakukan perbuatan tindak pidana dalam pelaksanaannya. Dalam aktivitas sindikat perdagangan perempuan dan anak ini kegiatannya selalu dilakukan secara terorganisir.19

Pengertian terorganisir menurut pendapat para sarjana adalah sebagai berikut20

a. Donal Cresey : Kejahatan terorganisir adalah suatu kejahatan yang mempercayakan penyelenggaraannya pada seorang yang mana dalam mendirikan pembagian kerjanya yang sedikit, didalamnya terdapat seorang penaksir, pengumpul, dan pemaksa.

:

b. Michael Maltz : Kejahatan terorganisir adalah suatu kejahatan yang dilakukan lebih dari satu orang yang memiliki kesetiaan terhadap perkumpulannya untuk menyelenggarakan kejahatan. Ruang lingkup dari kejahatan ini meliputi kekejaman, pencurian, korupsi monopoli, ekonomi, penipuan, dan menimbulkan korban.

Trafficking manusia untuk berbagai tujuan telah berlangsung cukup lama,sejak dahulu kala hingga abad 21 ini, dari kerajaan jawa yang membentuk landasan bagi perkembangan perempuan dengan meletakkan mereka sebagai barang dagangan untuk memenuhi nafsu lelaki dengan menunjukkan adanya kekuasaan dan kemakmuran. Kegiatan ini berkembang menjadi lebih terorganisir pada masa penjajahan Belanda dan Jepang. Bahkan kini, dalam kemerdekaan dan dalam era globalisasi, kegiatan tersebut tidak semakin menyurut justru semakin marak.

19

Rosenberg,Ruth, PerdaganganPerempuandanAnakdiIndonesia,InternationalCatholic Migration Commission (ICMC) dan American Center for International Labor

Solidarity(ACILS),2003,halaman 18


(26)

Tujuan Tindak Pidana perdagangan Orang /Human trafficking di Indonesia ialah perdagangan antar daerah /pulau dan antar negara. Indonesia adalah negara kepulauan yang mempunyai ribuan pulau-pulau dan bermacam suku-suku, sehingga sangat memudahkan terjadinya trafficking dalam lingkup domestik, dari beberapa propinsi dimana kasus trafficking domestik terjadi,tempat-tempat wisata yang berbatasan dengan negara lain, seperti Sumatera Utara, Riau, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Jakarta, Bali, dan Jawa Timur merupakan daerah tujuan.

3. Kebijakan penangulangan kejahatan perdagangan manusia.

Kebijakan penanggulangangan kejahatan atau yang bisa disebut dengan istilah “politik kriminal” dapat meliputi ruang lingkup yang cukup luas. Menurut G.Peter Hoefnagless upaya penanggulangan kejahatan dapat ditempuh dengan :21

a. Penerapan hukum pidana (criminal application)

b. Pencagahan tanpa pidana (prenfension without punisman)

c. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat masmedia (influencing views of society on crime on punishmanp / masmedia)

Dengan demikian upaya penangulangan kejahatan secara garis besar dapat dibagi dua, yaitu lewat jalur penal (hukum pidana) dan lewat jalur non penal (bukan/di luar hukum pidana).

Dalam pembagian GP.Hoefnagels tersebut diatas upaya-upaya yang disebut dalam (b) dan( c) dapat dimasukkan dalam kelompok upaya non penal. Secara kasar dapatlah di bedakan bahwa upaya penangulangan kejahatan lewat jalur penal lebih menitik beratkan pada sifat represif sesudah kejahatan terjadi, sedangkan jalur non


(27)

penal lebih menitik beratkan pada sifat preventif sebelum kejahatan terjadi. Dikatakan sebagai perbedaan secara kasar, karena tindakan represif pada hakikatnya juga dapat di lihat sebagai tindakan refentif dalam arti luas. Mengingat upaya penangulangan kejahatan lewat jalur non penal lebih bersifat akan pencegahan untuk terjadinya kejahatan, maka sasaran utamanya adalah menagani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan. Faktor kondusif itu antara lain berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuh suburkan kejahatan. Beberapa aspek sosial yang diindetifikasikan sebagai faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan (khusus nya dalam masalah”urban crime”) 22

a. Kemiskinan, pengangguran, kebuta hurufan (kebodohan), ketiadaan/ kekurangan perumahan yang layak dari system pendidikan serta latihan yang tidak cocok/serasi,;

, antara lain :

b. Meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai prospek (harapan) karena proses integrasi sosial,juga karena memburuknya ketimpangan-ketimpangan sosial;

c. Mengendurnya ikatan social dan keluarga;

d. Keadaan/kondisi yang menyelipkan bagi orang-orang yang beremigrasi ke kota-kota atau ke negara-negara lain;

e. Rusaknya atau hancurnya identitas budaya asli,yang bersamaan dengan adanya rasisme dan diskriminasi menyebabkan kerugian/kelemahan di bidang sosial, kesejahteraan, dan lingkungan pekerjaan;


(28)

f. Menurun atau mundurnya (kualitas) lingkungan perkotaan yang mendorong peningkatan kejahatan dan berkurangnya pelayanan bagi tempat-tempat fasilitas lingkungan/bertetangga;

g. Kesulitan-kesulitan bagi orang-orang dalam masyarakat modern untuk berintegrasi sebagaimana mestinya di dalam lingkungan masyrakatnya, keluarganya, tempat kerjanya, atau lingkungan sekolahnya;

h. Penyalah gunaan alkohol, obat bius dan lain-lain yang pemakainya juga di perlukan karena faktor yang disebut diatas;

i. Meluasnya aktifitas kejahatan terorganisasi, khususnya perdagangan obat bius dan penadahan barang-barang curian;

j. Dorongan-dorongan (khusunya oleh mas media) mengenai ide-ide dan sikap-sikap yang mengarah kepada tindakan kekerasan, ketidaksamaan (hak) atau sikap-sikap tidak toleransi.

Beberapa masalah dan kondisi sosial yang dapat merupakan faktor kondusif penyebab timbulanya kejahatan jelas merupakan masalah yang tidak dapat diatasi semata-mata dengan “penal”. Disinilah keterbatasan jalur penal dan oleh karena itu harus ditunjang oleh jalur non penal. Salah satu jalur non penal untuk mengatasi masalah-maslah sosial seperti yang dikemukakan di atas adalah lewat jalur kebijakan sosial. Kebijakan sosial pada dasarnya adalah kebijakan atau upaya-upaya rasional untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Jadi identik dengan kebijakan atau perencanaan pembangunan nasional yang meliputi berbagai aspek yang cukup luas dari pembangunan.

Penanganan atau kebijakan berbagai aspek pembangunan ini sangat penting karena disinyalir dalam berbagai kongres PBB, bahwa pembangunan itu sendiri dapat bersifat kriminogen apabila pembangunan itu :


(29)

a. Tidak direncanakan secara rasional, atau direncanakkan secara timpang, tidak memadai/tidak seimbang;

b. Mengabaikan nilai-nilai kultural dan moral;

c. Tidak mencakup strategi perlindungan masyarakat yang menyeluruh/ integrasi .

Salah satu aspek kebijakan sosial yang kiranya patut mendapat perhatian ialah penggarapan masalah kesehatan jiwa, baik secara individual sebagai anggota masyarakat maupun kesehatan/kesejahteraan keluarga (termasuk masalah kese-jahteraan anak dan remaja) serta masyarakat luas pada umumnya.

Soedarto pernah juga mengemukakan bahwa kegiatan karang taruna dan kegiatan pramuka dan penggarapan kesehatan jiwa masyarakat dengan pendidikan agama merupakan upaya-upaya non penal dalam mencegah dan menanggulangi kejahatan.23

Pembinaan dan penggarapan kesehatan jiwa masyarakat memang tidak berarti semata-kesehatan rohani/mental, tetapi juga kesehatan budaya dan nilai-nilai pndangan hidup kemasyrakatan ini berarti penggarapan kesehatan masyarakat atau lingkungan sosial yang sehat tidak harus berorientasi pada pendekatan religius juga berorientasi pada pendekatan identitas budaya nasional.Disamping upaya-upaya non Pendidikan agama dan berbagai bentuk media penyuluhan keagamaan adalah sangat penting dalam memperkuat kembali keyakinan dan kemampuan manusia untuk mengikuti jalan kebenaran dan kebaikan.denagan pendidikan dan penyuluhan agama yang efektif tidak hanya di harapkan terbinanya pribadi manusia yang sehat jiwa/rohaninya tetapi juga terbinanya keluarga yang sehat dan lingkungan sosial yang sehat.


(30)

penal dapat ditempuh dengan menyehatkan masyarakat lewat kebijakan sosial dan dengan menggali berbagai potensi yang ada dalam masyarakat itu sendiri,dapat pula upaya non penal itu digali dari berbagai sumber lainya yang juga mempunyai potensi efek preventif .

Sumber lain itu misalnya media pers/media masa,pemanfaatan kemajuan teknologi(dikenal dengan istilah tegnoprefention)dan pemanfaatan potensi efek prefentif dari aparat penegak hukum.Mengenai yang terakhir ini Soedarto menyatakan bahwa kegiatan patroli dari polisi yang dilakukan secara continue termasuk upaya non penal yang mempunyai pengaruh preventis bagi penjahat(pelanggar hukum).

Sehubungan dengan hal ini,kegiatan razia/operasi yang dilakukan pihak kepolisian di beberapa tempat tertentu dan kegiatan yang berorientasi pada pelayanan masyrakat atau kegiatan komunikatif-edukatif dengan masyarakat perlu diefektifkan.Kegiatan operasi-operasi untuk pemberantasan kejahatan bukan merupakan hal yang baru di kepolisian,misalnya operasi/razia kepemilikan senjata api gelap, opersi penembakan kejahatan(residifis) dan lain-lain.

Kegiatan ini mempunyai tujuan ganda yakni pertama sebagai upaya jangka pendek untuk dalam waktu singkat menekan peningkatan angka kejahatan dan kedua menciptakan pemenuhan kebutuhan warga masyarakat atas rasa aman.Kegiatan itu sering kali juga memperlihatkan tanggapan kelembagaan aparat keamanan atas kecemasan bahkan rasa takut atas kejahatan (fear of crime) yang diyakini dalam proses pengendalian sosial.

Keberhasilan dan efektifitas langkah-langkah operasional polisi tidak hanya dapat dicapai dengan dukungan kedua aspek lain yaitu lingkungan tempat polisi bekerja dan faktor intern polisi.Dalam hubungan itu maka hubungan polisi dengan


(31)

mayarakat harus senantiasa diperhitungkan kedalam rencana-rencana operasi dan dikonkritkan dalam bentuk tim kerja ini memerlukan syarat telah berjalannya pengembangan gagasan mengenai tanggung jawab bersama atas mayarakat.

Faktor intern polisi yang menentukan keberhasilan pelaksanaan tugas serta efektifitasnya,yakni pembandingan rasional antara sumber daya yang dicapai.Persyaratan lainnya terletak pada unsur operasional,seperti stabilitas patroli dalam wilayah-wilayah geografis yang rawan serta interaksi maksimal dengan masyrakat dan unsur-unsur organisasi nasional seperti kesatuan supervisiordan peningkatan profesionalisme.

Penghukuman yang merupakan pencegahan dari segi represif juga tidak boleh mengabaikan segi pembinaan dengan dasar pemikiran bahwa perilaku hanya mungkin melalui interaksi maksimal dengan kehidupan masyarakat dan pelaksanaan yang dipisahkan dari strategi-strategi perencanaan sosial yang lebih luas perlu juga kiranya penyuluhan hukum bagi masyarakat yang bertujuan untuk sedikit demi sedikit mengurangi proses stigmatisasi atau proses pemberian cap terhadap pelanggaran hukum dan bekas narapidana.

Kejahatan adalah suatu suatu persoalan yang selalu melekat dimana masyrakat itu tidak ada.Kejahatan selalu akan ada seperti penyakit dan kematian yang selalu berulang seperti hal dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ketahun.Segala upaya dalam menghadapi kejahatan hanya dapat menekan atau mengurangi meningkatnya kejahatan dan memperbaiki penjahat agar dapat kembali sebagai warga negara yang baik.

Masalah pencegahan dan penanggulangan kejahatan, tidak sekedar menghadapi kejahatan yang sedang terjadi dalam lingkungan masyarakat,tetapi harus diperhatikan pula,atau harus dimulai dari kondisi yang menguntungkan bagi


(32)

kehidupan kemanusiaan.Perlu digali, dikembangkan dan dimanfaatkan seluruh potensi dukungan dan partisipasi masyarakat dalam upaya menanggulangi kejahatan.Hal itu menjadi tugas dari setiap kita,karena kita adalah bagian dari masyarakat.

F.Metode Penulisan

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif.Metode penelitian yuridis normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal.Pada penelitian ini seringkali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in book) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan prilaku manusia yang dianggap pantas24

2. Jenis Data

.

Data yang dipergunakan dalam skripsi ini adalah data sekunder dan data primer.Data sekunder diperoleh dari :

a. Bahkan Hukum Primer,yaitu semua dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak-pihak yang berwenang,yakni berupa Undang-Undang,Peraturan Pemerintah dan sebagainya.

b. Bahan Hukum sekunder yaitu semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian tentang tindak pidana perdagangan orang seperti seminar hukum,majalah-majalah,karya tulis ilmiah yang terkait dengan tindak pidana perdagangan orang dan beberapa sumber dari situs internet yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi ini.

24 Amiruddin,Zainal Asikin,Pengantar Metode Penelitian Hukum,Raja Grafindo Persada,Jakarta,2004,halaman 118.


(33)

c. Bahan Hukum Tersier

Semua dokumen yang berisi konsep-konsep dan keterangan-keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus,ensiklopedia,dan lain-lain.

Sedangkan data primer diperoleh dari penelitian lapangan dengan melakukan wawancara.

3. Metode pengumpulan Data

Dalam penulisan skripsi ini dipergunakan metode pengumpulan data sebagai berikut :

a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Yaitu dengan melakukan penelitian kepustakaan,yang berasal dari buku-buku,makalah-makalah,situs internet maupun peraturan perundang-undangan yang terkait dengan judul skripsi ini.

b. Penelitian lapanagan (Field Research)

Yaitu dengan melakukan penelitian langsung kelapangan.Dalam hal ini penulis langsung mengadakan penelitian ke Poltabes Medan dengan teknik wawancara dengan Kanit PPA Poltabes Medan.

4. Analisis Data

Data sekunder dan primer yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif untuk menjawab permasalahan skripsi ini,yaitu dengan apa yangdiperoleh dari penelitian dilapangan yang kemudian dipelajari secara utuh dan menyeluruh untuk memperoleh jawaban permasalahan dalam skripsi ini.


(34)

Dalam Bab pertama ini dijelaskan mengenai latar belakang masalah, permasalahan,tujuan dan manfaat penelitian,Tinjauan kepustakaan,metode penelitian,serta sistematika penulisan.

Bab kedua membahas tentang karakteristik Tindak Pidana Perdagangan Orang atau Human trafficking ini akan dibahas mengenai faktor-faktor penyebab Human Trafficking.Modus operandi dan Tindak Pidana Human Trafficking.

Selanjutnya bab ketiga akan memaparkan tentang peraturan-peraturan yang berkaitan terhadap tindak pidana perdagangan orang atau Human Trafficking yang meliputi Human Trafficking dalam Instrumen Internasional,Human Trafficking menurut KUHP,dan Human Trafficking menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007.

Selanjutnya bab keempat akan diuraikan mengenai hasil wawancara terhadap pihak kepolisian mengenai peran dan tanggung jawab yang dihadapi Polisi sebagai penyidik dalam menangani dan menanggulangi Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang atau Human Trafficking diwilayah hukum Kota Madya Medan dan faktor-faktor penghambat yang dihadapi kepolisian dalam menangani tindak pidana perdagangan orang atau Human Trafficking tersebut.

Selanjutnya Bab kelima diberikan kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh dari hasil penulisan skripsi ini dan hasil dari studi lapangan.Kesimpulan ini diharapkan dapat menjawab permasalahan-permasalahan yang ada,selain itu dalam bab ini juga akan diberikan saran-saran yang diharapkan dapat membantu menyelesaikan atau paling tidak diharapkan mengurangi masalah-masalah yang dibahas dalam skripsi ini.


(35)

BAB II

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG.

A. Faktor Kemiskinan .

Kemiskinan merupakan faktor utama penyebab terjadinya tindak pidana perdagangan orang. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) adanya kecenderungan jumlah penduduk miskin terus bertambah dari 11,3% pada tahun 1996 menjadi 23,4% pada tahun 1999, walaupun berangsur-angsur telah turun kembali menjadi 17,6%pada tahun 2002.

Dari hasil pengamatan Komnas Anak dibeberapa kota,aktor-aktor pada umumnya yang terlibat dalam perdagangan anak adalah orang tua, kakak, adik, tetangga,sahabat, calo tenaga kerja, sindikat terorganisir didalam negeri, aparat negara tingkat lokal maupun nasional, agen penyalur tenaga kerja dalam dan luar negeri, serta kalangan bisbis hiburan. Keterlibatan aparat pada umunya antara lain berkaitan dengan pembuatan akte lahir atau identitas asli tapi palsu bagi sikorban.25

Latar belakang korban pada umumnya anak-anak yang berasal dari keluarga miskin di pedesaan atau dikawasan kumuh perkotaan, anak-anak putus sekolah, korban kekerasan rumah tangga baik fisik,psikis dan seksual termasuk perkosaan,para pencari kerja, anak jalanan perempuan,korban penculikan,janda cerai akibat kawin muda, dan dorongan kuat untuk bekerja dari orang tua atau lingkungannya.Disamping itu, anak-anak yang direkrut pada umunya berpendidikan rendah, tidak berpengalaman, masih polos, tetapi cantik, setidak-tidaknya berkulit bersih. Sedangkan modus operandi


(36)

rekrutmen yang digunakan para agen atau calo biasanya menggunakan berbagai bentuk rayuan, menjanjikan berbagai kesenangan dan kemewahan,menipu, menjebak,mengancam, menyalahgunakan wewenang, menjerat dengan hutang, mengawini atau memacari, menculik menyekap atau memperkosa, menawarkan pekerjaan dan mengadopsi.Para agen atau calo ini padaumunya bekerja dalam kelompok yang terdiri dari 3-4 orang dan menyatu sebagai remaja yang sedang bersenang-senang .26

Modus perdagangan orang (human trafficking) yang dikatakan canggih dan yang sering muncul adalah eksploitasi seksual (prostitusi), eksploitasi tenaga (gaji rendah) dan adopsi illegal (penjualan bayi). Modus operandinya yang semakin

Anak-anak yang direkrut kemudian dibawa ketempat transit atau ketempat tujuan dalam bentuk rombongan,dengan menggunakan pesawat terbang atau kendaraaan lain, tergantung tujuannya. Biasanya agen atau calo menyertai mereka dalam perjalanan dan menanggung biaya perjalanan sepenuhnya.

Untuk keluar negeri, mereka pada umunya dilengkapi dengan visa turis tetapi seluruh dokumen dipegang oleh agen termasuk masalah keuangan. Seringkali perjalanan dibuat memutar untuk memberikesan bahwa perjalanan yang ditempuh sangat jauh sehingga sulit untuk kembali. Bila muncul keinginan korban untuk kembali pulang,mereka seringkali ditakut-takuti atau diancam.

Ditempat tujuan, anak-anak sebelum dipekerjakan ditempatkan dirumah penampungan lebih dulu untuk beberapa minggu.Mula-mula anak-anak dipekerjakan di bar, restoran, pub, salon kecantikan, rumah bordil dan rumah hiburan lain. Setelah beberapa hari, barulah mulai dilibatkan dalam kegiatan prostitusi.


(37)

canggih, akan dengan mudah memperangkap calon korban khususnya segmen penduduk muda yang biasanya mudah tergiur oleh bujuk rayu dan janji manis, iming-iming bekerja ditempat yang baik dengan gaji menggiurkan dan sebagainya.

Dalam keadaan yang seperti ini perempuanlah yang sangat sering terjerat oleh para sindikat perdagangan orang.Usia mereka rata-rata dibawah 20 tahun dan mereka dipaksa melayani lelaki hidung belang agar mendapat segala biaya selama perjalanan keberbagai lokasi pelacuran di Singapura dan Malaysia.Termasuk biaya germo, living cost, dan segala kebutuhan hidupnya dijamin sindikat perdagangan orang ini.

Selain itu, modus trafficking lainnya adalah dengan cara menjual organ tubuh para korban. Para korban dioperasi, selanjutnya ginjal maupun organ tubuh lainnya diambil untuk diperdagangkan kepada jaringan sindikat trafficking. “Modus penjualan organ tubuh ini telah terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Yang menarik dari modus operandi perdagangan manusia adalah bahwa proses pengangkutan terhadap korban tidak selalu dilakukan secara illegal. Bisa saja proses pengiriman dilakukan secara legal tetapi tujuannya adalah eksploitasi.

Dalam kepustakaan, terdapat perbedaan yang cukup tajam antara “trafficking in persons” dengan “smuggling”.27

B. Ketenagakerjaan

Smuggling lebih ,menekankan pada pengiriman secara illegal orang dari suatu negara ke negara lain,yang menghasilkan keuntungan bagi “smuggler”. Dalam pengertian “smuggling” tidak terkandung adanya eksploitasi terhadap orang.Inti dari pengertian smuggling adalah adanya pengiriman orang secara illegal dari satu negara ke negara lain.”Trafficking” memiliki target khusus, yaitu orang yang dikirim merupakan objek eksploitasi.

27 http;//www.lfip.org/law822/docs/perdagangan%20manusiasentraHAMfeb28.pdf, diakses tanggal 24 April 2012.


(38)

Sejak krisis ekonomi tahun 1998 angka partisipasi anak bekerja cenderung pula terus meningkat dari 1,8 juta pada akhir tahun 1999 menjadi 17,6% pada tahun 2000 hal ini mengakibatkan semakin semakin sempitnya lapangan pekerjaan.

Ditengah makin langkanya kesempatan kerja yang tersedia di desa dan tekanan situasi krisis, memang tidak banyak pilihan yang dapat dikembangkan perempuan dan penduduk miskin didesa. Seorang calo yang sudah berpengalaman niscaya sudah tahu persis bagaimana menghadapi orang-orang yang kehidupan sehari-harinya sengsara seperti mereka.Tawaran gaji besar,godaan gaya hidup kota yang sangat gemerlap, dan setumpuk iming-iming yang memabukkan,bagi perempuan dan keluarga miskin dipedesaan adalah hal yang terlampau mewah untuk ditinggalkan begitu saja.Bisa dibayangkan, hati siapa yang tidak tertarik jika seorang calo menawarkan kerja diluar negeri dalam tempo 2-3 tahun sudah akan membuat perempuan miskin bisa membawa pulang uang puluhan dan bahkan seratus juta rupiah lebih.Seorang calo yang sudah terbiasa mencari korban-korban trafficking baru, mereka biasanya bekerja sebagai pengijon atau tengkulak. Adapun cara kerja (modus operandi) yang biasanya dipergunakan pelaku untuk menjerat korbannya yaitu :

a) Modus Menawarkan Pekerjaan

Modus menawarkan dan membujuk korban agar tertarik mencari kerja dikota besar atau diluar negeri, salah satu yang manjur adalah menyandera perasaan psikologi korban. Didalam menawarkan pekerjaan kepada sikorban, sindikat-sindikat trafficking ini mempunyai maksud yang tersembunyi dan jahat dibelakannya. Sindikat-sindikat trafficking ini merusak dan menyandera psikologis korban dengan lilitan hutang,bujuk rayu, dan iming-iming gaji besar adalah kombinasi strategi yang biasanya dikembangkan para calo untuk menundukkan hati korban agar menerima tawaran pekerjaan yang diberikan.


(39)

Seorang perempuan yang berasal dari keluarga miskin dan kemudian terjerat hutang yang menumpuk, tentu tidak ada pilihan lain yang dapat dilakukan kecuali nekat mencari kerja dan menerima pekerjaan yang ditawarkan oleh sindikat traffickingyang dirasa bakal menguntungkan. Pada akhirnya melalui cara atau modus menawarkan pekerjaan ini, para calo berhasil menipu banyak perempuan yang tergiur dengan berbagai pekerjaan dengan janji gaji dan pembayaran yang sangat memuaskan.28

b) Modus Penipuan dan Penculikan

Perempuan-perempuan ini bukan mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan harapannya, melainkan mereka dijadikan sebagai bahan eksploitasi seksual diberbagai tempat pelacuran atau lokalisasi, dan sangat sulit sekali bagi mereka untuk dapat lari, keluar ataupun kembali lagi ke daerah asalnya, karena kuatnya jaringan dan rantai serta rencana dari sindikat-sindikat perdagangan orang tersebut.

Modus lain yang biasa dikembangkan pihak sindikat untuk mencari korban trafficking baru adalah melalui pendekatan khusus yang lebih cenderung kepada penipuan dan penculikan.

Pada dasarnya dalam menerapkan modus ini, para sindikat trafficking ini menggunakan tipu daya atau penipuan melalui kata-kata ataupun tindakan kepada korbannya yang kemudian nantinya dibawa pergi atau diculik. Dan dalam hal ini yang biasanya menjadi korban adalah kebanyakan perempuan yang menjadi korban penipuan dari sindikat-sindikat yang bersembunyi atau menyamar sebagai seorang laki-laki yang baik dan memacari perempuan tersebut dengan kata-kata manis, dan sebagian besar korban dari modus ini dalam hal penculikan adalah anak-anak yang


(40)

diculik langsung dari rumah, sekolah, jalan-jalan ataupun anak-anak yang menjadi korban tindak kekerasan dirumahnya, entah korban child abuse, niscaya akan sangat mudah terperdaya oleh rayuan para calo.

Dalam hal modus penipuan terhadap perempuan yang melalui pendekatan khusus dengan mengandalkan seorang laki,biasanya sangat diandalkan peran laki-laki muda yang cukup gagah. Mula-mula korban akan didekati dan diajak berpacaran.

Modus ini dari segi waktu memang lebih membutuhkan ketelatenan tersendiri. Pada satu titik dimana pelaku sudah mulai dipercaya oleh keluarga korban, maka biasanya baru pada saat itu serangan mulai dilancarkan. Jika korban termasuk mudah diperdaya, maka dengan cepat korban akan nurut-nurut saja ketika diajak pelaku pergi keluar desa untuk mencari pekerjaan di kota besar. Sementara itu,untuk korban yang agak sulit dirayu modus yang dikembangkan pelaku biasanya dengan cara memacari korban dan merayu korban hingga mau melakukan hubungan intim semacam tindakan dating rape.

Perempuan atau anak perempuan yang sudah kehilangan kegadisannya, karena direngut pelaku biasanya pilihannya tidak lagi banyak.29

Kejadian semacam ini biasanya banyak dialami korban trafficking yang dipekerjakan ditempat-tempat hiburan dan lokalisasi. Anak perempuan yang sudah tidak lagi perawan, maka perasaan dan ketergantungan kepada pelaku akan sangat besar, sehingga apapun akan mereka lakukan agar sipelaku tidak meninggalkan dirinya. Perempuan dan anak perempuan yang menjadi korban rayuan gombal pelaku trafficking seperti ini biasanya baru menyadari kekeliruannya ketika sudah berhasil dibawa keluar desa oleh sang pacar yang penipu itu, karena begitu tiba dikota biasanya mereka akan dijual kemucikari atau


(41)

pengelola tempat hiburan lainnya. Dikota besar yang jauh dari desa sang pacar yang semula penuh dengan rayuan, jangan kaget kalau tiba-tiba berubah kasar, dan keluar sifat aslinya karena apa yang ia lakukan selama ini memang hanya kamuflase untuk menipu korban agar dapat diajak keluar desa dan kemudian diperdagangkan.

c) Modus Adopsi

Dalam modus ini para sindikat-sindikat perdagangan orang (perempuan dan anak) ini biasanya berperan kepada dua profesi yaitu babysister atau penjaga dan perawat anak dan yang kedua adalah menjadi orang tua asuh. Sebagai babysister atau penjaga dan perawat anak, para sindikat trafiicking atau calo-calo ini melihat keadaaan atau situasi dari suatu keluarga yang bisa mereka masuki untuk mengurus anak-anak ketika kedua orang tua sianak sibuk mengurus pekerjaan atau kegiatan diluar.

Dalam hal sebagai babysister, sicalo untuk beberapa hari bekerja layaknya sebagai seorang perawat anak, tetapi pada akhirnya sicalo akan mencuri dan melarikan sianak untuk kemudian dijual atau didagangkan. Dalam situasi lain para calo-calo ini juga dapat berperan sebagai orang tua asuh untuk mengelabui rumah-rumah yayasan atau yatim piatu. Para calo ini menyamar sepasang suami istri yang hendak mengadopsi anak dari suatu rumah yayasan atau yatim piatu, yang kemudian anak-anak yang mereka adopsi itu nantinya dilarikan dan kemudian dijual atau didagangkan pada orang-orang yang ingin membelinya atau bahkan dikirim keluar negeri untuk dipekerjakan disana.

Perdagangan orangdapat mengambil korban dari siapapun orang-orang dewasa dan anak-anak,laki-laki maupun perempuan yang pada umumnya berada dalam kondisi rentan, seperti misalnya laki-laki,perempuan dan anak-anak dari keluarga miskin yang berasal dari pedesaan atau daerah kumuh perkotaan; mereka yang berpendidikan dan berpengetahuan terbatas; yang terlibat masalah ekonomi,politik dan sosial yang serius ;


(42)

anggota keluarga yang menghadapi krisis ekonomi seperti hilangnya pendapatan suami / orang tua, suami/atau orang tua sakit keras atau meninggal dunia ; anak-anak putus sekolah ; korban kekerasan fisik , psikis, seksual; para pencari kerja (termasuk buruh migran) ; perempuan dan anak jalanan; korban penculikan ; janda cerai akibat pernikahan dini; mereka yang mendapat tekanan dari orang tua atau lingkungan untuk bekerja; bahkan pekerja seks yang menganggap bahwa bekerja diluar negri menjanjikan pendapatan lebih.

Agen dan calo perdagangan orang mendekati korbannya dirumah-rumah pedesaan, dikeramaian pesta-pesta pantai,mall,café, atau direstoran.Para agen atau calo ini bekerja dalam kelompok dan seringkali menyatu sebagai remaja yang sedang bersenang-senang atau sebagai agen pencari tenaga kerja.Korban yang direkrut dibawa ketempat transit atau ketempat tujuan sendiri-sendiri atau dalam rombongan, menggunakan pesawat terbang, kapal atau mobil tergantung pada tujuannya.Biasanya agen atau calo menyertai mereka dan menanggung biaya perjalanan. Untuk keluar negri, mereka dilengkapi dengan visa turis, tetapi seluruh dokumen dipegang oleh agen termasuk dalam penanganan masalah keuangan.Seringkali perjalanan dibuat memutar untuk memberi kesan bahwa perjalanan yang ditempuh sangat jauh sehingga sulit untuk kembali. Bila muncul keinginan korban untuk kembali pulang,mereka ditakut-takuti atau diancam.

Di tempat tujuan, mereka tinggal ditempat penampungan untuk beberapa minggu menunggu penempatan kerja yang dijajanjikan. Tetapi kemudian mereka dibawa ke bar, pub, salon kecantikan, rumah bordil dan rumah hiburan lain, dan mulai dilibatkan dalam kegiatan prostitusi.Mereka diminta menandatangani kontrak yang mereka tidak mengerti isinya. Jika menolak, korban diminta membayar kembali biaya


(43)

perjalanan dan “tebusan” dari agen atau calo yang membawanya. Jumlah yang biasanya membengkak itu menjadi hutang yang harus ditanggung oleh korban.

Di dunia internasional, Indonesia dikenal sebagai daerah sumber dalam perdagangan orang.Berdasarkan berbagai studi, ditengarai bahwa ada beberapa propinsi di Indonesia yang utamanya merupakan daearah sumber namun ada beberapa kabupaten/kota di provinsi itu yang juga diketahui sebagai daerah penerima atau yang berfungsi sebagai daerah transit30

Dari kasus-kasus yang diperoleh, perdagangan,manusia sebagian besar bertujuan menjadikan korbannya sebagai pekerja domestik (pembantu rumah tangga) dan pekerja seksual.Sejak sekitar tahun 1980-an banyak tenaga kerja yang pergi keluar

.

Berdasarkan kasus-kasus yang ditemui, tujuan perdagangan manusia di Indoneisa adalah daerah-daerah di dalam dan luar negri.Meski secara umum daerah primadona tujuan perdagangan untuk dalam negri meliputi kota besar dan kota-kota atau pulau tujuan wisata. Sementara di luar negeri kasus yang menonjol didapati di Malasya dan Timur tengah.Meski demikian kasus-kasus dibeberapa negara lain seperti Hongkong dan Jepang juga ditemui.

Tujuan Lokal Meliputi :

Riau, Batam, Belawan, Tanjung Balaikarimun, Dumai, Palembang, Solo, Bandar Baru, Sibolangit, Deliserdang, Tanjung Baru, Surabaya, Jogjakarta, Denpasar.

Tujuan Luar Negeri Meliputi :

Malaysia (Kuala Lumpur dan Serawak), Perbatasan Brunai Darussalam, Hongkong, Taiwan, Jepang, dan Australia


(44)

negeri ataupun kekota-kota besar untuk menjadi pembantu rumah tangga, untuk mencari kehidupan yang lebih baik.

Banyak dari mereka (pekerja-pekerja tersebut) tergiur dengan cerita sukses (bagi yang belum mempunyai pengalaman) rekan-rekan mereka yang telah bekerja diluar negeri.Besarnya uang yang dibayangkan akan diperoleh sehingga mampu membantu keluarga didesa membuat mereka rela meninggalkan kampungnya. Bahkan para ibu rela meninggalkan anak dan suaminya di kampung. Salah satu kisah sedih yang dialami TKW yaitu ketika pulang ke Indonesia menjumpai suaminya telah menikah dengan wanita lain dengan menggunakan uang yang selama ini dikirimnya dari Singapura bahkan sampai membangun rumah, sedangkan anak mereka ditelantarkan di rumah neneknya. Para perempuan yang akhirnya menjadi pekerja domestik pada awalnya diiming-imingi janji, selanjutnya dipekerjakan sebagai pembantu adalah fenomena berlangsung sejak lama.

Dalam kasus pengiriman tenaga kerja wanita asal Indonesia, banyak terjadi penipuan dimana awalnya mereka ditawari pekerjaan sebagai buruh pabrik, pelayan restoran dan sebagainya,namun kenyataannya mereka kemudian dijadikan pembantu rumah tangga atau pekerja seksual. Hal itu terjadi karena umumnya TKI Indonesia berpendidikan rendah dan tidak memiliki keterampilan khusus sehingga pekerjaan yang dilakukan biasanya menjadi buruh diperkebunan dan pembantu rumah tangga.

Dalam kenyataan banyak TKW asal Indonesia ditipu dan akhirnya dipaksa menjadi pelacur di Tawau, Malaysia Timur. Sebuah penelitian di Sumatera Utara menemukan kasus anak-anak yang menjadi pengungsi Aceh yang ada di Medan. Banyak calo yang mencari anak dilokasi pengungsi dengan kedok akan mengadopsi anak padahal mereka menjualnya kekeluarga yang membutuhkan pembantu rumah


(45)

tangga. Lokasi pengungsian yang kondisinya sangat memprihatinkan dan tidak seriusnya penanganan pihak aparat menyebabkan para orang tua rela menyerahkan anaknya pada orang lain yang tidak dikenal untuk diadopsi.31

Dalam upaya penegakan hukum terhadap kasus perdagangan remaja ini terdapat beberapa kendala yang didapati oleh aparat. Faktor usia menjadi faktor penentu. Aturan hukum hanya membatasi batasan usia anak sampai dengan 18 tahun Penjualan perempuan-perempuan muda untuk tujuan eksploitasi seksual menjadi tujuan utama dalam hal perdagangan manusia yang korbannya adalah remaja. Gadis-gadis muda antara 13 hingga 18 tahun menjadi sasaran para pelaku penjualan perempuan ini. Modus operandi yang digunakan untuk menjerat korban bermacam-macam.Mulai dari penjualan yang dilakukan oleh orang tua atau saudaranya karena alasan ekonomi sebagaimana beberapa kasus yang terjadi di Jawa Timur, Penculikan atau janji-janji yang dilakukan oleh para calo ini diantaranya adalah ibu-ibu muda yang banyak beroperasi dipusat-pusat perdagangan,tempat para remaja ini biasa menghabiskan waktunya.

Banyak cerita tragis tentang nasib mereka yang sudah menjadi korban. Anak-anak yang dieksploitasi, ternyata ada sebagian dari mereka yang kemudian menikmati profesi ini. Hal ini terjadi dalam kasus perdagangan domestik. Namun berbeda dalam hal korban perdagangan manusia di luar Indonesia. Ada yang dijerat hutang yang tidak terselesaikan,disekap dihotel-hotel di Serawak dimana mereka harus melayani puluhan pelanggan setiap malamnya.Untuk melarikan diri adalah suatu pekerjaan dengan resiko berat karena disinyalir adanya kerjasama antara pelaku dan aparat.

31 Komnas Perempuan,Peta kekerasan perempuan di Indonesia,Jakarta,2005,halaman 142


(46)

padahal kasus-kasus penjualan remaja yang banyak terjadi justru berkisar antara usia 18-20 tahun yang menurut hukum pidana Indonesia merupakan usia dewasa.

Menurut hukum pidana Indonesia hal tersebut menyebabkan kurangnya upaya penanggulangan perdagangan remaja dan lemahnya penegakan hukum terhadap para pelaku disebabkan oleh kurangnya penegakan hukum masyarakat dan penegak hukum tentang berbagai peraturan perdagangan perempuan. Meskipun belum terdapat suatu defenisi pasti mengenai perdagangan manusia dan rumusan resmi berkaitan dengan hal tersebut,bukanlah suatu alasan bagi aparat penegak hukum untuk membiarkan kasus perdagangan perempuan, karena perbuatan itu merupakan suatu tindak pidana. Sebagai contoh rumusan dalam Pasal 297 KUHP mengatur bahwa tindakan memperdagangkan perempuan dan anak laki-laki diancam dengan pidana selamanya 6 tahun, yang dapat menjadi suatu sarana guna menjerat perbuatan tersebut diatas.

C. Sosial Budaya

Pengaruh sosial budaya seperti pernikahan diusia muda yang rentan perceraian, yang mendorong anak memasuki eksploitasi seksual komersial. Adanya kepercayaan bahwa hubungan seks dengan anak-anak secara homo seksual akan meningkatkan kekuatan magis seseorang atau membuat awet muda, telah membuat masyarakat melegitimasi kekerasan seksual dan bahkan memperkuatnya. Keinginan untuk hidup lebih layak, tetapi dengan kemampuan yang minim dan kurang mengetahui informasi pasar kerja, menyebabkan mereka terjebak dalam lilitan hutang para penyalur tenaga kerja dan mendorong mereka masuk dalam dunia prostitusi.Konsumerisme merupakan faktor yang menjerat gaya hidup anak remaja, sehingga mendorong mereka memasuki dunia pelacuran secara dini. Akibat konsumenisme, berkembanglah kebutuhan untuk mencari uang banyak dengan cara mudah.


(47)

Perubahan struktur sosial yang diiringi oleh cepatnya industrialisasi/ komersialisasi, telah meningkatkan jumlah keluarga menengah, sehingga meningkatkan kebutuhan akan perempuan dan anak untuk dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga. Kebutuhan para majikan akan pekerja yang murah, penurut, mudah diatur, dan mudah ditakut-takuti telah mendorong naiknya demand terhadap pekerja anak (pekerja Jermal di Sumatera Utara, buruh-buruh pabrik / industri dikota-kota besar, diperkebunan, pekerja tambang permata di Kalimantan, perdagangan, dan perusahaan penangkap ikan). Seringkali anak-anak bekerja dalam situasi yang rawan kecelakaan dan berbahaya.

Perdagangan anak merupakan salah satu isu yang marak dibicarakan dalam hal yang berkaitan dengan perdagangan manusia.Dengan bertujuan yang beraneka ragam mulai dari perdagangan bayi dengan tujuan adopsi, diambil organ tubuhnya, dijadikan budak dan sebagainya. Anak-anak, baik perempuan maupun laki-laki berpotensi menjadi korban perdagangan manusia. Anak-anak tersebut berusia 3 hingga 20 tahun dan dipekerjakan diladang-ladang perkebunan sebagai buruh tanpa upah, pembantu rumah tangga dan pekerjaan-pekerjaan lain. Anak-anak ini menjadi primadona karena mereka lebih mudah diatur daripada orang dewasa dan biaya yang dikeluarkan pun relatif sedikit (misalnya makanan yang tidak sebanyak konsumsi orang dewasa).

Kasus yang ditemui dan dianggap amat berpotensi sebagai peluang bagi terjadinya korban perdagangan manusia adalah anak-anak yang berstatus yatim piatu yang berada diwilayah pengungsian / daerah konflik. Salah satunya adalah anak-anak yatim piatu yang berada dipengungsian Poso. Ketiadaan orang tua, bantuan bagi pengungsi yang makin hari makin berkurang dan status yang tidak jelas menjadi peluang bagi para calo-calo untuk memperdagangkan mereka pada orang-orang yang


(48)

berminat. Mulai dari tujuan mulia misalnya diadopsi hingga untuk dijadikan budak diperkebunan-perkebunan32

1. Dampak Fisik

.

Terhadap kasus perdagangan bayi dan anak-anak, terdapat juga pola lain yaitu dengan alasan adopsi.Agaknya model modus operandi yang satu ini harus dipertanyakan apakah pola adopsi yang dimaksud sudah sesuai dengan hukum perdata dimana harus diputus dengan suatu putusan pengadilan. Bahwa yang dimaksud adopsi dari kasus-kasus yang ada adalah model pengangkatan anak yang tidak melalui jalur hukum.

Hal ini tentu tidak memberikan jaminan bagi anak apakah ia akan diasuh sebagaimana layaknya anak adopsi yang seharusnya atau tidak.Untuk penjualan organ tubuh, peneliti belum berhasil menemukan berita yang mengungkap masalah ini.Menurut peneliti,kasus semacam ini memang sulit untuk diketahui karena berkaitan dengan rumah sakit dan dokter yang mempunyai wilayah yang sangat tertutup dan dilindungi dengan berbagai aturan dan kode etik yang sulit dipahami oleh masyarakat awam.

D. Dampak yang ditimbulkan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Dampak fisik dari perdagangan orang (Human Trafficking) ini berdampak kepada tubuh atau jasmani sikorban yang bisa dikatakan telah rusak karena mendapat penganiayaan atau tindakan-tindakan penyiksaan ataupun perilaku-perilaku lain yang tidak sewajarnya seperti eksploitasi seksual, pelacuran atau pemerkosaan, pencabulan


(49)

dan lain-lain. Dengan kata lain dampak dari perdagangan orang (anak dan perempuan) ini sangat merugikan bagi si anak dan perempuan yang menjadi korban.33

2. Dampak Non Fisik

Dampak non fisik dari perdagangan orang (anak dan perempuan) ini berdampak kepada mereka yang melakukan perdagangan anak perempuan, dimana bagi mereka akan dikenakan tuntutan hukum sesuai dengan Pasal 296 atau 297 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun atau menurut Pasal 298 KUHP jika sipelaku terbukti melakukan perbuatan tersebut padahan ia bekerja, ia juga dapat dipecat dari pekerjaanya selainnya menurut Pasal 35 KUHP pelaku juga bisa kehilangan hak milik dan dipilih dalam pemilu, hak mencari pencaharian, hak dalam perwalian dan sebagainya, dan yang pada akhirnya akan berakhir didalam buih atau penjara, sedangkan bagi sikorban sendiri secara non fisik dalam pikirannya dan perasaannya sikorban merasa dirinya tidak berguna lagi karena merasa dirinya telah rusak dalam arti sikorban terganggu secara psikisnya dan perasaannya atau psikologinya (kejiwaannya). 34Akibat tindakan-tindakan yang diterimanya selama menjadi korban trafficking.

33Indonesiaacts.com/002/%Fp%D5+Dampak+fisik+dari+perdagangan+orang&hl=id&hl =id&ct=clnk&cd=1&gl=id,diakses tanggal 26 April 2012.


(50)

BAB III

PENGATURAN HUKUM POSITIF INDONESIA MENGENAI TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (HUMAN TRAFFICKING)

A. Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Meski UU tentang Hak Asasi Manusia, yang menjadi payung dalam perlindungan HAM di Indonesia baru diundangkan dan diberlakukan pada tahun 1999, namun bukan berarti sebelumnya tidak ada peraturan perundang-undangan yang memberikan perlindungan HAM, khususnya dalam masalah human trafficking. Dalam KUHP yang mulai berlaku pada tahun 1918, dapat dijumpai sejumlah pasal yang menunjukkan bahwa pada masa penjajahan pun perdagangan manusia dianggap sebagai perbuatan yang tidak manusiawiyang layak mendapat sanksi pidana.

1. Pasal 297 KUHP

Seperti telah disebutkan diatas, Pasal 297 KUHP secara tegas melarang dan mengancam dengan pidana perbuatan memperdagangkan perempuan dan anak laki-laki. Ketentuan tersebut secara lengkap berbunyi : Memperniagakan perempuan dan memperniagakan laki-laki yang belum dewasa, dihukum penjara selama-lamanya enam tahun.

Dalam memahami pasal ini sangat penting untuk diketahui arti dari kata memperniagakan. Buku I KUHP tentang Ketentuan Umum tidak memberikan penjelasan mengenai kataini. R. Soesilo dalam penjelasan terhadap pasal ini mengatakan bahwa: yang dimaksudkan dengan perniagaan atau perdagangan perempuan ialah melakukan perbuatan-perbuatan dengan maksud untuk menyerah-kan perempuan guna pelacuran. Masuk pula disini mereka yang biasanya mencari


(51)

perempuan-perempuan muda untuk dikirimkan keluar negeri yang maksudnya tidak lain akan dipergunakan untuk pelacuran…”35

Apabila penjelasan Soesilo ini digunakan sebagai pegangan untuk menafsirkan Pasal 297 KUHP, maka ruang lingkup pasal tersebut menjadi sempit, karena hanya mencakup perdagangan perempuan untuk tujuan prostitusi. Akan tetapi penjelasan Soesilo ternyata diperkuat oleh Noyon-Langemeyer (Jilid II halaman 542) seperti dikutip oleh Wirjono Prodjodikoro, yang secara tegas mengatakan bahwa : perdagangan perempuan harus diartikan sebagai: semua peraturan yang langsung bertujuan untuk menetapkan seorang perempuan dalam keadaan tergantung dari kemauan orang lain, yang ingin menguasai perempuan itu untuk disuruh melakukan perbuatan-perbuatan cabul dengan orang ketiga (prostitusi)”.36Terhadap penjelasan Noyon-Langemeyer ini, Wirjono Prodjodikoro menyimpulkan bahwa dalam pengertian tersebut tidak termasuk suatu perdagangan budak belian pada umumnya.37

Dengan kondisi seperti ini, akan timbul pertanyaan sehubungan dengan banyaknya kejadian dalam masyarakat yaitu perdagangan perempuan bukan untuk tujuan prostitusi; apakah berarti tidak mungkin dijerat dengan pasal ini ? Pertanyaan Dengan penjelasan-penjelasan itu, menjadi teran bagi kita bahwa Pasal 297 KUHP pada dasarnya memang terbatas bagi perdagangan perempuan (dan anak laki-laki dibawah umur) untuk tujuan prostitusi. Kesimpulan ini tentunya akan menjadi lebih kuat lagi apabila kita lihat dari penempatan Pasal 297 KUHP dalam bab tentang Kejahatan terhadap Kesusilaan dan berada dibawah Pasal 296 KUHP tentang mucikari.

35R Soesilo, KUHP serta komentar-komentarnya lengkap pasal demi pasal,Politea ,Bogor, 1995,halaman 217

36WirjonoProjodikoro, Tindak Pidana Tertentu di Indonesia,Ersco , Bandung, 1980, halaman 128


(1)

47 Undang-undang 21 Tahun 2007.Namun di dalam mengatasi kasus perdagangan orang ini, pihak kepolisian juga mendapat bantuan dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait dan juga masyarakat. Dan dengan keluarnya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 ini, pelaku dapat di tindak tegas dengan ancaman hukuman yang lebih tinggi dan berat, dan banyak pihak-pihak yang terkait yang bisa bekerja sama dengan Kepolisian yaitu Instansi terkait dan semua pihak sebagai Pemerhati Perempuan dan anak.54


(2)

BAB V PENUTUP A.Kesimpulan

1. Karekteristik tindak Pidana Perdagangan orang dalam perkembangannya saat ini telah semakin meresahkan dimana telah menjadikan laki-laki,perempuan dan anak-anak bahkan bayi sebagai korban,sementara agen,calo atau sindikat bertindak sebagai yang memperdagangkan (trafficker),pelaku ini bisa meliputi orang-orang terdekat seperti orang tua atau kerabat,selain itu juga terdapat pelaku yang canggih dan terorganisasi yang melibatkan sindikat-sindikat yang teroganisir, ]intansi terkait dan bahkan tokoh masyrakat.Para korban trafickking ini dibawa dan di tujukan serta diperdagangkan baik kedalam maupun keluar negeri,yang mana mereka digunakan sebagai pekerja-pekerja kasar,pembantu rumah tangga bahkan sebagi pekerja seks komersial.Adapun faktor yang menyebabkan terjadinya kejahatan perdagangan orang ini,yaitu kemiskinan,ketenagakerjaan, pendidikan, migrasi, kondisi keluarga, sosial budaya, dan media massa.Pada umumnya didalam melakukan kejahatan perdagangan orang ini,para pelaku menawarkan berbagai modus kejahatan untuk mendapatkan korbannya seperti :

a. Menawarkan pekerjaan b. Penipuan

c. Penculikan d. Adopsi

Dampak dari tindakan pidana perdagangan orang ini sendiri tidak hanya dirasakan oleh pemerintah dan aparat penegak hukum yang perusaha menghilangkan perdagangan orang ini,tetapi juga berakibat kepada kerugian secara fisik dan non fisik kepada para korban tindak perdagangan orang tersebut.


(3)

2. Dasar hukum yang berkaitan terhadap tindak perdagangan orang (human trafficking)terdapat berbagai ketentuan dan instrumen-instrumen,baik Instrumen Internasional maupun nasional.Secara Instrumen Internasional dapat dilihat dari Unversal Declaration Of Human Rights,Protokol-protokol dan Konfrensi PBB serta ketentuan hukum di Indonesia, seperti; KUHP, Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan Peraturan Daerah(PERDA) Propinsi Sumatra Utara Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdangan (Trafficking) Perempuan Dan Anak.

3. Peran dan tanggung jawab kepolisian dalam menangani kasus-kasus perdagangan orang di Kota Medan ini adalah dengan mencegah semakin banyaknya kejahatan perdagangan orang yang terjadi di Kota Medan ini dengan menindak secara tegas pelaku tindak pidana perdagangan orang tersebut.Dan didalam melaksanakan tanggung jawabnya tersebut,pihak kepolisian tidak hanya mendapat faktor pendukung dari adanya kerjasama yang terkoordinasi dan saling terkait antara para aparat penegak hukum yang lain dan masyarakat,tetapi pihak kepolisian juga mendapatkan kebebasan dan kesempatan di dalam membuat suatu RPK (ruang pelayanan khusus) yang sesuai dengan Pasal 45 ayat 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang memberikan perlindungan bagi mereka yang menjadi korban atau bahkan keluarga korban atau saksi dari kejahatan tindak pidana traffiking tersebut.Dalam situasi lain tidak jarang juga terdapat faktor penghambat yang menghambat kerja pihak kepolisian,yang mana faktor penghambat itu tidak lain datang dari korban kejahatan perdagangan orang itu sendiri,yang tidak terbuka didalam memberikan informasi dan keterangan-keterangan lain terhadap pihak kepolisian.


(4)

Sebagai saran dapat saya rangkum dalam hal-hal berikut ini :

1. Selain menggunakan peraturan hukum nasional,sebaiknya juga kita harus lebih banyak lagi mengadaptasi Konfensi-Konfensi Internasional sebagai bahan pertimbangan untuk mengatasi masalah-masalah perdagangan orang ( human trafficking) yang sudah semakin komplek.

2. Faktor-faktor pendorong terjadinya perdangangan orang (human trafficking) harus lebih dipahami lebih menyeluruh, seperti misalnya didalam faktor sosial-budaya, seharusnya dipahami bahwa mendapatkan kekayaan,kedudukan yang tinggi bukan merupakan hal-hal yang di larang oleh hukum, dan didalam faktor ekonomi dimana kemiskinan menjadi alasan utama untuk melakukan kegiatan perdagangan orang ini,dan seharusnya pemerintah dapat menciptakan lapangan pekerjaan yang lebih banyak agar masalah kemiskinan ini dapat diatasi dengan baik.

3. Upaya pencegahan terhadap perdagangan orang ini,diharapkan dapat benar-benar di laksanakan agar perdangan orang ini dapat diatasi dengan lebih cepat.Dalam hal melakukan perlindungan dan penanganan hukum terhadap masalah ini,diharapkan kepada pihak-pihak yang terkait dapat melaksanakan hak-hak dan keawajibannya secara serius dan benar-benar dilaksanakan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Arief,BardaNawawiMasalahPenegakan HukumdanKebijakan Penanggulangan Kejahatan, CitraAdityaBakti,Bandung,2001

Bawengan,W.Gerson,Pengantar Psikologi Kriminal, Djambatan, Jakarta, 2000 E.Utrecht,Hukum Pidana II,Universitas Bandung,Bandung, 1962.

Haris,Abdul,Gelombang Migrasi dan Jaringan Perdagangan Manusia,Pustaka Pelajar,Jakarta,2005

Irianto,Sulistyowati,Perdagangan Perempuan,Obor Indonesia,Bandung ,2005 Jan Remmelink,Hukum Pidana ,gramedia,Jakarta,2000

Mozasa, Chairul Bariah,Aturan-aturan hukum trafficking, USU Press,2005

Muladi danBardaNawawi Arief, Teori-teori dan KebijakanPidana,Alumni, Bandung,1998.

Mulyadi, Lilik, Kapita SelektaHukum PidanaKriminologi dan Victimologi, Djambatan, Jakarta, 2007

Prodjodikoro,wirjono,Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia,RefikaAditama,Bandung, 2003

Polak,Leo,Hukuman Sebagai Perbuatan Hukum,Ghalia Indonesia,Jakarta,1981

R Soesilo, KUHP serta komentar-komentarnya lengkap pasal demi pasal,Politea ,Bogor, 1995

Sahetapy,J.E dan Reksodiputro,B.Marjono,Paradoks dalam Kriminologi,Obor,Jakarta,1983

Shuterland,H.Edwin,Principles of Criminology,Nova,Jakarta,1989 Sudarto,Hukum dan Hukum Pidana,Bandung,Alumni,1986

Syafaat,Rachmad dkk, Dagang Manusia,Laperra,Yogyakarta,2003, Shihab, Alwi,Makalah Permasalahan Trafficking,Jakarta , 2005


(6)

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM (Hak Asasi Manusia) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak-anak C. INTERNET

2012

//www.google.com/search?q=cache:slnwf214mjcJ:Indonesiaacts.com/002/%3Fp%3d7 +mafia+perdagangan+incar+daerah+miskin&ct=clnk&cd=1&gl=id,diakses tanggal 20 April 2012

Syahruddin Husein,kejahatan dalam Masyarakat dan Upaya Penanggulangannya, http://library.usu.ac.id/modules.php?op=modload&name=Downloads&file=ind exreq=getit&lid=480,diakses tanggal 18 April 2012

April 2012

24 April 2012

D. HARIAN SURAT KABAR/KORAN ATAU MAJALAH

Media Indonesia,23 Oktober 2010, Banyak TKW dari Indonesia dipaksa jadi WTS di Tawao

Replubika,Jumat,13 Mei 2005,12,3Juta orang kerja paksa