Ekonometrika Pertemuan 4 Regresi Linier Berganda1
REGRESI LINIER BERGANDA
Pengertian Regresi linier Berganda
Pada bab sebelumnya telah dibahas tentang regresi
linier dengan 2 (dua) variabel (yaitu variabel Y dan X)
atau biasa disebut dengan single linier regression. Pada
bab ini jumlah variabel yang digunakan akan ditambah
menjadi lebih banyak, yaitu satu variabel Y dan jumlah
variabel X nya lebih dari 1 (satu) variabel. Artinya,
variabel X bisa berjumlah 2, 3, atau lebih. Jumlah X yang
lebih dari satu tersebut terkenal dengan istilah Regresi
Linier Berganda atau multiple linier regression.
Bertambahnya jumlah variabel X hingga lebih dari
satu sangat memungkinkan, karena dalam keilmuan sosial
semua faktor-vaktor atau variabel-variabel saling
berkaitan satu dengan lainnya. Sebagai misal, munculnya
inflasi tentu tidak hanya dipengaruhi oleh bunga deposito
(budep) saja seperti yang telah diterangkan di atas, tetapi
sangat mungkin dipengaruhi oleh faktor lain seperti
perubahan nilai tukar (kurs), jumlah uang beredar,
kelangkaan barang, dan lain-lain.
Sebagaimana dalam teori inflasi, inflasi dapat
digolongkan sebagai inflasi karena tarikan permintaan dan
inflasi desakan biaya. Inflasi tarikan permintaan terjadi
apabila masyarakat banyak memegang uang. Tentu secara
singkat dapat diartikan bahwa terdapat jumlah kelebihan
jumlah uang beredar yang ada di masyarakat. Selain itu
dapat pula disebabkan ekspektasi masyarakat akibat
adanya perubahan nilai tukar uang. Seperti yang pernah
terjadi di Indonesia dalam kurun waktu pertengahan Juni
11
1997 hingga 2003, gerakan lonjakan inflasi ternyata
terjadi pula pada gerakan lonjakan nilai tukar rupiah
(IDR) terhadap dollar Amerika Serikat (USD). Inflasi
desakan biaya mempunyai sebab yang hampir serupa.
Inflasi jenis ini terjadi akibat melonjaknya harga-harga
faktor produksi. Kalau ditelusuri, melonjaknya hargaharga faktor produksi dapat disebabkan banyak hal seperti
semakin langkanya jenis barang, tuntutan kenaikan gaji
pekerja, semakin mahalnya ongkos transportasi, atau bisa
juga disebabkan oleh adanya perubahan nilai tukar mata
uang juga. Dari uraian singkat ini dapat disimpulkan
bahwa pemicu terjadinya inflasi desakan biaya karena
perubahan pada sisi supply, sedang inflasi tarikan
permintaan disebabkan perubahan pada sisi demand.
Berbagai alasan yang dijelaskan di atas, maka
untuk semakin memperjelas perihal terjadinya inflasi,
dapat dicoba menambah satu variabel penduga (X2) yaitu
Kurs, yang menggambarkan nilai tukar IDR terhadap
USD, pada kurun waktu yang sama dengan data
sebelumnya yaitu antara Januari 2001 hingga Oktober
2002. Karena jumlah variabel X tidak lagi satu melainkan
sudah dua, maka analisa yang akan digunakan adalah
analisa regresi linier berganda. Dengan bertambahnya
variabel Kurs sebagai variabel penduga, maka data yang
dianalisis pun bertambah hingga menjadi sebagai berikut:
70
70
X1
(Budep)
13.06
13.81
13.97
13.79
14.03
14.14
14.39
14.97
15.67
15.91
16.02
16.21
16.19
15.88
15.76
15.55
15.16
14.85
14.22
13.93
13.58
13.13
324.22
Y
(Inflasi)
8.28
9.14
10.62
10.51
10.82
12.11
13.04
12.23
13.01
12.47
12.91
12.55
14.42
15.13
14.08
13.3
12.93
11.48
10.05
10.6
10.48
10.33
260.49
X2
(Kurs)
9433.25
9633.78
10204.7
11074.75
11291.19
11294.3
10883.57
8956.59
9288.05
10097.91
10554.86
10269.42
10393.82
10237.42
9914.26
9485.82
9115.05
8688.65
8964.7
8928.41
8954.43
9151.73
216816.7
Perubahan model dari bentuk single ke dalam bentuk
multiple mengalami beberapa perubahan, meliputi: 1)
jumlah variabel penjelasnya bertambah, sehingga
spesifikasi model dan data terjadi penambahan. 2) rumus
penghitungan nilai b mengalami perubahan, 3) jumlah
degree of freedom dalam menentukan nilai t juga berubah.
Model Regresi Linier Berganda
Penulisan model regresi linier berganda merupakan
pengembangan dari model regresi linier tunggal.
Perbedaannya hanya terdapat pada jumlah variabel X saja.
Dalam regresi linier tunggal hanya satu X, tetapi dalam
regresi linier berganda variabel X lebih dari satu. Model
regresi linier umumnya dituliskan sebagai berikut:
Populasi:
BnXn + e
Y = A + B1X1 + B2X2 + B3X3 + ………+
Atau
BnXn + e
Y = B0 + B1X1 + B2X2 + B3X3 + ………+
Sampel :
nXn
+e
Y = a + b1X1 + b 2X2 + b 3X3 + ………+ b
Atau
nXn + e
Y = b0 + b1X1 + b 2X2 + b 3X3 + ………+ b
Perlu diingat bahwa penulisan model sangat
beragam. Hal ini dapat dimengerti karena penulisan
model sendiri hanya bertujuan sebagai teknik anotasi
untuk memudahkan interpretasi. Penulisan cara di atas
adalah bentuk model yang sering dijumpai dalam
beberapa literatur. Notasi model seperti itu tentu berbeda
16
dengan notasi model Yale . Apabila kita ingin
menganalisis pengaruh Budep dan Kurs terhadap Inflasi
dengan mengacu model Yale, maka notasi model menjadi
seperti berikut:
Populasi:
Y = B1.23 + B12.3X2i + B13.2X3i + e
Sampel :
Y = b1.23 + b12.3X2i + b13.2X3i + e
16
G.U. Yale, On the Theory of Correlation for any Number of Variables,
Treated by a new System of Notation, Preceeding of Royal Society, A, Vol.79,
1970.
Notasi model Yale ini mempunyai spesifikasi dalam
menandai variabel terikat yang selalu dengan angka 1.
Untuk variabel bebas notasinya dimulai dari angka 2, 3, 4,
17
dan seterusnya. Notasi b1.23 berarti nilai perkiraan Y
kalau X2 dan X3 masing-masing sama dengan 0 (nol).
Notasi b12.3 berarti besarnya pengaruh X2 terhadap Y jika
X3 tetap.
Notasi b13..2 berarti besarnya pengaruh X3 terhadap Y jika
X2 tetap.
Penulisan model dengan simbol Y untuk variabel
dependen, dan X untuk variabel independen, saat ini
mulai ada penyederhanaan lagi, yang intinya untuk
semakin memudahkan interpretasi. Berdasar pada
keinginan mempermudah dalam mengingat variabel yang
akan dibahas, maka notasi model dapat pula ditulis
sebagai berikut:
Inflasi
= b0 + b1Budep + b2 Kurs + ε
...............................
(Pers.f.2)
Penulisan dengan gaya seperti ini ternyata sekarang lebih
disukai oleh penulis-penulis saat ini, karena memberikan
kemudahan bagi para pembacanya untuk tidak mengingatingat arti dari simbol X yang dituliskan, tetapi cukup
dengan melihat nama variabelnya. Dengan pertimbangan
tersebut maka cara ini nanti juga akan banyak digunakan
dalam pembahasan selanjutnya.
Penghitungan Nilai Parameter
Penggunaan metode OLS dalam regresi linier
berganda dimaksudkan untuk mendapatkan aturan dalam
17
Penulisan model seperti ini ditemui pula dalam buku-buku karya Gujarati
mengestimasi parameter yang tidak diketahui. Prinsip
yang terkandung dalam OLS sendiri adalah untuk
meminimalisasi perbedaan jumlah kuadrat kesalahan (sum
of square) antara nilai observasi Y dengan Yˆ . Secara
matematis, fungsi minimalisasi sum of square ditunjukkan
dalam rumus:
∑
e 2 (b0, b1,b2) =
n
∑
n =1
=
n
∑
(Y − Yˆ ) 2
(Y − b0 − b1 X 1 − b2 X2 2 )
n =1
Untuk mendapatkan estimasi least square b0, b1,b2
minimum, dapat dilakukan melalui cara turunan parsial
(partially differentiate) dari formula di atas, sebagai
berikut:
∂∑ e 2
= 2nb0 + 2b1 ∑ X 1 + 2b2 ∑ X 2 − 2∑ Y
∂b0
2
∂ ∑e
X1+
= 2b 0 ∑ 2b
∂b1
1
X
∑ 2b
2
1
+
2
∑X
1
X 2 − 2∑ X 1Y
∂∑ e
2
= 2b0 ∑ X 2 + 2b1 ∑ X 1 X 2 +2b2 ∑ X 2 − 2∑ X 2Y
∂b2
2
Jadikan nilai-nilai turunan parsial di atas menjadi sama
dengan 0 (nol), dengan cara membagi dengan angka 2,
hingga menjadi:
nb0 + ∑ X 1b1 + ∑ X 2 b2 =
∑
1
1 0
1
∑Y
X b + ∑ 2X
X X b = X Y
b +∑ 1 2 2 ∑ 1
∑
X 2 b0 + ∑ X 1 X 2 b1 + ∑ 2Xb2 = ∑ X 2Y
2
Untuk menyederhanakan rumus paling atas dilakukan
pembagian dengan n, sehingga memperoleh rumus baru
sebagai berikut:
b0 + b1 X 1 + b2 X 2 =
Y
b0 = Y − b1 X 1 − b2
X2
Kalau kita notasikan:
y = Y −
Y
x1 = X 1 − X
1
x2 = X 2 − X
2
maka b1 dan b2 dapat dicari dengan rumus:
2
( x1 y )(∑ x2 ) − (∑ 2 x y )(∑1 x2 x )
b1 = ∑
∑ x2 ) − (∑ x1 x 2 )
1
(∑ x 2 y )(∑ x21 ) − (∑ x1 y )(∑ x1 x 2 )
b
(∑ 1x 2 ) x 22 ) − x1 x 2 )2
2=
(∑
(∑
Telah dikemukaan di atas bahwa pencarian nilai b
pada single linier berbeda dengan multiple linier.
Perbedaan ini muncul karena jumlah variabel penjelasnya
bertambah. Semakin banyaknya variabel X ini maka
kemungkinan-kemungkinan yang menjelaskan model juga
mengalami
pertambahan.
Dalam
single
linier
kemungkinan perubahan variabel lain tidak terjadi, tetapi
dalam multiple linier hal itu terjadi. Misalnya, Jika terjadi
perubahan pada X1, meskipun X2 konstan, akan mampu
merubah nilai harapan dari Y. Begitu pula, perubahan
pada X2, meskipun X1 konstan, akan mampu merubah
nilai harapan dari Y. Perubahan yang terjadi pada X1 atau
X2 tentu mengakibatkan perubahan nilai harapan Y atau
E(Y/X1,X2) yang berbeda. Oleh karena itu pencarian nilai
b mengalami perubahan.
Guna mengetahui seberapa besar kontribusi X1
terhadap perubahan Y, tentu perlu untuk melakukan
kontrol pengaruh dari X2. Begitu pula, untuk mengetahui
kontribusi X2, maka perlu juga melakukan kontrol
terhadap X1.
Dari sini dapat timbul pertanyaan,
bagaimana caranya mengontrolnya? Untuk menjawabnya,
perlu ilustrasi secara konkrit agar mudah dipahami.
Misalnya kita hendak mengontrol pengaruh linier X2
ketika melakukan pengukuran dampak dari perubahan X1
terhadap Y, maka dapat melakukan langkah-langkah
sebagai berikut:
Tahap pertama: lakukan regresi Y terhadap X2.
Y = b0 + b2 X2 + e1
Dimana e1 merupakan residual, yang besarnya:
e1 = Y – b0 – b2X2
= Y- Yˆ
Tahap kedua: lakukan regresi X1 terhadap X2
X1 = b0 + b2 X2 + e2
Dimana e1 merupakan residual, yang besarnya:
e2 = X1 – b0 – b2X2
= X1- Xˆ
Tahap ketiga: lakukan regresi e1 terhadap e2
e1 = a0 + a1e2 +e3
Besarnya a1 pada tahap ketiga inilah yang
merupakan nilai pasti atau net effect dari perubahan satu
unit X1 terhadap Y, atau menunjukkan kemiringan (slope)
garis Y atas variabel X1.
Logika dari teori tersebut yang mendasari rumus
yang dapat digunakan untuk menentukan koefisien regresi
parsial (partial regression coefficients) (baca: b1, b2).
Dengan memanfaatkan data yang telah tersedia, kita dapat
pula menentukan nilai b1 variabel Budep maupun b2
variabel Kurs. Pencarian koefisien regresi tersebut dapat
dilakukan dengan menggunakan rumus-rumus yang telah
ditentukan di atas. Guna mempermudah dalam
memasukkan angka-angka ke dalam rumus, maka data
yang ada perlu diekstensifkan sesuai dengan kebutuhan
rumus tersebut. Hasil ekstensifikasi dari beberapa rumus
yang dicari sebagai berikut:
∑
x1
2
∑ X1 −
2
=(∑=X
2
=
∑
∑
)
n
=
∑
1
2
x2
2
∑
−
xy=(
1
x y=(
2
X
(∑=X 2 )
2
2
n
∑X Y)
−
1
1
(∑ X )(∑ Y )
n
2
( X )( Y )
∑ X 2Y ) ∑ n ∑
−
∑
x1 x 2 = X
1
(∑ X
(∑ X 1 )(∑ X )
)−
2
n
2
Dengan menggunakan rumus-rumus
tersebut di atas, maka nilai total masingmasing komponen rumus yang dikembangkan
adalah tertera sebagai berikut:
X1
324.22
X2
Y
260.49 216,816.70x
2
∑
1
2
∑
2
∑
x
x32.48
y
22.40 14,318,503.69
x
1
Berdasarkan data-data yang tertera
dalam tabel di atas, maka nilai b0, b1, dan b2
dapat
ditentukan,
melalui
pencarian
menggunakan rumus-rumus sebagai berikut:
Rumus untuk mencari nilai b1 (pada
model multiple regression) adalah:
b1=
x
2
(∑ x1 y )(∑
x 2 ) − (∑ x 2 y )(∑ x1 x 2 )
2
(∑1)(∑x 2) − x1 x 2 ) 2
(∑
2
Rumus untuk mencari nilai b2 (pada
model multiple regression) adalah:
b2
(∑ x 2 y )(∑ 2x1 ) − (∑ x1 y )(∑ x1 x 2 )
=
1
∑
x 2 ) − ( ∑ x1 x 2 )
Rumus untuk mencari nilai b0 (pada
model multiple regression) adalah:
b0 = Y − b1 X 1 − b2 X 2
∑
2
∑
1 2
x 7,274.46
y
x2,227.72
Dengan menggunakan rumus pencarian
b1 di atas, maka diketahui bahwa nilai b1
adalah:
2
( x1 y )(∑ x2 ) − (∑ 2 x y )(∑1 x2 x )
b1 = ∑
∑ x 2 ) − ( ∑ x1 x 2 )
1
=
(32.49)(14.318.503,70) − (7.274,64)
(2.227,72)
(22,41)(14.318.503,70) −
2
(2.227,72)
=
465.208.185,21 − 16.205.861,02
320.877.667,92 − 4.962.736,40
=
449.002.324,19
315.914.931,52
b1 = 1,421
Dengan menggunakan rumus pencarian b2 di atas,
maka diketahui bahwa nilai b2 adalah:
(∑ x 2 y )(∑ x21 ) − (∑ x1 y )(∑ x1 x 2 )
b
2=
(∑ 1x )(∑ x 22 ) −
x 1 x 2 )2
(∑
2
(7.274,64)(22.41) − (32.49)
= (2.227,72) (22.41)(14.318.503,70) −
2
(2.227.72)
=
163.024,68 − 72.378,62
320.877.667,92 − 4.962.736,40
=
90.646,06
315.914.931,52
= 0,0002869 atau dapat ditulis dengan 2,869E-04
Dengan menggunakan rumus pencarian b0 di atas,
maka diketahui bahwa nilai b0 adalah:
b0 = Y − b1 X 1 − b2 X 2
= 11,84-1,421(14,73)-0,0002869(9.855,30)
= 11,84-20,93,2,827
= -11,917
Nilai dari parameter b1 dan b2 merupakan nilai dari
suatu sampel. Nilai b1 dan b2 tergantung pada jumlah
sampel yang ditarik. Penambahan atau pengurangan akan
mengakibatkan perubahan rentangan nilai b. Perubahan
rentang nilai b1 dan b2 diukur dengan standar error.
Semakin besar standar error mencerminkan nilai b
sebagai penduga populasi semakin kurang representatif.
Sebaliknya, semakin kecil standar error maka keakuratan
daya penduga nilai b terhadap populasi semakin tinggi.
Perbandingan antara nilai b dan standar error ini
memunculkan nilai t, yang dapat dirumuskan sebagai
berikut:
b
t = Sb
dimana:
b = nilai parameter
Sb = standar error dari b. Jika b sama dengan 0 (b=0) atau
Sb bernilai sangat besar, maka nilai t akan sama dengan
atau mendekati 0 (nol).
Untuk dapat melakukan uji t, perlu menghitung besarnya
standar error masing-masing parameter ( baik b0, b1, b2),
seperti diformulakan Gujarati (1995:198-199) sebagai
berikut:
S = ⎢ +
⎡1
2
1
2
X∑ x 2 + X
2
2
1
2
∑x − 2 X
X
1
b
0
2
2
2
80
80
2
1
x x∑⎤
2 ⎥
2
E∑
n
∑x∑
1
x 2 − (∑ x1 x 2 )
81
81
⎦⎥ n − 3
S b1 =
2
(∑ x1 )
2
2
∑2 x
∑E
2 n − 3
x 2 ) − ( ∑x1 x 2 )
2
(∑
Sb 2 =
2
(∑ x1 2 )
1
∑2 x
∑E
2 n − 3
x 2 ) − ( ∑x1 x 2 )
2
(∑
Rumus-rumus di atas, dapat kita masuki dengan
angka-angka yang tertera pada tabel, hanya saja belum
semuanya dapat terisi. Kita masih memerlukan lagi angka
untuk mengisi rumus
∑ e 2 . Untuk dapat mengisi
rumus
tersebut, perlu terlebih dulu mencari nilai e. Nilai e adalah
standar error yang terdapat dalam persamaan regresi.
Perhatikan persamaan regresi:
Y = b0 + b1X1 + b2 X2 + e
atau
Inflasi = b0 + b1Budep + b2 Kurs + e
Secara matematis, dari persamaan regresi di atas nilai e
dapat diperoleh, dengan cara mengubah posisi tanda
persamaan hingga menjadi:
e = Y- (b0 + b1X1 + b2 X2)
Dengan memasukkan nilai b0, b1, b2, yang telah
didapatkan, dan X1i, X2i, yang ada pada data, maka nilai
total e dapat terlihat pada tabel berikut:
X1
Y
X2
13.06
8.28 9433.25
13.81
9.14 9633.78
13.97 10.62 10204.70
13.79 10.51 11074.75
14.03 10.82 11291.19
14.14 12.11 11294.30
14.39 13.04 10883.57
14.97 12.23 8956.59
15.67 13.01 9288.05
15.91 12.47 10097.91
16.02 12.91 10554.86
16.21 12.55 10269.42
16.19 14.42 10393.82
15.88 15.13 10237.42
15.76 14.08 9914.26
15.55
13.3 9485.82
15.16 12.93 9115.05
14.85 11.48 8688.65
14.22 10.05 8964.70
13.93
10.6 8928.41
13.58 10.48 8954.43
13.13 10.33 9151.73
324.22 260.49216816.70
B0
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
B1
1.421
1.421
1.421
1.421
1.421
1.421
1.421
1.421
1.421
1.421
1.421
1.421
1.421
1.421
1.421
1.421
1.421
1.421
1.421
1.421
1.421
1.421
1.421
B2
0.000287
0.000287
0.000287
0.000287
0.000287
0.000287
0.000287
0.000287
0.000287
0.000287
0.000287
0.000287
0.000287
0.000287
0.000287
0.000287
0.000287
0.000287
0.000287
0.000287
0.000287
0.000287
0.000287
e
-1.05
-1.31
-0.23
-0.33
-0.42
0.71
1.40
0.32
0.01
-1.10
-0.95
-1.50
0.37
1.56
0.77
0.41
0.71
-0.18
-0.80
0.18
0.55
0.98
0.09
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai total nilai e
2
adalah sebesar 0.09, sedangkan total nilai e adalah
sebesar 15,90. Berdasarkan angka yang didapatkan
tersebut, maka standar error b0, b1, b2, dapat dicari
menggunakan rumus
yang
ada
hingga
hasil
penghitungannya tertera sebagai berikut:
e^2
1.11
1.73
0.05
0.11
0.18
0.50
1.97
0.10
0.00
1.21
0.90
2.24
0.13
2.43
0.60
0.17
0.50
0.03
0.63
0.03
0.30
0.96
15.90
Mencari Sb0.
⎢ +
S =
b0
⎡ 1
⎢
+
⎣ 22
⎡1
1
X
2
∑
2
2
x +X
2
2
∑x∑
⎢⎣ n
2
1
2
1
1
∑xX − 2 X
x2 2 − (∑ x1 x 2 )2
2
2
x x∑⎤
1
2 ⎥
e
2
∑
⎥⎦ n − 3
2
(14,74 ) (14 .318 .503,69 ) + (9.855 ,3) (22,40 ) − 2(14,74 )(9.855 ,3)( 2.227 ,72 ) ⎤ 15,90
⎦⎥
2
22 −
(22,40 )(14 .318 .503,69 ) − (2.227 ,72 )
3
=
⎡ 1 3.110.946.932,32 + 2.175.643.413,22 − 647.228.946,04 ⎤ 15,90
⎢ 22+
320.734.482.66 − 4.962.736,40
⎣
⎦ 19
⎡1
4.639.361.399,50 ⎤ 15,90
⎢ 22 + 315.771.746,26
⎣
⎦ 19
=
= (0.045 + 14,69) (0,84)
= 3,84 (0,84) = 3,226
Mencari Sb1.
S =
22
b1
x 2 )(
(
(
∑
⎡
1
2
∑x
e∑
x 2) −
∑
2
∑
xx )
2
n−3
1 2
14.318.503,69
⎤ 15,9
= ⎢
2 ⎥
⎣ (22,40)(14.318.503,69) − (2.227,72) ⎦ 19
=
14.318.503,69
(0,84)
315.771.746,26
= 0,045 (0.84)
= 0,213 x 0,84
= 0,179
Mencari Sb2:
Sb 2 =
2
(∑ x1 )
2
1
∑2 x
x 2 ) − (∑x1 x 2 )2 n − 3
2
∑
e
(∑
⎡
22,40
⎤ 15,9
= ⎢
2 ⎥
⎣ (22,40)(14.318.503,69) − (2.227,72) ⎦ 19
=
22,40
(0,84)
315.771.746,26
= 0,000000070 (0.84)
= 0,000266 x 0,84
= 0,000223
Setelah diketahui semua nilai standar error (Sb0, Sb1, Sb2)
melalui penggunaan rumus-rumus di atas, maka nilai t
untuk masing-masing parameter dapat diperoleh, karena
nilai t merupakan hasil bagi antara b dengan Sb. Pencarian
nilai t mempunyai kesamaan dengan model regresi linier
sederhana, hanya saja pencarian Sb nya yang berbeda.
Pencarian masing-masing nilai t dapat dirumuskan
sebagai berikut:
Mencari nilai statistik tb0:
tb 0 =
b0
Sb 0
Mencari nilai statistik tb1:
t b1 =
b1
Sb 1
Mencari nilai statistik tb2:
tb 2 =
b2
;
Sb 2
Dengan menggunakan rumus-rumus di atas, maka nilai tb0
adalah:
tb 0 =
− 11,917
= -3,694
3,226
dan nilai tb1 adalah:
t b1 =
1,421
=7,938
0,179
sedangkan nilai tb2 adalah:
tb 2 =
0,0002869
= 1,284
0,0002234
dengan diketahuinya nilai t hitung masing-masing
parameter, maka dapat digunakan untuk mengetahui
signifikan
tidaknya
variabel
penjelas
dalam
mempengaruhi variabel terikat. Untuk dapat mengetahui
apakah signifikan atau tidak nilai t hitung tersebut, maka
perlu membandingkan dengan nilai t tabel. Apabila nilai t
hitung lebih besar dibandingkan dengan nilai t tabel, maka
variabel penjelas tersebut signifikan. Sebaliknya, jika nilai
t hitung lebih kecil darit tabel, maka variabel penjelas
tersebut tidak signifikan.
Karena nilai tb1 adalah sebesar 7,938, yang berarti
lebih besar dibanding nilai tabel pada α=5% dengan df 19
yang besarnya 2,093, maka dapat dipastikan bahwa
variabel
budep
secara
individual
signifikan
mempengaruhi inflasi. Sedangkan nilai tb2 yang besarnya
1,284 adalah lebih kecil dibandingkan dengan nilai t tabel
pada α =5% dengan df 19 yang besarnya 2,093, maka
dapat dipastikan bahwa variabel Kurs secara individual
tidak signifikan mempengaruhi inflasi.
Pengujian kedua nilai t dapat dijelaskan dalam
bentuk gambar sebagai berikut:
Daerah diterima
7,938
Daerah ditolak
t α /2; (n-k-1)
2,093
Gb.3.2.
(+)
Daerah Uji t Variabel Budep
Daerah diterima
Daerah ditolak
1,284
t α /2; (n-k-1)
2,093
Gb.3.2.
Daerah Uji t Variabel Kurs
(+)
Bantuan dengan SPSS
Tahapan-tahan yang dilalui untuk melakukan regresi linier
berganda dengan penghitungan-penghitungan nilai a, b, Sb di atas,
dapat dilakukan dengan bantuan SPSS dengan tahapan sebagai
berikut:
• Pastikan data SPSS sudah siap
• Lakukan regresi, caranya: pilih Analyze, Reression, Linear
• Masukkan variabel Y ke kotak variabel dependen, dan
variabel X1 dan X2 ke kotak variabel Independen,
kemudian klik OK.
• Hasil regresi akan tampak dalam output regression yang
2
menunjukkan tabel: model summary (memuat R ), ANOVA
(memuat nilai F), Coefficient (memuat nilai t).
Model Summary
Model
1
R
.867a
R Square
.752
Adjusted
R Square
.726
Std. Error of
the Estimate
.9148
a. Predictors: (Constant), X2, X1
ANOVAb
Model
1
Regression
Sum of
Squares
48.261
df
2
Mean Square
24.130
.837
Residual
15.899
19
Total
64.160
21
a. Predictors: (Constant), X2, X1
b. Dependent Variable: Y
F
28.836
Sig.
.000a
Coefficientsa
Model
1
(Constant)
X1
X2
Unstandardized
Coefficients
B
Std. Error
-11.933
3.511
1.421
.195
2.869E-04
.000
Standardi
zed
Coefficien
ts
Beta
.840
.136
t
-3.399
7.298
1.177
Sig.
.003
.000
.254
a. Dependent Variable: Y
Catatan:
• Nilai a, b1, b2, antara hitungan manual dengan hitungan
SPSS terdapat sedikit perbedaan angka di belakang koma.
Ini disebabkan oleh pembulatan angka saat penghitungan.
• Angka 2.869E-04 dibaca 0,0002869
2
Koefisien Determinasi (R )
Disamping menguji signifikansi dari masingmasing variabel, kita dapat pula menguji determinasi
seluruh variabel penjelas yang ada dalam model regresi.
Pengujian ini biasanya disimbolkan dengan koefisien
2
regresi yang biasa disimbolkan dengan R . Uraian tentang
koefisien determinasi sedikit banyak telah disinggung
pada single linier regression. Pada sub bahasan ini hanya
menambah penjelasan-penjelasan agar menjadi lebih
lengkap saja.
Koefisien determinasi pada dasarnya digunakan
untuk mengkur goodness of fit dari persamaan regresi,
melalui hasil pengukuran dalam bentuk prosentase yang
menjelaskan determinasi variabel penjelas (X) terhadap
variabel yang dijelaskan (Y). Koefisien determinasi dapat
dicari melalui hasil bagi dari total sum of square (TSS)
atau total variasi Y terhadap explained sum of square
(ESS) atau variasi yang dijelaskan Y. Dengan demikian
2
kita dapat mendefinisikan lagi R dengan arti rasio antara
variasi yang dijelaskan Y dengan total variasi Y. Rumus
tersebut adalah sebagai berikut:
2
R = ESS
TSS
Total variasi Y (TSS) dapat diukur menggunakan
derajat deviasi dari masing-masing observasi nilai Y dari
rata-ratanya. Hasil pengukuran ini kemudian dijumlahkan
hingga mencakup seluruh observasi. Jelasnya:
TSS =
n
∑
(Yt − Y2
)
t =1
90
90
Nilai explained sum of square (ESS) atau variasi
yang dijelaskan Y didapat dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
ESS =
(Yˆ
n
∑
t
−Y)
2
t −1
Jadi, rumus di atas dapat pula dituliskan menjadi
sebagai berikut:
2
R =
∑ (Yˆ − Y )
∑ (Y − Y ) 2
2
dimana:
Yˆ (baca: Y cap) adalah nilai perkiraan Y atau
estimasi garis regresi.
Y (baca: Y bar) adalah nilai Y rata-rata.
Y cap diperoleh dengan cara menghitung hasil
regresi dengan memasukkan nilai parameter dan data
variabel. Penghitungan nilai Y cap menjadi penting untuk
dilakukan agar mempermudah kita dalam menggunakan
2
rumus R yang telah ditentukan di atas. Sebagai contoh
menghitung Y cap, berikut ini dihitung nilai Y cap pada
observasi 1.
Hasil regresi adalah:
Y = -11,917 + 1,421 (X1) + 0,0002869(X2)
Jika observasi nomor 1 (satu) kita hitung, dimana X1=
13,06 dan X2 = 9.433,25, maka nilai Yˆ1 = -11,917 + 1,421
(13,06) + 0,0002869(9.433,25)
= 9,438
Hasil hitungan Y cap individual maupun total, beserta
ekstensinya diperlukan untuk menyesuaikan dengan
2
rumus mencari R . Hasil perhitungan dan pengembangan
data selengkapnya tertera dalam tabel sebagai berikut:
X1
13.06
13.81
13.97
13.79
14.03
14.14
14.39
14.97
15.67
15.91
16.02
16.21
16.19
15.88
15.76
15.55
15.16
14.85
14.22
13.93
13.58
13.13
324.22
Y
8.28
9.14
10.62
10.51
10.82
12.11
13.04
12.23
13.01
12.47
12.91
12.55
14.42
15.13
14.08
13.3
12.93
11.48
10.05
10.6
10.48
10.33
260.49
X2
9433.25
9633.78
10204.70
11074.75
11291.19
11294.30
10883.57
8956.59
9288.05
10097.91
10554.86
10269.42
10393.82
10237.42
9914.26
9485.82
9115.05
8688.65
8964.70
8928.41
8954.43
9151.73
216816.70
B0
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
B1
B2
1.421 0.000287
1.421 0.000287
1.421 0.000287
1.421 0.000287
1.421 0.000287
1.421 0.000287
1.421 0.000287
1.421 0.000287
1.421 0.000287
1.421 0.000287
1.421 0.000287
1.421 0.000287
1.421 0.000287
1.421 0.000287
1.421 0.000287
1.421 0.000287
1.421 0.000287
1.421 0.000287
1.421 0.000287
1.421 0.000287
1.421 0.000287
1.421 0.000287
1.421 0.000287
Yˆ
9.348
10.471
10.862
10.856
11.259
11.416
11.654
11.925
13.015
13.588
13.876
14.064
14.071
13.586
13.322
12.901
12.240
11.678
10.862
10.439
9.949
9.366
260.747
ˆ
Yˆ − (Y − Y ) Y − (Y − Y )
2
-2.493 6.214 Y
-3.561
12.677
Y
2
-1.370
-0.978
-0.985
-0.581
-0.424
-0.187
0.085
1.174
1.748
2.035
2.223
2.230
1.745
1.482
1.061
0.400
-0.163
-0.979
-1.401
-1.891
-2.474
0.256
1.876
0.957
0.969
0.338
0.180
0.035
0.007
1.379
3.054
4.142
4.943
4.975
3.045
2.196
1.125
0.160
0.027
0.958
1.964
3.577
6.121
48.243
-2.701
-1.221
-1.331
-1.021
0.269
1.200
0.390
1.170
0.630
1.070
0.710
2.580
3.290
2.240
1.460
1.090
-0.361
-1.791
-1.241
-1.361
-1.511
-0.001
Dengan menggunakan angka-angka yang terdapat dalam
2
tabel di atas, maka nilai R dapat ditentukan. Adapun
2
rumus untuk mencari nilai R adalah sebagai berikut:
(Yˆ − Y )
∑=
∑ (Y − Y ) 2
2
R2 =
7.293
1.490
1.770
1.041
0.073
1.439
0.152
1.368
0.396
1.144
0.503
6.654
10.821
5.015
2.130
1.187
0.130
3.206
1.539
1.851
2.282
64.160
dengan demikian nilai R
sebesar:
2
R =
2
dari model yang ada adalah
48,243
64,160
2
R = 0,751
2
Nilai R sebesar 0,751 tersebut menunjukkan arti bahwa
determinasi variabel Budep (X1) dan Kurs (X2) dalam
mempengaruhi inflasi (Y) adalah sebesar 75,1%. Nilai
sebesar ini mengindikasikan bahwa model yang
digunakan dalam menjelaskan variabel Y cukup baik,
karena mencapai 75,1%. Sisanya sebesar 24,1%
dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dijelaskan dalam
model.
Uji F
Seperti telah dikemukakan di atas, bahwa dalam
regresi linier berganda variabel penjelasnya selalu
berjumlah lebih dari satu. Untuk itu, maka pengujian
tingkat signifikansi variabel tidak hanya dilakukan secara
individual saja, seperti dilakukan dengan uji t, tetapi dapat
pula dilakukan pengujian signifikansi semua variabel
penjelas secara serentak atau bersama-sama. Pengujian
secara serentak tersebut dilakukan dengan teknik analisis
of variance (ANOVA) melalui pengujian nilai F hitung
yang dibandingkan dengan nilai F tabel. Oleh karena itu
disebut pula dengan uji F.
Pada prinsipnya, teknik ANOVA digunakan untuk
menguji distribusi atau variansi means dalam variabel
penjelas apakah secara proporsional telah signifikan
menjelaskan variasi dari variabel yang dijelaskan. Untuk
memastikan jawabannya, maka perlu dihitung rasio antara
variansi means (variance between means) yang
dibandingkan dengan variansi di dalam kelompok
variabel (variance between group). Hasil pembandingan
keduanya itu (rasio antara variance between means
terhadap variance between group) menghasilkan nilai F
hitung, yang kemudian dibandingkan dengan nilai F tabel.
Jika nilai F hitung lebih besar dibanding nilai F tabel,
maka secara serentak seluruh variabel penjelas yang ada
dalam model signifikan mempengaruhi variabel terikat Y.
Sebaliknya, jika nilai F hitung lebih kecil dibandingkan
dengan nilai F tabel, maka tidak secara serentak seluruh
variabel penjelas yang ada dalam model signifikan
mempengaruhi variabel terikat Y.
Atau secara ringkas dapat dituliskan sebagai berikut:
F ≤ Fα ;( k −1);( n −k ) Æ
berarti tidak signifikan Æ
atau
H0
diterima
F > Fα
;( k −1);( n−k )
Æ berarti signifikan Æ atau H0
ditolak
H0 diterima atau ditolak, adalah merupakan suatu
keputusan jawaban terhadap hipotesis yang terkait dengan
uji F, yang biasanya dituliskan dalam kalimat sebagai
berikut:
H0 : b1 = b2 = 0 Variabel penjelas secara serentak tidak
signifikan mempengaruhi variabel yang
dijelaskan.
H0
:
b1 ≠ b2 ≠ 0
Variabel penjelas secara
serentak
signifikan
mempengaruhi
variabel yang dijelaskan.
Karena uji F adalah membandingkan antara nilai F hitung
dengan nilai F tabel, maka penting untuk mengetahui
bagaimana mencari nilai F hitung ataupun nilai F tabel.
Nilai F hitung dapat dicari dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
2
F=
R /(k − 1)
2
(1 − R ) /(n − k )
Sedangkan nilai F tabel telah ditentukan dalam tabel.
Yang penting untuk diketahui adalah bagaimana cara
membaca tabelnya. Seperti yang telah dituliskan pada
pembandingan antara nilai F hitung dan nilai F tabel di
atas, diketahui bahwa F tabel dituliskan Fα;k-1; (n-k).
Arti dari tulisan tersebut adalah:
• Simbol α menjelaskan tingkat signifikansi (level of
significance) (apakah pada α =0,05 atau α
=0,01 ataukah α =0,10, dan seterusnya).
• Simbol (k-1) menunjukkan degrees of freedom for
numerator.
• Simbol (n-k) menunjukkan degrees of freedom for
denominator.
Guna melengkapi hasil analisis data yang
dicontohkan di atas, kita dapat menghitung nilai F
berdasarkan rumus. Nilai F dari model tersebut ternyata
besarnya adalah:
2
F=
=
R /(k − 1)
2
(1 − R ) /(n − k )
(0,751) /(3 − 1)
(1 − 0,751) /(22 −
3)
0.3755
=
= 28.66
0.0131
Dari hasil penghitungan di atas diketahui bahwa nilai
F hitung adalah sebesar 28,66. Nilai ini lebih besar
dibanding dengan nilai F tabel pada α = 0,05 dengan (k1)
= 2, dan (n-k) = (22-3) = 19 yang besarnya 3,52. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa variabel Budep dan
Kurs secara serentak signifikan mempengaruhi inflasi.
Dengan demikian, maka null hyphothesis ditolak.
Daerah penolakan atau penerimaan hipotesis dapat dilihat
pada gambar berikut ini:
Daerah diterima
Daerah ditolak
F(α; k-1; n-k)
F0,05;2;19; 3,52
F
Gb.3.2. Daerah Uji F
-000Tugas:
1. Buatlah rangkuman dari pembahasan di atas!
2. Cobalah untuk menyimpulkan maksud dari uraian
bab ini!
3. Lakukanlah perintah-perintah di bawah ini:
a. Coba jelaskan apa yang dimaksud dengan
regresi linier berganda!
b. Coba tuliskan model regresi linier berganda!
c. Coba uraikan arti dari notasi atas model yang
telah anda tuliskan!
d. Jelaskan informasi apa yang dapat diungkap
pada konstanta!
e. Jelaskan informasi apa yang dapat diungkap
pada koefisien regresi!
f. Coba sebutkan perbedaan-perbedaan antara
model regresi linier sederhana dengan model
regresi linier berganda!
g. Jelaskan mengapa rumus untuk mencari nilai
b pada model regresi linier erganda berbeda
dengan model regresi linier sederhana!
h. Coba jelaskan apakah pencarian nilai t juga
mengalami perubahan! kenapa?
i. Coba uraikan bagaimana menentukan nilai t
yang signifikan!
j. Jelaskan apa kegunaan nilai F!
k. Bagaimana menentukan nilai F yang
signifikan?
l. Jelaskan apakah rumus dalam mencari
koefisien determinasi pada model regresi
linier berganda berbeda dengan regresi linier
sederhana! kenapa?
m. Jelaskan bagaimana variabel penjelas dapat
dianggap sebagai prediktor terbaik dalam
menjelaskan Y!
Pengertian Regresi linier Berganda
Pada bab sebelumnya telah dibahas tentang regresi
linier dengan 2 (dua) variabel (yaitu variabel Y dan X)
atau biasa disebut dengan single linier regression. Pada
bab ini jumlah variabel yang digunakan akan ditambah
menjadi lebih banyak, yaitu satu variabel Y dan jumlah
variabel X nya lebih dari 1 (satu) variabel. Artinya,
variabel X bisa berjumlah 2, 3, atau lebih. Jumlah X yang
lebih dari satu tersebut terkenal dengan istilah Regresi
Linier Berganda atau multiple linier regression.
Bertambahnya jumlah variabel X hingga lebih dari
satu sangat memungkinkan, karena dalam keilmuan sosial
semua faktor-vaktor atau variabel-variabel saling
berkaitan satu dengan lainnya. Sebagai misal, munculnya
inflasi tentu tidak hanya dipengaruhi oleh bunga deposito
(budep) saja seperti yang telah diterangkan di atas, tetapi
sangat mungkin dipengaruhi oleh faktor lain seperti
perubahan nilai tukar (kurs), jumlah uang beredar,
kelangkaan barang, dan lain-lain.
Sebagaimana dalam teori inflasi, inflasi dapat
digolongkan sebagai inflasi karena tarikan permintaan dan
inflasi desakan biaya. Inflasi tarikan permintaan terjadi
apabila masyarakat banyak memegang uang. Tentu secara
singkat dapat diartikan bahwa terdapat jumlah kelebihan
jumlah uang beredar yang ada di masyarakat. Selain itu
dapat pula disebabkan ekspektasi masyarakat akibat
adanya perubahan nilai tukar uang. Seperti yang pernah
terjadi di Indonesia dalam kurun waktu pertengahan Juni
11
1997 hingga 2003, gerakan lonjakan inflasi ternyata
terjadi pula pada gerakan lonjakan nilai tukar rupiah
(IDR) terhadap dollar Amerika Serikat (USD). Inflasi
desakan biaya mempunyai sebab yang hampir serupa.
Inflasi jenis ini terjadi akibat melonjaknya harga-harga
faktor produksi. Kalau ditelusuri, melonjaknya hargaharga faktor produksi dapat disebabkan banyak hal seperti
semakin langkanya jenis barang, tuntutan kenaikan gaji
pekerja, semakin mahalnya ongkos transportasi, atau bisa
juga disebabkan oleh adanya perubahan nilai tukar mata
uang juga. Dari uraian singkat ini dapat disimpulkan
bahwa pemicu terjadinya inflasi desakan biaya karena
perubahan pada sisi supply, sedang inflasi tarikan
permintaan disebabkan perubahan pada sisi demand.
Berbagai alasan yang dijelaskan di atas, maka
untuk semakin memperjelas perihal terjadinya inflasi,
dapat dicoba menambah satu variabel penduga (X2) yaitu
Kurs, yang menggambarkan nilai tukar IDR terhadap
USD, pada kurun waktu yang sama dengan data
sebelumnya yaitu antara Januari 2001 hingga Oktober
2002. Karena jumlah variabel X tidak lagi satu melainkan
sudah dua, maka analisa yang akan digunakan adalah
analisa regresi linier berganda. Dengan bertambahnya
variabel Kurs sebagai variabel penduga, maka data yang
dianalisis pun bertambah hingga menjadi sebagai berikut:
70
70
X1
(Budep)
13.06
13.81
13.97
13.79
14.03
14.14
14.39
14.97
15.67
15.91
16.02
16.21
16.19
15.88
15.76
15.55
15.16
14.85
14.22
13.93
13.58
13.13
324.22
Y
(Inflasi)
8.28
9.14
10.62
10.51
10.82
12.11
13.04
12.23
13.01
12.47
12.91
12.55
14.42
15.13
14.08
13.3
12.93
11.48
10.05
10.6
10.48
10.33
260.49
X2
(Kurs)
9433.25
9633.78
10204.7
11074.75
11291.19
11294.3
10883.57
8956.59
9288.05
10097.91
10554.86
10269.42
10393.82
10237.42
9914.26
9485.82
9115.05
8688.65
8964.7
8928.41
8954.43
9151.73
216816.7
Perubahan model dari bentuk single ke dalam bentuk
multiple mengalami beberapa perubahan, meliputi: 1)
jumlah variabel penjelasnya bertambah, sehingga
spesifikasi model dan data terjadi penambahan. 2) rumus
penghitungan nilai b mengalami perubahan, 3) jumlah
degree of freedom dalam menentukan nilai t juga berubah.
Model Regresi Linier Berganda
Penulisan model regresi linier berganda merupakan
pengembangan dari model regresi linier tunggal.
Perbedaannya hanya terdapat pada jumlah variabel X saja.
Dalam regresi linier tunggal hanya satu X, tetapi dalam
regresi linier berganda variabel X lebih dari satu. Model
regresi linier umumnya dituliskan sebagai berikut:
Populasi:
BnXn + e
Y = A + B1X1 + B2X2 + B3X3 + ………+
Atau
BnXn + e
Y = B0 + B1X1 + B2X2 + B3X3 + ………+
Sampel :
nXn
+e
Y = a + b1X1 + b 2X2 + b 3X3 + ………+ b
Atau
nXn + e
Y = b0 + b1X1 + b 2X2 + b 3X3 + ………+ b
Perlu diingat bahwa penulisan model sangat
beragam. Hal ini dapat dimengerti karena penulisan
model sendiri hanya bertujuan sebagai teknik anotasi
untuk memudahkan interpretasi. Penulisan cara di atas
adalah bentuk model yang sering dijumpai dalam
beberapa literatur. Notasi model seperti itu tentu berbeda
16
dengan notasi model Yale . Apabila kita ingin
menganalisis pengaruh Budep dan Kurs terhadap Inflasi
dengan mengacu model Yale, maka notasi model menjadi
seperti berikut:
Populasi:
Y = B1.23 + B12.3X2i + B13.2X3i + e
Sampel :
Y = b1.23 + b12.3X2i + b13.2X3i + e
16
G.U. Yale, On the Theory of Correlation for any Number of Variables,
Treated by a new System of Notation, Preceeding of Royal Society, A, Vol.79,
1970.
Notasi model Yale ini mempunyai spesifikasi dalam
menandai variabel terikat yang selalu dengan angka 1.
Untuk variabel bebas notasinya dimulai dari angka 2, 3, 4,
17
dan seterusnya. Notasi b1.23 berarti nilai perkiraan Y
kalau X2 dan X3 masing-masing sama dengan 0 (nol).
Notasi b12.3 berarti besarnya pengaruh X2 terhadap Y jika
X3 tetap.
Notasi b13..2 berarti besarnya pengaruh X3 terhadap Y jika
X2 tetap.
Penulisan model dengan simbol Y untuk variabel
dependen, dan X untuk variabel independen, saat ini
mulai ada penyederhanaan lagi, yang intinya untuk
semakin memudahkan interpretasi. Berdasar pada
keinginan mempermudah dalam mengingat variabel yang
akan dibahas, maka notasi model dapat pula ditulis
sebagai berikut:
Inflasi
= b0 + b1Budep + b2 Kurs + ε
...............................
(Pers.f.2)
Penulisan dengan gaya seperti ini ternyata sekarang lebih
disukai oleh penulis-penulis saat ini, karena memberikan
kemudahan bagi para pembacanya untuk tidak mengingatingat arti dari simbol X yang dituliskan, tetapi cukup
dengan melihat nama variabelnya. Dengan pertimbangan
tersebut maka cara ini nanti juga akan banyak digunakan
dalam pembahasan selanjutnya.
Penghitungan Nilai Parameter
Penggunaan metode OLS dalam regresi linier
berganda dimaksudkan untuk mendapatkan aturan dalam
17
Penulisan model seperti ini ditemui pula dalam buku-buku karya Gujarati
mengestimasi parameter yang tidak diketahui. Prinsip
yang terkandung dalam OLS sendiri adalah untuk
meminimalisasi perbedaan jumlah kuadrat kesalahan (sum
of square) antara nilai observasi Y dengan Yˆ . Secara
matematis, fungsi minimalisasi sum of square ditunjukkan
dalam rumus:
∑
e 2 (b0, b1,b2) =
n
∑
n =1
=
n
∑
(Y − Yˆ ) 2
(Y − b0 − b1 X 1 − b2 X2 2 )
n =1
Untuk mendapatkan estimasi least square b0, b1,b2
minimum, dapat dilakukan melalui cara turunan parsial
(partially differentiate) dari formula di atas, sebagai
berikut:
∂∑ e 2
= 2nb0 + 2b1 ∑ X 1 + 2b2 ∑ X 2 − 2∑ Y
∂b0
2
∂ ∑e
X1+
= 2b 0 ∑ 2b
∂b1
1
X
∑ 2b
2
1
+
2
∑X
1
X 2 − 2∑ X 1Y
∂∑ e
2
= 2b0 ∑ X 2 + 2b1 ∑ X 1 X 2 +2b2 ∑ X 2 − 2∑ X 2Y
∂b2
2
Jadikan nilai-nilai turunan parsial di atas menjadi sama
dengan 0 (nol), dengan cara membagi dengan angka 2,
hingga menjadi:
nb0 + ∑ X 1b1 + ∑ X 2 b2 =
∑
1
1 0
1
∑Y
X b + ∑ 2X
X X b = X Y
b +∑ 1 2 2 ∑ 1
∑
X 2 b0 + ∑ X 1 X 2 b1 + ∑ 2Xb2 = ∑ X 2Y
2
Untuk menyederhanakan rumus paling atas dilakukan
pembagian dengan n, sehingga memperoleh rumus baru
sebagai berikut:
b0 + b1 X 1 + b2 X 2 =
Y
b0 = Y − b1 X 1 − b2
X2
Kalau kita notasikan:
y = Y −
Y
x1 = X 1 − X
1
x2 = X 2 − X
2
maka b1 dan b2 dapat dicari dengan rumus:
2
( x1 y )(∑ x2 ) − (∑ 2 x y )(∑1 x2 x )
b1 = ∑
∑ x2 ) − (∑ x1 x 2 )
1
(∑ x 2 y )(∑ x21 ) − (∑ x1 y )(∑ x1 x 2 )
b
(∑ 1x 2 ) x 22 ) − x1 x 2 )2
2=
(∑
(∑
Telah dikemukaan di atas bahwa pencarian nilai b
pada single linier berbeda dengan multiple linier.
Perbedaan ini muncul karena jumlah variabel penjelasnya
bertambah. Semakin banyaknya variabel X ini maka
kemungkinan-kemungkinan yang menjelaskan model juga
mengalami
pertambahan.
Dalam
single
linier
kemungkinan perubahan variabel lain tidak terjadi, tetapi
dalam multiple linier hal itu terjadi. Misalnya, Jika terjadi
perubahan pada X1, meskipun X2 konstan, akan mampu
merubah nilai harapan dari Y. Begitu pula, perubahan
pada X2, meskipun X1 konstan, akan mampu merubah
nilai harapan dari Y. Perubahan yang terjadi pada X1 atau
X2 tentu mengakibatkan perubahan nilai harapan Y atau
E(Y/X1,X2) yang berbeda. Oleh karena itu pencarian nilai
b mengalami perubahan.
Guna mengetahui seberapa besar kontribusi X1
terhadap perubahan Y, tentu perlu untuk melakukan
kontrol pengaruh dari X2. Begitu pula, untuk mengetahui
kontribusi X2, maka perlu juga melakukan kontrol
terhadap X1.
Dari sini dapat timbul pertanyaan,
bagaimana caranya mengontrolnya? Untuk menjawabnya,
perlu ilustrasi secara konkrit agar mudah dipahami.
Misalnya kita hendak mengontrol pengaruh linier X2
ketika melakukan pengukuran dampak dari perubahan X1
terhadap Y, maka dapat melakukan langkah-langkah
sebagai berikut:
Tahap pertama: lakukan regresi Y terhadap X2.
Y = b0 + b2 X2 + e1
Dimana e1 merupakan residual, yang besarnya:
e1 = Y – b0 – b2X2
= Y- Yˆ
Tahap kedua: lakukan regresi X1 terhadap X2
X1 = b0 + b2 X2 + e2
Dimana e1 merupakan residual, yang besarnya:
e2 = X1 – b0 – b2X2
= X1- Xˆ
Tahap ketiga: lakukan regresi e1 terhadap e2
e1 = a0 + a1e2 +e3
Besarnya a1 pada tahap ketiga inilah yang
merupakan nilai pasti atau net effect dari perubahan satu
unit X1 terhadap Y, atau menunjukkan kemiringan (slope)
garis Y atas variabel X1.
Logika dari teori tersebut yang mendasari rumus
yang dapat digunakan untuk menentukan koefisien regresi
parsial (partial regression coefficients) (baca: b1, b2).
Dengan memanfaatkan data yang telah tersedia, kita dapat
pula menentukan nilai b1 variabel Budep maupun b2
variabel Kurs. Pencarian koefisien regresi tersebut dapat
dilakukan dengan menggunakan rumus-rumus yang telah
ditentukan di atas. Guna mempermudah dalam
memasukkan angka-angka ke dalam rumus, maka data
yang ada perlu diekstensifkan sesuai dengan kebutuhan
rumus tersebut. Hasil ekstensifikasi dari beberapa rumus
yang dicari sebagai berikut:
∑
x1
2
∑ X1 −
2
=(∑=X
2
=
∑
∑
)
n
=
∑
1
2
x2
2
∑
−
xy=(
1
x y=(
2
X
(∑=X 2 )
2
2
n
∑X Y)
−
1
1
(∑ X )(∑ Y )
n
2
( X )( Y )
∑ X 2Y ) ∑ n ∑
−
∑
x1 x 2 = X
1
(∑ X
(∑ X 1 )(∑ X )
)−
2
n
2
Dengan menggunakan rumus-rumus
tersebut di atas, maka nilai total masingmasing komponen rumus yang dikembangkan
adalah tertera sebagai berikut:
X1
324.22
X2
Y
260.49 216,816.70x
2
∑
1
2
∑
2
∑
x
x32.48
y
22.40 14,318,503.69
x
1
Berdasarkan data-data yang tertera
dalam tabel di atas, maka nilai b0, b1, dan b2
dapat
ditentukan,
melalui
pencarian
menggunakan rumus-rumus sebagai berikut:
Rumus untuk mencari nilai b1 (pada
model multiple regression) adalah:
b1=
x
2
(∑ x1 y )(∑
x 2 ) − (∑ x 2 y )(∑ x1 x 2 )
2
(∑1)(∑x 2) − x1 x 2 ) 2
(∑
2
Rumus untuk mencari nilai b2 (pada
model multiple regression) adalah:
b2
(∑ x 2 y )(∑ 2x1 ) − (∑ x1 y )(∑ x1 x 2 )
=
1
∑
x 2 ) − ( ∑ x1 x 2 )
Rumus untuk mencari nilai b0 (pada
model multiple regression) adalah:
b0 = Y − b1 X 1 − b2 X 2
∑
2
∑
1 2
x 7,274.46
y
x2,227.72
Dengan menggunakan rumus pencarian
b1 di atas, maka diketahui bahwa nilai b1
adalah:
2
( x1 y )(∑ x2 ) − (∑ 2 x y )(∑1 x2 x )
b1 = ∑
∑ x 2 ) − ( ∑ x1 x 2 )
1
=
(32.49)(14.318.503,70) − (7.274,64)
(2.227,72)
(22,41)(14.318.503,70) −
2
(2.227,72)
=
465.208.185,21 − 16.205.861,02
320.877.667,92 − 4.962.736,40
=
449.002.324,19
315.914.931,52
b1 = 1,421
Dengan menggunakan rumus pencarian b2 di atas,
maka diketahui bahwa nilai b2 adalah:
(∑ x 2 y )(∑ x21 ) − (∑ x1 y )(∑ x1 x 2 )
b
2=
(∑ 1x )(∑ x 22 ) −
x 1 x 2 )2
(∑
2
(7.274,64)(22.41) − (32.49)
= (2.227,72) (22.41)(14.318.503,70) −
2
(2.227.72)
=
163.024,68 − 72.378,62
320.877.667,92 − 4.962.736,40
=
90.646,06
315.914.931,52
= 0,0002869 atau dapat ditulis dengan 2,869E-04
Dengan menggunakan rumus pencarian b0 di atas,
maka diketahui bahwa nilai b0 adalah:
b0 = Y − b1 X 1 − b2 X 2
= 11,84-1,421(14,73)-0,0002869(9.855,30)
= 11,84-20,93,2,827
= -11,917
Nilai dari parameter b1 dan b2 merupakan nilai dari
suatu sampel. Nilai b1 dan b2 tergantung pada jumlah
sampel yang ditarik. Penambahan atau pengurangan akan
mengakibatkan perubahan rentangan nilai b. Perubahan
rentang nilai b1 dan b2 diukur dengan standar error.
Semakin besar standar error mencerminkan nilai b
sebagai penduga populasi semakin kurang representatif.
Sebaliknya, semakin kecil standar error maka keakuratan
daya penduga nilai b terhadap populasi semakin tinggi.
Perbandingan antara nilai b dan standar error ini
memunculkan nilai t, yang dapat dirumuskan sebagai
berikut:
b
t = Sb
dimana:
b = nilai parameter
Sb = standar error dari b. Jika b sama dengan 0 (b=0) atau
Sb bernilai sangat besar, maka nilai t akan sama dengan
atau mendekati 0 (nol).
Untuk dapat melakukan uji t, perlu menghitung besarnya
standar error masing-masing parameter ( baik b0, b1, b2),
seperti diformulakan Gujarati (1995:198-199) sebagai
berikut:
S = ⎢ +
⎡1
2
1
2
X∑ x 2 + X
2
2
1
2
∑x − 2 X
X
1
b
0
2
2
2
80
80
2
1
x x∑⎤
2 ⎥
2
E∑
n
∑x∑
1
x 2 − (∑ x1 x 2 )
81
81
⎦⎥ n − 3
S b1 =
2
(∑ x1 )
2
2
∑2 x
∑E
2 n − 3
x 2 ) − ( ∑x1 x 2 )
2
(∑
Sb 2 =
2
(∑ x1 2 )
1
∑2 x
∑E
2 n − 3
x 2 ) − ( ∑x1 x 2 )
2
(∑
Rumus-rumus di atas, dapat kita masuki dengan
angka-angka yang tertera pada tabel, hanya saja belum
semuanya dapat terisi. Kita masih memerlukan lagi angka
untuk mengisi rumus
∑ e 2 . Untuk dapat mengisi
rumus
tersebut, perlu terlebih dulu mencari nilai e. Nilai e adalah
standar error yang terdapat dalam persamaan regresi.
Perhatikan persamaan regresi:
Y = b0 + b1X1 + b2 X2 + e
atau
Inflasi = b0 + b1Budep + b2 Kurs + e
Secara matematis, dari persamaan regresi di atas nilai e
dapat diperoleh, dengan cara mengubah posisi tanda
persamaan hingga menjadi:
e = Y- (b0 + b1X1 + b2 X2)
Dengan memasukkan nilai b0, b1, b2, yang telah
didapatkan, dan X1i, X2i, yang ada pada data, maka nilai
total e dapat terlihat pada tabel berikut:
X1
Y
X2
13.06
8.28 9433.25
13.81
9.14 9633.78
13.97 10.62 10204.70
13.79 10.51 11074.75
14.03 10.82 11291.19
14.14 12.11 11294.30
14.39 13.04 10883.57
14.97 12.23 8956.59
15.67 13.01 9288.05
15.91 12.47 10097.91
16.02 12.91 10554.86
16.21 12.55 10269.42
16.19 14.42 10393.82
15.88 15.13 10237.42
15.76 14.08 9914.26
15.55
13.3 9485.82
15.16 12.93 9115.05
14.85 11.48 8688.65
14.22 10.05 8964.70
13.93
10.6 8928.41
13.58 10.48 8954.43
13.13 10.33 9151.73
324.22 260.49216816.70
B0
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
B1
1.421
1.421
1.421
1.421
1.421
1.421
1.421
1.421
1.421
1.421
1.421
1.421
1.421
1.421
1.421
1.421
1.421
1.421
1.421
1.421
1.421
1.421
1.421
B2
0.000287
0.000287
0.000287
0.000287
0.000287
0.000287
0.000287
0.000287
0.000287
0.000287
0.000287
0.000287
0.000287
0.000287
0.000287
0.000287
0.000287
0.000287
0.000287
0.000287
0.000287
0.000287
0.000287
e
-1.05
-1.31
-0.23
-0.33
-0.42
0.71
1.40
0.32
0.01
-1.10
-0.95
-1.50
0.37
1.56
0.77
0.41
0.71
-0.18
-0.80
0.18
0.55
0.98
0.09
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai total nilai e
2
adalah sebesar 0.09, sedangkan total nilai e adalah
sebesar 15,90. Berdasarkan angka yang didapatkan
tersebut, maka standar error b0, b1, b2, dapat dicari
menggunakan rumus
yang
ada
hingga
hasil
penghitungannya tertera sebagai berikut:
e^2
1.11
1.73
0.05
0.11
0.18
0.50
1.97
0.10
0.00
1.21
0.90
2.24
0.13
2.43
0.60
0.17
0.50
0.03
0.63
0.03
0.30
0.96
15.90
Mencari Sb0.
⎢ +
S =
b0
⎡ 1
⎢
+
⎣ 22
⎡1
1
X
2
∑
2
2
x +X
2
2
∑x∑
⎢⎣ n
2
1
2
1
1
∑xX − 2 X
x2 2 − (∑ x1 x 2 )2
2
2
x x∑⎤
1
2 ⎥
e
2
∑
⎥⎦ n − 3
2
(14,74 ) (14 .318 .503,69 ) + (9.855 ,3) (22,40 ) − 2(14,74 )(9.855 ,3)( 2.227 ,72 ) ⎤ 15,90
⎦⎥
2
22 −
(22,40 )(14 .318 .503,69 ) − (2.227 ,72 )
3
=
⎡ 1 3.110.946.932,32 + 2.175.643.413,22 − 647.228.946,04 ⎤ 15,90
⎢ 22+
320.734.482.66 − 4.962.736,40
⎣
⎦ 19
⎡1
4.639.361.399,50 ⎤ 15,90
⎢ 22 + 315.771.746,26
⎣
⎦ 19
=
= (0.045 + 14,69) (0,84)
= 3,84 (0,84) = 3,226
Mencari Sb1.
S =
22
b1
x 2 )(
(
(
∑
⎡
1
2
∑x
e∑
x 2) −
∑
2
∑
xx )
2
n−3
1 2
14.318.503,69
⎤ 15,9
= ⎢
2 ⎥
⎣ (22,40)(14.318.503,69) − (2.227,72) ⎦ 19
=
14.318.503,69
(0,84)
315.771.746,26
= 0,045 (0.84)
= 0,213 x 0,84
= 0,179
Mencari Sb2:
Sb 2 =
2
(∑ x1 )
2
1
∑2 x
x 2 ) − (∑x1 x 2 )2 n − 3
2
∑
e
(∑
⎡
22,40
⎤ 15,9
= ⎢
2 ⎥
⎣ (22,40)(14.318.503,69) − (2.227,72) ⎦ 19
=
22,40
(0,84)
315.771.746,26
= 0,000000070 (0.84)
= 0,000266 x 0,84
= 0,000223
Setelah diketahui semua nilai standar error (Sb0, Sb1, Sb2)
melalui penggunaan rumus-rumus di atas, maka nilai t
untuk masing-masing parameter dapat diperoleh, karena
nilai t merupakan hasil bagi antara b dengan Sb. Pencarian
nilai t mempunyai kesamaan dengan model regresi linier
sederhana, hanya saja pencarian Sb nya yang berbeda.
Pencarian masing-masing nilai t dapat dirumuskan
sebagai berikut:
Mencari nilai statistik tb0:
tb 0 =
b0
Sb 0
Mencari nilai statistik tb1:
t b1 =
b1
Sb 1
Mencari nilai statistik tb2:
tb 2 =
b2
;
Sb 2
Dengan menggunakan rumus-rumus di atas, maka nilai tb0
adalah:
tb 0 =
− 11,917
= -3,694
3,226
dan nilai tb1 adalah:
t b1 =
1,421
=7,938
0,179
sedangkan nilai tb2 adalah:
tb 2 =
0,0002869
= 1,284
0,0002234
dengan diketahuinya nilai t hitung masing-masing
parameter, maka dapat digunakan untuk mengetahui
signifikan
tidaknya
variabel
penjelas
dalam
mempengaruhi variabel terikat. Untuk dapat mengetahui
apakah signifikan atau tidak nilai t hitung tersebut, maka
perlu membandingkan dengan nilai t tabel. Apabila nilai t
hitung lebih besar dibandingkan dengan nilai t tabel, maka
variabel penjelas tersebut signifikan. Sebaliknya, jika nilai
t hitung lebih kecil darit tabel, maka variabel penjelas
tersebut tidak signifikan.
Karena nilai tb1 adalah sebesar 7,938, yang berarti
lebih besar dibanding nilai tabel pada α=5% dengan df 19
yang besarnya 2,093, maka dapat dipastikan bahwa
variabel
budep
secara
individual
signifikan
mempengaruhi inflasi. Sedangkan nilai tb2 yang besarnya
1,284 adalah lebih kecil dibandingkan dengan nilai t tabel
pada α =5% dengan df 19 yang besarnya 2,093, maka
dapat dipastikan bahwa variabel Kurs secara individual
tidak signifikan mempengaruhi inflasi.
Pengujian kedua nilai t dapat dijelaskan dalam
bentuk gambar sebagai berikut:
Daerah diterima
7,938
Daerah ditolak
t α /2; (n-k-1)
2,093
Gb.3.2.
(+)
Daerah Uji t Variabel Budep
Daerah diterima
Daerah ditolak
1,284
t α /2; (n-k-1)
2,093
Gb.3.2.
Daerah Uji t Variabel Kurs
(+)
Bantuan dengan SPSS
Tahapan-tahan yang dilalui untuk melakukan regresi linier
berganda dengan penghitungan-penghitungan nilai a, b, Sb di atas,
dapat dilakukan dengan bantuan SPSS dengan tahapan sebagai
berikut:
• Pastikan data SPSS sudah siap
• Lakukan regresi, caranya: pilih Analyze, Reression, Linear
• Masukkan variabel Y ke kotak variabel dependen, dan
variabel X1 dan X2 ke kotak variabel Independen,
kemudian klik OK.
• Hasil regresi akan tampak dalam output regression yang
2
menunjukkan tabel: model summary (memuat R ), ANOVA
(memuat nilai F), Coefficient (memuat nilai t).
Model Summary
Model
1
R
.867a
R Square
.752
Adjusted
R Square
.726
Std. Error of
the Estimate
.9148
a. Predictors: (Constant), X2, X1
ANOVAb
Model
1
Regression
Sum of
Squares
48.261
df
2
Mean Square
24.130
.837
Residual
15.899
19
Total
64.160
21
a. Predictors: (Constant), X2, X1
b. Dependent Variable: Y
F
28.836
Sig.
.000a
Coefficientsa
Model
1
(Constant)
X1
X2
Unstandardized
Coefficients
B
Std. Error
-11.933
3.511
1.421
.195
2.869E-04
.000
Standardi
zed
Coefficien
ts
Beta
.840
.136
t
-3.399
7.298
1.177
Sig.
.003
.000
.254
a. Dependent Variable: Y
Catatan:
• Nilai a, b1, b2, antara hitungan manual dengan hitungan
SPSS terdapat sedikit perbedaan angka di belakang koma.
Ini disebabkan oleh pembulatan angka saat penghitungan.
• Angka 2.869E-04 dibaca 0,0002869
2
Koefisien Determinasi (R )
Disamping menguji signifikansi dari masingmasing variabel, kita dapat pula menguji determinasi
seluruh variabel penjelas yang ada dalam model regresi.
Pengujian ini biasanya disimbolkan dengan koefisien
2
regresi yang biasa disimbolkan dengan R . Uraian tentang
koefisien determinasi sedikit banyak telah disinggung
pada single linier regression. Pada sub bahasan ini hanya
menambah penjelasan-penjelasan agar menjadi lebih
lengkap saja.
Koefisien determinasi pada dasarnya digunakan
untuk mengkur goodness of fit dari persamaan regresi,
melalui hasil pengukuran dalam bentuk prosentase yang
menjelaskan determinasi variabel penjelas (X) terhadap
variabel yang dijelaskan (Y). Koefisien determinasi dapat
dicari melalui hasil bagi dari total sum of square (TSS)
atau total variasi Y terhadap explained sum of square
(ESS) atau variasi yang dijelaskan Y. Dengan demikian
2
kita dapat mendefinisikan lagi R dengan arti rasio antara
variasi yang dijelaskan Y dengan total variasi Y. Rumus
tersebut adalah sebagai berikut:
2
R = ESS
TSS
Total variasi Y (TSS) dapat diukur menggunakan
derajat deviasi dari masing-masing observasi nilai Y dari
rata-ratanya. Hasil pengukuran ini kemudian dijumlahkan
hingga mencakup seluruh observasi. Jelasnya:
TSS =
n
∑
(Yt − Y2
)
t =1
90
90
Nilai explained sum of square (ESS) atau variasi
yang dijelaskan Y didapat dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
ESS =
(Yˆ
n
∑
t
−Y)
2
t −1
Jadi, rumus di atas dapat pula dituliskan menjadi
sebagai berikut:
2
R =
∑ (Yˆ − Y )
∑ (Y − Y ) 2
2
dimana:
Yˆ (baca: Y cap) adalah nilai perkiraan Y atau
estimasi garis regresi.
Y (baca: Y bar) adalah nilai Y rata-rata.
Y cap diperoleh dengan cara menghitung hasil
regresi dengan memasukkan nilai parameter dan data
variabel. Penghitungan nilai Y cap menjadi penting untuk
dilakukan agar mempermudah kita dalam menggunakan
2
rumus R yang telah ditentukan di atas. Sebagai contoh
menghitung Y cap, berikut ini dihitung nilai Y cap pada
observasi 1.
Hasil regresi adalah:
Y = -11,917 + 1,421 (X1) + 0,0002869(X2)
Jika observasi nomor 1 (satu) kita hitung, dimana X1=
13,06 dan X2 = 9.433,25, maka nilai Yˆ1 = -11,917 + 1,421
(13,06) + 0,0002869(9.433,25)
= 9,438
Hasil hitungan Y cap individual maupun total, beserta
ekstensinya diperlukan untuk menyesuaikan dengan
2
rumus mencari R . Hasil perhitungan dan pengembangan
data selengkapnya tertera dalam tabel sebagai berikut:
X1
13.06
13.81
13.97
13.79
14.03
14.14
14.39
14.97
15.67
15.91
16.02
16.21
16.19
15.88
15.76
15.55
15.16
14.85
14.22
13.93
13.58
13.13
324.22
Y
8.28
9.14
10.62
10.51
10.82
12.11
13.04
12.23
13.01
12.47
12.91
12.55
14.42
15.13
14.08
13.3
12.93
11.48
10.05
10.6
10.48
10.33
260.49
X2
9433.25
9633.78
10204.70
11074.75
11291.19
11294.30
10883.57
8956.59
9288.05
10097.91
10554.86
10269.42
10393.82
10237.42
9914.26
9485.82
9115.05
8688.65
8964.70
8928.41
8954.43
9151.73
216816.70
B0
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
-11.933
B1
B2
1.421 0.000287
1.421 0.000287
1.421 0.000287
1.421 0.000287
1.421 0.000287
1.421 0.000287
1.421 0.000287
1.421 0.000287
1.421 0.000287
1.421 0.000287
1.421 0.000287
1.421 0.000287
1.421 0.000287
1.421 0.000287
1.421 0.000287
1.421 0.000287
1.421 0.000287
1.421 0.000287
1.421 0.000287
1.421 0.000287
1.421 0.000287
1.421 0.000287
1.421 0.000287
Yˆ
9.348
10.471
10.862
10.856
11.259
11.416
11.654
11.925
13.015
13.588
13.876
14.064
14.071
13.586
13.322
12.901
12.240
11.678
10.862
10.439
9.949
9.366
260.747
ˆ
Yˆ − (Y − Y ) Y − (Y − Y )
2
-2.493 6.214 Y
-3.561
12.677
Y
2
-1.370
-0.978
-0.985
-0.581
-0.424
-0.187
0.085
1.174
1.748
2.035
2.223
2.230
1.745
1.482
1.061
0.400
-0.163
-0.979
-1.401
-1.891
-2.474
0.256
1.876
0.957
0.969
0.338
0.180
0.035
0.007
1.379
3.054
4.142
4.943
4.975
3.045
2.196
1.125
0.160
0.027
0.958
1.964
3.577
6.121
48.243
-2.701
-1.221
-1.331
-1.021
0.269
1.200
0.390
1.170
0.630
1.070
0.710
2.580
3.290
2.240
1.460
1.090
-0.361
-1.791
-1.241
-1.361
-1.511
-0.001
Dengan menggunakan angka-angka yang terdapat dalam
2
tabel di atas, maka nilai R dapat ditentukan. Adapun
2
rumus untuk mencari nilai R adalah sebagai berikut:
(Yˆ − Y )
∑=
∑ (Y − Y ) 2
2
R2 =
7.293
1.490
1.770
1.041
0.073
1.439
0.152
1.368
0.396
1.144
0.503
6.654
10.821
5.015
2.130
1.187
0.130
3.206
1.539
1.851
2.282
64.160
dengan demikian nilai R
sebesar:
2
R =
2
dari model yang ada adalah
48,243
64,160
2
R = 0,751
2
Nilai R sebesar 0,751 tersebut menunjukkan arti bahwa
determinasi variabel Budep (X1) dan Kurs (X2) dalam
mempengaruhi inflasi (Y) adalah sebesar 75,1%. Nilai
sebesar ini mengindikasikan bahwa model yang
digunakan dalam menjelaskan variabel Y cukup baik,
karena mencapai 75,1%. Sisanya sebesar 24,1%
dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dijelaskan dalam
model.
Uji F
Seperti telah dikemukakan di atas, bahwa dalam
regresi linier berganda variabel penjelasnya selalu
berjumlah lebih dari satu. Untuk itu, maka pengujian
tingkat signifikansi variabel tidak hanya dilakukan secara
individual saja, seperti dilakukan dengan uji t, tetapi dapat
pula dilakukan pengujian signifikansi semua variabel
penjelas secara serentak atau bersama-sama. Pengujian
secara serentak tersebut dilakukan dengan teknik analisis
of variance (ANOVA) melalui pengujian nilai F hitung
yang dibandingkan dengan nilai F tabel. Oleh karena itu
disebut pula dengan uji F.
Pada prinsipnya, teknik ANOVA digunakan untuk
menguji distribusi atau variansi means dalam variabel
penjelas apakah secara proporsional telah signifikan
menjelaskan variasi dari variabel yang dijelaskan. Untuk
memastikan jawabannya, maka perlu dihitung rasio antara
variansi means (variance between means) yang
dibandingkan dengan variansi di dalam kelompok
variabel (variance between group). Hasil pembandingan
keduanya itu (rasio antara variance between means
terhadap variance between group) menghasilkan nilai F
hitung, yang kemudian dibandingkan dengan nilai F tabel.
Jika nilai F hitung lebih besar dibanding nilai F tabel,
maka secara serentak seluruh variabel penjelas yang ada
dalam model signifikan mempengaruhi variabel terikat Y.
Sebaliknya, jika nilai F hitung lebih kecil dibandingkan
dengan nilai F tabel, maka tidak secara serentak seluruh
variabel penjelas yang ada dalam model signifikan
mempengaruhi variabel terikat Y.
Atau secara ringkas dapat dituliskan sebagai berikut:
F ≤ Fα ;( k −1);( n −k ) Æ
berarti tidak signifikan Æ
atau
H0
diterima
F > Fα
;( k −1);( n−k )
Æ berarti signifikan Æ atau H0
ditolak
H0 diterima atau ditolak, adalah merupakan suatu
keputusan jawaban terhadap hipotesis yang terkait dengan
uji F, yang biasanya dituliskan dalam kalimat sebagai
berikut:
H0 : b1 = b2 = 0 Variabel penjelas secara serentak tidak
signifikan mempengaruhi variabel yang
dijelaskan.
H0
:
b1 ≠ b2 ≠ 0
Variabel penjelas secara
serentak
signifikan
mempengaruhi
variabel yang dijelaskan.
Karena uji F adalah membandingkan antara nilai F hitung
dengan nilai F tabel, maka penting untuk mengetahui
bagaimana mencari nilai F hitung ataupun nilai F tabel.
Nilai F hitung dapat dicari dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
2
F=
R /(k − 1)
2
(1 − R ) /(n − k )
Sedangkan nilai F tabel telah ditentukan dalam tabel.
Yang penting untuk diketahui adalah bagaimana cara
membaca tabelnya. Seperti yang telah dituliskan pada
pembandingan antara nilai F hitung dan nilai F tabel di
atas, diketahui bahwa F tabel dituliskan Fα;k-1; (n-k).
Arti dari tulisan tersebut adalah:
• Simbol α menjelaskan tingkat signifikansi (level of
significance) (apakah pada α =0,05 atau α
=0,01 ataukah α =0,10, dan seterusnya).
• Simbol (k-1) menunjukkan degrees of freedom for
numerator.
• Simbol (n-k) menunjukkan degrees of freedom for
denominator.
Guna melengkapi hasil analisis data yang
dicontohkan di atas, kita dapat menghitung nilai F
berdasarkan rumus. Nilai F dari model tersebut ternyata
besarnya adalah:
2
F=
=
R /(k − 1)
2
(1 − R ) /(n − k )
(0,751) /(3 − 1)
(1 − 0,751) /(22 −
3)
0.3755
=
= 28.66
0.0131
Dari hasil penghitungan di atas diketahui bahwa nilai
F hitung adalah sebesar 28,66. Nilai ini lebih besar
dibanding dengan nilai F tabel pada α = 0,05 dengan (k1)
= 2, dan (n-k) = (22-3) = 19 yang besarnya 3,52. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa variabel Budep dan
Kurs secara serentak signifikan mempengaruhi inflasi.
Dengan demikian, maka null hyphothesis ditolak.
Daerah penolakan atau penerimaan hipotesis dapat dilihat
pada gambar berikut ini:
Daerah diterima
Daerah ditolak
F(α; k-1; n-k)
F0,05;2;19; 3,52
F
Gb.3.2. Daerah Uji F
-000Tugas:
1. Buatlah rangkuman dari pembahasan di atas!
2. Cobalah untuk menyimpulkan maksud dari uraian
bab ini!
3. Lakukanlah perintah-perintah di bawah ini:
a. Coba jelaskan apa yang dimaksud dengan
regresi linier berganda!
b. Coba tuliskan model regresi linier berganda!
c. Coba uraikan arti dari notasi atas model yang
telah anda tuliskan!
d. Jelaskan informasi apa yang dapat diungkap
pada konstanta!
e. Jelaskan informasi apa yang dapat diungkap
pada koefisien regresi!
f. Coba sebutkan perbedaan-perbedaan antara
model regresi linier sederhana dengan model
regresi linier berganda!
g. Jelaskan mengapa rumus untuk mencari nilai
b pada model regresi linier erganda berbeda
dengan model regresi linier sederhana!
h. Coba jelaskan apakah pencarian nilai t juga
mengalami perubahan! kenapa?
i. Coba uraikan bagaimana menentukan nilai t
yang signifikan!
j. Jelaskan apa kegunaan nilai F!
k. Bagaimana menentukan nilai F yang
signifikan?
l. Jelaskan apakah rumus dalam mencari
koefisien determinasi pada model regresi
linier berganda berbeda dengan regresi linier
sederhana! kenapa?
m. Jelaskan bagaimana variabel penjelas dapat
dianggap sebagai prediktor terbaik dalam
menjelaskan Y!