PERBEDAAN HASIL BELAJAR GEOGRAFI SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBER HEADS TOGETHER (NHT) DAN STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) KELAS XI IPS SMAN 4 METRO TAHUN PELAJARAN 2012-2013

(1)

1

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Bentuk lembaga pendidikan sebagai perwujudan dari UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003 adalah adanya lembaga-lembaga pendidikan formal, non-formal, dan informal. Pendidikan informal didapatkan dari jalur pendidikan diluar sekolah yang dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang, pendidikan non formal didapatkan dari keluarga dan lingkungan, sedangkan sekolah memberikan pembelajaran secara formal (UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003).

Sekolah merupakan jantung sistem pendidikan umum di Indonesia. Mayoritas anak-anak di Indonesia dididik di sekolah untuk menjadi pelindung terpenting bagi kepribadian nasional. Tujuan sekolah sangat penting dalam menyiapkan anak-anak untuk kehidupannya di masyarakat. Pendidikan disini bukan hanya sekedar menyampaikan pelajaran saja, namun mampu membuat siswa berfikir


(2)

2

kritis, analitis, dan mampu mencapai kemandirian yang akan digunakan untuk kehidupannnya kelak.

Jenjang pendidikan formal mencakup pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. SMA Negeri 4 Metro merupakan salah satu sekolah menengah atas favorit yang ada di Kota Metro. Pada bulan November tahun 2011 sekolah menengah atas ini mendapatkan akreditasi A, berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah. Jumlah guru geografi yang ada sebanyak tiga orang, dua orang guru berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan satu orang guru berstatus honorer. Masing-masing guru bertanggung jawab untuk mengelola satu rombongan belajar sendiri.

Pada tahun ajaran 2012-2013 jumlah siswa SMA Negeri 4 Metro sebanyak 742 siswa. Dengan rincian jumlah siswa kelas X sebanyak 237 siswa, yang terdiri atas delapan rombongan belajar, jumlah siswa kelas XI sebanyak 256 siswa, yang terdiri atas delapan rombongan belajar, dan jumlah siswa kelas XII sebanyak 249 siswa, yang terdiri atas sembilan rombongan belajar dengan satu kelas akselerasi. Pembagian kelas dilakukan secara acak, kelas yang heterogen ini memungkinkan pengelompokkan siswa secara acak, karena terdapat keragaman kemampuan akademik, ras, gender, etnis, agama, jenis kelamin dan lainnya.

SMA Negeri 4 Metro telah menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dalam proses pembelajarannya sejak tahun 2006. Perubahan kurikulum yang dilakukan oleh sekolah ini juga merubah paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran. Perubahan ini juga harus diikuti oleh guru yang berperan penuh atas penyelenggaraan pembelajaran sekolah baik di dalam kelas maupun di luar


(3)

3

kelas. Salah satu perubahannya adalah pendekatan pembelajaran yang semula berpusat pada guru (teacher oriented) beralih berpusat pada murid (student oriented).

Dalam KTSP pembelajaran melibatkan peranan aktif antara siswa dan guru sehingga proses pembelajaran berlangsung dua arah. Metode pembelajaran yang semula ekspositori berubah menjadi partisipatori dan pendekatan yang semula tekstual berubah menjadi kontekstual. Semua perubahan tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki mutu pendidikan, baik dari segi proses maupun hasil pendidikan.

Adanya KTSP diharapkan Pemerintah dapat memperbaiki permasalahan pendidikan yang sudah ada. Kurikulum tingkat satuan pendidikan akan mendapati masalah yang tidak jauh berbeda dengan kurikulum pendahulu apabila pembelajaran tidak didukung oleh guru yang profesional dan perubahan paradigma pembelajaran. Akan tetapi dalam prakteknya merubah paradigma pembelajaran tidaklah mudah, dibutuhkan suatu tekad dan kemauan yang tinggi serta yang kerjasama yang mendukung dari siswa dan guru untuk merubahnya.

Pendidikan dikatakan berkualitas apabila dalam proses pembelajarannya dapat berlangsung secara efektif dan siswa mengalami proses pembelajaran yang bermakna. Tingkat penguasaan materi yang tinggi terhadap tugas-tugas belajar sesuai dengan sasaran dan tujuan pendidikan merupakan ciri dari pendidikan yang berkualitas. Hal ini dapat dilihat pada hasil belajar yang dinyatakan dalam proses akademik. Keberhasilan suatu belajar tidak hanya tergantung pada siswa saja


(4)

4

tetapi juga peran guru. Siswa dan guru harus berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran.

Untuk melihat ketercapaian tujuan pembelajaran maka dilakukan penilaian hasil belajar. Permendiknas nomor 20 tahun 2007 menyatakan bahwa penilaian hasil belajar dapat dilihat dari ujian blok, ujian tengah semester, ujian akhir semester, ujian kenaikan kelas, ujian sekolah dan ujian nasional.

Penentuan ketuntasan belajar atau kriteria ketuntasan minimal ditentukan oleh masing-masing sekolah dengan tiga pertimbangan yaitu kemampuan tiap siswa

(intake siswa), fasilitas (sarana), dan daya dukung setiap sekolah (Trianto, 2011b:241). Dengan demikian setiap sekolah dan setiap mata pelajaran

memiliki KKM yang dapat berbeda dengan sekolah lain.

Guru mata pelajaran geografi SMA Negeri 4 Metro menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk mata pelajaran geografi adalah 74. Siswa dinyatakan tuntas belajar apabila siswa mencapai nilai 74 atau lebih. Apabila siswa belum mencapai nilai KKM, maka guru akan memberikan remedial untuk memperbaiki nilai siswa ini. Berdasarkan hasil pra-survey yang dilakukan di SMA Negeri 4 Metro pada tanggal 24 September 2012 didapatkan nilai geografi hasil ujian blok di kelas XI IPS SMA Negeri 4 Metro. Distribusi hasil belajar geografi dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut:


(5)

5

Tabel 1.1. Distribusi Nilai Geografi Berdasarkan Hasil Ujian Blok Kelas XI IPS SMA Negeri 4 Metro Tahun Pelajaran 2012-2013.

No Interval Nilai

Frekuensi

Jumlah

Siswa %

XI IPS I XI IPS II XI IPS III XI IPS IV

1 50-53 - - 4 1 5 4,51

2 54-57 1 - 1 1 3 2,70

3 58-61 1 - 2 2 5 4,51

4 62-65 4 2 3 4 13 11,71

5 66-69 1 4 1 - 6 5,4

6 70-73 6 2 3 2 13 11,71

7 74-77 10 6 7 5 28 25,23

8 78-82 5 13 7 13 38 34,23

TOTAL 28 27 28 28 111 100

Sumber : Dokumentasi Guru Geografi SMA Negeri 4 Metro.

Berdasarkan data ujian semester ganjil kelas XI IPS SMA Negeri 4 Metro diketahui bahwa hasil belajar geogafi siswa belum semua tuntas, karena sebanyak 40,54% dari 111 siswa atau sebanyak 45 siswa belum mencapai standar kriteria ketuntasan minimal. Siswa yang memiliki nilai lebih dari kriteria ketuntasan minimal sebanyak 59,46% dari 111 siswa atau sebanyak 66 siswa.

Hal ini didukung oleh Djamarah dan Aswin (2010:107) yaitu apabila bahan pelajaran yang diajarkan hanya 60% sampai dengan 75% saja dikuasai siswa maka pembelajaran tersebut dikatakan rendah. Rekapitulasi pencapaian ketuntasan belajar siswa kelas XI IPS pada mata pelajaran geografi dapat dilihat pada Tabel 1.2 berikut:

Tabel 1.2. Pencapaian Kriteria Ketuntasaan Minimal (KKM) Geografi Kelas XI IPS di SMA Negeri 4 Metro Tahun Pelajaran 2012-2013.

KKM Frekuensi %

XI IPS 1 XI IPS 2 XI IPS 3 XI IPS 4

≤73 (Tidak Tuntas) 13 8 14 10 40,54

≥74 (Tuntas) 15 19 14 18 59,46

TOTAL 28 27 28 28 100


(6)

6

Berdasarkan data pra survey diketahui bahwa hasil belajar geografi rendah. Dalam proses pembelajaran banyak faktor yang mempengaruhi baik yang berasal dari dalam diri siswa maupun dari luar dirinya. Faktor yang ada dalam diri siswa antara lain kesehatan, cacat tubuh, intelegensi, perhatian, minat, sikap, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan, sedangkan faktor diluar siswa antara lain lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat (Slameto, 2003:54).

Penggunaan model pembelajaran adalah faktor dari luar siswa yang berasal dari lingkungan sekolah. Arends dalam Trianto (2011b:24) meyeleksi enam model pembelajaran yang sering dan praktis digunakan guru dalam mengajar, yaitu: presentasi, pembelajaran langsung, pembelajaran konsep, pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis masalah, dan diskusi kelas. Arends dan pakar model pembelajaran lain juga berpendapat, bahwa tidak ada satu model pembelajaran yang paling baik diantara yang lainnya, karena masing-masing model pembelajaran dapat dirasakan baik, apabila telah diujicobakan untuk mengajarkan materi pelajaran tertentu dan hasilnya memuaskan. Dengan demikian, guru selaku fasilitator sebaiknya menyeleksi model pembelajaran mana yang dirasa paling baik untuk membelajarkan suatu materi tertentu.

Belum optimalnya hasil pembelajaran di SMA Negeri 4 Metro diduga karena kurang tepat pendekatan pembelajaran yang digunakan. Dalam memilih model pembelajaran harus memiliki pertimbangan-pertimbangan tertentu seperti kemampuan akademik siswa, tingkat kesukaran materi yang akan diajarkan, gaya belajar, sarana dan prasarana sehingga tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan


(7)

7

dapat tercapai. Berdasarkan hasil pra survey, model pembelajaran yang telah diterapkan di SMA Negeri 4 telah cukup beragam sesuai dengan kebutuhan siswa dan kurikulum yang berlaku saat ini, namun variasi pembelajaran itu dirasa belum mampu meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.

Model pembelajaran yang telah digunakan di SMA Negeri 4 Metro seperti ceramah, tanya jawab, diskusi kelompok, dan resitasi (penugasan). Penggunaan model ceramah yang masih berbasis kepada guru dirasa belum mampu mengoptimalkan potensi yang ada di dalam diri siswa. Pada saat kegiatan pembelajaran siswa cenderung pasif dan ada kemungkinan kurang tepat dalam mengambil kesimpulan karena guru menyampaikan bahan pelajaran secara lisan. Pada saat kegiatan tanya jawab, hanya beberapa siswa saja yang aktif bertanya, sedangkan siswa lainnya pasif dalam proses pembelajaran.

Kegiatan diskusi kelompok yang digunakan juga belum memiliki struktur tugas dengan jelas. Siswa belum dilibatkan secara penuh dalam proses pembelajaran secara aktif, kreatif, dan menyenangkan. Hanya siswa tertentu yang akan aktif terlibat dalam proses diskusi secara interaktif, sedangkan siswa lainnya kurang termotivasi untuk mengikuti proses diskusi ini. Penugasan (resitasi) yang diberikan kepada siswa juga belum memiliki struktur yang jelas, hal ini dirasa belum dapat mengakomodir kebutuhan siswa yang beragam sehingga pembelajaran berjalan tidak efektif dan efisien. Guru hanya memberikan tugas kepada siswa namun tidak disertai bimbingan lebih lanjut, jadi siswa hanya mengerjakan tugas saja tanpa mengetahui makna dari pemberian tugas ini. Variasi model pembelajaran perlu digunakan agar siswa dapat aktif dan dengan mudah


(8)

8

menguasai materi yang diberikan, sehingga potensi yang ada pada diri siswa dapat dioptimalkan dan tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Penggunaan model pembelajaran yang kurang tepat membuat siswa cepat merasa bosan dan mengantuk pada saat pembelajaran berlangsung. Pengetahuan yang telah diperoleh siswa di dalam kelas akan mudah dilupakan dan siswa tidak termotivasi untuk mengikuti pembelajaran geografi selanjutnya. Dampaknya akan terlihat secara nyata pada rendahnya hasil belajar geografi siswa.

Mata pelajaran geografi sampai sekarang ini masih dianggap sulit oleh siswa. Sebagian besar siswa kurang antusias untuk belajar geografi, cenderung enggan bahkan kurang serius dalam mengikuti pembelajaran. Siswa masih cenderung menerima apa yang disampaikan guru. Hal ini tercermin dari adanya siswa yang mengobrol dengan teman sebangkunya, ataupun mengantuk pada saat pembelajaran berlangsung. Banyak siswa yang menganggap bahwa geografi hanyalah sekumpulan konsep-konsep yang perlu dihafalkan, yang pada akhirnya geografi menakutkan dan tidak menyenangkan. Oleh karena itu, mata pelajaran geografi harus diajarkan kepada siswa dengan metode yang tepat yaitu menarik dan menyenangkan. Inovasi pembelajaran dapat meningkatkan intensitas interaksi edukatif yang terjadi, sehingga membuat siswa lebih tertarik untuk belajar.

Salah satu hal yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran adalah dengan memilih model pembelajaran yang tepat. Model pembelajaran berkaitan erat dengan materi dan pokok bahasan yang disampaikan. Hal ini senada dikemukakan oleh Roestiyah (2008:3) bahwa setiap teknik mengajar hanya dapat digunakan di dalam situasi dan tujuan tertentu. Suatu model pembelajaran


(9)

9

dipandang tepat untuk situasi tertentu, namun dirasa kurang tepat untuk situasi lain. Setiap model pembelajaran memiliki karakteristik tersendiri dan memiliki keunggulan serta kekurangan masing-masing.

Penggunaan model harus disesuaikan dengan tujuan pengajaran yang telah ditentukan sebelumnya. Model yang dipilih harus membantu peserta didik untuk mencapai hasil belajar yang efektif dan efisien. Dalam praktiknya guru tidak hanya menggunakan satu model mengajar saja, karena sebetulnya tidak ada model mengajar yang paling baik atau paling tepat digunakan sendiri.

Salah satu model pembelajaran yang sudah dikenal adalah pembelajaran kooperatif atau cooperative learning. Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran berdasarkan faham konstrutivisme. Pada pembelajaran kooperatif dibentuk kelompok kecil dengan siswa yang heterogen, mulai dari jenis kelamin, ras, suku, kecerdasannya, dan selanjutnya diberikan bantuan secara individu bagi siswa yang memerlukan (Rusman, 2010:201).

Model pembelajaran kooperatif ternyata dapat meningkatkan hasil belajar akademik siswa. Hasil penelitian Solihatin dan Raharjo (2007:5) menyatakan bahwa salah satu model yang dianggap efektif untuk diterapkan dalam pembelajaran, yaitu semodel pembelajaran kooperatif. Selanjutnya Stahl dalam Solihatin dan Raharjo (2007:13) menemukan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif mendorong tumbuhnya sikap kesetiakawanan dan keterbukaan antar siswa. Hal ini dapat ditarik benang merah bahwa model pembelajaran kooperatif terbukti efektif untuk meningkatkan hasil belajar.


(10)

10

Penerapan model pembelajaran kooperatif menurut penelitian yang selama ini telah dilakukan menyatakan bahwa model ini terbukti efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa dan rasa kesetiakawanan terhadap siswa yang lainnya. Semua model pembelajaran kooperatif menitikberatkan pada proses belajar dalam kelompok dan bukan mengerjakan sesuatu bersama kelompok. Siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit apabila saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Jadi hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek dalam pembelajaran kooperatif.

Untuk menyeimbangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), maka model yang dikembangkan harus berbasis kepada siswa. Pada situasi ini dapat dikembangkan pembelajaran kooperatif. Dalam pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Penggunaan model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan penguasaan materi, belajar untuk bekerja sama, menghargai pendapat, dan bertanggung jawab. Kegiatan ini juga dapat mengembangkan tingkat pemikiran yang tinggi, keterampilan sosial (komunikasi), minat, percaya diri, toleransi terhadap perbedaan individu. Pembelajaran ini tidak hanya menekankan kepada aspek kognitif namun hubungan inter personal juga turut dibangun.

Ada beberapa variasi model pembelajaran kooperatif diantaranya adalah Student Teams Acievement Division (STAD), Jigsaw, Group Investigastion (GI), Number Head Together (NHT), Make a Match (Membuat Pasangan), Teams Games Tournaments (TGT), Think Pair Share (TPS), dan Team Assisted


(11)

11

Individualization (TAI), setiap model pembelajaran tersebut memiliki ciri khas yang membedakannya dengan model kooperatif lain, namun prinsip dasar dari pembelajaran kooperatif ini tidak berubah.

Model pembelajaran kooperatif tipe Number Heads Together (NHT) dan Student Team Achievement Division (STAD) adalah model pembelajaran yang sering dan mudah digunakan dalam pembelajaran oleh guru pemula. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Number Heads Together (NHT) siswa dibentuk kelompok heterogen, setiap kelompok beranggotakan tiga sampai empat siswa, setiap anggota memiliki satu nomor, guru mengajukan pertanyaan untuk didiskusikan bersama dalam kelompok. Guru menunjuk salah satu nomor untuk mewakili kelompoknya. Teknik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.

Model pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD) adalah metode yang efektif jika diterapkan pada materi berbagai bidang studi seperti matematika, berhitung dan studi terapan, penggunaan dan mekanika bahasa, geografi dan kemampuan peta, dan konsep-konsep Ilmu Pengetahuan ilmiah (Slavin, 2011:12). Dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD siswa dibagi dalam kelompok yang terdiri atas empat sampai lima orang untuk menyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh guru. Guru memberikan kuis individual kepada siswa, dan masing-masing siswa tidak boleh saling bekerjasama dalam mengerjakan kuis, selanjutnya guru memberikan penghargaan kepada kelompok dengan skor perkembangan tertinggi.


(12)

12

Proses pembelajaran yang berlandaskan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) lebih menekankan pentingnya proses belajar siswa disamping hasil belajar yang akan dicapainya. Hal ini diasumsikan bahwa proses belajar yang optimal memungkinkan hasil belajar yang optimal pula (Sudjana, 2010:36). Penerapan setiap model pembelajaran akan memberikan efek yang berbeda pada hasil belajar siswa. Dalam proses pembelajaran kooperatif Number Heads Together (NHT) dan Student Team Achievement Division (STAD) memiliki kesamaan, namun perbedaan akan terlihat lebih jelas dalam proses pemberian nomor atau identitas dan evaluasi. Pada model pembelajaran kooperatif Number Heads Together siswa diberi nomor yang berbeda dalam kelompoknya dan pada saat evaluasi guru akan memanggil nomor siswa secara acak, kemudian siswa akan menjawab pertanyaan dari guru. Pemanggilan ini dilakukan secara acak, dan siswa memiliki tanggung jawab terhadap keberhasilan kelompoknya.

Pada pembelajaran kooperatif Student Team Achievement Division siswa tidak memiliki nomor tertentu dalam kelompoknya, dan evaluasi dilakukan dengan cara masing-masing siswa menyelesaikan kuis individual dan tidak boleh bekerja sama dengan siswa lain untuk menyelesaikan kuis. Dengan demikian penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan STAD akan memiliki pengaruh yang berbeda terhadap hasil belajar siswa.


(13)

13

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan, dapat diidentifikasi permasalahan dalam penelitian ini:

1. Ketuntasan hasil belajar geografi siswa tergolong masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya siswa yang belum mencapai KKM.

2. Guru geografi masih menggunakan metode pembelajaran ceramah. 3. Penggunaan metode pembelajaran yang kurang tepat dan bervariasi.

4. Guru geografi belum menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan STAD.

C.Batasan Masalah

Pembatasan masalah dalam penelitian sangatlah diperlukan agar penelitian menjadi lebih terarah dan meminimalisir kesalahan. Dalam penelitian ini dibatasi dan dititikberatkan pada perbedaan hasil belajar geografi pada ranah kognitif yang diberi perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan STAD pada materi sumber daya alam.

D.Perumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

1. Apakah ada perbedaan rerata hasil belajar geografi dengan perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan STAD pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 4 Metro?


(14)

14

2. Apakah rerata hasil belajar geografi dengan perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih tinggi dibandingkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 4 Metro?

3. Apakah ada perbedaan gain hasil belajar geografi dengan perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan STAD pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 4 Metro?

4. Apakah gain hasil belajar geografi dengan perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih tinggi dibandingkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 4 Metro?

E.Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui perbedaan rerata hasil belajar geografi dengan perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan STAD pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 4 Metro.

2. Untuk mengetahui perbedaan rerata hasil belajar geografi dengan perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih tinggi dibandingkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 4 Metro.

3. Untuk mengetahui perbedaan gain hasil belajar geografi dengan perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan STAD pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 4 Metro.


(15)

15

4. Untuk mengetahui perbedaan gain hasil belajar geografi dengan perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih tinggi dibandingkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 4 Metro.

F. Kegunaan penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Untuk menambah pengetahuan serta lebih mendukung teori-teori yang ada sehubungan dengan masalah yang diteliti.

b. Sebagai dasar untuk mengadakan penelitian lebih lanjut .

2. Manfaat Secara Praktis Bagi Siswa

a. Dengan diterapkannya model pembelajaran ini diharapkan dapat membantu siswa yang mengalami kesulitan untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan siswa lain sehingga meningkatkan hasil belajar siswa.

b. Siswa dapat memperoleh pengalaman belajar secara langsung dengan model pembelajaran koopertif yang diharapkan dapat meningkatkan rasa senang, meningkatkan kemampuan bersosialisasi, tanggung jawab, dan percaya diri.

Bagi Guru

Sebagai acuan dan bahan pertimbangan bagi guru mengenai variasi model pembelajaran yang dapat digunakan sebagai usaha untuk meningkatkan hasil belajar siswa sesuai dengan materi pembelajaran.


(16)

16

Bagi Sekolah

Diharapkan dapat bermanfaat bagi lulusan (output) yang dihasilkan, sehingga kualitas lulusan lebih bermutu dan meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah.

G.Ruang Lingkup Penelitian

Sebagai ruang lingkup kajian penelitian ini adalah mencakup hal-hal berikut: 1. Obyek Penelitian

Obyek penelitian ini adalah hasil belajar geografi menggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Number Heads Together (NHT) dan Student Team Achievement Division (STAD).

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS SMA Negeri 4 Metro. 3. Tempat Penelitian

Tempat penelitian ini adalah SMA Negeri 4 Metro, dengan alamat Jalan Raya Stadion Tejosari 24 Kecamatan Metro Timur Kota Metro.

4. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan oktober tahun 2012. 5. Ruang Lingkup Ilmu adalah Strategi Pembelajaran Geografi

Menurut Sumaatmadja (2001:82) Strategi pembelajaran geografi adalah cara berusaha dan bertindak yang diarahkan kepada peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.


(17)

62

Variabel Bebas

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

1. Metode Penelitian Yang Digunakan

Metode yang digunakan pada penelitian ini eksperimen semu (Quasi Eksperimen). Menurut Arikunto (2002:77) eksperimen semu adalah jenis komparasi yang membandingkan pengaruh pemberian suatu perlakuan (Treatment) pada suatu objek (Kelompok eksperimen) serta melihat besar pengaruh perlakuannya.

Hal ini senada dengan Sudjana dan Ibrahim (2010:44) dalam desain eksperimen semu, kontrol atau pengendalian variabel tidak bisa dilakukan secara ketat atau secara penuh. Situasi kelas sebagai tempat mengkondisi perlakuan tidak memungkinkan pengontrolan yang demikian ketat. Rancangan penelitiannya tergambar pada Tabel 3.1 berikut:

Tabel 3.1. Rancangan Penelitian

NHT (A1) STAD (A2)

Kelas XI IPS 1 (B1) A1B1 A2B1

Kelas XI IPS 3 (B2) A1B2 A2B2

Jumlah Siswa 28 Siswa 28 Siswa

Sumber: Sudjana dan Ibrahim (2010:47) Sampel


(18)

63

Keterangan:

A1B1 : Hasil belajar geografi kelompok siswa yang diberi perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

A2B1 : Hasil belajar geografi kelompok siswa yang diberi perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

A1B2 : Hasil belajar geografi kelompok siswa yang diberi perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

A2B2 : Hasil belajar geografi kelompok siswa yang diberi perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

2. Prosedur Penelitian

Prosedur dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Melakukan survey awal ke sekolah untuk mengetahui jumlah kelas dan siswa yang akan dijadikan subjek penelitian

b. Menentukan dua kelompok belajar yang akan dijadikan subyek penelitian. c. Memberikan perlakuan yang berbeda antara kedua kelompok eksperimen.

Pada kelompok eksperimen pertama guru menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT, kegiatan ini berawal dari guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok, pada masing-masing kelompok terdapat anak dengan kemampuan tinggi dan rendah. Tiap anak diberi nomor. Guru membagikan materi pelajaran dan soal ditiap kelompok yang akan dibahas kemudian tiap kelompok akan membahas materi dan soal tersebut. Siswa akan mencari tahu sendiri materi yang belum dipahami dengan mendiskusikannya dengan teman satu kelompok. Kemudian guru akan memanggil nomor siswa untuk


(19)

64

menjawab soal, siswa yang dipanggil kemudian menjawab soal di depan kelas. Di akhir pembelajaran guru bersama-sama dengan siswa menyimpulkan materi pembelajaran yang baru diajarkan.

d. Sedangkan untuk kelompok eksperimen kedua, guru menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, guru sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran. Guru hanya menyampaikan suatu materi, kemudian para siswa bergabung dalam kelompoknya yang terdiri atas empat sampai lima orang untuk menyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh guru. Setelah selesai mereka menyerahkan pekerjaannya secara tunggal untuk setiap kelompok kepada guru. Dalam penempatan kelompok guru memilih secara heterogen. e. Memberikan tes yang sama pada kedua kelompok pada akhir pembelajaran.

Tes tersebut berguna untuk mengetahui kondisi subjek yang berkenaan dengan variabel dependen. Tes tersebut sudah di uji cobakan terlebih dahulu sebelum diteskan kepada kelompok belajar yang bukan menjadi subyek penelitian.

f. Data-data yang diperoleh dianalisis dengan statistik yang sesuai. g. Menarik kesimpuan dari hasil penelitian yang telah dilakukan.

3. Rancangan Perlakuan a. Tahap Perencanaan

1) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) bersama dengan guru mata pelajaran geografi sesuai dengan model pembelajaran yang akan digunakan.


(20)

65

2) Menyusun Lembar Kerja Siswa (LKS) bersama dengan guru mata pelajaran geografi yang akan diberikan kepada siswa pada saat belajar kelompok.

3) Membuat soal tes untuk mengetahui penguasaan hasil belajar siswa. b. Tahap Pelaksanaan

1) Mengambil nilai hasil tes pokok bahasan sebelumnya sebagai acuan dalam pembagian kelompok.

2) Prosedur pelaksanaan pembelajaran terbagi menjadi dua, yaitu penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dan NHT pada pokok bahasan sumber daya alam, jenis dan potensinya.

3) Rotasi model pembelajaran

Rotasi model pembelajaran digunakan dalam penelitian ini. Ciri menonjol dari desain ini adalah semua subjek penelitian menerima semua perlakuan (treatment) pada waktu eksperimen berlangsung (Sudjana dan Ibrahim, 2010:47).

Rotasi dilakukan agar hasil penelitian tidak bias karena faktor sampel, maka pemberian perlakuan (treatment) dipertukarkan. Peneliti beranggapan bahwa tidak ada lagi perbedaan individu sehingga dari manapun individu sudah seimbang. Pada waktu menganalisis, nilai-nilai model pembelajaran kooperatif tipe NHT disatukan sebagai hasil belajar kelas ekperimen, dan nilai-nilai model pembelajaran kooperatif tipe STAD disatukan sebagai hasil belajar kelas kontrol (Arikunto, 2002:279).


(21)

66

Gambar 3.1 Rancangan Perlakuan

B. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 4 Metro, Kecamatan Metro Timur, Kota Metro. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI semester ganjil tahun pelajaran 2012-2013. Pemilihan siswa kelas XI sebagai subjek penelitian dengan pertimbangan bahwa:

a. Belum disibukkan dengan kegiatan ujian akhir nasional

b. Sudah mengikuti pembelajaran selama dua semester di SMA Negeri 4 Metro. c. Untuk memberikan variasi model pembelajaran, sehingga kualitas

pembelajaran meningkat. Kelas Eksperimen

(XI IPS 1)

Kelas Eksperimen 2 (XI IPS 3) Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif

Pertemuan Pertama (NHT) Pertemuan Pertama (STAD)

Pertemuan Kedua (NHT) Pertemuan Kedua (STAD)

Pertemuan Ketiga (STAD)

Pertemuan Keempat (STAD)

Pertemuan Ketiga (NHT)


(22)

67

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan menyesuaikan kalender pendidikan SMA Negeri 4 Metro. Penelitian dilakukan selama 3 minggu, dari tanggal 12 oktober 2012 sampai dengan tanggal 29 Oktober 2012.

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Sugiyono (2010: 117) mendefinisikan populasi sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas subjek atau objek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Populasi dalam penelitian ini populasi terjangkau. Hal ini didukung oleh Sudjana dan Ibrahim (2010:34) populasi terjangkau menunjukkan pada populasi subjek yang dapat dijangkau atau diperoleh peneliti untuk studinya. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPS SMA Negeri 4 Metro tahun pelajaran 2012-2013 yang terdiri atas empat kelas dengan jumlah 111 siswa.

2. Sampel

Sampel adalah memilih sejumlah tertentu dari keseluruhan populasi (Nasution, 2008: 86). Sampel penelitian ini adalah 2 kelas. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik Purposive Sampling. Teknik ini digunakan karena sampel yang dipilih dengan cermat dan relevan dengan desain penelitian (Nasution, 2008: 98).

Penentuan sampel penelitian memperhatikan atas ciri-ciri relatif yang dimiliki. Adapun ciri-ciri tersebut yaitu siswa mendapatkan materi berdasarkan kurikulum


(23)

68

yang sama, siswa yang menjadi objek penelitian duduk pada kelas yang sama, pembagian kelasnya menggunakan sistem acak, memperoleh jumlah jam pelajaran geografi yang sama, dan jumlah siswa yang tuntas belajar relatif sama. Berdasarkan atas pertimbangan tersebut, ditetapkan kelas XI IPS 1 sebagai kelas ekperimen pertama yang menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan kelas XI IPS 3 sebagai kelas eksperimen kedua yang menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Jumlah samel penelitian ini adalah 56 siswa. Rincian sampel penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut:

Tabel 3.2. Sampel Penelitian Siswa Kelas XI SMA Negeri 4 Metro

No Kelas Jumlah Siswa

1 XI IPS 1 28

2 XI IPS 3 28

TOTAL 56

Sumber: Hasil Pengolahan Data Penarikan Sampel.

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel 1. Variabel Penelitian

Variabel penelitian menurut Sugiyono (2010:61) adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.

Dalam penelitian ini terdapat dua jenis variabel, yaitu variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen).

a. Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen / terikat (Sugiyono. 2010:61). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran


(24)

69

kooperatif tipe Number Headss Together (X1) dan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (X2).

b. Variabel terikat adalah merupakan variabel yang dipengaruhi/yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2010:61). Variabel terikat (Y) adalah hasil belajar geografi kelas XI IPS SMAN 4 Metro Tahun Pelajaran 2012-2013 .

2. Definisi Operasional Variabel a. Definisi Operasional Hasil Belajar

Hasil belajar geografi adalah tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran sebagai akibat dari perubahan tingkah laku setelah mengikuti pembelajaran pada materi sumber daya alam dan dapat diukur dengan sebuah tes. Bentuk tes yang diberikan adalah tes pilihan jamak dan uraian. Jumlah butir tes pilihan ganda adalah 10 soal dan tes uraian adalah 5 soal. Hasil belajar yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil belajar dalam ranah kognitif.

b. Definisi Operasional Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

Merupakan metode struktural yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Inti dari model NHT (Number Heads Together) antara lain guru menyampaikan suatu materi, kemudian para siswa bergabung dalam kelompoknya yang terdiri atas empat sampai lima orang dan setiap siswa diberi nomor yang berbeda. Kemudian guru mengajukan pertanyaan, siswa mendiskusikan pertanyaan, Selanjutnya guru menyebut satu nomor untuk mempresentasikan jawaban.


(25)

70

c. Definisi Operasional Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

STAD merupakan model pembelajaran dengan strategi kelompok belajar. Inti dari model STAD (Student Team Achievement Division) antara lain guru menyampaikan suatu materi, kemudian para siswa bergabung dalam kelompoknya yang terdiri atas empat sampai lima orang untuk menyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh guru. Setelah selesai mereka menyerahkan pekerjaannya secara tunggal untuk setiap kelompok kepada guru.

E. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Tes 1. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik Tes. Metode tes digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar siswa setelah proses pembelajaran. Evaluasi dilakukan pada kedua kelas eksperimen. Sebelum tes diberikan pada saat evaluasi terlebih dahulu diujicobakan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas dari tiap-tiap butir tes. Bentuk Tes yang diberikan pada saat ujicoba adalah tes pilihan jamak dan uraian. Jumlah butir tes pilihan ganda adalah 15 soal dan tes uraian adalah 5 soal. Setelah hasil tes ujicoba dianalisis maka jumlah butir soal tes yang digunakan adalah 10 soal untuk tes pilihan jamak dan 5 soal untuk tes uraian. Tes yang diberikan adalah tes formatif.

2. Instrumen Tes

a. Materi dan Bentuk Tes

Materi tes berupa soal-soal yang terdapat pada materi sumber daya alam. Bentuk tes yang diberikan adalah berupa tes objektif dan tes uraian.


(26)

71

Tes objektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan secara objektif (Arikunto, 2007:164). Adapun kebaikan-kebaikan tes objektif adalah: 1) Mengandung lebih banyak segi-segi yang positif, misalnya lebih representatif mewakili isi dan luas bahan, lebih objektif, dapat dihindari campur tangannya unsur-unsur subjektif baik dari segi siswa maupun segi guru geografi.

2) Lebih mudah dan cepat cara memeriksanya karena dapat menggunakan kunci tes bahkan alat-alat hasil kemajuan teknologi.

3) Pemeriksaannya dapat diserahkan orang lain.

4) Dalam pemeriksaan tidak ada unsur subjektif yang mempengaruhi.

Tes uraian adalah sejenis tes untuk mengukur hasil belajar siswa yang me-merlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian kata-kata, soal bentuk ini menuntut kemampuan siswa untuk dapat mengorganisir, meng-interpretasikan, dan menghubungkan pengertian yang telah dimiliki. Adapun kebaikan-kebaikan tes bentuk uraian menurut Arikunto (2007:163) adalah sebagai berikut:

1) Mudah disiapkan dan disusun.

2) Tidak memberi banyak kesempatan untuk berspekulasi atau untung-untungan.

3) Mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat serta menyusunnya dalam bentuk kalimat yang bagus.

4) Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengutarakan maksudnya dengan gaya bahasa dan caranya sendiri.


(27)

72

5) Dapat diketahui sejauh mana siswa mendalami sesuatu masalah yang diteskan.

b. Uji Coba Instrumen Tes

Setelah instrumen tes tersusun, dapat dilakukan uji coba kepada kelas yang bukan menjadi subjek penelitian. Tes uji coba dilakukan untuk mendapatakan persyaratan tes yaitu validitas dan realibilitas tes.

c. Uji Persyaratan Instrumen Tes

Setelah diadakan uji coba instrumen, langkah selanjutnya adalah menganalisis hasil uji coba instrument. Hal-hal yang dianalisis mencakup sebagai berikut: 1) Taraf Kesukaran

Suatu soal yang baik adalah jika soal itu tidak telalu mudah atau terlalu sukar (Arikunto, 2007:207). Taraf kesukaran soal yang baik jika memiliki taraf kesukaran sedang. Teknik yang digunakan untuk menghitung taraf kesukaran soal adalah membagi banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar dengan jumlah seluruh siswa. Proses input data menggunakan program ANATES 4.0.9.

Untuk mengklasifikasikan tingkat taraf kesukaran soal, digunakan kriteria sebagai berikut:

Jika jumlah responden gagal > 70% soal sukar Jika jumlah responden gagal 30% - 70% soal sedang Jika jumlah responden gagal < 30% soal mudah


(28)

73

Berdasarkan hasil ujicoba tes pilihan jamak dan essay kepada 20 siswa diperoleh perhitungan taraf kesukaran sebagai berikut:

Tabel 3.3. Ringkasan Tingkat Kesukaran Soal Pilihan Jamak

No Keterangan Interpretasi No Item Soal Jumlah

Item Soal % 1. Tes 1 Sukar

Sedang Mudah 6 1,2,3,4,5,8,9,10, 11,12, 13,14,15 7 1 13 1 7 86 7 2. Tes 2 Sukar

Sedang Mudah 3 1,2,4,5,6,7,8,9, 10,12,13,14,15 11 1 13 1 7 86 7 Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian Menggunakan Anates 4.0.9 Tabel 3.4. Ringkasan Tingkat Kesukaran Soal Essay

No Keterangan Interpretasi No Item Soal Jumlah

Item Soal % 1. Tes 1 Sukar

Sedang Mudah - 1,2,3,4,5 - 0 5 0 0 100 0 2. Tes 2 Sukar

Sedang Mudah - 2,3,4,5 1 0 4 1 0 80 20 Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian Menggunakan Anates 4.0.9 Menurut hasil analisis ujicoba soal diketahui bahwa ada 3 kriteria tingkat kesukaran soal, yakni mudah, sedang, dan sukar. Berdasarkan data hasil ujicoba untuk soal pilihan ganda pada tes pertama, diketahui 7% soal yang memiliki tingkat kesukaran jelek, 86% soal yang memiliki tingkat kesukaran sedang, dan 7% dalam kategori mudah. Sedangkan untuk soal pilihan ganda pada tes kedua diketahui 7% soal yang memiliki tingkat kesukaran jelek, 86% soal yang memiliki tingkat kesukaran sedang, dan 7% dalam kategori mudah.


(29)

74

Untuk soal essay pada tes pertama, 100% tingkat kesukaran soalnya dalam kategori sedang. Sedangkan untuk soal essay pada tes kedua diketahui 80% yang tingkat kesukaran soalnya dalam kategori sedang dan 20% dalam kategori mudah. Sebagian besar soal pilihan ganda dan soal essay di interpretasikan sedang. Berdasarkan kriteria kualitas butir soal, soal tersebut mempunyai tingkat kesukaran yang baik.

2) Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh (berkemampuan rendah) (Arikunto, 2007:211). Butir-butir soal yang baik adalah butir-butir soal yang memiliki indeks diskriminasi 0,4 - 0,7.

Teknik yang digunakan untuk menghitung daya pembeda adalah dengan mengurangi proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar dengan proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar. Proses input data menggunakan program ANATES 4.0.9.

Untuk mengklasifikasikan tingkat daya pembeda digunakan kriteria: Jika butir soal memiliki nilai 0,00-0,20 soal jelek

Jika butir soal memiliki nilai 0,20-0,40 soal cukup Jika butir soal memiliki nilai 0,40-0,70 soal baik Jika butir soal memiliki nilai 0,70-1,00 soal baik sekali


(30)

75

Berdasarkan hasil ujicoba tes pilihan jamak dan essay kepada 20 siswa diperoleh perhitungan daya pembeda sebagai berikut:

Tabel 3.5. Ringkasan Daya Pembeda Soal Pilihan Jamak

No Keterangan Interpretasi No Item Soal Jumlah

Item Soal % 1. Tes 1 Jelek

Cukup Baik Baik Sekali 7,14,15 6, 1,4,5,10,12 2,3,8,9,11,13 3 1 5 6 20 7 33 40 2. Tes 2 Jelek

Cukup Baik Baik Sekali 7, 11,15 1,2,3,4,6,9, 5,8,10,12,13, 14 1 2 6 6 7 13 40 40 Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian Menggunakan Anates 4.0.9 Tabel 3.6. Ringkasan Daya Pembeda Soal Essay

No Keterangan Interpretasi No Item Soal Jumlah

Item Soal % 1. Tes 1 Jelek

Cukup Baik Baik Sekali - - 1,3 2,4,5 0 0 2 3 0 0 40 60 2. Tes 2 Jelek

Cukup Baik Sekali - 1,2,3,4 5 0 4 1 0 80 20 Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian Menggunakan Anates 4.0.9 Berdasarkan hasil ujicoba untuk soal pilihan ganda pada tes pertama, diketahui 20% yang daya pembedanya jelek, 7% cukup, 33% dalam kategori baik dan 40% dalam kategori baik sekali. Sedangkan untuk soal pilihan ganda pada tes kedua, diketahui 7% yang daya pembedanya jelek, 13% cukup, 40% dalam kategori baik dan 40% dalam kategori baik sekali.


(31)

76

Untuk soal essay pada tes pertama, diketahui 40% yang daya pembedanya dalam kategori baik dan 60% dalam kategori baik sekali. Sedangkan untuk soal essay pada tes kedua, diketahui 80% yang daya pembedanya cukup dan 20% dalam kategori baik.

Beberapa hal yang memengaruhi tingkat daya pembeda antara lain adalah meningkatnya pengetahuan dan pengalaman belajar yang dimiliki oleh siswa seiring dengan berlangsungnya proses pembelajaran. Siswa dapat mengulang kembali materi yang telah diberikan melalui tugas, kuis atau pekerjaan rumah. Pemberian tugas ini membuat siswa untuk membaca ulang catatan tentang materi yang telah disampaikan.

3) Reliabilitas soal

Reliabilitas adalah ketetapan hasil tes apabila diteskan kepada subjek yang sama dalam waktu yang berbeda. Suatu tes dikatakan reliabel jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap terhadap subjek yang sama. Proses input data menggunakan program ANATES 4.0.9.

Untuk mengklasifikasikan tingkat reliabilitas digunakan kriteria: Jika tes memiliki nilai 0,800-1,000 reliabilitas sangat tinggi Jika tes memiliki nilai 0,600-0,799 reliabilitas tinggi Jika tes memiliki nilai 0,400-0,599 reliabilitas cukup Jika tes memiliki nilai 0,200-0,399 reliabilitas rendah


(32)

77

Berdasarkan hasil analisis ujicoba soal untuk pilihan Jamak dan essay diperoleh koefisien reliabilitas sebagai berikut:

Tabel 3.7. Ringkasan Reliabilitas Tes Pilihan Jamak

No Keterangan Koefisien Reliabilitas Interpretasi

1. Tes 1 0,74 Tinggi

2. Tes 2 0,62 Tinggi

Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian Menggunakan Anates 4.0.9 Tabel 3.8. Ringkasan Reliabilitas Tes essay

No Keterangan Koefisien Reliabilitas Interpretasi

1. Tes 1 0,93 Sangat tinggi

2. Tes 2 0,90 Sangat tinggi

Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian Menggunakan Anates 4.0.9 Hasil uji reliabilitas terhadap instrument penelitian pada sampel sebanyak 20 siswa dengan taraf kebebasan (df) = n-2 (20-2=18) dan taraf signifikansi 5%, maka diperoleh rtabel sebesar 0,4438. Sedangkan perhitungan rhitung (r11) untuk tes pilihan ganda diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,74 dan 0,62 yang diinterpretasikan memiliki reliabilitas tinggi. Untuk tes essay diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,93 dan 0,90 yang diinterpretasikan memiliki reliabilitas sangat tinggi.

Berdasarkan hasil perhitungan maka dapat disimpulkan bahwa instrumen penelitian dinyatakan reliabel. Berdasarkan kriteria kualitas butir soal, soal tersebut mempunyai reliabilitas yang baik dan merupakan instrument yang dapat dipercaya.


(33)

78

4) Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkatan-tingkatan kevalidan atau kesahihan suatu instrument (Arikunto, 2002:160). Sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur. Validitas tes yang digunakan adalah validitas isi dan validitas eksternal. Validitas isi yaitu ditinjau dari kesesuaian isi tes dengan isi kurikulum yang hendak diukur. Penyusunan soal tes diawali dengan kisi-kisi soal. Kisi-kisi soal disusun dengan memperhatikan setiap indikator yang ingin dicapai. Dengan asumsi bahwa guru mata pelajaran geografi kelas XI IPS SMA Negeri 4 Metro mengetahui dengan benar kurikulum SMA, maka penilaian terhadap butir tes dilakukan oleh guru tersebut. Dengan demikian valid atau tidaknya tes ini didasarkan pada

judgment guru tersebut. Guru tersebut menyatakan butir-butir tes telah sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator yang akan diukur sehingga tes tersebut dikategorikan valid.

Berdasarkan hasil ujicoba terhadap 20 siswa diperoleh validitas eksternal, dapat dilihat pada Tabel 3.9 berikut:

Tabel 3.9 Ringkasan Validitas Soal Pilihan Ganda

Kriteria Nomor Soal

Tes 1 Jumlah Tes 2 Jumlah

Valid 2,3,4,5,6,9,10,11,1 2,13

10 2,5,6,8,9,10,12,1 3,14

9

Invalid 1,7,8,14,15 5 1,3,4,7,11,15 6

TOTAL 15 15


(34)

79

Tabel 3.10 Ringkasan Validitas Soal Essay

Kriteria Nomor Soal

Tes 1 Jumlah Tes 2 Jumlah

Valid 1,2,3,4,5 5 1,2,3,4,5 5

Invalid - - - -

TOTAL 5 5

Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian Menggunakan Anates 4.0.9 Hasil uji validitas terhadap instrument penelitian pada sampel sebanyak 20 siswa dengan taraf kebebasan (df) = n-2 = 20-2 = 18 dan taraf signifikansi 5%, maka diperoleh rtabel sebesar 0,4438. Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa item yang digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa adalah item yang dinyatakan valid karena rhitung > rtabel. Dengan demikian seluruh instrument tes mengenai hasil belajar menggambarkan aspek yang diukur.

5) Rekapitulasi Analisis Butir Tes

Berdasarkan hasil ujicoba instrument maka jumlah soal yang digunakan pada tes 1 adalah sebanyak 10 soal pilihan jamak dengan nomor 2,3,4,5,6,9,10,11, 12,13 dengan reliabilitas soal 0,74 yang tergolong tinggi dan sebanyak 5 soal uraian dengan nomor 1,2,3,4,5 dengan nilai reliabilitas soal 0,93 yang tergolong sangat tinggi.

Soal yang memiliki daya pembeda jelek, tingkat kesukaran mudah, dan korelasi butir soal yang rendah tidak digunakan sebagai instrument tes, sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah soal yang gugur sebanyak 5 soal pilihan jamak, sedangkan semua soal uraian digunakan sebagai soal instrument. Rekapitulasi analisis butir soal dapat dilihat ditabel 3.11:


(35)

80

Tabel 3.11 Rekap Analisis Butir Tes 1 Soal Pilihan Jamak

No Butir Lama No Butir Baru

Daya Pembeda Tingkat

Kesukaran Validitas Reliabilitas Keputusan

Nilai Arti Nilai Arti Nilai Arti

1 - 60 Baik 40 Sedang 0,378 Invalid

rtabel= 0,44 < rhitung=0,74 (arti: Tinggi) Dibuang 2 1 80 Baik

Sekali 65 Sedang 0,591 Valid Digunakan 3 2 80 Baik

Sekali 55 Sedang 0,613 Valid Digunakan 4 3 60 Baik 60 Sedang 0,567 Valid Digunakan 5 4 60 Baik 60 Sedang 0,504 Valid Digunakan 6 5 40 Cukup 20 Sukar 0,540 Valid Digunakan 7 - 20 Jelek 80 Mudah 0,232 Invalid Dibuang 8 - 80 Baik

Sekali 60 Sedang 0,285 Invalid Dibuang 9 6 80 Baik

Sekali 55 Sedang 0,489 Valid Digunakan 10 7 60 Baik 55 Sedang 0,489 Valid Digunakan 11 8 80 Baik

Sekali 45 Sedang 0,628 Valid Digunakan 12 9 60 Baik 45 Sedang 0,628 Valid Digunakan 13 10 80 Baik

Sekali 40 Sedang 0,662 Valid Digunakan 14 - -20 Jelek 50 Sedang 0,015 Invalid Dibuang 15 - 0 Jelek 45 Sedang 0,101 Invalid Dibuang Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian Menggunakan Anates 4.0.9

Tabel 3.12. Rekap Analisis Butir Tes 1 Soal Uraian

No Butir Lama No Butir Baru

Daya Pembeda Tingkat

Kesukaran Validitas Reliabilitas Keputusan

Nilai Arti Nilai Arti Nilai Arti

1 1 47 Baik 40,50 Sedang 0, 816 Valid

rtabel= 0,44 < rhitung=0,93 (arti: Sangat Tinggi) Digunakan 2 2 71 Baik

Sekali 61,50 Sedang 0,931

Valid Digunakan

3 3 69 Baik 49,50 Sedang 0,706 Valid Digunakan 4 4 71 Baik

Sekali 59,50 Sedang 0,889

Valid Digunakan

5 5 71 Baik

Sekali 57,00 Sedang 0,897

Valid Digunakan

Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian Menggunakan Anates 4.0.9Sum Hasil Pengolahan Data Penelitian Menggunakan Anates 4.0.9


(36)

81

Tabel 3.13. Rekap Analisis Butir Tes 2 Soal Pilihan Jamak

No Butir Lama No Butir Baru

Daya Pembeda Tingkat

Kesukaran Validitas Reliabilitas Keputusan

Nilai Arti Nilai Arti Nilai Arti

1 - 60 Baik 45 Sedang 0,324 Invalid

rtabel= 0,44 < rhitung=0,62 (arti: Tinggi) Dibuang 2 1 40 Baik 60 Sedang 0,503 Valid Digunakan 3 2 40 Baik 30 Sukar 0,339 Invalid Direvisi 4 - 40 Baik 50 Sedang 0,240 Invalid Dibuang 5 3 80 Baik

Sekali 55 Sedang 0,642 Valid

Digunakan

6 4 60 Baik 45 Sedang 0,645 Valid Digunakan 7 - 0 Jelek 60 Sedang -0,020 Invalid Dibuang 8 5 80 Baik

Sekali 35 Sedang 0,677 Valid

Digunakan

9 6 40 Baik 55 Sedang 0,513 Valid Digunakan 10 7 80 Baik

Sekali 65 Sedang 0,499 Valid

Digunakan

11 - 20 Cukup 80 Mudah 0,128 Invalid Dibuang 12 8 80 Baik

Sekali 40 Sedang 0,510 Valid

Digunakan

13 9 80 Baik

Sekali 45 Sedang 0,613 Valid

Digunakan

14 10 80 Baik

Sekali 40 Sedang 0,673 Valid

Digunakan

15 - 20 Cukup 50 Sedang 0,112 Invalid Dibuang Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian Menggunakan Anates 4.0.9

Tabel 3.14. Rekap Analisis Butir Tes 2 Soal Soal Uraian

No Butir Lama No Butir Baru

Daya Pembeda Tingkat

Kesukaran

Validitas

Reliabilitas Keputusan

Nilai Arti Nilai Arti Nilai Arti

1 1 52 Cukup 72 Mudah 0, 860 Valid rtabel= 0,44 < rhitung=0,90 (arti: Sangat Tinggi) Digunakan 2 2 52 Cukup 68 Sedang 0,916 Valid Digunakan 3 3 48 Cukup 42 Sedang 0,615 Valid Digunakan 4 4 66 Cukup 41 Sedang 0,903 Valid Digunakan 5 5 82 Baik

Sekali 49 Sedang 0,885 Valid Digunakan Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian Menggunakan Anates 4.0.9

Berdasarkan hasil ujicoba instrument maka jumlah soal yang digunakan pada tes 2 adalah sebanyak 10 soal pilihan jamak dengan nomor 2,3,5,6,8,9,10,12,13,14 dengan reliabilitas soal 0,62 yang tergolong tinggi dan sebanyak 5 soal uraian dengan nomor 1,2,3,4,5 dengan reliabilitas soal 0,90 yang tergolong sangat tinggi.


(37)

82

Soal yang direvisi adalah soal nomor 3, sedangkan soal yang memiliki daya pembeda jelek, tingkat kesukaran mudah, dan korelasi butir soal yang rendah tidak digunakan sebagai instrument tes, sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah soal yang gugur sebanyak 5 soal pilihan jamak, sedangkan semua soal uraian digunakan sebagai soal instrument.

F. Teknik Analisis Data

1. Uji Persyaratan Analisis Data a. Uji Normalitas

Uji normalitas ini dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran data sampel yang akan dianalisis berdistribusi normal atau tidak. Kelompok yang akan diuji normalisasinya berjumlah dua kelompok, yang masing-masing terdiri dari: (1) kelompok siswa dengan perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe NHT, dan (2) kelompok siswa dengan perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Perhitungan mengenai normalitas, alat ukur yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan program Seri Program Statistik

(SPSS-17.0)

Dalam hal ini berlaku ketentuan bahwa apabila nilai signifikansi (Sig) < 0,05 berarti distribusi sampel tidak normal, apabila nilai signifikansi (Sig) > 0,05 berarti sampel berdistribusi normal (Santoso, 2012:192).

b. Uji Homogenitas (Kesamaan Dua Varians)

Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah kedua data yang diperoleh dari kedua kelompok tersebut memiliki varians yang sama atau sebaliknya


(38)

83

(Arikunto, 2002: 136). Perhitungan mengenai homogenitas, alat ukur yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan program Seri Program Statistik

(SPSS-17,0).

Dalam hal ini berlaku ketentuan bahwa apabila nilai signifikansi (Sig) < 0,05 berarti data berasal dari populasi-populasi yang mempunyai varians tidak sama, apabila nilai signifikansi (Sig) > 0,05 berarti data berasal dari populasi-populasi yang mempunyai varians sama (Santoso, 2012:193).

c. Nilai Rerata Hasil Belajar Sampel

Untuk mengetahui nilai rerata hasil belajar sampel digunakan rumus berikut (Sudijono, 2011:83):

∑ Keterangan:

: Rerata nilai belajar siswa ∑ : Jumlah seluruh hasil belajar n : Banyaknya skor

d. Peningkatan (Gain) Hasil Belajar Sampel

Rumus gain menurut Meltzer dalam Nurdin (2012:54) adalah :

( ) ( )

( )

Dengan Spost = Pos test

Spre = Pre test

Smax = Skor maksimum pretest dan postest

Berikut ini adalah klasifikasi peningkatan (gain) hasil belajar siswa:

g > 0,7 Tinggi 0,3 g Sedang


(39)

84

2. Pengujian Hipotesis

Data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data dianalisis secara bertahap sesuai dengan tujuan penelitian masing-masing. Teknik yang digunakan untuk melihat perbedaan pembelajaran geografi dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan STAD adalah uji t.

Untuk dapat menguji dengan uji beda mean (uji t) dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Mengumpulkan data siswa masing-masing kelompok.

b. Menskor setiap data siswa sesuai dengan ketentuan yang telah dibuat lebih dulu. Merangkum data siswa dalam bentuk tabel.

c. Menentukan skor rerata dan standar deviasi dari data yang diperoleh dari masing-masing kelompok dalam bentuk tabel.

d. Melakukan uji normalitas. Uji normalitas dilakukan terhadap seluruh sel yang ada, baik yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan STAD. Uji normalitas ini dilakukan untuk mengetahui kenormalan kelompok data (skor).

e. Melakukan uji homogenitas.

f. Uji hipotesis. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji beda mean (uji t). Dalam perhitunganya digunakan program Seri Program Statistik (SPSS -17,0).


(40)

85

G. Hipotesis Statistik

Menggunakan hipotesis statistik, karena penelitian menggunakan data sampel yang diambil dari populasi. Dugaan apakah data sampel itu dapat diberlakukan ke populasi, dinamakan hipotesis statistik, (Sugiyono, 2010:98). Hipotesis statistik yang akan diuji dalam penelitian ini sebagai berikut.

Hipotesis Pertama

Ho : Tidak ada perbedaan rerata hasil belajar geografi dengan perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan STAD pada siswa kelas XI IPS SMAN 4 Metro.

Ha : Ada perbedaan rerata hasil belajar geografi dengan perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan STAD pada siswa kelas XI IPS SMAN 4 Metro.

Dapat ditulis hipotesis statistiknya sebagai berikut: Ho : µ1 = µ2

Ha : µ1 ≠ µ2

Kriteria pengujian: Jika nilai sig model < 0,05 maka ada perbedaaan rerata hasil belajar geografi yang signifikan antara model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Santoso, 2012:256).

Hipotesis Kedua

Ho : Rerata hasil belajar geografi dengan perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe NHT sama atau lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siswa kelas XI IPS SMAN 4 Metro.


(41)

86

Ha : Rerata hasil belajar geografi dengan perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih tinggi dibandingkan perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siswa kelas XI IPS SMAN 4 Metro.

Dapat ditulis hipotesis statistiknya sebagai berikut: Ho : µ1 ≤ µ2

Ha : µ1 > µ2 Kriteria pengujian:

Jika maka diterima dan ditolak dengan taraf kepercayaan 5% (α = 0,05%) (Sudjana, 2002:243).

Hipotesis Ketiga

Ho : Tidak ada perbedaan peningkatan (gain) hasil belajar geografi dengan perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan STAD pada siswa kelas XI IPS SMAN 4 Metro

Ha : Ada perbedaan peningkatan (gain) hasil belajar geografi dengan perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan STAD pada siswa kelas XI IPS SMAN 4 Metro

Dapat ditulis hipotesis statistiknya sebagai berikut: Ho : µ1 = µ2

Ha : µ1 ≠ µ2

Kriteria pengujian: Jika nilai sig model < 0,05 maka ada perbedaaan peningkatan

(gain) hasil belajar geografi yang signifikan antara model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Santoso, 2012:256).


(42)

87

Hipotesis Keempat

Ho : Peningkatan (gain) hasil belajar geografi dengan perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe NHT sama atau lebih rendah dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

Ha : Peningkatan (gain) hasil belajar geografi dengan perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih tinggi dibandingkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

Dapat ditulis hipotesis statistiknya sebagai berikut: Ho : µ1 ≤ µ2

Ha : µ1 > µ2

Kriteria pengujian: Jika maka diterima dan ditolak dengan taraf kepercayaan 5% (α = 0,05%) (Sudjana, 2002:243).


(43)

17

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA FIKIR DAN HIPOTESIS

A.Tinjauan Pustaka 1. Hakekat Belajar

Gagne dalam Dimyati dan Mudjiono (2006:10) berpendapat bahwa belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengelolaan informasi, menjadi kapabilitas baru. Sudjana dalam Rusman (2010:1) menyatakan bahwa belajar juga merupakan proses melihat, mengamati dan memahami sesuatu.

Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Hal ini senada dikemukakan oleh Slameto (2003:2) bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Belajar adalah suatu aktivitas mental dan psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan, dan nilai-sikap. Perubahan tersebut bersifat relatif konstan dan berbekas (Winkel, 2004:59).


(44)

18

Selanjutnya Hamalik (2008:27) menyatakan bahwa belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Belajar merupakan suatu proses, kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar merupakan perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Pengalaman adalah sebagai sumber pengetahuan dan keterampilan, bersifat pendidikan yang merupakan satu kesatuan disekitar tujuan murid, pengalaman pendidikan bersifat kontinyu dan interaktif serta membantu integrasi pribadi.

Berdasarkan pendapat-pendapat diatas mengenai pengertian belajar maka dapat disimpulkan bahwa belajar berkaitan dengan perubahan tingkah laku individu yang melakukannya. Proses individu belajar adalah suatu usaha yang merupakan hasil interaksi dan pengalaman serta latihan dengan lingkungan yang akan memberi suatu dampak perubahan bagi kehidupannya.

2. Hakekat Pembelajaran

Pembelajaran adalah terjemahan dari “instruction”, yang banyak dipakai dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Gagne dalam Sanjaya (2009:27) yang menyatakan bahwa: instruction is a set of event that effect learners in such a way that learning is facilitated. Gagne menjabarkan bahwa mengajar merupakan bagian dari pembelajaran, dimana peran guru lebih ditekankan kepada bagaimana merancang atau mengaransemen berbagai sumber dan fasilitas yang tersedia untuk digunakan atau dimanfaatkan siswa dalam mempelajari sesuatu.


(45)

19

Pembelajaran merupakan proses kerjasama antara guru dan siswa dalam memanfaatkan segala potensi dan sumber yang ada baik potensi yang bersumber dari dalam diri siswa itu sendiri seperti minat, bakat, dan kemampuan dasar yang dimiliki termasuk gaya belajar maupun potensi yang ada di luar diri siswa seperti lingkungan, sarana, dan sumber belajar sebagai upaya untuk mencapai tujuan belajar tertentu (Sanjaya, 2009:26).

Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas menyebutkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan sumber belajar. Pembelajaran sebagai proses yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berfikir yang dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penugasan yang baik terhadap materi pembelajaran.

Tujuan pembelajaran pada hakikatnya adalah perubahan perilaku siswa baik perubahan perilaku dalam bidang kognitif, afektif maupun psikomotorik. Tujuan masing-masing perilaku dalam bidang kognitif, afektif, maupun psikomotorik adalah berbeda-beda, maka selanjutnya memerlukan desain perencanaan pembelajaran yang berbeda juga (Sanjaya, 2009:28).

3. Pembelajaran Geografi

Pembelajaran geografi merupakan pembelajaran tentang hakikat geografi yang diajarkan di sekolah dan disesuaikan dengan tingkat perkembangan mental sesuai dengan jenjang pendidikan. Hakikat dari geografi adalah pembelajaran tentang aspek keruangan permukaan bumi yang merupakan keseluruhan gejala alam dan


(46)

20

kehidupan umat manusia dengan variasi kewilayahannya masing-masing (Hermawan, 2009:108).

Menurut pakar geografi pada seminar dan lokakarya tahun 1988, definisi geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan atau kewilayahan dalam konteks keruangan (Sumaatmadja, 2001:11).

Sekolah-sekolah di Indonesia sudah mengajarkan geografi sebagai suatu mata pelajaran wajib bagi siswanya. Berdasarkan kurikulum pendidikan nasional yang berlaku saat ini mata pelajaran geografi diajarkan kepada siswa sekolah di jenjang pendidikan dasar, dan menengah. Pada jenjang sekolah dasar dan sekolah menengah pertama, geografi diajarkan kepada siswa terintegrasi dengan mata pelajaran lainnya yang termasuk rumpun mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Pada jenjang sekolah menengah atas geografi diajarkan sebagai mata pelajaran tersendiri, sedangkan pada jenjang sekolah menengah kejuruan geografi juga diajarkan secara terintegrasi dengan mata pelajaran yang termasuk rumpun mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).

Mata pelajaran geografi membangun dan mengembangkan pemahaman peserta didik tentang variasi dan organisasi spasial masyarakat, tempat dan lingkungan pada muka bumi. Peserta didik didorong untuk memahami aspek dan proses fisik yang membentuk pola muka bumi, karakteristik, dan persebaran spasial ekologis di permukaan bumi. Selain itu peserta didik dimotivasi secara aktif dan kreatif untuk menelaah bahwa kebudayaan dan pengalaman mempengaruhi persepsi manusia tentang tempat dan wilayah.


(47)

21

Sumaatmadja dalam Hermawan (2009:112) menyatakan bahwa pembelajaran geografi memiliki nilai eksistensi yang meliputi nilai-nilai teoritis, praktis, filosofis dan ketuhanan. Dengan ini menunjukan, jika geografi diajarkan dan dipelajari secara terarah serta baik dapat membina anak didik berpikir integratif bagi dirinya sendiri dan bagi kepentingan kehidupan pada umumnya. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan dan pembelajaran geografi dapat menjadi sarana untuk memanusiakan manusia.

Ruang lingkup mata pelajaran geografi meliputi sebagai berikut:

a. Alam lingkungan yang menjadi sumber daya bagi kehidupan manusia. b. Penyebaran umat manusia dengan vasriasi kehidupannya.

c. Interaksi keruangan umat manusia dengan alam lingkungan yang memberikan variasi terhadapa ciri khas tempat-tempat di permukaan bumi.

d. Kesatuan regional yang merupakan perpaduan matra darat, perairan, dan udara di atasnya (Sumaatmadja, 2001:12-13).

Bidang kajian geografi meliputi bumi, aspek, dan proses yang membentuknya, hubungan kausal dan spasial manusia dengan lingkungan, serta interaksi manusia dengan tempat. Sebagai suatu disiplin integratif, geografi memadukan dimensi alam fisik dengan dimensi manusia dalam menelaah keberadaan dan kehidupan manusia di tempat dan lingkungannya.

CONS dalam Subarjo (1996:2-3) menyatakan bahwa pembelajaran geografi di sekolah memberikan enam sumbangan edukatif yang khas, yaitu:

a. Wawasan keruangan b. Persepsi relasi antar gejala c. Rasa keindahan

d. Kecintaan pada tanah air e. Saling pengertian internasional f. Pembentukan pribadi


(48)

22

Mata pelajaran geografi bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

a. Memahami pola spasial, lingkungan, dan kewilayahan serta proses yang berkaitan.

b. Menguasai keterampilan dasar dalam memperoleh data dan informasi, mengkomunikasikan dan menerapkan pengetahuan geografi.

c. Menampilkan perilaku peduli terhadap lingkungan hidup dan memanfaatkan sumber daya alam secara arif serta memilki toleransi terhadap keragaman budaya masyarakat. (Sapriya, 2009:210-211).

4. Metode dan Strategi Pembelajaran Geografi

Metode pembelajaran geogafi adalah cara menyajikan pokok bahasan kepada anak didik dengan menggunakan ceramah murni, ceramah yang dipadukan dengan tanyan jawab, diskusi, memberikan tugas, karyawisata atau cara-cara yang lainnya (Sumaatmadja, 2001:95).

Dalam mengajarkan suatu pokok bahasan (materi) tertentu harus dipilih metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Menurut Subarjo (1996:28) dalam memilih suatu metode pembelajaran harus memiliki pertimbangan-pertimbangan, yaitu sebagai berikut:

a. Tujuan pembelajaran b. Materi pembelajaran c. Jumlah siswa

d. Kemampuan siswa e. Kemampuan guru f. Fasilitas yang tersedia g. Waktu yang tersedia

h. Keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran.

Pada proses pembelajaran seorang guru geografi harus menerapkan variasi metode pembelajaran untuk menyampaikan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Penerapan metode pembelajaran harus divariasikan dengan penerapan metode


(49)

23

pembelajaran lain sehingga lebih mendorong keaktifan siswa selama proses pembelajaran berlangsung.

Menurut Sumaatmadja (2001:78-79) metode pembelajaran geografi dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu:

a. Metode pembelajaran di dalam ruangan (indoor study)

Metode pembelajaran geografi yang termasuk di dalam ruangan adalah metode ceramah, tanya jawab, diskusi, sosiodrama dan bermain peran, serta kerja kelompok.

b. Metode pembelajaran di luar ruangan (outdoor study)

Metode pembelajaran geografi yang termasuk di luar ruangan adalah metode tugas belajar dan karyawisata.

Strategi pembelajaran geografi adalah cara berusaha dan bertindak yang diarahkan kepada peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan (Sumaatmadja, 2001:82). Lebih lanjut, Sumaatmadja mengemukakan teknik-teknik strategi pembelajaran geografi yaitu:

a. Tata cara bertanya efektif

b. Pembinaan konsep dan pengembangan generalisasi c. Penanaman nilai dan sikap

d. Pengembangan ketrampilan

e. Pengembangan inkuiri dan berfikir kritis.

Tidak ada metode pembelajaran yang paling baik, sehingga dalam proses pembelajaran seorang guru geografi harus dapat menerapkan variasi metode pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Penerapan metode dan strategi pembelajaran merupakan hal yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan, sehingga harus berlangsung secara terpadu dalam pelaksanaannya. Proses perpaduan ini merupakan cerminan interaksi yang serasi untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran.


(50)

24

Salah satu metode pembelajaran geografi yang membangkitkan motivasi dan kreativitas berfikir serta keterlibatan dalam proses adalah metode pembelajaran diskusi. Melalui diskusi, keterampilan berfikir dalam menanggapi sesuatu persoalan dan mencari alternative jalan keluar dari persoalan, sifat dan sikap demokrasi, mengahargai pendapat orang lain, tenggang rasa, kemandirian, dan sebagainya dapat dibina dan dikembangkan melalui metode ini. (Sumaatmadja, 2001:74). Dalam penelitian ini menerapkan variasi model pembelajaran diskusi kooperatif yaitu diskusi tipe Number Heads Together dan

Student Team Achievement Division.

5. Teori Belajar Yang Mendukung Pembelajaran Kooperatif

Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai bagaimana terjadinya belajar atau bagaimana informasi diproses di dalam pikiran siswa. Berdasarkan teori belajar, diharapkan suatu pembelajaran dapat lebih meningkatkan perolehan siswa sebagai hasil belajar (Trianto, 2011b:27).

Menurut John Locke, manusia adalah organsisme yang pasif. Dengan teori tabularasanya, Locke menganggap bahwa manusia itu seperti kertas putih, hendak ditulisi apa kertas itu sangat tergantung pada orang yang menulisnya. Dari pandangan yang menjadi dasar tentang hakikat manusia itu, memunculkan aliran belajar behavioristik-elementeristik. Berbeda dengan John Locke, Leibnitz menganggap manusia adalah organisme yang aktif. Manusia merupakan sumber utama dari semua kegiatan. Menurut aliran ini tingkah laku hanyalah ekspresi yang dapat diamati sebagai akibat dari eksistensi internal yang pada hakikatnya


(51)

25

bersifat pribadi. Pandangan hakikat manusia menurut pandangan Leibnitz ini kemudian melahirkan aliran belajar kognitif holistik (Sanjaya, 2012:113).

Aliran behavioristik memiliki karakteristik khas yang membedakannya dengan aliran kognitif. Perbedaan karakteristik aliran behavioristik dan kognitif dapat dilihat pada tabel 2.1 dibawah ini:

Tabel 2.1 Perbedaan Karakteistik Aliran Behavioristik dan Kognitif No Teori Belajar Behavioristik Teori Belajar Kognitif

1 Mementingkan pengaruh lingkungan.

Mementingkan apa yang ada didalam diri

2 Mementingkan bagian-bagian. Mementingkn keseluruhan 3 Mengutamakan peranan reaksi. Mengutamakan fungsi kognitif 4 Hasil belajar terbentuk secara

mekanis.

Terjadi keseimbangan dalam diri 5 Dipengaruhi oleh pengalaman

masa depan.

Tergantung pada kondisi saat ini 6 Mementingkan pembentukan

kebiasaan.

Mementingkan terbentuknya struktur kognitif

7 Memecahkan masalah dilakukan dengan cara trial dan error.

Memecahkan masalah didasarkan kepada insight

Sumber: Sanjaya (2012:114)

Menurut Sanjaya (2012:114-145) teori-teori belajar yang termasuk kedalam kelompok behavioristik diantaranya adalah:

a. Koneksionisme,dengan tokohnya Thorndike.

b. Classical conditioning, dengan tokohnya Ivan Pavlop.

c. Operant conditioning, yang dikembangkan oleh B.F Skinner. d. Systematic behavior, yang dikembangkan oleh Hull.

e. Contiguous conditioning, yang dikembangkan oleh Guthrie

Sedangkan teori-teori belajar yang termasuk kedalam kelompok kognitif holistik diantaranya adalah:

a. Teori Gestalt, dengan tokohnya Kofka, Kohler, dan Wertheimer. b. Teori Medan (field Theory),dengan tokohnya Lewin.

c. Teori Organismik,dengan tokohnya Wheeler.

d. Teori Humanistik, dengan tokohnya Maslow dan Rogers. e. Teori konstruktivistik, dengan tokohnya Jean Piaget.


(52)

26

Dalam penelitian ini membahas mengenai model pembelajaran kooperatif yaitu model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan STAD. Terdapat beberapa teori belajar yang mendukung pembelajaran kooperatif diantaranya adalah teori belajar konstruktivisme, teori perkembangan kognitif Piaget, teori pembelajaran sosial Vygotsky dan teori David Ausubel.

a. Teori Belajar Konstruktivisme

Teori belajar konstruktivis dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20. Piaget berpendapat bahwa pada dasarnya individu sejak kecil sudah memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Pengetahuan yang telah dikonstruksi oleh anak sebagai subjek, maka akan menjadi pengetahuan yang bermakna, sedangkan pengetahuan yang hanya diperoleh mellui proses pemberitahuan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna. Pengetahuan tersebut hanya untuk diingat sementara setelah itu dilupakan (Sanjaya, 2012:123-124).

Pada hakekatnya pengetahuan bukan hanya seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mampu membangun pengetahuan itu memberi makna melalui pengalaman yang nyata. Setiap konsep atau pengetahuan yang dimiliki siswa itu dapat memberikan pedoman nyata terhadap siswa untuk diaktualisasikan dalam kondisi nyata (Rusman, 2010:193).

Soejadi dalam Rusman (2010:201) menyatakan bahwa pada dasarnya pendekatan teori konstruktivisme dalam belajar adalah suatu pendekatan dimana siswa harus secara individual menemukan dan mentransformasikan


(53)

27

informasi yang kompleks, memeriksa informasi dengan atuan yang ada dan merevisinya bila perlu.

Satu prinsip paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan dibenaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberikan siswa kesempatan untuk menemukan dan menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan membelajarkan siswa dengan secara sadar menggunakan strategi mereka untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa kepemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjatnya.

Slavin dalam Trianto (2011a:74), mengatakan bahwa teori pembelajaran konstruktivisme merupakan teori pembelajaran kognitif yang baru dalam psikologi pendidikan yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek info baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi bagi siswa agar benar-benar dapat memahami dan menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide.

Dari berbagai pendapat mengenai pembelajaran konstrukstivisme dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konstruktivisme adalah proses pembelajaran yang menghendaki siswa untuk membentuk sendiri pengetahuan, dan pengalaman dapat membantu siswa membuat belajar menjadi lebih bermakna.


(54)

28

b. Teori Perkembangan Kognitif Piaget

Model pembelajaran kooperatif juga dikembangkan berdasarkan teori perkembangan kognitif piaget. Teori perkembangan kognitif Piaget mewakili konstruktivisme dalam proses belajar. Piaget memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses dimana anak secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi mereka (Trianto, 2011b:29).

Piaget meyakini bahwa pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan perkembangan. Sementara itu interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya beragumentasi dan berdiskusi membantu memperjelas pemikiran yang pada akhirnya membuat pemikiran itu menjadi lebih logis (Nur dalam Trianto, 2011b:29).

Menurut Piaget (1966) yang dikutip dari Isjoni (2011:36), setiap individu mengalami tingkat-tingkat perkembangan intelektual. Empat tahap perkembangan kognitif seorang anak menurut Piaget adalah

1) Tahap sensori motor, pada usia 0-2 tahun. 2) Tahap pra-operasional, pada usia -7 tahun. 3) Tahap operasional konkret, pada usia 7-11 tahun. 4) Tahap operasional formal, pada usia 11 tahun keatas.

Perkembangan kognitif sebagian besar bergantung kepada seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungan. Implikasi teori kognitif Piaget pada pendidikan adalah sebagai berikut (Trianto, 2011b:30):


(55)

29

1) Memusatkan perhatian kepada berfikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya.

2) Memerhatikan peranan pelik dari inisiatif anak sendiri, keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar.

3) Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan.

c. Teori Pembelajaran Sosial Vygotsky

Vygotsky berpendapat seperti Piaget, bahwa siswa membentuk pengetahuan sebagai hasil dari fikiran dan kegiatan siswa sendiri melalui bahasa. Vygotsky berkeyakinan bahwa perkembangan tergantung baik pada faktor biologis menentukan fungsi-fungsi elementer memori, atensi, persepsi, dan stimulus-stimulus respons (Trianto, 2011b:38).

Sumbangan dari teori Vygotsky adalah penekanan pada bakat sosiokultural dalam pembelajaran. Menurutnya pembelajaran terjadi pada saat anak bekerja dalam zona perkembangan proksima (zone of proximal development). zona perkembangan proksima adalah tingkat perkembangan sedikit diatas tingkat perkembangan seseorang saat ini (Isjoni, 2011:39).

Antara Piaget dan Vygotsky memiliki kesamaan dalam hal pertumbuhan pengetahuan dan pemahaman anak tentang dunia sekitar, namun Piaget lebih memberikan tekanan pada proses mental anak sedangkan Vygotsky lebih menekankan pada aspek sosial dari pembelajaran. Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam diskusi atau


(1)

MOTTO

“Do The Best For A Better Life”

Lakukan Yang Terbaik, Untuk Kehidupan Yang Lebih Baik

(Desi Imanuni)


(2)

RIWAYAT HIDUP

Desi Imanuni

, dilahirkan di Kota Metro pada tanggal 27 Desember 1991.

Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Asikin Umar dan Ibu Raminten.

Penulis telah menyelesaikan Pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK PKK Tejosari pada tahun 1997, Pendidikan Dasar di SD Negeri 9 Metro Timur pada tahun 2003, Pendidikan Menengah Pertama di SMP Negeri 2 Metro pada tahun 2006, dan Pendidikan Menengah Atas di SMK Negeri 1 Metro pada tahun 2009. Pada tahun 2009 penulis diterima sebagai mahasiswa di Universitas Lampung, S1 Pendidikan Geografi melalui jalur Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif di organisasi UKMF-FPPI FKIP sebagai anggota bidang pendidikan periode 2009/2010. Pada tahun 2012 melaksanakan Kuliah Kerja Lapangan Geografi di Bali, Jawa Tengah dan Yogyakarta. Ditahun yang sama penulis melaksanakan program Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang bersinergi dengan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SD Negeri 2 Tamansari Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung Selatan pada bulan Juli sampai September 2012.

Di sela-sela kesibukan sebagai mahasiswa, penulis bergabung di lembaga Bimbingan dan konsultasi belajar Al Qolam sebagai pengajar.


(3)

PERSEMBAHAN

Terucap syukur kehadirat Allah SWT, kupersembahkan karya ini sebagai tanda cinta, kasih sayang dan baktiku kepada :

Ibundaku Tercinta (Raminten)

yang telah membesarkanku dengan penuh kesabaran, kasih sayang, dan tak pernah bosan menyemangatiku, serta tak pernah lelah menengadahkan tangan dalam tiap

sujud malamnya untuk mendoakanku. Ayahandaku Tersayang (Asikin Umar)

yang telah menjadi sosok ayah yang sangat aku kagumi, menjadi contoh setiap langkahku dalam hidup bermasyarakat, dan selalu mendukungku dalam

menggapai cita-cita..

Adindaku Termanis (Lilis Nur Indah Sari)

yang telah menjadi salah satu sumber semangatku untuk membahagiakan keluarga.

Para pendidik dan sahabat-sahabatku yang memberikan semangat untukku Serta


(4)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat untuk mencapai gelar sarjana pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Sumadi, M.S selaku Dosen Pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan perhatian, motivasi dan semangat kepada penulis demi terselesaikannya skripsi ini. Bapak Sugeng Widodo, S.Pd., M.Pd., selaku Dosen Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan perhatian, motivasi dan semangat kepada penulis demi terselesaikannya skripsi ini. Bapak Drs. Zulkarnain, M.Si., selaku Penguji Utama sekaligus sebagai Ketua Program Studi Pendidikan Geografi yang telah memberikan bimbingan, sumbangan pikiran, kritik, dan saran selama perkuliahan maupun selama penyusunan skripsi

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terselesaikannya penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang tulus ikhlas kepada:

1. Bapak Dr. H. Bujang Rahman, M.Si., selaku dekan FKIP Universitas Lampung beserta staff dan jajarannya yang telah memberikan bantuan kepada


(5)

2. Bapak Drs. Buchori Asyik, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah memberikan kemudahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Drs. I Gede Sugiyanta, M.Si selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan motivasi dan semangat dalam penyusunan skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Geografi di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis. 5. Bapak Drs. Maisani Liswan, selaku kepala SMA Negeri 4 Metro dan Bapak

Agung Prihatmojo, S.Pd., selaku guru mitra yang telah banyak membantu penulis untuk melaksanakan penelitian.

6. Kedua orang tuaku tercinta dan adikku yang tak henti menyayangiku, memberikan do’a, dukungan, semangat serta menantikan keberhasilanku. 7. Sahabat-sahabatku seperjuangan angkatan 2009 di Program Studi S1

Pendidikan Geografi, Universitas Lampung atas kebersamaannya dalam menuntut ilmu dan menggapai impian.

8. Sahabat-sahabatku di Asrama Gamalama, yang telah menemaniku selama kurun waktu empat tahun terakhir ini.

9. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih.

Semoga dengan bantuan dan dukungan yang diberikan mendapat balasan pahala di sisi Allah SWT dan semoga skripsi ini bermanfaat.

Bandar Lampung, April 2013 Penulis,


(6)

PERNYATAAN SKRIPSI MAHASISWA

Yang bertanda tangan dibawah ini : nama : Desi Imanuni

NPM : 0913034031

jurusan : Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial program studi : Pendidikan Geografi

menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang telah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Bandar Lampung, April 2013 Pemberi pernyataan

Desi Imanuni NPM 0913034031


Dokumen yang terkait

Perbedaan hasil belajar biologi siswa antara pembelajaran kooperatif tipe stad dengan metode ekspositori pada konsep ekosistem terintegrasi nilai: penelitian quasi eksperimen di SMA at-Taqwa Tangerang

0 10 192

Peningkatan Hasil Belajar Biologi Siswa dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Konsep Jaringan Tumbuhan (Penelitian Tindakan Kelas di Kelas XI IPA MA Jamiyyah Islamiyah Pondok Aren Tangerang Tahun Ajaran 2012-2013)

1 6 287

Perbedaan hasil belajar siswa atara model pembelajaran NHT (numbered head together) dengan stad (student team achievment division pada konsep laju reaksi)

3 10 173

Penerapan model pembelajaran kooperatif dengan teknik Student Teams Achievement Division (STAD) untuk meningkatkan hasil belajar fiqih di MTs Nurul Hikmah Jakarta

0 9 145

Penerapan model pembelajaran kooperatif student teams achievement division dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran fiqih: penelitian tindakan kelas VIII-3 di MTs Jami'yyatul Khair Ciputat Timur

0 5 176

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe (Student Team Achievement Divisions) STAD Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa SD

1 6 165

Perbedaan Hasil Belajar Biologi Antara Siswa yang Diajar dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan TGT (Penelitian Kuasi EKsperimen di SMAN 1 Bekasi))

0 42 0

Upaya meningkatkan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe Stad (Student Teams Achievement Division) pada pembelajaran IPS kelas IV MI Miftahul Khair Tangerang

0 13 0

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Student Teams Achievement Division dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Fiqih (Penelitian Tindakan Kelas VIII-3 di Mts. Jam'yyatul Khair Ciputat Timur)

0 5 176

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPS MENGGUNAKAN MODEL KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION

0 0 10