AFIRMASI NILAI ESTETIKA, ETIKA, DAN SOSIAL KESENIAN GONG GUMBENG DI DESA WRINGINANOM, KECAMATAN SAMBIT, KABUPATEN PONOROGO AFFIRMATION AESTHETIC, ETHICS, AND SOCIAL VALUE OF GONG GUMBENG, WRINGINANOM, SAMBIT, PONOROGO
AFIRMASI NILAI ESTETIKA, ETIKA, DAN SOSIAL KESENIAN GONG GUMBENG DI DESA WRINGINANOM, KECAMATAN SAMBIT, KABUPATEN PONOROGO AFFIRMATION AESTHETIC, ETHICS, AND SOCIAL VALUE OF GONG GUMBENG, WRINGINANOM, SAMBIT, PONOROGO
Ayyu Subhi Farahiba
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Ponorogo aiiusubhi.spd@gmail.com
Abstract
In the midst of the rapid development of foreign culture in Indonesia, there is one area of culture that should be preserved and maintained. The local culture is Gong Gumbeng. This art can only be found in the Wringinanom, Sambit, Ponorogo. Gong Gumbeng become part of the ritual ‘bersih desa’. This paper aims to affirm the values of aesthetics, ethics, and social contained in Gong Gumbeng. The results of the study described three aspect. First, the aesthetic value of Gong Gumbeng reflected gumbeng equip ment, ‘tayub’, and ‘macapat’. Second, the value of the arts ethics Gong Gumbeng appears as a form of reflection of society respectful attitude to the ancestors on the struggles that have been made. Accompaniment Gong Gumbeng deliver messages that contain useful advice for the community. Third, the social value that appears in this art is the emergence of the value of mutual cooperation and harmony of society so as to strengthen social solidarity.
Keywords: Gong Gumbeng, aesthetic, ethical, social, Ponorogo.
Abstrak
Di tengah pesatnya perkembangan budaya asing di Indonesia, terdapat salah satu budaya daerah yang patut dilestarikan dan dijaga. Budaya daerah tersebut adalah kesenian Gong Gumbeng. Kesenian ini hanya dapat ditemukan di desa Wringinanom, Kecamatan Sambit, Kabupaten Ponorogo. Kesenian Gong Gumbeng menjadi bagian dari ritual bersih desa. Tulisan ini bertujuan untuk mengafirmasi nilai-nilai estetika, etika, dan sosial yang terdapat di dalam kesenian Gong Gumbeng. Penelitian telah menemumkan tiga hal penting. Pertama, nilai estetika kesenian Gong Gumbeng tercermin dari peralatan Gong Gumbeng, tayub, dan tembang macapat. Kedua, nilai etika kesenian Gong Gumbeng tampak sebagai wujud cerminan sikap hormat masyarakat kepada leluhurnya atas perjuangan-perjuangan yang telah dilakukan. Iringan kesenian Gong Gumbeng menyampaikan pesan yang berisi nasihat yang berguna bagi masyarakat. Ketiga, nilai sosial yang tampak pada kesenian ini adalah munculnya nilai kegotongroyongan dan kerukunan masyarakat sehingga memperkuat solidaritas sosial.
Kata kunci: Gong Gumbeng, estetika, etika, sosial, Ponorogo.
Pendahuluan
tingkah laku, bahasa, benda, tarian, sastra, Kebudayaan adalah hasil cipta karya lukisan, nyanyian, musik dan masih banyak lagi. yang berkembang dan dimiliki bersama oleh
sekelompok masyarakat dan diwariskan dari Kebudayaan mengandung nilai luhur generasi ke generasi. Setiap bangsa dan suku
yang harus dilestarikan dan dijaga. Kebudayaan bangsa memiliki keanekaragaman budaya serta
akan selalu tumbuh dan berkembang, serta dapat memiliki kekhasan dan keunikannya masing-
menunjukan ciri dan karakter suatu bangsa. masing. Kekhasan dan keunikan tersebut identik
Inilah yang menyebabkan kebudayaan menjadi dengan tingkah laku masyarakat setempat yang
kerangka acuan atau pedoman bagi sikap dan terbentuk akibat pengaruh lingkungan maupun
tingkah laku dalam pergaulan antarsesama warga keadaan sosial ekonominya. Keberagaman inilah
masyarakat. Dengan demikian, kebudayaan akan yang secara tidak langsung melahirkan aneka
mempunyai pengaruh besar terhadap pengetahuan, ragam kebudayaan dan kesenian yang memiliki
pembentukan sikap, kepercayaan, dan perilaku ciri khas masing-masing. Kebudayaan lahir dari
setiap individu.
manusia berupa kesenian yang menghasilkan
Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 2 Tahun 2016 157
Keberagaman kebudayaan di Indonesia demikian juga kesenian mencipta, menularkan, dapat diamati melalui peninggalan sejarah yang
mengembangkan, dan menciptakan suatu kebudayaan. masih ada. Banyak peninggalan candi-candi di
Kesenian rakyat oleh sebagian masyarakat Indonesia, antara lain candi Prambanan, candi
Indonesia dikembangkan serta diabadikan untuk Borobudur, candi Mendut, dan sebagainya.
kepentingan-kepentingan dengan suatu tujuan Selain itu, peninggalan keraton juga ada,
tertentu, seperti untuk mengharapkan keselamatan, misalnya bentuk-bentuk kesenian, peralatan
kesejahteraan, kemakmuran, dan merayakan upacara, dan sebagainya. Benda-benda tersebut
sesuatu untuk kepentingan bersama. mempunyai nilai seni yang sudah sejak lama
Salah satu kabupaten yang memiliki dimiliki oleh nenek moyang bangsa Indonesia. kesenian tradisional adalah Kabupaten Ponorogo. Di samping benda-benda tersebut, pada saat-saat Kabupaten Ponorogo merupakan sebuah daerah tertentu masyarakat mengadakan acara yang yang unik karena secara geografis termasuk dilengkapi dengan tarian atau kesenian yang dalam wilayah Provinsi Jawa Timur, tetapi masih sangat sederhana. Soetrisman, dkk. (2003: secara sosiokultural termasuk dalam wilayah
46) menyatakan makin lama bentuk kesenian Provinsi Jawa Tengah. Sebutan yang sering tersebut menjadi pola tertentu, sehingga menjadi dipakai untuk daerah Jawa Timur semacam ini bentuk kesenian tradisional. adalah wilayah Mataraman. Kenyataan inilah
Era globalisasi yang terus bergulir yang menjadikan Ponorogo memiliki keunikan membawa kebudayaan transnasional (budaya
budaya.
asing) ke wilayah Indonesia. Budaya asing itu Kabupaten Ponorogo memiliki berbagai secara perlahan menggeser bahkan menggerus
yang tumbuh dan budaya daerah. Nuansa kearifan lokal (local berkembang seperti kesenian Reog, Gajah- wisdom ) yang terkandung dalam budaya daerah gajahan, Keling, Jaran Thik, Odrot, Thektur, semakin
kesenian
tradisional
sirna dan
tergantikan
dengan
Terbangan, Kongkil, Gong Gumbeng, Wayang keberadaan budaya asing tersebut. Tidak dapat Orang, Ludruk, dan kesenian lainnya. Seiring dipungkiri, semakin maraknya berbagai jenis dengan perkembangan zaman yang serba kesenian yang ditawarkan melalui media televisi, modern, kesenian tradisional di Kabupaten membuat kesenian tradisional sulit mempertahankan Ponorogo mulai surut. Bahkan, jika keberadaan eksistensinya. Bahkan, kesenian tradisional kesenian tradisional ini tidak dikemas dengan sedikit demi sedikit dan perlahan tetapi pasti suasana masyarakat yang kosmopolit, bukan menuju kepunahan. tidak mungkin perkembangan musik kesenian
Salah satu budaya yang tumbuh dan tradisional memiliki hambatan. Kekhawatiran ini berkembang di Indonesia adalah kesenian yang
bisa saja menjadi kenyataan ketika perhatian dari diciptakan dan didukung oleh masyarakat kolektif
Dinas Pariwisata maupun pelaku seni yang daerah setempat dikenal sebagai kesenian
memiliki peran sebagai stakeholders tidak tradisional. Pertunjukan kesenian tradisional
memiliki perhatian serius terhadap perkembangan merupakan suatu media komunikasi masyarakat
kesenian Gong Gumbeng.
untuk menyampaikan arti yang terkandung dari Kesenian Gong Gumbeng merupakan tata hubungan atau alat untuk menyampaikan salah satu kesenian tradisional masyarakat pesona tertentu dari pencipta kepada penikmat. Ponorogo. Kesenian ini hanya dapat ditemukan Selain itu, kesenian tradisional juga dapat di desa Wringinanom, Kecamatan Sambit, diartikan sebagai kebiasaan bersama dalam Kabupaten Ponorogo. Kesenian Gong Gumbeng masyarakat
yang
secara
otomatis akan
merupakan seperangkat alat gamelan yang terdiri mempengaruhi aksi dan reaksi dalam kehidupan atas 15 gumbeng (mirip angklung yang sehari-hari para anggota masyarakat itu. digantang), 1 gong bonjor, 1 kendang, dan 1 Kesenian bagaimanapun adalah ekspresi dari siter. Kata gumbeng berasal dari kata bumbung kebudayaan masyarakat yang mendukungnya yang berarti potongan bambu, dari kata ini (Takari, dkk., 2008: 7). kemudian muncul istilah gumbeng. Menurut
Kesenian tidak akan pernah lepas dari istilah lain, gumbeng berasal dari kata mubeng kehidupan masyarakat itu sendiri, baik itu
yang mempunyai maksud bahwa dengan hanya kelompok maupun individu. Hal ini sesuai
menggunakan alat yang sederhana dapat dengan yang dipaparkan oleh Kayam (1981: 38-
memainkan beberapa lagu sehingga bisa mubeng 39), masyarakat menyangga kebudayaan dan
(mengamen).
Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 2 Tahun 2016
Kesenian ini telah ada di daerah sosial membuat masyarakat akhirnya saling Wringinanom sejak ratusan tahun yang lalu,
berinteraksi, baik antarindividu maupun kelompok. tepatnya tahun 1837 M. Kesenian ini merupakan
Interaksi yang terjalin dapat dilihat pada saat jenis kesenian yang tergolong langka karena
pementasan ketika mereka saling bertegur sapa, satu-satunya di dunia. Kesenian Gong Gumbeng
saling membantu, saling menghargai, dan ini biasanya diadakan minimal satu tahun sekali
lainnya. Dengan adanya interaksi antarmasyarakat dalam acara puncak bersih desa yang
itulah muncul nilai-nilai sosial dalam kehidupan dilaksanakan pada hari Jumat terakhir bulan Sela
bermasyarakat.
atau Dzul Qo’dah dalam kalender Hijriyah.
kesenian Gong Gumbeng , Tradisi ini sudah turun temurun sejak terkandung nilai di dalam pesan-pesan yang kepemimpinan Demang Anggoduwo. Upacara disampaikan dalam kesenian tersebut. Kesenian puncak bersih desa ini diadakan di Telaga diciptakan dengan tujuan untuk dinikmati, Matilirejo, Dusun Banyuripan. Sebelum acara dirasakan, dimaknai, dan dihayati oleh manusia. puncak, biasanya diadakan ritual penyembelihan Setiap karya seni mengandung pesan yang kambing dan kenduri di dua tempat yang disampaikan kepada penikmat seni. Pesan dianggap keramat, yaitu di sumber tambang dan tersebut berupa nilai-nilai luhur dan mulia yang di Jatoroso. berguna untuk kebaikan
Dalam
manusia. Nilai Saat ini, keberadaan kesenian ini sudah
merupakan sesuatu yang baik yang dicitakan mulai ditinggalkan penggemarnya. Pagelaran-
oleh manusia (Herimanto dan Winarno, 2013: pagelarannya sudah mulai redup. Dahulu
128). Adanya nilai-nilai luhur yang terkandung kesenian Gong Gumbeng sering dipentaskan
dalam kesenian Gong Gumbeng mengharuskan pada acara hajatan pernikahan, khitanan, ataupun
masyarakat ataupun instansi pemerintahan untuk acara lainnya. Namun, sekarang sudah sangat
terus melestarikan kesenian ini sehubungan jarang ada yang mengundang kesenian Gong
dengan fungsi dan hubungan sosial masyarakatnya. Gumbeng ini. Bagi penduduk desa Wringinanom,
Selain itu, sebagai tradisi yang mengakar di Gong Gumbeng ini sudah tidak asing serta
masyarakat, kesenian Gong Gumbeng bisa dianggap bernuansa magis.
diduga memiliki akar dalam sejarah perkembangan kehidupan masyarakat, khususnya Kabupaten
Kesenian Gong Gumbeng dikenal
Ponorogo.
sebagai kesenian rakyat, folk art, dan digemari oleh kebanyakan masyarakat bawah. Sebagai
Nilai merupakan tingkat yang paling kesenian tradisional, Gong Gumbeng tentunya
tinggi dan paling abstrak dari adat-istiadat. Hal memiliki makna dan nilai yang dikomunikasikan
itu disebabkan karena nilai-nilai budaya itu melalui lambang-lambang atau simbol-simbol.
merupakan konsep-konsep mengenai apa yang Makna berarti pandangan hidup pelaku budaya.
hidup dalam alam pikiran. Sebagian besar warga Nilai budaya melekat dengan kuatnya dalam
dari suatu masyarakat mengerti mengenai apa jiwa setiap anggota masyarakat sehingga sulit
yang mereka anggap bernilai, berharga, dan diganti atau diubah dalam waktu yang singkat
penting dalam hidup, sehingga dapat berfungsi karena menyangkut masalah-masalah pokok bagi
sebagai suatu pedoman yang memberi arah serta kehidupan manusia. Nilai dipandang sebagai
orientasi ke depannya (Koentjaraningrat, 1990: sesuatu
yang berharga
digenggam, mulai dari fisik hingga instrumen Afirmasi adalah peneguhan; penetapan yang berfungsi sebagai sarana dan bertujuan yang positif; pernyataan atau pengakuan yang untuk mengungkapkan nilai-nilai, sedangkan
terhadap sesuatu yang simbol atau lambang merupakan tanda yang dianggap berharga dan penting diperhatikan. disepakati untuk merepresentasikan entitas Afirmasi mempunyai misi menguatkan dari tertentu (Rahayu, dkk., 1994: 1). dalam (power of intern) sehingga menegaskan
sungguh-sungguh
Kesenian Gong Gumbeng juga memiliki potensi sebuah eksistensi berupa kebudayaan tujuan, kepentingan, dan manfaat yang berkaitan
dalam suatu masyarakat adat. Afirmasi nilai dengan
kebudayaan merupakan metode paling efektif Kebutuhan sosial dalam masyarakat, seperti
dan menyelamatkan hiburan dan kebutuhan lainnya, harus bermakna
dalam
melestarikan
kebudayaan dari gempuran globalisasi. dan memberikan dampak sosial secara positif
Ada tiga substansi yang perlu dikembangkan dalam kehidupan bersama. Adanya kebutuhan dalam menegaskan kesenian Gong Gumbeng.
Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 2 Tahun 2016 159
Pertama , penghayatan nilai melalui pengetahuan pinggiran. Salah satunya bernama Iro Giri yang tentang sejarah kesenian Gong Gumbeng. Misi
bersembunyi di dusun Banyuripan. Suatu ketika ini dimaksudkan agar memberi pemahaman
Iro Giri mendapat wangsit ditemui seorang kembali bahwa suatu kesenian tradisional
kakek yang mengatakan kalau warga desa mempunyai nilai estetika, etika, dan sosial
Wringinanom ingin selamat dan sendhang tersendiri yang harus selalu dipraktikkan dalam
Mantilirejo di Dusun Banyuripan melimpah dan kehidupan berbudaya dan bermasyarakat. Kedua,
tidak kehabisan air harus dilaksanakan bersih implementasi (manfaat) nilai estetika, etika, dan
desa setiap tahun pada hari Jumat bulan Selo di sosial kebudayaan bagi kehidupan masyarakat
Telaga. Pelaksanaan bersih desa dilakukan Ponorogo dalam berbudaya dan bermasyarakat.
dengan menampilkan kesenian Gong Gumbeng Kegunaan adanya nilai estetika, etika, dan sosial
dengan ledheknya.
dalam kehidupan dalam masyarakat adalah hal Gong Gumbeng disebutkan menjadi alat wajib dipertahankan, sehingga pada akhirnya yang digunakan Panembahan Senopati dan Ki masyarakat menyadari bahwa mempertahankan Ageng Pemanahan untuk mengalahkan menantunya, dan menyelamatkan kesenian Gong Gumbeng Ki Ageng Mangir Wanabaya, dalam pertempuran harus menjadi prioritas. Ketiga, menjadikan nilai memperebutkan tanah Mentaok di kediaman kebudayaan sebagai acuan untuk menempuh Agung Mangir, tepatnya di gua kaki bukit kehidupan masa depan masyarakat dengan terus Merapi. Dalam pertempuran tersebut, Panembahan melakukan kontekstualisasi dan aktualisasi pada Senopati, Ki Ageng Pemanahan, dan Patih berbagai dinamika zaman. Masyarakat harus Janurwendo mengalami kekalahan. Kemudian dapat menyaring kebudayaan baru dengan tetap ketiganya melarikan diri. Dalam pelarian memprioritaskan
kebudayaan daerah agar ketiganya beristirahat di bukit tidak jauh dari menjadi masyarakat yang berbudaya, tentunya Hyang Widi. Di peristirahatan dikatakan bahwa dengan estetika, etika, dan sosial yang ada di jika Ki Ageng Mangir ingin terbunuh, dalamnya. Penembahan Senopati harus mengorbankan putri
Kurangnya tulisan yang membahas sulungnya, Angkrong Sekar Pembayun untuk kesenian Gong Gumbeng menjadikan topik ini
menjadi ledhek, dan Ki Ageng Pemanahan menarik untuk diteliti. Studi ini difokuskan
disuruh membuat Gong Gumbeng untuk pergi ke untuk mengisi kekurangan literatur yang ada.
Merapi. Bahan Gong Gumbeng dari bambu Tulisan ini mencoba menjawab pertanyaan
wulung, angklungnya 15, kendang, dan gong umum yakni bagaimana afirmasi nilai yang
bonjor, dan disertai dengan ledhek. Konon, dimiliki kesenian Gong Gumbeng? Tulisan ini
seluruh kesaktian Ki Ageng Mangir hilang bermaksud menjelaskan afirmasi nilai estetika,
setelah menikahi ledhek yang tidak lain adalah etika, dan sosial yang dimiliki kesenian Gong
Angkrong Sekar Pembayun. Pada akhirnya Ki Gumbeng .
Ageng mangir dibunuh oleh mertuanya, ketika menggambarkan eksistensi kesenian Gong
Selain itu, tulisan
ini juga
mengantarkan istri dan anaknya ke Keraton Gumbeng pada era globalisasi saat ini.
Mataram (Wawancara dengan Darmanto, Sekertaris Pendekatan yang digunakan untuk menyelidiki
Desa Wringinanom, 14 Juni 2016). nilai dalam kesenian Gong Gumbeng adalah
Tradisi bersih desa di Wringinanom ini kualitatif dengan desain etnografi. Pendekatan sudah turun temurun sejak kepemimpinan kualitatif dapat membantu memahami secara
lebih mendalam dan menginterpretasi apa yang Demang Anggoduwo ─ demang pertama yang
mengadakan upacara adat bersih desa. Demang ada dibalik sejarah, peristiwa-peristiwa, latar selanjutnya ialah demang Onggosono, Palang, belakang, dan makna pergelaran kesenian Gong Maskarsa dan Demang Ranapura atau Talkah. Gumbeng . Etnografi diartikan sebagai paparan Pada masa demang kelima ini upacara adat deskripsi detail yang holistis dengan berbasiskan bersih desa pernah terhenti. Dampaknya ialah penelitian lapangan yang intensif. terjadi berbagai malapetaka di desa, sumur dan
sendang mengering dan timbul wabah penyakit.
Kesenian Gong Gumbeng dalam Ritual Bersih
Berdasarkan wangsit sesepuh desa, maka
Desa
diadakanlah upacara adat bersih desa. Berkat Dalam cerita rakyat (sastra lisan)
kemurahan Tuhan, sesudah upacara bersih desa dikisahkan pada tahun 1837 kerajaan Mataram
hujan pun turun, wabah penyakit pun dapat mengalami konflik, banyak bangsawan atau
diatasi.
warga keraton yang bersembunyi ke daerah
Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 2 Tahun 2016
Sesudah demang kelima, pemimpin desa menyatakan syukur atas hasil panen yang baik yang keenam adalah Lurah Dukun, dilanjutkan
sehingga mereka bisa hidup dengan bahagia oleh Lurah Kartawinangun atau Ngemin. Pada
mempunyai cukup sandang dan pangan, hidup zaman Jepang, upacara bersih desa pernah
selamat dan berkecukupan”. Tradisi yang dilarang. Akibatnya muncul wabah dan
merupakan warisan leluhur yang telah berumur malapetaka desa. Akhirnya Asisten Wedana
ratusan tahun sampai saat ini masih terjaga Sambit-Prawirodirdjo memerintahkan pelaksanaan
secara utuh. Banyak desa di Jawa yang masih upacara adat bersih desa. Setalah upacara bersih
setia melaksanakan upacara bersih desa, tetapi desa dilaksanakan, wabah penyakit mulai hilang
beberapa desa mempunyai waktu yang tetap dan sumber-sumber air di desa Wringinanom
bersih desa tersebut kembali melimpah. Akhirnya upacara adat bersih
untuk
melakukan
berdasarkan bulan Jawa, misalnya diadakan pada desa tetap ditaati oleh para kepala desa
setiap bulan Suro atau Sapar. berikutnya, yaitu Hardjakusuma, Tumirin,
Tradisi bersih desa merupakan bagian Arwied Supamin, dan berlangsung hingga khusus religi Jawa. Inti dari religi adalah sekarang. kepercayaan pada hal-hal spiritual. Penjelasan
Upacara adat bersih desa dengan ini, mengisyaratkan bahwa nilai-nilai spiritual menampilkan kesenian Gong Gumbeng dimulai
jauh lebih penting dibanding nilai material dalam pada zaman Demang Onggoduwo. Upacara
bersih desa. Nilai-nilai spiritual tersebut menjadi bersih desa dipandang sebagai salah satu usaha
penggerak batin warga masyarakat untuk selalu untuk membersihkan desa dari berbagai
mengadakan aktivitas bersih desa. Bagi masyarakat malapetaka atau gangguan. Rakyat masih banyak
desa Wringinanom, tradisi bersih desa adalah mempercayai roh pendiri dan penjaga desa
ucapan syukur terhadap Allah SWT atas rejeki (danyang desa) mampu mendatangkan kebahagiaan
yang melimpah, kebahagiaan, dan terhindar dari ataupun malapetaka kepada seluruh penduduk.
bahaya.
Upacara adat ini mempunyai fungsi pemujaan, Inti dari aktivitas bersih desa adalah permohonan, dan pengungkapan rasa terima pemujaan. Doa-doa terkandung dalam pemujaan, kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa sekaligus baik yang diwujudkan dalam bentuk mantra kesadaran bahwa manusia merupakan makhluk maupun seni pertunjukan. Biasanya para yang lemah. penghayat kepercayaan menjadikan bersih desa
Bersih desa menjadi salah satu ritual sebagai tradisi sakral. Tradisi ini mempunyai rutin yang dilakukan masyarakat desa. Ritual
sasaran pada caos pisungsung, artinya pemberian merupakan
pengorbanan kepada leluhur. Hubungan antara berhubungan dengan beberapa kepercayaan atau
penghayat kepercayaan dengan leluhur tampak agama dengan ditandai oleh sifat khusus yang
dekat, yakni melalui batin. Kontak batin, akan menimbulkan rasa hormat yang luhur dalam arti
terjadi pada saat bersih desa dilaksanakan tahap pengalama n yang suci (O’Dea, 1995: 5-36).
demi tahap. Tradisi demikian dilandasi oleh Pengalaman tersebut mencakup segala sesuatu
aktivitas moral yang tinggi yang disebut budi yang dibuat dan dipergunakan oleh manusia
luhur. Budi luhur merupakan perisai hidup untuk menyatakan hubungan dengan alam
penghayat kepercayaan yang dilakukan dengan transendental yang aplikasinya berupa suguh
cara-cara beradab, ketika berhubungan dengan pada dahnyang/sing mbahureksa desa. Oleh
roh leluhur. Apalagi, mereka menganggap bahwa karena itu, ritual bersih desa dilakukan pada
roh di wilayah tersebut ada yang menjadi nenek waktu khusus, tempat khusus, dilengkapi dengan
moyang. Pekerti penghayat pada saat bersih desa berbagai peralatan ritus yang bersifat sakral
tergolong etika moral Jawa yang luhur. (dalam bahasa Jawa dinamakan ubarampen
Masyarakat menjadikan tradisi ini mempunyai sesaji ).
sasaran pada caos pisungsung, artinya pemberian pengorbanan kepada leluhur. Untuk menjalankan
Tradisi bersih desa menjadi salah satu aktivitas mulai membuat sesaji, bertapa, upacara tradisional yang sampai saat ini masih membersihkan diri, membersihkan kuburan, banyak dilakukan oleh masyarakat Jawa. Tradisi membuat tarub, doa, seni pertunjukan, dan bersih desa sangat penting untuk orang jawa sebagainya didasarkan atas pekerti luhur. yang masih melestarikan tradisi leluhur. Menurut
Negoro (2001: 57-60), bersih desa adalah Menurut Koentjaranigrat (1994: 163), “upacara tradisional dimana para warga desa
masyarakat desa adalah suatu komunitas kecil
Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 2 Tahun 2016 161 Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 2 Tahun 2016 161
pengaruh terhadap masyarakat setempat, antara semangat kebersamaan yang dimaksud adalah
lain pengaruh terhadap mental spiritual, hidup solidaritas, gotong royong, dan musyawarah.
gotong-royong, dan harga diri. Pengaruh Dalam tradisi bersih desa, ada beberapa nilai
terhadap mental spiritual penduduk disebabkan yang dapat diambil, yaitu dapat dilihat dari aspek
oleh adanya peran yang penting dari Gong nilai filosofis, nilai spiritual, dan aspek nilai
Gumbeng terhadap upacara adat, karena tujuan sosial. Aspek nilai sosial pada tradisi Julungan
dari upacara adat tersebut adalah untuk dapat dilihat dari prosesi atau pelaksanaan tradisi
melepaskan segala ungkapan perasaan dan bersih desa adalah sebagai acara yang
ungkapan rasa syukur dari penduduk setempat menggambarkan falsafah kehidupan gotong
kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah royong.
memberikan anugerah-Nya. Upacara adat perlu dimengerti dan diarahkan karena merupakan
Upacara adat bersih desa Wringinanom pengakuan atas kebesaran Tuhan dan merupakan dimulai pada zaman Demang Onggoduwo. modal yang mendasari pengembangan kegiatan Peralatan musik yang digunakan dalam upacara
religi.
bersih desa adalah Gong Gumbeng. Kronologi pelaksanaan
Makna Estetika Kesenian Gong Gumbeng
Kabupaten Ponorogo adalah sebagai berikut. Estetika berasal dari bahasa Yunani,
(a) Berdasarkan hasil rembug desa dan izin para yaitu aesthetikos, aesthetis yang berarti pemersepsian sesepuh, pelaksanaan upacara bersih desa sesuatu melalui sarana indra, perasaan, dan diadakan pada hari Jumat Pahing, setiap intuisinya. Persepsi tidak hanya melibatkan bulan Sela. Dalam upacara ini, disembelih indra, tetapi juga proses psikofisik seperti enam ekor kambing, kepala kambing tersebut asosiasi, pemahaman, khayal, kehendak, dan kemudian dilarung di Sendang Banyuripan. emosi. Rizali (2003: 3) menyatakan bahwa Pada hari sebelum upacara selamatan, estetika berkaitan dengan nilai indah atau jelek masyarakat melakukan gotong royong yang diberikan oleh seni. Nilai yang dimiliki memasak di tempat upacara bersih desa. sebuah kebudayaan terwujud dalam suatu sistem (b) Perlengkapan upacara bersih desa serupa yang secara bersamaan menyatu dengan dengan sesaji secara tradisional, terdiri atas gagasan, tindakan, dan hasil karya. Sachari pisang raja atau tangkep, kelapa gundhil (2003: 46) menyatakan bahwa suatu makna akan (kelapa tanpa sabut), beras, cok bakal, sirih terbangun jika sebuah objek memiliki nilai yang kuning, badhek ketan, uang logam, rokok
dapat dikomunikasikan.
grindho, minyak wangi, bedak sisir, cermin, merang, dan kemenyan. Selain itu, disediakan
Seni sebagai ekspresi jiwa manusia pula nasi tumpeng berupa nasi brak yang
sudah barang tentu mengandung nilai estetika, ditempatkan di‘encek’ (nampan yang terbuat
termasuk kesenian tradisional Gong Gumbeng dari pelepah batang pisang dan bambu)
yang ditumbuh-kembangkan oleh masyarakat (c) Upacara selamatan bersih desa dengan
desa Wringinanom, Kabupaten Ponorogo. Nilai membakar kemenyan yang dilakukan oleh
estetika yang mendominasi seni Gong Gumbeng Kepala Desa, didampingi pamong desa, dan
dapat dilihat dari peralatan Gong Gumbeng, sesepuh desa. Sesudah selamatan, dilangsungkan
tayub, dan tembang macapat yang dinyanyikan. dengan acara hiburan Gong Gumbeng.
Kesenian musik Gong Gumbeng terdiri dari Iringan Gong Gumbeng dilengkapi dengan
bermacam-macam alat musik yang dimainkan tayub. Tayub in dilaksanakan di halaman
dengan tempo dan not-not tertentu. Alat-alat Telaga Banyuripan. Cucuk laku pada grup
musik tersebut antara lain:
tayub memberi kesempatan pertama Kepala
a. Gumbeng
Desa untuk ngibing (menari di pelataran tayub). Sesudah kesempatan ngibing untuk
berbentuk seperti seperti pamong desa, tokoh masyarakat dan
Gumbeng
angklung yang memiliki tangga nada pentatonis. akhirnya ke kelompok muda, serta segenap
Tangga nada pentatonis adalah tangga nada yang penonton yang meminati kesenian tayub.
menggunakan lima buah nada pokok. Nada yang Tradisi bersih desa yang dilestarikan ini juga
ditimbulkan adalah yang berskala pentatonik, terkait dengan pelestarian kesenian Gong
yaitu tangga nada yang mempergunakan lima Gumbeng dan seni tayub.
buah nada dan berlaraskan slendro. Satu
Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 2 Tahun 2016 Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 2 Tahun 2016
bermakna bahwa hidup di dunia harus senantiasa gumbeng. Gumbeng terdiri atas lima belas
mengikuti tatanan yang ada sehingga tercipta instrumen dan terbagi menjadi tiga kelompok,
kebahagiaan dan keselarasan hidup. Alat musik masing-masing kelompok terdiri atas lima
gumbeng terbuat dari bambu wulung. Bambu angklung serta memiliki nama yang berbeda
wulung ini memiliki beberapa kelebihan yang sebagai berikut.
tidak dimiliki oleh bambu jenis lain, diantaranya: (1) warna kulit bambu yang indah, (2) memiliki
Pertama , kelompok I disebut angklung bunyi yang nyaring, (3) ketebalan kulit kayu penerus. Kelompok ini terdiri atas lima angklung yang beruas panjang, dan (4) menurut kepercayaan yang paling kecil. Angklung ini berlaraskan bambu wulung memiliki kekuatan gaib. Bambu slendro dengan urutan nada: 2 3 5 6 1, dalam wulung yang dipilih harus yang tumbuh condong karawitan dibaca loro, telu, lima, enem, siji, dan (melengkung) ke sungai. Hal ini didasarkan pada dalam music dibaca: des, es, ges, as, bes. kepercayaan bahwa air dan tumbuhan akan
Kedua , kelompok II disebut angklung menghasilkan bunyi yang harmonis. Pemilihan barung. Kelompok ini terdiri atas lima angklung
bambu yang seperti ketentuan tersebut dianggap yang
dapat menghasilkan gumbeng dengan suara yang berlaraskan slendro, nada-nadanya satu oktaf
berukuran sedang.
yang lebih rendah dari nada-nada angklung Bambu wulung yang dipergunakan penerus. adalah bambu yang tua usianya karena bambu
Ketiga , kelompok III disebut angklung yang masih muda akan mengalami kerusakan demung. Kelompok ini terdiri atas lima angklung
antara lain mudah dimakan hama, mudah pecah, yang berukuran besar, nada-nadanya satu oktaf
mudah menyusut, dan suaranya cepat berubah. lebih rendah dari nada-nada angklung barung.
Bambu yang dipilih harus mempunyai ruas yang lurus dan besar batangnya disesuaikan dengan
Dari ketiga kelompok angklung yang berjumlah lima belas, seluruhnya digantungkan
jenis angklung yang akan dibuat. Sebelum bambu dipotong dari pangkalnya maka terlebih
pada sebuah gayor, dan diatur dengan posisi sebagai berikut.
dahulu tabung bambu diketuk-ketuk untuk menentukan suara angklung agara sesuai dengan yang diinginkan. Bambu ditebang pada saat sore hari, pada hari Jumat Wage.
Sebelum bambu wulung dibuat menjadi angklung maka bambu tersebut harus disimpan dahulu agar menjadi lebih ringan, lebih kuat, dan bunyinya tidak mudah berubah. Bambu disimpan pada tempat yang aman dan tidak terkena sinar matahari secara langsung, hujan, dan udara lembab. Dengan cara demikian, bambu akan cepat kering dan tahan lama. Setelah penyimpanan dirasa cukup maka pembuatan gumbeng dimulai. Sebelum bambu dipotong,
Gambar 2.1 Gumbeng
terlebih dahulu diadakan selamatan. Dengan cara tradisonal ini tidaklah mengheran apabila
Alat musik ini dimainkan dengan cara gumbeng di Wringinanom berusia lebih dari dua digoyangkan sehingga menimbulkan bunyi yang
ratus lima puluh tahun.
harmonis. Alat ini apabila dimainkan dengan Bunyi yang dihasilkan dari Gong Gumbeng perpaduan perangakatnya beserta nyanyian
terdengar sangat selaras dan harmonis. Bunyi ini gending jawa akan menghasilkan irama yang
memiliki nilai kehidupan yang bermakna bahwa enak untuk didengar. Gumbeng memiliki
hidup di dunia harus senantiasa mengikuti hitungan nada seperti di bawah ini.
tatanan yang adasehingga tercipta kebahagiaan
dan keselarasan hidup. Hal ini sama dengan ketika memainkan Gong Gumbeng. Masing-
3-5-6- 1-2-3-5-6- 1-2- 3-5- 6 –1–2
masing dari gumbeng memiliki nada yang
Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 2 Tahun 2016 163 Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 2 Tahun 2016 163
dengan aturan
sehingga
akan
menghasilkan suara yang merdu. Apabila dilihat dari wujud visual akan
dapat diketahui adanya interaksi
antara
kebudayaan yang satu dengan yang lain, seperti halnya Gumbeng. Dengan melihat latar belakang sejarahnya,
kebudayaan Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Hal ini tampak pada masa Sunan Bonang yang menggunakan angklung sebagai instrumen. Angklung ini dimainkan di seluruh pelosok pulau Jawa dan sebagai pengiringnya adalah
Gambar 2.2 Gong Bonjor
angklung, kendang, tembang, ketipung, dan kenong.
b. Gong Bonjor
Gong Bonjor adalah alat musik yang terdiri atas dua buah bambu dengan ukuran besar dan kecil. Salah satu ruas bambu besar terbuka, kemudian
bambu yang berukuran
kecil
dimasukan dalam bambu yang besar. Bambu yang kecil kedua ruasnya dilubangi untuk masuknya
suara dari
pemain
sehingga
menghasilkan suara yang diinginkan. Bambu wulung merupakan bahan yang
paling baik untuk pembuatan Gong Bonjor, tetapi apabila sulit untuk mendapatkan bambu
wulung, dapat diganti dengan bambu dari jenis Gambar 2.3 Siter
lain terutama bambu petung. Bambu petung ini termasuk jenis bambu yang mudah pecah
c. Kendang
walaupun batangnya cukup besar. Selain bambu Kendang adalah perangkat Gong Gumbeng petung dapat pula digunakan bambu ori. Bambu
yang terbuat kayu. Kendang terbuat dari kayu ini kulitnya amat tebal sehingga suara yang
yang kedua sisinya ditutupi dengan kulit, diatur dihasilkan kurang ulen dan kurang keras.
dengan tali-tali yang terbuat dari rotan dan diberi gelang gelang dari rotan untuk mengatur longgar
Gong Bonjor mempunyai makna kehidupan dan kencangnya kulit. Kendang dibunyikan yaitu kepasrahan dan ketaatan kepada Tuhan. dengan tangan, tanpa alat bantu. Kendang Ketika suara dengungan dibunyikan, saat itulah mengisyaratkan akan makna semangat yang manusia mencapai titik kepasrahan dan ketaatan menggebu-gebu untuk mencapai sebuah tujuan yang tinggi. Teknik membunyikannya adalah
yang mulia.
dengan cara bibir ditempelkan di ujung bambu kecil dan ditiup perlahan. Alat musik ini sangat
d. Siter
sulit dimainkan sehingga membutuhkan latihan
kemajuan teknologi, Gong khusus. Bahkan, di Dusun Banyuripan sendiri, Gumbeng mengalami perubahan yaitu dahulu hanya dua orang yang mampu memainkan alat hanya terdiri atas gumbeng, kendang, dan gong musik ini, yaitu Mbah Jaiman dan salah satu bonjor, maka pada tahun 1983 mengalami teman
penambahan instrumen, yaitu siter. Siter termasuk Darmanto, 14 Juni 2016). alat musik Gong Gumbeng yang berfungsi
sebagai pelengkap. Siter terdiri dari senar baja, kotak kecil berbentuk persegi panjang, dan pengait senar baja. Senar disusun berjajar memanjang diatas kotak kecil persegi panjang yang dihubungkan dengan pengait. Pengait
Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 2 Tahun 2016 Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 2 Tahun 2016
psikologis, dan (6) sebagai refleksi dari kegiatan yang dihasilkan sesuai. Instrumen ini mengisyaratkan
ekonomi.
ketenangan dalam melakukan segala sesuatu. Nilai estetika kesenian Gong Gumbeng
Dalam permainan musik tradisional, ada juga tidak pernah lepas dari keindahan syair atau adat istiadat ritual yang menyatu dengan
lagu. Syair yang digunakan dalam kesenian ini permainannya untuk kesuksesan bersama atau
adalah lagu-lagu Jawa yang indah dan ritual religi yang didukung sehingga muncul
mengandung nilai sastra yang luhur dan tinggi nilai-nilai, seperti mengolah kepekaan rasa (roso
akan makna. Kemajemukan kata dan bahasa pangroso ),
yang disusun secara indah dinyanyikan, serta hitungan tetapi lebih komunikasi musikal antar
diiringi alunan musik Gong Gumbeng akan instrumen satu dengan yang lain; muncul
menimbulkan kepuasan dan hiburan bagi yang kebersamaan, individu tidak boleh menonjol
mendengarkan.
melatih menguasai ego dan pengendalian diri, Lagu-lagu Jawa yang “aku”, “diri” melebur (manunggal roso) dinyanyikan
biasanya dalam bentuk tembang macapat. menyatu dalam komunitas musik menuju Tembang macapat inilah yang dinyanyikan pada keharmonisan alam untuk institusi maupun untuk ledhek dengan iringan Gong Gumbeng. Pada yang Maha Agung. Oleh karena itu, biasanya umumnya macapat diartikan sebagai maca tidak ada pengarang maupun pembuat aransemen papat-papat (membaca empat-empat), yaitu maupun pelatih yang ditonjolkan, muncul rasa maksudnya melagukan nada keempat. Tembang solidaritas dan gotong-royong antaranggota macapat terikat oleh guru gatra, yaitu baris musik. kalimat dalam setiap bait macapat, guru
Selain dari alat musik, Gong Gumbeng wilangan, yaitu jumlah suku kata setiap gatra, juga memiliki nilai estetika yang lain, yaitu dari
dan guru lagu, yaitu bunyi akhir dari sajak tiap pertunjukan tayub. Setiap kesenian Gong
gatra. Tembang-tembang macapat memiliki Gumbeng ini tampil harus disertai dengan tari
filosofi yang berkaitan dengan kehidupan tayub atau waranggana tayub. Tari tayub
manusia di dunia. Misalnya, tembang Maskumambang merupakan tari hiburan yang disajikan oleh para
menceritakan sebuah filosofi hidup manusia dari penari ronggeng, lengger, atau ledhek. Tari
awal mula manusia diciptakan. Tembang tayub bisa dikatakan sebagai alat komunikasi,
Asmarandana berasal dari kata ‘asmara’ yang maksudnya adalah di dalam tayub, gendhing-
dapat diasumsikan sebagai cinta kasih. Filosofi gendhing yang dinyanyikan oleh ledhek biasanya
dari tembang Asmarandana ini adalah tentang mengandung arti tersendiri, serta ada juga yang
perjalanan hidup manusia yang sudah waktunya berisi pesan-pesan tertentu.
untuk memadu cinta kasih bersama pasangan hidup. Berbagai tembang lain yang disajikan
Tayub disajikan
untuk
menjalin
memberikan petuah atau nasihat bagi manusia hubungan sosial masyarakat. Unsur yang berkaitan agar mampu menjalani kehidupan di dunia dengan tayub adalah gerak, yang dilakukan oleh
dengan sebaik-baiknya.
penari sekaligus berfungsi sebagai vokalis atau pesinden. Gerakan yang dilakukan hanya bersifat
Gong Gumbeng juga spontan dan tidak mempunyai urutan yang tetap,
Kesenian
menghadirkan nuansa keindahan busana. Tata misalnya seblak sampur, ulap-ulap, dan ulap
busana berfungsi untuk memperindah penampilan. tawing. Struktur gerak tari tayub ini merupakan
Selain itu, tata busana dapat membedakan warisan dari generasi sebelumnya, kemudian
kesenian rakyat suatu daerah dengan daerah lain. ditirukan generasi selanjutnya, sehingga tari
(Setyobudi, dkk., 2007: 114). Sebagai seni tayub tidak dipelajari secara khusus tetapi hanya
kerakyatan yang tumbuh dan berkembang di meniru (imitation) yang langsung diterapkan
tengah masyarakat pedesaan, tata rias dan busana pada saat menari tayub. Menurut Anthony V.
yang digunakan pun sederhana. Biasanya hal ini Shay dalam Soedarsono (1999: 56), ada enam
dipengaruhi oleh kurangya pengalaman yang fungsi tari saja yang sekarang ini berkembang,
dimiliki sehingga akan muncul kemiripan tata yaitu (1) sebagai refleksi dari organisasi sosial,
busana dalam sesama daerah. Dilihat dari teori di (2) sebagai sarana ekspresi untuk ritual, sekuler,
atas, terdapat kesesuaian dalam tata busana yang dan keagamaan, (3) sebagai aktivitas rekreasi
digunakan pada pementasan kesenian Gong atau hiburan, (4) sebagai refleksi ungkapan
Gumbeng
yang
mencerminkan sebuah
Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 2 Tahun 2016 165 Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 2 Tahun 2016 165
tradisi bersih desa.
Busana yang dikenakan pemain pada Kesenian Gong Gumbeng sebagai saat pementasan Gong Gumbeng adalah pakaian
bagian dari ritual bersih desa mencerminkan khas Kabupaten Ponorogo, yang berupa (a)
nilai etika dari masyarakat pemiliknya. Gong penadon berwarna hitam dengan memiliki model
Gumbeng menunjukkan sikap patuh terhadap fashion yang khas seperti ada garis merah pada
pelaksanaan upacara berlangsung. Hal itu karena dalamnya, pada punggung terdapat lipatan kain,
semua masyarakat sadar akan tradisi yang dan kain depan belakang tidak saling terhubung,
adiluhung itu perlu dijaga. Apabila sampai melainkan terdapat tambahan kain yang
melanggar tradisi tersebut akan membawa nama menyebabkan penggunanya telihat ramping, (b)
buruk bagi keluarga yang bersangkutan, segala kaos bergaris lorek dengan warna merah putih,
tingkah laku yang menyimpang dari tradisi dapat hitam putih, dan merah hitam, (c) sabuk othok,
dianggap tidak menghormati pranata dari umumnya berwarna hitam terbuat dari kulit asli
leluhur. Hal itu mencerminkan sikap hormat hewan, tetapi ada juga dari kulit harimau, dan (d)
masyarakat kepada leluhurnya atas perjuangan- celana kombor berwarna hitam dengan garis
perjuangan yang telah dilakukan. Di dalam warna merah di dalamya apabila ditekuk dan
keyakinan atau kepercayaan orang Jawa, leluhur lebih longgar. Dari sini tampak bahwa
dianggap dapat memberikan keselamatan dan penggunaan warna yang dominan adalah hitam.
sebagai pelindung. Inilah yang menyebabkan Penggunaan warna ini menunjukkan adanya
para leluhur dimuliakan atau diagungkan dan keindahan dalam unsur busana.
merupakan panutan bagi anak dan cucunya.
Dengan kekuasaan yang dimiliki oleh
Makna Etika Kesenian Gong Gumbeng
para leluhur tadi, warga masyarakat pendukungnya Nilai etika merupakan nilai yang
ingin selalu mengadakan kontak atau pendekatan mendasari baik atau buruk sesuatu. Bertens
untuk memperoleh berkah. Oleh karena itu, (2004: 6) menyimpulkan bahwa etika memiliki
generasi penerus harus dapat menjaga dan tiga posisi, yaitu sebagai (1) sistem nilai, yakni
melestarikan tradisi daerahnya yang merupakan nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi
peninggalan nenek moyang yang sangat berharga pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok
sebagai pencerminan budaya daerah setempat. dalam mengatur tingkah lakunya, (2) kode etik,
Masyarakat sadar bahwa tradisi yang adiluhung yakni kumpulan asas atau nilai moral, dan (3)
itu perlu dijaga. Apabila sampai melanggar atau filsafat moral, yakni ilmu tentang yang baik atau
menyimpang dari tradisi tersebut dianggap tidak buruk.
menghormati pranata dari leluhur. Titik tolak dari tatanan etika baik dan
Kesenian Gong Gumbeng juga mencerminkan buruk adalah kehidupan sosial bermasyarakat
perilaku saling menghargai satu sama lain demi setiap manusia memiliki kemampuan beradaptasi
terciptanya kelancaran. Perilaku menghargai satu dengan sekitar. Pola pikir ini merajut satu
sama lain sesuai dengan ungkapan Kudu andhap kemasan masyarakat yang mampu memberikan
asor , yang berarti haruslah bertingkah laku bagian penting dalam penilaian. Penilaian yang
rendah hati. Orang yang mau rendah hati, dimaksud merupakan tatanan nilai yang menjadi
menghormati, dan menghargai orang lain (siapa hukum lingkungan sekitar. Kekuatan lingkungan
saja) akan selalu dihormati pula di mana pun ia secara mekanisme sosial berlangsung sebagai
berada. Perilaku menghargai ditunjukkan dengan kontrol, tidak menuntut kemungkinan penilaian
cara sebelum penampilan Gong Gumbeng yang dilakukan dikemas dalam bentuk norma.
pemain meminta izin terlebih dahulu terhadap perangkat maupun aparat daerah setempat dan
Fungsi Gong Gumbeng dalam sudut nilai masyarakat pun bersedia menaati semua etika dalam hal ini digambarkan sebagai peraturan yang telah diterapkan. pelengkap dari tradisi bersih desa pada
masyarakat desa Wringinanom. Fungsi pelengkap Selain itu, kesenian Gong Gumbeng juga di sini maksudnya adalah kesenian Gong
memperlihatkan sebuah kesederhanaan. Kesederhanaan Gumbeng menjadi simbol diadakannya bersih
tampak pada alat musik yang sederhana, tetapi desa. Mengingat masyarakat desa Wringinanom
mampu menyajikan alunan musik yang khas, mengedepankan kebiasaan yang membudaya
indah, ekspresif, dan dinamis. Pementasan Gong pada masyarakat sekitar yang mewajibkan
Gumbeng memperlihatkan rasa tanggung jawab
Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 2 Tahun 2016 Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 2 Tahun 2016
sungguh-sungguh beradab.
diberikan kepada seseorang, maka rasa tanggung Aktivitas sosial adalah proses terbentuknya jawab tersebut akan mendewasakan orang nilai sosial dalam kehidupan masyarakat. Dalam tersebut dan dapat berlaku baik dalam menjalani kesenian Gong Gumbeng, nilai sosial terbentuk hidup di tengah-tengah masyarakat. karena masih adanya fungsi kesenian bagi
Terlaksananya pementasan kesenian masyarakat. Dengan adanya fungsi dalam Gong Gumbeng, baik dalam proses pelatihan
kesenian Gong Gumbeng, maka akan tercipta maupun dalam tradisi bersih desa, telah
interaksi sosial di antara para anggota masyarakat mencerminkan perilaku, yaitu kerja sama,
yang menyaksikan pementasan. Kesenian Gong kekompakan, ketertiban, dan ketekunan. Nilai
Gumbeng sebagai kesenian rakyat juga bisa kerjasama terlihat dari adanya kebersamaan
menjadi media penyampaian pesan kepada dalam melestarikan warisan budaya para
masyarakat. Hal itu karena kesenian ini pendahulunya. Nilai kekompakan dan ketertiban
disaksikan oleh masyarakat dari berbagai lapisan tercermin dalam suatu pementasan yang dapat
dan dari segala tingkatan usia. Kesenian Gong berjalan secara lancar. Nilai kerja keras dan
Gumbeng menjadi salah satu tuntunan untuk ketekunan tercermin dari penguasaan gerakan-
mengarahkan sikap dan pemahaman masyarakat gerakan tarian.
yang lebih baik saat menonton sebuah pertunjukan. Kesenian Gong Gumbeng bukan
Makna Sosial Kesenian Gong Gumbeng
sekedar tontonan yang menghibur tetapi juga dapat diambil berbagai macam nilai positifnya.
Sosial di sini
berkaitan
dengan
perilaku. Nilai sosial dalam masyarakat Iringan kesenian Gong Gumbeng berfungsi sebagai penentu dalam memenuhi
menyampaikan pesan yang berisi nasihat-nasihat peranan-peranan sosial. Nilai sosial dapat
yang berguna bagi masyarakat. Dengan adanya memotivasi seseorang untuk mewujudkan
kesenian Gong Gumbeng, secara otomatis dapat harapan sesuai dengan peranannya. Selain itu,
menampung bakat yang dimiliki para generasi nilai sosial juga berfungsi sebagai alat solidaritas
muda untuk berkreasi. Kreasi yang dilakukan di kalangan anggota kelompok masyarakat.
dapat berupa musik ataupun latihan gerak demi Dengan nilai sosial, anggota kelompok akan
mengembangkan kesenian ini supaya tetap merasa sebagai satu kesatuan. Nilai sosial juga
digemari oleh masyarakat. Mayarakat dan berfungsi sebagai alat pengawas atau kontrol
generasi muda memiliki kewajiban untuk terus perilaku manusia dengan daya tekan dan daya
menjaga kelestarian kesenian Gong Gumbeng. mengikat tertentu agar orang berperilaku sesuai
Dengan menghargai kesenian daerah yang dengan nilai yang dianutnya. Dengan demikian,
dimiliki para pemuda dapat membangun mental nilai sosial diartikan sebagai sesuatu, baik itu
untuk lebih mandiri dan lebih kreatif. seni, ilmu, barang, atau yang lainnya yang
Gong Gumbeng juga mempunyai makna, arti, atau fungsi bagi mencerminkan nilai kebersamaan atau kegotong- masyarakat. royongan masyarakat. Kebersamaan atau kegotong-
Kesenian
royongan merupakan sikap yang mengutamakan mempunyai tiga fungsi, yaitu sebagai petunjuk
Secara garis
kepentingan bersama dibandingkan kepentingan arah dan pemersatu, benteng perlindungan, dan
pribadi. Mengutamakan kepentingan bersama pendorong. Maksud dari nilai sosial berfungsi
mempunyai pengertian bahwa dalam kehidupan sebagai pemersatu di sini adalah nilai ini dapat
bermasyarakat kita harus mengedepankan apa yang mengumpulkan orang banyak dalam kesatuan
dibutuhkan orang lain diatas kepentingan pribadi atau kelompok tertentu sehingga mampu
demi kelancaran bersama. Gotong-royong dapat menciptakan dan meningkatkan solidaritas
dikatakan sebagai ciri dari bangsa Indonesia antarmanusia. Selain itu, nilai sosial menjadi
yang membentuk perilaku sosial yang nyata dan tempat berlindung bagi penganutnya. Nilai sosial
membentuk tata nilai kehidupan sosial. Adanya juga berfungsi sebagai alat pendorong (motivator)
nilai tersebut menyebabkan gotong-royong dan sekaligus menuntun manusia untuk berbuat
selalu terbina dalam kehidupan komunitas baik. Berkat adanya nilai-nilai sosial yang
sebagai suatu warisan budaya yang patut dijunjung tinggi dan dijadikan sebagai cita-cita
dilestarikan (Rochmadi, 2012: 4). manusia yang berbudi luhur dan bangsa yang
Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 18 No. 2 Tahun 2016 167
Dengan belajar untuk bersolidaritas, Para leluhur telah mewariskan kepada maka lama kelamaan sifat egois yang dimiliki
kita, semua nilai dan norma-norma, dalam suatu akan berkurang. Dalam kesenian Gong Gumbeng,
kebudayaan yang ditanamkan dalam kepribadian nilai kebersamaan dapat terlihat pada saat
seseorang, yang dimulai sejak dilahirkan sampai sebelum pementasan dan setelah pementasan.