Jadwal Bimtek Dan Diklat Keuangan Daerah

SISTEM ADMINISTRASI KEUANGAN DAERAH
Bagian 1 Keuangan Daerah
A.

PENGERTIAN
Keuangan Daerah sebagaimana dimuat dalam penjelasan pasal 156 ayat 1 Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah adalah seagai berikut :
“Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan
uang dan segala sesuatu berupa uang dan barang yang dapat dijadikan milik daerah
yang berhubungan dengan pelaksanaan hak
dan kewajiban tersebut”.
Berdasarkan pengertian tersebut unsur pokok keuangan daerah terdiri atas:
-

Hak Daerah

-

Kewajiban Daerah

-


Kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban tersebut.

yang dapat dinilai
dengan uang

Hak daerah dalam rangka keuangan daerah adalah segala hak yang melekat pada
daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang digunakan dalam usaha
pemerintah daerah mengisi kas daerah.
Hak daerah tersebut meliputi antara lain :
1. Hak menarik pajak daerah (UU No. 18 Tahun 1997 jo UU No. 34 Tahun 2000).
2. Hak untuk menarik retribusi/iuran daerah (UU No. 18 Tahun 1997 jo UU No. 34
tahun 2000).
3. Hak mengadakan pinjaman (UU No. 33 tahun 2004 ).
4. Hak untuk memperoleh dana perimbangan dari pusat (UU No. 33 tahun 2004).
Kewajiban daerah juga merupakan bagian pelaksanaan tugas-tugas Pemerintahan
pusat sesuai pembukaan UUD 1945 yaitu:
1. melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
2. memajukan kesejahteraan umum,
3. mencerdaskan kehidupan bangsa,

4. ikut serta

melaksanakan ketertiban

dunia yang

berdasarkan

perdamaian

abadi dan keadilan sosial.

B.

HUBUNGAN ANTARA KEUANGAN DAERAH DENGAN KEUANGAN NEGARA
Pasal 1 UUD 1945 menetapkan negara Indonesia adalah negara kesatuan yang
berbentuk republik. Selanjutnya dalam pasal 18 UUD 1945 beserta penjelasannya

menyatakan bahwa daerah Indonesia terbagi dalan daerah yang bersifat otonom atau
bersifat daerah administrasi.

Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dilaksanakan
berdasarkan prinsip otonomi daerah dan pengaturan sumber- sumber daya nasional
yang memberikan kesempatan bagi peningkatan
demokrasi
dan kinerja daerah untuk

meningkatkan

kesejahteraan

masyarakat menuju masyarakat madani yang bebas korupsi, kolusi dan nepotisme
(KKN). Penyelenggaraan pemerintahan daerah juga merupakan subsistem dari
pemerintahan negara sehingga antara keuangan daerah dengan keuangan negara akan
mempunyai hubungan yang erat dan saling mempengaruhi.
Untuk mendukung

penyelenggaraan otonomi

daerah


diperlukan

kewenangan

yang luas, nyata dan bertanggung jawab di daerah secara proporsional diwujudkan
dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber

daya

nasional

yang

berkeadilan, serta perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah. Sumber
pembiayaan pemerintahan daerah dalam rangka perimbangan keuangan pemerintah
pusat dan daerah dilaksanakan

atas dasar desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas

pembantuan.

Setiap penyerahan atau pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada daerah
dalam rangka desentralisasi dan dekonsentrasi disertai dengan pengalihan sumber
daya manusia dan sarana serta pengalokasian anggaran yang diperlukan untuk
kelancaran pelaksanaan penyerahan dan pelimpahan kewenangan tersebut. Sedangkan
penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah dalam rangka tugas pembantuan
disertai pengalokasian anggaran.
Dari ketiga jenis pelimpahan wewenang tersebut, hanya pelimpahan wewenang dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi saja yang merupakan sumber keuangan daerah
melalui

alokasi dana

perimbangan

dari pemerintah pusat kepada pemerintah

daerah. Sedangkan alokasi dana dari pemerintah
dalam

pusat kepada pemerintah daerah


rangka dekonsentrasi dan tugas pembantuan tidak merupakan sumber

penerimaan APBD dan diadministrasikan serta dipertanggungjawabkan secara terpisah
dari administrasi keuangan dalam pembiayaan pelaksanaan desentralisasi.

C.

PENGELOLA KEUANGAN DAERAH
Pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan oleh pemegang kekuasaan pengelola
keuangan daerah. Kepala daerah selaku kepala pemerintah daerah adalah pemegang
kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah
kepemilikan kekayaan

daerah

dalam

yang dipisahkan. Kepala daerah perlu menetapkan


pejabat-pejabat tertentu dan para bendahara untuk melaksanakan pengelolaan keuangan
daerah. Para pengelola keuangan daerah tersebut adalah:
1. Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah (Koordinator PKD).
2. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD).
3. Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang (PPA/PB).
4. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).
5. Pejabat Penatausahaan Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
6. Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran.
Berikut ini adalah uraian tentang tugas-tugas para pejabat pengelola keuangan daerah
tersebut.
1. Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah
Kepala daerah selaku kepala pemerintah daerah adalah pemegang kekuasaan
pengelolaan keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan
kekayaan daerah yang dipisahkan Pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah
mempunyai kewenangan:
a. Menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja
daerah (APBD);
b. Menetapkan kebijakan tentang pengelolaan barang daerah;
c. menetapkan kuasa pengguna anggaran/pengguna barang;
d. menetapkan bendahara penerimaan dan/atau bendahara pengeluaran;

e. menetapkan pejabat yang bertugas memungut penerimaan daerah;
f. menetapkan pejabat yang bertugas mengelola utang dan piutang daerah;
g. menetapkan pejabat yang bertugas mengelola barang milik daerah; dan
h. menetapkan pejabat yang bertugas menguji tagihan dan memerintahkan
pembayaran.
Kepala daerah selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah melimpahkan
sebagian atau seluruh kekuasaannya kepada:
a. Sekretaris Daerah selaku Koordinator Pengelola Keuangan Daerah (KPKD)
b. Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) selaku Pejabat
Pengelola Keuangan Daerah (PPKD).
c. Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selaku pejabat pengguna anggaran/
pengguna barang.
Pelimpahan tersebut ditetapkan dengan keputusan kepala daerah berdasarkan
prinsip pemisahan kewenangan antara yang memerintahkan, menguji, dan yang
menerima atau mengeluarkan uang, yang merupakan unsur penting dalam sistem
pengendalian intern.

2. Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah
Sekretaris daerah selaku coordinator pengelolaan keuangan daerah membantu kepala
daerah menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan penyelenggaraan urusan

pemerintahan daerah termasuk pengelolaan keuangan daerah Sekretaris Daerah
selaku coordinator pengelolaan keuangan daerah

mempunyai tugas koordinasi di

bidang:
a. Penyusunan dan pelaksanaan kebijakan APBD;
b. Penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan barang daerah;
c. Penyusunan rancangan APBD dan rancangan perubahan APBD;
d. Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) APBD, perubahan APBD, dan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD;
e. tugas-tugas pejabat perencana daerah, pejabat pengelola keuangan daerah, dan
pejabat pengawas keuangan daerah; dan
f. penyusunan

laporan

keuangan

daerah


dalam

rangka

pertanggungjawaban

pelaksanaan APBD.
Selain mempunyai tugas koordinasi, sekretaris daerah mempunyai tugas:
a. memimpin TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah),
b. menyiapkan pedoman pelaksanaan APBD,
c. menyiapkan pedoman pengelolaan barang daerah,
d. memberikan persetujuan pengesahan dokumen
SKPD)/dokumen perubahan

pelaksanaan anggaran (DPA-

pelaksanaan anggaran (DPPA), dan

e. melaksanakan tugas-tugas koordinasi pengelolaan keuangan daerah lainnya

berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah.
Koordinator pengelolaan keuangan daerah bertanggung jawab atas pelaksanaan
tugas-tugas tersebut kepada kepala daerah.
3. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah
Kepala SKPKD selaku PPKD mempunyai tugas:
a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan keuangan daerah,
b. Menyusun rancangan APBD dan rancangan perubahan APBD,
c. Melaksanakan pemungutan

pendapatan daerah yang telah ditetapkan dengan

peraturan daerah,
d. Melaksanakan fungsi bendahara umum daerah (BUD),
e. Menyusun

laporan

keuangan

daerah

dalam

rangka

pertanggungjawaban

pelaksanaan APBD, dan
f. Melaksanakan tugas lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala
daerah.

PPKD dalam melaksanakan fungsinya selaku BUD berwenang:
a. Menyusun kebijakan dan pedoman pelaksanaan APBD;
b. Mengesahkan DPA-SKPD/DPPA-SKPD;
c. Melakukan pengendalian pelaksanaan APBD;
d. Memberikan petunjuk teknis pelaksanaan system penerimaan dan pengeluar-an
kas daerah;
e. Melaksanakan pemungutan pajak daerah;
f. Menetapkan Surat Penyediaan Dana (SPD);
g. Menyiapkan pelaksanaan pinjaman dan pemberian pinjaman atas nama pemerintah
daerah;
h. Melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan daerah;
i. menyajikan informasi keuangan daerah; dan
j. melaksanakan

kebijakan dan pedoman pengelolaan serta penghapusan barang

milik daerah.
PPKD selaku BUD menunjuk pejabat di lingkungan satuan kerja pengelola keuangan
daerah

selaku

kuasa

bendahara

umum

daerah

(Kuasa

BUD).

PPKD

mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada kepala daerah melalui
sekretaris daerah.
Penunjukan kuasa BUD oleh PPKD ditetapkan dengan keputusan kepala daerah Kuasa
BUD mempunyai tugas:
a. menyiapkan anggaran kas;
b. menyiapkan SPD;
c. menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D);
d. menyimpan seluruh bukti asli kepemilikan kekayaan daerah;
e. memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran APBD oleh bank dan/atau
lembaga keuangan lainnya yang ditunjuk;
f. mengusahakan dan mengatur dana yang

diperlukan

dalam

pelaksanaan

APBD;
g. menyimpan uang daerah;
h. melaksanakan penempatan

uang

daerah

dan

mengelola/menatausahakan

investasi daerah;
i. melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat pengguna anggaran atas
beban rekening kas umum daerah;
j. melaksanakan pemberian pinjaman atas nama pemerintah daerah;
k. melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah; dan
l. melakukan penagihan piutang daerah.

Kuasa BUD bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada BUD.
PPKD dapat melimpahkan kepada pejabat lainnya dilingkungan SKPKD untuk
melaksanakan tugas-tugas sebagai berikut:
a. menyusun rancangan APBD dan rancangan perubahan APBD;
b. mengendalikan pelaksanaan APBD;
c. memungut pajak daerah;
d. menyiapkan pelaksanaan pinjaman dan pemberian jaminan atas nama pemerintah
daerah;
e. melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan daerah;
f. menyajikan informasi keuangan daerah; dan
g. melaksanakan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta penghapusan barang
milik daerah.
4. Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang
Kepala SKPD selaku Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang (PPA/PB)
mempunyai tugas:
a. menyusun Rencana Kerja dan Anggaran SKPD (RKA-SKPD);
b. menyusun Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD (DPA-SKPD);
c. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran
belanja;
d. melaksanakan anggaran SKPD yang dipimpinnya;
e. menguji tagihan dan memerintahkan pembayaran;
f. memungut penerimaan bukan pajak;
g. mengadakan ikatan/perjanjian kerjasama dengan pihak lain dalam batas anggaran
yang telah ditetapkan;
h. menandatangani Surat Perintah Membayar (SPM);
i. mengelola utang dan piutang yang menjadi tanggung jawab SKPD yang
dipimpinnya;
j. mengelola barang milik daerah/kekayaan daerah yang menjadi tanggung
jawab SKPD yang dipimpinnya;
k. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan SKPD yang dipimpinnya;
l. mengawasi pelaksanaan anggaran SKPD yang dipimpinnya; dan
m. melaksanakan

tugas-tugas

pengguna

anggaran/pengguna

barang

lainnya

berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah.
Pejabat pengguna anggaran/pengguna barang bertanggung jawab atas pelaksanaan
tugasnya kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah.

PPA/PB

dalam melaksanakan tugas-tugasnya dapat melimpahkan sebagian

kewenangannya kepada kepala unit kerja pada SKPD selaku KPA/KPB
Pengguna

(Kuasa

Anggaran/Kuasa Pengguna Barang). Pelimpahan sebagian kewenangan

tersebut berdasarkan pertimbangan tingkatan daerah besaran SKPD, besaran jumlah
uang yang dikelola, beban kerja, lokasi, kompetensi dan/atau rentang kendali dan
pertimbangan objektif lainnya.

Pelimpahan sebagian kewenangan tersebut

ditetapkan oleh kepala daerah atas usul kepala SKPD. Kuasa
kuasa

pengguna anggaran/

pengguna barang mempertanggung jawabkan pelaksanaan tugas-

tugasnya kepada pengguna anggaran/ pengguna barang.
5. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan SKPD
PPA/PB dan KPA/KPB dalam melaksanakan program dan kegiatan menunjuk
pejabat pada unit kerja SKPD selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).
Penunjukan

pejabat

tersebut

berdasarkan pertimbangan

kompetensi jabatan,

anggaran kegiatan, beban kerja, lokasi, dan/atau rentang kendali dan pertimbangan
objektif lainnya.
PPTK

bertanggung

jawab

atas

pelaksanaan

tugasnya

kepada

pengguna

anggaran/pengguna barang atau kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang
yang telah menunjuknya. Tugas- tugas tersebut adalah:
a. mengendalikan pelaksanaan kegiatan;
b. melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan; dan
c. menyiapkan dokumen anggaran atas beban pengeluaran pelaksanaan kegiatan, yang
mencakup dokumen administrasi kegiatan maupun dokumen

administrasi yang

terkait dengan persyaratan pembayaran yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.

6. Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD
Kepala SKPD menetapkan pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan
pada SKPD sebagai Pejabat

Penatausaha

Keuangan

SKPD

(PPK-SKPD)

yang

mempunyai tugas:
a. Meneliti

kelengkapan

Surat Permintaan

Pembayaran

Langsung (SPP-LS)

pengadaan barang dan jasa yang disampaikan oleh bendahara pengeluaran dan
diketahui/disetujui oleh PPTK;
b. Meneliti kelengkapan Surat Permintaan Pembayaran Uang Persediaan (SPP-UP),
Surat Permintaan Pembayaran Ganti Uang Persediaan (SPP-GU), Surat Permintaan
Pembayaran Tambah Uang Persediaan (SPP-TU) dan SPP-LS gaji dan tunjangan

PNS serta penghasilan lainnya yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang diajukan oleh bendahara pengeluaran;
c. melakukan verifikasi SPP;
d. menyiapkan SPM;
e. melakukan verifikasi harian atas penerimaan;
f. melaksanakan akuntansi SKPD; dan
g. menyiapkan laporan keuangan SKPD.
PPK-SKPD tidak boleh merangkap sebagai pejabat yang bertugas melakukan
pemungutan penerimaan negara/daerah, bendahara, dan/atau PPTK.
7. Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran
Kepala daerah atas usul PPKD menetapkan bendahara penerimaan dan bendahara
pengeluaran

untuk

melaksanakan

tugas

kebendaharaan

dalam

rangka

pelaksanaan anggaran pada SKPD.
Bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran tersebut adalah pejabat fungsional.
Bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran baik secara langsung maupun
tidak langsung dilarang melakukan kegiatan perdagangan, pekerjaan pemborongan dan
penjualan jasa atau bertindak sebagai penjamin atas kegiatan/ pekerjaan/penjualan, serta
membuka

rekening/giro pos atau menyimpan uang pada suatu bank atau lembaga

keuangan lainnya atas nama pribadi.
Bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran dalam melaksanakan tugasnya
dapat dibantu oleh bendahara penerimaan pembantu dan/atau bendahara pengeluaran
pembantu.

SISTEM ADMINISTRASI KEUANGAN DAERAH
Bagian 2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

1. PENGERTIAN
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat APBD adalah suatu
rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (UU No. 17 Tahun 2003 pasal 1 butir 8 tentang Keuangan Negara).
Semua penerimaan daerah dan pengeluaran daerah harus dicatat dan dikelola dalam
APBD. Penerimaan dan pengeluaran daerah tersebut adalah dalam rangka pelaksanaan
tugas-tugas desentralisasi Sedangkan penerimaan dan pengeluaran yang berkaitan

dengan pelaksanaan dekonsentrasi atau tugas pembantuan tidak dicatat dalam APBD.
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun anggaran.
APBD merupakan rencana pelaksanaan semua pendapatan daerah dan semua belanja
daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu
Pemungutan semua penerimaan daerah bertujuan untuk memenuhi target yang
ditetapkan dalam APBD. Demikian pula semua pengeluaran daerah dan ikatan yang
membebani daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dilakukan sesuai jumlah
dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD Karena APBD merupakan dasar pengelolaan
keuangan daerah, maka APBD menjadi dasar pula bagi kegiatan pengendalian,
pemeriksaan
dan
pengawasan
keuangan
daerah.
Tahun anggaran APBD sama dengan tahun anggaran APBN yaitu mulai 1 Januari dan
berakhir tanggal 31 Desember tahun yang bersangkutan. Sehingga pengelolaan,
pengendalian, dan pengawasan keuangan daerah dapat dilaksanakan berdasarkan
kerangka
waktu
tersebut.
APBD disusun dengan pendekatan kinerja yaitu suatu system anggaran yang
mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya
atau input yang ditetapkan. Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD
merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat tercapai untuk setiap
sumber pendapatan. Pendapatan dapat direalisasikan melebihi jumlah anggaran yang
telah ditetapkan. Berkaitan dengan belanja, jumlah belanja yang dianggarkan merupakan
batas tertinggi untuk setiap jenis belanja. Jadi, realisasi belanja tidak boleh melebihi
jumlah anggaran belanja yang telah ditetapkan. Penganggaran pengeluaran harus
didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup.
Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban
APBD apabila tidak tersedia atau tidak cukup tersedia anggaran untuk membiayai
pengeluaran
tersebut.

2. FUNGSI-FUNGSI ANGGARAN DAERAH
Berbagai fungsi APBN/APBD sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (4) UU No. 17
Tahun 2003 tentang keuangan negara, yaitu :
1. Fungsi Otorisasi
APBD merupakan dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun
yang bersangkutan.
2. Fungsi Perencanaan
APBD merupakan pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada
tahun yang bersangkutan.
3. Fungsi Pengawasan
APBD menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan
pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

4. Fungsi Alokasi
APBD diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya,
serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.
5. Fungsi Distribusi
APBD harus mengandung arti/memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan
6. Fungsi Stabilisasi
APBD harus mengandung arti atau harus menjadi alat untuk memelihara dan
mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
3. PRINSIP-PRINSIP ANGGARAN DAERAH
Prinsip-prinsip dasar (azas) yang berlaku di bidang pengelolaan APBD yang berlaku juga
dalam pengelolaan anggaran negara/daerah sebagaimana bunyi penjelasan dalam Undang
Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2004 tentang perbendaharaan negara, yaitu:
1. Kesatuan
Azas ini menghendaki agar semua pendapatan dan belanja Negara / daerah
disajikan dalam satu dokumen anggaran.
2. Universalitas
Azas ini mengharuskan agar setiap transaksi keuangan ditampilkan secara utuh
dalam dokumen anggaran.
3. Tahunan
Azas ini membatasi masa berlakunya anggaran untuk suatu tahun tertentu.
4. Spesialitas
Azas ini mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan terinci secara jelas
peruntukannya.
5. Akrual
Azas ini menghendaki anggaran suau tahun anggaran dibebani untuk pengeluaran
yang seharusnya dibayar, atau menguntungkan anggaran untuk penerimaan yang
seharusnya diterima, walaupun sebenarnya belum dibayar atau belum diterima
pada kas.
6. Kas
Azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani pada saat terjadi
pengeluaran/ penerimaan uang dari/ ke kas daerah.
Ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual
sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 13, 14, 15 dan 16 dalam UU Nomor 17
Tahun 2003, dilaksanakan selambat- lambatnya dalam 5 (lima) tahun. Selama pengakuan
dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan
pengakuan dan pengukuran berbasis kas.

4. STRUKTUR ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
Struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari:
1. Pendapatan Daerah
2. Belanja Daerah
3. Pembiayaan
Selisih lebih pendapatan daerah terhadap belanja daerah disebut surplus anggaran, tapi
apabila terjadi selisih kurang maka hal itu disebut deficit anggaran Jumlah pembiayaan
sama dengan jumlah surplus atau jumlah defisit anggaran.
4. Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui Rekening Kas Umum
Daerah, yang menambah ekuitas dana lancar, yang merupakan hak daerah dalam
satu tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh Daerah. Pendapatan
daerah terdiri atas:
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD);
2. Dana perimbangan; dan
3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
5. Belanja Daerah
Komponen berikutnya dari APBD adalah belanja daerah. Belanja daerah meliputi
semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana
lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak
akan diperoleh pembayarannya kembali oleh Daerah. Belanja daerah
dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib dan
urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan.
6. Pembiayaan Daerah
Pembiayaan daerah meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali
dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan daerah
tersebut terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.
Penerimaan pembiayaan mencakup:
1.
2.
3.
4.
5.

SiLPA tahun anggaran sebelumnya;
pencairan dana cadangan;
hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan;
penerimaan pinjaman; dan
penerimaan kembali pemberian pinjaman.

Pengeluaran pembiayaan mencakup:
6.
7.
8.
9.

pembentukan dana cadangan;
penyertaan modal pemerintah daerah;
pembayaran pokok utang; dan
pemberian pinjaman.

Pembiayaan neto merupakan selisih lebih penerimaan pembiayaan
terhadap pengeluaran pembiayaan. Jumlah pembiayaan neto harus dapat
menutup defisit anggaran.

SISTEM ADMINISTRASI KEUANGAN DAERAH
Bagian 3 Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

1. SIKLUS

ANGGARAN

APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun
anggaran terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. APBD
disusun sesua dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan
pendapatan daerah. Dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, pemerintah
melaksanakan kegiatan keuangan dalam siklus pengelolaan anggaran yang secara garis
besar
terdiri
dari:
1. Penyusunan

dan

Penetapan

APBD;

2. Pelaksanaan dan Penatausahaan APBD;
3. Pelaporan dan Pertanggungjawaban APBD.
Penyusunan APBD berpedoman kepada rencana kerja pemerintah daerah dalam rangka
mewujudkan pelayanan kepada masyarakat untuk tercapainya tujuan bernegara. APBD,
perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan
dengan peraturan daerah. Dalam menyusun APBD, penganggaran pengeluaran harus
didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup.
Pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah yang dianggarkan dalam APBD harus
berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan dan dianggarkan secara bruto
dalam
APBD.

2. PENYUSUNAN RANCANGAN APBD
Pemerintah Daerah perlu menyusun APBD untuk menjamin kecukupan dana dalam
menyelenggarakan urusan pemerintahannya. Karena itu, perlu diperhatikan kesesuaian
antara kewenangan pemerintahan dan sumber pendanaannya. Pengaturan kesesuaian
kewenangan dengan pendanaannya adalah sebagai berikut:
1. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai
dari dan atas beban APBD.
2. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah
pusat di daerah didanai dari dan atas beban APBN.
3. Penyelenggaraan urusan pemerintahan provinsi yang penugasannya dilimpahkan
kepada kabupaten/kota dan/atau desa, didanai dari dan atas beban APBD provinsi.
4. Penyelenggaraan urusan pemerintahan kabupaten/kota yang penugasannya
dilimpahkan kepada desa, didanai dari dan atas beban APBD kabupaten/kota.

Seluruh penerimaan dan pengeluaran pemerintahan daerah baik dalam bentuk uang,
barang dan/atau jasa pada tahun anggaran yang berkenaan harus dianggarkan dalam
APBD. Penganggaran penerimaan dan pengeluaran APBD harus memiliki dasar hukum
penganggaran. Anggaran belanja daerah diprioritaskan untuk melaksanakan kewajiban
pemerintahan daerah sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
5. Rencana Kerja Pemerintahan Daerah
Penyusunan APBD berpedoman kepada rencana kerja pemerintah daerah. Karena
itu kegiatan pertama dalam penyusunan APBD adalah penyusunan rencana kerja
pemerintah daerah (RKPD). Pemerintah daerah menyusun RKPD yang merupakan
penjabaran dari rencana pembangunan jangka menengah Daerah (RPJMD) dengan
menggunakan bahan dari renja SKPD untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang
mengacu kepada rencana kerja pemerintah pusat.
RKPD tersebut memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas
pembangunan dan kewajiban daerah, rencana kerja yang terukur dan
pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah, pemerintah
daerah maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Secara
khusus, kewajiban daerah mempertimbangkan prestasi capaian standar pelayanan
minimal yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. RKPD
disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan.
Penyusunan RKPD diselesaikan paling lambat akhir bulan Mei sebelum tahun
anggaran berkenaan. RKPD ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.
6. Kebijakan Umum APBD
Setelah rencana kerja pemerintah daerah ditetapkan, pemerintah daerah perlu
menyusun kebijakan umum APBD (KUA) serta prioritas dan plafon anggaran
sementara (PPAS) yang menjadi acuan bagi satuan kerja perangkat daerah
(SKPD) dalam menyusun rencana kerja dan anggaran (RKA) SKPD.
Kepala daerah menyusun rancangan KUA berdasarkan RKPD dan pedoman
penyusunan APBD yang ditetapkan menteri dalam negeri setiap tahun. Pedoman
penyusunan APBD yang ditetapkan menteri dalam negeri tersebut memuat antara
lain:
1. pokok-pokok kebijakan yang memuat sinkronisasi kebijakan pemerintah
dengan pemerintah daerah;
2. prinsip dan kebijakan penyusunan APBD tahun anggaran berkenaan;
3. teknis penyusunan APBD; dan
4. hal-hal khusus lainnya.
Rancangan KUA memuat target pencapaian kinerja yang terukur dari programprogram yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah untuk setiap urusan
pemerintahan daerah yang disertai dengan proyeksi pendapatan daerah, alokasi
belanja daerah, sumber dan penggunaan pembiayaan yang disertai dengan asumsi
yang mendasarinya. Program-program diselaraskan dengan prioritas pembangunan
yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Sedangkan asumsi yang mendasari adalah
pertimbangan atas perkembangan ekonomi makro dan perubahan pokok-pokok
kebijakan fiscal yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Dalam menyusun rancangan KUA, kepala daerah dibantu oleh tim anggaran
pemerintah daerah (TAPD) yang dipimpin oleh sekretaris daerah. Rancangan
KUA yang telah disusun, disampaikan oleh sekretaris daerah selaku koordinator

pengelola keuangan daerah kepada kepala daerah, paling lambat pada awal bulan
Juni.
Rancangan KUA disampaikan kepala daerah kepada DPRD paling lambat
pertengahan bulan Juni tahun anggaran berjalan untuk dibahas dalam pembicaraan
pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya. Pembahasan dilakukan oleh
TAPD bersama panitia anggaran DPRD. Rancangan KUA yang telah dibahas
selanjutnya disepakati menjadi KUA paling lambat minggu pertama bulan Juli
tahun anggaran berjalan.
7. Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara
Selanjutnya berdasarkan KUA yang telah disepakati, pemerintah daerah menyusun
rancangan prioritas dan plafon anggaran sementara (PPAS). Rancangan PPAS
tersebut disusun dengan tahapan sebagai berikut:
1. menentukan skala prioritas untuk urusan wajib dan urusan pilihan;
2. menentukan urutan program untuk masing-masing urusan; dan
3. menyusun plafon anggaran sementara untuk masing-masing program.
Kepala daerah menyampaikan rancangan PPAS yang telah disusun kepada DPRD
untuk dibahas paling lambat minggu kedua bulan Juli tahun anggaran berjalan.
Pembahasan dilakukan oleh TAPD bersama panitia anggaran DPRD. Rancangan
PPAS yang telah dibahas selanjutnya disepakati menjadi PPA paling lambat akhir
bulan Juli tahun anggaran berjalan.
KUA serta PPA yang telah disepakati, masing-masing dituangkan ke dalam nota
kesepakatan yang ditandatangani bersama antara kepala daerah dengan pimpinan
DPRD. Dalam hal kepala daerah berhalangan, yang bersangkutan dapat menunjuk
pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani nota kepakatan KUA dan
PPA. Dalam hal kepala daerah berhalangan tetap, penandatanganan nota
kepakatan KUA dan PPA dilakukan oleh penjabat yang ditunjuk oleh pejabat yang
berwenang.
8. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD
Berdasarkan nota kesepakatan yang berisi KUA dan PPAS, TAPD menyiapkan
rancangan surat edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA SKPD
sebagai acuan kepala SKPD dalam menyusun RKA-SKPD. Rancangan surat
edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA-SKPD mencakup:
1. PPA yang dialokasikan untuk setiap program SKPD berikut rencana
pendapatan dan pembiayaan;
2. sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD dengan kinerja SKPD
berkenaan sesuai dengan standar pelayanan minimal yang ditetapkan;
3. batas waktu penyampaian RKA-SKPD kepada PPKD;
4. hal-hal lainnya yang perlu mendapatkan perhatian dari SKPD terkait
dengan prinsip-prinsip peningkatan efisiensi, efektifitas, tranparansi dan
akuntabilitas penyusunan anggaran dalam rangka pencapaian prestasi
kerja; dan
5. dokumen sebagai lampiran meliputi KUA, PPA, kode rekening APBD,
format RKASKPD, analisis standar belanja dan standar satuan harga.
Surat edaran kepala daerah perihal pedoman penyusunan RKA- SKPD diterbitkan
paling lambat awal bulan Agustus tahun anggaran berjalan. Berdasarkan pedoman
tersebut, kepala SKPD menyusun RKA-SKPD.

RKA-SKPD disusun melalui pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah
daerah, penganggaran terpadu dan penganggaran berdasarkan prestasi kerja.
Pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah daerah dilaksanakan dengan
menyusun prakiraan maju.
Prakiraan maju tersebut berisi perkiraan kebutuhan anggaran untuk program dan
kegiatan yang direncanakan dalam tahun anggaran berikutnya dari tahun anggaran
yang direncanakan.
Pendekatan penganggaran terpadu dilakukan dengan memadukan seluruh proses
perencanaan dan penganggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan di
lingkungan SKPD untuk menghasilkan dokumen rencana kerja dan anggaran.
Pendekatan penganggaran berdasarkan prestasi kerja dilakukan dengan
memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran yang diharapkan
dari kegiatan dan hasil serta manfaat yang diharapkan termasuk efisiensi dalam
pencapaian hasil dan keluaran tersebut.
Untuk terlaksananya penyusunan RKA-SKPD berdasarkan pendekatan kerangka
pengeluaran jangka menengah daerah, penganggaran terpadu dan penganggaran
berdasarkan prestasi kerja, dan terciptanya kesinambungan RKA-SKPD, kepala
SKPD mengevaluasi hasil pelaksanaan program dan kegiatan 2 (dua) tahun
anggaran sebelumnya sampai dengan semester pertama tahun anggaran berjalan.
Evaluasi tersebut bertujuan menilai program dan kegiatan yang belum dapat
dilaksanakan dan/atau belum diselesaikan tahun-tahun sebelumnya untuk
dilaksanakan dan/atau diselesaikan pada tahun yang direncanakan atau 1 (satu)
tahun berikutnya dari tahun yang direncanakan. Dalam hal suatu program dan
kegiatan merupakan tahun terakhir untuk pencapaian prestasi kerja yang
ditetapkan, kebutuhan dananya harus dianggarkan pada tahun yang direncanakan.
Penyusunan RKA-SKPD berdasarkan prestasi kerja memperhatikan:
6. Indikator Kinerja
Indikator kinerja adalah ukuran keberhasilan yang akan dicapai dari
program dan kegiatan yang direncanakan.
7. Capaian Atau Target Kinerja
Capaian kinerja merupakan ukuran prestasi kerja yang akan dicapai yang
berwujud kualitas, kuantitas, efisiensi dan efektifitas pelaksanaan dari
setiap program dan kegiatan.
8. Analisis Standar Belanja
Analisis standar belanja merupakan penilaian kewajaran atas beban kerja
dan biaya yang digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan.
9. Standar Satuan Harga
Standar satuan harga merupakan harga satuan setiap unit barang/jasa yang
berlaku disuatu daerah yang ditetapkan dengan keputusan kepala daerah.
10. Standar Pelayanan Minimal

Standar pelayanan minimal merupakan tolok ukur kinerja dalam
menentukan capaian jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan
urusan wajib daerah.
RKA-SKPD memuat rencana pendapatan, rencana belanja untuk masing-masing
program dan kegiatan, serta rencana pembiayaan untuk tahun yang direncanakan
dirinci sampai dengan rincian objek pendapatan, belanja, dan pembiayaan serta
prakiraan maju untuk tahun berikutnya. RKA-SKPD juga memuat informasi
tentang urusan pemerintah daerah , organisasi, standar biaya, prestasi kerja yang
akan dicapai dari program dan kegiatan.
RKA-SKPD yang telah disusun oleh SKPD disampaikan kepada PPKD untuk
dibahas lebih lanjut oleh TAPD.
9. Penyiapan Raperda APBD
Selanjutnya, berdasarkan RKA-SKPD yang telah disusun oleh SKPD dilakukan
pembahasan penyusunan Raperda oleh TAPD. Pembahasan oleh TAPD dilakukan
untuk menelaah kesesuaian antara RKA-SKPD dengan KUA, PPA, prakiraan
maju yang telah disetujui tahun anggaran sebelumnya, dan dokumen perencanaan
lainnya, serta capaian kinerja, indikator kinerja, kelompok sasaran kegiatan,
standar analisis belanja, standar satuan harga, standar pelayanan minimal, serta
sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD.
Dalam hal hasil pembahasan RKA-SKPD terdapat ketidaksesuaian, kepala SKPD
melakukan penyempurnaan. RKA-SKPD yang telah disempurnakan oleh kepala
SKPD disampaikan kepada PPKD sebagai bahan penyusunan rancangan peraturan
daerah tentang APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran
APBD.
Rancangan peraturan daerah tentang APBD dilengkapi dengan lampiran yang
terdiri dari:
1. ringkasan APBD;
2. ringkasan APBD menurut urusan pemerintahan daerah dan organisasi;
3. rincian APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi,
pendapatan, belanja dan pembiayaan;
4. rekapitulasi belanja menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi,
program dan kegiatan;
5. rekapitulasi belanja daerah untuk keselarasan dan keterpaduan urusan
pemerintahan daerah dan fungsi dalam kerangka pengelolaan keuangan
negara;
6. daftar jumlah pegawai per golongan dan per jabatan;
7. daftar piutang daerah;
8. daftar penyertaan modal (investasi) daerah;
9. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset tetap daerah;
10. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset lain-lain;
11. daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum
diselesaikan dan dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini;
12. daftar dana cadangan daerah; dan
13. daftar pinjaman daerah.
Bersamaan dengan penyusunan rancangan perda APBD, disusun rancangan
peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Rancangan peraturan kepala
daerah tersebut dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari:
14. ringkasan penjabaran APBD;

15. penjabaran APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi,
program, kegiatan, kelompok, jenis, obyek, rincian obyek pendapatan,
belanja dan pembiayaan.
Rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD wajib memuat
penjelasan sebagai berikut:
16. untuk pendapatan mencakup dasar hukum, target/volume yang direncanakan, tarif pungutan/harga;
17. untuk belanja mencakup dasar hukum, satuan volume/tolok ukur, harga
satuan, lokasi kegiatan dan sumber pendanaan kegiatan;
18. untuk pembiayaan mencakup dasar hukum, sasaran, sumber penerimaan
pembiayaan dan tujuan pengeluaran pembiayaan.
Rancangan peraturan daerah tentang APBD yang telah disusun oleh PPKD
disampaikan kepada kepala daerah. Selanjutnya rancangan peraturan daerah
tentang APBD sebelum disampaikan kepada DPRD disosialisasikan kepada
masyarakat. Sosialisasi rancangan peraturan daerah tentang APBD tersebut
bersifat memberikan informasi mengenai hak dan kewajiban pemerintah daerah
serta masyarakat dalam pelaksanaan APBD tahun anggaran yang direncanakan.
Penyebarluasan rancangan peraturan daerah tentang APBD dilaksanakan oleh
sekretaris daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah.
10. Penyampaian dan Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD
Kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang APBD beserta
lampirannya kepada DPRD paling lambat pada minggu pertama bulan Oktober
tahun anggaran sebelumnya dari tahun yang direncanakan untuk mendapatkan
persetujuan bersama. Pengambilan keputusan bersama DPRD dan kepala daerah
terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD dilakukan paling lama 1
(satu) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
Penyampaian rancangan peraturan daerah tersebut disertai dengan nota keuangan.
Penetapan agenda pembahasan rancangan peraturan daerah tentang APBD untuk
mendapatkan persetujuan bersama, disesuaikan dengan tata tertib DPRD masingmasing daerah. Pembahasan rancangan peraturan daerah tersebut berpedoman
pada KUA, serta PPA yang telah disepakati bersama antara pemerintah daerah dan
DPRD. Dalam hal DPRD memerlukan tambahan penjelasan terkait dengan
pembahasan program dan kegiatan tertentu, dapat meminta RKA-SKPD
berkenaan kepada kepala daerah.
Apabila DPRD sampai batas waktu 1 bulan sebelum tahun anggaran berkenaan,
tidak menetapkan persetujuan bersama dengan kepala daerah terhadap rancangan
peraturan daerah tentang APBD, maka kepala daerah melaksanakan pengeluaran
setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya untuk
membiayai keperluan setiap bulan. Pengeluaran setinggi-tingginya untuk
keperluan setiap bulan tersebut, diprioritaskan untuk belanja yang bersifat
mengikat dan belanja yang bersifat wajib. Belanja yang bersifat mengikat
merupakan belanja yang dibutuhkan secara terus menerus dan harus dialokasikan
oleh pemerintah daerah dengan jumlah yang cukup untuk keperluan setiap bulan
dalam tahun anggaran yang bersangkutan, seperti belanja pegawai, belanja barang
dan jasa. Sedangkan belanja yang bersifat wajib adalah belanja untuk terjaminnya
kelangsungan pemenuhan pendanaan pelayanan dasar masyarakat antara lain
pendidikan dan kesehatan dan/atau melaksanakan kewajiban kepada fihak ketiga.

Atas dasar persetujuan bersama, kepala daerah menyiapkan rancangan peraturan
kepala daerah tentang penjabaran APBD.
Rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD

tersebut

dilengkapi
1. ringkasan

dengan

lampiran

yang

terdiri

dari

:
APBD;

2. ringkasan APBD menurut urusan pemerintahan daerah dan organisasi;
3. rincian APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program, kegiatan,
kelompok, jenis, ;obyek, rincian obyek pendapatan, belanja dan pembiayaan;
4. rekapitulasi belanja menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program dan
kegiatan;
5. rekapitulasi belanja daerah untuk keselarasan dan keterpaduan urusan pemerintahan
daerah dan fungsi pengelolaan keuangan negara;
6. daftar jumlah pegawai per golongan dan per jabatan;
7. daftar piutang daerah;
8. daftar penyertaan modal (investasi) daerah;
9. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset tetap daerah;
10. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset lain-lain;
11. daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum diselesaikan dan
dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini;
12. daftar dana cadangan daerah; dan
13. daftar pinjaman daerah.
Dalam hal kepala daerah dan/atau pimpinan DPRD berhalangan tetap, maka pejabat yang
ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang selaku penjabat/pelaksana tugas kepala
daerah dan/atau selaku pimpinan sementara DPRD yang menandatangani persetujuan bersama.
Rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD dapat dilaksanakan setelah memperoleh
pengesahan dari mendagri bagi provinsi dan gubernur bagi kabupaten/kota. Sedangkan
pengesahan rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD ditetapkan dengan keputusan
mendagri
bagi
provinsi
dan
keputusan
gubernur
bagi
kabupaten/kota.
Penyampaian rancangan peraturan kepala daerah untuk memperoleh pengesahan paling lama 15
(lima belas) hari kerja terhitung sejak DPRD tidak menetapkan keputusan bersama dengan kepala
daerah
terhadap
rancangan
peraturan
daerah
tentang
APBD.
Apabila dalam batas waktu 30 (tiga puluh) hari kerja mendagri/gubernur tidak mengesahkan
rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD, kepala daerah menetapkan rancangan
peraturan
kepala
daerah
dimaksud
menjadi
peraturan
kepala
daerah.
Khusus untuk pengeluaran, diatur bahwa pelampauan batas tertinggi dari jumlah pengeluaran,
hanya diperkenankan apabila ada kebijakan pemerintah untuk kenaikan gaji dan tunjangan PNS
serta penyediaan dana pendamping atas program dan kegiatan yang ditetapkan oleh pemerintah
serta bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah yang ditetapkan dalam undang-undang.
1. Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Rancangan Peraturan Kepala
Daerah
tentang
Penjabaran
APBD
Rancangan peraturan daerah provinsi tentang APBD yang telah disetujui bersama
DPRD dan rancangan peraturan gubernur tentang penjabaran APBD sebelum ditetapkan

oleh gubernur paling lama 3(tiga) hari kerja disampaikan terlebih dahulu kepada
Menteri
Dalam
Negeri
untuk
dievaluasi.
Penyampaian

rancangan

disertai

dengan:

1. persetujuan bersama antara pemerintah daerah dan DPRD terhadap rancangan
peraturan
daerah
tentang
APBD;
2. KUA dan PPA yang disepakati antara kepala daerah dan pimpinan DPRD;
3. risalah sidang jalannya pembahasan terhadap rancangan peraturan daerah
tentang APBD; dan
4. nota keuangan dan pidato kepala daerah perihal penyampaian pengantar nota
keuangan pada sidang DPRD.
Evaluasi bertujuan untuk tercapainya keserasian antara kebijakan daerah dan kebijakan
nasional, keserasian antara kepentingan publik dan kepentingan aparatur serta untuk
meneliti sejauh mana APBD provinsi tidak bertentangan dengan kepentingan umum,
peraturan yang lebih tinggi dan/atau peraturan daerah lainnya yang ditetapkan oleh
provinsi bersangkutan. Untuk efektivitas pelaksanaan evaluasi, menteri dalam negeri
dapat mengundang pejabat pemerintah daerah provinsi yang terkait.
Hasil evaluasi dituangkan dalam keputusan menteri dalam negeri dan disampaikan
kepada gubernur paling lama 15 (lima betas) hari kerja terhitung sejak diterimanya
rancangan dimaksud. Apabila menteri dalam negeri menyatakan hasil evaluasi atas
rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan gubemur tentang
penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi, gubernur menetapkan rancangan dimaksud menjadi
peraturan
daerah
dan
peraturan
gubernur.
Dalam hal mendagri menyatakan bahwa hasil evaluasi rancangan peraturan daerah
tentang APBD dan rancangan peraturan gubernur tentang penjabaran APBD
bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi, gubemur bersama DPRD menyempurnakan paling lama 7 (tujuh) hari kerja
terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi. Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti
oleh gubernur dan DPRD, dan gubernur tetap menetapkan rancangan peraturan daerah
tentang APBD dan rancangan peraturan gubernur tentang penjabaran APBD menjadi
peraturan daerah dan peraturan gubernur, menteri dalam negeri membatalkan peraturan
daerah dan peraturan gubernur dimaksud sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD
tahun
sebelumnya.
Pembatalan peraturan daerah dan peraturan gubernur serta pernyataan berlakunya pagu
APBD tahun sebelumnya ditetapkan dengan peraturan menteri dalam negeri.
Sementara itu, rancangan peraturan daerah kabupaten/kota tentang APBD yang telah
disetujui bersama DPRD dan rancangan peraturan bupati/walikota tentang penjabaran
APBD sebelum ditetapkan oleh bupati/walikota paling lama 3 (tiga) hari kerja
disampaikan kepada gubernur untuk dievaluasi. Pelaksanaan dan ketentuan evaluasi
adalah sebagaimana halnya evaluasi oleh menteri dalam negeri untuk rancangan APBD
provinsi.

Pembatalan peraturan daerah dan peraturan bupati/walikota dan pernyataan berlakunya
pagu APBD tahun sebelumnya ditetapkan dengan peraturan gubernur. Paling lama 7
(tujuh) hari kerja setelah pembatalan, kepala daerah harus memberhentikan pelaksanaan
peraturan daerah dan selanjutnya DPRD bersama kepala daerah mencabut peraturan
daerah dimaksud. Pencabutan peraturan daerah tersebut dilakukan dengan peraturan
daerah
tentang
pencabutan
peraturan
daerah
tentang
APBD.
Pelaksanaan pengeluaran atas pagu APBD tahun sebelumnya, ditetapkan dengan
peraturan kepala daerah. Penyempurnaan hasil evaluasi dilakukan kepala daerah
bersama dengan panitia anggaran DPRD. Hasil penyempurnaan ditetapkan oleh
pimpinan DPRD. Keputusan pimpinan DPRD dijadikan dasar penetapan peraturan
daerah
tentang
APBD.
Keputusan pimpinan DPRD bersifat final dan dilaporkan pada sidang paripurna
berikutnya. Sidang paripurna berikutnya yakni setelah sidang paripurna pengambilan
keputusan bersama terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD.
Keputusan pimpinan DPRD disampaikan kepada menteri dalam negeri bagi APBD
provinsi dan kepada gubernur bagi APBD kabupaten/kota paling lama 3 (tiga) hari kerja
setelah keputusan tersebut ditetapkan. Dalam hal pimpinan DPRD berhalangan tetap,
maka pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang selaku
pimpinan sementara DPRD yang menandatangani keputusan pimpinan DPRD.
Gubernur menyampaikan hasil evaluasi yang dilakukan atas rancangan peraturan daerah
kabupaten/kota tentang APBD dan rancangan peraturan bupati/walikota tentang
penjabaran
APBD
kepada
menteri
dalam
negeri.
2. Penetapan Peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang
Penjabaran APBD Rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan
kepala daerah tentang penjabaran APBD yang telah dievaluasi ditetapkan oleh kepala
daerah menjadi peraturan daerah tentang APBD dan peraturankepala daerah tentang
penjabaran APBD. Penetapan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan
kepala daerah tentang penjabaran APBD tersebut dilakukan paling lambat tanggal
31Desember tahun anggaran sebelumnya.
Dalam hal kepala daerah berhalangan tetap, maka pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan
oleh pejabat yang berwenang selaku penjabat/pelaksana tugas kepala daerah yang
menetapkan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang
penjabaran APBD.
Kepala daerah menyampaikan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala
daerah tentang penjabaran APBD kepada mendagri bagi provinsi dan gubernur bagi
kabupaten/kota paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah ditetapkan.
3. Perubahan APBD
Penyesuaian APBD sesuai dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan, dibahas
bersama DPRD dengan pemerintah daerah dalam rangka penyusunan prakiraan
perubahan APBD tahun anggaran yang bersangkutan, apabila terjadi:
1. perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi KUA;

2. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit
organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja;
3. keadaan yang menyebabkan saldo anggaran Iebih tahun sebelumnya harus
digunakan dalam tahun berjalan;
4. keadaan darurat; dan
5. keadaan luar biasa.
Dalam keadaan darurat, pemerintah daerah dapat melakukan pengeluaran yang belum
tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBD,
dan/atau disampaikan dalam laporan realisasi anggaran. Keadaan darurat tersebut
sekurang-kurangnya memenuhi kriteria berikut ini:
6. bukan merupakan kegiatan normal dari aktivitas pemerintah daerah dan tidak
dapat diprediksikan sebelumnya;
7. tidak diharapkan terjadi secara berulang;
8. berada di luar kendali dan pengaruh pemerintah daerah; dan
9. memiliki dampak yang signifikan terhadap anggaran dalam rangka pemulihan
yang disebabkan oleh keadaan darurat.
Perubahan APBD hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun anggaran,
kecuali dalam keadaan luar biasa. Keadaan luar biasa tersebut adalah keadaan yang
menyebabkan estimasi penerimaan dan/atau pengeluaran dalam APBD mengalami
kenaikan atau penurunan lebih besar dari 50%.
Pelaksanaan pengeluaran atas pendanaan keadaan darurat dan/atau keadaan luar biasa
ditetapkan dengan peraturan kepala daerah. Realisasi pengeluaran atas pendanaan
keadaan darurat dan/atau keadaan luar biasa tersebut dicantumkan dalam rancangan
peraturan daerah tentang pertanggung-jawaban pelaksanaan APBD.
Pemerintah daerah mengajukan rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD
tahun anggaran yang bersangkutan untuk mendapatkan persetujuan DPRD sebelum
tahun anggaran yang bersangkutan berakhir. Persetujuan DPRD terhadap rancangan
peraturan daerah tersebut selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya tahun
anggaran.
Proses evaluasi dan penetapan rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD
dan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran perubahan APBD menjadi
peraturan daerah dan peraturan kepala daerah berlaku ketentuan seperti halnya evaluasi
dan penetapan rancangan APBD. Apabila hasil evaluasi tersebut tidak ditindaklanjuti
oleh kepala daerah dan DPRD, dan kepala daerah tetap menetapkan rancangan
peraturan daerah tentang perubahan APBD dan rancangan peraturan kepala daerah
tentang penjabaran perubahan APBD, peraturan daerah dan peraturan kepala daerah
dimaksud dibatalkan dan sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD tahun berjalan
termasuk untuk pendanaan keadaan darurat.
Pembatalan peraturan daerah tentang perubahan APBD provinsi dan peraturan gubernur
tentang penjabaran perubahan APBD dilakukan oleh menteri dalam negeri. Pembatalan
peraturan daerah tentang perubahan APB