Peranan Pekerja Sosial di Lingkungan Lem

A.

Latar Belakang
Society prepares the crime, the criminals commits it. Begitulah sajak
salah satu penulis terkenal Italia, Vittorio Alfieri, mengenai struktur sosial yang
mempengaruhi adanya kriminalitas. Dalam pandangan ini beberapa sosiolog
pada masa itu merasa bahwa kerugian ekonomi yang dihadapi oleh beberapa
segmen masyarakat, serta faktor lain yang diakibatkan oleh tekanan masyarakat
dan kekuatan lainnya, pada dasarnya menetapkan panggung untuk gaya hidup
kriminal, dan para penjahat adalah orang-orang yang menindaklanjuti dengan
itu dan melakukan kejahatan yang sebenarnya. Dalam kata lain adalah bahwa
kejahatan merupakan suatu konstruksi sosial dan realitas sosial. Menurut Berger
dan Luchmann (1971) dalam Payne (2005) konstruksi sosial merupakan proses
sosial melalui tindakan dan interaksi dimana individu atau sekelompok
individu, menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan
dialami bersama secara subjektif. Dalam Payne (2005) menjelaskan bahwa
anggapan mengenai suatu realitas sosial, terutama penyimpangan atau
kejahatan, apabila orang yang berkuasa ataupun pemerintah menganggap itu
sebagai suatu realitas (penyimpangan atau kejahatan).
Dewasa ini, perkembangan tindak kejahatan maupun kriminalitas
semakin beragam tidak hanya di Indonesia maupun di Dunia seiring dengan

tingkat globalisasi yang tinggi. Mulai dari kejahatan klasik seperti pencurian
dan pembunuhan maupun kejahatan akibat efek globalisasi seperti cyber crime.
Pelaku kejahatan juga sudah merambah ke berbagai golongan dan lapisan
masyarakat, laki-laki dan perempuan, remaja dan dewasa, maupun pemerintah
dan pemuka agama. Maka dari itu seiring perkembangan kejahatan maka
berkembang juga hukum atau aturan yang berlaku untuk menekan tindak
kejahatan maupun penyimpangan.
Indonesia sendiri dalam situs Numbeo.com merupakan negara dengan
index kejahatan 45,53%, artinya tingkat kejahatan di Indonesia tergolong
menengah. Namun hal tersebut tidak bisa digeneralisasikan di seluruh wilayah
1

Indonesia seperti Jakarta. Berdasarkan riset Overseas Security Advisory
Council (OSAC) Jakarta merupakan kota dengan ancaman kejahatan yang
tinggi dengan berbagai jenis ancaman seperti cybercrime, terrorisme, pencurian
dan perampokan, serta pembunuhan. Hal tersebut tentunya berbanding lurus
dengan perkembangan tahanan dan narapidana yang ada di Indonesia.
Berdasarkan data dalam Sistem Database Pemasyarakatan (SDP) Direktorat
Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham terdapat 214.762 orang tahanan dan
narapidana baik dewasa maupun anak-anak dengan jumlah penghuni terbanyak

per kanwil yaitu Sumatera Utara.
Namun, banyaknya jumlah tahanan dan narapidana yang ada di Indonesia
berbanding terbalik dengan kapasitas penampungan lembaga pemasyarakatan
(Lapas) yang ada di Indonesia. Jumlah UPT Lapas yang ada di Indonesia
sebanyak 494 Lapas yang tersebar di 33 Provinsi atau Kanwil. Dari 494 Lapas
hanya 100 lapas yang jumlah penghuninya tidak melebihi kapasitas dan
merupakan Lapas Khusus seperti LPKA, Lapas Narkotika, maupun Lapas
Terbuka. Kondisi tersebut dapat menyebabkan tidak terpenuhinya hak-hak
tahanan dan narapidana maupun mengurangi tingkat keefektifan proses
rehabilitasi maupun pembinaan kemasyarakatan. Dalam beberapa kasus
terdapat fasilitas Lapas yang dirusak dan tahanan kabur akibat kelebihan
kapasitas dan kurangnya sumber daya manusia pengelola lapas tersebut.
Fenomena tersebut menjadi suatu masalah bagi pengelolaan lembaga
masyarakat seperti pembinaan bagi tahanan dan narapidana serta penekanan
tingkat kejahatan di Indonesia. Tidak dipungkiri bahwa pelaku kejahatan
ataupun para narapidana bukan hanya bermasalah dalam struktur masyarakat
namun juga bermasalah pada saat berada dalam lapas. Hal ini seharusnya
mendapatkan perhatian lebih bagi profesi-profesi yang memiliki area kerja
dalam sistem pemasyarakatan seperti Pekerja Sosial Koreksional. Dalam
konteks ini, sistem pemasyarakatan di Indonesia belum bekerja secara

maksimal terutama dalam pemenuhan kebutuhan tahanan dan warga binaan
2

maupun pembinaan kemasyarakatan. Pada tahun 2006 lembaga pemasyarakatan
di Indonesia mendapatkan kritik karena 10% dari seluruh penghuni lapas di
Indonesia meninggal akibat kekurangan gizi dan buruknya sanitasi.
Permasalahan lainnya adalah banyaknya bekas warga binaan atau residivis yang
langganan menjadi penghuni lapas. Hal tersebut terjadi kurangnya keefektifan
dalam proses pembinaan para penghuni lapas.
Pekerja sosial merupakan profesi pertolongan yang membantu kliennya
agar dapat memenuhi kebutuhan, memecahkan masalah, dan menjalankan peran
sesuai status. Pekerja sosial sendiri memiliki beberapa setting seperti pekerja
sosial dengan keluarga dan anak, pekerja sosial medis, maupun pekerja sosial
dalam bidang koreksional. Pekerja sosial koreksional merupakan pekerja sosial
yang memiliki ruang kerja di bidang pemasyarakatan dengan fokus pembinaan
dan pemenuhan kebutuhan para warga binaan.
Pekerja sosial di Indonesia sendiri belum memiliki payung hukum
keprofesian yang jelas selain dari Peraturan Menteri Sosial. Pekerja sosial
koreksional dianggap memiliki peran penting dalam proses pembinaan dan
pemenuhan kebutuhan para warga binaan karena beberapa masalah yang telah

disebutkan. Praktek pekerja sosial koreksional sendiri belum diaplikasikan di
Indonesia namun sudah dilakukan di berbagai negara seperti Amerika. Maka
dari itu penulis akan menjelaskan berbagai praktek yang dapat dilakukan oleh
pekerja sosial koreksional di Indonesia dalam menghadapi beberapa kasus dan
permasalahan yang terjadi dalam lembaga pemasyarakatan.
B.

Tinjauan tentang Pekerja Sosial
Pekerja sosial adalah bidang keahlian yang memiliki kewenangan untuk
melaksanakan berbagai upaya guna meningkatkan kemampuan orang dalam
melaksanakan fungsi-fungsi sosialnya melalui interaksi, agar orang dapat
menyesuaikan diri dengan situasi kehidupannya secara memuaskan. Kekhasan
pekerja sosial adalah pemahaman dan keterampilan dalam memanipulasi
3

perilaku manusia sebagai makhluk sosial. Dalam Pincus dan Minahan (1973)
pekerjaan sosial berkepentingan dengan permasalahan interaksi antara orang
dengan lingkungan sosial, sehingga mereka mampu melaksanakan tugas-tugas
kehidupan, mengurangi ketegangan, mewujudkan aspirasi dan nilai-nilai
mereka.

Pekerja sosial dipandang sebagai sebuah bidang keahlian (profesi), yang
berarti memiliki landasan keilmuan dan seni dalam praktik (dicirikan dengan
penyelenggaraan pendidikan tinggi), sehingga muncul juga definisi pekerja
sosial sebagai profesi yang memiliki peranan paling penting dalam domain
pembangunan kesejahteraan sosial. Sebagai suatu profesi kemanusiaan,
pekerjaan sosial memiliki paradigma yang memandang bahwa usaha
kesejahteraan

sosial

merupakan

institusi

strategis

bagi

keberhasilan


pembangunan.
Tujuan Pekerjaan sosial memiliki fungsi membantu individu, kelompok,
masyarakat meningkatkan kemampuan mereka untuk memecahkan masalahmasalah yang mereka hadapi, memberikan alternatif-alternatif pemecahan
masalah, mendekatkan mereka dengan sistem-sistem sumber, mempermudah
interaksi mereka dengan lingkungan sosialnya, menciptakan hubungan baru
mereka dengan sistem sumber kemasyarakatan, memberikan sumbangan bagi
perubahan, perbaikan, perkembangan lingkungan sosial, meratakan sumbersumber material dan serta memberikan sumbangan pemikiran sebagai landasan
dalam perencanaan-perencanaan program pelayanan sosial secara keseluruhan
dan bertindak sebagai kontrol sosial. Tujuan lain dari pekerjaan sosial yang lain
adalah memperbaiki situasi lingkungan sosial dimana invividu, kelompok dan
masayarakat bermukim atau mengadakan renovasi-renovasi secara signifikan
yang memberi manfaat-manfaat bagi mereka. Pekerjaan sosial harus memiliki
seni dalam usaha-usaha menyadarkan klien untuk menghadapi kenyataankenyataan yang dihadapi, bahwa tidak semua harapan–harapan yang diinginkan
sesuai

dengan

kenyataan

yang


diterima

dengan

cara

meningkatkan
4

keberfungsian sosial klien yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
klien.
Dalam prakteknya pekerja sosial memiliki beberapa metode, antara lain:
1. Social Case Work
Bimbingan sosial individu/perseorangan adalah suatu rangkaian
pendekatan teknik pekerjaan sosial yang ditujukan untuk membantu individu
yang mengalami masalah berdasarkan relasi antara pekerja sosial dengan
seorang penerima pelayanan secara tatap muka.
Prinsip dasar pada bimbingan sosial perseorangan adalah:
a. Penerimaan,


seorang

pekerja

sosial

harus

mau

menerima

dan

menghormati penerima pelayanan (klien) dalam setiap kondisi yang
dialaminya.
b. Komunikasi, antara pekerja sosial dan klien harus saling memberi dan
menerima informasi.
c. Individualisasi, pekerja sosial harus memahami, menerima bahwa klien

sebagai pribadi yang unik, dalam arti berbeda antara individu yang satu
dengan individu lainnya.
d. Pertisipasi, pekerja sosial harus ikut serta secara langsung dalam
membantu mengatasi permasalahan klien.
e. Kerahasiaan, pekerja sosial harus mampu merahasiakan informasi yang
diberikan oleh klien.
f. Kesadaran diri, sebagai manusia pekerja sosial menyadari akan respon
klien serta motivasi dan relasi bantuan profesional.
2. Social Group Work
Bimbingan sosial kelompok adalah suatu pelayanan kepada kelompok
yang tujuan utamanya untuk membantu anggota kelompok mempengaruhi
fungsi sosial, pertumbuhan atau perubahan anggota kelompok. Jadi
bimbingan sosial kelompok digunakan untuk membantu individu dalam
mengembangkan atau menyesuaikan diri dengan kelompok/lingkungan
5

sosialnya dengan kondisi tertentu atau membantu kelompok mencapai
tujuannya. Adapun tugas-tugas pekerja sosial dengan kelompok, antara lain:
a. Membentuk kelompok dalam memahami tujuan dari badan sosial yang
menyelenggarakan bimbingan sosial kelompok itu dan sampai sejauh

mana dapat memberikan keuntungan bagi pencapaian tujuan kelompok.
b. Membantu kelompok dalam merumuskan sasaran kerja, maksud dan
tujuan kelompok.
c. Membantu kelompok dalam mengembangkan jiwa kelompok dan
kesadaran para anggota kelompok.
d. Membantu kelompok untuk menyadari kemampuan dan kelemahannya
sehingga ia dapat mengambil keputusan sesuai tingkatnya.
e. Membantu kelompok untuk mengetahui atau mengenal persoalanpersoalan yang terjadi di dalam kelompok.
f. Membantu kelompok untuk berusaha menyempurnakan organisasi,
kemudian membantu para pemimpinnya memahami tugas.
g. Membantu kelompok dalam usahanya untuk memperoleh sumber-sumber
yang diperlukan.
h. Membantu individu-individu untuk saling menerima temannya dan saling
bergaul dengan penuh tanggung jawab sebagai sesama anggota
kelompok.
3. Community Organization dan Community Development
Bimbingan sosial dengan masyarakat sebagai salah satu metode
pekerjaan sosial yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas hidup
masyarakat melalui pendayagunaan sumber-sumber yang ada di dalam
masyarakat serta menekankan dengan adanya prinsip peran serta atau

partisipasi

masyarakat.

Upaya

tersebut

cenderung

mengarah

pada

pemenuhan kebutuhan bidang tertentu di masyarakat seperti kesejahteraan
keluarga, kesejahteraan anak dan lain sebagainya. Prinsip yang perlu
diperhatikan dalam metode ini adalah:
6

a. Penyusunan program didasarkan kebutuhan nyata yang mendesak di
masyarakat.
b. Partisipasi aktif seluruh anggota masyarakat.
c. Bekerja sama dengan berbagai badan dalam rangka keberhasilan bersama
dalam pelaksanaan program.
d. Titik berat program adalah upaya untuk pencegahan, rehabilitasi,
pemulihan, pengembangan dan dukungan.
Selain 3 metode utama praktek pekerjaan sosial tersebut, terdapat pula
metode bantuan seperti Aksi Sosial yang menekankan pada upaya
menggerakkan masyarakat untuk mendapatkan atau menciptakan sumbersumber dalam memenuhi kebutuhannya. Pekerja sosial berupaya memberikan
bimbingan kepada masyarakat untuk menyadari kekurangan, memahami akan
potensi dan sumber yang dimiliki dan berupaya mengatasi masalah secara
bersama-sama. Selanjutnya adalah Administrasi Sosial yang berfokus pada
proses penyelenggarakan dan pelaksanaan usaha kerja sama sekelompok orang
yang terorganisir dengan baik, dengan menggunakan sumber fasilitas yang ada
untuk memberikan pertolongan sosial kepada masyarakat agar dapat
meningkatkan fungsi sosial dan taraf hidupnya. Selain itu terdapat juga
Penelitian Pekerjaan Sosial, kegiatan penelitian yang dilaksanakan berdasarkan
metode ilmiah untuk memperoleh informasi tentang berbagai permasalahan
sosial, baik aktual maupun potensial dalam upaya meningkatkan mutu
pengetahuan pekerjaan sosial maupun kualitas pelayanan sesuai tujuan
pekerjaan sosial.
Dalam Heru Sukoco (1995) adapun peran yang dapat dilakukan oleh
pekerja sosial, antara lain:
1. Sebagai pemercepat perubahan (enabler). Sebagai enabler, seorang pekerja
sosial membantu individu-individu, kelompok-kelompok dan masyarakat
dalam mengakses Sistem sumber yang ada, mengidentifikasi masalah dan

7

mengembangkan kapasitasnya agar dapat mengatasi masalah untuk
pemenuhan kebutuhannya.
2. Peran

sebagai

perantara

(broker).

Peran

sebagai

perantara

yaitu

menghubungkan individu-individu, kelompok-kelompok dan masyarakat
dengan lembaga pemberi pelayanan masyarakat dalam hal ini; Dinas Sosial
dan Pemberdayaan Masyarakat, serta Pemerintah, agar dapat memberikan
pelayanan kepada individu-individu, kelompok-kelompok dan masyarakat
yang membutuhkan bantuan atau layanan masyarakat.
3. Pendidik

(educator).

Dalam

menjalankan

peran

sebagai

pendidik,

community worker diharapkan mempunyai kemampuan menyampaikan
informasi dengan baik dan benar serta mudah diterima oleh individuindividu, kelompok-kelompok dan masyarakat yang menjadi sasaran
perubahan.
4. Tenaga ahli (expert). Dalam kaitannya sebagai tenaga ahli, pekerja sosial
dapat memberikan masukan, saran, dan dukungan informasi dalam berbagai
area (individu-individu, kelompok-kelompok dan masyarakat).
5. Perencana sosial (social planner). Seorang perencana sosial mengumpulkan
data mengenai masalah sosial yang dihadapi individu-individu, kelompokkelompok dan masyarakat, menganalisa dan menyajikan alternative tindakan
yang rasional dalam mengakses Sistem sumber yang ada untuk mengatasi
masalah pemenuhan kebutuhan individu-individu, kelompok-kelompok dan
masyarakat.
6. Fasilitator. Pekerja sosial sebagai fasilitator, dalam peran ini berkaitan
dengan menstimulasi atau mendukung pengembangan masyarakat. Peran ini
dilakukan untuk mempermudah proses perubahan individu-individu,
kelompok-kelompok dan masyarakat, menjadi katalis untuk bertindak dan
menolong sepanjang proses pengembangan dengan menyediakan waktu,
pemikiran dan sarana-sarana yang dibutuhkan dalam proses tersebut.

8

Perkembangan pekerja sosial di Indonesia terbilang cukup signifikan,
berhubung dengan beberapa kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian
Sosial dalam melakukan usaha kesejahteraan sosial yang membutuhkan peranan
dan pendampingan pekerja sosial. Praktek pekerja sosial di Indonesia sendiri
dalam realitasnya sangat dibutuhkan di berbagai panti sosial untuk memberikan
pertolongan dan melakukan pendampingan bagi para penghuni panti sosial
seperti panti sosial anak maupun panti rehabilitasi bagi para penderita
HIV/AIDS. Selain itu, program-program Kementerian Sosial seperti Program
Keluarga Harapan (PKH), penanganan korban bencana, dan pemberdayaan adat
terpencil juga membutuhkan pendampingan pekerja sosial. Peranan pekerja
sosial juga telah dikembangkan sampai kepada sub pemerintahan yaitu
Kecamatan seperti adanya Tenaga Kerja Sosial Kecamatan (TKSK).
Dalam setting koreksional sendiri, pekerja sosial belum memiliki ruang
khusus

dalam

menerapkan

keterampilannya

di

bidang

koreksi

atau

pemasyarakatan. Dalam lembaga pemasyarakatan, proses pembinaan warga
binaan biasanya dilakukan oleh sipir maupun konselor yang berasal dari lulusan
jurusan hukum. Profesi lainnya yang turut andil dalam pengelolaan lembaga
pemasyarakatan adalah dokter yang berfokus pada pelayanan kesehatan
maupun guru sebagai tenaga pendidik pada lembaga pembinaan khusus anak
(LPKA).
C.

Aplikasi Peran Pekerja Sosial Koreksional di Indonesia
Dalam UU No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, Lembaga
Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPAS adalah tempat untuk
melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan. Dalam
lembaga pemasyarakatan dilakukan kegiatan pemasyarakatan yaitu kegiatan
untuk melakukan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan
sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari
sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana. Para warga binaan merupakan
9

terpidana atau seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang menjalani pidan hilang
kemerdekaan di lapas.
Permasalahan utama dalam sistem pemasyarakatan dalam lembaga
pemasyarakatan di Indonesia adalah overcapacity atau kelebihan kapasitas
penghuni lapas. Permasalahan dalam penanganan masalah overcapacity ini
biasanya disebabkan oleh 3 hal yaitu tingginya tingkat kriminalitas di suatu
daerah, kurangnya fasilitas di lapas, dan minimnya sumber daya manusia dalam
mengelola lapas. Akar permasalahan tersebut yang akhirnya membuat masalahmaslah lainnya dalam lapas salah satunya tidak terpenuhinya kebutuhan warga
binaan

untuk

mendapatkan

pelayanan

secara

efektif

dalam

proses

pemasyarakatan. Kebutuhan tersebut bukan hanya kebutuhan sandang, pangan,
maupun papan tetapi juga menyangkut kebutuhan psikologis, sosiologis,
maupun spiritual.
Dari berbagai dampak dari permasalahan yang terjadi pada lembaga
pemasyarakatan muncul lah permasalahan baru dengan sasaran para penghuni
lapas tersebut. Dalam beberapa kasus terdapat masalah yang dialami oleh para
warga binaan seperti depresi, tidak mampu memecahkan masalah, maupun
tidak mampu menjalani tugas-tugasnya di dalam lembaga pemasyarakatan.
Maka tidak jarang ditemukan kasus bunuh diri para warga binaan di dalam
lapas maupun warga binaan yang mencoba kabur. Maka pemenuhan kebutuhan
psikologis, sosiologis, dan spiritual juga harus mendapatkan perhatian penuh
dalam proses pemasyaarakatan.
Contoh kasus baru-baru ini adalah salah satu anak didik pemasyarakatan
yang gantung diri di LPKA Martapura. Dikutip dari laman Tribunnews tanggal
28 Mei 2017, anak didik tersebut melakukan gantung diri dengan alasan depresi
karena tidak mampu memnuhi kewajibannya serta membayar hutang. Dalam
surat yang ditulis oleh anak didik tersebut dan diberikan kepada orang tuanya
berisikan bahwa ia tidak tahan lagi berada dalam sel tahanan dan tidak puas
10

dengan perlakuan seseorang terhadap dirinya. Contoh kasus lainnya adalah
warga binaan yang gantung diri di Lapas Rajabasa, kejadian tersebut terjadi
pada tanggal 17 Januari 2016. Berdasarkan kolom berita online Republika,
warga binaan tersebut melakukan tindakan gantung diri dikarenakan istrinya
meminta izin untuk menikah lagi sehingga ia mengalami depresi dan gangguan
kejiwaan sehingga mengakhiri hidupnya.
Dari contoh kasus tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa gangguangangguan kejiwaan kemungkinan akan dialami oleh sebagian besar para warga
binaan. Hal tersebut dikarenakan adanya tekanan dari dalam diri warga binaan
maupun lingkungan sekitarnya. Maka dari itu pemenuhan kebutuhan dan
penaganan permasalahan psikologis para warga binaan sangatlah penting.
Pekerjaan sosial sebagai salah satu profesi pertolongan memiliki peluang
cukup besar untuk turut andil dalam mengatasi permaslahan-permasalahan yang
terjadi di lembaga pemasyarakatan maupun warga binaannya. Melalui social
casework atau praktek pekerja sosial dengan individu, pekerja sosial diharapkan
mampu mengurangi tekanan-tekanan yang dihadapi oleh para warga binaan
serta bekerja sama dalam meningkatkan keberfungsian sosial warga binaan agar
mampu kembali ke masyarakat. Pembinaan berbasis rehabilitasi juga menjadi
tugas pokok pekerja sosial dalam memberikan pelayanan terhadap warga
binaan. Pertolongan lainnya berupa bimbingan konseling bagi individu maupun
keluarga warga binaan serta advice giving juga dapat membantu meningkatkan
relasi warga binaan dengan lingkungan sekitarnya. Pekerja sosial juga mampu
menjadi behaviour specialist yang bertujuan mengubah sikap dan perilaku para
warga binaan agar sesuai dengan peran yang diemban dan harapan masyarakat.
Proses pendampingan pekerja sosial tidak hanya dapat dilakukan pada
saat terpidana menjadi penghuni lapas, namun persiapan saat akan menjadi
penghuni lapas juga dibutuhkan. Hal tersebut dibutuhkan untuk mempermudah
proses

adaptasi

terpidana

pada

lingkungan

barunya

yaitu

lembaga

pemasyarakatan. Pendampingan saat persiapan masyarakat juga diperlukan agar
11

tidak ada lagi stigma-stigma negatif terhadap bekas warga binaan yang
memungkinkan akan menimbulkan depresi. Persiapan tersebut bukan hanya
ditujukan bagi individu namun juga keluarga maupun lingkungan sekitar warga
binaan di tempat tinggalnya.
Dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pekerja sosial
koreksional sesungguhnya memiliki peran penting dalam proses pembinaan
dalam lembaga pemasyarakatan. Selain peran-peran yang telah disebutkan
pekerja sosial juga mampu turut andil dalam pembuatan kebijakan menganai
proses pemasyarakatan dan pemenuhan kebutuhan narapidana. Namun,
realitanya pekerja sosial belum memiliki payung hukum yang kuat dalam
menunjang praktek keprofesiannya yaitu undang-undang tentang pekerjaan
sosial itu sendiri. Sehingga kemawasan akan pentingnya peran pekerja sosial
dalam lembaga pemasyarakatan sangat lah kurang. Pekerja sosial dalam
perspektif masyarakat luas masih dianggap sebagai pelaksana teknis program
kementerian sosial dalam mengentaskan kemiskinan maupun memberikan
bantuan terhadap korban bencana. Maka dari itu, studi mengenai peran pekerja
sosial dalam seting koreksional serta pentingnya fungsi dari pekerja sosial itu
sendiri di dalam lembaga pemasyarakatan perlu ditingkatkan. Hal tersebut
berbanding lurus dengan meningkatnya berbagai masalah yang terjadi dalam
lembaga pemasyarakatan maupun warga binaannya itu sendiri.
D.

Kesimpulan dan Rekomendasi
Dari berbagai contoh kasus dan analsis mengenai peran pekerja sosial itu
sendiri dapat disimpulkan bahwa pekerja sosial memiliki ruang cukup luas
untuk melakukan praktek dan menjalankan fungsinya sebagai profesi
pertolongan. Permasalahan dalam sistem kemasyarakatan seperti pemenuhan
kebutuhan biologis, psikologis, sosiologis, dan spiritual warga binaan menjadi
fokus penting bagi praktek pekerja sosial dalam seting koreksional. Proses

12

pembinaan, pendampingan, dan rehabilitasi juga menjadi lahan bagi pekerja
sosial untuk meningkatkan keberfungsian sosial warga binaan.
Melihat peluang tersebut ada baiknya para pemangku jabatan dan
pembuat kebijakan seperti Kementerian Sosial sebagai lembaga yang menaungi
segala usaha kesejahteraan sosial dan Kementerian Hukum dan HAM melalui
Direktorat

Jenderal

Pemasyarakatan

mampu

mengembangkan

dan

meningkatkan keefektifan dalam melakukan proses pemasyarakatan melalui
rehabilitasi yang dilakukan oleh pekerja sosial. Kebijakan atau undang-undang
mengenai praktek pekerja sosial dianggap penting karena sebagai acuan penting
pekerja sosial dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya. Salah satu
pokok permasalahan yang paling penting adalah penekanan tingkat kriminalitas
itu sendiri oleh para penegak hukum. Penekanan tingkat kriminalitas mampu
menciptakan suasana masyarakat yang tertib dan aman tanpa adanya ancaman
kejahatan sehingga menciptakan suatu keajegan sosial. Kontrol masyarakat
terhadap anggotanya juga memiliki peran penting dalam menjaga kestabilan
masyarakat.

13

DAFTAR PUSTAKA
Budi Wibhawa, Santoso Tri Raharjo & Meilany Budiarti. 2010. Dasar-Dasar
Pekerja Sosial. Bandung: Widya Padjadjaran
Edi Suharto. 1997. Pembangunan, Kebijakan Sosial & Pekerjaan Sosial. Bandung:
LSP STKS
Payne, Malcolm. 2005. Modern Social Work Theory. New York: Palgrave Macmillan
Heru Dwi Sukoco. 1995. Introduction to Social Work Practice. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Undang-Undang

Republik

Indonesia

Nomor

12

Tahun

1995

Tentang

Pemasyarakatan
Sumber Lain
http://smslap.ditjenpas.go.id/public/grl/current/monthly diakses pada 27/05/2017
19.22
http://banjarmasin.tribunnews.com/2017/05/28/warga-binaan-gantung-diri-di-lpanak-martapura-ini-bunyi-surat-andre-kepada-ibunda diakses pada 31/05/2017
23.27
http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/16/10/30/ofuk97365-tahananpolsek-ditemukan-tewas-gantung-diri diakses pada 31/05/2017 23.55
https://www.numbeo.com/crime/country_result.jsp?country=Indonesia diakses pada
27/05/2017 15.43
https://www.osac.gov/pages/ContentReportDetails.aspx?cid=19606

diakses

pada

27/05/2017 15.45

14