Pendekatan Pembelajaran Matematika Reali

PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

a.
b.
c.
d.
e.
f.

TUGAS MAKALAH
TEORI BELAJAR DAN INOVASI PEMBELAJARAN II
DOSEN PEMBIMBING
Prof. Dr. Maxinus Jaeng, M.Pd
Dr. Sukayasa, M.Pd
Drs. I Nyoman Murdiana, M.Pd

1.
2.
3.
4.


KELOMPOK XII
I Made Rai Adnyana ( A 231 12 039 )
Miftahul Jannah
( A 231 12 056 )
Dewi Tri Inayah
( A 231 12 150 )
Nurbaya
( A 231 12 029 )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2014

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
izin-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat pada
waktunya. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah Teori Belajar dan Inovasi Pembelajaran II Kelas A pada semester V,
di tahun ajaran 2014 dengan judul “Pendekatan Matematika Realistik (PMR)”.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing atas
bimbingan yang telah diberikan kepada penulis dan semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
sempurna baik dari segi penyajian maupun materi. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun dari semua pihak sangat penulis perlukan, demi
kesempurnaan makalah ini.

PENYUSUN

KELOMPOK XII

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL


i

KATA PENGANTAR

ii

DAFTAR ISI

iii

BAB I PENDAHULUAN
A.
B.
C.
D.

Latar Belakang
...........................................................
Rumusan Masalah

.....................................................
Tujuan
........................................................................
Manfaat ………………………………………………

1
2
2
3

BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Pendekatan Matematika Realistik .....................
B. Kajian mengenai Pendekatan Matematika Realistik .....
C. Kelebihan dan Kekurangan
Pendekatan Matematika Realistik
.................................
D. Teori Belajar yang Relevan dengan
Pendekatan Matematika Realistik
...............................
E. Topik-topik yang Relevan mengenai

Pendekatan Matematika Realistik
................................

4
6
10
12
14

BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
.................................................................
B. Saran
............................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

16
17


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu karakteristik matematika adalah mempunyai objek yang bersifat
abstrak. Sifat abstrak ini menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam
matematika.

Prestasi

matematika

siswa

baik

secara

nasional

maupun


internasional belum menggembirakan. Third International Mathematics and
Science Study (TIMSS) melaporkan bahwa rata-rata skor matematika siswa
tingkat 8 (tingkat II SLTP) Indonesia jauh di bawah rata-rata skor matematika
siswa internasional dan berada pada ranking 34 dari 38 negara. Rendahnya
prestasi matematika siswa disebabkan oleh faktor siswa yaitu mengalami masalah
secara komprehensif atau secara parsial dalam matematika.
Selain itu, belajar matematika siswa belum bermakna, sehingga pengertian
siswa tentang konsep sangat lemah, kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam
mengaplikasikan matematika ke dalam situasi kehidupan real. Hal lain yang
menyebabkan sulitnya matematika bagi siswa adalah karena pembelajaran
matematika kurang bermakna. Guru dalam pembelajarannya di kelas tidak
mengaitkan dengan skema yang telah dimiliki oleh siswa dan siswa kurang
diberikan kesempatan untuk menemukan kembali dan mengkonstruksi sendiri ideide matematika.
Menurut Van de Henvel-Panhuizen (2000), bila anak belajar matematika
terpisah dari pengalaman mereka sehari-hari maka anak akan cepat lupa dan tidak
dapat mengaplikasikan matematika Berdasarkan pendapat di atas, pembelajaran
matematika di kelas ditekankan pada keterkaitan antara konsep-konsep
matematika dengan pengalaman anak sehari-hari. Selain itu, perlu menerapkan
kembali konsep matematika yang telah dimiliki anak pada kehidupan sehari-hari

atau pada bidang lain sangat penting dilakukan. Salah satu metode pembelajaran
1

matematika yang berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari-hari
(mathematize of everyday experience) dan menerapkan matematika dalam
kehidupan sehari-hari adalah Pendekatan/Pembelajaran Matematika Realistik.
Dalam makalah ini penulis akan membahas lebih lanjut tentang apa yang
dimaksud dengan Pembelajaran matematika realistik beserta dengan penjabaran –
penjabaran tentang hal yang terkait dengan Pendekatan matematika realistik.
B. Rumusan Masalah
Bertolak dari permasalahan diatas,maka dalam makalah ini ada beberapa
rumusan masalah yang perlu diangkat :
1. Bagaimana sejarah Pendekatan Matematika Realistik?
2. Apa kajian mengenai Pendekatan Matematika Realistik?
3. Apa kelebihan dan kekurangan Pendekatan Matematika Realistik?
4. Apa teori belajar yang relevan dengan Pendekatan Matematika Realistik?
5. Apa topik-topik yang relevan mengenai Pendekatan Matematika Realistik?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah, adapun tujuan dari pembahasan makalah ini

adalah :
1. Untuk mengetahui sejarah Pendekatan Matematika Realistik.
2. Untuk memahami kajian mengenai Pendekatan Matematika Realistik.
3. Untuk memahami kelebihan dan kekurangan Pendekatan Matematika
Realistik.
4. Untuk memehami teori belajar yang relevan dengan Pendekatan
Matematika Realistik.
5. Untuk memahami topik-topik yang relevan mengenai Pendekatan
Matematika Realistik.

2
D. Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah, sebagai berikut :
1. Bagi Penulis
Sebagai bahan latihan untuk menulis karya ilmiah
2. Bagi Pembaca
Sebagai bahan referensi mengenai faktor tujuan pendidikan

3


BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Pendekatan Matematika Realistik
Pendekatan matematika realistik atau Realistic Mathematics Education
(RME) mulai berkembang karena adanya keinginan meninjau kembali pendidikan
matematika di Belanda yang dirasakan kurang bermakna bagi pebelajar. Gerakan
ini mula-mula diprakarsai oleh Wijdeveld dan Goffre (1968) melalui proyek
Wiskobas. Selanjutnya bentuk RME yang ada sampai sekarang sebagian besar
ditentukan oleh pandangan Freudenthal

(1977) tentang matematika. Menurut

pandangannya matematika harus dikaitkan dengan kenyataan, dekat dengan
pengalaman anak dan relevan terhadap masyarakat, dengan tujuan menjadi bagian
dari nilai kemanusiaan. Selain memandang matematika sebagai subyek yang
ditransfer, Freudenthal menekankan ide matematika sebagai suatu kegiatan
kemanusiaan. Pelajaran matematika harus memberikan kesempatan kepada
pebelajar untuk “dibimbing” dan “menemukan kembali” matematika dengan
melakukannya. Artinya dalam pendidikan matematika dengan sasaran utama
matematika sebagai kegiatan dan bukan sistem tertutup. Jadi fokus pembelajaran

matematika

harus

pada

kegiatan

bermatematika

atau

“matematisasi”

(Freudental,1968).
Kemudian Treffers (1978, 1987) secara eksplisit merumuskan ide tersebut
dalam 2 tipe matematisasi dalam konteks pendidikan, yaitu matematisasi
horisontal dan vertikal. Pada matematisasi horizontal siswa diberi perkakas
matematika yang dapat menolongnya menyusun dan memecahkan masalah dalam
kehidupan sehari-hari.Matematisasi vertikal di pihak lain merupakan proses
reorganisasi dalam sistem matematis, misalnya menemukan hubungan langsung
dari keterkaitan antar konsep-konsep dan strategi-strategi dan kemudian
menerapkan temuan tersebut.
4

Jadi matematisasi horisontal bertolak dari ranah nyata menuju ranah
simbol, sedangkan matematisasi vertikal bergerak dalam ranah simbol. Kedua
bentuk matematisasi ini sesungguhnya tidak berbeda maknanya dan sama nilainya
(Freudenthal, 1991).
Hal ini disebabkan oleh pemaknaan “realistik” yang berasal dari bahasa
Belanda “realiseren” yang artinya bukan berhubungan dengan kenyataan, tetapi
“membayangkan”. Kegiatan “membayangkan” ini ternyata akan lebih mudah
dilakukan apabila bertolak dari dunia nyata, tetapi tidak selamanya harus melalui
cara itu.
Berdasarkan matematisasi horizontal dan vertikal, pendekatan dalam
matematika dapat dibedakan menjadi empat yaitu, mekanistik, empiristik,
struturalistik, dan realistik.
Pendekatan mekanistik merupakan pendekatan tradisonal dan didasarkan
pada apa yang diketahui dari pengalamn sendiri (diawali dari yang lebih
sederhana sampai ke kompleks) dalam pendekatan ini siswa dianggap sebagai
mesin.
Pendekatan empiristik adalah suatu pendekatan dimana konsep – konsep
matematika tidak diajarkan dan diharapkan siswa mampu menemukan melalui
matematika horizontal. Pendekatan mekanis dan empiris tidak banyak diajarkan di
lingkungan sekolah.
Pendekatan strukturalistik merupakan pendekatan yang menggunakan
sistem formal, misalnya pengajaran penjumlahan cara panjang yang perlu
didahului dengan nilai tempat, sehingga suatu konsep dicapai melalui
matematisasi vertikal.
Pendekatan realistik merupan pendekatan dengan menggunakan metode
matematisasi horizontal dan vertikal dan mendekatan ini sebagai pangkal tolak
pembelajaran.
5

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
matematika realistik adalah metode pembelajaran matematika sekolah yang
dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik
awal pembelajaran. Selanjutnya siswa diberi kesempatan mengpalikasikan
konsep–konsep matematika untuk memecahkan masalah sehari–hari atau dalam
bidang yang lainnya. Pembelajaran ini sengat berbeda dengan pembelajaran
matematika selama ini yang cenderung berorientasi kepada memberi informasi
dan memakai matematika yang siap pakai untuk memecahkan masalah.
B. Kajian mengenai Pendekatan Matematika Realistik
1. pengertian pendekatan pembelajaran matematika realistik
Pendekatan

pembelajaran

matematika

pendekatan pendidikan matematika yang

realistic

merupakan

suatu

telah dikembangkan di Nederlands

dengan nama Realistic Matematics Education (RME). Kata “realistic ” diambil
dari klasifikasi yang dikemukakan oleh Treffers (Makmud, 2009:6) yang
mengelompokkan pendekatan pembelajaran dalam pendidikan matematika
berdasarkan komponen proses matematisasinya, yakni matematisasi horizontal
dan matematisasi vertikal, ke dalam empat macam pendekatan yaitu:
a. Pendekatan mekanistik, yaitu pendekatan yang lebih memfokuskan pada artian
yang mnghafal rumus-rumus, sedangkan aspek matematisasinya , yakni
matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal, ke dalam empat macam
pendekatan yaitu:
b. Pendekatan empiristik, yaitu pendekatan yang lebih menekankan pada
matematisasi horizontal dan cenderung mengabaikan matematisasi vertikal.
c. Pendekatan strukturalis, yaitu pendekatan yang menekankan pada
matematisasi vertikal dan cenderung mengabaikan metematisasi horizontal.
d. Pendekatan realistik, pendekatan yang memberi perhatian yang seimbang
antara matematisasi horizontal dan matematisasi vertical.

6

Proses matematisasi horizontal bergerak dari dunia nyata ke dunia simbol.
Proses ini meliputi proses informal yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan
soal. Sedangkan proses matematisasi verikal, merupakan proses pengorganisasian
kembali dengan menggunakan matematika, antara lain meliputi proses
menyatakan suatu formal (rumus).
Pada tabel di bawah ini ditunjukkan perbedaan dari keempat tipe pendekatan
pembelajaran tersebut.
Tabel Perberdaan Tipe Pendekatan Pembelajaran
Tipe

Pendekatan pada permatematikaan Pendekatan

horizontal
Mekanistik
Kurang
Emperistik
Cukup
Strukturalis
Kurang
Realistik
Cukup
Sumber Yuwono ( Mahmud, 2009:7)

pada

permatematikaan vertical
Kurang
Kurang
Cukup
Cukup

Matematika realistik yang dimaksudkan adalah matematika sekolah yang
dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan lingkungan siswa sebagai titik
awal pembelajaran. Soejadi (2001:2-3) menyatakan bahwa:
Pembelajaran

matematika

realistik

(PMR)

pada

dasarnya

adalah

pemanfaatkan realitas dan lingkungan yang dipahami peserta didik untuk
memperlancar proses pembelajaran matematika secara lebih baik. Lebih
lanjut dijelaskan, yang dimaksud dengan realitas yaitu hal-hal nyata atau
konkrit yang dapat diamati atau dipahami siswa lewat membayangkan,
sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan adalah lingkungan tempat
siswa berada baik di lingkungan sekolah, keluarga, maupun lingkungan
masyarakat yang dapat dipahami siswa. Dalam hal ini lingkungan sering
juga disebut kehidupan sehari-hari.
7

Berdasarkan uraian di atas, jelas bahwa masalah matematika yang diberikan
kepada siswa harus dekat dengan kehidupan sehari-hari anak. Dalam kaitannya
dengan matematika sebagai kegiatan manusia , maka anak harus diberi
kesempatan untuk menemukan kembli ide dan konsep matematika sebagai akibat
dari pengalaman anak berinteraksi dengan dunia nyata (Yurianto, 2013:11).
2. Langkah-Langkah Pembelajaran Matematika Relistik
Berdasakan prinsip dan karakteristiknya maka (samritin 2003:15)
menyusun langkah-langkah PMR sebagai berikut;
Langkah 1: Memahami Masalah Konstektual
Guru memberikan masalah atau soal-soal konstektual dalam
kehidupan sehari-hari dan siswa di minta untuk memahami masalah
tersebut. Karakteristik yang tergolong pada langkah ini yaitu
menggunakan masalah konstektual yang di angkat sebagai titik awal dalam
pembelajaran untuk menuju matematika formal sampai kepembentuka
konsep.
Langakah 2: Menjelaskan Masalah Konstektual
Pada langkah ini, guru dapat meminta siswa untuk menjelaskan
masalah konstektual yang di berikan kepada siswa dengan bahasa dan
pemikiran mereka sendiri. Pada langkah ini, semua prinsip pembelajaran
matematika realistic akan muncul. Sedangkan karakteristik pembelajaran
matematika realistic yang tergolong dalam langkah ini adalah karakteristik
keempat yaitu adanya interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan
siswa.
Langkah 3: Menyelesaikan Masalah Konstektual
Pada langkah ini, guru mengarahkan dan memotivasi siswa secara
individu. Siswa secara mandiri menyelesaikan masalah konstektual dengan
cara mereka sendiri dengan menggunakan LKS. Cara pemecahan dan
jawaban masalah berbeda lebih di utamakan. Karakteristik pembelajaran
matematika realistik dalam langkah ini yaitu menggunakan model.
8
Langkah 4: Membandingkan dan Mendiskusikan Jawaban
Guru menyediakan waktu dan kesempatan kepada siswa untuk
membandingkan dan mendiskusikan jawaban masalah yang di berikan.
Siswa di latih untuk mengeluarkan ide-ide dari konstribusi siswa didalam

berinteraksi siswa dengan siswa, siswa dengan guru dan siswa dengan
sarana dan prasarana untuk mengoptimalkan pembelajaran. Karakteristik
pendekatan pembelajaran matematika realistic yang tergolong dalam
langkah ini adalah karakteristik ketiga dan keempat yaitu menggunakan
konstribusi siswa dan interaksi antara siswa dengan lainnya.
Langkah 5: Menyimpulkan
Dari hasil awaban siswa, guru mengarahkan siswa untuk menarika
kesimpulan konsep atau prosedur. Karakteristik pembelajaran matematika
realistic dalam langkah ini yaitu adanya interaksi adanya siswa dengan
guru sebagai pembimbing siswa dengan siswa lainnya.
Adapun langkah-langkah pendekatan pembelajaran matemtika
realistic dapat di lihat dari table berikut.
Table 2.2 Langkah-Langkah Pendekatan pembelajaran Matematika
Realistik
Fase
Aktivitas Guru
Aktivitas Siswa
1. Memahami masalah à Memberikan masalah à Memahami masalah
kontekstual

kontekstual.
à Memberikan
kesempatan

konteksual.
à Mengemukakan
kepada

siswa

untuk

pendapat atau ideide.

mengemukakan
2.

Menjelaskan
masalah kontekstual

pendapatnya.
à Membimbing,
menstimulasi,

à Menyelesaikan
dan

mengarahkan siswa.
à Memberikan petunjuk
saran.

masalah.
à Mendeskripsikan
masalah kontekstual
à Melakukan refleksi
dan

9

intersepsi

masalah.
à Memperhatikan
3.

Menyelesaikan
masalah kontekstual

à Mengarahkan

atau

memotivasi kelas atau
individu.

petunjuk atau saran.
à Memperhatikan
arahan guru.

4.

Membandingkan dan à Menciptakan kondisi
mendiskusikan

5.

jawaban
Menyimpulkan

kelas yang interaktif
à Mengarahkan

siswa

untuk menyimpulkan

à Berlatih
mengemukakan
pendapat atau ide.
à Membuat
kesimpulan masalah.

materi pada konsep
kontekstual
Sumber: Mardiana (2006: 15)
C. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Matematika Realistik.
Pendekatan matematika realistis mempunyai beberapa kelebihan dan
kekurangan di antaranya adalah sebagai berikut :
KELEBIHAN :
1. Pendekatan matematika realistis memberikan pengertian yang jelas dan
operasional kepada siswa tentang keterkaitan antara matematika dengan
kehidupan sehari – hari dan kegunaan matematika pada umumnya bagi
manusia.
2. Pendekatan matematika reaslistis memberikan pengertian yang jelas dan
operasional kepada siswa bahwa matematika adalah suatu bidang kajian
yang dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa .
3. Pendekatan matematika realistis memberikan pengertian yang jelas dan
operasional kepada siswa bahwa cara penyelesaian masalah tidak harus
10
tunggal dan tidak harus sama antara satu siswa dengan siswa yang lainnya.
4. Pendekatan matematika realistis memberikan pengertian yang jelas dan
operasional kepada siswa bahwa untuk menemukan suatu hasil dalam
matematika diperlukan suatu proses.
5. Dengan siswa membangun sendiri pengetahuannya maka siswa tidak akan
mudah lupa dengan pengetahuannya.
6. Suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena menggunakan
realitas kehidupan,sehingga siswa tidak cepat bosan belajar matematika.
7. Siswa merasa dihargai dan semakin terbuka karena setiap jawaban siswa
ada nilainya.
8. Melatih keberanian siswa karena harus menjelaskan jawaban yang mereka
berikan.
9. Melatih siswa untuk berfikir dan mengemukakan pendapat.

10. Pendidikan budi pekerti, misalnya saling kerjasama dan menghormati
teman yang sedang berbicara.
KEKURANGAN :
1. Upaya penerapan Pembelajaran matematika realistik membutuhkan
perubahan yang sangat mendasar mengenai berbagai hal yang tidak mudah
untuk dipraktekan dan juga diperlukan waktu yang lama.
2. Pencarian soal – soal kontekstual yang memenuhi syarat – syarat yang
dituntut pembelajaran matematika realistik tidak selalu mudah untuk setiap
topik matematika yang perlu akan dipelajari oleh siswa, terlebih lagi soal –
soal tersebut harus diselesaikan dengan berbagai macam cara.
3. Upaya mendorong siswa untuk menyelesaikan masalah juga merupakan
salah satu kerugian pembelajaran matematika realistik.

11
D. Teori Belajar yang Relevan dengan Pendekatan Matematika Realistik
1. Teori Piaget
Piaget (Mahmud, 2009:11) berpendapat bahwa “proses berpikir manusia
sebagai suatu perkembangan yang bertahap dari berpikir intelektual konkrit ke
abstrak”. Lebih lanjut Piaget (Jaeng, 2009:29) menyatakan bahwa:
“Perkembangan intelektual berdasarkan pada dua fungsi yaitu organisasi dan
adaptasi.

Organisasi

memberikan

organisme

kemampuan

untuk

mengorganisasi proses-proses fisik atau proses-proses psikologi menjadi
sistem-sistem yang teratur dan berhubungan. Sedangkan adaptasi berbeda
antara organisme yang satu dengan organisme yang lain. Adaptasi melalui
lingkungan ada dua proses, yaitu asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi adalah proses mendapatkan informasi dan pengalaman baru yang
langsung menyatu dengan struktur organisasi mental yang sudah dimiliki
seseorang. Adapun akomodasi adalah proses menstrukturkan kembali mental
sebagai akibat dari adanya informasi dan pengalaman baru tadi.”

Dari teori Piaget di atas, pendekatan pembelajaran matematika realistik
digunakan dalam suatu pembelajaran karena peserta didik secara aktif
membangun pemahamannya dari hasil pengalaman dan interaksi dengan
lingkungan (Yurianto, 2013:15).
2. Teori Burner
Jerome Bruner (Mahmud, 2009:12) menyatakan bahwa belajar matematika
ialah belajar tentang konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang
terdapat dalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan-hubungan.
Kemudian siswa akan berkembang dengan memanipulasi dan pengujian hipotesis.

12
Bruner (Mahmud, 2009:13) menyebutkan bahwa belajar melibatkan tiga
proses yang berlangsung secara bersamaan yaitu (1) memperoleh informasi baru,
(2) mentransformasi informasi, dan (3) menguji relevan dan ketepatan
pengetahuan.
Bruner (Jaeng, 2009:31) menyebutkan bahwa hampir semua orang melalui
penggunaan sistem keterampilan untuk menyatakan kemampuan-kemampuannya
secara sempurna, ketiga sistem keterampilan itu disebut tiga cara penyajian yaitu:
cara efektif, cara ikonik dan cara simbolik.
1) Cara penyajian enaktif, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan
yang dilakukan secara aktif dengan menggunakan benda-benda konkrit atau
menggunakan situasi yang nyata.
2) Cara penyajian ikonik, yaitu suatu tahap pembelajaran yang diwujudkan
(direpresentasikan) dalam bentuk bayangan visual, gambar atau diagram yang
menggambarkan kegiatan konkret yang terdapat pada tahap enaktif.
3) Cara penyajian simbolik, yaitu suatu tahap pembelajaran yang dipresentasikan
dalam bentuk symbol-simbol yang abstrak, yaitu symbol-simbol arbiter yang

disepakati berdasarkan kesepakatan, baik symbol-simbol verbal, lambanglambang matematika, aupun lambang-lambang abstrak lainnya.
Berdasarkan teori Bruner, pendekatan pembelajaran matematika realistik
digunakan dalam kegiatan pembelajaran, karena pada awal pembelajaran sangat
dimungkinkan siswa untuk memanipulasi objek-objek yang ada kaitannya dengan
masalah kontekstual yang diberikan guru secara langsung, kemudian pada proses
matematisasi vertical, siswa memanipulasi symbol-simbol. (Yurianto, 2013:17)
3. Teori Dienes
Dienes (Jaeng, 2009:37) menyatakan bahwa “maematika dipandang sebagai
studi tentang struktur, pengklafikasian struktur, memisahkan hubungan-hubungan
yang terdapat di dalam struktur-struktur dan mengkategorikan hubungan13
hubungan antara struktur-struktur”. Selanjutnya pandangan Dienes tentang belajar
dan mengajar matematika, yaitu anak belajar matematika harus memulai dari
memanipulasi benda-benda konkrit dan membuat abstraksinya dari konsep dan
strukturnya. Dari pengalaman belajar matematika seorang anak harus mampu
mengubah suasana konkret menjadi suansana abstarak dengan menggunakan
symbol. Ini berarti bahwa benda-benda atau objek akan sangat berperan bila
dimanipulasi dengan baik dalam pengajaran matematika.
Dalam teori Dienes tersebut, pembelajaran matematika realistic digunakan
dalam kegiatan pembelajaran yang diawali dengan masalah-masalah konkret.
Dalam hal ini, siswa menyelesaikan masalah tersebut dengan cara mereka sendiri,
guru memotifasi mereka untuk menyelesaikan masalah dengan memberikan
petunjuk dan saran. (Yurianto, 2013:17)
E. Topik-Topik yang Relevan Mengenai Pendekatan Matematika Realistik
1. Prinsip dan Karakteristik Pembelajaran Matematika Realistik

Menurut Gravemeijer (soedjadi, 2001b:2) ada tiga prinsip kunci dalam
merancang pembelajaran dengan pendekatan PMR, yaitu:
1. Menemui kembali secara terbimbing melalui matemisasi progresif (guided
re-invention/progressive mathematizing), artinya melalui topic-topik
matematika yang di sajikan siswa harus di beri kesempatan untuk
mengalami proses yang sama membangun dan menemukan kembali
tentang ide-ide dan konsep-konsep secara matematika
2. Fenomena didaktik (didactical phenomenology) artinya pembelajaran
tidak lagi berorientasi pada guru, tetapi di ubah dengan berorientasi pada
siswa bahkan mungkin sekali berorientasi pada masalah kontekstual yang
di hadapi.Dalam hal ini mungkin sekali jawaban siswa terhadap masalah
konstektual yang di berikan beraneka ragam. Tidak mustahil justru
jawaban itu lebih baik dari yang di pikirkan guru. Soal atau masalah
serupa dapat juga di manfaatkan untuk memantapkan pemahaman siswa;
14
3. Pengembangan model sendiri (“self-developed models”), prinsip ini
berfungsi menghubungkan antara pengetahuan matematika informal dan
formal siswa.
Graveimeijer (soedjadi,2001b:3) mengemukakan, bahwa
berdasarkan ketiga prinsip PMR di atas, maka dalam proses pembelajaran
di kelas di kemukakan lima karakteristik PMR yang menjiwai setiap
aktivitas pembelajaran matematika, yaitu menggunakan konteks dunia
nyata, menggunakan model-model, menggunakan produksi dan konstruksi
siswa, interaksi, dan keterkaitan. Secara singkat ke lima karakteristik
tersebut di uraikan sebagai beikut :
1. Menggunakan masalah konstektual (the use of contex), pembelajaran
di awali dengan menggunakan masalah konstektual (dunia nyat), tidak
di mulai dari sitem formal. Masalah konstektual di angkat sebagai
topic awal pembelajaran merupakan masalah sederhana yang
(“dikenali”) oleh siswa;
2. Menggunakan model (use models, bridging by vertical instrument),
istilah model berkaitan dengan model situasi dan model matematika

yang di kembangkan sendiri oleh siswa,mengaktualisasikan masalah
kebentuk visual sebagai sasaran untuk memudahkan pengajaran;
3. Menggunakan konstribusi siswa (student controbition), konstribusi
yang besar pada proses belajar mengajar di harapkan datang dari
siswa;
4. Interaktivitas ( interactivity0, mengoptimalkam proses mengajar
belajar melalui interaksi siswa dengan siwa, siswa dengan guru dan
siswa dengan sarana prasarana merupakan hal yang penting dalam
pembelajaran matematika realistic;
5. Terintegrasi dengan topic lainnya (intertwining), struktur dan konsep
matematika saling berkaitan, oleh karena itu keterkaitan dan
keterintegrasian antar topic ( materi pelajaran) harus di eksplorasi
untuk mendukung terjadinya proses mengajar belajar yang lebih
bermakna.

BAB III
15

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian materi di atas maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Sejarah pendekatan matematika mulai berkembang dengan gerakan yang
diprakarsai oleh Wijdeveld dan Goffre (1968) melalui proyek Wiskobas.
Selanjutnya bentuk RME yang ada sampai sekarang sebagian besar
ditentukan oleh pandangan Freudenthal (1977).
2. Pembelajaran matematika realistik (PMR) pada dasarnya adalah
pemanfaatkan realitas dan lingkungan yang dipahami peserta didik untuk
memperlancar proses pembelajaran matematika secara lebih baik.
3. Kelebihan dari penedekatan matematika realistic adalah pendekatan
matematika realistis memberikan pengertian yang jelas dan operasional.
Sedangakan kekurangan dari pendekatan matematika realistik adalah
upaya mendorong siswa untuk menyelesaikan masalah juga merupakan
salah satu kerugian pembelajaran matematika realistik.

4. Teori belajar yang relevan dengan pendekatan matematika realistic terbagi
menjadi 3 teori yaitu teori piaget, teori burner, dan teori dienes.
5. Menurut Gravemeijer (soedjadi, 2001b:2) ada tiga prinsip kunci dalam
merancang pembelajaran dengan pendekatan PMR, yaitu: menemui
kembali secara terbimbing melalui matemisasi progresif (guided reinvention/progressive mathematizing, fenomena didaktik (didactical
phenomenology), dan pengembangan model sendiri (“self-developed
models”)

16
B. Saran
Agar guru dapat membuat persiapan yang berdaya guna dan berhasil guna
maka dituntut untuk memahami berbagai aspek yang berkaitan dengan pendekatan
matematika realistik dalam penerapan pembelajaran matematika.

17

DAFTAR PUSTAKA

Jaeng, Maxinus. 2009. Belajar dan Pembelajaran Matematika. Palu: FKIP
UNTAD
Mahmud. 2009. Meningkatkan Kemampuan Siswa Kelas VII SMP Negeri 7
Biromaru dalam Menentukan Operasi Penjumlahan dan Pengurangan
Bilangan Bulat Melalui Pendekatan Pembelajaran Matematika Realisitik.
Skripsi tidak diterbitkan. Palu. FKIP. Universitas Tadulako.
Mardiana, S. 2009. Penerapan Pendekatan Pembelajaran Realistik dalam Upaya
Meningkatkan Pemahaman Segitiga-Segitiga Kongruen Pada Siswa Kelas
III SMP Negeri 2 Banawa. Skripsi tidak diterbitkan. Palu. FKIP. Universitas
Tadulako.
Samritin. 2003. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Topic Perbandingan di
Kelas 2 SLTP dengan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik.
Tesis tidak diterbitkan. Surabaya, Program Pasca Serjana Universitas Negeri
Surabaya.
Soedjadi, R. 2001. Pembelajaran Matematika Berjiwa RME (Suatu Pemikiran
Rintisan ke arah Upaya Baru). Makalah, Surabaya.
Ululai, Trisnawati. 2005. Penerapan Pendekatan Pembelajaran Matematika
Realistik dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa kelas

VII A SMP GKST PALU pada Materi Jajargenjang dan Belah Ketupat.
Skripsi tidak diterbitkan. Palu. FKIP. Universitas Tadulako.