LAPORAN PRAKTIKUM LABORA TORIUM LINGKUNGA
LAPORAN PRAKTIKUM
LABORATORIUM LINGKUNGAN
MODUL IV
SEDIMENTASI TIPE 2
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK II
Andrew Alexander Lamba
(1006680663)
Mikaela Antoinette
(1006680865)
Ratu Aliah Sanada
(1006773912)
Riris Kusumaningsih
(1006660964)
Tanggal Praktikum
: 18 Oktober 2012
Asisten
: Ingen Augdiga Sidauruk
Tanggal disetujui
:
Paraf
:
Nilai
:
LABORATORIUM TEKNIK PENYEHATAN DAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2012
Page
1
1. Maksud dan Tujuan Praktikum
Maksud dari praktikum ini adalah untuk memahami proses pemisahan zat padat - cair
dari flokulen tersuspensi yang terdapat dalam proses pengolahan air minum dan air
limbah. Sedangkan tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui karakteristik
pengendapan / sedimentasi dari sampel air yang di representasikan dalam grafik
penghilangan padatan tersuspensi (suspended solids removal) terhadap waktu detensi
(detention time) dan beban permukaan (overflow rate).
2. Ruang Lingkup
Batch
settling
test
umumnya
digunakan
untuk mengevaluasi
karakteristik
pengendapan dari flokulen tersuspensi yang terdapat di badan air maupun dalam proses
pengolahan air.
3. Landasan Teori
3.1 Pengertian Sedimentasi
Sedimentasi adalah pemisahan padatan dari cairan menggunakan pengendapan secara
gravitasi dimana aliran pada kondisi yang relatif tenang akan membuat padatan
mengendap akibat gaya gravitasi. Jika prasedimentasi ditujukan untuk mengendapkan
partikel diskrit (pasir, kerikil kecil dll), maka sedimentasi ditujukan untuk menyisihkan
suspended solid (partikel tersuspensi) dan sebagian kecil dissolved solid (partikel
terlarut). Namun demikian, sebelum disisihkan, partikel-partikel ini diproses sehingga
partikel yang ukurannya kecil dan sukar mengendap menjadi bergabung satu dengan
lainnya lewat proses flokulasi. Proses flokulasi menghasilkan partikel gabungan yang
cukup berat untuk mengendap di bak sedimentasi. Suspensi padat ini, atau partikel,
penting untuk dibuang dari air untuk beberapa alasan. Beberapa alasan diantaranya
meliputi : alasan keamanan dan estetika, penyebaran penyakit, dan terakhir karena adanya
bahan beracun yang ada sebagai partikel atau dapat diserap oleh partikel. Pada umumnya,
sedimentasi digunakan pada pengolahan air minum, air limbah, dan pada pengolahan air
limbah tingkat lanjutan.
Page
2
Pada pengolahan air minum atau air bersih adalah:
1. Pengendapan air permukaan, khususnya untuk pengolahan dengan filter pasir cepat
2. Pengendapan flok hasil koagulasi-flokulasi, khususnya sebelum disaring dengan filter
pasir cepat
3. Pengendapan flok hasil penurunan kesadahan menggunakan soda-kapur
4. Pengendapan lumpur pada penyisihan besi dan mangan
Pada pengolahan air limbah, sedimentasi umumnya digunakan untuk :
1.
2.
3.
4.
Penyisihan grit, pasir, atau silt (lanau), biasanya adalah grit chamber
Penyisihan padatan tersuspensi pada clarifier pertama, yaitu prasedimentasi.
Penyisihan flok/lumpur biologis hasil proses activated sludge pada clarifier akhir
Penyisihan humus pada clarifier setelah trickling filter
Prinsip sedimentasi pada pengolahan air minum dan air limbah adalah sama, demikian
juga untuk metoda dan peralatannya. Namun demikian, prasedimentasi jarang digunakan
pada pengolahan air limbah, karena parameter dominan limbah adalah limbah organik,
bukan padatan tersuspensi seperti pada air baku pengolahan air bersih. Pada pengolahan
air limbah tingkat lanjutan, sedimentasi ditujukan untuk penyisihan lumpur setelah
koagulasi dan sebelum proses filtrasi. Selain itu, prinsip sedimentasi juga digunakan
dalam pengendalian partikel di udara.
3.2 Bak sedimentasi
Gambar 3.2.1 Bak Sedimentasi
Bak sedimentasi umumnya dibangun dari bahan beton bertulang dengan bentuk
lingkaran, bujur sangkar, atau segi empat. Bak berbentuk lingkaran umumnya
berdiameter 10,7 hingga 45,7 meter dan kedalaman 3 hingga 4,3 meter. Bak berbentuk
bujur sangkar umumnya mempunyai lebar 10 hingga 70 meter dan kedalaman 1,8 hingga
5,8 meter. Bak berbentuk segi empat umumnya mempunyai lebar 1,5 hingga 6 meter,
Page
3
panjang bak sampai 76 meter, dan kedalaman lebih dari 1,8 meter. (Reynold and
Richards, 1996)
Bak sedimentasi ideal tersusun oleh empat zona, yaitu zona inlet, zona pengendapan,
zona lumpur, dan zona outlet.
Gambar 3.2.2 Mekanisme pengendapan partikel
Ditinjau dari jenis partikel yang diendapkan, bak sedimentasi dibedakan menjadi
untuk prasedimentasi dan untuk sedimentasi.
1. Prasedimentasi
Prasedimentasi (disebut juga plain sedimentation atau sedimentasi I) dimaksudkan
untuk mengendapkan partikel diskret atau partikel kasar atau lumpur. Partikel diskret
adalah partikel yang tidak mengalami perubahan bentuk dan ukuran selama mengendap di
dalam air.
Prasedimentasi hanya diperlukan apabila dalam air baku terdapat partikel diskret atau
partikel kasar atau lumpur dalam jumlah yang besar. Pengendapan dilakukan dalam bak
berukuran besar (biasanya membutuhkan waktu detensi selama 2 hingga 4 jam) dalam
aliran yang laminer, untuk memberikan kesempatan lumpur mengendap tanpa terganggu
oleh aliran. Pengendapan berlangsung secara gravitasi tanpa penambahan bahan kimia
sebelumnya.
Page
4
Kecepatan pengendapan dapat dihitung dengan rumus Stoke’s sebagai berikut:
g
V s=
(S ¿ g−1)d 2 ¿ ….(3.2.1)
18 v ¿
Atau
g
V s=
(ρ ¿ x−ρ)d 2 ¿ ….(3.2.2)
18 μ ¿
dengan:
Vs = kecepatan pengendapan, m/det
Sg = Specific gravity
ρs= densitas massa partikel, kg/m3
ρ = densitas massa liquid, kg/m3
g = percepatan gravitasi, m/detik2
v = viskositas kinematik, m2/detik
μ = viskositas absolut, N.detik/m2
Bak sedimentasi ideal. Sebuah aliran horizontal dalam bak sedimentasi menunjukkan
karakteristik, yang secara umum digunakan untuk melukiskan cara pengendapan partikel
diskrit :
a. aliran melalui bak terdistribusi merata melintasi sisi melintang bak
b. partikel terdispersi merata dalam air
c. pengendapan partikel yang dominan terjadi adalah type I
Sebuah bak sedimentasi ideal dibagi menjadi 4 zona (lihat Gambar 3.2.3), yaitu:
a. zona inlet : Dalam zona ini aliran terdistribusi tidak merata melintasi bagian melintang
bak; aliran meninggalkan zona inlet mengalir secara horisontal dan langsung menuju
bagian outlet
b. zona pengendapan : Dalam zona ini, air mengalir pelan secara horisontal ke arah outlet,
dalam zona ini terjadi proses pengendapan. Lintasan partikel diskret tergantung pada
besarnya kecepatan pengendapan.
c. zona lumpur : Dalam zona ini lumpur terakumulasi. Sekali lumpur masuk area ini ia
akan tetap disana
d. zona outlet : Dalam zona ini, air yang partikelnya telah terendapkan terkumpul pada
bagian melintang bak dan siap melngalir keluar bak.
Page
5
Gambar 3.2.3 Pola Pengendapan partikel diskrit
2. Sedimentasi
Sedimentasi dimaksudkan untuk menyisihkan partikel/suspended solid dalam air
dengan cara mengendapkannya secara gravitasi. Jenis partikel yang diendapkan adalah
partikel flokulen, yaitu partikel yang dihasilkan dari proses koagulasi-flokulasi. Ciri
partikel flokulen adalah partikel yang selalu mengalami perubahan ukuran dan bentuk
selama proses pengendapan berlangsung.
Mekanisme sedimentasi adalah sebagai berikut:
a. Pengendapan partikel flokulen berlangsung secara gravitasi.
b. Flok yang dihasilkan pada proses koagulasi-flokulasi mempunyai ukuran yang makin
besar, sehingga kecepatan pengendapannya makin besar.
c. Untuk menghindari pecahnya flok selama proses pengendapan, maka aliran air dalam
bak harus laminer. Untuk tujuan ini, digunakan indikator bilangan Reynold (NRe) dan
bilangan Froud (NFr).
d. Aliran air yang masuk pada inlet diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu
pengendapan. Biasanya dipasang diffuser wall / perforated baffle untuk meratakan aliran
ke bak pengendap dengan kecepatan yang rendah. Diusahakan agar inlet bak langsung
menerima air dari outlet bak flokulator.
e. Air yang keluar melalui outlet diatur sedemikian, sehingga tidak mengganggu flok
yang telah mengendap. Biasanya dibuat pelimpah (weir) dengan tinggi air di atas weir
yang cukup tipis (1,5 cm).
Bentuk bak sedimentasi :
Page
6
a. Segi empat (rectangular). Pada bak ini, air mengalir horisontal dari inlet menuju
outlet, sementara partikel mengendap ke bawah
Gambar 3.2.4 Bak sedimentasi berbentuk segi empat: (a) denah, (b) potongan
memanjang
b. lingkaran (circular) - center feed. Pada bak ini, air masuk melalui pipa menuju inlet
bak di bagian tengah bak, kemudian air mengalir horisontal dari inlet menuju outlet di
sekeliling bak, sementara partikel mengendap ke bawah. Secara tipikal bak persegi
mempunyai rasio panjang : lebar antara 2 : 1 – 3 : 1.
Gambar 3.2.5 Bak sedimentasi berbentuk lingkaran – center feed: (a) denah, (b)
potongan melintang
c. lingkaran (circular) - periferal feed. Pada bak ini, air masuk melalui sekeliling
lingkaran dan secara horisontal mengalir menuju ke outlet di bagian tengah lingkaran,
sementara partikel mengendap ke bawah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tipe
periferal feed menghasilkan short circuit yang lebih kecil dibandingkan tipe center feed,
walaupun center feed lebih sering digunakan. Secara umum pola aliran pada bak
lingkaran kurang mendekati pola ideal dibanding bak pengendap persegi panjang.
Meskipun demikian, bak lingkaran lebih sering digunakan karena penggunaan peralatan
pengumpul lumpurnya lebih sederhana.
Gambar 3.2.6 Bak sedimentasi berbentuk lingkaran – periferal feed: (a) denah, (b)
potongan melintang
Bagian-bagian dari bak sedimentasi :
Page
7
a. Zona Inlet atau struktur influen (tempat air masuk ke dalam bak) : Zona inlet
mendistribusikan aliran air secara merata pada bak sedimentasi dan menyebarkan
kecepatan aliran yang baru masuk. Jika dua fungsi ini dicapai, karakteristik aliran hidrolik
dari bak akan lebih mendekati kondisi bak ideal dan menghasilkan efisiensi yang lebih
baik. Zona influen didesain secara berbeda untuk kolam rectangular dan circular. Khusus
dalam pengolahan air, bak sedimentasi rectangular dibangun menjadi satu dengan bak
flokulasi. Sebuah baffle atau dinding memisahkan dua kolam dan sekaligus sebagai inlet
bak sedimentasi. Disain dinding pemisah sangat penting, karena kemampuan bak
sedimentasi tergantung pada kualitas flok.
b. Zona pengendapan: tempat flok/partikel mengalami proses pengendapan.
c. Ruang lumpur: tempat lumpur mengumpul sebelum diambil ke luar bak. Kadang
dilengkapi dengan sludge collector/scrapper.
d. Zona Outlet atau struktur efluen (tempat di mana air akan meninggalkan bak, biasanya
berbentuk pelimpah (weir)) : Seperti zona inlet, zona outlet atau struktur efluen
mempunyai pengaruh besar dalam mempengaruhi pola aliran dan karakteristik
pengendapan flok pada bak sedimentasi. Biasanya weir/pelimpah dan bak penampung
limpahan digunakan untuk mengontrol outlet pada bak sedimentasi. Selain itu, pelimpah
tipe V-notch atau orifice terendam biasanya juga dipakai. Diantara keduanya, orifice
terendam yang lebih baik karena memiliki kecenderungan pecahnya sisa flok lebih kecil
selama pengaliran dari bak sedimentasi menuju filtrasi. Selain bagian-bagian utama di
atas, sering bak sedimentasi dilengkapi dengan settler. Settler dipasang pada zona
pengendapan dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi pengendapan.
(a)
(b)
Gambar 3.2.7 (a) Bagian-bagian bak sedimentasi
3.3 Tangki Sedimentasi
Page
8
(b) Settle pada bak sedimentasi
Tangki sedimentasi mampu :
-
mengendapkan TSS 60 %, mereduksi BOD 40 % pd limbah domestik
-
limbah industri tergantung pada jenis / sifat limbahnya.
Jenis tangki sedimentasi (sedimentation tank) :
A.Berdasarkan bagian yang diutamakan :
clarifier, apabila yang diutamakan cairannya
thickener, apabila yang diutamakan padatannya.
B. Berdasarkan bentuknya :
-
bulat
-
persegi panjang
C. Berdasarkan bahannya :
-
beton : untuk kapasitas besar
-
baja : untuk kapasitas kecil.
Perbandingan kelebihan dan kekurangan tangki sedimentasi bulat terhadap persegi
panjang :
Kelebihan :
-
lebih praktis
-
menghemat bahan
-
menghemat ruang.
Kekurangan :
- zona pengendapan efektif lebih kecil (bulat : 60- 80 % , panjang : 85-90%)
- sering terjadi short circuiting air limbah keluar tangki lebih cepat daripada waktu
detensi yang seharusnya
Dirancang sedemikian sehingga lumpur yang mengendap terdorong :
-
tangki bulat : dasar merendah ke tengah (dasar hopper)
-
tangki empat persegi panjang : pada sisi masukan dilengkapi scraper yang mendorong
lumpur masuk ke hopper.
-
Sering dilengkapi skimmer, mendorong padatan mengambang.
-
Gambar berikut adalah skema tangki sedimentasi berbentuk bulat dan persegi
panjang.
Page
9
Gambar 3.3 Tangki sedimentasi pada pengolahan primer
(Downing, 198)
3.4 Proses Sedimentasi
1. Cara Batch
Cara ini cocok dilakukan untuk skala laboratorium, karena sedimentasi batch paling
mudah dilakukan pengamatan penurunan ketinggian. Mekanisme sedimentasi batch
pada suati silinder/tabung bisa dilihat pada gambar berikut:
Page
10
Gambar 3.4.1 Mekanisme Sedimentasi Batch
Keterangan :
A : cairan bening
B : zona konsentrasi seragam
C : zona ukuran butir tidak seragam
D : zona partikel padat terendapkan
Gambar diatas menunjukkan slurry (bagian dengan konsentrasi partikel terbesar)
awal yang memiliki konsentrasi seragam dengan partikel padatan yang seragam di
dalam tabung (zona B). Partikel mulai mengndap dan diasumsikan mencapai kecepatan
maksimum. Dengan cepat zona D terbentuk yang terdiri dari partikel lebih berat
sehingga lebih cepat mengendap. Pada zona transisi, fluida mengalir ke atas karena
tekanan dari zona D. Zona C adalah daerah dengan distribusi ukuran partikel yang
berrbeda-beda dan konsentrasi tidak seragam. Zona B adalah daerah dengan konsentrasi
seragam dan distribusi sama dengan keadaan awal. Di atas zona B, adalah zona A yang
merupakan cairan bening.
Selama sedimentasi berlangsung, tinggi masing-masing zona berubah. Zona A dan
zona D bertambah, sedangkan zona B berkurang. Akhirnya zona B dan zona C, dan
transisi hilang, semua padatan berada di zona D. Saat ini disebut critical settling point,
yaitu saat terbentuknya batas tunggal antara cairan bening dan endapan (Foust,1980).
2. Cara Semi-Batch
Pada proses sedimentasi ini, hanya ada cairan keluar saja atau cairan masuk saja.
Jadi, kemungkinan yang ada bisa berupa slurry yang masuk atau cairan bening yang
keluar. Mekanisme sedimentasi semi-batch bisa dilihat pada gambar berikut :
Page
11
Gambar 3.4.2 Mekanisme Sedimentasi Semi-Batch
Keterangan :
A : cairan bening
B : zona konsentrasi seragam
C : zona ukuran butir tidak seragam
D : zona partikel padat terendapkan
3. Cara Kontinyu
Pada cara ini, ada cairan slurry yang masuk dan cairan bening yang dikeluarkan
secara kontinyu. Saat steady state, ketinggian tiap zona akan konstan. Mekanisme
sedimentasi kontinyu bisa dilihat pada gambar berikut :
Gambar 3.4.3 Mekanisme Sedimentasi Kontinyu
Keterangan :
A : cairan bening
B : zona konsentrasi seragam
Page
12
C : zona ukuran butir tidak seragam
D : zona partikel padat terendapkan
Kecepatan sedimentasi didefinisikan sebagai laju pengurangan atau penurunan
ketinggian daerah batas antara slurry (endapan) dan supernatant (cairan bening) pada
suhu seragam untuk mencegah pergeseran fluida karena konveksi (Brown, 1950).
Pada keadaan awal, konsentrasi slurry seragam di seluruh bagian tabung. Kecepatan
sedimentasi konstan, periode ini disebut free settling, dimana padatan bergerak turun
hanya karena gravitasi. Kecepatan yang konstan ini disebabkan oleh konsentrasi di
lapisan batas yang relatif masih kecil, sehingga pengaruh gaya tarik-menarik antar
partikel, gaya gesek, dan gaya tumbukan antar partikel dapat diabaikan. Partikel yang
berukuran besar akan turun lebih cepat, menyebabkan tekanan ke atas oleh cairan
bertambah, sehingga mengurangi kecepatan turunnya padatan yang lebih besar. Hal ini
membuat kecepatan penurunan semua partikel (baik yang kecil maupun yang besar)
relatif sama atau konstan.
Semakin banyak partikel yang mengendap, konsentrasi menjadi tidak seragam
dengan bagian bawah slurry menjadi lebih pekat. Konsentrasi pada bagian atas
bertambah, gerak partikel semakin sukar dan kecepatan turunnya partikel berkurang.
Kondisi ini disebut hindered settling. Perbedaan antara kondisi free settling dan
hindered settling dapat diamati pada grafik hubungan antara Z L dan ɵL. Dimana saat
free settling grafik hubungan masih berupa garis lurus, sedangkan grafik mulai
melengkung saat konsisi hindered settling.
3.5 Tipe Sedimentasi
Gambar 3.5.1 Klasifikasi Tipe Sedimentasi
Page
13
Klasifikasi sedimentasi didasarkan pada konsentrasi partikel dan kemampuan partikel
untuk berinteraksi. Kriteria ini secara langsung mempengaruhi desain dan konstruksi dari
sedimentasi. Masing-masing terjadi baik di pengolahan air maupun limbah cair
Klasifikasi ini dapat dibagi ke dalam empat tipe, yaitu:
Sedimentasi tipe I (Prasedimentasi): pengendapan partikel diskrit, partikel mengendap
secara individual dan tidak ada interaksi antar-partikel.
Sedimentasi tipe II (Sedimentasi): pengendapan partikel flokulen, terjadi interaksi
antar-partikel sehingga ukuran meningkat dan kecepatan pengendapan bertambah.
Sedimentasi tipe III (sedimentasi setelah proses pengolahan biologis seperti activated
sludge atau oxidation ditch): pengendapan pada lumpur biologis, dimana gaya antarpartikel saling menahan partikel lainnya untuk mengendap
Sedimentasi tipe IV (pengendapan lumpur pada proses pengolahan lumpur di sludge
digester atau sludge drying bed): terjadi pemampatan partikel yang telah mengendap yang
terjadi karena berat partikel
Kedalaman
Gambar 3.5.2 Empat tipe sedimentasi
1) Tipe 1 (pengendapan diskrit)
Sedimentasi tipe I merupakan pengendapan partikel diskret, yaitu partikel yang dapat
mengendap bebas secara individual tanpa membutuhkan adanya interaksi antar partikel.
Pengendapan discrete membutuhkan konsentrasi padatan tersuspensi paling rendah dan
analisisnya paling sederhana. Sebagai contoh sedimentasi tipe I antara lain pengendapan
lumpur kasar pada bak prasedimentasi untuk pengolahan air permukaan dan pengendapan
pasir pada grit chamber. Sesuai dengan definisi di atas, maka pengendapan terjadi karena
Page
14
adanya interaksi gaya-gaya di sekitar partikel, yaitu gaya drag dan gaya impelling. Massa
partikel menyebabkan adanya gaya drag dan diimbangi oleh gaya impelling, sehingga
kecepatan pengendapan partikel konstan.
Gaya impelling dinyatakan dalam persamaan :
F1 = (ρs – ρ) g V
Dimana :
F1 = gaya impelling
ρs = densitas massa partikel
ρ = densitas massa liquid
V = volume partikel
g = percepatan gravitasi
Gaya drag
Keterangan :
Tidak ada perubahan bentuk, ukuran
partikel, dan penggabungan partikel
padatan selama proses pengendapan
Gambar 3.5.3 Sedimentasi Tipe I
2) Tipe 2 (pengendapan flokulen)
Sedimentasi tipe II adalah pengendapan partikel flokulen dalam suspensi encer, di
mana selama pengendapan terjadi saling interaksi antar partikel. Selama dalam operasi
pengendapan, ukuran partikel flokulen bertambah besar, sehingga kecepatannya juga
meningkat. Hal ini terjadi dimana konsentrasi partikel cukup tinggi sehingga terjadi
tumpukan. Kenaikan massa partikel rata-rata ini menyebabkan partikel jatuh lebih cepat.
Pengendapan flokulasi digunakan pada clarifier utama dan zona bagian atas dari clarifier
kedua. Sebagai contoh sedimentasi tipe II antara lain pengendapan pertama pada
pengolahan air limbah atau pengendapan partikel hasil proses koagulasi-flokulasi pada
pengolahan air minum maupun air limbah.
Page
15
Keterangan :
Ukuran partikel berubah menjadi
besar/aglomerasi semakin menuju
dasar (mengendap)
Gambar 3.5.4 Sedimentasi Tipe II
3) Tipe 3 (Pengendapan zona atau disebut hindered)
Sedimentasi tipe III adalah pengendapan partikel dengan konsentrasi yang lebih
pekat, di mana antar partikel secara bersama-sama saling menahan pengendapan
partikel lain di sekitarnya. Karena itu pengendapan terjadi secara bersama-sama
sebagai sebuah zona dengan kecepatan yang konstan. Pada bagian
atas zona
terdapat interface yang memisahkan antara massa partikel yang mengendap dengan
air jernih. Pada hindered, atau zona pengendapan, konsentrasi partikel sedang sehingga
partikel terganggu dengan pengendapan partikel lainnya dan akhirnya jatuh bersama.
Pengendapan hindered utamanya digunakan pada clarifier kedua.
4) Tipe 4 (Pengendapan Kompresi)
Sedimentasi tipe IV merupakan kelanjutan dari sedimentasi tipe III, di mana terjadi
pemampatan (kompresi) massa partikel hingga diperoleh konsentrasi lumpur yang
tinggi. Sebagai contoh sedimentasi tipe III dan IV ini adalah pengendapan lumpur
biomassa pada final clarifier setelah proses lumpur aktif (Gambar 3.4.2). Tujuan
pemampatan pada final clarifier adalah untuk mendapatkan konsentrasi lumpur
biomassa yang tinggi untuk keperluan resirkulasi lumpur ke dalam reaktor lumpur aktif.
Pengendapan kompresi memilki konsentrasi partikel tersuspensi paling tinggi dan terjadi
pada daerah yang lebih rendah pada clarifier. Pengendapan partikel dengan
memampatkan massa partikel-partikel bagian bawah. Kompresi terjadi tidak hanya pada
zona lebih rendah dari clarifier kedua tapi juga pada tangki pengentalan lumpur (sludge
thickening
tanks).
Page
16
Gambar 3.5.5 Pengendapan pada final clarifier untuk proses lumpur aktif
Sebelum mendisain sebuah bak final clarifier, maka perlu dilakukan percobaan
laboratorium secara batch menggunakan column settling test. Pengamatan dilakukan
terhadap tinggi lumpur pada to hingga t. Data yang diperoleh adalah hubungan antara
tinggi lumpur dengan waktu.
Gambar 3.5.6 Grafik hasil percobaan sedimentasi tipe III dan IV
3.6 Sedimentasi pada Pengolahan Air Minum
Aplikasi teori sedimentasi pada pengolahan air minum adalah pada perancangan
bangunan prasedimentasi dan sedimentasi II.
a. Prasedimentasi
Bak prasedimentasi merupakan bagian dari bangunan pengolahan air minum yang
berfungsi untuk mengendapkan partikel diskret yang relatif mudah mengendap
(diperkirakan dalam waktu 1 hingga 3 jam). Teori sedimentasi yang dipergunakan dalam
aplikasi pada bak prasedimentasi adalah teori sedimentasi tipe I karena teori ini
mengemukakan bahwa pengendapan partikel berlangsung secara individu (masingmasing partikel, diskret) dan tidak terjadi interaksi antar partikel.
b. Sedimentasi II
Page
17
Bak sedimentasi II merupakan bagian dari bangunan pengolahan air minum yang
berfungsi untuk mengendapkan partikel hasil proses koagulasi-flokulasi yang relatif
mudah mengendap (karena telah menggabung menjadi partikel berukuran besar). Tetapi
partikel ini mudah pecah dan kembali menjadi partikel koloid. Teori sedimentasi yang
dipergunakan dalam aplikasi pada bak sedimentasi II adalah teori sedimentasi tipe II
karena teori ini mengemukakan bahwa
pengendapan
partikel
berlangsung
akibat
adanya interaksi antar partikel.
3.7 Sedimentasi pada Pengolahan Air Limbah
Aplikasi teori sedimentasi pada pengolahan air limbah:
a. Grit chamber
Grit chamber merupakan bagian dari bangunan pengolahan air limbah yang berfungsi
untuk mengendapkan partikel kasar/grit bersifat diskret yang relatif sangat
mudah
mengendap. Teori sedimentasi yang dipergunakan dalam aplikasi pada grit chamber
adalah teori sedimentasi tipe I karena teori ini mengemukakan bahwa pengendapan
partikel berlangsung secara individu (masing-masing partikel, diskret) dan tidak terjadi
interaksi antar partikel.
b. Prasedimentasi
Bak prasedimentasi merupakan bagian dari bangunan pengolahan air limbah yang
berfungsi untuk mengendapkan lumpur sebelum air limbah diolah secara biologis.
Meskipun belum terjadi proses kimia (misal koaguasi- flokulasi atau presipitasi),
namun pengendapan di bak ini mengikuti pengendapan tipe II karena lumpur yang
terdapat dalam air limbah tidak lagi bersifat diskret (mengingat kandungan komponen
lain dalam air limbah, sehingga telah terjadi proses presipitasi).
c. Final clarifier
Bak sedimentasi II (final clarifier) merupakan bagian darii bangunan pengolahan
air limbah yang berfungsi untuk mengendapkan partikel lumpur hasil proses biologis
(disebut juga lumpur biomassa). Lumpur ini relatif sulit mengendap karena sebagian
besar
tersusun
oleh
bahan-bahan
organik volatil.
Teori
sedimentasi
yang
dipergunakan dalam aplikasi pada bak sedimentasi II adalah teori sedimentasi tipe III
dan IV karena pengendapan biomassa
dalam
Page
18
jangka
waktu
yang
lama
akan
menyebabkan terjadinya pemampatan (kompresi).
3.8 Fokus Praktikum (Sedimentasi Tipe 2)
Modul bab ini fokus pada Sedimentasi Tipe 2. Pengendapan tipe ini adalah tipe
pengendapan partikel flokulan di dalam air. Partikel flokulan adalah flok-flok gabungan
partikel tersuspensi dan terlarut akibat adanya pengaruh koagulan. Telah dijelaskan
sebelumnya bahwa koagulan mendestabilisasikan partikel-partikel tersebut, sehingga
akhirnya mereka bergabung menjadi satu membentuk partikel flok dan akhirnya menjadi
berat, sehingga dapat mengendap di bak sedimentasi. Partikel flokulan selama proses
flokulasi dan pengendapan ukuran partikelnya bertambah dan mengendap lebih cepat.
3.9 Karakteristik Pengendapan
Bacth Settling test yang biasanya digunakan untuk mengevaluasi karakteristik dari
pengendapan flokulan tersuspensi. Kolom ini biasanya berdiameter antara 5 inch hingga 8
inch untuk meminimalisir efek dari dinding Kolom, dan tingginya harus sebanding atau
sama dengan kedalaman bak yang direncanakan. Pintu masuk (port) dari sampling
diletakkan pada interval ketinggian Kolom dengan jarak tertentu.
Parameter kunci dalam analisis pengendapan partikel adalah kecepatan pengendapan
yang dirumuskan berdasarkan Hukum ketiga Newton tentang aksi dan reaksi :
……….(1)
Diasumsikan partikel berbentuk bola, maka kecepatan pengendapan (vs):
………(2)
Kemudian berdasarkan hukum Stokes untuk aliran laminar (Re < 1), subtitusikan nilai
Cd ke persamaan diatas, diperoleh
Page
19
……(3)
Partikel akan dapat mengendap jika kecepatan pengendapan (vs) lebih besar dari
beban permukaan yang disebut surface loading atau overflow rate (OR). Karena waktu
detensi dari pengendapan partikel sama dengan waktu yang dibutuhkan aliran air yang
mengalir dari inlet bak sedimentasi menuju outlet maka overflow rate data
dinyatakan dengan :
OR = H/t = Q / A ………………(4)
dimana :
H : Kedalaman bak sedimentasi (m)
t : Waktu detensi (hari)
Q : Debit (m3/hari)
A : Luas permukaan bak (m2)
Jika OR > vs, maka waktu yang dibutuhkan partikel untuk mengendap (mencapai
zona lumpur di dasar bak sedimentasi) lebih lama daripada waktu yang dibutuhkan
partikel air untuk mencapai outlet bak. Sehingga hanya sebagian partikel yang akan
mengendap. Menurut Droste (1997) karena diasumsikan semua partikel terdistribusi
sempurna di kedalaman inlet bak sedimentasi, maka hanya partikel yang memasuki zona
pengendapan pada kedalaman H’ yang akan mengendap, dimana H’
LABORATORIUM LINGKUNGAN
MODUL IV
SEDIMENTASI TIPE 2
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK II
Andrew Alexander Lamba
(1006680663)
Mikaela Antoinette
(1006680865)
Ratu Aliah Sanada
(1006773912)
Riris Kusumaningsih
(1006660964)
Tanggal Praktikum
: 18 Oktober 2012
Asisten
: Ingen Augdiga Sidauruk
Tanggal disetujui
:
Paraf
:
Nilai
:
LABORATORIUM TEKNIK PENYEHATAN DAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2012
Page
1
1. Maksud dan Tujuan Praktikum
Maksud dari praktikum ini adalah untuk memahami proses pemisahan zat padat - cair
dari flokulen tersuspensi yang terdapat dalam proses pengolahan air minum dan air
limbah. Sedangkan tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui karakteristik
pengendapan / sedimentasi dari sampel air yang di representasikan dalam grafik
penghilangan padatan tersuspensi (suspended solids removal) terhadap waktu detensi
(detention time) dan beban permukaan (overflow rate).
2. Ruang Lingkup
Batch
settling
test
umumnya
digunakan
untuk mengevaluasi
karakteristik
pengendapan dari flokulen tersuspensi yang terdapat di badan air maupun dalam proses
pengolahan air.
3. Landasan Teori
3.1 Pengertian Sedimentasi
Sedimentasi adalah pemisahan padatan dari cairan menggunakan pengendapan secara
gravitasi dimana aliran pada kondisi yang relatif tenang akan membuat padatan
mengendap akibat gaya gravitasi. Jika prasedimentasi ditujukan untuk mengendapkan
partikel diskrit (pasir, kerikil kecil dll), maka sedimentasi ditujukan untuk menyisihkan
suspended solid (partikel tersuspensi) dan sebagian kecil dissolved solid (partikel
terlarut). Namun demikian, sebelum disisihkan, partikel-partikel ini diproses sehingga
partikel yang ukurannya kecil dan sukar mengendap menjadi bergabung satu dengan
lainnya lewat proses flokulasi. Proses flokulasi menghasilkan partikel gabungan yang
cukup berat untuk mengendap di bak sedimentasi. Suspensi padat ini, atau partikel,
penting untuk dibuang dari air untuk beberapa alasan. Beberapa alasan diantaranya
meliputi : alasan keamanan dan estetika, penyebaran penyakit, dan terakhir karena adanya
bahan beracun yang ada sebagai partikel atau dapat diserap oleh partikel. Pada umumnya,
sedimentasi digunakan pada pengolahan air minum, air limbah, dan pada pengolahan air
limbah tingkat lanjutan.
Page
2
Pada pengolahan air minum atau air bersih adalah:
1. Pengendapan air permukaan, khususnya untuk pengolahan dengan filter pasir cepat
2. Pengendapan flok hasil koagulasi-flokulasi, khususnya sebelum disaring dengan filter
pasir cepat
3. Pengendapan flok hasil penurunan kesadahan menggunakan soda-kapur
4. Pengendapan lumpur pada penyisihan besi dan mangan
Pada pengolahan air limbah, sedimentasi umumnya digunakan untuk :
1.
2.
3.
4.
Penyisihan grit, pasir, atau silt (lanau), biasanya adalah grit chamber
Penyisihan padatan tersuspensi pada clarifier pertama, yaitu prasedimentasi.
Penyisihan flok/lumpur biologis hasil proses activated sludge pada clarifier akhir
Penyisihan humus pada clarifier setelah trickling filter
Prinsip sedimentasi pada pengolahan air minum dan air limbah adalah sama, demikian
juga untuk metoda dan peralatannya. Namun demikian, prasedimentasi jarang digunakan
pada pengolahan air limbah, karena parameter dominan limbah adalah limbah organik,
bukan padatan tersuspensi seperti pada air baku pengolahan air bersih. Pada pengolahan
air limbah tingkat lanjutan, sedimentasi ditujukan untuk penyisihan lumpur setelah
koagulasi dan sebelum proses filtrasi. Selain itu, prinsip sedimentasi juga digunakan
dalam pengendalian partikel di udara.
3.2 Bak sedimentasi
Gambar 3.2.1 Bak Sedimentasi
Bak sedimentasi umumnya dibangun dari bahan beton bertulang dengan bentuk
lingkaran, bujur sangkar, atau segi empat. Bak berbentuk lingkaran umumnya
berdiameter 10,7 hingga 45,7 meter dan kedalaman 3 hingga 4,3 meter. Bak berbentuk
bujur sangkar umumnya mempunyai lebar 10 hingga 70 meter dan kedalaman 1,8 hingga
5,8 meter. Bak berbentuk segi empat umumnya mempunyai lebar 1,5 hingga 6 meter,
Page
3
panjang bak sampai 76 meter, dan kedalaman lebih dari 1,8 meter. (Reynold and
Richards, 1996)
Bak sedimentasi ideal tersusun oleh empat zona, yaitu zona inlet, zona pengendapan,
zona lumpur, dan zona outlet.
Gambar 3.2.2 Mekanisme pengendapan partikel
Ditinjau dari jenis partikel yang diendapkan, bak sedimentasi dibedakan menjadi
untuk prasedimentasi dan untuk sedimentasi.
1. Prasedimentasi
Prasedimentasi (disebut juga plain sedimentation atau sedimentasi I) dimaksudkan
untuk mengendapkan partikel diskret atau partikel kasar atau lumpur. Partikel diskret
adalah partikel yang tidak mengalami perubahan bentuk dan ukuran selama mengendap di
dalam air.
Prasedimentasi hanya diperlukan apabila dalam air baku terdapat partikel diskret atau
partikel kasar atau lumpur dalam jumlah yang besar. Pengendapan dilakukan dalam bak
berukuran besar (biasanya membutuhkan waktu detensi selama 2 hingga 4 jam) dalam
aliran yang laminer, untuk memberikan kesempatan lumpur mengendap tanpa terganggu
oleh aliran. Pengendapan berlangsung secara gravitasi tanpa penambahan bahan kimia
sebelumnya.
Page
4
Kecepatan pengendapan dapat dihitung dengan rumus Stoke’s sebagai berikut:
g
V s=
(S ¿ g−1)d 2 ¿ ….(3.2.1)
18 v ¿
Atau
g
V s=
(ρ ¿ x−ρ)d 2 ¿ ….(3.2.2)
18 μ ¿
dengan:
Vs = kecepatan pengendapan, m/det
Sg = Specific gravity
ρs= densitas massa partikel, kg/m3
ρ = densitas massa liquid, kg/m3
g = percepatan gravitasi, m/detik2
v = viskositas kinematik, m2/detik
μ = viskositas absolut, N.detik/m2
Bak sedimentasi ideal. Sebuah aliran horizontal dalam bak sedimentasi menunjukkan
karakteristik, yang secara umum digunakan untuk melukiskan cara pengendapan partikel
diskrit :
a. aliran melalui bak terdistribusi merata melintasi sisi melintang bak
b. partikel terdispersi merata dalam air
c. pengendapan partikel yang dominan terjadi adalah type I
Sebuah bak sedimentasi ideal dibagi menjadi 4 zona (lihat Gambar 3.2.3), yaitu:
a. zona inlet : Dalam zona ini aliran terdistribusi tidak merata melintasi bagian melintang
bak; aliran meninggalkan zona inlet mengalir secara horisontal dan langsung menuju
bagian outlet
b. zona pengendapan : Dalam zona ini, air mengalir pelan secara horisontal ke arah outlet,
dalam zona ini terjadi proses pengendapan. Lintasan partikel diskret tergantung pada
besarnya kecepatan pengendapan.
c. zona lumpur : Dalam zona ini lumpur terakumulasi. Sekali lumpur masuk area ini ia
akan tetap disana
d. zona outlet : Dalam zona ini, air yang partikelnya telah terendapkan terkumpul pada
bagian melintang bak dan siap melngalir keluar bak.
Page
5
Gambar 3.2.3 Pola Pengendapan partikel diskrit
2. Sedimentasi
Sedimentasi dimaksudkan untuk menyisihkan partikel/suspended solid dalam air
dengan cara mengendapkannya secara gravitasi. Jenis partikel yang diendapkan adalah
partikel flokulen, yaitu partikel yang dihasilkan dari proses koagulasi-flokulasi. Ciri
partikel flokulen adalah partikel yang selalu mengalami perubahan ukuran dan bentuk
selama proses pengendapan berlangsung.
Mekanisme sedimentasi adalah sebagai berikut:
a. Pengendapan partikel flokulen berlangsung secara gravitasi.
b. Flok yang dihasilkan pada proses koagulasi-flokulasi mempunyai ukuran yang makin
besar, sehingga kecepatan pengendapannya makin besar.
c. Untuk menghindari pecahnya flok selama proses pengendapan, maka aliran air dalam
bak harus laminer. Untuk tujuan ini, digunakan indikator bilangan Reynold (NRe) dan
bilangan Froud (NFr).
d. Aliran air yang masuk pada inlet diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu
pengendapan. Biasanya dipasang diffuser wall / perforated baffle untuk meratakan aliran
ke bak pengendap dengan kecepatan yang rendah. Diusahakan agar inlet bak langsung
menerima air dari outlet bak flokulator.
e. Air yang keluar melalui outlet diatur sedemikian, sehingga tidak mengganggu flok
yang telah mengendap. Biasanya dibuat pelimpah (weir) dengan tinggi air di atas weir
yang cukup tipis (1,5 cm).
Bentuk bak sedimentasi :
Page
6
a. Segi empat (rectangular). Pada bak ini, air mengalir horisontal dari inlet menuju
outlet, sementara partikel mengendap ke bawah
Gambar 3.2.4 Bak sedimentasi berbentuk segi empat: (a) denah, (b) potongan
memanjang
b. lingkaran (circular) - center feed. Pada bak ini, air masuk melalui pipa menuju inlet
bak di bagian tengah bak, kemudian air mengalir horisontal dari inlet menuju outlet di
sekeliling bak, sementara partikel mengendap ke bawah. Secara tipikal bak persegi
mempunyai rasio panjang : lebar antara 2 : 1 – 3 : 1.
Gambar 3.2.5 Bak sedimentasi berbentuk lingkaran – center feed: (a) denah, (b)
potongan melintang
c. lingkaran (circular) - periferal feed. Pada bak ini, air masuk melalui sekeliling
lingkaran dan secara horisontal mengalir menuju ke outlet di bagian tengah lingkaran,
sementara partikel mengendap ke bawah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tipe
periferal feed menghasilkan short circuit yang lebih kecil dibandingkan tipe center feed,
walaupun center feed lebih sering digunakan. Secara umum pola aliran pada bak
lingkaran kurang mendekati pola ideal dibanding bak pengendap persegi panjang.
Meskipun demikian, bak lingkaran lebih sering digunakan karena penggunaan peralatan
pengumpul lumpurnya lebih sederhana.
Gambar 3.2.6 Bak sedimentasi berbentuk lingkaran – periferal feed: (a) denah, (b)
potongan melintang
Bagian-bagian dari bak sedimentasi :
Page
7
a. Zona Inlet atau struktur influen (tempat air masuk ke dalam bak) : Zona inlet
mendistribusikan aliran air secara merata pada bak sedimentasi dan menyebarkan
kecepatan aliran yang baru masuk. Jika dua fungsi ini dicapai, karakteristik aliran hidrolik
dari bak akan lebih mendekati kondisi bak ideal dan menghasilkan efisiensi yang lebih
baik. Zona influen didesain secara berbeda untuk kolam rectangular dan circular. Khusus
dalam pengolahan air, bak sedimentasi rectangular dibangun menjadi satu dengan bak
flokulasi. Sebuah baffle atau dinding memisahkan dua kolam dan sekaligus sebagai inlet
bak sedimentasi. Disain dinding pemisah sangat penting, karena kemampuan bak
sedimentasi tergantung pada kualitas flok.
b. Zona pengendapan: tempat flok/partikel mengalami proses pengendapan.
c. Ruang lumpur: tempat lumpur mengumpul sebelum diambil ke luar bak. Kadang
dilengkapi dengan sludge collector/scrapper.
d. Zona Outlet atau struktur efluen (tempat di mana air akan meninggalkan bak, biasanya
berbentuk pelimpah (weir)) : Seperti zona inlet, zona outlet atau struktur efluen
mempunyai pengaruh besar dalam mempengaruhi pola aliran dan karakteristik
pengendapan flok pada bak sedimentasi. Biasanya weir/pelimpah dan bak penampung
limpahan digunakan untuk mengontrol outlet pada bak sedimentasi. Selain itu, pelimpah
tipe V-notch atau orifice terendam biasanya juga dipakai. Diantara keduanya, orifice
terendam yang lebih baik karena memiliki kecenderungan pecahnya sisa flok lebih kecil
selama pengaliran dari bak sedimentasi menuju filtrasi. Selain bagian-bagian utama di
atas, sering bak sedimentasi dilengkapi dengan settler. Settler dipasang pada zona
pengendapan dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi pengendapan.
(a)
(b)
Gambar 3.2.7 (a) Bagian-bagian bak sedimentasi
3.3 Tangki Sedimentasi
Page
8
(b) Settle pada bak sedimentasi
Tangki sedimentasi mampu :
-
mengendapkan TSS 60 %, mereduksi BOD 40 % pd limbah domestik
-
limbah industri tergantung pada jenis / sifat limbahnya.
Jenis tangki sedimentasi (sedimentation tank) :
A.Berdasarkan bagian yang diutamakan :
clarifier, apabila yang diutamakan cairannya
thickener, apabila yang diutamakan padatannya.
B. Berdasarkan bentuknya :
-
bulat
-
persegi panjang
C. Berdasarkan bahannya :
-
beton : untuk kapasitas besar
-
baja : untuk kapasitas kecil.
Perbandingan kelebihan dan kekurangan tangki sedimentasi bulat terhadap persegi
panjang :
Kelebihan :
-
lebih praktis
-
menghemat bahan
-
menghemat ruang.
Kekurangan :
- zona pengendapan efektif lebih kecil (bulat : 60- 80 % , panjang : 85-90%)
- sering terjadi short circuiting air limbah keluar tangki lebih cepat daripada waktu
detensi yang seharusnya
Dirancang sedemikian sehingga lumpur yang mengendap terdorong :
-
tangki bulat : dasar merendah ke tengah (dasar hopper)
-
tangki empat persegi panjang : pada sisi masukan dilengkapi scraper yang mendorong
lumpur masuk ke hopper.
-
Sering dilengkapi skimmer, mendorong padatan mengambang.
-
Gambar berikut adalah skema tangki sedimentasi berbentuk bulat dan persegi
panjang.
Page
9
Gambar 3.3 Tangki sedimentasi pada pengolahan primer
(Downing, 198)
3.4 Proses Sedimentasi
1. Cara Batch
Cara ini cocok dilakukan untuk skala laboratorium, karena sedimentasi batch paling
mudah dilakukan pengamatan penurunan ketinggian. Mekanisme sedimentasi batch
pada suati silinder/tabung bisa dilihat pada gambar berikut:
Page
10
Gambar 3.4.1 Mekanisme Sedimentasi Batch
Keterangan :
A : cairan bening
B : zona konsentrasi seragam
C : zona ukuran butir tidak seragam
D : zona partikel padat terendapkan
Gambar diatas menunjukkan slurry (bagian dengan konsentrasi partikel terbesar)
awal yang memiliki konsentrasi seragam dengan partikel padatan yang seragam di
dalam tabung (zona B). Partikel mulai mengndap dan diasumsikan mencapai kecepatan
maksimum. Dengan cepat zona D terbentuk yang terdiri dari partikel lebih berat
sehingga lebih cepat mengendap. Pada zona transisi, fluida mengalir ke atas karena
tekanan dari zona D. Zona C adalah daerah dengan distribusi ukuran partikel yang
berrbeda-beda dan konsentrasi tidak seragam. Zona B adalah daerah dengan konsentrasi
seragam dan distribusi sama dengan keadaan awal. Di atas zona B, adalah zona A yang
merupakan cairan bening.
Selama sedimentasi berlangsung, tinggi masing-masing zona berubah. Zona A dan
zona D bertambah, sedangkan zona B berkurang. Akhirnya zona B dan zona C, dan
transisi hilang, semua padatan berada di zona D. Saat ini disebut critical settling point,
yaitu saat terbentuknya batas tunggal antara cairan bening dan endapan (Foust,1980).
2. Cara Semi-Batch
Pada proses sedimentasi ini, hanya ada cairan keluar saja atau cairan masuk saja.
Jadi, kemungkinan yang ada bisa berupa slurry yang masuk atau cairan bening yang
keluar. Mekanisme sedimentasi semi-batch bisa dilihat pada gambar berikut :
Page
11
Gambar 3.4.2 Mekanisme Sedimentasi Semi-Batch
Keterangan :
A : cairan bening
B : zona konsentrasi seragam
C : zona ukuran butir tidak seragam
D : zona partikel padat terendapkan
3. Cara Kontinyu
Pada cara ini, ada cairan slurry yang masuk dan cairan bening yang dikeluarkan
secara kontinyu. Saat steady state, ketinggian tiap zona akan konstan. Mekanisme
sedimentasi kontinyu bisa dilihat pada gambar berikut :
Gambar 3.4.3 Mekanisme Sedimentasi Kontinyu
Keterangan :
A : cairan bening
B : zona konsentrasi seragam
Page
12
C : zona ukuran butir tidak seragam
D : zona partikel padat terendapkan
Kecepatan sedimentasi didefinisikan sebagai laju pengurangan atau penurunan
ketinggian daerah batas antara slurry (endapan) dan supernatant (cairan bening) pada
suhu seragam untuk mencegah pergeseran fluida karena konveksi (Brown, 1950).
Pada keadaan awal, konsentrasi slurry seragam di seluruh bagian tabung. Kecepatan
sedimentasi konstan, periode ini disebut free settling, dimana padatan bergerak turun
hanya karena gravitasi. Kecepatan yang konstan ini disebabkan oleh konsentrasi di
lapisan batas yang relatif masih kecil, sehingga pengaruh gaya tarik-menarik antar
partikel, gaya gesek, dan gaya tumbukan antar partikel dapat diabaikan. Partikel yang
berukuran besar akan turun lebih cepat, menyebabkan tekanan ke atas oleh cairan
bertambah, sehingga mengurangi kecepatan turunnya padatan yang lebih besar. Hal ini
membuat kecepatan penurunan semua partikel (baik yang kecil maupun yang besar)
relatif sama atau konstan.
Semakin banyak partikel yang mengendap, konsentrasi menjadi tidak seragam
dengan bagian bawah slurry menjadi lebih pekat. Konsentrasi pada bagian atas
bertambah, gerak partikel semakin sukar dan kecepatan turunnya partikel berkurang.
Kondisi ini disebut hindered settling. Perbedaan antara kondisi free settling dan
hindered settling dapat diamati pada grafik hubungan antara Z L dan ɵL. Dimana saat
free settling grafik hubungan masih berupa garis lurus, sedangkan grafik mulai
melengkung saat konsisi hindered settling.
3.5 Tipe Sedimentasi
Gambar 3.5.1 Klasifikasi Tipe Sedimentasi
Page
13
Klasifikasi sedimentasi didasarkan pada konsentrasi partikel dan kemampuan partikel
untuk berinteraksi. Kriteria ini secara langsung mempengaruhi desain dan konstruksi dari
sedimentasi. Masing-masing terjadi baik di pengolahan air maupun limbah cair
Klasifikasi ini dapat dibagi ke dalam empat tipe, yaitu:
Sedimentasi tipe I (Prasedimentasi): pengendapan partikel diskrit, partikel mengendap
secara individual dan tidak ada interaksi antar-partikel.
Sedimentasi tipe II (Sedimentasi): pengendapan partikel flokulen, terjadi interaksi
antar-partikel sehingga ukuran meningkat dan kecepatan pengendapan bertambah.
Sedimentasi tipe III (sedimentasi setelah proses pengolahan biologis seperti activated
sludge atau oxidation ditch): pengendapan pada lumpur biologis, dimana gaya antarpartikel saling menahan partikel lainnya untuk mengendap
Sedimentasi tipe IV (pengendapan lumpur pada proses pengolahan lumpur di sludge
digester atau sludge drying bed): terjadi pemampatan partikel yang telah mengendap yang
terjadi karena berat partikel
Kedalaman
Gambar 3.5.2 Empat tipe sedimentasi
1) Tipe 1 (pengendapan diskrit)
Sedimentasi tipe I merupakan pengendapan partikel diskret, yaitu partikel yang dapat
mengendap bebas secara individual tanpa membutuhkan adanya interaksi antar partikel.
Pengendapan discrete membutuhkan konsentrasi padatan tersuspensi paling rendah dan
analisisnya paling sederhana. Sebagai contoh sedimentasi tipe I antara lain pengendapan
lumpur kasar pada bak prasedimentasi untuk pengolahan air permukaan dan pengendapan
pasir pada grit chamber. Sesuai dengan definisi di atas, maka pengendapan terjadi karena
Page
14
adanya interaksi gaya-gaya di sekitar partikel, yaitu gaya drag dan gaya impelling. Massa
partikel menyebabkan adanya gaya drag dan diimbangi oleh gaya impelling, sehingga
kecepatan pengendapan partikel konstan.
Gaya impelling dinyatakan dalam persamaan :
F1 = (ρs – ρ) g V
Dimana :
F1 = gaya impelling
ρs = densitas massa partikel
ρ = densitas massa liquid
V = volume partikel
g = percepatan gravitasi
Gaya drag
Keterangan :
Tidak ada perubahan bentuk, ukuran
partikel, dan penggabungan partikel
padatan selama proses pengendapan
Gambar 3.5.3 Sedimentasi Tipe I
2) Tipe 2 (pengendapan flokulen)
Sedimentasi tipe II adalah pengendapan partikel flokulen dalam suspensi encer, di
mana selama pengendapan terjadi saling interaksi antar partikel. Selama dalam operasi
pengendapan, ukuran partikel flokulen bertambah besar, sehingga kecepatannya juga
meningkat. Hal ini terjadi dimana konsentrasi partikel cukup tinggi sehingga terjadi
tumpukan. Kenaikan massa partikel rata-rata ini menyebabkan partikel jatuh lebih cepat.
Pengendapan flokulasi digunakan pada clarifier utama dan zona bagian atas dari clarifier
kedua. Sebagai contoh sedimentasi tipe II antara lain pengendapan pertama pada
pengolahan air limbah atau pengendapan partikel hasil proses koagulasi-flokulasi pada
pengolahan air minum maupun air limbah.
Page
15
Keterangan :
Ukuran partikel berubah menjadi
besar/aglomerasi semakin menuju
dasar (mengendap)
Gambar 3.5.4 Sedimentasi Tipe II
3) Tipe 3 (Pengendapan zona atau disebut hindered)
Sedimentasi tipe III adalah pengendapan partikel dengan konsentrasi yang lebih
pekat, di mana antar partikel secara bersama-sama saling menahan pengendapan
partikel lain di sekitarnya. Karena itu pengendapan terjadi secara bersama-sama
sebagai sebuah zona dengan kecepatan yang konstan. Pada bagian
atas zona
terdapat interface yang memisahkan antara massa partikel yang mengendap dengan
air jernih. Pada hindered, atau zona pengendapan, konsentrasi partikel sedang sehingga
partikel terganggu dengan pengendapan partikel lainnya dan akhirnya jatuh bersama.
Pengendapan hindered utamanya digunakan pada clarifier kedua.
4) Tipe 4 (Pengendapan Kompresi)
Sedimentasi tipe IV merupakan kelanjutan dari sedimentasi tipe III, di mana terjadi
pemampatan (kompresi) massa partikel hingga diperoleh konsentrasi lumpur yang
tinggi. Sebagai contoh sedimentasi tipe III dan IV ini adalah pengendapan lumpur
biomassa pada final clarifier setelah proses lumpur aktif (Gambar 3.4.2). Tujuan
pemampatan pada final clarifier adalah untuk mendapatkan konsentrasi lumpur
biomassa yang tinggi untuk keperluan resirkulasi lumpur ke dalam reaktor lumpur aktif.
Pengendapan kompresi memilki konsentrasi partikel tersuspensi paling tinggi dan terjadi
pada daerah yang lebih rendah pada clarifier. Pengendapan partikel dengan
memampatkan massa partikel-partikel bagian bawah. Kompresi terjadi tidak hanya pada
zona lebih rendah dari clarifier kedua tapi juga pada tangki pengentalan lumpur (sludge
thickening
tanks).
Page
16
Gambar 3.5.5 Pengendapan pada final clarifier untuk proses lumpur aktif
Sebelum mendisain sebuah bak final clarifier, maka perlu dilakukan percobaan
laboratorium secara batch menggunakan column settling test. Pengamatan dilakukan
terhadap tinggi lumpur pada to hingga t. Data yang diperoleh adalah hubungan antara
tinggi lumpur dengan waktu.
Gambar 3.5.6 Grafik hasil percobaan sedimentasi tipe III dan IV
3.6 Sedimentasi pada Pengolahan Air Minum
Aplikasi teori sedimentasi pada pengolahan air minum adalah pada perancangan
bangunan prasedimentasi dan sedimentasi II.
a. Prasedimentasi
Bak prasedimentasi merupakan bagian dari bangunan pengolahan air minum yang
berfungsi untuk mengendapkan partikel diskret yang relatif mudah mengendap
(diperkirakan dalam waktu 1 hingga 3 jam). Teori sedimentasi yang dipergunakan dalam
aplikasi pada bak prasedimentasi adalah teori sedimentasi tipe I karena teori ini
mengemukakan bahwa pengendapan partikel berlangsung secara individu (masingmasing partikel, diskret) dan tidak terjadi interaksi antar partikel.
b. Sedimentasi II
Page
17
Bak sedimentasi II merupakan bagian dari bangunan pengolahan air minum yang
berfungsi untuk mengendapkan partikel hasil proses koagulasi-flokulasi yang relatif
mudah mengendap (karena telah menggabung menjadi partikel berukuran besar). Tetapi
partikel ini mudah pecah dan kembali menjadi partikel koloid. Teori sedimentasi yang
dipergunakan dalam aplikasi pada bak sedimentasi II adalah teori sedimentasi tipe II
karena teori ini mengemukakan bahwa
pengendapan
partikel
berlangsung
akibat
adanya interaksi antar partikel.
3.7 Sedimentasi pada Pengolahan Air Limbah
Aplikasi teori sedimentasi pada pengolahan air limbah:
a. Grit chamber
Grit chamber merupakan bagian dari bangunan pengolahan air limbah yang berfungsi
untuk mengendapkan partikel kasar/grit bersifat diskret yang relatif sangat
mudah
mengendap. Teori sedimentasi yang dipergunakan dalam aplikasi pada grit chamber
adalah teori sedimentasi tipe I karena teori ini mengemukakan bahwa pengendapan
partikel berlangsung secara individu (masing-masing partikel, diskret) dan tidak terjadi
interaksi antar partikel.
b. Prasedimentasi
Bak prasedimentasi merupakan bagian dari bangunan pengolahan air limbah yang
berfungsi untuk mengendapkan lumpur sebelum air limbah diolah secara biologis.
Meskipun belum terjadi proses kimia (misal koaguasi- flokulasi atau presipitasi),
namun pengendapan di bak ini mengikuti pengendapan tipe II karena lumpur yang
terdapat dalam air limbah tidak lagi bersifat diskret (mengingat kandungan komponen
lain dalam air limbah, sehingga telah terjadi proses presipitasi).
c. Final clarifier
Bak sedimentasi II (final clarifier) merupakan bagian darii bangunan pengolahan
air limbah yang berfungsi untuk mengendapkan partikel lumpur hasil proses biologis
(disebut juga lumpur biomassa). Lumpur ini relatif sulit mengendap karena sebagian
besar
tersusun
oleh
bahan-bahan
organik volatil.
Teori
sedimentasi
yang
dipergunakan dalam aplikasi pada bak sedimentasi II adalah teori sedimentasi tipe III
dan IV karena pengendapan biomassa
dalam
Page
18
jangka
waktu
yang
lama
akan
menyebabkan terjadinya pemampatan (kompresi).
3.8 Fokus Praktikum (Sedimentasi Tipe 2)
Modul bab ini fokus pada Sedimentasi Tipe 2. Pengendapan tipe ini adalah tipe
pengendapan partikel flokulan di dalam air. Partikel flokulan adalah flok-flok gabungan
partikel tersuspensi dan terlarut akibat adanya pengaruh koagulan. Telah dijelaskan
sebelumnya bahwa koagulan mendestabilisasikan partikel-partikel tersebut, sehingga
akhirnya mereka bergabung menjadi satu membentuk partikel flok dan akhirnya menjadi
berat, sehingga dapat mengendap di bak sedimentasi. Partikel flokulan selama proses
flokulasi dan pengendapan ukuran partikelnya bertambah dan mengendap lebih cepat.
3.9 Karakteristik Pengendapan
Bacth Settling test yang biasanya digunakan untuk mengevaluasi karakteristik dari
pengendapan flokulan tersuspensi. Kolom ini biasanya berdiameter antara 5 inch hingga 8
inch untuk meminimalisir efek dari dinding Kolom, dan tingginya harus sebanding atau
sama dengan kedalaman bak yang direncanakan. Pintu masuk (port) dari sampling
diletakkan pada interval ketinggian Kolom dengan jarak tertentu.
Parameter kunci dalam analisis pengendapan partikel adalah kecepatan pengendapan
yang dirumuskan berdasarkan Hukum ketiga Newton tentang aksi dan reaksi :
……….(1)
Diasumsikan partikel berbentuk bola, maka kecepatan pengendapan (vs):
………(2)
Kemudian berdasarkan hukum Stokes untuk aliran laminar (Re < 1), subtitusikan nilai
Cd ke persamaan diatas, diperoleh
Page
19
……(3)
Partikel akan dapat mengendap jika kecepatan pengendapan (vs) lebih besar dari
beban permukaan yang disebut surface loading atau overflow rate (OR). Karena waktu
detensi dari pengendapan partikel sama dengan waktu yang dibutuhkan aliran air yang
mengalir dari inlet bak sedimentasi menuju outlet maka overflow rate data
dinyatakan dengan :
OR = H/t = Q / A ………………(4)
dimana :
H : Kedalaman bak sedimentasi (m)
t : Waktu detensi (hari)
Q : Debit (m3/hari)
A : Luas permukaan bak (m2)
Jika OR > vs, maka waktu yang dibutuhkan partikel untuk mengendap (mencapai
zona lumpur di dasar bak sedimentasi) lebih lama daripada waktu yang dibutuhkan
partikel air untuk mencapai outlet bak. Sehingga hanya sebagian partikel yang akan
mengendap. Menurut Droste (1997) karena diasumsikan semua partikel terdistribusi
sempurna di kedalaman inlet bak sedimentasi, maka hanya partikel yang memasuki zona
pengendapan pada kedalaman H’ yang akan mengendap, dimana H’