Malaria di Dataran Tinggi Papua

PROGRAM MALARIA PERDHAKI GFATM-NFM
SSR YAYASAN PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

70% KASUS MALARIA DI INDONESIA terjadi di Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Maluku Utara. Rata-rata nasional Annual Parasite Incidence (API) adalah 0,85. Sementara API di Papua adalah 31,93. Papua adalah wilayah endemic malaria. Kabupaten dengan API tinggi umumnya berada di wilayah pesisir. Populasi yang berisiko adalah mereka yang tinggal menetap di wilayah endemis malaria, misalnya Nabire, Mimika, Waropen, Kota Jayapura, Kab. Jayapura, Kab. Agats, Kab. Keerom, Kab. Boven Digul,
dan Kab. Merauke. Wilayah-wilayah itu belum bebas malaria.
Sejak 2015 Program Malaria Perdhaki GFATM-NFM di Papua berada di Kab. Nabire, Kab. Mimika, Kab.
Keerom, Kab. Jayapura, Kota Jayapura, Kab. Merauke, Kab. Agats, Kab. Boven Digul, Kab. Jayawijaya, Kab.
Paniai, dan Kab. Dogiyai.

Perremuan bulanan di UKBM Epouto bersama kepala Puskesmas Yatamo dan para kader

Program Malaria SSR Yapkema
Hanok Herison Pigai (Kepala SSR), Johanes Supriyono (Program Manager), Ance Boma (Keuangan dan
administrasi), Wilayah kerja: Distrik Wegebino, Distrik Yatamo, Distrik Paniai Barat, Distrik Bibida.

Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM): UKBM Epouto, UKBM Mogeya, UKBM
Obaiyoweta, UKBM Ugidimi
Tenaga kesehatan: Selviana Bobii (Puskesmas Yatamo), Apriana Zonggonau (Puskesmas Bibida),
Yulius Giyai (Puskesmas Dei), Yulianus Pigome (Puskesmas Kegouda)

Jalan Geketoby Degei,

Ugibutu, Enarotali.
Kab. Paniai, Papua
yapkema.ssr@gmail.com
www.yapkema.org

IKHTISAR KRONOLOGIS
Juni 2015. Pelatihan SR dan SSR di Jayapura.
Agustus 2015. Pembentukan SSR Yapkema .
September 2015. Minilokakarya bersama dengan Pemerintah Kab. Paniai, Gereja, dan masyarakat di Aula Paroki S.
Yusuf Enarotali
Oktober—Desember 2015. Pembentukan UKBM-UKBM
Februari 2016. Pelatihan kader dan tenaga kesehatan UKBM, bersama dengan SSR YKSK Nabire, dan SSR Primari di
Nabire.
Maret-September 2016. Koordinasi persoalan logistik (RDT, OAM, dan Primaquine) dengan Dinas Kesehatan.
Juni 2016. Penyuluhan malaria perdana di masing-masing UKBM
Oktober 2016. Outreaching perdana di UKBM Mogeya dan UKBM Epouto. Kasus positif malaria di Mogeya. Penyuluhan
kedua di tiap UKBM. Pergantian tenaga kesehatan di UKBM Obaiyoweta dan UKBM Ugidimi.
November 2016. Outreaching perdana di UKBM Obaiyoweta dan UKBM Ugidimi. Penyuluhan di tiap UKBM
Desember 16– Januari 17. Kasus positif malaria di UKBM Mogeya dan UKBM Epouto. Penyuluhan malaria.
Februari 2017. Outreaching dan penyuluhan.

Maret 2017. Kegiatan di UKBM tidak berjalan.
April 2017. Outreaching.
Juni 2017. Kasus positif malaria di Obaiyoweta.
Juli-September 2017. Tidak ada kasus positif malaria. Pergantian tenaga kesehatan di UKBM Mogeya.

APRIANA ZONGGONAU, tenaga kesehatan di UKBM Ugidimi, bergabung
dengan program ini pada Oktober 2016. Pada mulanya, ia belum mengerti tata
laksana standar kasus malaria. Ia belum mengikuti pelatihan program malaria.
Karena itu, ia dilatih secara singkat tentang pemeriksaan malaria menggunakan
RDT, tata laksana pengobatan malaria, dan bagaimana program ini berjalan di
lapangan.
Di Ugidimi ia dibantu oleh Sisilia Hanau, seorang kader kampung sejak waktu
lama. Sekarang ia dibantu oleh Ike Kobogau, kader yang sedang dilatih oleh Suster Zonggonau.
Dalam kunjungan ke kampung Ida I dan Ida II, ia tidak hanya menjalankan program malaria, tetapi juga memberikan pengobatan kepada masyarakat. Semangat
dan jiwa pelayanan yang tinggi menjadi motivasinya untuk melayani orang-orang
di kampungnya. Penduduk dari kampung sekitar, seperti Kolaitaga, Dama, dan
Bibida datang dimana ia memberikan pelayanan. Semoga ke depan, layanan
kesehatan seperti itu dapat ditingkatkan agar masyarakat dapat bebas dari sakit.

SELVIANA BOBI, adalah bidan yang bertugas di Puskesmas Yatamo. Belum

lama ini ia menyelesaikan pendidikan S1 kebidanan di Jombang, Jawa Timur. Ia
melayani orang-orang di sekitar Danau Tage. Ia bergabung sejak program dimulai
pada tahun 2016 dan mengikuti pelatihan di Nabire. Pengalaman training itu
membuatnya mampu melatih tenaga-tenaga kesehatan yang bergabung
belakangan. Di Puskesmas Yatamo, bersama dengan tenaga kesehatan yang lain
dan berkat dukungan luar biasa dari Kepala Puskesmas, program malaria ia jalankan secara bersamaan dengan pelayanan vaksinasi dan pemeriksaan ibu hamil.
Harapannya, orang-orang Papua bisa hidup lebih sehat dan berumur panjang.
Angka kematian bayi dapat diturunkan. Pengetahuan masyarakat juga semakin
membaik. Untuk program malaria, Ibu Bidan ini rajin ke Onepa dan Dimiya.

2

UKBM

UPAYA KESEHATAN BERSUMBERDAYA MASYARAKAT

UKBM EPOUTO

UKBM OBAIYOWETA


UKBM ini berada di Distrik Yatamo, di tepi Danau Tage. Berada dalam

UKBM ini berada di Distrik Wegebino, di tepi Danau Paniai sisi

koordinasi dengan Puskesmas Yatamo, UKBM ini diawaki oleh Bidan

timur, distrik pecahan dari Paniai Timur, yang hubungan daratnya

Selviana Bobi, Feronika You (Kader), dan Lusia Mote (Kader). Kampung-

Enarotali agak terhambat. Jumlah penduduk di Distrik ini sekitar

kampung yang bisa dijangkau adalah Keniyapa, Onepa, Dimiya, Wotai,

3.376 jiwa. UKBM ini diawaki oleh Yulius Giyai (mantri di Puskesmas

dan Akadagi. Karena penolakan dari pemuda setempat, Keniyapa

Dei), Koleta Kayame (Kader di Kampung Obaiyoweta) dan


hanya dilayani satu kali saja. Malaria tidak pernah menjadi kasus yang

Marthinus Gobay (Guru SD merangkap menjadi kader). Malaria juga

mencolok. Akan tetapi, dalam kegiatan keliling kampung, ditemukan

tidak menjadi kasus besar. Namun,

ditemukan di

kasus-kasus penyakit lain yang memerlukan tindakan lebih lanjut.

kampung ini

kasus HIV/AIDS
dan penyakitpenyakit yang
lain yang tidak
bisa ditangani

Kamp


UKBM

oweta,
ung Obaiy

ur Danau
o, sisi tim
in
b
e
g
e
W
.
Kec

UGIDIMI

UKBM ini berada di Distrik Bibida, sisi timur Kab. Paniai, kurang lebih

berjarak 15 Km dari Enarotali dengan jalan darat yang masih hancur.
UKBM ini berada di antara orang-orang Moni dan melayani antara lain
penduduk desa Ugidimi, Kolaitaga, Dama-dama , dan sebagian Bibida.
UKBM ini diawaki oleh Suster Apriana Zonggonau (tenaga kesehatan),
Ike Kobogau (Kader Ugidimi) dan sebelumnya Sisila Hanau (Kader
Bibida). Menurut data desa Ugidimi penduduk kampung ini adalah
2.500 jiwa. Di Ugidimi angka kasus malaria amat rendah. Akan tetapi,
kasus-kasus lain seperti sakit paru-paru, sakit tulang, dll. dapat

Paniai

Johanes Supriyono

UKBM MOGEYA

UKBM ini berada di Distrik Paniai Barat, di Kampung Mogeya yang
jumlah penduduknya diperkirakan 1.700 jiwa dan berada dalam
koordinasi dengan (sebelumnya) Puskesmas Obano. Sampai dengan
Juli 2017, UKBM ini digawangi oleh Suster Yanuaria Uti (tenaga honorer
di Puskesmas Obano) dan Alfrida Pigai (kader kampung Mogeya). Sejak

Agustus 2017, Suster Yanuari berpindah tempat melayanai ke Kab.
Dogiyai dan digantikan oleh Yulianus Pigome dari Puskesmas Kegouda.
Di sekitar Obano, kasus malaria impor ditemukan pada masa liburan.
Kasus-kasus yang lain yang dijumpai adalah kusta, TB, dan HIV/AIDS.

dijumpai.

3

PENCAPAIAN

Per September 2017

Jumlah Pemeriksaan RDT 655. Jumlah kasus positif 9 kasus. Sebarannya: UKBM Mogeya 7 kasus. UKBM Obaiyoweta dan
UKBM Epouto masing-masing 1 kasus.

SSR Yapkema sudah menyelenggarakan 39 kali penyuluhan di keempat UKBM. Topik penyuluhan antara lain: penggunaan
kelambu antimalaria , penyakit malaria, menjaga lingkungan, perilaku hidup sehat. Penyuluhan biasanya dilakukan di Gereja
atau di sekolah. Pesertanya adalah penduduk sekitar, jemaat gereja, dan anak-anak.
4


Penyuluhan di Gereja Katolik Dimiya

BEBERAPA TEMUAN
1. Malaria Impor

Semua kasus positif di UKBM-UKBM berhasil diidentifikasi sebagai malaria impor. Apa itu malaria impor? Kasus penularan malaria terjadi di tempat lain dan kemudian si penderita berpindah sebelum malarianya diobati. Jadi, orang dengan malaria itu tertular di Nabire, atau Timika, atau Jayapura lalu ke Paniai. Penularannya
tidak terjadi di Paniai. Dengan demikian hingga September 2017, SSR Yapkema belum menemukan kasus
penularan setempat atau indigenous malaria. Mengacu pada hal itu, untuk Kab. Paniai, cukup mungkin kasus
malaria terbanyak akan ditemukan di daerah yang mobilitas keluar masuknya tinggi.
2. UKBM Mogeya Kasus Positif Terbanyak
UKBM Mogeya menyumbang kasus terbanyak , 7 kasus. Kasus-kasus ini diderita oleh pasien yang baru bepergian ke luar Paniai Barat. Ada yang baru datang dari Nabire. Ada juga pelajar yang datang dari Jayapura dalam rangka liburan Natal. Suster Yanuaria Uti menargetkan semua penduduk yang baru datang dari luar untuk periksa RDT. Dibanding empat UKBM lain, mobilitas keluar masuk Obano lebih tinggi.
3. Pemeriksaan RDT tanpa Gejala Klinis
Tidak semua pemeriksaan RDT, sebanyak 655 test, berangkat dari gejala klinis. Banyak orang yang diperiksa
itu datang ke petugas kesehatan tanpa gejala malaria tetapi menghendaki dirinya diperiksa. Kadang mereka
datang dengan keluhan lain. Pemeriksaan itu tetap dilakukan untuk ―memenangkan hati‖ warga dengan
memberikan rasa diperhatikan dan dilayani. Outreaching menjadi kesempatan yang langka bagi orang-orang
di kampung untuk mendapatkan layanan kesehatan. Model layanan seperti ini terbukti memberikan
pengaruh pada perubahan perilaku masyarakat untuk mengakses layanan kesehatan. Mungkin selama ini
orang-orang terkendala dalam transportasi.

4. Kemampuan Tatalaksana Kasus Malaria Rendah
Kasus positif yang dilaporkan ada 9. Semestinya kasus positif ini lebih dari 9, sebab ada beberapa RDT yang
dibaca keliru. Di Ugidimi terjadi. Di Obaiyoweta juga terjadi. Kekeliruan itu baru disadari ketika verifikasi pembacaan RDT. Ini murni kekeliruan tenaga kesehatan. Dari 9 kasus positif itu ada yang diobati dengan takaran
yang standar, namun banyak yang takaran tidak tepat atau tidak sesuai dengan dosis standar. Pembekalan
yang kurang mencukupi untuk tenaga kesehatan dan kapasitasnya membuat kesalahan itu bisa terjadi. Implikasi, jika kesalahan-kesalahan seperti itu ditemukan dalam program malaria, terbuka kemungkinan kesala5
han sejenis terjadi dalam tatalaksana kasus-kasus yang lain.

BEBERAPA TEMUAN……(Lanjutan)
5. Dampak Langsung Penyuluhan Tidak Terukur atau Terobservasi
Penyuluhan-penyuluhan yang secara rata-rata hampir 10 kali untuk masing-masing UKBM hampir
tidak relevan untuk mencapai tujuan eliminasi kasus malaria. Hasil atau dampak langsung yang diharapkan dari penyuluhan itu tidak terukur dan tidak teramati dalam program ini. Indikatorindikatornya tidak terumuskan. Di samping itu, kurang relevan karena muatan penyuluhan ini kurang
bertalian langsung dengan keadaan alam Paniai yang bukan endemic malaria. Artinya, pengetahuan
yang didapatkan peserta penyuluhan tidak berkaitan erat dengan kebutuhan riil mereka dalam
menghadapi ancaman malaria.
6. Belum Terintegrasi dengan Program Pemerintah
Kehadiran program ini pada 2015 disosialisasikan kepada pemerintah lokal. Program pemberantasan
malaria ini adalah program pemerintah pusat, sehingga program ini juga ada di Dinas Kesehatan
setempat. Logistik keperluan program disediakan oleh program melalui Dinas Kesehatan setempat.
Tenaga kesehatan dilibatkan dari instansi kesehatan milik pemerintah, yaitu Puskesmas terdekat.
Akan tetapi, proses berjalannya program ini miskin koordinasi dengan pemerintah. Ini seperti berjalan masing-masing. Padahal, seandainya terjadi sinergi yang levelnya lebih tinggi, programprogram semacam ini bisa menjadi inovasi atau rintisan untuk pembangunan bidang kesehatan

dengan target yang lebih luas dan manfaat lebih besar bagi masyarakat serta menjadi sustainable di
masa depan.

TANTANGAN KE DEPAN

Susana ruangan kelas tempat penyuluhan di Mogeya. Kader Alfrida Pigai sedang menjelaskan penyakit malaria.

1. Edukasi Kesehatan secara Umum
Keberhasilan program kesehatan, seperti halnya malaria, sebagian bergantung pada pengetahuan/pendidikan masyarakat. Peningkatan pengetahuan masyarakat dapat berdampak pada perubahan perilaku kesehatan. Pengetahuan menjadi variable penting untuk mengakses layanan kesehatan dan juga membangun perilaku hidup sehat yang berkontribusi pada derajat kehidupan penduduk. Secara strategis, pendidikan kesehatan ini bisa menjadi bagian dari muatan lokal di kurikulum sekolah-sekolah sejak Pra-SD hingga SLTA. Pada tingkat yang paling mendasar adalah pengembangan
perilaku hidup bersih dan sehat. Kampanye dan gerakan hidup sehat cukup relevan untuk membangun masyarakat
sehat.

6

2. Meningkatkan Akses
Masyarakat dan Kualitas
Layanan Kesehatan yang
Standar
Ini adalah tantangan yang cukup
serius untuk Kabupaten Paniai.
Layanan kesehatan merupakan salah
satu hak dasar dari warga Negara.
Akses yang dimaksud di sini tidak
sama dengan infrastruktur dan transportasi yang memungkinkan
penduduk untuk bisa mencapai
Puskesmas atau rumah sakit. Melainkan, jenis layanan dan kualitas
layanan yang dibutuhkan oleh mereka. Langkah taktis yang cukup bisa
ditempuh untuk menjawab tantangan ini adalah dengan melakukan
akreditasi Puskesmas-Puskesmas.
Proses ini akan mengembangkan
Puskesmas untuk memproduksi
layanan yang standar. Termasuk
dalam poin ini adalah peningkatan
kapasitas tenaga kesehatan, atau
mengadakan tenaga kesehatan yang dibutuhkan, agar bisa menjawab kebutuhan riil di lapangan. Maka, menyusun target dengan indicator-indicator yang rinci adalah suatu keharusan. Perencanaan pembangunan bidang kesehatan, dengan basis data yang mencukupi, tidak
bisa dielakkan. Belajar dari kenyataan kekeliruan tatalaksana program malaria—yang membuka kemungkinan kekeliruan tatalaksana pada
kasus yang lain—Dinas Kesehatan harus waspada dan mesti menempatkan petugas kesehatan yang kompeten dalam bidangnya.

3. Membangun Partisipasi Warga
Keterlibatan warga melalui upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM) yang sudah dirintis adalah satu modal social yang cukup
penting. Untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan dalam bidang kesehatan, keterlibatan penduduk sekitar, yaitu kader, tidak diabaikan. Pemerintah bersama dengan pihak-pihak lain (Pemerintah Desa, Gereja, dan tokoh adat) dapat memilih untuk melanjutkan nafas
UKBM-UKBM yang ada dengan peran yang selama ini sudah dijalankan dan ke depan dapat dikembangkan menjadi lebih detil. Urusan
kesehatan masyarakat adalah urusan bersama antara masyarakat dengan pemerintah. Memajukan kesehatan dengan pendekatan UKBM
ini membuat masyarakat turut bertanggung jawab untuk kesehatan mereka. Kader –kader yang sudah mendapatkan training dapat menjadi promotor kesehatan yang efektif, karena sangat mengerti kekhasan budaya setempat.

4. Kewaspadaan terhadap Malaria Impor dan Penyakit-penyakit Non-Malaria

Setelah program malaria berjalan kurang lebih dua tahun dengan capaian seperti dipaparkan, tidak berarti bahwa malaria dapat dikategorikan bukan ancaman. Ini bertalian dengan mobilitas yang tinggi penduduk bergerak dari dan ke dataran rendah ke dataran tinggi.
Kemungkinan untuk terinfeksi malaria selama berada di wilayah pesisir cukup tinggi. Angka malaria impor bisa cukup tinggi bersamaan
dengan kedatangan penduduk dari dataran rendah. Maka, antisipasi dan kewaspadaan terhadap malaria impor tidak boleh turun.
Kegiatan penemuan dini, pengobatan yang tepat, penemuan kasus secara aktif lewat mass blood survey, dan penguatan layanan harus
dilakukan. Puskesmas-puskesmas harus tetap aktif mengantisipasi malaria impor dan melakukan tatalaksana yang tepat.
Selain itu, penyakit-penyakit non-malaria yang diderita oleh penduduk Paniai juga menuntut perhatian. Verifikasi lapangan terhadap rumor penderita kusta, atau tuberculosis, frambusia, perlu dilakukan untuk kemudian melakukan langkah-langkah penanggulangan yang
standar.

5. Isu Kesehatan dalam Pemerintah Desa
Isu kesehatan sebaiknya dimasukkan dalam rencana pembangunan tingkat kampung. Pemerintah Desa perlu membahas peran mereka
dalam upaya peningkatan kesehatan masyarakat. Peraturan Menteri Desa No. 19/2017 sudah menetapkan prioritas penggunaan dana
desa tahun 2018. Dalam bidang pemberdayaan disebut bahwa prioritasnya adalah ―penigkatan kualitas pelayanan social dasar: 1) pengelolaan kegiatan pelayanan kesehatan a. penyediaan air bersih; b. pelayanan kesehatan lingkungan; c. kampanye dan promosi hidup sehat
guna mencegah penyakit menular, penyakit seksual, HIV/AIDS, tuberculosis, hipertensi, diabetes mellitus dan gangguan jiwa; d. bantuan
insentif untuk kader kesehatan masyarakat; pemantauan pertumbuhan dan penyediaan makanan sehat untuk peningkatan gizi bagi balita
dan anak sekolah; f. kampanye dan promosi hak-hak anak, keterampilan pengasuhan anak dan perlindungan anak, g. pengelolaan balai
pengobatan desa dan persalinan; h. perawatan kesehatan dan/atau pendampingan untuk ibu hamil, nifas, dan menyusui; i. pengobatan
untuk lansia; j. keluarga berencana; k. pengelolaan kegiatan rehabilitasi bagi penyandang disabilitas; l. pelatihan kader kesehatan
masyarakat; m. pelatihan hak-hak anak, keterampilan pengasuhan anak dan perlindungan anak; n. pelatihan pangan yang sehat dan
aman; o. pelatihan kader desa untuk pangan yang sehat dan aman; p. kegiatan pengelolaan pelayanan kesehatan masyarakat desa
lainnya yang sesuai dengan kewenangan desa dan diputuskan dalam musyawarah desa.‖ Peraturan itu menjadi paying hukum sekaligus
peluang untuk mengintegrasikan beberapa isu kesehatan ke dalam rencana pembangunan di desa.
Itulah beberapa tantangan ke depan yang mulai sekarang bisa diidentifikasi dan menuntut pemikiran dan respon lebih lanjut. Selain itu,
boleh jadi ada tantangan-tantangan lain yang luput dari observasi kami.

7

PEMBELAJARAN
PROGRAM MALARIA dengan pendekatan UKBM ini sesungguhnya adalah program pemberdayaan masyrakat. Intinya, melalui program
ini masyarakat diajak untuk terlibat dan turut bertanggung jawab atas kesehatan mereka, dengan menggunakan kekuatan mereka. Pertanyaan pembelajaran kami adalah: Bagaimana proses ini dapat berjalan dengan kurang lebih baik?
Pertama-tama, kami sepakat bahwa masyarakat harus bertanggung jawab atas hidup mereka. Tidak bisa dan tidak wajar jika semua mulai
dari lahir sampai mati secara total menjadi tanggung jawab pemerintah. Melalui Puskesmas, pemerintah bisa mengadakan obat-obatan
dan membayar gaji dokter dan para perawat. Akan tetapi, adanya obat dan para tenaga medis belum mencukupi, jika masyarakat tidak
memiliki pengetahuan dan perilaku yang menunjang hidup sehat. Persis pada bidang inilah concern kami. Ini pula yang menjadi titik rendah dalam masyarakat kita, yang memang kurang dibekali dengan pendidikan kesehatan informal. Pembelajaran pertama, pengetahuan
dan perilaku sehat sangat penting. Informasi yang benar perlu terus menerus disebarkan. Peningkatan derajat kesehatan ini menuntut
perubahan perilaku. Siapa yang bisa mendorong perubahan perilaku itu? Apakah cukup dengan serangkaian penyebaran informasi? Sepertinya tidak.
Proses pemberdayaan yang baik bertolak dari dalam masyarakat itu sendiri. Perubahan perilaku juga mesti berawal dari antara masyarakat sendiri.
MENGEMBANGKAN JARINGAN PERUBAHAN untuk mewujudkan masyarakat sehat bisa menjadi daya penggerak untuk perubahan yang
diharapkan. Selama program ini dijalankan, SSR Yapkema menilai kurang memaksimalkan kerja jaringan dengan Gereja, baik Kingmi mapun Katolik, untuk menyebarkan pengetahuan dan merintis perubahan perilaku. Sebagai institusi otoritatif, Gereja dapat menjadi actor
yang lebih efektif untuk menggemakan pesan-pesan hidup sehat, dan juga dapat menjadi komunitas pelopor perubahan. Selain Gereja,
sekolah-sekolah merupakan pilihan yang tepat mengingat di situ terdapat banyak anak. Lalu, jaringan juga perlu dihidupkan dengan
tokoh-tokoh atau orang-orang yang memiliki otoritas seperti kepala kampung, gembala, pewarta, guru, pastor, dll. Sementara ke dalam,
soliditas pengelola program bersama dengan tenaga kesehatan dan kader-kader perlu terus diperkuat. Komitmen untuk mencapai tujuan
dan dedikasi kepada pelayanan hendaknya terus diperbarui. Dan, sepanjang program ini berjalan, poin itulah yang rasanya masih sangat
tipis. Program berjalan tetapi sense of commitment belumlah mencolok. Soal ini bukan hanya dalam program malaria, di banyak tempat
atau kantor, pun terjadi.
Kerjasama dengan pemerintah, Gereja, dan pihak-pihak lain sangat diperlukan agar tujuan yang ditetapkan dapat tercapai, yaitu masyarakat mendapatkan manfaat secara maksimal.
PENDAMPINGAN UKBM KE DEPAN sangat strategis untuk mengembangkan inovasi pembangunan bidang kesehatan yang bersumber
daya masyarakat. Pelatihan-pelatihan dan sajian contoh-contoh best practices yang ada di tempat lain dapat membantu para kader semakin bisa mengambil peran. Selama ini para kader yang memang berasal dari masyarakat setempat sangat memperlancar program ini.
Mereka dapat menjadi ―jembatan penghubung‖ antara penduduk dengan layanan kesehatan. Kader kampung merupakan actor yang
cukup penting. Namun penting juga untuk melakukan monitoring yang cukup agar para kader sungguh-sungguh menjalankan perannya
di kampung.

JOHANES SUPRIYONO, PROGRAM MANAGER, :
Persoalan Kesehatan, Ujian Pemerintah Sesungguhnya
PENYAKIT MENJADI SALAH SATU sebab dominan orang Papua mati.
Sekian orang mati muda. Kadang-kadang, kalau beruntung, penyakitnya
ketahuan. Lebih sering tidak. Karena pengetahuan yang boleh jadi terbatas,
mereka kadang tidak pergi berobat ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit. Kalau
pergi ke Puskesmas, mendapat obat, belum tentu juga tahu atau diberi tahu
sakitnya. Kenapa? Petugas kesehatannya juga bingung. Juga ada yang datang
ke rumah sakit tetapi kondisinya sudah parah dan tidak bisa diselamatkan.
Kesehatan adalah salah satu isu penting di Papua.
Di Dogiyai, saya pernah mewawancarai seorang pemuda berusia 16 tahun
yang sudah terjangkit HIV. Ia mendapatkan virus itu melalui hubungan seksual sebaya. Ia tidak sendirian. Beberapa temannya sudah meninggal. Pada
bulan Januari itu, ia sempat putus ARV. Lama kemudian, saya diberitahu bahwa remaja itu juga meninggal. Sedih, tentu saja. Saya masih mengingat
bagaimana ia begitu tidak nyaman dan tidak banyak bicara dalam pertemuan
itu. Ia menyembunyikan badannya yang kurus dibalik mantel tebal warna
cokelat muda.
Ketika saya menjadi guru di SMA Adhi Luhur, Nabire, seorang murid saya
Victor Kudiai meninggal konon setelah terserang malaria tropika. Ia sakit di
Nabire pada awal masa sekolahnya. Lalu ia memutuskan kembali ke kampungnya. Lama kemudian berita kematiannya sampai di telingaku, setelah
Selpianus Adii berlibur ke kampung. Ia menengok makamnya. Malaria berujung kematian. Bukan karena tidak ada obat. Tapi karena sebab lain.
Foto: Johanes Supriyono
Pada tahun yang sama dengan kasus Viktor itu, seorang murid yang lain
hampir meregang nyawa setelah terserang malaria. Ia bertahan di Nabire dan
berulang kali ke Klinik S. Rafael untuk suntik. Perjuangannya sama sekali tidak mudah. Berminggu-minggu ia takluk oleh malaria dan ia
hampir menyerah. Untunglah ia masih selamat hingga sekarang. Kalau tidak, mungkin sekarang kita tidak bisa menyimak berita di
www.suarapapua.com, karena ia sekarang menjadi pimred.
Problem kesehatan di Papua memang kompleks, kombinasi dari berbagai hal, fasilitas, tenaga, perilaku, tetapi juga kebijakan. Bukan
berarti tidak bisa diatasi. Dalam pandangan saya, pembangunan kesehatan—dan juga pendidikan—adalah ujian sesungguhnya
8
pemerintah daerah untuk memperlihatkan kerja dan komitment mereka.