BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Sungai - Hubungan antara Kualitas Air dengan Kebiasaan Makanan Ikan Batak (Tor douronensis) di Perairan Sungai Asahan Sumatera Utara

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Ekosistem Sungai
Sungai merupakan suatu sistem yang dinamis dengan segala aktivitas yang

berlangsung antara komponen-komponen lingkungan yang terdapat di dalamnya.
Adanya dinamika tersebut akan menyebabkan suatu sungai berada dalam
keseimbangan ekologis sejauh sungai itu tidak menerima bahan-bahan asing dari
luar. Sungai merupakan salah satu sumber air tawar yang penting dalam
kehidupan. Manfaat sungai antara lain adalah sebagai tempat budidaya ikan,
tempat rekreasi, untuk pengairan dan lain-lain. Sungai juga memiliki peranan
penting bagi binatang dan tumbuhan yang terdapat di dalam perairan tersebut.
Eksploitasi terhadap biota perairan yang terdapat di dalam sungai secara
berlebihan dapat mengganggu kesimbangan ekosostem sungai. Kualitas dari
sungai itu sendiri sangat ditentukan oleh faktor-faktor pembatasnya seperti suhu,

pH, alkalinitas, CO2, DO, kecepatan arus, densitas plankton, dan diversitas
plankton. Sungai memiliki sifat yang unik diantaranya adalah sifat termal, yaitu
dapat mengurangi perubahan suhu sehingga perubahan suhu dalam air terjadi
sangat lambat daripada di udara.
Pembangunan yang semakin pesat saat ini ternyata memberikan dampak
negatif terhadap kelestarian Sungai Asahan. Seperti penebangan hutan secara liar
menyebabkan air hujan yang turun tidak diserap dengan sempurna oleh tanah,
sehingga seringkali mengikis permukaan tanah dan mengalir bersama aliran
sungai yang akhirnya aliran sungai bermuara di danau dan dapat menimbulkan
pengendapan lumpur dan pendangkalan danau. Jadi antara air sungai dan danau
merupakan dua ekosistem air tawar yang sangat erat kaitannya. Limbah dari
industri yang dibuang ke Sungai Asahan, mengakibatkan sungai menjadi tercemar
oleh bahan-bahan tercemar yang menyebabkan pertumbuhan gulma air yang
sangat cepat yang dapat mengganggu biota perairan, karena biota air akan
semakin sulit mendapatkan oksigen (Barus, 2004).

Universitas Sumatera Utara

5


2.2

Parameter Fisik, Kimia, dan Biologi Perairan
Air merupakan faktor yang sangat penting dan mempengaruhi kehidupan

ikan maupun organisme lainnya. Parameter kualitas air yang umum berpangaruh
terhadap pertumbuhan ikan adalah temperatur, pH, suhu, oksigen terlarut, cahaya,
arus, dan lain sebagainya. Air sebagai lingkungan tempat hidup organisme
perairan harus mampu mendukung kehidupan dan pertumbuhan dari organisme
tersebut. Sebagai salah satu faktor penting dalam operasional pemeliharaan larva,
kualitas air perlu dijaga dalam kondisi prima, baik dalam aspek fisika, kimia dan
biologi (Boyd, 1996). Faktor yang mempengaruhi ekosistem ini ada yang
merugikan dan ada yang menguntungkan, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Oleh karena itu, selain melakukan pengamatan terhadap faktor biotik,
perlu juga dilakukan pengamatan terhadap faktor abiotik, sehingga diperoleh
suatu gambaran tentang kualitas suatu perairan (Barus, 2004).

2.2.1 Parameter Fisik
2.2.1.1 Temperatur Air
Dalam setiap penelitian ekosistem akuatik pengukuran temperatur air

merupakan hal yang mutlak. Hal ini disebabkan karena kelarutan berbagai jenis
zat di dalam air serta semua aktivitas biologi-fisiologi di dalam ekosistem akuatik
sangat dipengaruhi oleh temperatur. Temperatur juga merupakan faktor pembatas
utama pada suatu perairan karena ekosistem akuatik seringkali mempunyai
toleransi yang sempit terhadap perubahan temperatur. Temperatur mempunyai
pengaruh besar terhadap kelarutan oksigen di dalam air, dimana apabila
temperatur naik, maka kelarutan oksigen dalam air menurun. Bersamaan dengan
itu peningkatan aktivitas metabolisme organisme akuatik, sehingga kebutuhan
akan oksigen juga akan meningkat.
Menurut hukum Van’t Hoffs kenaikan temperatur sebesar 100C (hanya pada
kisaran yang masih ditolerir) akan meningkatkan laju metabolisme dari organisme
sebesar 2-3 kali lipat. Temperatur yang relatif tinggi pada suatu perairan tersebut
dapat meningkatkan metabolisme organisme yang ada pada perairan tersebut,

Universitas Sumatera Utara

6

sehingga jumlah oksigen terlarut berkurang. Akibatnya, ikan dan hewan air akan
mati (Barus, 2004).


2.2.1.2 Kecerahan Air
Menurut Lioyd (1980), kecerahan air adalah bentuk pencerminan daya
tembus atau intensitas cahaya yang masuk dalam perairan. Kecerahan perairan
juga dapat ditentukan karena adanya fitoplankton atau tumbuhan air lainnya yang
terdapat dalam perairan. Kecerahan air dapat diukur apabila kedalaman tembus
cahaya matahari ke dalam kolam minimum 40 cm. Pengukuran kecerahan dapat
digunakan untuk menentukan besarnya produktifitas primer dalam perairan.
Lioyd (1980) menyatakan kembali bahwa kecerahan air merupakan bentuk
pencerminan daya tembus atau intensitas cahaya matahari yang masuk ke dalam
perairan. Dengan mengetahui kecerahan suatu perairan, kita dapat mengetahui
sampai dimana masih ada kemungkinan terjadi proses asimilasi dalam air, lapisanlapisan manakah yang tidak keruh, yang agak keruh, dan yang paling keruh, serta
lain sebagainya.

2.2.1.3 Kecepatan Arus
Menurut Barus (2004), arus sangat dipengaruhi oleh sifat air itu sendiri,
gravitasi bumi, keadaan dasar perairan, dan gerakan rotasi bumi. Sirkulasi arus
pada permukaan perairan terutama disebabkan oleh adanya wind stress. Jadi arus
air yang ada dalam suatu perairan sangat dipengaruhi oleh banyak faktor dari
parameter kualitas air itu sendiri. Disamping itu arus juga dapat berdampak pada

kandungan oksigen yang ada dalam air tersebut melalui proses difusi secara
langsung dari udara. Arus air pada perairan lotik umumnya bersifat turbulen,
yaitu arus yang bergerak ke segala arah sehingga air akan terdistribusi ke seluruh
bagian dari perairan tersebut
Pola arus dan asal arus diperairan umum (danau, sungai, dan resevoir)
berbeda dengan di laut. Pada perairan umum yang mengalir (lotic system) misal
sungai, air berasal dari tiga sumber, yaitu mata air, hujan, dan aliran permukaan.
Aliran sungai dipengaruhi oleh adanya dua kekuatan yaitu gravitasi dan hambatan

Universitas Sumatera Utara

7

(friksi). Oleh karena itu, kekuatan arus di sungai tergantung pada letak daerahnya.
Kecepatan arus di perairan umum yang tergenang (lentic water bodies) misal
danau dan reservoir pada umumnya lebih rendah dari pada kecepatan arus di laut
ataupun sungai. Kecepatan arus di perairan danau atau reservoir dipengaruhi oleh
angin dan kecepatan arus di perairan lentic sangat bervariasi, dan hal ini bukan
faktor-faktor dalam pemilihan lokasi untuk budidaya kolam. Pada daerah hulu,
kecepatan arusnya tinggi, sedangkan di daerah hilir kecepatan arusnya menurun

(Barus, 2004).

2.2.1.4 Intensitas Cahaya
Intensitas cahaya merupakan faktor yang mempengaruhi penyebaran ikan.
Intensitas cahaya bagi organisme akuatik berfungsi sebagai alat orientasi yang
akan mendukung kehidupan organisme tersebut. Intensitas cahaya matahari juga
mempengaruhi produktivitas primer. Apabila intensitas cahaya matahari
berkurang maka proses fotosintesis akan terhambat sehingga oksigen dalam air
akan berkurang, dimana oksigen dibutuhkan organisme akuatik untuk
metabolisme (Barus, 2004). Cahaya merupakan unsur penting dalam kehidupan
ikan, cahaya dibutuhkan ikan untuk mengejar mangsa, menghindarkan diri dari
predator, membantu dalam penglihatan dan proses metabolisme. Secara tidak
langsung peranan cahaya matahari dalam kehidupan ikan adalah melalui rantai
makanan (Wardoyo, 1983).
Jika intensitas cahaya matahari menurun maka akan mempengaruhi proses
fotosintesis salam suatu perairan dimana jumlah plankton dapat mengalami
penurunan sehingga menyebabkan keterbatasan tersedianya nutrisi bagi ikan.
Selanjutnya cahaya juga mempengaruhi produktivitas ikan pada sungai.Ikan yang
aktif pada siang hari (diurnal) biasanya mengambil makanan pada malam hari.
Ikan yang aktif pada malam hari (noktural) akan bergerak ke perairan yang

dangkal. Organisme noktural pada intensitas cahaya maksimum dirangsang untuk
melakukan gerakan untuk mencari perlindungan, sedangkan bagi organisme
diurnal intensitas cahaya yang kuat akan memberikan reaksi sebaliknya,
organisme tersebut akan melakukan berbagai aktivitas (Barus, 2004).

Universitas Sumatera Utara

8

2.2.2 Parameter Kimia
2.2.2.1 pH (Derajat Keasaman)
pH (Derajat keasaman) merupakan ukuran konsentrasi ion hidrogen yang
menunjukkan suasana asam atau basah perairan. Air dikatakan basah apabila pH >
7 dan dikatakan asam apabil pH < 7. Secara alamiah pH perairan dipengaruhi oleh
konsentrasi karbondioksida dan senyawa yang bersifat asam.
Pada siang hari fitoplankton dan tanaman air mengkonsumsi CO2 dalam
proses fotosintesis yang menghasilkan O2 dalam air, suasana ini menyebabkan pH
air meningkat. Malam hari fitoplankton dan tanaman air mengkonsumsi O2 dalam
proses respirasi yang menghasilkan CO2, suasana ini menyebabkan pH air
menurun. pH air turut mempengaruhi kehidupan dari ikan, pH air yang ideal bagi

kehidupan ikan berkisar antara 6,5 -7,5. Air yang masih segar dari pegunungan
biasanya mempunyai pH yang lebih tinggi. pH air kurang dari 6 atau lebih dari 8,5
perlu diwaspadai karena mungkin ada pencemaran, hal ini juga dapat
menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi ikan (Barus, 2004).

2.2.2.2 BOD (Biochemical Oxygen Demand)
Menurut Barus (2004), BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh
mikroorganisme di dalam lingkungan air untuk mendegradasi bahan buangan
yang ada dalam air lingkungan. Pada umumnya air lingkungan atau air dalam
mengandung mikroorganisme yang dapat memakan, memecah, menguraikan
bahan buangan organik. Penguraian bahan organik melalui proses oksidasi oleh
mikroorganisme di dalam air lingkungan adalah proses alamiah yang mudah
terjadi apabila air lingkungan mengandung oksigen yang cukup. Nilai konsentrasi
BOD5 menunjukkan kualitas suatu perairan masih tergolong baik apabila
konsumsi O2 selama 5 hari berkisar sampai 5 mg/l.
2.2.2.3 Nitrat dan Fospat
Nitrogen di perairan terdapat dalam bentuk gas N2, NO2-, NO3- dan NH4+
serta sejumlah N yang berikatan dalam organik kompleks. Sumber nitrogen
terbesar berasal dari udara, sekitar 80 % dalam bentuk nitrogen bebas yang masuk


Universitas Sumatera Utara

9

melalui sistem fiksasi biologis dalam kondisi aerobik. Keberadaan nitrogen di
perairan dapat berupa nitrogen anorganik dan organik. Nitrogen anorganik terdiri
atas ion nitrit (NO2-), ion nitrat (NO3-), ammonia (NH3), ion ammonium (NH4+)
dan molekul N2 yang larut dalam air, sedangkan nitrogen organik berupa protein,
asam amino dan urea akan mengendap dalam air (Chester, 1990).
Nitrat merupakan zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk dapat
tumbuh dan berkembang. Keberadaan nitrat di perairan sangat dipengaruhi oleh
buangan yang dapat berasal dari industri, bahan peledak, dan pemupukan Secara
alamiah kadar nitrat biasanya rendah namun kadar nitrat dapat menjadi tinggi
sekali dalam air tanah di daerah yang diberi pupuk nitrat (Alaerts et al., 1987).
Fosfor sangat penting di perairan terutama berfungsi dalam pembentukan
protein dan metabolisme bagi organisme. Fosfor juga berperan dalam transfer
energi di dalam sel misalnya adenosine triphosfate (ATP) dan adenosine
diphosphate (ADP). Fosfor dalam perairan tawar ataupun air limbah pada
umumnya dalam bentuk fosfat, yaitu ortofosfat, fosfat terkondensasi seperti
pirofosfat (P2O74-), metafosfat (P3O93-) dan polifosfat (P4O136- dan P3O105-) serta

fosfat yang terikat secara organik (adenosin monofosfat). Senyawa ini berada
sebagai larutan, partikel atau detritus atau berada di dalam tubuh organisme
akuatik (Fergusson, 1956).
Nitrogen dan Fosfor sangat berperan dalam proses terjadinya eutrofikasi di
suatu ekosisten air. Seperti diketahui bahwa fitoplankton dan tumbuhan air
lainnya membutuhkan nitrogen dan fosfor sebagai sumber nutrisi utama bagi
pertumbuhannya. Dengan demikian maka peningkatan unsur nitrogen dan fosfor
dalam air akan dapat meningkatkan populasi alga secara massal yang
menimbulkan eutrofikasi dalam ekosistem air (Barus, 2004).

2.2.3. Parameter Biologi
2.2.3.1 Plankton
Plankton merupakan penyumbang perairan, semakin banyak plankton maka
semakin banyak jumlah ikan dan organisme pemakan plankton, sehingga perairan
tersebut menjadi produktif. Suhu yang tidak tinggi memungkinkan plankton untuk

Universitas Sumatera Utara

10


mendiami daerah ini, karena planton menyukai suhu yang tidak terlalu panas dan
tidak terlalu dingin. Kadar pH, alkalinitas, CO2 bebas yang tinggi, menunjukkan
bahwa pada perairan ini banyak mengandung ion karbonat dan bikarbonat, yang
berguna sebagai bahan penyuplai nutrien dan bahan utama fotosintesis bagi
plankton. Tingginya DO, mengakibatkan plankton mudah mendapat oksigen
sebagai bahan dasar respirasi dalam aktivitasnya. Kecerahan yang sedang
berhubungan dengan penetrasi cahaya matahari. Plankton cenderung menyukai
daerah yang penetrasi cahaya mataharinya sedang, agar aktivitas plankton berjalan
secara optimal (Isnansetyo et al., 1995).
Kepadatan plankton dipengaruhi oleh adanya supply makanan yang ada
diperairan tersebut dan juga kondisi lingkungan seperti pH, cahaya. Densitas
plankton mempengaruhi kadar O2, CO2 dan kecerahan perairan. Kerapatan
plankton juga berdampak kurang baik bila terlalu padat terutama pada saat pagi
hari dan fotosintesis belum berlangsung, maka akan terjadi kompetisi yang ketat
dalam memperoleh O2, karena yang tersedia terbatas sementara yang
mengkonsumsi banyak.
Di lingkungan perairan ada tiga unsur pokok yang mempengaruhi
kehidupan biota perairan. Pertama adalah unsur fisik yang berupa sifat-sifat fisika
air seperti suhu, kekeruhan, kekentalan, cahaya, suara, getaran serta berat jenis.
Unsur kedua adalah sifat kimiawi air seperti pH, kadar oksigen terlarut,
karbondioksida terlarut, alkalinitas dan lain-lainnya. Unsur ketiga adalah yaitu
sifat-sifat biologinya seperti keadaan organismenya, pemakai dan pengurai.
Ketiga unsur pokok tersebut tergantung pada sumber alam pokok yaitu sinar
matahari dan iklim (Lioyd, 1980).

2.2.3.2 Ikan
Ikan merupakan organisme vertebrata akuatik dan bernafas dengan insang.
Ciri-ciri umum dari golongan ikan adalah mempunyai rangka bertulang sejati dan
bertulang rawan, mempunyai sirip tunggal dan berpasangan, mempunyai
operculum yang menutup insang, tubuh ditutupi oleh sisik dan berlendir serta
mempunyai bagian tubuh yang jelas antara caput (kepala), truncus (badan) dan

Universitas Sumatera Utara

11

caudal (ekor). Ukuran ikan bervariasi mulai dari yang kecil sampai yang besar,
bentuk tubuh berbentuk torpedo, pipih, dan ada yang berbentuk tidak teratur
(Rupawan, 1999).
Ikan memiliki kemampuan untuk bergerak dengan menggunakan sirip untuk
menjaga keseimbangan dalam air, sehingga tidak bergantung pada arus atau
gerakan air yang disebabkan oleh angin. Ikan juga menggunakan insang untuk
mengambil oksigen dari air yang ada di sekitarnya yang digunakan untuk
pernapasan. Ikan mempunyai otak yang terbagi menjadi region-regio, dan
dibungkus dalam cranium (tulang kepala) yang berupa kartilago. Telinga hanya
terdiri dari telinga dalam, berupa saluran-saluran semi sirkularisme sebagai organ
keseimbangan. Jantung berkembang baik, sirkularis menyangkut aliran darah dari
jantung melalui insang ke seluruh bagian tubuh lain, tipe ginjal pronefros dan
mesonefros (Brotowidjoyo et al., 1995).
Salah satu ciri khas ikan yaitu letak vertikal sirip yang sama. Ikan memiliki
pola adaptasi yang tinggi terhadap kondisi lingkungan, baik terhadap faktor fisik
maupun faktor kimia lingkungan seperti pH, DO, kecerahan, temperatur (Rifai et
al., 1983). Hal ini sangat penting bukan saja untuk mendapatkan makanan, tetapi

juga untuk menyelamatkan diri dari hewan-hewan predator. Banyaknya ikan yang
terdapat di air tawar disebabkan karena daerahnya terisolasi sehingga mempunyai
kesempatan yang besar untuk membentuk spesies baru. Kebanyakan ikan ditemukan
pada lingkungan yang lebih panas dengan perubahan temperatur tahunan kecil.

2.3

Ikan Batak (Tor douronensis)
Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai keanekaragaman

hayati yang cukup tinggi salah satunya yaitu jenis ikan tawar (Kotellat et al.,
1993). Diantara jenis ikan tawar tersebut salah satunya ikan batak dari jenis (Tor
douronensis) banyak pula yang mempunyai potensi ekonomis yang baik bila
dikembangkan dengan baik. Pemanfaatan sumber daya alam ini sering sekali tidak
didukung oleh berbagai informasi keilmuan yang memadai sehingga pada
akhirnya dapat merusak kelangsungan hidup suatu spesies. Bila pengelolaan
sumber daya perikanan dilakukan dengan cara yang tidak rasional, maka dapat

Universitas Sumatera Utara

12

menyebabkan perubahan dalam struktur komunitas maupun populasi ikan yang
pada akhirnya akan mengurangi manfaat sumber daya perikanan tersebut
(Rupawan, 1999).
Ikan batak (Tor douronensis) adalah jenis ikan air tawar yang tergolong
jenis ikan liar yang hampir punah dan sudah sulit sekali untuk didapatkan, atau
dapat dikatakan sebagai hewan yang sudah langka. Agar populasi ikan batak (Tor
douronensis) tidak berkurang dan punah yang diakibatkan oleh penangkapan
terus-menerus yang tidak memperhatikan norma konservasi serta untuk menjaga
keseimbangan alam, maka ikan batak (Tor douronensis) perlu untuk di
budidayakan. Ikan batak (Tor douronensis) merupakan ikan air tawar yang banyak
ditemukan hidup di sekitar sungai-sungai di Kabupaten Asahan, Kabupaten
Tapanuli Utara dan Simalungun, termasuk di kawasan Danau Toba. Ikan yang
mempunyai bentuk tubuh yang khas dan berwarna keperakan ini banyak
dikonsumsi oleh masyarakat sekitar terutama karena rasa dagingnya yang gurih
yang disukai oleh banyak orang sehingga harga ikan ini relatif mahal (Barus,
2004).
Kottelat et al., (1993) menyatakan yang dimaksud dengan ikan batak adalah
Tor douronensis, Tor soro dan Tor tambroides dan jenis lainnya yang mirip dan
hidup di Sungai Asahan adalah Neolissochilus sumateranus. Ikan batak terdiri
dari dua genus yaitu Neolissochilus dan Tor yang termasuk dalam famili
Cyprinidae, ordo Cypriniformes.

2.3.1 Genus Tor
Ikan batak dari Genus Tor mempunyai ciri- ciri bibir bawah berubah
menjadi tonjolan berdaging, atau paling sedikit dua lekukan yang membatasi
posisi tonjolan, lekukan di belakang bibir tidak terputus, tidak ada tulang keras
pada rahang bawah, sirip dubur lebih pendek dari pada sirip punggung, bibir
bawah tanpa celah di tengah (Dinas Perikanan Dati I Sumatera Utara, 1999).
Menurut Kottelat et al., (1993) sistematika pada Genus Tor masih tidak
teratur. Beberapa jenis bersifat tentatif dan dianggap tidak sah. Kebanyakan
merupakan jenis terancam punah, khususnya karena penggundulan hutan dan

Universitas Sumatera Utara

13

penangkapan yang berlebihan (khususnya menggunakan dinamit dan racun). Ikan
batak dari Genus Tor meskipun sudah jarang terlihat tetapi masih ditemukan
dibeberapa kawasan sebanyak 3 jenis yaitu dari Spesies Tor douronensis, Tor soro
dan Tor tambroides.

2.3.1.1 Tor douronensis
Ikan batak (Tor douronensis) mempunyai panjang ± 50 cm, berat ± 1-2 kg,
warna sisik hitam dan tebal. Ikan batak (Tor douronensis) mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut: kepala simetris, badan besisik, garis rusuk sempurna, terdiri dari
23 keping sisik yang terletak diatas sirip dada dan melewati pertengahan ekor,
sirip punggung terdiri dari 1 jari-jari keras licin dan 8 jari-jari lemah bercabang,
permukaan punggung bertepatan dengan permukaan sirip perut, sirip dubur
dengan 5 jari-jari lemah bercabang dan lebih rendah dari sirip punggung, mata
tidak berkelopak, mempunyai 4 helai sungut mengelilingi mulut. Kottelat et al.,
(1993) menyatakan ikan batak (Tor douronensis) mempunyai warna sisik yang
putih atau merah keemasan sangat enak dipandang. Ikan tersebut cenderung
bertubuh besar, suka berkelompok dalam jumlah yang tidak besar dan memakan
apa saja.

Gambar 2.1 Tor douronensis
2.3.1.2 Tor soro
Ikan batak (Tor soro) memiliki tiga warna kombinasi yaitu warna hitam
sebagai warna dominan terletak pada bagian atas badan ikan, keemasan terletak di
atas warna hitam, dan putih terletak pada bagian bawah ikan, warna-warna itu

Universitas Sumatera Utara

14

semuanya memanjang mulai dari bagian depan sampai ke bagian pangkal ekor.
Jenis sirip ekor ikan batak (Tor soro) tergolong sirip bercagak, jenis sirip
punggung sirip tunggal berjari-jari dengan badan berbentuk pipih tegak dengan
tipe sisik sikloid, jenis mulut tergolong sub-terminal, dimana di atas mulut
terdapat kumis yang panjang berjumlah dua pasang (Kottelat et al., 1993).
Ikan batak (Tor soro) memiliki ciri bibir bagian atas terpisah dari
moncongnya oleh suatu lekukan yang jelas dan pangkal bagian atas tertutup oleh
lipatan kulit moncong. Tidak ada tonjolan di ujung rahang bawah. Memiliki bibir
yang halus dan bibir bawah tanpa celah di tengah. Pori-pori pada kepala terisolasi,
tidak membentuk barisan sejajar yang padat. Gurat sisi tidak sempurna, berakhir
di pertengahan pangkal sirip ekor. Pada ikan batak (Tor soro) terdapat jari-jari
terakhir sirip dubur tidak mengeras dan sirip dubur lebih pendek dari sirip
punggung (Kottelat et al., 1993).

Gambar 2.2 Tor soro
2.3.1.3 Tor tambroides
Tor tambroides mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: terdapat sebuah cuping
dipertengahan bibir bawah yang mencapai ujung mulut, memiliki jari-jari sirip
punggung yang licin, kepala tidak berkerucut, serta antara garis rusuk dan sirip
punggung terdapat tiga setengah baris sisik (Kottelat et al., 1993). Ikan
tambroides tersebut dapat mencapai panjang sekitar satu meter dengan bobot
induk ikan tambroides tersebut mencapai hingga 20 kg. Ikan batak (Tor
tambroides) mirip dengan ikan mas, hanya saja siripnya berwarna perak dan

Universitas Sumatera Utara

15

gerakannya sangat gesit dan hidup berkelompok di “lubuk”, bagian terdalam
pusaran sebuah sungai (De Silva et al., 2004).

Gambar 2.3 Tor tambroides
2.3.2 Genus Neolissochilus
Barus (2004) menyatakan bahwa ikan batak telah lama dikenal masyarakat
Batak di Sumatera Utara. Ikan ini termasuk komoditas eksotis dan memiliki nilai
religius tersendiri, terutama dalam upacara adat. Sekarang ikan tersebut mulai
langka karena penangkapan yang berlebihan (overfishing), serta perkembang
biakan di alam yang menurun, akibat terganggunya kondisi lingkungan. Secara
historis, pelestariannya telah lama dilakukan di Sungai Asahan. Prosesnya
melibatkan hak adat, dengan adanya hukum adat untuk menangkap ukuran dan
lokasi penangkapan pada daerah tertentu. Tetapi hal tersebut tidak juga mampu
mengatasi tingkat penurunan populasi ikan batak khususnya dari genus
Neolissochilus. Salah satu spesies dari genus ini yaitu, Neolissochilus
sumateranus.

2.3.2.1 Neolissochilus sumatranus
Neolissochilus sumatranus memiliki ciri morfologi yaitu lebar badan 3,1-3,5
kali lebih pendek dari panjang standar, 7-8 sisik di depan sirip punggung, 4 baris
pori-pori (masing-masing memilki tubus yang keras ) pada masing-masing sisi
moncong dan di bawah mata (Kottelat et al., 1993).

Universitas Sumatera Utara

16

Gambar 2.4 Neolissochilus sumatranus
2.4

Aspek Biologi Ikan

2.4.1 Kebiasaan Makanan
Setiap hewan membutuhkan energi dalam kehidupannya (antara lain: untuk
tumbuh, pemeliharaan tubuh, dan reproduksi) yang bisa didapatkan dari makanan
yang dimakan. Effendie (1997) menyatakan bahwa kebiasaan makanan
merupakan ciri khas suatu spesies. Kebiasaan makanan (food habits) ikan
berhubungan dengan kualitas dan kuantitas makanan yang dimakan sedangkan
kebiasaan cara memakan (feeding habits) ikan berhubungan dengan waktu,
tempat, dan cara ikan memperoleh makanannya.
Makanan yang tersedia akan mempengaruhi besarnya populasi ikan di suatu
perairan. Makanan yang dipergunakan akan mempengaruhi sisa persediaan
makanan di alam, dan dari makanan yang dimakan tersebut akan mempengaruhi
pertumbuhan, kematangan seksual bagi tiap-tiap individu ikan, serta keberhasilan
hidupnya (Effendie, l997). Ada beberapa faktor yang dapat menentukan apakah
suatu jenis ikan akan memakan makanannya, yaitu; ukuran makanan,
ketersediaannya, perubahan musim, jenis kelamin, dan stadia hidup/umur ikan.
Nikolsky (1963) membagi makanan ikan menjadi beberapa kategori berdasarkan
bagian terbesar yaitu makanan utama, makanan sekunder, makanan insidental,
serta makanan pengganti. Makanan utama adalah makanan yang biasa dikonsumsi
dan paling banyak ditemukan pada saluran pencernaan ikan. Makanan sekunder
adalah makanan yang sering ditemukan dalam saluran pencemaan makanan ikan
namun dalam jumlah yang sedikit. Sedangkan makanan insidental yaitu makanan
yang paling sedikit ditemukan di saluran pencemaan ikan, selain itu ada makanan

Universitas Sumatera Utara

17

penganti yaitu makanan yang hanya dikonsumsi jika makanan utama tidak ada.
Maksud dari mempelajari kebiasaan makanan ikan ialah untuk mengetahui gizi
alamiah ikan dan untuk melihat hubungan ekologi ikan dengan organisme lain di
perairan seperti pemangsaan, persaingan, dan rantai makanan. Jadi makanan dapat
merupakan faktor yang menentukan bagi keberadaan populasi ikan (Effendie,
1997). Struktur alat pencemaan ikan yang berperan terhadap adaptasi makanan
adalah mulut, gigi, tapis insang, lambung dan usus (Lagler, 1972).
Umumnya makanan yang pertama kali datang dari luar untuk semua ikan
dalam mengawali hidupnya ialah plankton yang bersel tunggal dan berukuran
kecil. Jika untuk pertama kali ikan itu menemukan makanan berukuran tepat
dengan mulutnya, diperkirakan ikan tersebut akan dapat meneruskan hidupnya.
Tetapi apabila dalam waktu relatif singkat ikan tidak dapat menemukan makanan
yang cocok dengan ukuran mulutnya maka ikan itu akan mengalami kelaparan
dan kehabisan makanan yang mengakibatkan kematian. Hal inilah yang antara
lain menyebabkan ikan pada waktu masa larva mempunyai mortalitas besar. Ikan
yang berhasil mendapatkan makanan sesuai dengan ukuran mulut, setelah
bertambah besar ikan itu akan merubah makanan baik dalam ukuran dan
kualitasnya. Apabila telah dewasa ikan itu akan mengikuti pola kebiasaan
induknya. Refleksi perubahan makanan ikan pada waktu kecil sebagai pemakan
plankton dan bila dewasa mengikuti kebiasaan induknya dapat terlihat pada
sisiknya. Susunan cirkuli dekat fokus lebih rapat dari pada susunan cirkuli yang
jauh dari fokus yaitu pada ikan dewasa. Batas kedua macam susunan sirkuli ini
dinamakan cincin larva (Effendie, 1997).

2.4.1.1 Habitat dan Pakan Alami Ikan Batak (Tor douronensis)
Habitat asli ikan batak (Tor douronensis) umumnya di Sungai di daerah
perbukitan dengan air yang jernih dan berarus kuat, ikan batak bersifat pemakan
segalanya atau omnivora, artinya memakan bahan makanan yang berasal dari
hewan dan tumbuh-tumbuhan yang berasal dari tumbuhan yang jatuh ke dalam air
berupa buah, biji-bijian, dan daun-daunan (Barus, 2004). Ikan batak yang masih
kecil cenderung memakan fitoplankton dan zooplankton. Untuk budidaya ikan

Universitas Sumatera Utara

18

batak di kolam diberi pakan pelet. Menurut Effendie (1997) bahwa kebiasaan
makanan ikan berubah sesuai dengan perubahan umur, musim dan ketersediaan
bahan makanan.
Di habitat aslinya, ikan batak tersebut memakan tumbuhan dan hewan yang
terdapat di substrat/kerikil, sedangkan pada kondisi ex-situ memakan cacing,
pellet dan lain-lain yang diberikan oleh para pembenih (Barus, 2004). Pola
penyebaran ikan batak merupakan pola pensesuaian sesuai dengan tingkatan atau
kelompok umur dalam perkembangan hidupnya, dari stadium larva sampai
dewasa.
Semua jenis ikan membutuhkan zat-zat gizi yang baik terdiri dari protein,
lemak, karbohidrat vitamin dan mineral. Jumlah gizi yang diperlukan tergantung
pada jenis, ukuran lingkungan hidup dan stadia reproduksi. Pakan berfungsi
sebagai sumber energi antara lain digunakan untuk pertahanan hidup,
pertumbuhan dan proses perkembangbiakan (reproduksi). Benih ikan yang baru
menetas belum memerlukan pakan dari luar selama 4-5 hari dikarenakan masih
memiliki cadangan kuning telur. Pada hari ke 6 benih ikan memerlukan pakan
yang tepat yaitu pakan alami untuk membantu pertumbuhannya. Umumnya pakan
alami ikan yang mengandung kadar protein tinggi. Makanan alami ikan berasal
dari berbagai kelompok tumbuhan dan hewan yang berada di perairan tersebut
(Djajasewaka, 1985).

2.4.2 Pertumbuhan Ikan
Menurut Effendie (1997), istilah sederhana pertumbuhan dapat dirumuskan
sebagai pertambahan ukuran panjang atau berat dalam suatu waktu. Pertumbuhan
merupakan proses biologi yang komplek dimana banyak faktor yang
mempengaruhinya. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan digolongkan
menjadi dua bagian besar yatiu faktor dalam dan luar. Faktor dalam umumnya
sukar dikontrol antara lain keturunan, umur, parasit dan penyakit. Faktor luar yang
utama mempengaruhi pertumbuhan ialah makanan, suhu perairan dan faktorfaktor kimia perairan, antara lain oksigen, karbondioksida, hidorgen sulfida, dan
keasaman.

Universitas Sumatera Utara

19

Sesudah masa larva berakhir bentuk ikan hampir serupa dengan induk.
Beberapa bagian tubuhnya meneruskan pertumbuhannya. Pada umumnya
perubahan tadi hanya merupakan perubahan kecil saja seperti panjang sirip dan
kemontokan ikan. Perubahan-perubahan itu dinamakan pertumbuhan allometrik.
Apabila pada ikan terdapat perubahan terus menerus secara proporsionil dalam
tubuhnya dinamakan pertumbuhan isometrik (Effendie, 1997).

2.4.3 Hubungan Panjang-Berat
Berat dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang. Hubungan panjang
dengan berat hampir mengikuti hukum kubik yaitu bahwa berat ikan sebagai
pangkat tiga dari panjangnya. Tetapi hubungan yang terdapat pada ikan
sebenarnya tidak demikian karena bentuk dan panjang ikan berbeda-beda. Dengan
melakukan analisis hubungan panjang berat ikan tersebut maka pola pertumbuhan
ikan dapat diketahui. Selanjutnya dapat diketahui bentuk tubuh ikan tersebut
gemuk atau kurus (Effendie, 1997).
Hubungan panjang dan berat dapat dilihat dari nilai konstanta b, yaitu bila
b = 3, hubungan yang terbentuk adalah isometrik (pertambahan panjang seimbang
dengan pertambahan berat). Bila b ≠ 3 maka hubungan yang terbentuk adalah
allometrik, yaitu bila b > 3 maka hubungan yang terbentuk adalah allometrik
positif yaitu pertambahan berat lebih cepat daripada pertambahan panjang,
menunjukkan keadaan ikan tersebut montok. Bila b < 3, hubungan yang terbentuk
adalah allometrik negatif yaitu pertambahan panjang lebih cepat daripada
pertambahan berat, menunjukkan keadaan ikan yang kurus. Nilai praktis yang
didapat dari perhitungan panjang dan berat ialah kita dapat menduga berat dari
panjang ikan atau sebaliknya, keterangan tentang ikan mengenai pertumbuhan,
kemontokan, perubahan dari lingkungan (Effendie, 1997).

2.4.4 Faktor Kondisi
Faktor kondisi adalah keadaan yang menyatakan kemontokan ikan secara
kualitas, dimana perhitungannya didasarkan pada panjang dan berat ikan. Faktor
kondisi atau indeks ponderal dan sering disebut faktor K yang merupakan hal

Universitas Sumatera Utara

20

yang penting dari pertumbuhan ikan. Beragamnya faktor kondisi salah satunya
disebabkan oleh pengaruh makanan (Effendie, 1997).
Salah satu derivat penting dari pertumbuhan ialah faktor kondisi atau indek
ponderal dan sering disebut pula sebagai faktor K. Faktor kondisi menunjukkan
keadaan baik dari ikan dilihat dari segi kapasitas fisik untuk survival. Faktor
kondisi dapat menjadi indikator kondisi pertumbuhan ikan di perairan. Faktor
dalam dan faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan ialah jumlah dan ukuran
makanan yang tersedia, jumlah makanan yang menggunakan sumber makanan
yang tersedia, suhu, oksigen terlarut, faktor kualitas air, dan ukuran ikan. Faktor
kondisi biasanya digunakan untuk menentukan kecocokan lingkungan dan
membandingkan berbagai tempat hidup. Faktor kondisi berfluktuasi dengan
ukuran ikan. Ikan yang berukuran kecil mempunyai kondisi relatif yang tinggi,
kemudian menurun ketika ikan bertambah besar. Banyaknya faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan diantaranya adalah rasio pemberian pakan dan berat
ikan. Jadi kondisi di sini mempunyai arti dapat memberi keterangan baik secara
biologis atau secara komersial (Effendie, 1997).
Selama dalam pertumbuhan, tiap pertambahan berat material ikan akan
bertambah panjang dimana perbandingan liniernya akan tetap. Dalam hal ini
dianggap bahwa berat ikan yang ideal sama dengan pangkat tiga dari panjangnya
dan berlaku untuk ikan kecil atau besar. Bila terdapat perubahan panjang atau
sebaliknya, akan menyebabkan perubahan nilai perbandingan tadi (Effendie,
1997).

Universitas Sumatera Utara