Hubungan antara Kualitas Air dengan Kebiasaan Makanan Ikan Batak (Tor douronensis) di Perairan Sungai Asahan Sumatera Utara

(1)

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS AIR DENGAN KEBIASAAN

MAKANAN IKAN BATAK (Tor douronensis) DI PERAIRAN

SUNGAI ASAHAN SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh

RIA LUMBANTORUAN

117030027/BIO

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 1 3


(2)

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS AIR DENGAN KEBIASAAN

MAKANAN IKAN BATAK (Tor douronensis) DI PERAIRAN

SUNGAI ASAHAN SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh

RIA LUMBANTORUAN

117030027/BIO

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 1 3


(3)

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS AIR DENGAN KEBIASAAN

MAKANAN IKAN BATAK (Tor douronensis) DI PERAIRAN

SUNGAI ASAHAN SUMATERA UTARA

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Magister Sains dalam Program Studi

Magister Biologi pada Program Pascasarjana

Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara

Oleh

RIA LUMBANTORUAN

117030027/BIO

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 1 3


(4)

PENGESAHAN TESIS

Judul Tesis : HUBUNGAN ANTARA KUALITAS AIR

DENGAN KEBIASAAN MAKANAN IKAN BATAK (TOR DOURONENSIS) DI PERAIRAN SUNGAI ASAHAN SUMATERA UTARA

Nama Mahasiswa : RIA LUMBANTORUAN

Nomor Induk Mahasiswa : 117030027 Program Studi : Magister Biologi

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ing. Ternala A.B, M.Sc. Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed. Ketua Anggota

Ketua Program Studi, D e k a n,

Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed. Dr. Sutarman, M.Sc. Tanggal lulus : 31 Juli 2013


(5)

PERNYATAAN ORISINALITAS

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS AIR DENGAN KEBIASAAN

MAKANAN IKAN BATAK (Tor douronensis) DI PERAIRAN

SUNGAI ASAHAN SUMATERA UTARA

TESIS

Dengan ini saya nyatakan bahwa saya mengakui semua karya

tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan

dan ringkasan yang tiap satunya telah dijelaskan sumbernya

dengan benar.

Medan, 31 Juli 2013

RIA LUMBANTORUAN

NIM. 117030027


(6)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : RIA LUMBANTORUAN N I M : 117030027

Program Studi : Magister Biologi Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusive Royalty Free Right) atas Tesis saya yang berjudul:

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS AIR DENGAN KEBIASAAN

MAKANAN IKAN BATAK

(Tor douronensis)

DI PERAIRAN

SUNGAI ASAHAN SUMATERA UTARA

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk data base, merawat dan mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilih hak cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, 31 Juli 2013


(7)

Telah diuji pada

Tanggal : 31 Juli 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua

: Prof. Dr. Ing. Ternala A. Barus, M.Sc.

Anggota : 1. Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed.

2. Dr. Hesti Wahyuningsih, M.Si.


(8)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama lengkap berikut gelar : Ria Lumbantoruan, S.Pd., M.Si.

Tempat dan Tanggal Lahir

: Medan, 21 Agustus 1988

Alamat Rumah : Jl. Veteran Pasar 6 GG.Abadi No.32G

Helvetia Medan-20373

Telepon/Faks/HP

: (061) 6693063

e-mail

: ria_lumbantoruan@yahoo.com

Telepon/Faks/HP

: 085270728922

DATA PENDIDIKAN

SD

: SD Negeri 106805 Manunggal

Tamat : 2000

SMP

: SLTP Negeri 1 Labuhan Deli

Tamat : 2003

SMA : SMA Negeri 3 Medan

Tamat : 2006

Strata-1 : FMIPA Universitas Negeri Medan

Tamat : 2010

Strata-2 : PSM Biologi PPs FMIPA USU

Tamat : 2013


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Program Magister.

Dekan Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara, Dr. Sutarman, M.Sc atas kesempatan menjadi mahasiswa program Magister pada Program Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara.

Ketua Program Studi Magister/Doktor, Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Bio.Med, Sekretaris Program Studi Dr. Suci Rahayu, M.Sibeserta seluruh Staf Pengajar pada Program Studi Magister Biologi program Pascasarjana Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Prof. Dr. Ing. Ternala A. Barus, M.Sc selaku Promotor/Pembimbing Utama yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, bimbingan dan arahan demi kepentingan tesis ini. Terima kasih kepada Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Bio.Med selaku Co.Promotor yang dengan penuh kesabaran menuntun dan membimbing penulis hingga selesainya penelitian ini.

Terima kasih kepada Dr. Hesti Wahyuningsih, M.Si selaku Dosen Penguji I, dan Dr. Suci Rahayu, M.Si selaku Dosen Penguji II, yang telah memberikan banyak koreksi dan saran dalam penyempurnaan tesis ini.

Kepada Ayahanda Pelda (Purn) M.Lumbantoruan dan Ibunda T.Siburian, S.Pd serta kakak, abang, dan adik-adik terkasih Martina Lumbantoruan, S.Pd, Hendra Utama Sipahutar, S.Si, Tua M Lumbantoruan, Eka Masi Lumbantoruan, Ester M Lumbantoruan, dan Fela Micca Sipahutar. Terima kasih atas segala doa, dukungan, pengertian, dan pengorbanan kalian baik berupa moril maupun materil selama penulis mengikuti studi sampai selesai. Terima kasih juga kepada teman-teman dalam satu tim penelitian Budianto Siregar S.Pd, Mesrawati Purba S.Si, Rina Marintan Sitompul S.Pd dan teman seangkatan prodi S2 biologi 2011 serta asisten dosen yang telah meluangkan waktunya membantu dan mendukung penulis sejak awal survey sampai pada saat penelitian.

Kepada kekasih hati yang telah mengerahkan hati, pikiran dan tenaga selama penelitian hingga selesainya tesis ini. Tesis ini penulis persembahkan untuk Wendy Tambun, S.T.


(10)

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS AIR DENGAN KEBIASAAN MAKANAN IKAN BATAK (Tor douronensis) DI PERAIRAN

SUNGAI ASAHAN SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang hubungan antara kualitas air dengan kebiasaan makanan ikan batak (Tor douronensis) di Perairan Sungai Asahan Sumatera Utara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas air Sungai Asahan, kebiasaan makanan ikan batak (Tor douronensis) serta hubungan antara kualitas air dengan kebiasaan makanan ikan batak (Tor douronensis). Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan elektrofishing dan jala serta isi lambung dianalisis dengan menggunakan metode volumetrik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan batak (Tor douronensis) memiliki pola pertumbuhan alometrik. Berdasarkan data analisis isi lambung didapatkan 42 jenis organisme, makanan utama ikan batak (Tor douronensis) berdasarkan indeks prepoderannya adalah Cymbella (56,32%), Navicula (46,65%), Thiothrix (44,25%), dan Ulothrix

(76,21%). Temperatur berkorelasi kuat terhadap Thiothrix. Kecerahan berkorelasi kuat terhadap Thiothrix. Intensitas Cahaya berkorelasi sangat kuat terhadap

Navicula. Arus berkorelasi kuat terhadap Navicula. Parameter pH berkorelasi sangat kuat terhadap Cymbella. DO berkorelasi kuat terhadap Navicula. BOD5

berkorelasi kuat terhadap Navicula. NO3 berkorelasi kuat terhadap Thiothrix. PO4

berkorelasi berkorelasi kuat terhadap Thiothrix. Kondisi Sungai Asahan mengindikasikan secara relatif dalam keadaan baik dan mendukung pertumbuhan ikan batak (Tor douronensis).

Kata kunci : Tor douronensis, Kebiasaan makanan, Indeks prepoderan, Sungai Asahan


(11)

WATER QUALITY RELATIONSHIP AND FOOD HABITS OF BATAK FISH (Tor douronensis) IN ASAHAN RIVER

NORTH SUMATRA

ABSTRACT

The study of water quality relationship and food habits of batak fish (Tor douronensis) in Asahan River North Sumatra was conducted. Aims of this research are to understand the water quality of Asahan River, the food habits of batak fish (Tor douronensis), and relationship between water quality and food habits of batak fish (Tor douronensis). Fish samples were caught by electrofishing and casnet and stomach content was analysis using volumetric method. Result showed that the batak fish (Tor douronensis) have allometric growth patten. Based on the data of stomach content shown that 42 organism, the major food of batak fish (Tor douronensis) based on index prepoderance are Cymbella

(56,32%), Navicula (46,65%), Thiothrix (44,25%), and Ulothrix (76,21%). Temperature high correlated with Thiothrix. Light penetration high correlated with Thiothrix. Light intensity highest correlated with Navicula. Current high correlated with Navicula. pH highest correlated with Cymbella. DO high correlated with Navicula. BOD5 high correlated with Navicula. NO3 high

correlated with Thiothrix. PO4 high correlated with Thiothrix. Indicating the

condition of Asahan River is relatively in good condition and support batak fish (Tor douronensis) growth as well.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

ABSTRAK ii

ABSTRACT iii

DAFTAR ISI iv

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 3

1.3 Tujuan Penelitian 3

1.4 Manfaat Penelitian 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1 Ekosistem Sungai 4

2.2 Parameter Fisik, Kimia, dan Biologi Perairan 5

2.2.1 Parameter Fisik 5

2.2.1.1 Temperatur Air 5

2.2.1.2 Kecerahan Air 6

2.2.1.3 Kecepatan Arus 6

2.2.1.4 Intensitas Cahaya 7

2.2.2 Parameter Kimia 8

2.2.2.1 pH (Derajat Keasaman) 8

2.2.2.2 BOD (Biochemical Oxygen Demand) 8

2.2.2.3 Nitrat dan Fospat 8

2.2.3 Parameter Biologi 9

2.2.3.1 Plankton 9

2.2.3.2 Ikan 10

2.3 Ikan Batak (Tor douronensis) 11

2.3.1 GenusTor 12

2.3.1.1 Tor douronensis 13

2.3.1.2 Tor soro 13

2.3.1.3 Tor tambroides 14

2.3.2 Genus Neolissochilus 15

2.3.2.1 Neolissochilussumatranus 15

2.4 Aspek Biologi Ikan 16

2.4.1 Kebiasaan Makanan 16

2.4.1.1 Habitat dan Pakan Alami

Ikan Batak (Tor douronensis) 17


(13)

2.4.3 Hubungan Panjang-Berat 19

2.4.4 Faktor Kondisi 19

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 21

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 21

3.2 Deskripsi Area Penelitian 21

3.2.1 Stasiun 1 (Sungai Ponot) 21

3.2.2 Stasiun 2 (Sungai Baturangin) 22

3.2.3 Stasiun 3 (Sungai Tangga) 22

3.2.4 Stasiun 4 (Sungai Parhitean) 23

3.2.5 Stasiun 5 (Sungai Hula-Huli) 23

3.3 Prosedur Kerja 24

3.3.1. Pengambilan Sampel Ikan dengan Electrofishing dan Jala 24

3.3.2 Analisis Lambung 24

3.3.3 Pengukuran Faktor Fisika dan Kimia Perairan 25

3.3.3.1 Temperatur Air 25

3.3.3.2 Kecerahan Air 26

3.3.3.3 Intensitas Cahaya 26

3.3.3.4 Kecepatan Arus 26

3.3.3.5pH (Derajat Keasaman) 26

3.3.3.6Disolved Oxygen (DO) 26

3.3.3.7Biochemical Oxygen Demand (BOD5) 27

3.3.3.8Nitrat 28

3.3.3.9Fospat 28 3.4 Analisis Data 29

3.4.1 Analisis Korelasi Hubungan Panjang-Berat 29

3.4.2 Faktor Kondisi 30 3.4.3 Kebiasaan Makanan 30 3.4.4 Analisis Hubungan Antara Faktor Fisik-Kimia Lingkungan Perairan Sungai Asahan dengan Jenis Makanan Ikan Batak (Tor douronensis) 31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 32 4.1 Hubungan Panjang-Berat Ikan Batak (Tor douronensis) 32 4.2 Faktor Kondisi 36 4.3 Kebiasaan Makanan Ikan Batak (Analisis Isi Lambung) 37 4.4 Parameter Abiotik 42 4.4.1 Temperatur Air 43

4.4.2 Kecerahan Air 44

4.4.3 Intensitas Cahaya 45

4.4.4 Kecepatan Arus 46

4.4.5 pH (Derajat Keasaman) 47

4.4.6 Oksigen Terlarut (DO = Dissolved Oxygen) 47 4.4.7 BOD5 (Biochemical Oxygen Demand) 48


(14)

4.4.9 PO4(Posfat) 50

4.5 Analisa Korelasi Pearson (r) Antara Faktor Fisik Kimia

Perairan dengan Jenis Makanan Ikan Batak (Tor douronensis) 51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 55

5.1 Kesimpulan 55

5.2 Saran 55

DAFTAR PUSTAKA 56


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel

Judul Halaman

3.1 Alat dan Satuan yang Dipergunakan dalam Pengukuran Faktor Fisik, Kimia, dan Biologi Perairan

28 4.1 Hubungan Panjang Berat Ikan Batak (Tor douronensis) 32 4.2 Faktor Kondisi Ikan Batak (Tor douronensis) 36 4.3 Analisis Index of Preponderance (IP)Pada Stasiun

Penelitian

37 4.4 Nilai Faktor Fisik Kimia Perairan Sungai Asahan pada

Masing-Masing Stasiun Penelitian 43 4.5 Nilai Korelasi Pearson (r) Yang Diperoleh Antara

Parameter Fisik Kimia Perairan Sungai Asahan Dengan Jenis Makanan Ikan Batak (Tor douronensis)

51


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar

Judul Halaman

2.1 Tor douronensis 13

2.2 Tor soro 14

2.3 Tor tambroides 15

2.4 Neolissochilus sumatranus 16

3.1 Sungai Ponot 21

3.2 Sungai Baturangin 22

3.3 Sungai Tangga 22

3.4 Sungai Parhitean 23

3.5 Sungai Hula-Huli 23

4.1 Grafik Hubungan Panjang Berat Ikan Batak

(Tor douronensis) di Stasiun 1 (Sungai Ponot)

34 4.2 Grafik Hubungan Panjang Berat Ikan Batak

(Tor douronensis) di Stasiun 2 (Sungai Baturangin)

34 4.3 Grafik Hubungan Panjang Berat Ikan Batak

(Tor douronensis) di Stasiun 3 (Sungai Tangga)

34 4.4 Grafik Hubungan Panjang Berat Ikan Batak

(Tor douronensis) di Stasiun 4 (Sungai Parhitean)

35 4.5 Grafik Hubungan Panjang Berat Ikan Batak

(Tor douronensis) di Stasiun 5 (Sungai Hula-Huli)

35 4.6 Diagram Komposisi Makanan Ikan Batak

di Stasiun 1 (Sungai Ponot)

38 4.7 Diagram Komposisi Makanan Ikan Batak

di Stasiun 2 (Sungai Baturangin)

39 4.8 Diagram Komposisi Makanan Ikan Batak

di Stasiun 3 (Sungai Tangga)

39 4.9 Diagram Komposisi Makanan Ikan Batak

di Stasiun 4 (Sungai Parhitean)

40 4.10 Diagram Komposisi Makanan Ikan Batak

di Stasiun 5 (Sungai Hula-Huli)

40


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran

Judul Halaman

A Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur Kelarutan Oksigen (DO)

L-1 B Bagan Kerja Metode Inkubasi (selama 5 hari pada

temperatur 200C) dan Metode Winkler untuk Mengukur BOD5

L-2

C Bagan Kerja Analisis Nitrat (NO3) L-3

D Bagan Kerja Analisis Fospat (PO43-) L-4

E Peta Lokasi Penelitian L-5 F Analisis Data Hubungan Panjang-Berat Ikan Batak

(Tor douronensis) Pada Stasiun Penelitian

L-6 G Analisis Data Faktor Kondisi Ikan Batak (Tor

douronensis) Pada Stasiun Penelitian

L-9 H Hasil Perhitungan Nilai Index Of Preponderance (IP)

Ikan Batak (Tor douronensis) Pada Stasiun Penelitian

L-10 I Hasil Analisis Korelasi Pearson Antara Sifat

Fisika-Kimia Perairan Sungai Asahan dengan Jenis Makanan Ikan Batak (Tor douronensis)

L-15

J Gambar Pengamatan di Mikroskop Jenis Makanan Utama dan Makanan Pelengkap di Lambung Ikan Batak (Tor douronensis) Pada Perairan Sungai Asahan

L-17

K Peraturan Pemerintah No. 82 / 2001 (Baku Mutu Air) L-18


(18)

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS AIR DENGAN KEBIASAAN MAKANAN IKAN BATAK (Tor douronensis) DI PERAIRAN

SUNGAI ASAHAN SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang hubungan antara kualitas air dengan kebiasaan makanan ikan batak (Tor douronensis) di Perairan Sungai Asahan Sumatera Utara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas air Sungai Asahan, kebiasaan makanan ikan batak (Tor douronensis) serta hubungan antara kualitas air dengan kebiasaan makanan ikan batak (Tor douronensis). Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan elektrofishing dan jala serta isi lambung dianalisis dengan menggunakan metode volumetrik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan batak (Tor douronensis) memiliki pola pertumbuhan alometrik. Berdasarkan data analisis isi lambung didapatkan 42 jenis organisme, makanan utama ikan batak (Tor douronensis) berdasarkan indeks prepoderannya adalah Cymbella (56,32%), Navicula (46,65%), Thiothrix (44,25%), dan Ulothrix

(76,21%). Temperatur berkorelasi kuat terhadap Thiothrix. Kecerahan berkorelasi kuat terhadap Thiothrix. Intensitas Cahaya berkorelasi sangat kuat terhadap

Navicula. Arus berkorelasi kuat terhadap Navicula. Parameter pH berkorelasi sangat kuat terhadap Cymbella. DO berkorelasi kuat terhadap Navicula. BOD5

berkorelasi kuat terhadap Navicula. NO3 berkorelasi kuat terhadap Thiothrix. PO4

berkorelasi berkorelasi kuat terhadap Thiothrix. Kondisi Sungai Asahan mengindikasikan secara relatif dalam keadaan baik dan mendukung pertumbuhan ikan batak (Tor douronensis).

Kata kunci : Tor douronensis, Kebiasaan makanan, Indeks prepoderan, Sungai Asahan


(19)

WATER QUALITY RELATIONSHIP AND FOOD HABITS OF BATAK FISH (Tor douronensis) IN ASAHAN RIVER

NORTH SUMATRA

ABSTRACT

The study of water quality relationship and food habits of batak fish (Tor douronensis) in Asahan River North Sumatra was conducted. Aims of this research are to understand the water quality of Asahan River, the food habits of batak fish (Tor douronensis), and relationship between water quality and food habits of batak fish (Tor douronensis). Fish samples were caught by electrofishing and casnet and stomach content was analysis using volumetric method. Result showed that the batak fish (Tor douronensis) have allometric growth patten. Based on the data of stomach content shown that 42 organism, the major food of batak fish (Tor douronensis) based on index prepoderance are Cymbella

(56,32%), Navicula (46,65%), Thiothrix (44,25%), and Ulothrix (76,21%). Temperature high correlated with Thiothrix. Light penetration high correlated with Thiothrix. Light intensity highest correlated with Navicula. Current high correlated with Navicula. pH highest correlated with Cymbella. DO high correlated with Navicula. BOD5 high correlated with Navicula. NO3 high

correlated with Thiothrix. PO4 high correlated with Thiothrix. Indicating the

condition of Asahan River is relatively in good condition and support batak fish (Tor douronensis) growth as well.


(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sungai Asahan merupakan salah satu sungai terbesar di Sumatera Utara, Indonesia. Sungai ini mengalir dari mulut Danau Toba, melintasi Kota Tanjung Balai dan berakhir di Teluk Nibung, Selat Malaka. Daerah ini dibatasi oleh kontur ketinggian yang mengelilingi danau dan melintasi desa Porsea di mana Sungai Asahan sepanjang 150 km mengalirkan air keluar dari Danau Toba. Sungai Asahan secara geografis terletak pada 2056’46,2” LU dan 99051’51,4” BT (Loebis, 1999).

Sungai Asahan termasuk ke dalam perairan lotik karena mempunyai kecepatan arus yang tinggi. Aliran-aliran sungai yang berarus deras disekitar Sungai Asahan inilah yang menjadi habitat alami ikan batak dari Genus

Neolissochilus dan Tor. Berdasarkan penelitian terdahulu, di Sungai Asahan hidup beberapa jenis ikan batak, antara lain: Neolissochilus sumatranus, Tor soro, Tor douronensis dan Tor tambroides (Barus, 2004). Sungai Asahan merupakan tempat bagi ikan batak tersebut melakukan berbagai macam aktivitas dalam seluruh siklus hidupnya. Marshall (1982) menjelaskan bahwa semua fungsi vital ikan seperti makan, pencernaan, pertumbuhan, respon pada stimulus dan reproduksi sangat tergantung pada air.

Ikan batak merupakan salah satu jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis penting khususnya bagi masyarakat Batak, Jawa Barat dan Sumatera Utara. Ikan batak juga merupakan ikan konsumsi bernilai tinggi dengan tekstur daging yang tebal dan lezat, sehingga banyak digemari masyarakat (Azhari, 2011). Penyebaran ikan batak di Sungai Asahan ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan antara lain: faktor biotik dan faktor abiotik. Rifai et al., (1993) menjelaskan bahwa faktor biotik yaitu faktor alam yang hidup atau jasad hidup, baik tumbuh-tumbuhan maupun hewan. Faktor abiotik mencakup faktor fisik dan kimia yaitu cahaya, suhu, arus, pH, oksigen terlarut dan BOD. Penyebaran ikan batak dalam suatu


(21)

perairan juga ditentukan oleh makanan yang tersedia. Menurut Effendie (1997) makanan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan dan diserap oleh ikan sehingga dapat digunakan untuk menjalankan metabolisme tubuhnya. Kebiasaan makanan (food habit) ikan penting untuk diketahui, karena pengetahuan ini memberikan petunjuk tentang pakan dan kesukaan organisme terhadap makanan. Effendie (1997) mendefinisikan kebiasaan makanan sebagai kuantitas dan kualitas makanan yang dimakan oleh ikan. Kebiasaan makan ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ukuran ikan dalam memanfaatkan makanan yang tersedia, habitat hidupnya, kesukaan terhadap jenis makanan tertentu, musim, ukuran dan umur ikan, periode harian mencari makanan dan jenis kompetitor (Hickley 1993 dalam Satria dan Kartamihardja 2002). Umumnya ikan memperlihatkan tingkat kesukaan terhadap jenis makanan tertentu dan hal ini terlihat dari jenis makanan dominan yang ada dalam lambungnya (Weatherley dan Gill 1987 dalamEffendie 1997).

Barus (2004) menjelaskan bahwa daerah Sungai Asahan saat ini mengalami penurunan keseimbangan ekosistem yang ditandai terjadinya penurunan tangkapan ikan batak (Tor douronensis) bagi nelayan di daerah ini, hal ini ditunjukkan dengan gejala-gejala semakin sukarnya ikan tersebut ditangkap, pola distribusinya yang mengelompok serta semakin kecilnya ukuran ikan batak (Tor douronensis) yang ditangkap. Penyebab utamanya karena kawasan Sungai Asahan telah mengalami perkembangan pemanfaatannya oleh berbagai aktifitas manusia, seperti areal pemukiman, pabrik, penangkapan yang berlebihan (overfishing) serta kawasan ini digunakan sebagai potensi parawisata yang dapat menyebabkan penurunan kualitas air. Sebagai akibatnya, dikhawatirkan akan menyebabkan populasi ikan batak (Tor douronensis) di Sungai Asahan semakin terancam kelestariannya serta mempengaruhi pertumbuhan ikan tersebut karena kebiasaan makanan dan ketersediaan makanan ikan batak tersebut di perairan Sungai Asahan juga terganggu.

Sejauh ini belum diketahui bagaimana kebiasaan makanan ikan batak (Tor douronensis) di Sungai Asahan serta korelasi sifat fisika-kimia lingkungan perairan tersebut dengan jenis makanan di Perairan Sungai Asahan. Maka penulis


(22)

melaksanakan penelitian tentang hubungan antara kualitas air dengan kebiasaan makanan ikan batak (Tor douronensis) di Perairan Sungai Asahan Sumatera Utara.

1.2 Perumusan Masalah

1. Bagaimana kualitas air Sungai Asahan.

2. Bagaimana kebiasaan makanan ikan batak (Tor douronensis) di Perairan Sungai Asahan Sumatera Utara.

3. Bagaimana hubungan antara kualitas air dengan kebiasaan makanan ikan batak (Tor douronensis) di Perairan Sungai Asahan Sumatera Utara.

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui kualitas air Sungai Asahan.

2. Untuk mengetahui kebiasaan makanan ikan batak (Tor douronensis) di Perairan Sungai Asahan Sumatera Utara.

3. Untuk mengetahui hubungan antara kualitas air dengan kebiasaan makanan ikan batak (Tor douronensis) di Perairan Sungai Asahan Sumatera Utara.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi tentang kualitas air Sungai Asahan.

2. Memberikan informasi tentang kebiasaan makanan ikan batak (Tor douronensis) di Perairan Sungai Asahan Sumatera Utara.

3. Memberikan informasi tentang hubungan antara kualitas air dengan kebiasaan makanan ikan batak (Tor douronensis) khususnya kepada instansi terkait dalam pengelolaan dan monitoring kondisi Perairan Sungai Asahan.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekosistem Sungai

Sungai merupakan suatu sistem yang dinamis dengan segala aktivitas yang berlangsung antara komponen-komponen lingkungan yang terdapat di dalamnya. Adanya dinamika tersebut akan menyebabkan suatu sungai berada dalam keseimbangan ekologis sejauh sungai itu tidak menerima bahan-bahan asing dari luar. Sungai merupakan salah satu sumber air tawar yang penting dalam kehidupan. Manfaat sungai antara lain adalah sebagai tempat budidaya ikan, tempat rekreasi, untuk pengairan dan lain-lain. Sungai juga memiliki peranan penting bagi binatang dan tumbuhan yang terdapat di dalam perairan tersebut. Eksploitasi terhadap biota perairan yang terdapat di dalam sungai secara berlebihan dapat mengganggu kesimbangan ekosostem sungai. Kualitas dari sungai itu sendiri sangat ditentukan oleh faktor-faktor pembatasnya seperti suhu, pH, alkalinitas, CO2, DO, kecepatan arus, densitas plankton, dan diversitas

plankton. Sungai memiliki sifat yang unik diantaranya adalah sifat termal, yaitu dapat mengurangi perubahan suhu sehingga perubahan suhu dalam air terjadi sangat lambat daripada di udara.

Pembangunan yang semakin pesat saat ini ternyata memberikan dampak negatif terhadap kelestarian Sungai Asahan. Seperti penebangan hutan secara liar menyebabkan air hujan yang turun tidak diserap dengan sempurna oleh tanah, sehingga seringkali mengikis permukaan tanah dan mengalir bersama aliran sungai yang akhirnya aliran sungai bermuara di danau dan dapat menimbulkan pengendapan lumpur dan pendangkalan danau. Jadi antara air sungai dan danau merupakan dua ekosistem air tawar yang sangat erat kaitannya. Limbah dari industri yang dibuang ke Sungai Asahan, mengakibatkan sungai menjadi tercemar oleh bahan-bahan tercemar yang menyebabkan pertumbuhan gulma air yang sangat cepat yang dapat mengganggu biota perairan, karena biota air akan semakin sulit mendapatkan oksigen (Barus, 2004).


(24)

2.2 Parameter Fisik, Kimia, dan Biologi Perairan

Air merupakan faktor yang sangat penting dan mempengaruhi kehidupan ikan maupun organisme lainnya. Parameter kualitas air yang umum berpangaruh terhadap pertumbuhan ikan adalah temperatur, pH, suhu, oksigen terlarut, cahaya, arus, dan lain sebagainya. Air sebagai lingkungan tempat hidup organisme perairan harus mampu mendukung kehidupan dan pertumbuhan dari organisme tersebut. Sebagai salah satu faktor penting dalam operasional pemeliharaan larva, kualitas air perlu dijaga dalam kondisi prima, baik dalam aspek fisika, kimia dan biologi (Boyd, 1996). Faktor yang mempengaruhi ekosistem ini ada yang merugikan dan ada yang menguntungkan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, selain melakukan pengamatan terhadap faktor biotik, perlu juga dilakukan pengamatan terhadap faktor abiotik, sehingga diperoleh suatu gambaran tentang kualitas suatu perairan (Barus, 2004).

2.2.1 Parameter Fisik 2.2.1.1 Temperatur Air

Dalam setiap penelitian ekosistem akuatik pengukuran temperatur air merupakan hal yang mutlak. Hal ini disebabkan karena kelarutan berbagai jenis zat di dalam air serta semua aktivitas biologi-fisiologi di dalam ekosistem akuatik sangat dipengaruhi oleh temperatur. Temperatur juga merupakan faktor pembatas utama pada suatu perairan karena ekosistem akuatik seringkali mempunyai toleransi yang sempit terhadap perubahan temperatur. Temperatur mempunyai pengaruh besar terhadap kelarutan oksigen di dalam air, dimana apabila temperatur naik, maka kelarutan oksigen dalam air menurun. Bersamaan dengan itu peningkatan aktivitas metabolisme organisme akuatik, sehingga kebutuhan akan oksigen juga akan meningkat.

Menurut hukum Van’t Hoffs kenaikan temperatur sebesar 100C (hanya pada kisaran yang masih ditolerir) akan meningkatkan laju metabolisme dari organisme sebesar 2-3 kali lipat. Temperatur yang relatif tinggi pada suatu perairan tersebut dapat meningkatkan metabolisme organisme yang ada pada perairan tersebut,


(25)

sehingga jumlah oksigen terlarut berkurang. Akibatnya, ikan dan hewan air akan mati (Barus, 2004).

2.2.1.2 Kecerahan Air

Menurut Lioyd (1980), kecerahan air adalah bentuk pencerminan daya tembus atau intensitas cahaya yang masuk dalam perairan. Kecerahan perairan juga dapat ditentukan karena adanya fitoplankton atau tumbuhan air lainnya yang terdapat dalam perairan. Kecerahan air dapat diukur apabila kedalaman tembus cahaya matahari ke dalam kolam minimum 40 cm. Pengukuran kecerahan dapat digunakan untuk menentukan besarnya produktifitas primer dalam perairan. Lioyd (1980) menyatakan kembali bahwa kecerahan air merupakan bentuk pencerminan daya tembus atau intensitas cahaya matahari yang masuk ke dalam perairan. Dengan mengetahui kecerahan suatu perairan, kita dapat mengetahui sampai dimana masih ada kemungkinan terjadi proses asimilasi dalam air, lapisan-lapisan manakah yang tidak keruh, yang agak keruh, dan yang paling keruh, serta lain sebagainya.

2.2.1.3 Kecepatan Arus

Menurut Barus (2004), arus sangat dipengaruhi oleh sifat air itu sendiri, gravitasi bumi, keadaan dasar perairan, dan gerakan rotasi bumi. Sirkulasi arus pada permukaan perairan terutama disebabkan oleh adanya wind stress. Jadi arus air yang ada dalam suatu perairan sangat dipengaruhi oleh banyak faktor dari parameter kualitas air itu sendiri. Disamping itu arus juga dapat berdampak pada kandungan oksigen yang ada dalam air tersebut melalui proses difusi secara langsung dari udara. Arus air pada perairan lotik umumnya bersifat turbulen,

yaitu arus yang bergerak ke segala arah sehingga air akan terdistribusi ke seluruh bagian dari perairan tersebut

Pola arus dan asal arus diperairan umum (danau, sungai, dan resevoir) berbeda dengan di laut. Pada perairan umum yang mengalir (lotic system) misal sungai, air berasal dari tiga sumber, yaitu mata air, hujan, dan aliran permukaan. Aliran sungai dipengaruhi oleh adanya dua kekuatan yaitu gravitasi dan hambatan


(26)

(friksi). Oleh karena itu, kekuatan arus di sungai tergantung pada letak daerahnya. Kecepatan arus di perairan umum yang tergenang (lentic water bodies) misal danau dan reservoir pada umumnya lebih rendah dari pada kecepatan arus di laut ataupun sungai. Kecepatan arus di perairan danau atau reservoir dipengaruhi oleh angin dan kecepatan arus di perairan lentic sangat bervariasi, dan hal ini bukan faktor-faktor dalam pemilihan lokasi untuk budidaya kolam. Pada daerah hulu, kecepatan arusnya tinggi, sedangkan di daerah hilir kecepatan arusnya menurun (Barus, 2004).

2.2.1.4 Intensitas Cahaya

Intensitas cahaya merupakan faktor yang mempengaruhi penyebaran ikan. Intensitas cahaya bagi organisme akuatik berfungsi sebagai alat orientasi yang akan mendukung kehidupan organisme tersebut. Intensitas cahaya matahari juga mempengaruhi produktivitas primer. Apabila intensitas cahaya matahari berkurang maka proses fotosintesis akan terhambat sehingga oksigen dalam air akan berkurang, dimana oksigen dibutuhkan organisme akuatik untuk metabolisme (Barus, 2004). Cahaya merupakan unsur penting dalam kehidupan ikan, cahaya dibutuhkan ikan untuk mengejar mangsa, menghindarkan diri dari predator, membantu dalam penglihatan dan proses metabolisme. Secara tidak langsung peranan cahaya matahari dalam kehidupan ikan adalah melalui rantai makanan (Wardoyo, 1983).

Jika intensitas cahaya matahari menurun maka akan mempengaruhi proses fotosintesis salam suatu perairan dimana jumlah plankton dapat mengalami penurunan sehingga menyebabkan keterbatasan tersedianya nutrisi bagi ikan. Selanjutnya cahaya juga mempengaruhi produktivitas ikan pada sungai.Ikan yang aktif pada siang hari (diurnal) biasanya mengambil makanan pada malam hari. Ikan yang aktif pada malam hari (noktural) akan bergerak ke perairan yang dangkal. Organisme noktural pada intensitas cahaya maksimum dirangsang untuk melakukan gerakan untuk mencari perlindungan, sedangkan bagi organisme

diurnal intensitas cahaya yang kuat akan memberikan reaksi sebaliknya, organisme tersebut akan melakukan berbagai aktivitas (Barus, 2004).


(27)

2.2.2 Parameter Kimia

2.2.2.1 pH (Derajat Keasaman)

pH (Derajat keasaman) merupakan ukuran konsentrasi ion hidrogen yang menunjukkan suasana asam atau basah perairan. Air dikatakan basah apabila pH > 7 dan dikatakan asam apabil pH < 7. Secara alamiah pH perairan dipengaruhi oleh konsentrasi karbondioksida dan senyawa yang bersifat asam.

Pada siang hari fitoplankton dan tanaman air mengkonsumsi CO2 dalam

proses fotosintesis yang menghasilkan O2dalam air, suasana ini menyebabkan pH

air meningkat. Malam hari fitoplankton dan tanaman air mengkonsumsi O2dalam

proses respirasi yang menghasilkan CO2, suasana ini menyebabkan pH air

menurun. pH air turut mempengaruhi kehidupan dari ikan, pH air yang ideal bagi kehidupan ikan berkisar antara 6,5 -7,5. Air yang masih segar dari pegunungan biasanya mempunyai pH yang lebih tinggi. pH air kurang dari 6 atau lebih dari 8,5 perlu diwaspadai karena mungkin ada pencemaran, hal ini juga dapat menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi ikan (Barus, 2004).

2.2.2.2 BOD (Biochemical Oxygen Demand)

Menurut Barus (2004), BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam lingkungan air untuk mendegradasi bahan buangan yang ada dalam air lingkungan. Pada umumnya air lingkungan atau air dalam mengandung mikroorganisme yang dapat memakan, memecah, menguraikan bahan buangan organik. Penguraian bahan organik melalui proses oksidasi oleh mikroorganisme di dalam air lingkungan adalah proses alamiah yang mudah terjadi apabila air lingkungan mengandung oksigen yang cukup. Nilai konsentrasi BOD5 menunjukkan kualitas suatu perairan masih tergolong baik apabila

konsumsi O2 selama 5 hari berkisar sampai 5 mg/l.

2.2.2.3 Nitrat dan Fospat

Nitrogen di perairan terdapat dalam bentuk gas N2, NO2-, NO3- dan NH4+

serta sejumlah N yang berikatan dalam organik kompleks. Sumber nitrogen terbesar berasal dari udara, sekitar 80 % dalam bentuk nitrogen bebas yang masuk


(28)

melalui sistem fiksasi biologis dalam kondisi aerobik. Keberadaan nitrogen di perairan dapat berupa nitrogen anorganik dan organik. Nitrogen anorganik terdiri atas ion nitrit (NO2-), ion nitrat (NO3-), ammonia (NH3), ion ammonium (NH4+)

dan molekul N2 yang larut dalam air, sedangkan nitrogen organik berupa protein,

asam amino dan urea akan mengendap dalam air (Chester, 1990).

Nitrat merupakan zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk dapat tumbuh dan berkembang. Keberadaan nitrat di perairan sangat dipengaruhi oleh buangan yang dapat berasal dari industri, bahan peledak, dan pemupukan Secara alamiah kadar nitrat biasanya rendah namun kadar nitrat dapat menjadi tinggi sekali dalam air tanah di daerah yang diberi pupuk nitrat (Alaerts et al., 1987).

Fosfor sangat penting di perairan terutama berfungsi dalam pembentukan protein dan metabolisme bagi organisme. Fosfor juga berperan dalam transfer energi di dalam sel misalnya adenosine triphosfate (ATP) dan adenosine diphosphate (ADP). Fosfor dalam perairan tawar ataupun air limbah pada umumnya dalam bentuk fosfat, yaitu ortofosfat, fosfat terkondensasi seperti

pirofosfat (P2O74-), metafosfat (P3O93-) dan polifosfat (P4O136- dan P3O105-) serta

fosfat yang terikat secara organik (adenosin monofosfat). Senyawa ini berada sebagai larutan, partikel atau detritus atau berada di dalam tubuh organisme akuatik (Fergusson, 1956).

Nitrogen dan Fosfor sangat berperan dalam proses terjadinya eutrofikasi di suatu ekosisten air. Seperti diketahui bahwa fitoplankton dan tumbuhan air lainnya membutuhkan nitrogen dan fosfor sebagai sumber nutrisi utama bagi pertumbuhannya. Dengan demikian maka peningkatan unsur nitrogen dan fosfor dalam air akan dapat meningkatkan populasi alga secara massal yang menimbulkan eutrofikasi dalam ekosistem air (Barus, 2004).

2.2.3. Parameter Biologi 2.2.3.1 Plankton

Plankton merupakan penyumbang perairan, semakin banyak plankton maka semakin banyak jumlah ikan dan organisme pemakan plankton, sehingga perairan tersebut menjadi produktif. Suhu yang tidak tinggi memungkinkan plankton untuk


(29)

mendiami daerah ini, karena planton menyukai suhu yang tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin. Kadar pH, alkalinitas, CO2 bebas yang tinggi, menunjukkan

bahwa pada perairan ini banyak mengandung ion karbonat dan bikarbonat, yang berguna sebagai bahan penyuplai nutrien dan bahan utama fotosintesis bagi plankton. Tingginya DO, mengakibatkan plankton mudah mendapat oksigen sebagai bahan dasar respirasi dalam aktivitasnya. Kecerahan yang sedang berhubungan dengan penetrasi cahaya matahari. Plankton cenderung menyukai daerah yang penetrasi cahaya mataharinya sedang, agar aktivitas plankton berjalan secara optimal (Isnansetyo et al., 1995).

Kepadatan plankton dipengaruhi oleh adanya supply makanan yang ada diperairan tersebut dan juga kondisi lingkungan seperti pH, cahaya. Densitas plankton mempengaruhi kadar O2, CO2 dan kecerahan perairan. Kerapatan

plankton juga berdampak kurang baik bila terlalu padat terutama pada saat pagi hari dan fotosintesis belum berlangsung, maka akan terjadi kompetisi yang ketat dalam memperoleh O2, karena yang tersedia terbatas sementara yang

mengkonsumsi banyak.

Di lingkungan perairan ada tiga unsur pokok yang mempengaruhi kehidupan biota perairan. Pertama adalah unsur fisik yang berupa sifat-sifat fisika air seperti suhu, kekeruhan, kekentalan, cahaya, suara, getaran serta berat jenis. Unsur kedua adalah sifat kimiawi air seperti pH, kadar oksigen terlarut, karbondioksida terlarut, alkalinitas dan lain-lainnya. Unsur ketiga adalah yaitu sifat-sifat biologinya seperti keadaan organismenya, pemakai dan pengurai. Ketiga unsur pokok tersebut tergantung pada sumber alam pokok yaitu sinar matahari dan iklim (Lioyd, 1980).

2.2.3.2 Ikan

Ikan merupakan organisme vertebrata akuatik dan bernafas dengan insang. Ciri-ciri umum dari golongan ikan adalah mempunyai rangka bertulang sejati dan bertulang rawan, mempunyai sirip tunggal dan berpasangan, mempunyai operculum yang menutup insang, tubuh ditutupi oleh sisik dan berlendir serta mempunyai bagian tubuh yang jelas antara caput (kepala), truncus (badan) dan


(30)

caudal (ekor). Ukuran ikan bervariasi mulai dari yang kecil sampai yang besar, bentuk tubuh berbentuk torpedo, pipih, dan ada yang berbentuk tidak teratur (Rupawan, 1999).

Ikan memiliki kemampuan untuk bergerak dengan menggunakan sirip untuk menjaga keseimbangan dalam air, sehingga tidak bergantung pada arus atau gerakan air yang disebabkan oleh angin. Ikan juga menggunakan insang untuk mengambil oksigen dari air yang ada di sekitarnya yang digunakan untuk pernapasan. Ikan mempunyai otak yang terbagi menjadi region-regio, dan dibungkus dalam cranium (tulang kepala) yang berupa kartilago. Telinga hanya terdiri dari telinga dalam, berupa saluran-saluran semi sirkularisme sebagai organ keseimbangan. Jantung berkembang baik, sirkularis menyangkut aliran darah dari jantung melalui insang ke seluruh bagian tubuh lain, tipe ginjal pronefros dan mesonefros (Brotowidjoyo et al.,1995).

Salah satu ciri khas ikan yaitu letak vertikal sirip yang sama. Ikan memiliki pola adaptasi yang tinggi terhadap kondisi lingkungan, baik terhadap faktor fisik maupun faktor kimia lingkungan seperti pH, DO, kecerahan, temperatur (Rifai et al.,1983). Hal ini sangat penting bukan saja untuk mendapatkan makanan, tetapi juga untuk menyelamatkan diri dari hewan-hewan predator. Banyaknya ikan yang terdapat di air tawar disebabkan karena daerahnya terisolasi sehingga mempunyai kesempatan yang besar untuk membentuk spesies baru. Kebanyakan ikan ditemukan pada lingkungan yang lebih panas dengan perubahan temperatur tahunan kecil.

2.3 Ikan Batak (Tor douronensis)

Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai keanekaragaman hayati yang cukup tinggi salah satunya yaitu jenis ikan tawar (Kotellat et al., 1993). Diantara jenis ikan tawar tersebut salah satunya ikan batak dari jenis (Tor douronensis) banyak pula yang mempunyai potensi ekonomis yang baik bila dikembangkan dengan baik. Pemanfaatan sumber daya alam ini sering sekali tidak didukung oleh berbagai informasi keilmuan yang memadai sehingga pada akhirnya dapat merusak kelangsungan hidup suatu spesies. Bila pengelolaan sumber daya perikanan dilakukan dengan cara yang tidak rasional, maka dapat


(31)

menyebabkan perubahan dalam struktur komunitas maupun populasi ikan yang pada akhirnya akan mengurangi manfaat sumber daya perikanan tersebut (Rupawan, 1999).

Ikan batak (Tor douronensis) adalah jenis ikan air tawar yang tergolong jenis ikan liar yang hampir punah dan sudah sulit sekali untuk didapatkan, atau dapat dikatakan sebagai hewan yang sudah langka. Agar populasi ikan batak (Tor douronensis) tidak berkurang dan punah yang diakibatkan oleh penangkapan terus-menerus yang tidak memperhatikan norma konservasi serta untuk menjaga keseimbangan alam, maka ikan batak (Tor douronensis) perlu untuk di budidayakan. Ikan batak (Tor douronensis) merupakan ikan air tawar yang banyak ditemukan hidup di sekitar sungai-sungai di Kabupaten Asahan, Kabupaten Tapanuli Utara dan Simalungun, termasuk di kawasan Danau Toba. Ikan yang mempunyai bentuk tubuh yang khas dan berwarna keperakan ini banyak dikonsumsi oleh masyarakat sekitar terutama karena rasa dagingnya yang gurih yang disukai oleh banyak orang sehingga harga ikan ini relatif mahal (Barus, 2004).

Kottelat et al.,(1993) menyatakan yang dimaksud dengan ikan batak adalah

Tor douronensis, Tor soro dan Tor tambroides dan jenis lainnya yang mirip dan hidup di Sungai Asahan adalah Neolissochilus sumateranus. Ikan batak terdiri dari dua genus yaitu Neolissochilus dan Tor yang termasuk dalam famili Cyprinidae, ordo Cypriniformes.

2.3.1 Genus Tor

Ikan batak dari Genus Tor mempunyai ciri- ciri bibir bawah berubah menjadi tonjolan berdaging, atau paling sedikit dua lekukan yang membatasi posisi tonjolan, lekukan di belakang bibir tidak terputus, tidak ada tulang keras pada rahang bawah, sirip dubur lebih pendek dari pada sirip punggung, bibir bawah tanpa celah di tengah (Dinas Perikanan Dati I Sumatera Utara, 1999).

Menurut Kottelat et al., (1993) sistematika pada Genus Tor masih tidak teratur. Beberapa jenis bersifat tentatif dan dianggap tidak sah. Kebanyakan merupakan jenis terancam punah, khususnya karena penggundulan hutan dan


(32)

penangkapan yang berlebihan (khususnya menggunakan dinamit dan racun). Ikan batak dari Genus Tor meskipun sudah jarang terlihat tetapi masih ditemukan dibeberapa kawasan sebanyak 3 jenis yaitu dari Spesies Tor douronensis, Tor soro

dan Tor tambroides.

2.3.1.1 Tor douronensis

Ikan batak (Tor douronensis) mempunyai panjang ± 50 cm, berat ± 1-2 kg, warna sisik hitam dan tebal. Ikan batak (Tor douronensis) mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: kepala simetris, badan besisik, garis rusuk sempurna, terdiri dari 23 keping sisik yang terletak diatas sirip dada dan melewati pertengahan ekor, sirip punggung terdiri dari 1 jari-jari keras licin dan 8 jari-jari lemah bercabang, permukaan punggung bertepatan dengan permukaan sirip perut, sirip dubur dengan 5 jari-jari lemah bercabang dan lebih rendah dari sirip punggung, mata tidak berkelopak, mempunyai 4 helai sungut mengelilingi mulut. Kottelat et al., (1993) menyatakan ikan batak (Tor douronensis) mempunyai warna sisik yang putih atau merah keemasan sangat enak dipandang. Ikan tersebut cenderung bertubuh besar, suka berkelompok dalam jumlah yang tidak besar dan memakan apa saja.

Gambar 2.1 Tor douronensis

2.3.1.2 Tor soro

Ikan batak (Tor soro) memiliki tiga warna kombinasi yaitu warna hitam sebagai warna dominan terletak pada bagian atas badan ikan, keemasan terletak di atas warna hitam, dan putih terletak pada bagian bawah ikan, warna-warna itu


(33)

semuanya memanjang mulai dari bagian depan sampai ke bagian pangkal ekor. Jenis sirip ekor ikan batak (Tor soro) tergolong sirip bercagak, jenis sirip punggung sirip tunggal berjari-jari dengan badan berbentuk pipih tegak dengan tipe sisik sikloid, jenis mulut tergolong sub-terminal, dimana di atas mulut terdapat kumis yang panjang berjumlah dua pasang (Kottelat et al.,1993).

Ikan batak (Tor soro) memiliki ciri bibir bagian atas terpisah dari moncongnya oleh suatu lekukan yang jelas dan pangkal bagian atas tertutup oleh lipatan kulit moncong. Tidak ada tonjolan di ujung rahang bawah. Memiliki bibir yang halus dan bibir bawah tanpa celah di tengah. Pori-pori pada kepala terisolasi, tidak membentuk barisan sejajar yang padat. Gurat sisi tidak sempurna, berakhir di pertengahan pangkal sirip ekor. Pada ikan batak (Tor soro) terdapat jari-jari terakhir sirip dubur tidak mengeras dan sirip dubur lebih pendek dari sirip punggung (Kottelat et al.,1993).

Gambar 2.2 Tor soro

2.3.1.3 Tor tambroides

Tor tambroides mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: terdapat sebuah cuping dipertengahan bibir bawah yang mencapai ujung mulut, memiliki jari-jari sirip punggung yang licin, kepala tidak berkerucut, serta antara garis rusuk dan sirip punggung terdapat tiga setengah baris sisik (Kottelat et al., 1993). Ikan

tambroides tersebut dapat mencapai panjang sekitar satu meter dengan bobot induk ikan tambroides tersebut mencapai hingga 20 kg. Ikan batak (Tor tambroides) mirip dengan ikan mas, hanya saja siripnya berwarna perak dan


(34)

gerakannya sangat gesit dan hidup berkelompok di “lubuk”, bagian terdalam pusaran sebuah sungai (De Silva et al., 2004).

Gambar 2.3 Tor tambroides

2.3.2 Genus Neolissochilus

Barus (2004) menyatakan bahwa ikan batak telah lama dikenal masyarakat Batak di Sumatera Utara. Ikan ini termasuk komoditas eksotis dan memiliki nilai religius tersendiri, terutama dalam upacara adat. Sekarang ikan tersebut mulai langka karena penangkapan yang berlebihan (overfishing), serta perkembang biakan di alam yang menurun, akibat terganggunya kondisi lingkungan. Secara historis, pelestariannya telah lama dilakukan di Sungai Asahan. Prosesnya melibatkan hak adat, dengan adanya hukum adat untuk menangkap ukuran dan lokasi penangkapan pada daerah tertentu. Tetapi hal tersebut tidak juga mampu mengatasi tingkat penurunan populasi ikan batak khususnya dari genus Neolissochilus. Salah satu spesies dari genus ini yaitu, Neolissochilus sumateranus.

2.3.2.1 Neolissochilus sumatranus

Neolissochilus sumatranus memiliki ciri morfologi yaitu lebar badan 3,1-3,5 kali lebih pendek dari panjang standar, 7-8 sisik di depan sirip punggung, 4 baris pori-pori (masing-masing memilki tubus yang keras ) pada masing-masing sisi moncong dan di bawah mata (Kottelat et al., 1993).


(35)

Gambar 2.4 Neolissochilus sumatranus 2.4 Aspek Biologi Ikan

2.4.1 Kebiasaan Makanan

Setiap hewan membutuhkan energi dalam kehidupannya (antara lain: untuk tumbuh, pemeliharaan tubuh, dan reproduksi) yang bisa didapatkan dari makanan yang dimakan. Effendie (1997) menyatakan bahwa kebiasaan makanan merupakan ciri khas suatu spesies. Kebiasaan makanan (food habits) ikan berhubungan dengan kualitas dan kuantitas makanan yang dimakan sedangkan kebiasaan cara memakan (feeding habits) ikan berhubungan dengan waktu, tempat, dan cara ikan memperoleh makanannya.

Makanan yang tersedia akan mempengaruhi besarnya populasi ikan di suatu perairan. Makanan yang dipergunakan akan mempengaruhi sisa persediaan makanan di alam, dan dari makanan yang dimakan tersebut akan mempengaruhi pertumbuhan, kematangan seksual bagi tiap-tiap individu ikan, serta keberhasilan hidupnya (Effendie, l997). Ada beberapa faktor yang dapat menentukan apakah suatu jenis ikan akan memakan makanannya, yaitu; ukuran makanan, ketersediaannya, perubahan musim, jenis kelamin, dan stadia hidup/umur ikan. Nikolsky (1963) membagi makanan ikan menjadi beberapa kategori berdasarkan bagian terbesar yaitu makanan utama, makanan sekunder, makanan insidental, serta makanan pengganti. Makanan utama adalah makanan yang biasa dikonsumsi dan paling banyak ditemukan pada saluran pencernaan ikan. Makanan sekunder adalah makanan yang sering ditemukan dalam saluran pencemaan makanan ikan namun dalam jumlah yang sedikit. Sedangkan makanan insidental yaitu makanan yang paling sedikit ditemukan di saluran pencemaan ikan, selain itu ada makanan


(36)

penganti yaitu makanan yang hanya dikonsumsi jika makanan utama tidak ada. Maksud dari mempelajari kebiasaan makanan ikan ialah untuk mengetahui gizi alamiah ikan dan untuk melihat hubungan ekologi ikan dengan organisme lain di perairan seperti pemangsaan, persaingan, dan rantai makanan. Jadi makanan dapat merupakan faktor yang menentukan bagi keberadaan populasi ikan (Effendie, 1997). Struktur alat pencemaan ikan yang berperan terhadap adaptasi makanan adalah mulut, gigi, tapis insang, lambung dan usus (Lagler, 1972).

Umumnya makanan yang pertama kali datang dari luar untuk semua ikan dalam mengawali hidupnya ialah plankton yang bersel tunggal dan berukuran kecil. Jika untuk pertama kali ikan itu menemukan makanan berukuran tepat dengan mulutnya, diperkirakan ikan tersebut akan dapat meneruskan hidupnya. Tetapi apabila dalam waktu relatif singkat ikan tidak dapat menemukan makanan yang cocok dengan ukuran mulutnya maka ikan itu akan mengalami kelaparan dan kehabisan makanan yang mengakibatkan kematian. Hal inilah yang antara lain menyebabkan ikan pada waktu masa larva mempunyai mortalitas besar. Ikan yang berhasil mendapatkan makanan sesuai dengan ukuran mulut, setelah bertambah besar ikan itu akan merubah makanan baik dalam ukuran dan kualitasnya. Apabila telah dewasa ikan itu akan mengikuti pola kebiasaan induknya. Refleksi perubahan makanan ikan pada waktu kecil sebagai pemakan plankton dan bila dewasa mengikuti kebiasaan induknya dapat terlihat pada sisiknya. Susunan cirkuli dekat fokus lebih rapat dari pada susunan cirkuli yang jauh dari fokus yaitu pada ikan dewasa. Batas kedua macam susunan sirkuli ini dinamakan cincin larva (Effendie, 1997).

2.4.1.1 Habitat dan Pakan Alami Ikan Batak (Tor douronensis)

Habitat asli ikan batak (Tor douronensis) umumnya di Sungai di daerah perbukitan dengan air yang jernih dan berarus kuat, ikan batak bersifat pemakan segalanya atau omnivora, artinya memakan bahan makanan yang berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan yang berasal dari tumbuhan yang jatuh ke dalam air berupa buah, biji-bijian, dan daun-daunan (Barus, 2004). Ikan batak yang masih kecil cenderung memakan fitoplankton dan zooplankton. Untuk budidaya ikan


(37)

batak di kolam diberi pakan pelet. Menurut Effendie (1997) bahwa kebiasaan makanan ikan berubah sesuai dengan perubahan umur, musim dan ketersediaan bahan makanan.

Di habitat aslinya, ikan batak tersebut memakan tumbuhan dan hewan yang terdapat di substrat/kerikil, sedangkan pada kondisi ex-situ memakan cacing, pellet dan lain-lain yang diberikan oleh para pembenih (Barus, 2004). Pola penyebaran ikan batak merupakan pola pensesuaian sesuai dengan tingkatan atau kelompok umur dalam perkembangan hidupnya, dari stadium larva sampai dewasa.

Semua jenis ikan membutuhkan zat-zat gizi yang baik terdiri dari protein, lemak, karbohidrat vitamin dan mineral. Jumlah gizi yang diperlukan tergantung pada jenis, ukuran lingkungan hidup dan stadia reproduksi. Pakan berfungsi sebagai sumber energi antara lain digunakan untuk pertahanan hidup, pertumbuhan dan proses perkembangbiakan (reproduksi). Benih ikan yang baru menetas belum memerlukan pakan dari luar selama 4-5 hari dikarenakan masih memiliki cadangan kuning telur. Pada hari ke 6 benih ikan memerlukan pakan yang tepat yaitu pakan alami untuk membantu pertumbuhannya. Umumnya pakan alami ikan yang mengandung kadar protein tinggi. Makanan alami ikan berasal dari berbagai kelompok tumbuhan dan hewan yang berada di perairan tersebut (Djajasewaka, 1985).

2.4.2 Pertumbuhan Ikan

Menurut Effendie (1997), istilah sederhana pertumbuhan dapat dirumuskan sebagai pertambahan ukuran panjang atau berat dalam suatu waktu. Pertumbuhan merupakan proses biologi yang komplek dimana banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan digolongkan menjadi dua bagian besar yatiu faktor dalam dan luar. Faktor dalam umumnya sukar dikontrol antara lain keturunan, umur, parasit dan penyakit. Faktor luar yang utama mempengaruhi pertumbuhan ialah makanan, suhu perairan dan faktor-faktor kimia perairan, antara lain oksigen, karbondioksida, hidorgen sulfida, dan keasaman.


(38)

Sesudah masa larva berakhir bentuk ikan hampir serupa dengan induk. Beberapa bagian tubuhnya meneruskan pertumbuhannya. Pada umumnya perubahan tadi hanya merupakan perubahan kecil saja seperti panjang sirip dan kemontokan ikan. Perubahan-perubahan itu dinamakan pertumbuhan allometrik. Apabila pada ikan terdapat perubahan terus menerus secara proporsionil dalam tubuhnya dinamakan pertumbuhan isometrik (Effendie, 1997).

2.4.3 Hubungan Panjang-Berat

Berat dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang. Hubungan panjang dengan berat hampir mengikuti hukum kubik yaitu bahwa berat ikan sebagai pangkat tiga dari panjangnya. Tetapi hubungan yang terdapat pada ikan sebenarnya tidak demikian karena bentuk dan panjang ikan berbeda-beda. Dengan melakukan analisis hubungan panjang berat ikan tersebut maka pola pertumbuhan ikan dapat diketahui. Selanjutnya dapat diketahui bentuk tubuh ikan tersebut gemuk atau kurus (Effendie, 1997).

Hubungan panjang dan berat dapat dilihat dari nilai konstanta b, yaitu bila b = 3, hubungan yang terbentuk adalah isometrik (pertambahan panjang seimbang dengan pertambahan berat). Bila b ≠ 3 maka hubungan yang terbentuk adalah allometrik, yaitu bila b > 3 maka hubungan yang terbentuk adalah allometrik positif yaitu pertambahan berat lebih cepat daripada pertambahan panjang, menunjukkan keadaan ikan tersebut montok. Bila b < 3, hubungan yang terbentuk adalah allometrik negatif yaitu pertambahan panjang lebih cepat daripada pertambahan berat, menunjukkan keadaan ikan yang kurus. Nilai praktis yang didapat dari perhitungan panjang dan berat ialah kita dapat menduga berat dari panjang ikan atau sebaliknya, keterangan tentang ikan mengenai pertumbuhan, kemontokan, perubahan dari lingkungan (Effendie, 1997).

2.4.4 Faktor Kondisi

Faktor kondisi adalah keadaan yang menyatakan kemontokan ikan secara kualitas, dimana perhitungannya didasarkan pada panjang dan berat ikan. Faktor kondisi atau indeks ponderal dan sering disebut faktor K yang merupakan hal


(39)

yang penting dari pertumbuhan ikan. Beragamnya faktor kondisi salah satunya disebabkan oleh pengaruh makanan (Effendie, 1997).

Salah satu derivat penting dari pertumbuhan ialah faktor kondisi atau indek ponderal dan sering disebut pula sebagai faktor K. Faktor kondisi menunjukkan keadaan baik dari ikan dilihat dari segi kapasitas fisik untuk survival. Faktor kondisi dapat menjadi indikator kondisi pertumbuhan ikan di perairan. Faktor dalam dan faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan ialah jumlah dan ukuran makanan yang tersedia, jumlah makanan yang menggunakan sumber makanan yang tersedia, suhu, oksigen terlarut, faktor kualitas air, dan ukuran ikan. Faktor kondisi biasanya digunakan untuk menentukan kecocokan lingkungan dan membandingkan berbagai tempat hidup. Faktor kondisi berfluktuasi dengan ukuran ikan. Ikan yang berukuran kecil mempunyai kondisi relatif yang tinggi, kemudian menurun ketika ikan bertambah besar. Banyaknya faktor yang mempengaruhi pertumbuhan diantaranya adalah rasio pemberian pakan dan berat ikan. Jadi kondisi di sini mempunyai arti dapat memberi keterangan baik secara biologis atau secara komersial (Effendie, 1997).

Selama dalam pertumbuhan, tiap pertambahan berat material ikan akan bertambah panjang dimana perbandingan liniernya akan tetap. Dalam hal ini dianggap bahwa berat ikan yang ideal sama dengan pangkat tiga dari panjangnya dan berlaku untuk ikan kecil atau besar. Bila terdapat perubahan panjang atau sebaliknya, akan menyebabkan perubahan nilai perbandingan tadi (Effendie, 1997).


(40)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Metode dalam penentuan stasiun penelitian untuk pengambilan sampel ikan adalah “Purposive Random Sampling” yaitu dengan menggunakan faktor ekologi sebagai pertimbangan utama. Survey awal untuk menentukan stasiun penelitian tersebut dilaksanakan pada tanggal 30 Juli 2012, dimana stasiun penelitian dibagi menjadi 5 stasiun. Pengambilan sampel ikan dilaksanakan di Perairan Sungai Asahan pada tanggal 12-15 November 2012. Untuk identifikasi dan analisis isi lambung ikan dilaksanakan pada bulan Januari 2013 di Laboratorium Ilmu Dasar (LIDA), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

3.2 Deskripsi Area Penelitian 3.2.1 Stasiun 1 (Sungai Ponot)

Stasiun ini terletak di bawah air terjun Sungai Ponot, Kecamatan Pintu Meranti, Kabupaten Asahan, yang secara geografis terletak pada 02033’17,3” LU - 099018’23,8” BT. Banyak terdapat bebatuan, aliran air kecil serta air jernih dengan vegetasi pohon-pohon besar dan semak di tepi sungai. Lokasi Penelitian pada stasiun 1 dapat dilihat seperti gambar dibawah ini :


(41)

3.2.2 Stasiun 2 (Sungai Baturangin)

Stasiun ini terletak di aliran air Sungai Baturangin, Kecamatan Pintu Meranti, Kabupaten Asahan, yang secara geografis terletak pada 02033’06,6” LU - 099018’53,7” BT. Daerah ini merupakan bekas kawasan pertambangan batu dengan banyaknya batuan dan vegetasi semak di tepi sungai, dangkal, aliran air deras serta air jernih. Lokasi Penelitian pada stasiun 2 dapat dilihat seperti gambar dibawah ini :

Gambar 3.2 Sungai Baturangin 3.2.3 Stasiun 3 (Sungai Tangga)

Stasiun ini terletak di Sungai Tangga, Kecamatan Pintu Meranti, Kabupaten Asahan, yang secara geografis terletak pada 02033’34,3” LU - 099018’36,7” BT. Daerah ini merupakan pertemuan aliran Sungai Ponot dan Sungai Baturangin dengan banyaknya batuan dan aliran air deras serta air jernih. Pada daerah ini terdapat Power house PLTA Inalum. Vegetasi didominasi pohon-pohon besar, dan semak di tepi sungai. Lokasi Penelitian pada stasiun 3 dapat dilihat seperti gambar dibawah ini :


(42)

3.2.4 Stasiun 4 (Sungai Parhitean)

Stasiun ini terletak di Sungai Parhitean, Kecamatan Pintu Meranti, Kabupaten Asahan, yang secara geografis terletak pada 02033’53,0” LU - 099020’05,9” BT. Daerah ini merupakan sungai utama dengan banyaknya batuan dan aliran air sangat deras, batuan di tepi sungai serta bersedimen lumpur, vegetasi pohon besar dan herba. Daerah ini dekat dengan kawasan pemukiman penduduk. Lokasi Penelitian pada stasiun 4 dapat dilihat seperti gambar dibawah ini :

Gambar 3.4 Sungai Parhitean 3.2.5 Stasiun 5 (Sungai Hula-Huli)

Stasiun ini terletak di aliran air Sungai Hula-Huli, Kecamatan Aek Songsongan Kabupaten Toba Samosir, yang secara geografis terletak pada 02033’42,4” LU - 099021’32,5” BT. Daerah ini merupakan aliran air sungai Parhitean dengan banyaknya batuan di tepi dan aliran air deras serta air jernih. Pada daerah ini terdapat perkebunan sawit sebelah kanan dan sebelah kiri terdapat hutan. Lokasi Penelitian pada stasiun 5 dapat dilihat seperti gambar dibawah ini :


(43)

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Pengambilan Sampel Ikan dengan Electrofishing dan Jala

Sampel ikan di tangkap menggunakan electrofishing dengan energi 12 Volt dan kuat arus 18 Ampere. Electrofishing dioperasikan selama 30 menit secara acak dari hulu ke hilir di sepanjang tepi sungai atau di sekitar batu-batuan dengan jangkauan hingga 50 meter dan menempatkan jala di bawah aliran sungai untuk menampung sampel ikan hasil operasi electrofishing. Electrofishing dioperasikan pada pagi dan siang hari saat pengambilan sampel ikan di masing-masing stasiun penelitian. Electrofishing bertujuan untuk mengumpulkan nekton dalam jumlah tertentu yang efektif digunakan di perairan mengalir, walaupun pada kasus tertentu dapat juga digunakan di perairan yang tenang (Lagler, 1972).

Pengambilan sampel ikan juga dilakukan dengan menggunakan jala, ukuran luas 4 m2selama 30 menit yaitu dengan melemparkan ke arah badan sungai atau pinggir sungai. Semua hasil tangkapan sampel ikan segera difoto dengan kamera digital, dihitung jumlah ikan yang tertangkap, diukur panjang total dengan mistar dengan ketelitian 1 mm dimulai dari bagian ujung kepala sampai bagian paling ujung dari sirip ekor dan ditimbang berat ikan dengan timbangan digital dengan ketelitian 1 gram.

3.3.2 Analisis Lambung

Sampel ikan dibedah dengan menggunakan gunting bedah, dimulai dari anus menuju bagian dorsal di bawah linea lateralis dan menyusuri garis tersebut sampai ke bagian belakang operculum kemudian ke arah ventral hingga ke dasar perut. Saluran pencernaan dipisahkan dari organ dalam lainnya lalu dimasukkan ke dalam botol film untuk kemudian diawetkan dengan larutan formalin 4%. Sedangkan untuk isi lambung ikan akan diencerkan dengan aquades kemudian di amati di bawah mikroskop dan dilakukan di Laboratorium.

Metode yang akan digunakan untuk menganalisis isi lambung ikan ini mengacu kepada Effendie (1979), yaitu Metode Volumetrik. Volume lambung dan usus ikan diambil, kemudian lambung dan usus yang berisi makanan diukur volumenya dengan menggunakan gelas ukur yang berisi air. Isi lambung dan usus


(44)

ikan dikeluarkan. Lambung yang kosong diukur lagi volumenya. Volume isi lambung dan usus ikan diukur dengan cara volume lambung dan usus ikan yang berisi makanan dikurangi dengan volume lambung dan usus ikan yang kosong. Isi lambung akan dipilah-pilah berdasarkan jenisnya di bawah dissecting microscope

dan kemudian masing-masing jenis isi lambung dan usus diukur volumenya. Persentase dari tiap jenis isi lambung tersebut dihitung dengan cara volume setiap jenis isi lambung dibagi dengan volume total isi lambung.

Analisis lambung sampel ikan dilakukan di Laboratorium Ilmu Dasar (LIDA), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Saluran pencernaan sampel ikan diletakkan dan dikeringkan di atas kertas tissue dan didiamkan selama 5 menit setelah itu dilakukan pembedahan dengan menggunakan gunting untuk mengeluarkan isi lambung ikan dan selanjutnya dihomogenkan melalui pengenceran dengan cara mencampurkan aquades sebanyak 2 ml sampai merata, kemudian isi lambung tersebut diamati dengan menggunakan mikroskop dengan cara mengambil 1 tetes cairan isi lambung sampel menggunakan pipet tetes lalu meletakkan di atas object glass dan ditutup dengan cover glass. Jenis pakan alami ikan atau plankton diidentifikasi dengan menggunakan buku identifikasi Edmonson (1963), Sachlan (1982), dan Borror (1996).

3.3.3 Pengukuran Faktor Fisika dan Kimia Perairan 3.3.3.1Temperatur Air (°C)

Temperatur diukur dengan menggunakan Termometer air raksa yang berskala 0-500C dimasukkan ke dalam air sedalam kurang lebih 10 cm dan dibiarkan selama 3 menit, selanjutnya termometer tersebut diangkat dan untuk menghindari perubahan, maka Kemudian temperatur langsung dibaca (Barus, 2004).


(45)

3.3.3.2Kecerahan Air

Diukur dengan menggunakan keping secchi (Secchi Disk) yang berbentuk bulat dengan diameter 20 cm yang dimasukkan ke dalam badan air sampai keping

secchi tidak terlihat lagi dari permukaan, kemudian diukur panjang tali yang masuk ke dalam air (Barus, 2004).

3.3.3.3Intensitas Cahaya

Diukur dengan menggunakan Flux meter yang diarahkan ke posisi cahaya matahari dengan posisi tegak lurus selama 5 menit dan selanjutnya membaca pada display nilai besarnya intensitas cahaya matahari pada Flux meter.

3.3.3.4Kecepatan Arus

Pengukuran arus air dengan menggunakan bola pingpong dengan menghanyutkan bola pingpong pada jarak tertentu (10 m) di permukaan air, dengan menggunakan stopwatch dihitung waktu yang ditempuh oleh bola pingpong pada jarak yang sudah ditentukan tersebut (Barus, 2004).

3.3.3.5pH (derajat Keasaman)

Nilai pH diukur dengan menggunakan pH-meter dengan cara memasukkan pH-meter ke dalam sampel air yang diukur, selanjutnya angka yang tertera pada

display stabil, langsung dibaca dan angka tersebut menunjukkan nilai pH air yang diukur pada pH-meter tersebut (Barus, 2004).

3.3.3.6Disolved Oxygen (DO)

DO diukur dengan menggunakan metode winkler dengan prosedur sebagai berikut: botol winkler diisi dengan air sampel yang hendak diukur nilai oksigen terlarutnya hingga penuh, ke dalam botol winkler kemudian ditambahkan 1 ml mangan sulfat diikuti dengan 1 ml larutan KOH-KI. Botol winkler ditutup dan dihomogenkan secara perlahan-lahan, sampai terbentuk endapan berwarna putih, kemudian diberi larutan 1 ml asam sulfat pekat lalu botol winkler kembali dihomogenkan secara perlahan-lahan sehingga didapatkan larutan warna coklat.


(46)

Larutan dari botol winkler tersebut selanjutnya diambil 100 ml dan dimasukkan kedalam erlenmeyer, selanjutnya dititrasi dengan menggunakan larutan 0,0125 N natrium thiosulfat sampai warna larutan berwarna kuning pucat, lalu ditambahkan sebanyak 3 tetes amilum sehingga larutan berwarna biru. Larutan tersebut dititrasi kembali dengan larutan 0,0125 N natrium thiosulfat hingga warna biru hilang secara sempurna atau berwarna bening. Volume natrium thiosulfat yang terpakai selanjutnya dihitung, volume tersebut adalah nilai DO awal dimana setiap 1 ml larutan titrasi yang digunakan setara dengan 1 ml O2 dalam 1 liter air sampel

(Suin, 2002 ; Barus, 2004). (Lampiran A)

3.3.3.7Biochemical Oxygen Demand (BOD5)

Pengukuran BOD5 dilakukan dengan mengambil sampel air yang akan

diukur nilai BOD5 dimasukkan kedalam botol winkler dan disimpan selama 5 hari

pada temperatur konstan 200C, kemudian setelah 5 hari dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: botol winkler diisi dengan air sampel yang hendak diukur nilai oksigen terlarutnya hingga penuh, ke dalam botol winkler kemudian ditambahkan 1 ml mangan sulfat diikuti dengan 1 ml larutan KOH-KI. Botol winkler ditutup dan dihomogenkan secara perlahan-lahan, sampai terbentuk endapan berwarna putih, kemudian diberi larutan 1 ml asam sulfat pekat lalu botol winkler kembali dihomogenkan secara perlahan-lahan sehingga didapatkan larutan warna coklat. Larutan dari botol winkler tersebut selanjutnya diambil 100 ml dan dimasukkan kedalam erlenmeyer, selanjutnya dititrasi dengan menggunakan larutan 0,0125 N natrium thiosulfat sampai warna larutan berwarna kuning pucat, lalu ditambahkan sebanyak 3 tetes amilum sehingga larutan berwarna biru, kemudian dilakukan titrasi kembali menggunakan larutan 0,0125 N natrium thiosulfat hingga warna biru hilang secara sempurna atau berwarna bening. Volume natrium thiosulfat yang terpakai selanjutnya dihitung, volume tersebut adalah nilai DO akhir dimana setiap 1 ml larutan titrasi yang digunakan setara dengan 1 ml O2 dalam 1 liter air sampel. Selisih nilai DO awal dan akhir

adalah merupakan nilai BOD5 dari sampel air tersebut (Suin, 2002 ; Barus, 2004).


(47)

3.3.3.8Nitrat

Nitrat diukur dengan cara mengambil sampel air sebanyak 5 ml pada masing-masing stasiun penelitian, kemudian ditetesi dengan 1 ml NaCl selanjutnya ditambahkan 5 ml H2SO4 75 % dan 4 tetes asam Brucine Sulfat

Sulfanik. Larutan ini dipanaskan selama 25 menit pada suhu 950C kemudian didinginkan selanjutnya kandungan nitrat dapat diukur dengan spektrofotometri pada γ = 410 nm (Suin, 2002). (Lampiran C)

3.3.3.9Fospat

Fospat diukur dengan cara mengambil sampel air sebanyak 5 ml pada masing-masing stasiun penelitian, kemudian ditetesi dengan reagen Amstrong sebanyak 1 ml selanjutnya ditambahkan 1 ml asam askorbat. Larutan didiamkan selama 20 menit kemudian konsentrasi Fospat dapat diukur dengan spektrofotometri pada γ = 880 nm (Suin, 2002). (Lampiran D).

Tabel 3.1 Alat dan Satuan yang Dipergunakan dalam Pengukuran Faktor Fisik, Kimia, dan Biologi Perairan

No Parameter Alat Satuan Keterangan

01 Fisik :

- Temperatur Air Termometer Air Raksa 0C In-situ

- Kecerahan Air Keping Secchi cm In-situ

- Intensitas Cahaya - Kecepatan Arus

Flux Meter Bola Pingpong

candella m/s

In-situ In-situ

02 Kimia :

- pH pH meter - In-situ

- DO DO meter mg/l In-situ

- BOD5 Botol Winkler mg/l Ek-situ

- Nitrat Spektrofotometri mg/l Ek-situ

- Fospat Spektrofotometri mg/l Ek-situ

03 Biologi :

- Ikan Mistar (Panjang ikan)

mm In-situ

Timbangan Digital (Berat ikan)


(48)

3.4 Analisis Data

Analisis data dilakukan untuk mengetahui hubungan panjang-berat, faktor kondisi dan kebiasaan makanan ikan batak (Tor douronensis) terhadap faktor fisik kimia Perairan Sungai Asahan. Analisis data mencakup tentang hubungan panjang berat, serta kebiasaan makanan (analisis lambung).

3.4.1 Analisis Korelasi Hubungan Panjang-Berat

Analisis panjang dan berat ikan bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan di alam. Untuk mencari hubungan antar panjang total ikan dengan beratnya digunakan persamaan sebagai berikut :

W = a L b atau :

Log W = Log a + b Log L (Effendie, 1992) dimana :

W = berat ikan (g)

L = panjang total ikan dari ujung rahang depan ke ekor belakang (mm) a dan b = konstanta

Arti Nilai b adalah : bila b = 3 berarti pertumbuhan bersifat isometrik atau baik, karena antara pertumbuhan berat dan panjang sebanding atau kondisi ikan ideal, bila b lebih besar atau lebih kecil dari 3 berarti pertumbuhan ikan bersifat

alometrik atau kurang baik karena pertumbuhan berat dan panjang tidak sebanding, artinya kondisi ikan kurang baik. Alometrik ini dibagi menjadi 2 golongan yaitu : bila b < 3 berarti pertumbuhan panjang lebih cepat dibanding pertumbuhan berat sehingga ikan tampak kurus atau tidak normal karena terlihat terlalu panjang (alometrik negatif). Bila b > 3 berarti pertumbuhan berat lebih cepat dibanding pertumbuhan panjang sehingga ikan tampak tidak normal karena terlalu gemuk (alometrik positif).


(49)

3.4.2 Faktor Kondisi

Faktor kondisi (K) dihitung berdasarkan pada panjang dan berat ikan sampel. Apabila pertumbuhan ikan isometrik (b=3), maka faktor kondisi menggunakan rumus (Effendie, 1997) :

Keterangan : K = Faktor kondisi

W = Berat rata-rata ikan dalam satu stasiun (g) L = Panjang rata-rata ikan dalam satu stasiun (mm)

Ikan yang mempunyai pertumbuhan bersifat alometrik apabila b ≠ 3, maka persamaan yang digunakan adalah :

Keterangan :

K = Faktor kondisi

W = Berat rata-rata ikan dalam satu stasiun (g) L = Panjang rata-rata ikan dalam satu stasiun (mm) a dan b = Konstanta dari regresi

Apabila nilai K berkisar antara 2 - 4, maka tubuh ikan tergolong agak pipih dan apabila nilai K < 2 menyatakan tubuh ikan tergolong kurang pipih. Variasi nilai K salah satunya bergantung kepada makanan. Semakin besar nilai K maka dapat dikatakan faktor kondisinya baik (Effendie, 1997).

3.4.3 Kebiasaan Makanan

Analisis kebiasaan makanan menggunakan metode Indeks Bagian Terbesar atau Index of Preponderance (IP) yang merupakan gabungan dari metode frekuensi kejadian dan metode volumetrik. Persentase frekuensi kejadian suatu


(50)

jenis makanan dihitung berdasarkan jumlah kejadian ditemukannya suatu jenis organisme makanan pada lambung ikan. Rumus Index of Preponderance (IP) oleh Natarajan dan Jhingran dalam Effendie (1979) adalah:

Keterangan :

IP = Index of Preponderance/Indeks Bagian Terbesar (%) Vi = Persentase volume satu macam makanan (%)

Oi = Persentase frekuensi kejadian satu macam makanan (%) ∑(Vi x Oi) = Jumlah Vi x Oi dari semua macam makanan

Berdasarkan nilai IP, Nikolsky (1963) membedakan makanan ikan ada tiga golongan, yaitu :

a. Makanan utama, jika nilai IP > 40% b. Makanan pelengkap, jika nilai IP 4 - 40 % c. Makanan tambahan, jika nilai IP < 4 %

3.4.4 Analisis Hubungan Antara Faktor Fisik-Kimia Lingkungan Perairan Sungai Asahan dengan Jenis Makanan Ikan Batak (Tor douronensis)

Analisis Korelasi Pearson digunakan untuk mengetahui hubungan antara sifat fisik-kimia perairan Sungai Asahan dengan jenis makanan yang dimakan ikan batak (Tor douronensis). Analisis dilakukan dengan metode komputerisasi SPSS Vers.16.00 (Santoso, 2008).


(51)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hubungan Panjang-Berat Ikan Batak (Tor douronensis)

Hubungan panjang dan berat dapat dilihat dari nilai konstanta b. Perolehan nilai konstanta b = 3, hubungan yang terbentuk adalah isometrik (pertambahan panjang seimbang dengan pertambahan berat). Nilai konstanta b > 3, dinamakan pertumbuhan alometrik positif (ikan montok, pertambahan berat lebih cepat dari pertambahan panjang). Nilai konstanta b < 3, dinamakan pertumbuhan alometrik negatif (ikan kurus, pertambahan panjang lebih cepat dari pertambahan berat) (Effendie, 1997). Hasil analisis data hubungan panjang berat ikan batak (Tor douronensis) disajikan pada Tabel 4.1 berikut ini :

Tabel 4.1 Hubungan Panjang-Berat Ikan Batak (Tor douronensis)

Stasiun n (ekor) a b Pola Pertumbuhan

Sungai Ponot 12 1,3561 x 10-5 2,9179 Alometrik Negatif Sungai Baturangin 11 1,0205 x 10-5 3,1855 Alometrik Positif Sungai Tangga 24 1,2761 x 10-5 2,9342 Alometrik Negatif Sungai Parhitean 11 1,9284 x 10-4 2,2589 Alometrik Negatif Sungai Hula-Huli 11 3,1456 x 10-5 2,8029 Alometrik Negatif

Dari hasil analisis hubungan panjang berat ikan batak (Tor douronensis) di Perairan Sungai Asahan (Tabel 4.1) menunjukkan pola pertumbuhan Alometrik, terlihat dari perolehan nilai konstanta b. Nilai b yang menunjukkan pola pertumbuhan Alometrik Positif diperoleh pada stasiun 2 (Sungai Baturangin) yaitu b = 3,1855 (b>3) artinya ikan batak pada stasiun ini termasuk ikan-ikan yang montok karena pertambahan berat lebih cepat dari pertambahan panjang, dan nilai b yang menunjukkan pola pertumbuhan Alometrik Negatif (b<3) diperoleh pada stasiun 1 (Sungai Ponot), stasiun 3 (Sungai Tangga), stasiun 4 (Sungai Parhitean), dan stasiun 5 (Sungai Hula-Huli), artinya ikan batak pada stasiun


(1)

73

Stasiun 5 (Sungai Hula-Huli)

ORGANISME Vi Oi Vi x Oi IP

Amphora 0,1275 25 3,1877 0,05 Diatoma 0,1275 50 6,3755 0,09 Fragilaria 0,2550 25 6,3755 0,09 Amphipora 9,7545 75 731,5907 10,54 Navicula 0,2868 50 14,3449 0,21 Stauroneis 0,0637 25 1,5938 0,023 Nitzschia 0,1912 50 9,5632 0,14 Cladophora 15,3012 50 765,0622 11,024 Ulothrix 70,5132 75 5288,492 76,21 Bangia 2,1357 25 53,3949 0,77 Oscillatoria 1,1475 50 57,3796 0,83 Kaki serangga 0,0956 25 2,3908 0,034

Total 6939,751 100

Keterangan :

IP = Index of Preponderance/Indeks Bagian Terbesar (%), Vi = Persentase volume satu macam makanan (%),

Oi = Persentase frekuensi kejadian satu macam makanan (%), ∑(VixOi) = Jumlah Vi x Oi dari semua macam makanan


(2)

1

Lampiran I. Hasil Analisis Korelasi Pearson Antara Sifat Fisika-Kimia Perairan Sungai Asahan dengan Jenis Makanan Ikan Batak (Tor douronensis)

Temperatur Kecera-han

Intensitas Cahaya

Kecepatan Arus

pH DO BOD5 NO3 PO4

Cymbella Pearson Correlation -0,516 0,281 0,025 -0,619 -0,852 0,555 0,321 0,154 -0,231

Sig. (2-tailed) 0,373 0,646 0,968 0,266 0,067 0,331 0,599 0,805 0,708

N 5 5 5 5 5 5 5 5 5

Navicula Pearson Correlation 0,413 0,312 0,853 -0,756 0,118 -0,692 -0,624 -0,284 0,320

Sig. (2-tailed) 0,490 0,609 0,066 0,139 0,850 0,196 0,261 0,644 0,599

N 5 5 5 5 5 5 5 5 5

Diatoma Pearson Correlation -0,591 -0,238 -0,398 -0,324 -0,789 0,447 0,042 0,640 0,090

Sig. (2-tailed) 0,294 0,700 0,507 0,595 0,113 0,450 0,947 0,244 0,885

N 5 5 5 5 5 5 5 5 5

Nitzschia Pearson Correlation -0,845 -0,265 -0,079 -0,518 -0,96** 0,541 0,229 0,566 0,440

Sig. (2-tailed) 0,071 0,666 0,900 0,371 0,010 0,346 0,711 0,320 0,458

N 5 5 5 5 5 5 5 5 5

Surirella Pearson Correlation 0,083 -0,060 0,672 -0,530 0,021 -0,504 -0,448 -0,041 0,682

Sig. (2-tailed) 0,895 0,924 0,214 0,358 0,973 0,387 0,450 0,947 0,205

N 5 5 5 5 5 5 5 5 5

Fragilaria Pearson Correlation -0,925* -0,728 -0,534 0,186 -0,652 0,629 0,382 0,753 0,617

Sig. (2-tailed) 0,025 0,163 0,354 0,764 0,233 0,255 0,526 0,142 0,268

N 5 5 5 5 5 5 5 5 5

L


(3)

2

Gomphonema Pearson Correlation -0,654 -0,768 -0,396 0,379 -0,249 0,335 0,242 0,576 0,733

Sig. (2-tailed) 0,232 0,129 0,509 0,529 0,687 0,582 0,695 0,309 0,158

N 5 5 5 5 5 5 5 5 5

Epithemia Pearson Correlation 0,560 0,276 0,840 -0,498 0,404 -0,786 -0,598 -0,413 0,314

Sig. (2-tailed) 0,326 0,653 0,075 0,393 0,500 0,115 0,287 0,490 0,607

N 5 5 5 5 5 5 5 5 5

Thiothrix Pearson Correlation -0,688 -0,790 -0,480 0,431 -0,272 0,395 0,284 0,612 0,691

Sig. (2-tailed) 0,200 0,112 0,413 0,469 0,658 0,510 0,643 0,272 0,196

N 5 5 5 5 5 5 5 5 5

Ulothrix Pearson Correlation 0,632 0,203 -0,217 0,704 0,806 -0,217 0,044 -0,456 -0,596

Sig. (2-tailed) 0,252 0,744 0,726 0,185 0,099 0,726 0,944 0,440 0,289

N 5 5 5 5 5 5 5 5 5

Cladophora Pearson Correlation 0,562 0,173 -0,294 0,739 0,748 -0,132 0,106 -0,408 -0,617

Sig. (2-tailed) 0,324 0,780 0,631 0,154 0,146 0,833 0,865 0,495 0,268

N 5 5 5 5 5 5 5 5 5

*. Correlation is significant at the 0,05 level (2-tailed).

**. Correlation is significant at the 0,01 level (2-tailed).


(4)

1

Lampiran J. GambarPengamatan di Mikroskop Jenis Makanan Utama dan

Makanan Pelengkap di Lambung Ikan Batak (Tor

douronensis) Pada Perairan Sungai Asahan

I. Makanan Utama dengan Skala (Perbesaran 40 x) Kelas Bacillariophyceae: Cymbella, Navicula Kelas Chlorophyceae : Ulothrix

Kelas Proteobacteria : Thiotrix

Cymbella Navicula Ulothrix Thiotrix

II. Makanan Pelengkap dengan Skala (Perbesaran 40 x)

Kelas Bacillariophyceae: Diatoma, Nitzschia, Surirella,Fragilaria, Gomphonema, Epithemia

Kelas Chlorophyceae : Cladophora

Diatoma Nitzschia Surirella Fragilaria

Gomphonema Epithemia Cladophora


(5)

2

Lampiran K. Peraturan Pemerintah No. 82 / 2001 (Baku Mutu Air) LAMPIRAN

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 82 TAHUN 2001 TANGGAL 14 DESEMBER 2001

TENTANG

PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas

PARAMETER SATUAN KELAS KETERANGAN

I II III IV

FISIKA

Temperatur 0C deviasi

3 deviasi 3 deviasi 3 deviasi 5 Deviasi temperatur dari keadaan almiahnya

Residu Terlarut mg/ L 1000 1000 1000 2000

Residu Tersuspensi

mg/ L 50 50 400 400 Bagi pengolahan

air minum secara konvesional, residu tersuspensi ≤ 5000 mg/

KIMIA ANORGANIK

pH 6-9 6-9 6-9 5-9

BOD mg/ L 2 3 6 12

COD mg/ L 10 25 50 100

DO mg/ L 6 4 3 0 Angka batas

minimum Total Fosfat

sbg P

mg/ L 0,2 0,2 1 5

NO 3 sebagai N mg/ L 10 10 20 20

NH3-N mg/ L 0,5 (-) (-) (-) Bagi perikanan,

Kandungan amonia bebas untuk ikan yang peka ≤ 0,02 mg/L sebagai NH3

Arsen mg/ L 0,05 1 1 1

Kobalt mg/ L 0,2 0,2 0,2 0,2

Barium mg/ L 1 (-) (-) (-)

Boron mg/ L 1 1 1 1

Selenium mg/ L 0,01 0,05 0,05 0,05

Kadmium mg/ L 0,01 0,01 0,01 0,01

Khrom (VI) mg/ L 0,05 0,05 0,05 0,01

Tembaga mg/ L 0,02 0,02 0,02 0,2 Bagi pengolahan

air minum secara konvensional, C≤1 mg/L


(6)

3

Lampiran L. Foto-foto Hasil Penelitian

Pengukuran Sifat Fisik-Kimia Perairan Sungai Asahan

Pengukuran Panjang-Berat Ikan Batak (Tor douronensis)

Pembedahan Lambung Ikan Batak (Tor douronensis)

Pengamatan Isi Lambung Ikan Batak (Tor douronensis)