BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah - Distorsi Komunikasi Komunitas Film Sumatera Utara (Kofi Sumut) (Studi Deskriptif Kualitatif Gangguan Komunikasi Organisasi Pada Komunitas Film Sumatera Utara Selama Produksi Sampai Dengan Pemutaran Perdana Film “Omn

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Konteks Masalah

  Komunikasi merupakan suatu kebutuhan dan keperluan yang dapat dikatakan primer dan sangat fundamental bagi setiap orang dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat. Sifat manusia yang cenderung ingin menyampaikan segala keinginannya dan mengetahui setiap hasrat orang lain merupakan langkah awal yang menjadi motivasi manusia terampil dalam berkomunikasi. Praktik komunikasi tersebut dilakukan melalui lambang-lambang ataupun isyarat yang kemudian akan dilanjutkan dengan pemahaman dan pemberian makna terhadap setiap lambang-lambang tersebut dalam bentuk bahasa verbal.

  Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia. Dengan berkomunikasi, manusia dapat saling berhubungan satu sama lain baik dalam kehidupan sehari- hari di rumah tangga, di tempat pekerjaan, di pasar, dalam masyarakat atau di mana saja manusia berada. Tidak ada manusia yang tidak akan terlibat dalam komunikasi (Muhammad, 2009: 1).

  Komunikasi telah mendekatkan jarak, menghemat biaya, menembus ruang dan waktu. Komunikasi berusaha untuk menjembatani antara pikiran, perasaan dan kebutuhan seseorang dengan dunia luarnya. Komunikasi mengkonstruksi hubungan-hubungan manusia dengan menunjukkan keberadaan dirinya dan berusaha memahami keinginan, sikap maupun perilaku orang lain. Melalui komunikasi dimensi cakrawala seseorang akan bertambah luas.

  Komunikasi bukan hanya sekedar alat yang menggambarkan pikiran, namun komunikasi adalah pikiran dan merupakan pengetahuan. Suatu dunia tertentu diciptakan dalam komunikasi, dan setiap penafsiran komunikasi tersebut harus mempertimbangkan konteks yang memungkinkan terjadinya praktik-praktik komunikasi (Sutrisno, 2010: 48).

  Komunikasi organisasi merupakan salah satu objek kajian dari komunikasi. Pada tataran ini komunikasi memegang kendali yang sangat krusial dan teramat penting dalam mengintegrasikan dan mengkoordinasikan seluruh aspek maupun bagian serta aktivitas di dalam organisasi, dalam konteks ini adalah pekerjaan. Hubungan komunikasi dengan pekerjaan ditunjukkan dengan banyaknya waktu yang dipergunakan untuk berkomunikasi dalam perkerjaan tersebut.

  Dalam pencapaian tujuan, suatu organisasi baik yang berorientasi untuk mencari keuntungan (profit) maupun nirlaba (non profit) haruslah menjalankan empat fungsi komunikasi dalam organisasi. Fungsi-fungsi komunikasi tersebut berupa: fungsi informatif, regulatif, persuasif dan integratif (Bungin, 2006: 272).

  Terdapat berbagai definisi maupun persepsi mengenai komunikasi organisasi sebagai dasar untuk memahami apa yang dimaksud dengan komunikasi organisasi. Menurut pandangan Redding dan Sanborn komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan informasi dalam organisasi yang kompleks. Yang termasuk dalam bidang ini adalah komunikasi interpersonal, hubungan manusia, hubungan persatuan pengelola, komunikasi downward atau komunikasi dari atasan kepada bawahan, komunikasi upward atau komunikasi dari bawahan kepada atasan, komunikasi horisontal atau komunikasi dari orang-orang yang sama level/tingkatnya dalam organisasi, keterampilan berkomunikasi dan berbicara, mendengarkan, menulis dan komunikasi evaluasi program (Muhammad, 2009: 65).

  Iklim komunikasi merupakan gabungan dari persepsi-persepsi mengenai peristiwa komunikasi, perilaku manusia, respons pegawai terhadap pegawai lainnya, harapan-harapan, konflik antarpersona, dan kesempatan bagi pertumbuhan dalam organisasi tersebut. Iklim komunikasi pada intinya meliputi persepsi-persepsi mengenai pesan dan peristiwa yang berhubungan dengan pesan yang terjadi dalam organisasi. Redding menyatakan bahwa iklim komunikasi organisasi jauh lebih penting daripada keterampilan atau teknik-teknik komunikasi semata-mata dalam menciptakan suatu organisasi yang efektif. Iklim komunikasi penting karena mengaitkan konteks organisasi dengan konsep-konsep, perasaan-perasaan dan harapan-harapan anggota organisasi dan membantu menjelaskan perilaku anggota organisasi. Kopelman, Brief dan Guzzo membuat suatu hipotesis yang menyatakan bahwa iklim organisasi, yang meliputi iklim komunikasi, penting karena menjembatani praktik-praktik pengelolaan sumber daya manusia dengan produktivitas (Mulyana, 2005: 148 ).

  Iklim komunikasi sebuah organisasi penting karena dapat mempengaruhi bagaimana cara hidup kita, kepada siapa kita berbicara, siapa yang kita sukai, bagaimana perasaan kita, bagaimana kegiatan kerja kita, bagaimana perkembangan kita, apa yang telah kita capai dan bagaimana cara kita menyesuaikan diri dengan organisasi (Mulyana, 2005: 148). Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa iklim komunikasi dalam organisasi mempunyai andil yang sangat besar dalam suatu lingkup organisasi. Iklim komunikasi yang positif akan dapat meningkatkan kinerja dan mendukung komitmen setiap individu pada organisasinya yang pada akhirnya akan berujung kepada pencapaian tujuan yang lebih baik. Sebaliknya jika iklim komunikasi dalam suatu organisasi tidak berjalan dengan baik maka tingkat produktivitas maupun kinerja individu akan berlangsung dengan tidak baik yang pada akhirnya tujuan organisasi tidak tercapai dengan baik pula.

  Setiap manusia pasti akan berhubungan dengan orang lain. Oleh karena itu manusia disebut makhluk sosial karena manusia tidak dapat hidup tanpa orang lain. Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki tujuan dalam hidupnya. Lalu dengan semakin kompleksnya keinginan dan tujuan, manusia berfikir mengenai konsep untuk mengubah gagasan-gagasan mereka. Manusia juga diciptakan sebagai makhluk multidimensional, memiliki akal pikiran dan kemampuan berinteraksi secara personal maupun sosial (Bungin, 2006: 25).

  Pentingnya komunikasi bagi manusia tidaklah dapat dipungkiri begitu juga halnya bagi suatu organisasi. Dengan adanya komunikasi yang baik suatu organisasi dapat berjalan lancar dan berhasil dan begitu pula sebaliknya. Kurang atau tidak adanya komunikasi, organisasi dapat macet atau berantakan. Karena pentingnya komunikasi dalam organisasi maka perlu menjadi perhatian pengelola agar dapat membantu dalam pelaksanaan tugasnya (Muhammad, 2009: 1).

  Menurut Kohler komunikasi yang efektif sangat penting bagi semua organisasi. Oleh karena itu, para pemimpin organisasi dan para komunikator dalam organisasi perlu memahami dan menyempurnakan kemampuan komunikasi mereka (Muhammad, 2009: 1) .

  Pada tanggal 1 Februari 2013 terbentuklah sebuah organisasi yang peduli dengan dunia film, penikmat film dan pekerja film muatan kearifan lokal yang dikenal dengan nama Komunitas Film Sumatera Utara (Kofi Sumut). Komunitas ini berguna sebagai wadah pemersatu insan film Sumatera Utara untuk berbagi dan menggali potensi bersama.

  Dalam rangka memperkenalkan organisasi ini ke masyarakat, Kofi Sumut yang merupakan gabungan dari beberapa insan film melakukan sebuah kegiatan produksi film. Film tersebut diproduksi oleh tiap komunitas dengan satu tema yang sama sebagai benang merah. Film tersebut dikumpulkan hingga dikemas dalam satu film besar berjudul “Omnibus Bohong”. Dalam proses produksi hingga pemutaran perdana organisasi ini mengalami beberapa hambatan komunikasi. Hambatan ini lebih dikenal dengan istilah ilmiah sebagai distorsi komunikasi organisasi.

  Kata omnibus berasal dari bahasa Latin, omnibus yang artinya untuk semuanya. Mungkin ini sebabnya dalam suatu film omnibus, ada genre berbeda- beda yang ditawarkan. Drama, komedi, horor, thriller dan romkom. Dalam suatu omnibus boleh ada satu tema, atau satu sutradara, atau satu penulis, atau satu aktor yang selalu muncul (http://www.ceritamu.com).

  Sering kali dijumpai dalam suatu organisasi terjadi salah pengertian antara satu anggota dengan anggota lainnya atau antara atasan dengan bawahannya mengenai pesan yang mereka sampaikan dalam berkomunikasi. Hal ini disebabkan oleh berbagai hal (Muhammad, 2009: 206).

  Sejak awak terbentuknya tim produksi film “Omnibus Bohong”, kumpulan komunitas penggiat film ini belum membentuk satu organisasi yang terstruktur dengan baik. Hingga saat ada tawaran kerjasama dari Televisi Republik Indonesia (TVRI) Sumut kepada komunitas ini dengan kebutuhan mencakup seluruh Sumatera Utara sehingga diputuskan pembentukan komunitas dengan skala yang lebih besar atas nama Kofi Sumut di tengah-tengah produksi film “Omnibus Bohong”.

  Sejak awal hanya 6 komunitas yang tergabung sebagai tim produksi film ini. Namun dikarenakan adanya rutinitas wajib dari masing-masing komunitas, sehingga proses jadwal produksi sering terganggu. Hal ini disebabkan kurangnya komunikasi yang dibangun antar internal tim produksi. Hingga akhir masa pengumpulan film salah satu komunitas tidak dapat mengumpulkan filmnya. Dengan pertimbangan matang maka komunitas yang tidak dapat mengumpulkan film diputuskan sebagai penyelenggara dalam pemutaran film perdana tersebut.

  Dalam proses menuju pemutaran perdana, salah satu komunitas ingin keluar dari tim ini dikarenakan kehadiran ikatan Kofi Sumut. Dari pandangannya komunitas ini melihat tidak adanya kontribusi besar dari Kofi Sumut. Sutradara dari komunitas Manuprojectpro memotivasi untuk tetap berada di dalam karena sejak awal komunitas X (nama disamarkan) ini berperan penting. Dengan kelapangan hati komunitas X tetap bertahan hingga terselenggaranya temu pers untuk promosi gebrakan baru perfilman di Sumut.

  Setelah terselenggaranya temu pers, keesokan harinya Kofi Sumut penyelenggarakan pemutaran perdana film “Omnibus Bohong” di Unimed. Seminggu kemudian komunitas X seharusnya melakukan pemutaran di tempat lain. Hanya saja komunitas X bukan melaksanakan tugasnya melainkan menyatakan mengundurkan diri dengan menarik filmnya yang sudah melewati temu pers dan pemutaran perdana. Dalam kajian ini dapat ditarik satu masalah khususnya komunikasi organisasi yang dibangun kurang mampu mewujudkan iklim komunikasi organisasi pada Kofi Sumut.

  Iklim komunikasi merupakan gabungan dari persepsi-persepsi mengenai peristiwa komunikasi, perilaku manusia, respons anggota terhadap anggota lainnya, harapan-harapan, konflik antarpersonal dan kesempatan bagi pertumbuhan dalam organisasi tersebut. Iklim komunikasi pada intinya meliputi persepsi-persepsi mengenai pesan dan peristiwa yang berhubungan dengan pesan yang terjadi dalam organisasi. Redding menyatakan bahwa iklim komunikasi organisasi jauh lebih penting daripada keterampilan atau teknik-teknik komunikasi semata-mata dalam menciptakan suatu organisasi yang efektif. Iklim komunikasi penting karena mengaitkan konteks organisasi dengan konsep-konsep, perasaan-perasaan dan harapan-harapan anggota organisasi dan membantu menjelaskan perilaku anggota organisasi. Kopelman, Brief, dan Guzzo membuat suatu hipotesis yang menyatakan bahwa iklim organisasi, yang meliputi iklim komunikasi, penting karena menjembatani praktik-praktik pengelolaan sumber daya manusia dengan produktivitas (Mulyana, 2005: 148 ).

  1.2 Fokus Masalah

  Semakin berkembangnya teknologi digital di zaman modern ini, semakin dimudahkan pula pekerja film dalam memproduksi sebuah film. Perkembangan film pun kini merambah hampir ke semua kalangan hingga pelajar.

  Mulai dari produksi film secara personal hingga menyatukan barisan menjadi sebuah komunitas, dan dengan perkembangan yang semakin pesat, para pelaku pekerja film di Sumatera Utara membentuk satu kelompok yang lebih besar dengan membangun organisasi film dengan nama Kofi Sumut.

  Dalam suatu organisasi pasti terjalin suatu komunikasi antar anggota yang disebut komunikasi organisasi. Pada saat proses komunikasi berlangsung, masing- masing individu yang terlibat akan menerima informasi dari komunikator yang sering sekali terjadi hambatan. Kofi Sumut yang memiliki agenda produksi film “Omnibus Bohong” sering sekali mengalami hambatan yang mempengaruhi jadwal. Dikarenakan selain di organisasi, para anggota memiliki rutinitas di masing-masing komunitasnya. Hambatan juga terjadi disebabkan oleh media komunikasi yang kurang efisien.

  Berdasarkan pemaparan konteks masalah yang telah diuraikan di atas, maka peneliti mengidentifikasikan masalah yang dijadikan sarana penelitian yaitu “Bagaimanakah gangguan komunikasi organisasi yang terjadi pada Komunitas Film Sumatera Utara selama produksi sampai dengan pemutaran perdana film “Omnibus Bohong”?”.

  1.3 Pembatasan Masalah

  Pembatasan masalah ditujukan agar ruang lingkup dapat lebih jelas, terarah serta tidak mengaburkan penelitian. Adapun pembatasan masalah yang akan diteliti adalah:

  1. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan studi deskriptif.

  2. Penelitian ini terbatas pada komunitas yang tergabung dalam proses produksi hingga pemutaran perdana “Omnibus Bohong”.

  3. Penelitian ini akan dimulai pada September 2014 hingga selesai.

1.4 Tujuan Penelitian

  Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yaitu: 1. Untuk mengetahui bagaimana peran komunikasi organisasi Kofi Sumut dalam membangun iklim komunikasi organisasi.

2. Untuk mengetahui bagaimana cara membangun iklim komunikasi organisasi dalam Komunitas Film Sumatera Utara.

1.5 Manfaat Penelitian

  Manfaat penelitian ini adalah: 1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap perkembangan keilmuan Ilmu Komunikasi, khususnya bagi mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.

  2. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat melengkapi dan menambah pengetahuan serta wawasan mahasiswa lain, khususnya mengenai komunikasi organisasi.

  3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi bagi mahasiswa yang membutuhkan informasi lebih mendalam berkaitan dengan distorsi komunikasi organisasi.

Dokumen yang terkait

Distorsi Komunikasi Komunitas Film Sumatera Utara (Kofi Sumut) (Studi Deskriptif Kualitatif Gangguan Komunikasi Organisasi Pada Komunitas Film Sumatera Utara Selama Produksi Sampai Dengan Pemutaran Perdana Film “Omnibus Bohong”)

5 122 134

Komunikasi Organisasi Pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

0 30 79

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Solidaritas Sosial Dalam Komunitas Punk Dengan Studi Deskriptif Pada Komunitas Punk Simpang Aksara Medan

0 0 8

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah - Strategi Komunikasi Pemasaran Dalam Rangka Meraih Konsumen (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi Pemasaran Marketing PT Railink “Kereta Api Bandara Internasional Kualanamu” dalam Upaya Meraih Konsumen)

0 0 6

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah - Komunikasi Seni Jalanan (Studi Analisis Unsur-unsur Komunikasi Seni Jalanan Oleh Komunitas Seniman Jalanan di Jalan Adam Malik, Medan)

0 0 7

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah - Komunikasi Yang Efektif Antara Remaja Dengan Orangtua Yang Bertugas Jarak Jauh(Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Yang Efektif Antara Remaja Dengan Orangtua Yang Bertugas Jarak Jauh Di Kota Medan)

0 0 5

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah - Makna Tato pada Anggota Komunitas Tato (Studi Fenomenologi Makna Tato Pada Anggota Komunitas Black Cat Tattoo)

0 0 8

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah - Strategi Komunikasi Customer Service Dalam Melayani Pengguna Jasa Bandara (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi Customer Service Bandara Internasional Kualanamu Dalam Melayani Wisatawan Asing Dan Wisatawa

0 0 7

Distorsi Komunikasi Komunitas Film Sumatera Utara (Kofi Sumut) (Studi Deskriptif Kualitatif Gangguan Komunikasi Organisasi Pada Komunitas Film Sumatera Utara Selama Produksi Sampai Dengan Pemutaran Perdana Film “Omnibus Bohong”)

0 0 36

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Kajian - Distorsi Komunikasi Komunitas Film Sumatera Utara (Kofi Sumut) (Studi Deskriptif Kualitatif Gangguan Komunikasi Organisasi Pada Komunitas Film Sumatera Utara Selama Produksi Sampai Dengan Pemutaran Perdana Film

0 0 30