BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Hubungan Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri Kelas XI dalam Upaya Pencegahan Kanker Serviks di SMA Negeri 1 Tebing Tinggi Tahun 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan

  1. Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian basar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Maulana, 2007).

  2.Tingkat Pengetahuan Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overtt behavior). Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu:

  Universitas Sumatera Utara a.

  Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

  b.

  Memahami (Komprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.

  c.

  Aplikasi (Aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi real (sebenarnya).

  d.

  Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam struktur organisasi dan masih kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

  e.

  Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjukan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam satu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.

  f.

  Evaluasi (Evaluation)

  Evaluasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan justrifikasi atau penelitian terhadap suatu materi atau objek penelitian tersebut di dasarkan kriteria yang di tentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada(Notoatmodjo, 2007).

  3. Cara Mendapatkan Pengetahuan Menurut (Notoadmodjo, 2007) ada dua cara untuk memperolehpengetahuan, yaitu: a.

  Cara Tradisional untuk Memperoleh Pengetahuan Cara tradisional ini dipakai untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, sebelumnya ditemukannya metode ilmiah atau metode penemuan secara sistematis dan logis. Cara penemuan pengetahuan pada periode ini antara lain meliputi : 1.

  Cara coba-salah (Trial and Error) Cara coba-coba dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain sampai masalah tersebut dapat dipecahkan.

2. Cara kekuasaan atau otoritas

  Dimana pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli ilmu pengetahuan.

3. Berdasarkan pengalaman pribadi

  Dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu. b. Cara Moderen Memperoleh Pengetahuan Cara moderen dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis dan ilmiah. Dilakukan mula-mula dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap gejala-gejala alam atau masyarakat. Kemudian hasil pengamatan tersebut dikumpulkan dan diklasifikasikan, dan akhirnya diambil kesimpulan umum.

  4. Pengukuran Pengetahuan Menurut Machfoedz (2009, hlm.128) Penentuan tingkat pengetahuan responden penelitian tentang sub variabel dan variabel dengan cara mengkonversikan nilai sub variabel maupun varibel kedalam kategori kualitatif, sebagai berikut.

  a. Baik : Bila responden menjawab pertanyaan dengan benar 76-100%.

  b. Cukup : Bila responden menjawab pertanyaan dengan benar 56- 75%.

  c. Kurang : bila responden menjawab pertanyaan dengan benar 40-55%.

  B.Sikap (Attitude)

  1. Pengertian Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Newcomb salah seorang ahli psikologi sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu (Notoadmojo, 2007).

  2. Ciri – ciri sikap yaitu :

  a. Sikap bukan di bawa sejak lahir, melainkan di bentuk atau di pelajari sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objek.

  b. Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat di pelajari dan karena itu pula sifat dapat berubah-ubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap orang itu. c. Sikap tidak berdiri sendiri, senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu objek. Objek sikap itu merupakan suatu hal tertentu, tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari data-data tersebut.

  d. Sikap mempunyai segi motivasi dan segi-segi perasaan.

  3. Komponen Sikap Selain itu, Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap mempunyai 3 komponen pokok, antara lain : a.

  Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.

  b.

  Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

  c.

  Kecenderungan untuk bertindak.

  Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total

  

attitude) . Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan

emosi memegang peranan penting (Notoatmodjo, 2007).

  Seperti halnya pengetahuan, sikap juga terdiri dari berbagai tingkatan yaitu Menerima (receiving)diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek),Merespon (responding) memberikan jawaban bila di tanya, mengerjakan atau menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap,Menghargai (valuing)mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi tingkat tiga, danBertanggung jawab (responsibility)bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dipilihnya dengan segala resiko adalah sikap yang paling tinggi.

  4. Fungsi Sikap Fungsi sikap dibagi menjadi 4 golongan yaitu : a.

  Sebagai alat untuk menyesuaikan

  Sikap adalah sesuatu yang bersifat communocable, artinya sesuatu yang mudah mengajar, sehingga mudah pula menjadi milik bersama.Sikap bisa menjadi rantai penghubung antara orang dengan kelompok atau dengan anggota kelompok lainnya.

  b.

  Sebagai alat pengatur tingkah laku Pertimbangan dan reaksi pada anak, dewasa, dan yang sudah lanjut usia tidak ada. Perangsang itu pada umumnya tidak diberi perangsang spontan, akan tetapi terdapat adanya proses secara sadar untuk menilai perangsang-perangsang itu.

  c.

  Sebagai alat pengatur pengalaman Manusia didalam menerima pengalaman-pengalaman secara aktif, artinya semua berasal dari dunia luar tidak semua dilayani oleh manusia, tetapi manusia memilih mana hal-hal yang perlu dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi semua pengalaman di beri penilaian lalu dipilih.

  d.

  Sebagai pernyataan kepribadian Sikap sering mencerminkan pribadi seseorang ini disebabkan karena sikaptidak pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya oleh karena itu sikap-sikap pada objek tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut.

  5. Cara Pembentukan atau Perubahan Sikap Sikap dapat dibentuk atau berubah, menurut Sarlito (2000) ada beberapa cara yaitu :

  1. Adopsi adalah suatu cara pembentukan dan perubahan sikap melalui kejadian- kejadian dan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi dan terus - menerus dan berulang secara bertahap mempengaruhi terbentuknya sikap

  2.Diferensiasi adalah dengan berkembangnya intelegensi, bertambahnya pengalaman, sejalan dengan bertambahnya usia, maka ada hal-hal yang tadinya dianggap sejenis, sekarang dipandang tersendiri lepas dari jenisnya

  3.Intelegensi terjadi secara bertahap, dimulai dengan berbagai pengetahuan dan pengalaman yang berhubungan dengan suatu hal tertentu.

  4.Trauma terjadi dari pengalaman yang tiba-tiba mengejutkan yang meninggalkan kesan mendalam pada jiwa orang yang bersangkutan.Pengalaman-pengalaman yang traumatis dapat juga menyebabkan terbentuknya sikap (Sunaryo, 2004).

  6. Pengukuran Sikap Dalam pengukuran sikap ada beberapa macam cara, secara garis besar dapat dibedakan yaitu secara langsung yaitu subjek secara langsung dimintai pendapat bagaimana sikapnya terhadap sesuatu masalah atau hal yang diharapkannya kepadanya.

1. Pengukuran Sikap Model Likert

  Pengukuran sikap model likert juga dikenal dengan pengukuran sikap dengan skala likert, karena dalam pengukuran sikap juga menggunakan skala (Hidayat, 2007). Dalam menciptakan alat ukur likert juga menggunakan pertanyaan- pertanyaan tersebut. Subjek yang diteliti disuruh memilih salah satu dari empat alternatif jawaban yang disediakan. Alternatif jawaban yang disediakan oleh likert adalah :

  Jika pernyataan positif (+) maka :

  a. Sangat setuju (Strogly approve) : 4

  b. Setuju (Approve) : 3

  c. Tidak setuju (Disapprove) : 2

  d. Sangat tidak setuju (Strogly disapprove) : 1

  Jika pernyataan negatif (-) pada maka : a.

  : 1 Sangat setuju (Strogly approve) b.

  : 2 Setuju (Approve) c.

  : 3 Tidak setuju (Disapprove) d.

  Sangat tidak setuju(Strogly disapprove) :4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap

  Menurut Maulana (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi sikapyaitu : a.

  Faktor Internal yaitu faktor yang terdapat dalam diri pribadi manusia itu sendiri.

  Faktor ini berupa daya pilih seseorang untuk menerima atau menolak pengaruh- pengaruh yang datang dari luar.

  b.

  Faktor Eksternal yaitu faktor yang terdapat dari luar diri manusia itu sendiri.

  Faktor ini berupa interaksi sosial diluar kelompok. Misalnya interaksi antara manusia dalam bentuk kebudayaaan yang sampai kepada individu melalui surat kabar, televisi, majalah, dan sebagainya.

C. Pengertian Remaja Putri

  Masa remaja atau Masa Adolesensi adalah suatu fase perkembangan yang dinamis dalam kehidupan seorang individu. Masa ini merupakan periode transisi dari masa anak ke masa dewasa yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dan berlangsung pada dekade kedua masa kehidupan.

  Mengenai umur kronologis beberapa seorang anak dapat dikatakan remaja, masih terdapat berbagai pendapat. Buku – buku Pediatri pada umumnya mendefenisikan remaja apabila telah mencapai umur 10 – 18 tahun untuk anak perempuan dan 12 – 20 tahun untuk anak laki – laki, WHO mendefenisikan remaja bila anak telah mencapai umur 10 – 19 tahun. Menurut Undang – Undang No.4 1979 mengenai kesejahtraan anak, remaja adalah individu yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum menikah. Menurut UU Perburuhan anak dianggap remaja apabila telah mencapai umur 16 – 18 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat tinggal sendiri. Menurut UU Perkawinan No.1, 1974 anak dianggap sudah remaja apabila sudah cukup matang untuk menikah yaitu 16 tahun untuk anak perempuan dan 19 tahun untuk anak laki – laki. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menganggap remaja bila sudah berusia 18 tahun yangsesuai dengan saat lulus dari Sekolah Menengah.

  Jika dipandang dari aspek psikologis dan sosialnya, masa remaja adalah suatu fenomena fisik yang berhubungan dengan pubertas. Pubertas adalah suatu bagian yang penting dari masa remaja dimana yang lebih ditekankan adalah proses biologis yang akhirnya mengarah kepada kemampuan bereproduksi.

  Masa remaja berlangsung dalam 3 tahapan masing – masing ditandai dengan isu – isu biologik, psikologik dan sosial, yaitu: Masa Remaja Awal (10 – 14 tahun), Menengah (5-16 tahun) dan Akhir (17-20 tahun) (Pardede, 2002).

  Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak – kanak ke masa dewasa muda. Masa remaja adalah suatu bagian dari proses tumbuh kembang yang berkesinambungan sejak saat konsepsi sampai mencapai dewasa. Pada masa ini terjadi perubahan – perubahan besar dan cepat dalam proses tumbuh kembang yang berkesinambungan sejak saat konsepsi sampai mencapai dewasa. Pada masa ini terjadi perubahan – perubahan besar dan cepat dalam proses pertumbuhan fisik, kognitif, dan psikososial / tingkah laku serta hormonal. Masa ini merupakan masa yang paling indah dan penuh kenangan yng tidak mungkin terlupakan, juga sering disertai oleh gejolak dan permasalahan, baik masalah medis maupun psikososial.

  Remaja sebagai salah satu komponen generasi muda akan mempunyai peran yang sangat besar dan menentukan masa depan bangsa. Sebanyak 29% penduduk dunia terdiri dari remaja, 80% diantaranya tinggal di negara yang sedang berkembang. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik 1996, sebanyak 22,6% penduduk Indonesia terdiri atas remaja.

  Saat pubertas, pada perempuan biasanya antara usia 9 hingga 16 tahun, terjadi perubahan sistem reprduksi perempuan. Berkembangnya seks sekunder dan primer yang berkarakteristik adalah sebagai akibat pengaruh hormon estrogen. Tanda pubertas eksternal dilihat dari puting dan payudara yang berkembang dan areola yang membesar, tumbuhnya rambut aksila dan pubis, panggul melebar, yang berkembang dengan cepat. Uterus dan ovarium juga berkembang dan matang (Price A. Sylvia, Wilson M, Lorraine, 2006).

  Pada perempuan, hormon esterogen membuat seorang anak perempuan memiliki sifat kewanitaan setelah remaja. Sedangkan hormon progesteron efeknya yang utama adalah melemaskan otot – otot halus, meningkatkan produksi zat lemak di kulit, mempertebal dinding di dalam rahim dan merangsang kelenjar – kelenjar agar mengeluarkan cairan pemupuk bagi sel telur yang dibuahi.

  Hormon esterogen dan progesteron mulai berperan aktif akan menimbulkan perubahan fisik, seperti tumbuh payudara, panggul mulai melebar dan membesar dan akan mengalami menstruasi atau haid. Di samping itu akan mulai tumbuh bulu – bulu halus di sekitar ketiak dan vagina.

  Ovarium bayi perempuan yang baru lahir mengandung ratusan ribu sel telur, tetapi belum berfungsi. Ketika pubertas, ovariumnya mulai berfungsi dan terjadi proses yang disebut siklus menstruasi atau jarak antara hari pertama menstruasi bulan ini dengan hari pertama menstruasi bulan berikutnya (BKKBN Provinsi Sumatera Utara, 2006).

  Banyak gadis – gadis modern pada zaman sekarang, terutama di negara – negara yang sudah maju berkembang seperti negara – negara di daratan Eropa dan Amerika Serikat, yang mendapatkan pengalaman – pengalaman seksual jauh sebelum mereka itu matang secara psikis. Mereka berusaha memforsir diri untuk melewati atau melangkahi kematangan psikis tadi, dan melakukan hubungan – hubungan seksual secara intensif di luar ikatan perkawinan. Mereka menganggap nonsens (omong kosong, tidak apa – apa) kekangan – kekangan seksual dan peraturan – peraturan etik dalam hubungan seksual: nonsens tentang kode – kode moril. Lalu secara terus – terusan melakukan eksperimen – eksperimen seksual. Sebagai akibatnya di kemudian hari, mereka mengalami bentuk – bentuk kecemasan dan depresi psikis, disertai penyesalan-diri yang sangat mendalam, sebab merasa dukana (onkuis) dan “tercemar dirinya”.

  Pada kejadian lain, ada anaka –anak gadis adolesens yang melakukan kebebasan semu (pseudo-freedom) seksual yang menampilkan bentuk tingkah laku paksaan (dwang – activiteitan, compulsive activities). Mereka menjalani promiscuity (hidup dalam hubungan keluarga tanpa perkawinan), dan berulangkali atau secara terus menerus melakukan hubungan seks bebas. Lau menganggap tingkah lakunya itu sebagai “emansipasi”(vide women liberation, disingkat sebagai women-lib). Mereka benar – benar tidak menyadari, bahwa perbuatan seksual bebas tai justru merupakan perbudakan dan pembelengguan diri sendiri oleh hawa nafsu seksual yang tidak terkendali, dan pelampiasan fantasi – fantasi seksualnya.

  Gejala kontradiktif dari kenikmatan tingkah laku seksual bebas ini justru berupa : ketakutan – ketakutan yang sangat ekstrim terhadap realisasi dorongan – dorongan seksual. Ketakutan tersebut menyebabkan timbulnya kecemasan – kecemasan, rasa – rasa berdosa, dan rasa tercemar yang sangat berlebih – lebihan, yang semuanya cenderung mengarah pada simptom – simptom neurotis dan patologis (Kartono, 1992)

  Perempuan yang belum mencapai usia 20 tahun sedang berada di dalam proses pertumbuhan dan perkembangan fisik. Penelitian juga memperlihatkan bahwa kehamilan usia muda (di bawah 20 tahun) seringkali berkaitan dengan munculnya kanker rahim. Ini erat kaitannya dengan belum sempurnanya perkembangan dinding rahim (BKKBN Provinsi Sumatera Utara, 2006).

D. KANKER SERVIKS

  1. Pengertian Kanker Serviks Kanker serviks adalah neoplasma ganas primer pada organ serviks uteri (Perhimpunan Onkologi Indonesia, 2010).

  Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh dan berkembang pada serviks atau mulut rahim, khususnya berasal dari lapisan epitel atau lapisan terluar permukaan serviks (Samadi, 2011) .

  Epitel yang terus berpoliferasi merupakan salah satu faktor terjadinya kanker. Perubahan genetik yang multiple sangat mungkin terjadi atau diekspresikan pada waktu sel berproliferasi. Dalam hal kanker serviks maka ekspersi protein virus menyebabkan hilangnya supresi terhadap proliferasi sel. Perubahan menjadi ganas melibatkan juga gen – gen yang mengatur pertumbuhan sel. Pengaturan pertumbuhan ini menjadi hilang dalam proses terjadinya keganasan. Jadi perubahan faktor pertumbuhan, onkogen dan tumor supressor gen, kesemuanya terlibat dalam patogenesis kanker ini. Onkogene adalah gen yang mengatur pertumbuhan normal dan diakifkan melalui mutasi, amplifikasi dan translokasi.

  Tumor supressor gen adalah gen normal, dimana produksinya dapat membatasi poliferasi dan mempertahankan diferensiasi. Karsinogenesis merupakan proses multistep dimana terjadi aktivasi beberapa onkogen dan hilangnya secara multipel tumor supressor gen dalam suatu sel. Dengan demikian proses keganasan dapat terjadi kalau ada faktor tertentu yang mempengaruhi gen – gen tersebut, termasuk juga terjadinya kanker serviks (Ramli, 2005).

  2. Penyebab Kanker Serviks Karsinoma serviks diperkirakan sebagai penyakit yangditularkan secara seksual. Beberapa bukti menunjukkanadanya hubungan antara riwayat hubungan seksual danrisiko penyakit ini.Sesuai dengan etiologi infeksinya, wanita dengan partner seksual yang banyak dan wanita yang memulaihubungan seksual pada usia muda akan meningkatkanrisiko terkena kanker serviks. Karena sel kolumnar servikslebih peka terhadap metaplasia selama usia dewasa makawanita yang berhubungan seksual sebelum usia 18 tahunakan berisiko terkena kanker serviks lima kali lipat.Keduanya, baik usia saat pertama berhubungan maupunjumlah partner seksual, adalah faktor risiko kuat untukterjadinya kanker serviks (Rasjidi, 2009).

  Kanker Serviks disebabkan oleh Human Papiloma Virus atau lebih dikenal dengan HPV. Virus kanker serviks bersifat spesifik dan hanya tumbuh di dalam sel manusia, terutama pada sel – sel lapisan permukaan/epitel mulut rahim.

  HPV merupakan virus DNA yang berukuran 8.000 pasang basa, berbentuk ikosahendral dengan ukuran 55 nm, memiliki 72 kapsomer, dan 2 protein kapsid.

  Karena ukuran virus HPV sangat kecil, virus ini bisa menular melalui mikro lesi atau sel abnormal di vagina. Penularannya dapat terjadi saat berhubungan seksual (Samadi, 2011).

  Infeksi virus HPV telah dibuktikan menjadi penyebab lesi prakanker, kondiloma akuminatum, dan kanker. Meskipun HPV pada umumnya menyerang wanita tetapi virus ini juga mempunyai peranan dalam timbulnya kanker pada anus, vulva, vagina, penis dan beberapa kanker orofaring.

  Terdapat 138 strain HPV yang sudah dapat diidentifikasi, 30 diantaranya dapat ditularkan lewat hubungan seksual. Walaupun umumnya HPV ditularkan melalui kontak seksual, tidak seorang dokterpun dapat memperkirakan kapan infeksi itu terjadi. Kebanyakan infeksi HPV juga dapat mengalami remisi setelah beberapa tahun. Beberapa diantaranya akan menetap tanpa atau dengan menyebabkan abnormalitas pada sel.

  Beberapa tipe HPV bersifat virus risiko rendah karena jarang menyebabkan kanker. Sedangkan tipe yang lain bersifat virus risiko tinggi. Baik tipe resiko tinggi maupun tipe resiko rendah dapat menyebabkan pertumbuhan yang abnormal pada sel tetapi secara umum hanya HPV tipe risiko tinggi yang dapat memicu kanker. Virus HPV risiko tinggi yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual adalah tipe 16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 68, 69, dan mungkin masih terdapat beberapa tipe lain. Di Indonesia tipe virus yang menyebabkan kanker adalah tipe 16, 18, dan 52. Tipe virus resiko tinggi biasanya menimbulkan lesi rata dan tak terlihat dibandingkan tipe risiko rendah yang menimbulkan pertumbuhan seperti jengger ayam pada tipe HPV 6 dan 11 atau dikenal sebagai kondiloma akuminatum. Perlu dicatat mayoritas virus HPV risiko tinggi dapat mengalami remisi secara spontan.

  Penelitian yang ada menunjukkan bahwa lebih dari 90% kanker serviks disebabkan oleh HPV, yang 70% -nya disebabkan oleh tipe 16 dan 18 sesuai dengan yang dipublikasikan dalam Lancet Oncology bulan April 2005. Dari kedua tipe ini HPV 16 sendiri menyebabkan lebih dari 50% kanker serviks. Seseorang yang sudah terkeena kanker serviks sebesar 5%. Kanker serviks yang disebabkan HPV umumnys berjenis karsinoma sel skuamosa.

  Kemungkinan seorang wanita terpapar dengan infeksi HPV selama kehidupan seksualnya mencapai 70%. Sedangkan faktor risiko yang dapat mempermudah terjadi karsinoma sel skuamosa adalah hubungan seksual dini, pasangan seksual yang banyak, merokok, dan pemakaian kontrasepsi oral (Sarwono, 2006).

  3. Faktor – Faktor Resiko Faktor yang dapat memudahkan terjadi perubahan epitel pada serviks adalah penggunaan produk tembakau, infeksi mikroba, defisiensi vitamin, pengaruh hormonal dan keadaan imunosupresi.

  Pada mereka yang perokok nikotin, hidrokarbon, dan tar yang disekresikan di daerah serviks terbukti bersifat mutagenik. Imunitas di daerah serviks menurun dengan berkurang antigen presenting langerhans cell. Meningkatnya resiko juga terjadi pada perokok pasif.

  Sedangkan mikroba yang dapat mengganggu integrasi epitel di daerah serviks adalah Chlamidia trachomatis, Neisseria gonorhoeae, Herpes Simpleks Virus (HSV), dan Trichomonas vaginalis.

  Pada penelitian terbukti bahwa kondiloma akuminaum akan tumbuh lebuh cepat saat kehamilan. Estrogen diduga menjadi salah satu faktor yang membuat replikasi DNA HPV. Sementara pil kontrasepsi oral diduga akan menyebabkan defisiensi asam folat yang akan menguramgi metabolisme mutagen. Sedangkan penggunaan kondom atau yang sejenis hingga saat ini belum tebukti mengurangi kejadian infeksi HPV. Ditemukan HPV DNA tipe risiko tinggi yang menetap dapat menjadi pertanda berkembangnya neoplasia di daerah serviks.

  Konsumsi vitamin A, C dan E dipercaya akan memproteksi daerah serviks. Cislycopene yang banyak terdapat dalam sayuran akan mengurangi HPV DNA risiko tinggi yang persisten sebanyak 50% (Sarwono, 2006).

  Faktor Risiko yang Telah Dibuktikan a.

  Hubungan Seksual Karsinoma serviks diperkirakan sebagai penyakit yangditularkan secara seksual. Beberapa bukti menunjukkanadanya hubungan antara riwayat hubungan seksual danrisiko penyakit ini.Sesuai dengan etiologi infeksinya, wanita dengan partner seksual yang banyak dan wanita yang memulaihubungan seksual pada usia muda akan meningkatkanrisiko terkena kanker serviks. Karena sel kolumnar serviks lebih peka terhadap metaplasia selama usia dewasa maka wanita yang berhubungan seksual sebelum usia 18 tahunakan berisiko terkena kanker serviks lima kali lipat.Keduanya, baik usia saat pertama berhubungan maupunjumlah partner seksual, adalah faktor risiko kuat untukterjadinya kanker serviks.

  b.

  Karakteristik Partner Sirkumsisi pernah dipertimbangkan menjadi faktor pelindung, tetapi sekarang hanya dihubungkan dengan penurunan faktor risiko. Studi kasus kontrol menunjukkan bahwa pasien dengan kanker serviks lebih sering menjalani seks aktif dengan partner yang melakukan seks berulang kali. Selain itu, partner dari pria dengan kankerpenis atau partner dari pria yang istrinya meninggalterkena kanker serviks juga akan meningkatkan risikokanker serviks.

  c.

  Riwayat Ginekologis Walaupun usia menarke atau menopause tidakmempengaruhi risiko kanker serviks, hamil di usia mudadan jumlah kehamilan atau manajemen persalinan yangtidak tepat dapat pula meningkatkan risiko. d.

  Dietilstilbesterol (DES) Hubungan antara clear cell adenocarcinoma serviksdan paparan DES in utero telah dibuktikan.

  e.

  Agen Infeksius Mutagen pada umumnya berasal dari agen-agen yang ditularkan melalui hubungan seksual seperti HumanPapilloma Virus (HPV) dan Herpes Simpleks

  Virus Tipe 2(HSV 2) (Benedet 1998; Nuranna 2005).

  f.

  Human Papilloma Virus (HPV) Terdapat sejumlah bukti yang menunjukkan bahwa Human Papilloma Virus

  (HPV) sebagai penyebab neoplasia servikal. Karsinogenesis pada kanker servikssudah dimulai sejak seseorang terinfeksi HPV yang merupakan faktor inisiator dari kanker serviks yang menyebabkan terjadinya gangguan sel serviks. Ada bukti lain yaitu onkogenitas virus papiloma hewan; hubungan infeksi HPV serviks dengan kondiloma dan atipik koilositotik yang menunjukkan displasia ringan atau sedang, serta deteksi antigen HPV dan DNA dengan lesi servikal. HPV tipe 6 dan 11 berhubungan erat dengan diplasia ringan yang sering regresi. HPV tipe 16 dan 18 dihubungkan dengan diplasia berat yang jarang regresi dan seringkali progresif menjadi karsinoma insitu. Infeksi Human Papilloma Virus persisten dapat berkembang menjadi neoplasia intraepitel serviks (NIS). Seorang wanita dengan seksual aktif dapat terinfeksi oleh HPV risiko-tinggi dan 80% akan menjadi transien dan tidak akan berkembang menjadi NIS. HPV akan hilangdalam waktu 6-8 bulan. Dalam hal ini, respons antibodi terhadap HPV risiko-tinggi yang berperan. Dua puluh persen sisanya berkembang menjadi NID dan sebagian besar, yaitu 80%, virus menghilang, kemudian lesi juga menghilang. Oleh karena itu, yang berperan adalah cytotoxic T-cell. Sebanyak 20% dari yang terinfeksi virus tidak menghilang dan terjadi infeksi yang persisten. NIS akan bertahan atau NIS 1 akan berkembang menjadi NIS 3, dan pada akhirnya sebagiannya lagi menjadi kanker invasif. HPV risiko rendah tidak berkembang menjadi NIS 3 atau kanker invasif, tetapi menjadi NIS 1 dan beberapa menjadi NIS 2. Infeksi HPV risiko- rendah sendirian tidak pernah ditemukan pada NIS 3 atau karsinoma invasif. Berdasarkan hasil program skrining berbasis populasi di Belanda, interval antara NIS 1 dan kanker invasif diperkirakan 12,7 tahun dan kalau dihitung dari infeksi HPV risiko-tinggi sampai terjadinya kanker adalah 15 tahun. Waktu yang panjang ini, di samping terkait dengan infeksi HPV risiko-tinggi persisten dan faktor imunologi (respons HPV-specific T-cell, presentasi antigen), juga diperlukan untuk terjadinya perubahan genom dari sel yang terinfeksi. Dalam hal, ini faktor onkogen E6 dan E7 dari HPV berperan dalam ketidakstabilan genetik sehingga terjadi perubahan fenotipe ganas. Oncoprotein E6 dan E7 yang berasal dari HPV merupakan penyebab terjadinya degenerasi keganasan. Oncoprotein E6 akan mengikat p53 sehingga TSG p53 akan kehilangan fungsinya. Sementara itu, oncoprotein E7 akan mengikat TSG Rb. Ikatan ini menyebabkan terlepasnya E2F yang merupakan faktor transkripsi sehingga siklus sel berjalan tanpa kontrol.

  g.

  Virus Herpes Simpleks Walaupun semua virus herpes simpleks tipe 2 (HPV-2) belum didemonstrasikan pada sel tumor, teknikhibridisasi insitu telah menunjukkan bahwa terdapat HSVRNA spesifik pada sampel jaringan wanita dengan displasia serviks. DNA sekuens juga telah diidentifikasipada sel tumor dengan menggunakan DNA rekombinan.Diperkirakan, 90% pasien dengan kanker serviks invasif dan lebih dari 60% pasien dengan neoplasia intraepitelialserviks (CIN) mempunyai antibodi terhadap virus. h.

  Lain-lain Infeksi trikomonas, sifilis, dan gonokokus ditemukanberhubungan dengan kanker serviks. Namun, infeksi inidipercaya muncul akibat hubungan seksual denganmultipel partner dan tidak dipertimbangkan sebagai faktor risiko kanker serviks secara langsung. i.

  Merokok Saat ini terdapat data yang mendukung bahwa rokok sebagai penyebab kanker serviks dan hubungan antaramerokok dengan kanker sel skuamosa pada serviks (bukan adenoskuamosa atau adenokarsinoma). Mekanismekerja bisa langsung (aktivitas mutasi mukus servikstelah ditunjukkan pada perokok) atau melalui efekimunosupresif dari merokok. Bahan karsinogenik spesifikdari tembakau dapat dijumpai dalam lendir dari mulutrahim pada wanita perokok. Bahan karsinogenik ini dapatmerusak DNA sel epitel skuamosa dan bersama infeksi HPV dapat mencetuskan transformasi keganasan. Faktor Risiko yang Diperkirakan a.

  Kontrasepsi Oral Risiko noninvasif dan invasif kanker serviks telahmenunjukkan hubungan dengan kontrasepsi oral.Bagaimanapun, penemuan ini hasilnya tidak selalukonsisten dan tidak semua studi dapat membenarkanperkiraan risiko dengan mengontrol pengaruh kegiatanseksual. Beberapa studi gagal dalam menunjukkanbeberapa hubungan dari salah satu studi, bahkanmelaporkan proteksi terhadap penyakit yang invasif.Hubungan yang terakhir ini mungkin palsu dan menunjukkandeteksi adanya bias karena peningkatan skriningterhadap pengguna kontrasepsi. Beberapa studi lebihlanjut kemudian memerlukan konfirmasi atau menyangkalobservasi ini mengenai kontrasepsi oral.

  b.

  Diet Diet rendah karotenoid dan defisiensi asam folat juga dimasukkan dalam faktor risiko kanker serviks.

  c.

  Etnis dan Faktor Sosial Wanita di kelas sosioekonomi yang paling rendahmemiliki faktor risiko lima kali lebih besar daripada wanitadi kelas yang paling tinggi. Hubungan ini mungkindikacaukan oleh hubungan seksual dan akses ke sistempelayanan kesehatan.Di Amerika Serikat, ras negro, hispanik, dan wanitaAsia memiliki insiden kanker serviks yang lebih tinggidaripada wanita ras kulit putih. Perbedaan ini mungkinmencerminkan pengaruh sosioekonomi.

  d.

  Pekerjaan Sekarang ini, ketertarikan difokuskan pada pria yangpasangannya menderita kanker serviks. Diperkirakanbahwa paparan bahan tertentu dari suatu pekerjaan(debu, logam, bahan kimia, tar, atau oli mesin) dapatmenjadi faktor risiko kanker serviks (Rasjidi, 2009).

4. Gejala Dan Tanda

  Perlu dimasyarakatkan upaya pengenalan kasus secara dini melalui program skrining. Tingkat keberhasilan pengobatan sangat baik pada stadium dini dan hampir tidak terobati bila tumor telah menyebar sampai dinding panggul atau organ di sekitarnya seperti rektum dan kandung kemih. Pemeriksaan pap smear bertujuan untuk menganali adanya perubahan awal sel epitel serviks hingga dapt dilakukan tindakan pencegahan terjadinya kanker invasif. Pap smear ini menjadikan kanker serviks sebagai suatu penyakit yang dapat dicegah.

  Sebagaimana lazimnya pencegahan terhadap sesuatu jenis penyakit, perlu diwaspadai adanya faktor risiko dam ketersediaan sarana diagnostik serta penatalaksanaan kasus sedini mungkin. Lesi kanker serviks yang sangat dini ini dikenal sebagai servikal intraepitelial neoplasia (Cervical Intraephithelial Neoplasia) yang ditandai dengan adanya perubahan displastik epitel serviks.

  Kecepatan pertumbuhan kanker ini tidak sama dari kasus dengan kasus lainnya. Sayangnya bagaimana mekanisme keadaan ini dapat terjadi belum dapat dijelaskan. Namun, pada penyakit yang pertumbuhannya sangat lambat bila diabaikan sampai lama juga tidak mungkin terobati. Sebaliknya, tumor yang tumbuh dengan cepat bila dikenali secara dini hasil pengobatannya lebih baik. Semakin dini penyakit dapat dikenali dan dilakukan terapi yang adekuat, semakin memberi hasil terapi yang sempurna.

  Walaupun telah terjadi invasi sel tumor kedalam stroma, kanker serviks masih mungkin tidak menimbulkan gejala. Tanda dini kanker serviks tidak spesifik seperti adanya sekret vagina yang agak banyak dan kadang – kadang dengan bercak perdarahan. Umumnya tanda yang sangat minimal ini sering diabaikan oleh penderita.

  Tanda yang lebih klasik adalah perdarahan bercak yang berulang, atu perdarahan bercak setelah bersetubuh atau membersihkan vagina. Dengan makin tumbuhnya penyakit tanda menjadi semakin jelas. Perdaran menjadi semakin banyak, lebih sering dan berlangsung lebih lama. Namun, terkadang keadaan ini diartikan penderita sebagai perdarahan haid yang sering dan banyak. Juga dapat dijumpai sekret vagina berbau terutama dengan massa nekrosis lanjut. Nekrosis terjadi karena pertumbuhan tumor yang cepat tidak diimbangi pertumbuhan pembuluh darah

  (angiogenesis) agar mendapat aliran darah yang cukup. Nekrosis ini menimbulkan bau yang tidak sedap dan reaksi peradangan non spesifik.

  Pada stadium lanjut ketika tumor telah menyebar keluar dari serviks dan melibatkan jaringan di rongga pelvis dapat dijumpai tanda lain seperti nyeri yang menjalar ke pinggul atau kaki. Hal ini menandakan keterlibatab ureter, dinding panggul, atau nervus skiatik. Beberapa penderita mengeluhkan nyeri berkemih, hematuria, perdarahan rektum sampai sulit berkemih dan buang air besar. Penyebaran ke kelenjar getah bening tungkai bawah dapat menimbulkan oedema tungkai bawah, atau terjadi uremia bila terjadi penyumbatan kedua ureter (Sarwono, 2006, hlm. 444).

  Keputihan yang berulang dan nyeri pinggang belum tenu penyakit batu ginjal. Ada kemungkinan lain, yaitu kanker serviks. Pada 92% lesi prakanker tidak terdapat gejala, dan kalaupun ada hanya berupa rasa kering di vagina, atau keputihan berulang/tidak sembuh – sembuh walaupun sudah diobati. Gejala klinis jika sudah menjadi kanker serviks dapat dibedakan dalam beberapa tahapan/stadium kanker serviks, yaitu sebagai berikut: a.

  Gejala Awal 1)

  Perdarahan pervagina / lewat vagina, berupa perdarahan pasca senggama atau perdarahan spontan di luar masa haid. Perdarahan pasca senggama bisa terjadi bukan karena disebabkan oleh adanya kanker serviks, melainkan karena iritasi mikro lesi atau luka – luka kecil di vagina saat bersenggama.

  Serviks yang normal konsistensinya kenyal dan permukaan licin. Adapun serviks yang sudah berubah menjadi kanker bersifat rapuh, mudah berdarah, dan diameternya biasanya membesar. Serviks yang rapuh tersebut akan mudah berdarah pada saat aktivitas seksual sehingga terjadi perdarahan pasca senggama. Oleh karena itu, apapun bentuk perdarahan pasca senggama, sudah seharusnya diperiksakan dengan seksama untuk melihat adakah tanda – tanda kanker pada serviks.

2) Keputihan yang berulang, tidak sembuh – sembuh walaupun telah diobati.

  Keputihan biasanya berbau, gatal, dan panas karena sudah ditumpangi infeksi sekunder. Artinya cairan yang keluar dari lesi prakanker atau kanker tersebut ditambah infeksi oleh kuman, bakteri ataupun jamur. Tidak semua keputihan terkait dengan kanker serviks. Ini penting dipahami karena bisa menimbulkan kekhawatiran yang berlebihan dan tidak pada tempatnya, Keputihan yang normal ciri – ciri seperti terjadi menjelang haid, lendir jernih, tidak berbau, dan tidak gatal. Keputihan yang wajarnbisa terjadi pada semua wanita disebabkan karena kelembapan serta kebersihan yang kurang pada daerah kewanitaan atau vagina. Biasanya, disertai infeksi oleh kuman/bakteri dan jamur. Keputihan jenis ini akan sembuh dengan pengobatan dan kalaupun kambuh perlu waktu cukup lama.

  Keputihan yang harus diwaspadai adalah jika keputihan terjadi bersamaan dengan penyakit kelamin, misalnya Gonorea dan Sifilis. Karena virus HPV bisa juga ditularkan bersamaan dengan kuman penyebab sakit kelamin tersebut.

  b.

  Gejala lanjut : Cairan keluar dari liang vagina berbau tidak sedap, nyeri (panggul, pinggang dan tungkai), gangguan berkemih, nyeri di kandung kemih dan rektum. Keluhan ini muncul karena pertumbuhan kanker tersebut menekan / mendesak ataupun menginvasi organ sekitarnya. c.

  Kanker telah menyebar / metastatis : timbul gejala sesuai dengan organ yang terkena, misalnya penyebaran di paru – paru, liver, atau tulang.

  d.

  Kambuh / residif : bengkak / edema tungkai satu sisi, nyeri panggul menjalar ke tungkai, dan gejala pembuntuan saluran kencing / obsruksi ureter.

  Pemerikasaan fisik dengan spekulum vagina bisa menemukan lesi tumor atau benjolan yang masih terlokalisasi di serviks atau telah meluas ke puncak vagina dengan warna kemerahan dan mudah berdarah, dengan atau tanpa gambaran jaringan yang rapuh, disertai darah atau jaringan yang berbau.

  Pemeriksaan dalam melalui vagina dapat meraba perluasan ke vagina, sedang pemeriksaan rektal dapt mengetahui perluasan ke dinding panggul. Kalau penyakit sudah meluas ke luar panggul, dapat ditemukan pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati, massa/benjolan di perut, panggul, hidronefrosis atau efusi pleura / cairan di paru – paru atau penyebaran ke tulang (Samadi, 2011).

5. Stadium Kanker Serviks

  Stadium yang dipakai adalah stadium klinis menurut The International Federation and Obstetrics (FIGO).

Tabel 2.1 Stadium Kanker Serviks

  Stadium TNM

  Kategori FIGO

  Tumor primer tidak bisa digambarkan TX Tidak ada buki adanya tumor primer TO

  Carsinoma in situ (preinvasive carcinoma) Tis

  Proses terbatas pada serviks walaupun ada T1

  1 perluasan ke korpus uteri

  Karsinoma mikroinvasif T1a

  1A Kedalaman invasi stroma tidak lebih dari 3mm dan

  T1a1

  1A1 perluasan horizontal tidak lebih dari 7mm Kedalaman invasi stroma lebih dari 3mm dan tidak

  T1a2

  1A2 lebih dari 5mm dan perluasan horizontal 7mm atau kurang Secara klinis sudah diduga adanya tumor

  T1b

  IB mikroskopik lebih dari 1A2 atau T1a2 Secara klinis lesi berukuran 4cm atau kurang pada

  T1b1

  IB1 dimensi terbesar Secara klinis lesi berukuran lebih dari 4cm pada

  T1b2

  IB2 dimensi terbesar Tumor menyebar ke luar dari serviks, tetapi tidak

  T2

  II sampai dinding panggul atau sepertiga bawah vagina Tanpa invasi parametrium T2a

  IIA Dengan invasi parametrium T2b

  IIB Tumor menyebar ke dinding panggul dan sepertiga

  T3

  III bawah vagina yang menyebabkan hidronefrosis atau penurunan fungsi ginjal Tumor menyebar ke sepertiga bawah vagina, tetapi

  T3a

  IIIA tidak sampai ke dinding panggul.

  Tumor menyebar ke dinding panggul menebabkan T3b

  IIIB penurunan fungsi ginjal

  Tumor menginvasi mukosa buli – buli atau rekum T4

  IVA dan keluar panggul Metastase jauh

  M1

  IVB

  The International of Gynecology and Obstetrics (FIGO) 6.

  Pengobatan Setelah diagnosis kanker serviks ditegakkan, harus ditentukan terapi apa yang tepat untuk setiap kasus. Secara umum jenis terapi yang dapat diberikan bergantung pada usia dan keadaan umum penderita, luasnya penyebaran, dan komplikasi lain yang menyertai. Untuk ini, diperlukan pemeriksaan fisik yang seksama. Juga diperlukan kerja sama yang baik antara ginekologi onkologi dengan radio terapi dan patologi anatomi.

  Pada umumnya kasus stadium lanjut (stadium IIb, III, dan IV) dipilih pengobatan radiasi yang diberikan secara intrakaviter dan eksternal, sedangkan stadium awal dapat diobati melalui pembedahan atau radiasi.

  Terapi tunggal apakah berupa radiasi atau operasi merupakan pilihan bila kanker serviks dapat didiagnosis dalam stadium dini. Namun, sayang tidak sedikit penderita kanker serviks datang berobat setelah stadium lanjut dimana terapi yang efektif menjadi persoalan.

  Pada dasarnya untuk stadium lanjut (IIb, III, dan IV) diobati dengan kombinasi radiasi eksterna dan intrakaviter (brakhiterapi). Kombinasi radiasi ini untuk mendapatkan dosis cukup pada titik A. Berbagai perangkat radiasi dapat digunakan untuk menghasilkan kekuatan radiasi sesuai dengan kebutuhan. Teknologi radiasi eksterna dimulai tahun 1954 dengan ditemukannya alat radiasi Cobalt 60 yang sudah memberikan energi 1 cm di bawah kulit. Akhir – akhir ini lebih disenangi

  

Linear accelerator yang menghasilkan energi foton dan mulai memberi energi 3 – 4

cm di bawah kulit.

  Kombinasi pemberian sisplatin mingguan bersamaan dengan radiasi memberikan respon yang cukup baik. Akan tetapi, bila terjadi kekambuhan baik lokal maupun jauh, setelah terapi kemoradiasi ini biasanya usaha pengobatan lain sering gagal.

  Banyak penelitian tentang pemberian kemoterapi baik tunggal maupun kombinasi untuk mengobati penderita kanker serviks stadium lanjut atau kasus berulang yang tidak mungkin dilakukan terapi operatif atau radiasi. Kombinasi antara bleomisin, sisplatin, dan ifosfamid tampaknya memberi respons yang lebih baik, tetapi efek samping pada sistem syaraf pusat cukup mengganggu. Klinik Mayo melaporkan pemberian kombinasi kemoterapi metotreksat – vinblastin – doksorubisin dan sisplatin memberikan hasil yang lebih baik dengan efek samping yang lebih ringan.

  Harapan hidup penderita akan menjadi lebih baik bila setelah pemberian neoajuvan kemoterapi ini dapat dilanjutkan dengan operasi radikal. Evaluasi respons kemoterapi neoajuvan ini dengan bantuan MRI karena MRI dapat membedakan antara gambaran jaringan fibrosis dan jaringan tumor.

  Akhir – akhir ini ada kecenderungan pembedahan kanker ginekologik menjadi kurang agresif dengan tujuan mengurangi kecacatan dan mempertahankan fungsi organ genital. Kanker serviks stadium Ia

  1 cukup hanya konisasi, sedangkan untuk stadium lainnya fungsi reproduksi terpaksa dikorbankan.

  Pada tahun 1994 D’Argent memperkenalkan teknik operasi radikal kanker serviks stadium dini dengan mempertahankan uterus. Operasi radikal ini dikenal sebagai trakhelektomi radikal, dilakukan pada penderita kanker serviks stadium dini yang masih ingin hamil a.

1 Mikroinvasi Stadium Ia

  Stadium Ia

  1 tanpa invasi pembuluh darah dan limfe kemungkinan penyebaran ke

  kelenjar getah bening regionalnya tidak lebih dari 1%. Hal ini dimungkinkan untuk dilakukan tindakan terapi yang lebih konservatif seperti histerektomi simpel. Bahkan, bagi penderita yang masih ingin hamil dapat dilakukan tindakan konisasi serviks asalkan pada pemeriksaan histopatologinya tidak dijumpai sel tumor pada tepi sayatan konisasi. Tingkat kesembuhan pada stadium ini dapat diharapkan hingga 100%. Namun, bila dijumpai invasi pembuluh darah atau limfe sebaiknya dilakukan histerektomi radikal atau radiasi bila ada indikasi kontra tidakan operasi.

  b.

2 Stadium Ia

  Kasus dengan invasi stroma lebih dari 3mm, tetapi kurang dari 5 mm (stadium Ia

  2 ) kemungkinan invasi pembuluh darah atau limfe sekitar 7%. Kasus pada

  stadium ini harus dilakukan histerektomi radikal dengan limfadenektomi kelenjar getah bening pelvis atau radiasi bila ada indikasi kontra tindakan operasi. Jenis pembedahan lebih bersifat individual. Bila dijumpai invasi limfe atau vaskular sebaiknya dilakukan histerektomi dan limfadenektomi atau radiasi karena kemungkinan adanya anak sebar ke kelenjar getah bening.

  c.

  Stadium Ib Stadium Ib (ukuran lesi

  1 ≤ 4 cm) pengobatannya adalah histerektomi radikal

  dengan limfadenektomi kelenjar getah bening pelvis dengan / tanpa kelenjar getah bening paraaorta memberikan hasil yang efektif. Hasil yang sama efektifnya didapat bila diberikan terapi radiasi. Walau kedua modalitas terapi ini memberikan tingkat kelangsungan hidup yang sama, penderita usia muda operasi radikal lebih disukai karena kita dapat mempertahankan fungsi ovarium.

  d.

  Stadium IIa Jenis terapi sangat individual, bergantung pada perluasan tumor ke vagina.

  Keterlibatan vagina yang minimal dapat dilakukan histerektomi radikal, limfadenektomi pelvis, dan vaginektomi bagian atas. Terapi optimal pada kebanyakan stadium IIa adalah kombinasi radiasi eksternal dan radiasi intrakaviter. Operasi radikal dengan pengangkatan kelenjar getah bening pelvis dan paraaorta serta pengangkatan vagina bagian atas dapat memberikan hasil yang optimal asalkan tepi sayatan bebas dari invasi sel tumor.

  e.

  Stadium IIb, III dan IVa Pada kasus – kasus stadium lanjut ini tidak mungkin lagi dilakukan tindakan peratif karena tumor telah menyebar jauh ke luar dari serviks. Pada bulan Februari 1999, National Cancer Institute (NCI) di Amerika Serikat mengumumkan hasil pengobatan kemoradiasi berbasis platinum memberikan hasil yang lebih baik dibanding radiasi saja untuk penderita kanker serviks stadium IIb – IVa, stadium Ia – Iia risiko tinggi dan stadium Ib lesi besar

  2

  2

  (bulky tumor). Luas lapangan radiasi bergantung pada besar tumor serta jauhnya keterlibatan vagina. Bila dari hasil pemeriksaan imagine dicurigai anak sebar sampai kelenjar getah bening paraaorta, lapangan radiasi harus diperluas sampai mencakup daerah ini. Khusus stadium IVa dengan penyebaran hanya ke mukosa kandung kemih lebih disukai operasi eksenterasi daripada radiasi. Terapi eksenterasi juga menjadi pilihan terapi kuratif atau paliatif pada kasus persisten sentral setelah mendapat kemoradiasi ataupun bila ada komplikasi fistula rekto – vaginal. f.

  Stadium IVb Kasus dengan stadium terminal ini prognosisnya sangat jelek, jarang dapat bertahan hidup sampai setahun semenjak di diagnosis. Penderita stadium IVb bila keadaan umum memungkinkan dapat diberikan kemoradiasi konkomitan, tetapi hanya bersifat paliatif (Sarwono, 2006.hlm. 448).

7. Pencegahan

  Pencegahan memiliki arti yang sama dengan deteksidini atau pencegahan sekunder, yaitu pemeriksaan atautes yang dilakukan pada orang yang belum menunjukkanadanya gejala penyakit untuk menemukan penyakit yang belum terlihat atau masih berada pada stadium praklinik.Program pemeriksaan/skrining yang dianjurkan untukkanker serviks (WHO): skrining pada setiap wanitaminimal satu kali pada usia 35-40 tahun. Jika fasilitastersedia, lakukan tiap 10 tahun pada wanita usia 35-55 tahun. Jika fasilitas tersedia lebih, lakukan tiap 5 tahunpada wanita usia 35-55 tahun. Ideal atau optimal, lakukantiap 3 tahun pada wanita usia 25-60 tahun.

  a.

Dokumen yang terkait

Pengetahuan dan Sikap Remaja Puteri Tentang Kanker Serviks di SMA Negeri 2 Pematangsiantar

4 74 104

Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Tentang Sadari Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Remaja Putri Dalam Upaya Deteksi Dini Kanker Payudara Di Smk Negeri 3 Tebing Tinggi Tahun 2015

12 91 120

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri Kelas XI dalam Upaya Pencegahan Kanker Serviks di SMA Negeri 1 Tebing Tinggi Tahun 2013

9 69 86

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SADARI sebagai Alat Deteksi Dini Kanker Payudara 2.1.1 Deteksi Dini - Efektifitas Metode Simulasi terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri tentang Upaya Deteksi Dini Kanker Payudara dengan SADARI di SMA Negeri 1 dan SMA Citra

0 1 34

Pengetahuan dan Sikap Remaja Puteri Tentang Kanker Serviks di SMA Negeri 2 Pematangsiantar

0 0 42

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Pengetahuan dan Sikap Remaja Puteri Tentang Kanker Serviks di SMA Negeri 2 Pematangsiantar

0 0 18

Pengetahuan dan Sikap Remaja Puteri Tentang Kanker Serviks di SMA Negeri 2 Pematangsiantar

0 1 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyuluhan Kesehatan 2.1.1 Pengertian Penyuluhan Kesehatan - Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Tentang Sadari Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Remaja Putri Dalam Upaya Deteksi Dini Kanker Payudara Di Smk Negeri 3 Tebing Tinggi Tahun

0 1 34

Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Tentang Sadari Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Remaja Putri Dalam Upaya Deteksi Dini Kanker Payudara Di Smk Negeri 3 Tebing Tinggi Tahun 2015

0 3 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan Remaja Putri tentang Anemia - Hubungan Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri Tentang Anemia dengan Pola Makan untuk Pencegahan Anemia di SMA Swasta Bina Bersaudara Medan Tahun 2014

0 2 22