BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Higiene Sanitasi Makanan Jajanan - Higiene Sanitasi Pengelolaan Dan Pemeriksaan Kandungan Escherichia Coli Dalam Mie Gomak Uang Dijual Di Pasar Sidikalang Tahun 2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Higiene Sanitasi Makanan Jajanan Makanan dan minuman termasuk kebutuhan dasar terpenting dan sangat esensial

  dalam kehidupan manusia karena merupakan satu-satunya sumber energi manusia Sehingga apapun yang disajikan sebagai makanan dan minuman harus memenuhi syarat utama, yaitu cita rasa makanan dan keamanan makanan dalam arti makanan tidak mengandung zat atau mikroorganisme yang dapat menggangu kesehatan tubuh (Moehyi, 2002).

  Makanan yang dikonsumsi harus higienis, sehat dan aman yaitu bebas dari cemaran fisik (pecahan kaca, kerikil, potongan lidi, rambut, isi staples), kimia (Timah Hitam, Arsenicum, Cadmium, Seng, Tembaga, Pestisida) dan bakteri Eschericia coli. Cemaran tersebut dilihat dengan penglihatan secara seksama atau secara kasat mata atau melalui pemeriksaan laboratorium dan hasil pemeriksaan negatif menunjukkan angka kuman Escherichia coli nol (Arisman, 2008).

  Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjamahan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel. Penanganan makanan jajanan adalah kegiatan yang meliputi pengadaan, penerimaan bahan makanan, pencucian, peracikan, pembuatan, pengubahan bentuk, pewadahan, penyimpanan, pengangkutan, penyajian makanan atau minuman(DepKes, 2003).

  Telah diketahui bahwa makanan jajajnan sudah menjadi alternatif dalam pemenuhan pokok gizi masayarakat dibidang pangan. Di samping itu makanan jajanan juga memiliki potensi dan peranan yang tidak kalah penting yaitu dalam hal penyerapan tenaga kerja, kontribusi terhadap perekonomian daerah, perbaikan gizi serta pengaman pangan (Syarif, 1994).

2.1.1. Higiene Penjamah Makanan Jajanan

  Higiene menurut Depkes RI tahun 2001 adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan individu subyeknya. Misalnya mencuci tangan untuk melindungi kebersihan tangan, cuci piring untuk melindungi kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan.

  Dalam Permenkes No.329 tahun 1976 Higiene adalah kesehatan masyarakat yang khusus meliputi segala usaha untuk melindungi, memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan badan dan jiwa, baik untuk umum maupun untuk perorangan dengan tujuan memberikan dasar-dasar kelanjutan hidup yang sehat serta mempertinggi kesejahteraan dan daya guna peri kehidupan manusia.

  Penjamah makanan jajanan adalah orang yang secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan makanan dan peralatannya sejak dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan, pengangkutan sampai dengan penyajian makanan(Direktorat Penyehatan Lingkungan, 2006).

  Berdasarkan KepMenKes No. 942/MENKES/SK/VII/2003, penjamah makanan jajanan dalam melakukan kegiatan pelayanan penanganan makanan jajanan harus memenuhi persyaratan antara lain : a. tidak menderita penyakit mudah menular misal : batuk, pilek, influenza, diare, penyakit perut sejenisnya; b. menutup luka (pada luka terbuka/ bisul atau luka lainnya); c. menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku, dan pakaian; d. memakai celemek, dan tutup kepala; e. mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan.

  f. menjamah makanan harus memakai alat/ perlengkapan, atau dengan alas tangan; g. tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut atau bagian lainnya); h. tidak batuk atau bersin di hadapan makanan jajanan yang disajikan dan atau tanpa menutup mulut atau hidung.

2.1.2. Sanitasi Makanan Jajanan

  Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang menitik beratkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat menganggu kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, sampai pada saat dimana makanan dan minuman tersebut siap untuk dikonsumsikan kepada masyarakat atau konsumen. Sanitasi makanan ini bertujuan untuk menjamin keamanan dan kemurnian makanan, mencegah konsumen dari penyakit, mencegah penjamahan makanan yang akan merugikan pembeli. mengurangi kerusakan/pemborosan makanan(Adams, 2004).

  Sanitasi makanan yang buruk dapat disebabkan 3 faktor yakni faktor fisik, faktor kimia dan faktor mikrobiologi. Faktor fisik terkait dengan kondisi ruangan yang tidak mendukung pengamanan makanan seperti sirkulasi udara yang kurang baik, temperatur ruangan yang panas dan lembab, dan sebagainya. Untuk menghindari kerusakan makanan yang disebabkan oleh faktor fisik, maka perlu diperhatikan susunan dan konstruksi dapur serta tempat penyimpanan makanan.

  Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor kimia karena adanya zat-zat kimia yang digunakan untuk mempertahankan kesegaran bahan makanan, obat-obat penyemprot hama, penggunaan wadah bekas obat-obat pertanian untuk kemasan makanan, dan lain-lain. Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor mikrobiologi karena adanya kontaminasi oleh bakteri, virus, jamur dan parasit. Akibat buruknya sanitasi makanan dapat timbul gangguan kesehatan pada orang yang mengkonsumsi makanan tersebut. Gangguan kesehatan yang dapat terjadi akibat makanan dapat dibagi 2 yaitu keracunan makanan dan penyakit bawaan makanan (Mulia, 2005).

  Persyaratan Higiene Sanitasi makanan jajanan (KepMenKes No. 942/MENKES/SK/VII/2003) 1.

  Peralatan a.

  Peralatan yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan makanan jajanan harus sesuai dengan peruntukannya dan memenuhi persyaratan hygiene sanitasi.

  b.

  Untuk menjaga peralatan sebagaimana dimaksud adalah peralatan yang sudah dipakai dicuci dengan air bersih dan dengan sabun;lalu dikeringkan dengan alat pengering/lap yang bersih kemudian peralatan yang sudah bersih tersebut disimpan di tempat yang bebas pencemaran.

  c.

  Dilarang menggunakan kembali peralatan yang dirancang hanya untuk sekali pakai.

  2. Air, bahan makanan, bahan tambahan dan penyajian a.

  Air yang digunakan dalam penanganan makanan jajanan harus air yang memenuhi standar dan Persyaratan Hygiene Sanitasi yang berlaku bagi air bersih atau air minum.

  b.

  Air bersih yang digunakan untuk membuat minuman harus dimasak sampai mendidih.

  c.

  Semua bahan yang diolah menjadi makanan jajanan harus dalam keadaan baik mutunya, segar dan tidak busuk.

  d.

  Semua bahan olahan dalam kemasan yang diolah menjadi makanan jajanan harus bahan olahan yang terdaftar di Departemen Kesehatan, tidak kadaluwarsa, tidak cacat atau tidak rusak e. Bahan makanan, serta bahan tambahan makanan dan bahan penolong makanan jajanan siap saji harus disimpan secara terpisah.

  f.

  Bahan makanan yang cepat rusak atau cepat membusuk harus disimpan dalam wadah terpisah.

  g.

  Makanan jajanan yang dijajakan harus dalam keadaan terbungkus dan atau tertutup.

  h.

  Pembungkus yang digunakan dan atau tutup makanan jajanan harus dalam keadaan bersih dan tidak mencemari makanan dan dilarang ditiup.

  3. Sarana Penjaja Makanan jajanan yang dijajakan dengan sarana penjaja konstruksinya harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat melindungi makanan dari pencemaran dan harus memenuhi persyaratan yaitu antara lain mudah dibersihkan, tersedia tempat untuk air bersih, tempat penyimpanan bahan makanan, tempat penyimpanan makanan jadi/siap disajikan dan tempat penyimpanan peralatan, tempat sampah dan tempat cuci (alat, tangan, bahan makanan) 4. Sentra pedagang a.

  Sentra pedagang makanan jajanan lokasinya harus cukup jauh dari sumber pencemaran atau dapat menimbulkan pencemaran makanan jajanan seperti pembuangan sampah terbuka, tempat pengolahan limbah, rumah potong hewan, jalan yang ramai dengan arus kecepatan tinggi.

  b.

  Sentra pedagang makanan jajanan harus dilengkapi dengan fasilitas sanitasi meliputi air bersih, tempat penampungan sampah, saluran pembuangan air limbah, jamban dan peturasan, dan fasilitas pengendalian lalat dan tikus;

  Proses higiene dan sanitasi dilakukan pada mesin dan peralatan produksi sampai gedung dan fasilitas pabrik. Prosedur untuk melaksanakannya harus sesuai dengan jenis dan tipe mesin serta peralatan pengolahan yang digunakan. Ada 5 (lima) tahapan standar yang biasanya digunakan untuk sanitasi. Kepentingan dari tahapan sanitasi ini sangat bergantung pada apa yang akan kita sanitasi sehinggga tidak jarang beberapa tahapan sanitasi sangat bergantung pada saat yang bersamaan(Mortimore, 2005).

  Kelima tahapan sanitasi tersebut adalah sebagai berikut 1.

  Pre Rinse Pre Rinse (langkah awal) merupakan suatu tahap awal yang dilakukan sebagai persiapan untuk kegiatan pembersihan. Proses ini bertujuan untuk menghilangkan tanah dan sisa makanan dengan cara mengerik, membilas dengan air, meyedot kotoran dan sebagainya.

  Pre rinse bukanlah hal yang mutlak untuk dilakukan, kita dapat menghilangkan proses ini apabila bagian yang akan dibersihkan tidak terlalu kotor, misalnya peralatan yang terbuat dari perselen tidak memerlukan tahapan ini.

  2. Pembersihan Proses ini dilakukan untuk menghilangkan tanah atau sisa makanan dengan cara mekanis atau mencuci dengan lebih eektif. Pada tahapan ini biasanya pembersihan dilakukan dengan menggunakan air dan detergen, bahkan untuk noda-noda tertentu, seperti minyak dapat dibersihkan dengan menggunakan air hangat dan sabun,

  3. Pembilasan Pembilasan dilakukan untuk menghilangkan sisa-sisa kotoran yang mungkin masih tinggal setelah proses pembersihan, seperti tanah atau sisa makanan. Pembilasan yang paling efektif adalah dengan menggunakan air mengalir.

  4. Desinfektan Pembersihan akhir dilakukan dengan menggunakan desinfektan sangat disarankan untuk menghilangkan bakteri yang mungkin masih bertahan pada proses pembersihan.

  Pembersihan dengan menggunakan desinfektan biasanya dipadukan dengan pemanasan atau dengan menggunakan bahan kimia seperti pemutih, namun beberapa desinfektan dapat juga mengontaminasi makanan sehingga terkadang perlu dilakukan pembilasan kedua.

  5. Drying atau Pengeringan

  Pembilasan kering dilakukan agar tidak ada genangan air yang dapat menjadi tempat pertumbuhan mikroba. Pengeringan biasanya menggunakan untuk evaporator atau dengan menggunakan lap yang bersih.

2.2. Prinsip Higiene Sanitasi Makanan

  Pengertian prinsip higiene sanitasi makanan adalah pengendalian terhadap 4 (empat) faktor higiene sanitasi makanan, yaitu faktor tempat/bangunan, peralatan, orang dan faktor bahan makanan(Lukman, 2009).

2.2.1. Pemilihan Bahan Makanan

  Bahan makanan dibagi dalam tiga golongan besar, yaitu : 1.

  Bahan makanan mentah (segar) yaitu makanan yang perlu pengolahan sebelum dihidangkan, contoh daging , beras ubi, kentang, sayuran dan sebagainya.

  1) daging, susu, telor, ikan/udang, buah dan sayuran harus dalam keadaan baik, segar dan tidak rusak atau berubah bentuk, warna dan rasa, serta sebaiknya berasal dari tempat resmi yang diawasi.

  2) jenis tepung dan biji-bijian harus dalam keadaan baik, tidak berubah warna, tidak bernoda dan tidak berjamur. 3) makanan fermentasi yaitu makanan yang diolah dengan bantuan mikroba seperti ragi atau cendawan, harus dalam keadaan baik, tercium aroma fermentasi, tidak berubah warna, aroma, rasa serta tidak bernoda dan tidak berjamur.

  2. Makanan Terolah (pabrikan) yaitu makanan yang sudah dapat langsung dimakan tetapi digunakan untuk proses pengolahan makanan lebih lanjut, contoh tahu, tempe, kecap, ikan kaleng, kornet dan sebagainya.

3. Makanan siap santap yaitu makanan yang langsung dimakan tanpa pengolahan seperti nasi remes, soto mie, bakso, ayam goreng dan sebagainya.

  1) Makanan dikemas harus mempunyai label dan merk, terdaftar dan mempunyai nomor daftar, kemasan tidak rusak/pecah atau kembung, belum kadaluwarsa dan kemasan digunakan hanya untuk satu kali penggunaan

  2) Makanan tidak dikemas harus baru dan segar, tidak basi, busuk, rusak atau berjamur, serta tidak mengandung bahan berbahaya

  Untuk mendapatkan bahan makanan yang baik perlu diketahui sumber-sumber bahan makan yang baik seringkali tidak mudah kita temukan karena jaringan perjalanan makanan yang demikian panjang dan melalui jaringan perdagangan makanan(DepKes, 2006).

  Sumber bahan makan yang baik adalah : a. Rumah Potong Hewan (RPH) yang diawasi pemerintah dan sebagai tempat pemotongan hewan yang resmi.

  b.

  Tempat Potong lainnya yang diketahui dan diawasi oleh oleh petugas inspektur kehewanan/peternakan.

  c.

  Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang diawasi oleh oleh instansi perikanan.

  d.

  Pusat penjamahan bahan makanan dengan sistem pengaturan suhu yang dikendalikan dengan baik.

  e.

  Tempat-tempat penjamahan bahan makanan yang diawasi oleh pemerintah daerah dengan baik.

  f.

  Industri pengawetan atau distributor bahan makanan yang telah berizin g.

  Perusahaan yangmengkhususkan diri di bidang penjamahan bahan makanan mentah dan dikelola sesuai dengan persyaratan kesehatan serta telah diawasi oleh pemerintah.

  h.

  Lokasi tempat produksi sayuran, buah atau ternak seperti daerah pertanian, peternakan atau perkebunan atau kolam ikan

2.2.2. Penyimpanan Bahan Makanan

  Syarat untuk penyimpanan bahan makanan adalah : 1. Tempat penyimpanan bahan makanan harus terhindar dari kemungkinan kontaminasi baik oleh bakteri, serangga, tikus dan hewan lainnya maupun bahan berbahaya.

  2. Penyimpanan harus memperhatikan prinsip first in first out (FIFO) dan first expired

  first out (FEFO) yaitu bahan makanan yang disimpan terlebih dahulu dan yang mendekati masa kadaluarsa dimanfaatkan/digunakan lebih dahulu.

  3. Tempat atau wadah penyimpanan harus sesuai dengan jenis bahan makanan contohnya bahan makanan yang cepat rusak disimpan dalam lemari pendingin dan bahan makanan kering disimpan ditempat yang kering dan tidak lembab.

  4. Penyimpanan bahan makanan harus memperhatikan suhu sebagai berikut

Tabel 2.1. Suhu penyimpanan bahan makanan

  Digunakan dalam waktu No Jenis Bahan Makanan 3 hari atau 1 minggu 1 minggu kurang atau kurang atau lebih

  Daging, ikan,

  o o o o o

  1) udang dan - 5 s/d 0 C -10 s/d 5 C > -10 C olahannya Telor, susu dan o o o o o

  2) 5 s/d 7 C - 5 s/d 0 C > - 5 C Olahannya Sayur, buah dan o o o

  3)

  10 C

  10 C

  10 C Minuman

  o o o

  4) Tepung dan biji

  25 C atau

  25 C atau

  25 C atau suhu ruang suhu ruang suhu ruang

  Sumber: Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Jasaboga

5. Ketebalan dan bahan padat tidak lebih dari 10 cm 6.

  Kelembaban penyimpanan dalam ruangan : 80% – 90% 7. Penyimpanan bahan makanan olahan pabrik makanan dalam kemasan tertutup disimpan pada suhu + 10

  o C.

  8. Tidak menempel pada lantai, dinding atau langit-langit dengan ketentuan sebagai berikut : 1)

  Jarak bahan makanan dengan lantai : 15 cm 2)

  Jarak bahan makanan dengan dinding : 5 cm 3)

  Jarak bahan makanan dengan langit-langit : 60 cm 2.2.3.

   Pengolahan Makanan

  Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah menjadi makanan jadi/masak atau siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah yang mengikuti kaidah prinsip-prinsip higiene dan sanitasi. Dalam istilah asing disebut Good

  

Manufacturing Practice (GMP) atau Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB),

(Arisman, 2008).

  Persyaratan selama pengolahan makanan adalah sebagai berikut : 1. Tempat pengolahan makanan atau dapur harus memenuhi persyaratan teknis higiene sanitasi untuk mencegah risiko pencemaran terhadap makanan dan dapat mencegah masuknya lalat, kecoa, tikus dan hewan lainnya.

  2. Pemilihan bahan sortir untuk memisahkan/membuang bagian bahan yang rusak/afkir dan untuk menjaga mutu dan keawetan makanan serta mengurangi risiko pencemaran makanan.

3. Peralatan

  1) Peralatan yang kontak dengan makanan a.

  Peralatan masak dan peralatan makan harus terbuat dari bahan tara pangan (food grade ) yaitu peralatan yang aman dan tidak berbahaya bagi kesehatan.

  b.

  Lapisan permukaan peralatan tidak larut dalam suasana asam/basa atau garam yang lazim terdapat dalam makanan dan tidak mengeluarkan bahan berbahaya dan logam berat beracun.

  c.

  Talenan terbuat dari bahan selain kayu, kuat dan tidak melepas bahan beracun.

  d.

  Perlengkapan pengolahan seperti kompor, tabung gas, lampu, kipas angin harus bersih, kuat dan berfungsi dengan baik, tidak menjadi sumber pencemaran dan tidak menyebabkan sumber bencana (kecelakaan). 2)

  Wadah penyimpanan makanan a.

  Wadah yang digunakan harus mempunyai tutup yang dapat menutup sempurna dan dapat mengeluarkan udara panas dari makanan untuk mencegah pengembunan (kondensasi).

  b.

  Terpisah untuk setiap jenis makanan, makanan jadi/masak serta makanan basah dan kering.

  3) Peralatan bersih yang siap pakai tidak boleh dipegang di bagian yang kontak langsung dengan makanan atau yang menempel di mulut.

4) Kebersihan peralatan harus tidak ada kuman Eschericia coli dan kuman lainnya.

  5) Keadaan peralatan harus utuh, tidak cacat, tidak retak, tidak gompal dan mudah dibersihkan.

  4. Persiapan pengolahan harus dilakukan dengan menyiapkan semua peralatan yang akan digunakan dan bahan makanan yang akan diolah sesuai urutan prioritas.

  5. Pengaturan suhu dan waktu perlu diperhatikan karena setiap bahan makanan mempunyai waktu kematangan yang berbeda. Suhu pengolahan minimal 90 C agar kuman patogen mati dan tidak boleh terlalu lama agar kandungan zat gizi tidak hilang akibat penguapan.

  6. Prioritas dalam memasak Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam prioritas memasak

  1) Dahulukan memasak makanan yang tahan lama seperti goreng-gorengan yang kering

  2) Makanan rawan seperti makanan berkuah dimasak paling akhir

  3) Simpan bahan makanan yang belum waktunya dimasak pada kulkas/lemari es

  4) Simpan makanan jadi/masak yang belum waktunya dihidangkan dalam keadaan panas

  5) Perhatikan uap makanan jangan sampai masuk ke dalam makanan karena akan menyebabkan kontaminasi ulang

  6) Tidak menjamah makanan jadi/masak dengan tangan tetapi harus menggunakan alat seperti penjepit atau sendok

  7) Mencicipi makanan menggunakan sendok khusus yang selalu dicuci 7.

  Higiene penanganan makanan

  1) Memperlakukan makanan secara hati-hati dan seksama sesuai dengan prinsip higiene sanitasi makanan.

  2) Menempatkan makanan dalam wadah tertutup dan menghindari penempatan makanan terbuka dengan tumpang tindih karena akan mengotori makanan dalam wadah di bawahnya.

2.2.4. Penyimpanan Makanan Masak a.

  Setiap makanan masak mempunyai wadah masing-masing yang terpisah 2)

  C - 10 C 3)

  Makanan tidak rusak, tidak busuk atau basi yang ditandai dari rasa, bau, berlendir, berubah warna, berjamur, berubah aroma atau adanya cemaran lain.

  c.

  Sumber : Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Jasaboga

  s/d 10 C < 10 C

  o

  5

  Makanan disajikan dingin

  s/d -1 C 4)

  o

  C -5

  o

  > 65,5

  Makanan cepat basi (santan, telur, susu)

  > 60 o

  Pemisahan didasarkan pada saat makanan mulai diolah dan jenis makanan 3)

  Wadah 1)

  C 2)

  

o

  s/d 30

  o

  25

  1) Makanan kering

  Akan segera disajikan Belum segera disajikan

  Disajikan dalam waktu lama

  No Jenis Makanan Suhu Penyimpanan

Tabel 2.2. Suhu Penyimpanan Makanan Masak

  Makanan berkuah dipisah antara lauk dengan saus atau kuahnya b. Suhu

  Setiap wadah mempunyai tutup, tetapi berventilasi yang dapat mengeluarkan uap air 4)

  Makanan basah(berkuah) d.

  Memenuhi persyaratan bakteriologis berdasarkan ketentuan yang berlaku.

  1) Angka kuman Escherichia coli pada makanan harus 0/gr contoh makanan. 2) Angka kuman Escherichia coli pada minuman harus 0/gr contoh minuman.

  e.

  Jumlah kandungan logam berat atau residu pestisida, tidak boleh melebihi ambang batas yang diperkenankan menurut ketentuan yang berlaku.

  f.

  Penyimpanan harus memperhatikan prinsip first in first out (FIFO) dan first expired first

  

out (FEFO) yaitu makanan yang disimpan terlebih dahulu dan yang mendekati masa

kedaluwarsa dikonsumsi lebih dahulu.

  g.

  Tempat atau wadah penyimpanan harus terpisah untuk setiap jenis makanan jadi dan mempunyai tutup yang dapat menutup sempurna tetapi berventilasi yang dapat mengeluarkan uap air.

  h.

  Makanan jadi tidak dicampur dengan bahan makanan mentah.

2.2.5. Pengangkutan Makanan

  Pengangkutan makanan yang sehatakan sangat berperan dalam mencegah terjadinya pencemaran makanan. Dalam proses pengangkutan makanan banyak pihak yang terkait mulai dari persiapan, pewadahan, orang, suhu dan kendaraan pengangkut(Purnamasari, 2009).

1. Pengangkutan Bahan Makanan

  Pencemaran makanan selama dalam pengangkutan dapat berupa pencemaran fisik, mikroba maupun kimia. Untuk mencegahnya adalah membuang atau setidaknya mengurangi sumber yang akan menyebabkan pencemaran, dengan cara : a.

  Mengangkut bahan makanan tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan beracun (B3) b. Menggunakan kendaraan khusus pengangkut bahan makanan yang higienis.

  c.

  Kendaraan pengangkut makanan tidak dipergunakan untuk mengangkut bahan lain seperti untuk mengangkut orang, hewan atau barang-barang.

  d.

  Hindari pemakaian kendaraan yang telah mengangkut bahan kimia atau pestisida walaupun telah dicucimasih akan terjadi pencemaran.

  e.

  Bahan makanan tidak boleh diinjak, dibanting dan diduduki.

  f.

  Bahan makanan yang selama pengangkutan harus selalu dalam keadaan dingin, diangkut dengan menggunakan alat pendingin sehingga bahan makanan tidak rusak seperti daging, susu cair dan sebagainya 2. Pengangkutan Makanan Siap Santap

  Makanan siap santap lebih rawan terhadap pencemaran sehingga perlu perlakuan yang lebih hati-hati. Oleh karena itu dalam prinsip pengangkutan makanan siap santap perlu diperhatikan sebagai berikut : a.

  Tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan beracun (B3).

  b.

  Menggunakan kendaraan khusus pengangkut makanan jadi/masak dan harus selalu higienis.

  c.

  Setiap jenis makanan jadi mempunyai wadah masing-masing dan bertutup d. Wadah harus utuh, kuat, tidak karat dan ukurannya memadai dengan jumlah makanan yang akan ditempatkan. e.

  Isi tidak boleh penuh untuk menghindari terjadi uap makanan yang mencair (kondensasi). Uap makanan yang mencair merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri sehingga makanan cepat menjadi basi.

  f.

  Pengangkutan untuk waktu lama, suhu harus diperhatikan dan diatur agar makanan tetap panas pada suhu 60 C atau tetap dingin pada suhu 4 C.

2.2.6. Penyajian Makanan

  Dalam penyajian makanan ada beberapa syarat yang harus diperhatikan, yaitu a. Makanan dinyatakan laik santap apabila telah dilakukan uji organoleptik dan uji biologis dan uji laboratorium dilakukan bila ada kecurigaan

  1) Uji organoleptik yaitu memeriksa makanan dengan cara meneliti dan menggunakan 5 (lima) indera manusia yaitu dengan melihat (penampilan), meraba (tekstur, keempukan), mencium (aroma), mendengar (bunyi misal telur), menjilat (rasa). Apabila secara organoleptik baik maka makanan dinyatakan laik santap.

  2) Uji biologis yaitu dengan memakan makanan secara sempurna dan apabila dalam waktu 2 (dua) jam tidak terjadi tanda – tanda kesakitan, makanan tersebut dinyatakan aman.

  3) Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui tingkat cemaran makanan baik kimia maupun mikroba. Untuk pemeriksaan ini diperlukan sampel makanan yang diambil mengikuti standar/prosedur yang benar dan hasilnya dibandingkan dengan standar yang telah baku.

  b.

  Tempat penyajian

  Perhatikan jarak dan waktu tempuh dari tempat pengolahan makanan ke tempat penyajian serta hambatan yang mungkin terjadi selama pengangkutan karena akan mempengaruhi kondisi penyajian. Hambatan diluar dugaan sangat mempengaruhi keterlambatan penyajian.

  c.

  Cara penyajian Penyajian makanan jadi/siap santap banyak ragam tergantung dari pesanan konsumen yaitu :

  1) Penyajian meja (table service) yaitu penyajian di meja secara bersama, umumnya untuk acara keluarga atau pertemuan kelompok dengan jumlah terbatas 10 sampai 20 orang.

  2) Prasmanan (buffet) yaitu penyajian terpusat untuk semua jenis makanan yang dihidangkan dan makanan dapat dipilih sendiri untuk dibawa ke tempat masing- masing.

  3) Saung (ala carte) yaitu penyajian terpisah untuk setiap jenis makanan dan setiap orang dapat mengambil makanan sesuai dengan kesukaannya.

  4) Dus (box) yaitu penyajian dengan kotak kertas atau kotak plastik yang sudah berisi menu makanan lengkap termasuk air minum dan buah yang biasanya untuk acara makan siang.

  5) Nasi bungkus (pack/wrap) yaitu penyajian makanan dalam satu campuran menu (mix) yang dibungkus dan siap santap.

  6) Layanan cepat (fast food) yaitu penyajian makanan dalam satu rak makanan

  (food counter) di rumah makan dengan cara mengambil sendiri makanan yang dikehendaki dan membayar sebelum makanan tersebut dimakan.

  7) Lesehan yaitu penyajian makanan dengan cara hidangan di lantai atau meja rendah dengan duduk di lantai dengan menu lengkap.

  d.

  Prinsip penyajian 1)

  Setiap jenis makanan di tempatkan dalam wadah terpisah, tertutup agar tidak terjadi kontaminasi silang dan dapat memperpanjang masa saji makanan sesuai dengan tingkat kerawanan makanan. 2)

  Kadar air yaitu makanan yang mengandung kadar air tinggi (makanan berkuah) baru dicampur pada saat menjelang dihidangkan untuk mencegah makanan cepat rusak dan basi. 3)

  Pemisah yaitu makanan yang ditempatkan dalam wadah yang sama seperti dus atau rantang harus dipisah dari setiap jenis makanan agar tidak saling campur aduk. 4)

  Panas yaitu makanan yang harus disajikan panas diusahakan tetap dalam keadaan panas dengan memperhatikan suhu makanan, sebelum ditempatkan dalam alat saji panas (food warmer/bean merry) makanan harus berada pada suhu > 60

  C. 5)

  Bersih yaitu semua peralatan yang digunakan harus higienis, utuh, tidak cacat atau rusak.

  6) Handling yaitu setiap penanganan makanan maupun alat makan tidak kontak langsung dengan anggota tubuh terutama tangan dan bibir.

  7) Edible part yaitu semua yang disajikan adalah makanan yang dapat dimakan, bahan yang tidak dapat dimakan harus disingkirkan.

  8) Tepat penyajian yaitu pelaksanaan penyajian makanan harus tepat sesuai dengan seharusnya yaitu tepat menu, tepat waktu, tepat tata hidang dan tepat volume (sesuai jumlah).

2.3. Mie

  Mie adalah produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan. Sekitar empat puluh persen konsumsi gandum di Asia adalah mie (Hoseney, 1998). Produk mie umumnya digunakan sebagai sumber energi karena kandungan karbohidratnya yang relatif tinggi. Mie dengan bahan dasar utama terigu dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu mie basah dan mie instan. Mie basah mentah merupakan untaian mie hasil dari pemotongan lembaran adonan, tanpa perlakuan pengolahan lanjutan. Mie basah mentah memiliki kadar air 35% dan biasanya ditaburi dengan tapioka untuk menjaga agar mie tidak saling lengket. Mie matang dihasilkan dari mie mentah yang dikukus atau direbus. Kadar air mie matang sekitar 52%, dan biasanya setelah pengukusan dicampur dengan minyak sayur untuk mencegah lengket(Elvira, 2008).

2.3.1. Mie Gomak

  Salah satu contoh mie yang tergolong mie matang adalah mie lidi, yang digunakan sebagai bahan dasar untuk mie gomak. Mie gomak banyak ditemukan di daerah Sumatera Utara, khususnya di daerah Sidikalang. Mie gomak banyak dikonsumsi oleh masyarakat Sidikalang karena banyak dijual, praktis dan murah. Terkhusus bagi pedagang yang ada disekitar pasar Sidikalang, kebanyakan dari pedagang tersebut tidak perlu membawa bekal untuk makan siang, mereka cukup membeli dari penjual mie gomak yang ada di pasar tersebut. Selain harga yang murah, banyaknya penjual mie gomak juga membuat mie gomak mudah didapatkan. Banyaknya penjual juga dipengaruhi cara mengolah mie gomak yang cukup mudah.

  Langkah-langkah membuat mie gomak(C. Siregar, 2011) Bahan : 1. 250 gram mie lidi 2. 500 gram dada ayam, di potong-potong 3. 250 gram labu siam, iris 4. 10 buah cabe rawit merah 5. 5 buah cabe merah 6. 5 siung bawang merah 7. 5 siung bawang putih 8. 3 batang daun bawang, iris halus 9. 6 lembar daun jeruk purut 10.

  5 batang serai, memarkan 11. 3 buah tomat, belah enam memanjang

  12.

  1/2 butir kelapa setengah tua parut memanjang, buat serundeng. Giling halus 13. 1250 mil air 14. 4 sendok makan minyak goreng

  Cara Membuat : 1. Cuci bersih dada ayam, lalu rebus dengan 1250 ml air.

  2. Giling halus cabe merah besar, bawang putih dan bawang merah.

  3. Rendam mie lidi dalam air matang hangat, hingga lunak.

  4. Panaskan minyak goreng, tumis bumbu halus, masukkan serai, daun jeruk, masak hingga harum.

  5. Masukkan tumisan bumbu ke dalam rebusan, didihkan kembali.

  6. Masukkan labu siam dan tomat. Masak hingga mendidih.

  7. Sebelum diangkat masukkan cabe rawit utuh.

  8. Siap sajikan mie gomak tersebut, ambil mie lidi dari rendaman, masukkan ke dalam mangkok. Tuang kuah kaldu, taburi daun bawang, serundeng halus, dan air jeruk nipis.

2.4. Escherichia coli

  Keracunan makanan dapat disebabkan oleh racun asli yang berasal dari tumbuhan atau hewan tersebut dan racun yang ada dalam pangan tersebut akibat pengotoran dan kontaminasi. Sedangkan penyakit bawaaan makanan adalah penyakit umum yang dapat diderita seseorang akibat memakan sesuatu yang sudah terkontaminasi mikroba patogen, kecuali keracunan(Chandra, 2007).

  Secara umum istilah keracunan makanan yang sering digunakan untuk menyebut gangguan yang disebabkan oleh mikroorganisme mencakup (Albiner, 2002)

  1. Intoksikasi pangan adalah gangguan yang diakibatkan termakannya toksin yang dihasilkan organisme-organisme tertentu atau gangguan-gangguan akibat terinfeksi organisme penghasil toksin 2. Infeksi pangan adalah masuknya bakteri kedalam tubuh manusia melalui makanan yang terkontaminasi dan sebagai akibat reaksi tubuh terhadap bakteri atau hasil-hasil metabolismenya. Salah satu jenis organisme pangan tersebut adalah Escherichia coli .

  Pencemaran makanan yang terutama adalah bakteri, disamping pencemar lainnya yaitu virus, parasit cacing, zat kimia dan bahan pencemar alami. Salah satu sumber pencemar terbesar adalah Enterobacteriaceae, suatu famili kuman yang terdiri dari sejumlah besar spesies bakteri yang sangat erat hubungannya satu dengan yang lain. Hidup di usus besar manusia dan hewan, tanah, air dan dapat pula ditemukan pada dekomposisi material. Karena hidupnya yang pada keadaan normal di dalam usus besar manusia, kuman ini sering disebut kuman enterik atau basil enterik. Sebagian besar kuman enterik tidak menimbulkan penyakit pada host bila kuman tetap berada pada usus besar, tetapi pada keadaan-keadaan dimana terjadi perubahan pada host atau bila da kesempatan kuman enterik ini mampu menimbulkan penyakit pada tiap jaringan di tubuh manusia. Sebanyak 80% dari kuman batang negatif gram yang diisolasi di laboratorium Mikroboilogi Klinik adalah kuman Enterobacteriaceae dan 50% dari jumlah tersebut adalah isolat yang berasal dari bahan klinik. Organisme-organisme di dalam famili pada kenyataaannya mempunyai peranan penting di dalam infeksi nosokomial, misalnya sebagai penyebab infeksi saluran kemih, infeksi pada luka, infeksi saluran nafas, peradangan selaputotak, dan septikemi(Hawley, 2003).

  Spesies Enterobacteriaceae yang digunakan sebagai indikator polusi atau dapat digunakan sebagai petunjuk adanya polusi feses atau kotoran manusia atau hewan adalah

  Escherichia coli .

  Pertama dijumpai pada tahun 1885, bakteri ini kemudian dikenali bersifat komensal maupun berpotensi patogen. Escherichia coli banyak digunakan dalam teknologi rekayasa genetik. Biasa digunakan sebagai vektor untuk menyisipkan gen-gen tertentu yang diinginkan untuk dikembangkan. Escherichia coli dipilih karena pertumbuhannya sangat cepat dan mudah penanganannya(Jewetz, 2001).

2.4.1. Sifat Escherichia coli

  Bakteri yang secara tipikal mesofilik ini dapat tumbuh sekitar 7-10 C sampai 50

  C, dengan suhu optimum 37 C; pada rentang pH 4,4 - 8,5 (Adam dan Moterjemi, 2003).

  Bakteri Escherichia coli tidak bisa bertahan pada tempat yang kering dan kena pembasmi hama, dan akan mati pada suhu 60 C selama 30 menit. Escherichia coli dapat berkembang biak pada makanan dengan nilai aktivitas air minimum 0,95. Berdasarkan kebutuhan terhadap oksigen, Escherichia coli termasuk bakteri gram negatif yang bersifat anaerob fakultatif sehingga Escherichia coli yang muncul di daerah infeksi seperti abses abdomen dengan cepat mengkonsumsi seluruh persediaan oksigen dan mengubah metabolisme anaerob, menghasilkan lingkungan yang anaerob dan menyebabkan bakteri anaerob yang muncul dapat tumbuh dan menimbulkan penyakit (WHO, 2005).

  Klasifikasi ilmiah

  1. Superdomain Phylogenetica

  2. Filum Proteobacteria

  3. Kelas Gamma Proteobacteria

  4. Ordo Enterobacteriales

  5. Famili Enterobacteriaceae

  6. Genus Escherichia

  7. Spesies Escherichia coli Secara umum gejala klinis penyakit yang diakibatkan oleh Escherichia coli adalah dengan masa inkubasi berlangsung selama 12 jam hingga 3 hari. Gejala timbul 18-48 jam setelah menyantap makanan yang tercemar berupa nyeri dan diare, terkadang disertai oleh demam serta muntah. Beberapa faktor berperan dalam pencegahan infeksi Escherichia coli seperti keasaman lambung, keutuhan flora, dan motilitas usus. Bayi yang diberikan ASI kemungkinan untuk mengalami diare akibat bakteri tersebut kecil sekali karena di dalam ASi terkandung faktor pelindung(Pratiwi, 2008).

  Escherichia coli dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan.

  Mikroorganisme tersebut akan dihancurkan oleh asam klorida (HCl) dan enzim-enzim di lambung, atau oleh empedu dan enzim di usus halus. Mikroorganisme yang bertahan dapat menyebabkan penyakit kemudian akan dikeluarkan melalui feses dan dapat ditransmisikan ke inang lainnya melalui air, makanan atau jari-jari tangan yang telah terkontaminasi.

  Ketika host dalam keadaan normal Escherichia coli dapat mencapai aliran darah dan menyebabkan sepsis. Bayi yang baru lahir rentan sekali terhadap sepsis E.coli karena kekurangan antibodi IgM. Sepsis dapat terjadi setelah infeksi sistem saluran kencing.

2.4.2. Klasifikasi Escherichia coli

  Sejauh ini, ada 5 kelas Escherichia coli yang bersifat enterovirulen (karakteristik dan virulensi). Kelima kelas tersebut adalah Escherichia coli Enterotoksigenik, Escherichia coli

  

Enteroinvasif, Escherichia coli Enteropatogenik, Escherichia coli Enterohemoragik. Dan

Escherichia coli Enteroagregative.

  1. Enterophatogenic Escherichia coli (EPEC) EPEC adalah penyebab penting diare pada bayi, terutama di negara berkembang.

  

Escherichia coli dengan karakteristik seperti ini merupakan Escherichia coli yang

  pertama dikenali sebagai patogen primer yang menyebabkan wabah diare di tempat perawatan anak. Bakteri golongan ini melekat pada sel mukosa usus halus dan menyebabkan infeksi dengan gejala diare cair yang biasanya sulit untuk diatasi namun tidak kronis. Penempelan berhubungan dengan hilangnya mikrovili dan disebabkan oleh pengaturan ulang dari sel penjamu. Jika keadaan seperti ini menjadi parah pada anak- anak, akan terjadi dehidrasi yang mengarah pada gagal pertumbuhan (seandainya situasi berubah kronik) (Jawetz et al, 2005).

  2. Enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC)

  ETEC biasanya menjangkiti musafir dan bakteri ini juga merupakan penyebab penting diare pada bayi di negara-negara berkembang, ETEC ditularkan melalui pemakaian feses manusia sebagai pupuk tanaman dan umumnya pada sanitasi yang buruk.

  Beberapa strain ETEC memproduksi sebuah eksotoksin yang sifatnya labil terhadap panas. Memperhatikan pemilihan dan pengkonsumsian makanan yang potensial terkontaminasi ETEC sangat dianjurkan untuk membantu mencegah diare pada musafir (Jawetz et al, 2005). ETEC menghasilkan dua toksin yang bersifat stabil dan agak labil terhadap panas, yaitu penyakit yang mirip dengan kolera dan diare petualang. ETEC merupakan penyebab utama traveller’s diarrhea dan infantile diarrhea di negara berkembang (miskin). Diare pada kasus ini berupa watery diarrhea, dengan gradasi keparahan berkisar dari ringan sampai parah. Patogenesis diare jenis ini berkaitan dengan enterotoksin yang dihasilkannnya. Toksin itu sendiri terbagi menjadi heat labil

  

toxins (struktur dan fungsinya mirip dengan toksin yang disekresikan oleh Vibrio

Cholera ) dan heat stabile toxins. ETEC bekerja pada eritrosit untuk menstimulasi

  sekresi cairan, meyebabkan terjadinya diare. ETEC Heat Labil Toxins memiliki 70% homologi dengan toksin kolera, labil terhadap panas, dan meningkatkan adenosin

  

monofosfat sikliklokal pada sel anterik sedangkan ETEC Heat Stabil Toxins bersifat

  stabil terhadap panas dan menstimulasi guanil monofosfat siklik(Staff Kedokteran, 1993).

  Periode inkubasi ETEC berkisar 1-2 hari, kemudian berlanjut dengan timbulnya diare berair tanpa disertai darah, lendir, atau leukosit. Muntah dapat timbul, tetapi sebagian besar penderita tidak disertai demam. Penyakit ini bersifat self-limited, biasanya gejala ini akan lenyap sendiri dalam kurun waktu kurang dari 5 hari(Arisman, 2008).

3. Enterohaemorrhagic Escherichia coli (EHEC)

  EHEC merupakan bakteri biakan sel ginjal monyet hijau di Afrika dan dapat menghasilkan verotoksin. Strain EHEC yang paling banyak dijumpai adalah O157:H7 yang menghasilkan racun yang disebut toksin Shiga. Racun ini merusak sel-sel dinding usus sehingga menimbulkan perdarahan. Toksin Escherichia coli 0157 juga memecah sel darah merah, menyebabkan anemia dan menurunkan jumlah trombosit. Pada 10% kasus, keracunan Escherichia coli berlanjut sehingga menyebabkan kerusakan ginjal dan organ penting lainnya. Risiko kematian terutama tinggi pada anak-anak dan lansia(Gillespie, 2007).

  Escherichia coli 0157 memiliki masa inkubasi antara 1-3 hari. Waktu tersebut

  dibutuhkan bakteri untuk melakukan perjalanan ke usus besar dan berkembang biak di sana ke tingkat yang menyebabkan masalah. Karena bakteri terutama memengaruhi usus besar, gejala utama adalah sakit perut dan diare. Escherichia coli 0157 jarang menyebabkan muntah, meskipun penderita merasakan sakit perut dan diare hebat sehingga ada bintik-bintik darah segar di tinjanya. Berbeda dengan jenis keracunan makanan lainnya, Escherichia coli 0157 sangat gigih dan membutuhkan waktu seminggu atau lebih sebelum diare mereda(Stephen 2007).

  Bakteri ini banyak dihubungkan dengan haemorrhagic colitis, sebuah bentuk diare yang parah dan dihubungkan dengan uremic hemolytic syndrome, sebuah penyakit akibat gagal ginjal akut, microangiopathi hemolytic anemia dan thrombocytopenia. EHEC mampu mengeluarkan Shigaliks toxins, yang menyebabkan dua macam sindrom, yaitu hemorrhagic colitis dan HUS. Toksin ini pula yang bertanggung jawab terhadap gejala sisa sistemik (systemic sequela) akibat penyakit ini(Jawetz et al, 2005).

  Gejala yang ditimbulkan oleh EHEC berkisar dari diare berair ringan hingga kolitis hemoragik yang parah. Setelah masa inkubasi 1-5 hari dilalui, diare berair terjadi dengan kerap diikuti oleh kram perut serta muntah. Pada kebanyakan pasien, diare berdarah biasanya muncul 1-2 hari setelah gejala pertama muncul, tetapi tidak terkait dengan keberadaan leukosit dalam tinja. Demam sering kali menjangkiti sepertiga kasus, sementara penyakit ini berlangsung selama 4-10 hari(Hewley, 2003).

  EHEC tak mungkin diisolasi dari tubuh penderita ketika HUS telah terjadi.

  

Hemolytic-uremic syndrome terdiri atas trias mikroangiopati akibat anemia hemolitik,

  trombositopenia, dan insufisiensi ginjal. Sindrom ini biasanya terjadi pada minggu kedua (kisaran 2-14 hari) perjalanan penyakit, bahkan tidak jarang baru timbul setelah diare sembuh. Ketika HUS terjadi, penderita tampak pucat, sangat lemah, gelisah, serta oliguri atau anuri pada pemeriksaan. Gagal ginjal kronis(GGK) akan terjadi pada sebanyak 10 % penderita HUS. Hemolytic-uremic syndrome adalah penyebab kematian pada 3-5 % penderita GGK(Jewetz, 2001).

4. Enteroinvasive Escherichia coli (EIEC) EIEC merupakan bakteri yang menyebabkan penyakit mirip dengan shigellosis.

  Bakteri ini menyerang sel epitel mukosa usus dan biasanya menjangkiti anak di negara berkembang dan musafir. EIEC menginvasi dan berpoliferasi di dalam sel epitel mukosa sehingga tidak jarang menimbulkan colonic epitthelial cell death(Jawetz et al, 2005).

5. Enteroagregative Escherichia coli (EAEC)

  EAEC menyebabkan diare yang akut dan kronis (dalam jangka waktu 14 hari) pada orang di negara berkembang. Organisme ini juga menyebabkan penyakit karena makanan di negara industri. Mereka digolongkan berdasarkan bentuk dan perlekatan pada sel manusia. Patogenesis EAEC penyebab diare tidak begitu dipahami dengan baik, meskipun dinyatakan bahwa EAEC melekat pada mucosa intestinal dan menghasilkan enterotoksin dan sitotoksin. Akibatnya dalah kerusakan mukosa, pengeluaran sejumlah besar mukosa dan terjadinya diare(Pratiwi, 2008).

  Identifikasi Laboratorium

  Seluruh tinja penderita diare hendaknya dikultur(cukup diare, tanpa darah, jika terjadi KLB), untuk menemukan kemungkinan keberadaan bakteri patogen Escherichia coli serotipe 0157:H7. Tanpa kultur Escherichia coli patogen dapat ditemukan dengan menggunakan Rapid enzyme immunoassays, tetapi pemeriksaan dapat dilakukan lebih cepat dengan polymerase chain reaction (PCR), yang dapat mengidentifikasi jasad renik langsung dari spesimen(Kathleen, 2007).

  Infeksi Saluran Kencing (ISK) yang pertama kali terjadi dianggap sebagai

  

Escherichia coli dan diterapi secara empiris dengan triemtoprim-sulfemetoktazol

  identifikasi laboratorium. Metode-metode diagnostik meliputi tes dipstick dan biakan kuantitatif. Tes dipstick memperlihatkan leukosit esterase positif (tanda adanya pus di urine, tidak selalu berkaitan dengan bakteriuria), nitrit positif dan adanya bakteri gram negatif pada urine yang tidak dipusing. Biakan kuantitatif dengan menghitung > 1000/ml urine sekarang dianggap positif pada individu yang simtofatik(Jewetz, 2001).

  Bila dilihat dibawah mikroskop maka kumpulan Escherichia coli berwarna merah, sedangkan secara makroskopik terlihat kilau metalik disekitar media Escherichia coli peka terhadap panas, segera hancur dengan pasteurisasi dan pemanasan. Sedangkan pada proses pembekuan tidak akan membinasakan bakteri, sehingga bakteri dapat hidup pada suhu yang rendahuntuk jangka waktu yang relatif panjang(Depkes RI, 1991).

  Penyakit-penyakit lain yang disebabkan oleh Escherichia coli adalah : 1. Infeksi saluran kemih

  Escherichia coli adalah penyebab utama infeksi saluran kemih (ISK) dan diperkirakan

  sekitar 90% ISK pada wanita muda disebabkan oleh Escherichia coli. Wanita lebih sering terkena ISK karena perbedaan struktur anatomisnya, kematangan seksual, perubahan traktus urogenitalitasselama kehamilan dan melahirkan, serta karena adanya tumor(Staff Pengajar FK UI, 1993).

2. Sepsis

  Bila pertahanan hospes tidak adekuat, Escherichia coli bisa masuk peredaran darah dan meyebabkan sepsis. Bayi-bayi yang baru lahirn sangat peka terhadap sepsisi disebabkan Escherichia coli, karena mereka tidak memiliki anbodi IgM. Sepsis bisa terjadi sebagai efek sekunder dari Infeksi Saluran Kemih(Tim Mikrobiologi FK Universitas Brawijaya, 2003) 3. Meningitis

  Escherichia coli merupakan penyebab utama meningitis pada bayi. Kurang lebih 75% Escherichia coli dari kasus meningitis memiliki antigen K1, yaitu antigen yang bisa

  bereaksi silang dengan polisakarida kapsuler grup B dari Neisseria meningitis.

2.5. Kerangka Konsep

  Tid KepMenK

  Higiene ak perorangan penjual es No mie gomak 942/SK/VII/2003

  Me Kondisi

  Sanitasi Pengelolaan Mie Gomak 1.

  Pemilihan bahan baku

  2. Penyimpanan bahan baku

  3. Pengolahan makanan

  4. Me Pengangkutan makanan

  PerMenK 5. es No. Penyimpanan makanan masak