BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pemasaran - Pengaruh Customer Retention, Switching Cost, dan Trust in Brand terhadap Customer Retention Produk Kartu Seluler Prabayar simPATI pada Mahasiswa S1 Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

  2.1 Pengertian Pemasaran

  Pemasaran merupakan fungsi yang memiliki kontak paling besar dengan lingkungan eksternal, padahal perusahaan hanya memiliki kendali yang terbatas terhadap lingkungan eksternal. Oleh karena itu pemasaran memainkan peranan penting dalam pengembangan strategi. (Tjiptono, 2002:5)

  Pemasaran adalah fungsi bisnis yang mengidentifikasikan kebutuhan – kebutuhan dan keinginan – keinginan yang belum terpenuhi, menentukan dan mengukur besarnya dan potensi keuntungannya, menentukan mana sajakah pasar target yang paling dapat dilayani oleh organisasi, memutuskan berbagai produk, jasa, dan program apa saja yang paling tepat untuk melayani semua pasar yang sudah dipilih sebelumnya, dan mengajak setiap orang dalam organisasi untuk selalu berpikir dan melayani para pelanggan. (Kotler, 2003)

  Tujuan pemasaran adalah untuk menciptakan nilai dengan cara menawarkan solusi terbaik, menghemat usaha dan waktu pencarian yang dilakukan pembeli, serta usaha yang digunakan untuk bertransaksi. Jadi, pemasaran dapat diartikan sebagai kegiatan yang bukan hanya untuk menjual barang/jasa saja, tetapi juga memberikan kepuasan terhadap pemenuhan kebutuhan konsumen.

  2.2 Relationship Marketing

  Menurut Kotler & Amstrong (1996:194) pemasaran yang akrab dengan berkepentingan lain. Relationship marketing bertujuan untuk membangun jalinan relasi positif jangka panjang dengan para pelanggan yang berpotensi memberikan aliran laba jangka panjang pula bagi perusahaan.

  Kotler (1996:195) menyatakan ada 3 (tiga) bentuk pendekatan relationship

  marketing yang kuat dengan pelanggan, yaitu:

  1. Financial Benefit (Manfaat Keuangan) Pendekatan membangun nilai bagi pelanggan terutama mengandalkan penambahan manfaat keuangan bagi hubungan dengan pelanggan.

  Misalnya garansi pengembalian uang, pemberian potongan harga, dll.

  2. Social Benefit (Manfaat Sosial) Walaupun mempengaruhi pemilihan produk oleh pelanggan, program seperti ini dan insentif keuangan lainnya dapat dengan mudah ditiru oleh pesaing dan mungkin gagal membedakan secara permanen apa yang ditawarkan perusahaan. Pendekatan kedua adalah menambahkan manfaat sosial disamping manfaat keuangan. Disini karyawan perusahaan berusaha meningkatkan ikatan sosial mereka dengan pelanggan dengan jalan meneliti kebutuhan dan keinginan individual pelanggan kemudian menyesuaikan produk dan jasa dengan kebutuhan dan keinginan itu.

  3. Structural Ties (Ikatan Struktural) Pendekatan ketiga untuk menjalin hubungan erat dengan pelanggan adalah menambah ikatan struktural disamping manfaat keuangan dan sosial. memberikan saran, kritik, maupun komentar mengenai produk dan perbaikan pelayanan kepada pelanggan.

2.2.1 Karakteristik Relationship Marketing

  Menurut Kotler (2003:171) karakteristik – karakteristik utama dari pemasaran berlandaskan hubungan baik (relationship marketing) adalah sebagai berikut:

  1. Memfokuskan diri pada partner dan pelanggan dan bukannya pada produk – produk yang dihasilkan perusahaan.

  2. Memberikan penekanan terhadap bertahannya dan pertumbuhan pelanggan dari pada perolehan pelanggan baru.

  3. Mengandalkan kerja tim – tim yang terdiri dari berbagai fungsi dalam perusahaan daripada kerja yang dilakukan di tingkat departemen.

  4. Mengandalkan lebih banyak mendengarkan dan belajar dibandingkan berbicara.

2.3 Customer Retention

  Customer retention merupakan bentuk loyalitas yang berhubungan dengan

  perilaku (behavioural loyalty) yang diukur berdasarkan perilaku beli konsumen yang ditunjukkan dengan tingginya frekuensi konsumen membeli suatu produk.

  (Buttle, 2007).

  Kotler (2007:192) menyatakan ada dua cara utama untuk menguatkan retensi pelanggan. Pertama adalah mendirikan hambatan peralihan yang tinggi. setia. Pendekatan yang lebih baik adalah menyerahkan kepuasan pelanggan yang tinggi. Ini menyulitkan pesaing untuk menawarkan harga lebih rendah atau bermaksud untuk beralih.

2.3.1 Manfaat Customer Retention

  Tjiptono (2005:369) mengemukakan bahwa menurut berbagai riset, retensi pelanggan dapat memberikan sejumlah manfaat, diantaranya:

  1. Efisiensi biaya dalam melayani repeat customer Biaya yang dibutuhkan untuk menarik pelanggan baru cenderung lebih mahal sekitar lima kali lipat dibandingkan biaya mempertahankan pelanggan lama. Hal ini disebabkan oleh tiga faktor utama, yaitu:

  a. Skala ekonomis dalam pemanufakturan dan operasi jasa terbentuk karena perusahaan memproduksi item produk atau menyampaikan jasa yang sama kepada pelanggan yang sama, sehingga tercipta pembelajaran yang sama.

  b. Biaya pemasaran cenderung lebih rendah, karena pelanggan lama telah familiar dengan produk atau jasa perusahaan. Implikasinya, waktu dan dana yang dibutuhkan untuk periklanan dan aktivitas personal selling bisa ditekan.

  c. Orientasi pelanggan juga bisa menekan biaya yang ditimbulkan akibat ketidakpuasan pelanggan. Pelanggan bisa saja menyampaikan komplain kepada pihak manajemen, beralih ke pemasok lain,

  2. Kesediaan untuk membayar harga premium Pelanggan yang puas cenderung menghadapi biaya pengalihan (switching

  

cost ), baik yang sifatnya ekonomis maupun psikologis, jika pindah ke pemasok

  lain. Terdapat 4 (empat) nilai yang diberikan perusahaan untuk memuaskan pelanggannya, yaitu keunggulan produk, keunggulan layanan, reputasi merek, dan budaya berorientasi pelanggan yang memberikan perhatian khusus bagi pelanggan individual.

  3. Loyalitas pelanggan Dukungan dan kepercayaan pelanggan menjadi salah satu sumber kekuatan yang bisa mempengaruhi daya survival perusahaan.

2.3.2 Ukuran Customer Retention

  Menurut Buttle (2007 : 373) ada 3 ukuran dari customer retention, yaitu:

  1. Tingkat perawatan pelanggan secara mentah. Jumlah pelanggan yang berbisnis dengan perusahaan pada akhir periode perdagangan yang dinyatakan dengan persentase dari mereka yang tergolong pelanggan aktif pada awal periode perdagangan.

  2. Tingkat perawatan yang disesuaikan dengan penjualan. Nilai penjualan yang diperoleh dari pelanggan yang berhasil dipertahankan dinyatakan dengan persentase penjualan yang diperoleh dari semua pelanggan yang aktif pada awal periode perdagangan.

  3. Tingkat perawatan yang disesuaikan dengan keuntungan. Keuntungan persentase keuntungan yang diperoleh dari semua pelanggan yang aktif pada awal periode perdagangan.

2.4 Customer Satisfaction

  Menurut Luarn dan Lin dalam Ferrinadewi (2003) kepuasan adalah sejumlah keyakinan spesifik terhadap integritas (kejujuran pihak yang dipercaya dan kemampuan menepati janji), benevolence (perhatian dan motivasi yang dipercaya untuk bertindak sesuai dengan kepentingan yang mempercayai mereka),

  

competency (kemampuan pihak yang dipercaya untuk melaksanakan kebutuhan

  yang mempercayai), dan predictability (konsistensi perilaku pihak yang dipercaya).

  Oliver dalam Umar (2003:14) mendefenisikan kepuasan pelanggan sebagai evaluasi purnabeli, dimana persepsi terhadap kinerja alternatif produk/jasa yang dipilih memenuhi atau melebihi harapan sebelum pembelian. Apabila persepsi terhadap kinerja tidak dapat memenuhi harapan, maka yang terjadi adalah ketidakpuasan.

  Sedangkan menurut Buttle (2007:29) kepuasan pelanggan adalah respons berupa perasaan puas yang timbul karena pengalaman mengonsumsi suatu produk atau layanan, atau sebagian kecil dari pengalaman itu.

  Dari berbagai defenisi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kepuasan pelanggan (customer satisfaction) mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja atau hasil yang dirasakan. Menjaga kepuasan konsumen adalah kunci

2.4.1 Faktor dalam Menentukan Tingkat Kepuasan Pelanggan

   Menurut Lupiyoadi (2001:158) dalam menentukan tingkat kepuasan

  pelanggan, terdapat 5 (lima) faktor utama yang harus diperhatikan oleh perusahaan, antara lain:

  1. Kualitas Produk Pelanggan akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas.

  2. Kualitas Pelayanan Pelanggan akan merasa puas bila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan yang diharapkan.

  3. Emosional Pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan merek tertentu yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Kepuasan yang diperoleh bukan karena kualitas dari produk, tetapi nilai sosial atau self-esteem yang membuat pelanggan menjadi puas terhadap merek tertentu.

  4. Harga Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga yang relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pelanggannya.

  5. Biaya Pelanggan yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung puas terhadap produk atau jasa itu.

2.4.2 Metode Pengukuran Kepuasan

  Kotler (1996:189) mengidentifikasi ada 4 metode untuk menelusuri dan mengukur kepuasan pelanggan, yaitu:

  1. Sistem Keluhan dan Saran Perusahaan yang berpusat pada pelanggan (customer oriented) menyederhanakan pelanggan menyampaikan saran atau keluhan. Media yang digunakan dapat berupa kotak saran ataupun kartu komentar yang diletakkan di tempat-tempat strategis, atau melalui saluran telepon bebas pulsa. Sistem seperti itu tidak hanya membantu perusahaan bertindak lebih cepat untuk menyelesaikan masalah, tetapi juga menyediakan banyak gagasan yang baik bagi perusahaan untuk memperbaiki produk dan jasa.

  2. Survei Kepuasan Pelanggan Perusahaan yang responsif melakukan pengukuran langsung atas kepuasan pelanggan dengan melakukan survey secara teratur baik melalui kuesioner, menelepon sampel pelanggan, maupun langsung mewawancarai pelanggan.

  3. Pembelanja Siluman (Ghost Shopping) Cara ini dilakukan dengan cara menyewa orang untuk berpura-pura

  4. Analisis Pelanggan yang Hilang Perusahaan harus melakukan kontak dengan pelanggan yang berhenti membeli dan/atau yang beralih ke pesaing, untuk mempelajari apa yang terjadi.

  Tingkat kehilangan yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan gagal memuaskan pelanggannya.

2.5 Switching Cost Switching cost sebenarnya berkaitan dengan tingkat loyalitas pelanggan.

  Menurut Aaker (1997) pada tingkat ke tiga loyalitas pelanggan, berisi orang-orang yang puas, namun mereka memikul biaya peralihan (switching cost). Yang termasuk dalam biaya peralihan ini diantaranya waktu, uang, maupun resiko kinerja yang berkenaan tindakan beralih merek.

  Untuk menarik minat para pembeli, para kompetitor perlu mengatasi biaya peralihan dengan menawarkan bujukan untuk beralih atau dengan tawaran suatu manfaat yang cukup besar sebagai kompensasi (Aaker 1997:58). Jika sangat mahal atau riskan bagi suatu perusahaan atau pelanggan untuk berganti pasokan, maka laju penyusutan dari kelompok pelanggan akan lebih rendah.

  Sebuah perusahaan sebaiknya menilai biaya-biaya peralihan yang mereka punyai. Biaya peralihan seharusnya meningkatkan ketergantungan pelanggan terhadap produk atau layanan jasa.

2.5.1 Tipe Switching Cost

  Burnham, et al. (2003) merumuskan ada delapan segi dari switching cost, kemudian merumuskannya menjadi tiga bagian yang menjelaskan tipe switching

  cost , yakni:

  1. Procedural Switching Cost, yaitu tipe switching cost yang melibatkan pengeluaran waktu dan usaha, dan terdiri dari: a. Economic Risk Cost

  Economic Risk Cost merupakan biaya untuk menerima

  ketidakpastian dari sesuatu yang berpotensi menjadi hasil yang negatif ketika mengadopsi penyedia jasa baru di mana konsumen yang bersangkutan tidak memiliki informasi yang cukup mengenai provider baru tersebut. Ketidakpastian tersebut dapat berupa resiko kinerja, resiko finansial, maupun resiko kenyamanan.

  b. Evaluation Cost

  Evaluation Cost merupakan waktu dan usaha yang dikeluarkan

  dalam mengumpulkan informasi yang dibutuhkan untuk mengevaluasi alternatif provider potensial sehingga konsumen tersebut dapat membuat keputusan untuk beralih provider.

  c. Learning Cost

  Learning Cost merupakan waktu dan usaha yang dikeluarkan untuk

  mendapatkan keahlian atau keterampilan baru dalam rangka agar d. Setup Cost

  Setup Cost adalah waktu dan usaha yang dikeluarkan yang

  disebabkan oleh proses memulai hubungan dengan penyedia jasa baru atau mengatur produk baru pada penggunaan awal. Setup cost untuk jasa didominasi oleh pertukaran informasi yang dibutuhkan oleh penyedia jasa baru untuk menurunkan risiko penjualannya dan untuk memahami kebutuhan spesifik konsumen.

  2. Financial switching cost, yaitu tipe switching cost yang melibatkan kehilangan sumber daya finansial yang dapat dihitung, terdiri dari: a. Benefit Loss Cost

  Benefit Loss Cost adalah biaya kehilangan benefit dari provider yang

  digunakan konsumen sekarang, misalnya kehilangan bonus-bonus dan diskon-diskon yang tidak akan diberikan provider kepada pelanggan-pelanggan baru.

  b. Monetary Loss Cost

  Monetary Loss Cost adalah pengeluaran finansial satu-kali yang

  terjadi untuk berpindah provider di luar dari pengeluaran yang dibutuhkan untuk membeli produk/jasa tersebut. Contohnya seperti deposit atau initiation fees bagi konsumen baru. Pada penelitian ini, sub dimensi monetary loss cost tidak dimasukkan karena tidak ada

  deposit atau initiation fee yang harus dibayar oleh konsumen baru.

  3. Relational switching cost yaitu tipe switching cost yang melibatkan ketidaknyamanan psikologis dan emosi yang menyebabkan kehilangan identitas dan memutuskan ikatan, dan terdiri dari:

  a. Personal Relationship Loss Cost

  Personal Relationship Loss Cost adalah kehilangan yang disebabkan

  karena memutuskan hubungan yang telah terbentuk dengan personel yang berinteraksi dengan konsumen.

  b. Brand Relationship Loss Cost

  Brand Relationship Loss Cost adalah kecenderungan kehilangan

  yang disebabkan karena memutuskan ikatan yang telah terbentuk dengan merek atau perusahaan yang mana sebelumnya konsumen telah lama berhubungan dengan merek dan perusahaan tersebut.

2.6 Trust in Brand

2.6.1 Pengertian Merek

  Aaker (1997:9) mengemukakan bahwa merek adalah nama dan/atau simbol yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap, atau kemasan) dengan maksud mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau sekelompok penjual tertentu, dengan demikian membedakannya dari barang- barang dan jasa yang dihasilkan para kompetitor. Suatu merek pada gilirannya memberi tanda pada konsumen mengenai produk tersebut, dan melindungi konsumen maupun produsen dari para kompetitor yang berusaha memberikan

  Kotler dalam Simamora (2000:3) juga menyatakan bahwa merek adalah nama, tanda, simbol, desain, atau kombinasi hal-hal tersebut, yang ditujukan untuk mengidentifikasi dan mendeferensiasikan (membedakan) barang atau layanan suatu penjual dari barang dan layanan penjual lain.

2.6.2 Pengertian Kepercayaan Terhadap Merek (Trust in Brand)

  Kepercayaan adalah keyakinan bahwa seseorang akan menemukan apa yang diinginkan pada mitra pertukaran. Kepercayaan melibatkan kesediaan seseorang untuk bertingkah laku tertentu karena keyakinan bahwa mitranya akan memberikan apa yang ia harapkan dan suatu harapan yang umumnya dimiliki seseorang bahwa kata, janji, atau pernyataan orang lain dapat dipercaya. (Barnes, 2003:148)

  Berkembangnya kepercayaan merupakan investasi penting dalam membina hubungan yang saling menguntungkan dalam jangka panjang.

  Kepercayaan akan timbul ketika kedua belah pihak saling berbagi pengalaman dan saling menafsirkan dan mengkaji motif masing-masing. Jika mereka mulai saling memahami, maka resiko dan keraguan akan semakin terkikis.

  Jika kedua belah pihak bisa saling mempercayai maka keduanya akan terdorong untuk menanamkan investasi yang lebih besar dalam jalinan hubungan tersebut. Investasi ini juga sekaligus berfungsi sebagai pencegah kedua belah pihak keluar dari hubungan itu (exit barrier).

  Menurut Mowen & Minor (2002) kesetiaan merek (brand loyalty) terhadap suatu merek, mempunyai komitmen pada merek tertentu, dan terus berninat untuk membelinya dimasa depan.

  Seorang pelanggan akan menunjukkan sikap positif terhadap suatu merek, mempunyai komitmen pada merek tersebut, bermaksud untuk terus membelinya dimasa depan, dan tidak terpengaruh dengan merek kompetitor yang menghasilkan produk yang serupa. (Mowen & Minor 2002:109)

2.6.3 Faktor yang Mempengaruhi Kepercayaan Merek

  Menurut Lau dan Lee (2000), terdapat tiga faktor yang mempengaruhi kepercayaan terhadap merek. Ketiga faktor ini berhubungan dengan tiga entitas yang tercakup dalam hubungan antara merek dan konsumen. Adapun tiga faktor tersebut adalah :

  1. Brand Characteristic Mempunyai peran yang sangat penting dalam menentukan pengambilan keputusan konsumen untuk mempercayai suatu merek. Hal ini disebabkan oleh konsumen melakukan penilaian sebelum membeli. Karakteristik merek yang berkaitan dengan kepercayaan merek meliputi dapat diramalkan, mempunyai reputasi, dan kompeten.

  2. Company Characteristic Yang ada dibalik suatu merek juga dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan konsumen terhadap merek tersebut. Pengetahuan konsumen tentang perusahaan yang ada dibalik merek suatu produk merupakan dasar awal

  3. Consumer-Brand Characteristic Merupakan dua kelompok yang saling mempengaruhi. Oleh sebab itu, karakteristik konsumen merek dapat mempengaruhi kepercayaan terhadap merek.

  Karakteristik ini meliputi kemiripan antara konsep emosional konsumen dengan kepribadian merek, kesukaan terhadap merek dan pengalaman terhadap merek.

2.7 Penelitian Terdahulu

  Dewi Harmila Sari dan Nanang Suryadi (2013) melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Kepuasan Pelanggan dan Switching Barrier Terhadap

  

Customer Retention Kartu GSM (Studi Kasus pada Mahasiswa S1 Universitas

  Brawijaya Malang). Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian tersebut adalah variabel kepuasan pelanggan dan

  

switching barrier berpengaruh secara simultan terhadap customer retention.

  Dalam penelitian tersebut diketahui juga bahwa variabel kepuasan pelanggan secara signifikan berpengaruh dominan terhadap customer retention.

  Thorsten Hennig-Thurau dan Alexander Klee (1997) melakukan penelitian dengan judul The Impact of Customer Satisfaction and Relationship Quality on

  

Customer Retention: A Critical Reassessment and Model Development .

  Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa kepuasan pelanggan sering dipandang sebagai penentu utama retensi pelanggan. Persepsi kualitas produk atau yang berhubungan dengan pelayanan pelanggan harus diperluas untuk tiga aspek, yakni: penambahan perspektif persaingan terkait, mempertimbangkan

  Penelitian lainnya dilakukan oleh Chatura Ranaweera dan J. Prabhu (2003) dengan judul The Influence of Satisfaction, Trust and Switching Barriers on

  

Customer Retention in a Continuous Purchasing Setting . Penelitian ini dilakukan

  dengan cara survey terhadap pengguna telepon tetap di Inggris. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa kepuasan dan kepercayaan memiliki efek positif dan signifikan terhadap customer retention.

2.8 Kerangka Konseptual

  Upaya untuk mendukung tingkat retensi pelanggan yang tinggi adalah pelaksanaan aktivitas program pelayanan pelanggan yang dapat memberikan kepuasan sehingga perusahaan tetap dapat mempertahankan profitabilitasnya. (Assauri 2013:14). Terdapat hubungan kuat antara kepuasan pelanggan dengan retensi pelanggan. Hal ini dikarenakan kepuasan pelanggan dapat digunakan sebagai kekuatan untuk mendorong masa depan perusahaan, pengembangan pasar, dan tingkat profitabilitas perusahaan. Upaya untuk mendukung tingkat retensi pelanggan adalah pelaksanaan aktivitas program pelayanan pelanggan yang memberikan kepuasan. (Assauri:2013)

  Selain meningkatkan kepuasan pelanggan, meningkatkan switching cost juga menjadi strategi untuk meningkatkan retensi pelanggan yang dapat mempengaruhi pelanggan untuk tidak beralih dan memilih penyedia layanan lain (Ranaweera & Prabhu:2003). Perusahaan harus mampu membuat biaya beralih yang tinggi serta menawarkan kualitas dan manfaat yang besar kepada konsumen

  Untuk mempertahankan pelanggan dibutuhkan kepercayaan dari pelanggan terhadap merek (trust in brand). Kepercayaan terhadap merek merupakan kesediaan konsumen untuk menghadapi resiko yang berhubungan dengan merek yang akan dibelinya. Pelanggan yang percaya bahwa suatu merek dapat memenuhi kinerja yang diharapkannya, akan cenderung untuk memakai suatu merek dan tidak beralih ke merek lainnya. (Lau & Lee:1999)

  Berdasarkan pernyataan tersebut, maka dapat dibuat secara skematis kerangka konseptual penelitian sebagai berikut:

  Customer Satisfaction (X1)

  

Switching Cost Customer Retention

(X2)

  (Y) Trust in Brand

  (X3)

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.9. Hipotesis

  Menurut Umar (2003:61) hipotesis merupakan pernyataan sementara yang perlu dibuktikan benar atau tidak. Menurut pola umum metode ilmiah, setiap riset terhadap suatu objek hendaknya dibawah tuntunan suatu hipotesis yang berfungsi sebagai pegangan sementara atau jawaban sementara yang masih harus dibuktikan kebenarannya didalam kenyataan (empirical verification), percobaan (experimentation), atau praktek (implementation). Berdasarkan perumusan

  1. Customer Satisfaction Berpengaruh Positif Terhadap Customer Retention Produk Kartu Seluler Prabayar simPATI pada Mahasiswa S1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

  2. Switching Cost Berpengaruh Positif dan Signifikan Terhadap Customer

  Retention Produk Kartu Seluler Prabayar simPATI pada Mahasiswa S1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

  3. Trust in Brand Berpengaruh Positif dan Signifikan Terhadap Customer

  Retention Produk Kartu Seluler Prabayar simPATI pada Mahasiswa S1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.