BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Efektivitas 2.1.1. Pengertian Efektivitas - Efektivitas Metode Simulasidan Media Leaflet Terhadap Pengetahuan dan Keterampilan Ibu-Ibu Rumah TanggaDalam PenanggulangandanPencegahan Diaredi Daerah Rawan Banjir di Kecamata

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Efektivitas

2.1.1. Pengertian Efektivitas

  Menurut kamus besar bahasa Indonesia, efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti mempunyai nilai efektif, pengaruh atau akibat, bisa diartikan sebagai kegiatan yang bisa memberikan hasil yang memuaskan, dapat dikatakan juga bahwa efektivitas merupakan keterkaitan antara tujuan dan hasil yang dinyatakan, dan menunjukkan derajat kesesuaian antara tujuan yang dinyatakan dengan hasil yang dicapai. Sedangkan pengertian efektivitas menurut Starawaji (2009), adalah pengaruh yang ditimbulkan atau disebabkan oleh adanya suatu kegiatan tertentu untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan yang dicapai dalam setiap tindakan yang dilakukan. Efektivitas juga menunjukkan taraf tercapainya tujuan dari suatu program atau usaha. Secara ideal efektivitas dapat dinyatakan dengan ukuran yang dapat dihitung seperti dalam persentase.

  Dapat disimpulkan bahwa pengertian efektivitas adalah keberhasilan suatu aktifitas atau kegiatan dalam mencapai tujuan dan target, sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya, dan apabila tujuan dan target dapat tercapai sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya, dikatakan efektif dan sebaliknya apabila tujuan dan target tidak dapat tercapai sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya maka aktifitas itu dikatakan tidak efektif.

2.1.2. Pendekatan Efektivitas

  Menurut Campbell 1989, dalam Starawaji (2009), pendekatan efektivitas digunakan untuk mengukur sejauh mana aktivitas itu efektif. Ada beberapa pendekatan yang digunakan untuk mengukur efektivitas yaitu: 1.

  Pendekatan Sasaran.

  Pendekatan ini mencoba mengukur sejauh mana suatu lembaga berhasil merealisasikan sasaran yang hendak dicapai. Pendekatan sasaran dalam pengukuran efektivitas dimulai dengan identifikasi sasaran organisasi dan mengukur tingkatan efektivitas juga selalu memperhatikan faktor waktu pelaksanaan. Oleh karena itu dalam efektivitas selalu terkandung unsur waktu pelaksanaan. Tujuan tercapai dengan waktu yang tepat maka program tersebut efektif.

2. Pendekatan Sumber.

  Pendekatan sumber mengukur efektivitas melalui keberhasilan suatu lembaga dalam mendapatkan berbagai macam sumber yang dibutuhkannya. Suatu lembaga harus dapat memperoleh berbagai macam sumber dan juga memelihara keadaan dan sistem agar dapat efektif. Pendekatan ini didasarkan pada teori mengenai keterbukaan sistem suatu lembaga terhadap lingkungannya, karena lembaga mempunyai hubungan yang merata dengan lingkungannya dimana dari lingkungan diperoleh sumber- sumber yang merupakan input lembaga tersebut dan out put yang dihasilkan juga dilemparkannya pada lingkungannya.

3. Pendekatan Proses

  Pendekatan proses menganggap sebagai efisiensi dan kondisi kesehatan dari suatu lembaga internal. Pada lembaga yang efektif, proses internal berjalan dengan lancar dimana kegiatan bagian-bagian yang ada berjalan secara terkoordinasi. Pendekatan ini tidak memperhatikan lingkungan melainkan memusatkan perhatian terhadap kegiatan yang dilakukan terhadap sumber-sumber yang dimiliki lembaga, yang menggambarkan tingkat efisiensi serta kesehatan lembaga.

2.1.3. Masalah - masalah dalam Pengukuran Efektivitas

  Pengukuran efektivitas dengan menggunakan sasaran harus memperhatikan masalah yang ditimbulkan oleh beberapa hal berikut:

1. Adanya macam-macam Output

  Adanya bermacam-macam output yang dihasilkan menyebabkan pengukuran efektivitas dengan pendekatan sasaran menjadi sulit untuk dilakukan. Pengukuran juga semakin sulit jika ada sasaran yang saling bertentangan dengan sasaran lainnya. Efektivitas tidak akan dapat diukur hanya dengan menggunakan suatu indikator atau efektivitas yang tinggi pada suatu sasaran yang seringkali disertai dengan efektivitas yang rendah pada sasaran lainnya. Dengan demikian, yang diperoleh dari pengukuran efektivitas adalah profil atau bentuk dari efek yang menunjukkan ukuran efektivitas pada setiap sasaran yang dimilikinya.

  Selanjutnya hal lain yang sering dipermasalahkan adalah frekuensipenggunaan kriteria dalam pengukuran efektivitas seperti yang dikemukakan oleh Steers (1985) yang dikutip oleh Starawaji (2009), bahwa kriteria dalam pengukuran efektivitas adalah adaptabilitas dan fleksibilitas, produktivitas, keberhasilan memperoleh sumber, keterbukaan dalam komunikasi, keberhasilan pencapaian program, dan pengembangan program.

2. Subjektivitas dalam Penilaian.

  Pengukuran efektivitas dengan menggunakan pendekatan sasaran seringkali mengalami hambatan, karena sulitnya mengidentifikasi sasaran yang sebenarnya dan juga karena kesulitan dalam pengukuran keberhasilan dalam mencapai sasaran. Untuk sasaran yang sebenarnya karena informasi yang diperoleh hanya dari dalam suatu lembaga untuk melihat program yang berorientasi ke luar atau masyarakat, seringkali dipengaruhi oleh subjektifitas. Untuk sasaran yang dinyatakan dalam bentuk kualitatif, unsur subjektif itu tidak berpengaruh tetapi untuk sasaran yang harus dideskripsikan secara kuantitatif, informasi yang diperoleh akan sangat tergantung pada subjektifitas dalam suatu lembaga mengenai sasarannya.

2.2. Metode Pembelajaran dalam Pendidikan Kesehatan

2.2.1. Pengertian

  Pendidikan kesehatan merupakan proses pemindahan pesan terkait masalah kesehatan terhadap berbagai tingkat sasaran yang di dalamnya terlibat komponen- komponen pembelajaran seperti metode, materi, media selain faktor sasaran itu sendiri. Metode adalah teknik pengajaran yang menggunakan berbagai pendekatan disesuaikan dengan karakteristik sasaran. Sedangkan metode pembelajaran adalah cara atau strategi yang digunakan supaya pesan dengan mudah dapat dipahami oleh sasaran (Setiawati dan Darmawan, 2008).

2.2.2. Jenis – jenis Metode Pembelajaran

  Menurut Notoatmodjo(2003), metode pembelajaran yang biasa digunakan adalah:

  1. Metode Perorangan.

  Metode ini diterapkan mengingat masing – masing individu memiliki karakter individu. Metode yang digunakan adalah wawancara dan bimbingan (counseling).

  2. Metode Kelompok.

  Kelompok adalah kumpulan lebih dari satu individu yang satu sama lainnya melakukan interaksi dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Kelompok digolongkan menjadi kelompok besar dan kelompok kecil. Metode pembelajaran yang dapat digunakan pada kelompok besar adalah ceramah dan seminar. Sedangkan pada kelompok kecil metode yang digunakan antara lain diskusi kelompok, brain storming , diskusi bertahap, buzz group (kelompok kecil) dan simulasi.

  3. Metode Massa.

  Masyarakat adalah sistem yang terbuka yang terbentuk atas berbagai kelompok baik homogen ataupun heterogen yang didalamnya terdapat interaksi berdasarkan pada nilai / norma yang dianut. Metode yang bisa digunakan adalah ceramah umum, pidato, simulasi, poster, billboard, dan artikel di media massa.

  Menurut Mubarak (2007), macam-macam metode belajar yang dapat digunakan dalam memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat adalah:

  1. Metode Ceramah Metode ceramah adalah cara penyampaian bahan pelajaran dengan komunikasi lisan. Metode ceramah ekonomis dan efektif untuk keperluan penyampaian informasi dan pengertian. Metode ceramah hanya cocok: Untuk menyampaikan informasi.

  b.

  Bila bahan ceramah langka.

  c.

  Kalau organisasi sajian harus disesuaikan dengan sifat penerima.

  d.

  Bila perlu membangkitkan minat.

  e.

  Kalau bahan cukup diingat sebentar.

  f.

  Untuk memberi pengantar atau petunjuk bagi format lain.

  Kelemahan metode ceramah yaitu, pembicaraan hanya satu arah, membosankan, materi yang terlalu panjang susah dimengerti dan peserta didik yang pasif.

  2. Metode Tanya-jawab Dalam proses belajar-mengajar, bertanya memegang peranan yang penting, sebab pertanyaan yang tersusun baik dengan teknik pengajuan yang tepat akan: a.

  Meningkatkan partisipasi siswa dalam kegiatan belajar-mengajar. b.

  Membangkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa terhadap masalah yang sedang dibicarakan.

  c.

  Mengembangkan pola berpikir dan belajar aktif siswa, sebab berpikir itu sendiri adalah bertanya.

  d.

  Menuntut proses berpikir siswa, sebab pertanyaan yang baik akan membantu siswa agar dapat menentukan jawaban yang baik.

  e.

  Memusatkan perhatian murid terhadap masalah yang sedang dibahas.

  f.

  Memberi kesempatan murid untuk mengajukan pertanyaan.

  Merangsang motivasi murid dalam proses belajar.

  h.

  Meningkatkan proses dalam pengajaran. i.

  Membangkitkan minat dan dapat menilai penguasaan murid tentang bahan pelajaran. j.

  Mendorong berpikir untuk memecahkan masalah.

  Kelemahan metode ini yaitu, sering peserta menjadi tegang dan takut, tidak mudah untuk membuat pertanyaan.

3. Metode Demostrasi

  Metode demostrasi merupakan metode mengajar dengan memperagakan suatu kejadian dengan bantuan alat dan media untuk mempermudah diterimanya informasi dari pembicara/pengajar. Kelebihan metode ini adalah penyampaian lebih jelas , lebih menarik dan peserta dapat lebih aktif. Sedangkan kelemahan metode ini yaitu, memerlukan keterampilan khusus pengajar, harus tersedia fasilitas yang memadai dan memerlukan kesiapan yang matang.

4. Kerja Kelompok sebagai Salah Satu Strategi Belajar Mengajar

  Kerja kelompok adalah salah satu strategi belajar mengajar yang memiliki kadar Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Tetapi pelaksanaannya menuntut kondisi serta persiapan yang jauh berbeda dengan format belajar mengajar yang menggunakan pendekatan ekspositori, misalnya ceramah. Bagi mereka yang belum terbiasa dengan penggunaan metode ini, dan masih terbiasa dengan pendekatan ekspositorik, memerlukan waktu untuk berlatih.

  5. Discovery sebagai Salah Satu Strategi Belajar Mengajar siswa mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip. Yang dimaksud proses mental tersebut antara lain, mengamati, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan sebagainya.

  Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitik beratkan studi

  individual, manipulasi objek-objek, dan eksperimentasi oleh siswa sebelum membuat generalisasi sampai siswa menyadari suatu konsep atau suatu komponen dari praktek pendidikan yang sering disebut sebagai heuristic teaching, yakni suatu tipe pengajaran yang meliputi metode-metode yang didesain untuk memajukan rentang yang luas dari belajar aktif, berorientasi pada proses, membimbing diri sendiri (self-

  

directed ), inkuiri, dan modal belajar reflektif. Semua strategi yang merangsang siswa

  untuk menyelidiki sendiri lebih lanjut tanpa bantuan guru digolongkan heuristic teaching, misalnya pendekatan laboratorium dan studi sendiri yang independent.

  Strategi discovery adalah suatu metode yang unik dan dapat disusun oleh guru dalam berbagai cara yang meliputi pengajaran keterampilan inkuiri dan pemecahan masalah (problem solving) sebagai alat bagi siswa untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan.

6. Metode Simulasi sebagai Salah Satu Strategi Belajar Mengajar

  Simulasi adalah tingkah laku seseorang untuk berlaku seperti orang yang dimaksudkan, dengan tujuan agar orang itu dapat mempelajari lebih mendalam tentang bagaimana orang itu merasa dan berbuat seperti apa adanya. praktek langsung tentang pelaksanaan nilai-nilai penerapan pengetahuan dan keterampilan yang berlangsung dalam kehidupan sehari-hari. Simulasi adalah tiruan atau perbuatan yang hanya pura-pura saja (dari fakta simulate yang artinya pura-pura atau berbuat seolah-olah, dan simulation artinya tiruan atau perbuatan yang pura-pura saja. Kelemahan metode ini yaitu, membutuhkan persiapan yang matang, membutuhkan adaptasi peran dan menyita waktu.

2.2.3. Penentuan Metode Pembelajaran

  Pengajar harus pintar – pintar memilih metode apa yang akan digunakan untuk setiap pembelajaran. Untuk itu ada beberapa penilaian pemilihan metode pembelajaran diantaranya nilai strategis, nilai efektivitas, urgensi dan faktor-faktor yang mempengaruhi metode.

  Materi penyuluhan yang menarik belum tentu akan diterima dengan baik oleh sasaran penyuluhan jika disampaikan dengan metode yang kurang tepat. Oleh karena itu metode pembelajaran memiliki nilai strategis dalam sebuah proses pembelajaran.

  Efektivitas penggunaan metode pembelajaran akan tercapai jika adanya kesesuaian dengan komponen-komponen pengajaran lainnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan jenis metode pembelajaran yaitu: 1.

  Pengajar Latar belakang pengajar mempengaruhi kompetensi pengajar dalam pemilihan dan penentuan metode pembelajaran yang digunakan.

  2. Peserta didik/sasaran Perbedaan peserta didik secara biologis, psikologis, sosial budaya dan spiritual akan mempengaruhi seorang pengajar dalam memilih metode pembelajaran yang membuat suasana pembelajaran lebih dinamis.

  3. Tujuan Tujuan dalam pembelajaran berupa tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum memberikan gambaran akhir peserta didik setelah melalui proses pembelajaran. Tujuan khusus menunjukkan kemampuan yang harus dimiliki peserta didik/sasaran untuk masing-masing tahapan pembelajaran. Penggunaan metode pembelajaran juga harus di sesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai.

  4. Situasi Metode pembelajaran yang digunakan harus melihat situasi saat itu. Untuk pendekatan individu metode pembelajaran akan lebih cocok dengan menggunakan diskusi, sedangkan untuk kelompok dapat menggunakan problem solving.

  5. Fasilitas Fasilitas adalah kelengkapan pendukung dalam proses pembelajaran. Metode demontrasi dan simulasi tidak bisa berjalan jika tidak ada alat peraga.

  Disamping faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, Mubarak(2007) juga pendidikan kesehatan adalah sebagai berikut: a.

  Aspek yang akan dicapai 1).Aspek pengetahuan. Metode yang dapat digunakan, misalnya penyuluhan langsung, pemasangan poster, spanduk, dan penyebaran leaflet.

  2). Aspek sikap. Metode yang dapat digunakan berupa contoh konkret yang dapat menggugah emosi, perasaan, dan sikap sasaran, misalnya memperlihatkan foto,

  slide, film, atau video.

  3). Aspek keterampilan. Metode yang dapat digunakan berupa memberi kesempatan kepada sasaran untuk mencoba keterampilan tersebut.

  b. Sumber daya yang dimiliki masyarakat

  c. Jenis atau jumlah sasaran

2.3. Media Pembelajaran dalam Pendidikan Kesehatan

2.3.1. Pengertian

  Media pembelajaran merupakan salah satu faktor penentu dalam kelangsungan proses pembelajaran perlu mendapat perhatian serius bagi pengajar.

  Media berasal dari kata medius yang berarti tengah, pengantar atau perantara. Sedangkan menurut Gagne & Briggs (1975) dalam Starawaji (2009), mengatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran.

  Menurut Setiawati & Darmawan (2008), ciri-ciri media pembelajaran adalah sebagai berikut:

  1. Ciri fiksatif yaitu suatu media harus dapat digunakan untuk merekam, menyimpan, melestarikan dan mengulang objek atau suatu kejadian dilain waktu apabila dibutuhkan. Keuntungan dari media yang memiliki cirri fiksatif adalah berkembangnya kreativitas pengajar dalam pembuatan media, sedangkan peserta didik/ sasaran belajar lebih terstimulus karena media yang ditampilkan bervariasi.

  2. Ciri manipulatif yaitu apabila ada objek yang tidak bisa dilihat lansung oleh mata seperti kuman penyebab penyakit maka dengan media/alat mikroskop bisa dilihat oleh peserta didik.

3. Ciri distribusi yaitu kemampuan media untuk diterima dan berguna untuk khalayak yang banyak.

2.3.3. Manfaat Media Pembelajaran

  Berdasarkan ensiklopedi of edukasi dalam Setiawati & Darmawan(2008), menyebutkan bahwa manfaat media bagi proses pembelajaran adalah:

  1. Meletakkan dasar-dasar yang jelas untuk berpikir.

  2. Memfokuskan perhatian peserta didik.

  3. Meningkatkan perkembangan belajar peserta didik.

  4. Menumbuhkan pemikiran yang teratur.

  5. Menumbuhkan pengertian yang membantu kemampuan berbahasa.

  Menambahkan pengalaman yang tidak mudah untuk diperoleh dengan cara lain.

  Dengan media yang baik dan menarik akan memberikan keyakinan pada peserta didik sehingga perubahan kognitif, afektif dan psikomotor dapat dipercepat.

2.3.4. Macam-macam Media Pembelajaran

  Menurut Syaiful Bahri dalam Setiawati & Darmawan(2008),media di bedakan atas :

  1. Dilihat dari jenisnya, ada media auditif seperti radio, tape recorder atau piringan hitam), media visual seperti slide, leaflet, lukisan, cetakan, film bisu dan media audio visual yaitu media yang mengandung unsur suara dan gambar seperti film.

  2. Dilihat dari daya liputnya, ada yang luas dan serentak dan tidak dibatasi ruang serta dapat menjangkau seluruh sasaran seperti televisi dan radio. Media yang terbatas oleh ruang dan tempat dan pembelajaran individual untuk memenuhi kebutuhan perorangan.

  3. Dilihat dari bahan pembuatannya, ada media yang sederhana seperti lembar balik dari bekas kalender, dan media yang komplek yang membutuhkan biaya yang mahal dan cara yang sulit.

2.3.5. Menentukan Media Pembelajaran

  Menurut Sudjana,N (2009), pemilihan media pengajaran harus memenuhi kriteria-kriteria berikut :

  1. Media yang digunakan harus sesuai dengan tujuan pengajaran.

  2. Media harus mendukung bahan pelajaran yang disampaikan.

  Media yang digunakan mudah diperolah 4. Pengguna media harus benar-benar menguasai media yang digunakan.

  5. Media yang digunakan tidak menyita waktu.

  6. Media yang digunakan terjangkau oleh proses pikir peserta didik.

2.3.6. Evaluasi Penggunaan Media Pembelajaran

  Tujuan evaluasi media pembelajaran antara lain : 1. Efektivitas penggunaan media pembelajaran.

  2. Bisa tidak media pembelajaran diperbaiki atau ditingkatkan.

  3. Menetapkan apakah media yang digunakan cost effective dilihat dari hasil belajar peserta didik.

  4. Ketepatan isi pelajaran atas media yang digunakan.

  5. Kemampuan pengajar dalam menggunakan media pembelajaran.

  6. Sejauh mana media pembelajaran memberikan konstribusi terhadap hasil belajar.

  7. Sejauh mana respon peserta terhadap media pembelajaran yang digunakan.

2.4. Konsep Pengetahuan dan Keterampilan

2.4.1. Pengertian Pengetahuan

  Menurut Notoatmodjo(2003), pengetahuan (knowledge) adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu: 1.

  Tahu (Know) sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan.

  2. Memahami (Comprehension)

  Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat mengintreprestasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.

  3. Aplikasi (Application)

  Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.

  4. Analisis (Analysis)

  Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut.

5. Sintesis (Synthesis)

  Sintesis menunjuk suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun 6.

   Evaluasi (Evaluation)

  Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku dimasyarakat.

2.4.2. Pengertian Keterampilan

  Keterampilan/tindakan atau praktik (practice) menurut Notoatmodjo (2003), dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya, yakni:

  1. Praktik terpimpin (Guided response)

  Apabila subjek atau seseorang telah melakukan suatu tetapi masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan.

  2. Praktik secara mekanisme (Mechanism)

  Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis maka disebut praktik atau tindakan mekanisme.

3. Adopsi (Adoption)

  Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya, apa yang dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi, atau tindakan atau perilaku yang berkualitas.

SKEMA PERILAKU

Gambar 2.1 Skema Perilaku

  Dari skema tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa perilaku terjadi diawali dengan adanya pengalaman-pengalaman seseorang serta faktor-faktor diluar orang tersebut (lingkungan) baik fisik maupun nonfisik. Kemudian pengalaman dan lingkungan tersebut diketahui, dipersepsikan, diyakini, dan sebagainya sehingga menimbulkan motivasi, niat untuk bertindak, dan akhirnya terjadilah perwujudan niat tersebut yang berupa perilaku.

  Fasilitas Sosiobudaya Persepsi

Pengetahuan

Keinginan Motivasi Niat Sikap

  PERILAKU EKTERNAL

INTERNAL RESPONS

2.4.3. Strategi Perubahan Perilaku

  Menurut WHO dalam Notoatmodjo (2003), strategi perubahan perilaku dikelompokkan menjadi tiga cara, yaitu:

  1. Tekanan Tekanan (enforcement) adalah upaya untuk mengubah atau mengadopsi perilaku dengan tekanan, paksaan atau koersi. Melalui penggunaan kekuatan atau kekuasaan, orang dapat berubah perilakunya jika dipaksa, diancam dengan hukuman atau imbalan atau hadiah. Dalam hal ini, perubahan perilaku dipaksakan diharapkan.

  2. Memberi Informasi atau Edukasi Upaya ini mengubah perilaku yang dilaksanakan dengan cara persuasi, bujukan, himbauan, ajakan, memberi informasi, dan memberi kesadaran melalui kegiatan yang disebut pendidikan kesehatan atau penyuluhan kesehatan. Upaya ini dilakukan dengan meningkatka pengetahuan, dan dengan pengetahuannya, akan menimbulkan sikap dan akhirnya menyebabkan individu atau kelompok sasaran akan berperilaku yang didasarkan pada kesadaran dan kemauan individu yang bersangkutan.

  3. Diskusi dan Partisipasi Cara ini merupakan cara lanjutan setelah memberi informasi atau edukasi.

  Informasi yang diberikan tidak bersifat searah saja, tetapi dua arah. Hal ini berarti masyarakat akt berpartisipasi melalui diskusi-diskusi tentang informasi yang diterima. Dengan demikian, pengetahuan yang di dapat lebih mantap dan mendalam, dan akhirnya perilaku mereka lebih mantap juga, bahkan merupakan referensi perilaku orang lain.

2.5. Konsep Penyakit Diare

2.5.1. Pengertian

  Menurut Mansjoer(2008), diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak dari biasanya (normal 100-200 ml perjam tinja), dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cair (setengah padat), dapat pula disertai frekuensidefekasi yang meningkat. Menurut WHO (1980) dalam Mansjoer (2008), diare adalah berak encer atau bahkan dapat berupa air saja (mencret) tiga kali atau lebih sehari. Diare terbagi dua jenis berdasarkan mula dan lamanya, yaitu diare akut dan diare kronik.

  Jenis diare yang sering terjadi dalam keadaan bencana banjir atau pasca bencana banjir adalah diare akut. Menurut Suharyono (2008), diare akut adalah buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan konsistensi tinja yang lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya serta berlansung dalam waktu kurang dari 2 (dua) minggu.

  Jadi dapat disimpulkan diare adalah penyakit yang ditandai dengan buang air besar (bab) dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja lembek sampai mencair dan frekuensi lebih sering dari biasanya atau lebih 3 (tiga) kali dalam sehari semalam.

2.5.2. Etiologi / Penyebab

  Menurut Mansjoer ( 2008), secara umum diare disebabkan oleh: 1. Infeksi: virus (rotavirus, adenovirus, norwalk) bakteri (shigella, vibrio, ecoli, salmonella ) parasit (protozoa, ascaris, trikuris) dan jamur (candidiasis).

  2. Malabsorbsi: karbohidrat (intoleransi laktosa) lemak dan protein.

  3. Makanan: makanan basi, beracun dan alergi terhadap makanan.

  4. Imunodefisiensi/ penurunan daya tahan tubuh seperti pada penderita HIV-AIDS 5.

  Psikologis, karena rasa takut dan cemas.

  Menurut Mansjoer (2008), diare akibat infeksi terutama ditularkan secara fekal oral. Hal ini disebabkan masukan minuman atau makanan yang terkontaminasi tinja di tambah dengan ekskresi yang buruk, makanan yang tidak matang, bahkan yang disajikan tanpa dimasak. Penularannya adalah transmisi orang ke orang melalui aeorosolisasi (Norwalk, Rotavirus), tangan yang terkontaminasi (Clostridium

  

difficile ), atau melalui aktivitas seksual. Faktor penentu terjadinya diare akut adalah

  faktor penyebab (agent) dan faktor pejamu (host). Faktor pejamu adalah kemampuan pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme, yaitu faktor daya tahan tubuh atau lingkungan lumen saluran cerna, seperti keasaman lambung, motilitas lambung, imunitas, juga mencakup lingkungan mikroflora usus.

  Faktor penyebab yang mempengaruhi patogenesis antara lain daya penetrasi yang merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi cairan di usus, serta daya lekat kuman. Kuman tersebut membentuk koloni- koloni yang dapat menginduksi diare, sebagai mana digambarkan Mansjoer (2008), dalam skema jalur penularan penyakit diare di bawah ini.

  Air Tidak Tangan Sakit Makanan inja T Minuman Manusia Sayur-sayuran (Host) Lalat Tanah Sembuh Sakit Mati Skema 2.2 Jalur Penularan Penyakit Diare

2.5.4. Manifestasi Klinis

  Menurut Mansjoer (2008), pasien dengan diare akut akibat infeksi sering mengalami nausea, muntah, nyeri perut, sampai kejang perut, demam, dan diare.

  Terjadinya renjatan hipovolemik harus dihindari. Kekurangan cairan menyebabkan pasien akan merasa haus, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun, serta suara menjadi serak. Gangguan biokimiawi seperti asidosis metabolik akan menyebabkan frekuensipernapasan lebih cepat dan dalam (pernapasan kusmaul). Bila terjadi renjatan hipovolemik berat maka denyut nadi cepat (lebih dari 120 kali/menit), tekanan darah menurun sampai tak terukur, pasien gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin, dan kadang sianosis. Kekurangan kalium dapat menimbulkan aritmia jantung. Perfusi ginjal dapat menurun sehingga timbul anuria, sehingga bila kekurangan cairan tak segera diatasi dapat timbul penyulit berupa nekrosis tubular akut.

  Secara klinis diare karena infeksi akut dibagi menjadi dua golongan. Pertama, koleriform, dengan diare yang terutama terdiri atas cairan saja. Kedua disentriform, pada diare didapatkan lendir kental dan kadang-kadang darah.

  Buang-buang air terus dengan atau tanpa sakit perut, merasa haus, lidah dan bibir kering, mata cekung, pucat, turgor kulit jelek, nadi teraba halus dan cepat serta dapat terjadi penurunan kesadaran. Gejala – gejala di atas terjadi akibat penderita kehilangan cairan tubuh, penderita tersebut menjadi lesu dan lemas serta penderita bisa meninggal bila kehilangan cairan tubuh lebih banyak lagi (Depkes,2010).

2.5.5. Penatalaksanaan

  Menurut Mansjoer(2008), pada orang dewasa penatalaksanaan diare akut akibat infeksi terdiri atas:

1. Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan.

  Empat hal penting yang perlu diperhatikan adalah: a.

  Jenis cairan Pada diare akut yang ringan dapat diberikan oralit. Diberikan cairan Ringer laktat, bila tak tersedia dapat diberikan cairan NaCl isotonik ditambah satu ampul Na bikarbonat 7,5 % 50 ml.

  b.

  Jumlah cairan Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang dikeluarkan.

  Kehilangan cairan tubuh dapat dihitung dengan beberapa cara, yaitu:

  Metode Dell1973 dalam Suharyono (2008),yang berdasarkan keadaan klinis : Derajat Dehidrasi % Kehilangan Cairan Tubuh x Kg BB)

  Ringan <5 %, dengan keluhan haus. Sedang 5-10%, keluhan sangat haus, turgor kulit kurang,ubun- ubun dan mata cekung, mukosa kering, takikardi, hipotensi, oliguria dan anuria. Berat >10% pasien berada dalam keadaan tidak sadarkan diri

  (syok/renjatan)

  Metode Daldiyono dalam Mansjoer (2008), berdasarkan keadaaan klinis yang diberi penilaian/skor.

Tabel 2.2 Penilaian Skor Dehidrasi Menurut Daldiyono Klinis Skor

  Rasa haus/ muntah

  1 Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg

  1 Tekanan darah sistolik < 60 mmHg

  2 Frekuensinadi > 120 x/menit

  1 Kesadaran apatis

  1 Kesadaran somnolen, stupor atau koma

  2 Frekuensinapas > 30 x/menit

  1 Fasies kolerika

  2 Obat antidiare bersifat simtomatik dan diberikan sangat hati-hati atas pertimbangan yang rasional.

  3. Terapi simtomatik.

  Kebutuhan cairan:

  Secara klinis, ditentukan jenis diare koleriform atau disentriform. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan penunjang yang terarah.

  2. Identifikasi penyebab diare akut karena infeksi.

  Jadwal pemberian cairan Rehidrasi dengan perhitungan kebutuhan cairan berdasarkan metode Daldiyono diberikan pada 2 jam pertama. Selanjutnya dilakukan penilaian kembali status hidrasi untuk memperhitungkan kebutuhan cairan. Rehidrasi diharapkan terpenuhi lengkap pada akhir jam ke-3.

  d.

  Jalan masuk atau cara pemberian cairan Rute pemberian cairan pada orang dewasa dapat dipilih oral atau intra vena.

  15 x 10 % kg BB x 1 liter c.

  Skor

  2

Tabel 2.2 Lanjutan

  1

  1

  1

  2

  Ekstremitas dingin Sianosis Umur 50 -60 tahun Umur > 60 tahun

  Washer woman’s hand

  Vox cholerica Tugor kulit menurun

  

Klinis Skor

  • 1
  • 2
Antimotilitas dan sekresi usus seperti loperamid, sebaiknya jangan dipakai pada infeksi salmonela, shigela, dan kolitis pseudomembran, karena akan memperburuk diare yang diakibatkan bakteri enteroinvasif akibat perpanjangan waktu kontak antara bakteri dengan epitel usus. Bila pasien amat kesakitan, maka dapat diberikan obat antimotilitas dan sekresi usus diatas dalam jangka pendek selama 1-2 hari saja dengan 3-4 tablet/hari; serta memperhatikan ada tidaknya glaukoma dan hipertrofi prostat. Pemberian antiemetik pada anak dan remaja, seperti metoklopropamid, dapat menimbulkan kejang akibat rangsangan ekstrapiramidal.

4. Terapi definitif Pemberian edukasi yang jelas sangat penting sebagai langkah pencegahan.

  Higiene perorangan, sanitasi lingkungan, dan imunisasi melalui vaksinasi sangat berarti, selain terapi farmakologi yang tertera pada tabel berikut:

Tabel 2.3 Daftar Obat dan Dosis Berdasarkan Penyebab Diare Obat Dosis (Per Hari) Jangka Waktu

  Kolera eltor Tetrasiklin Kontrimoksazol 4x500 mg 2x3 tab (awal) 2x2 tab 4x500 mg

  2x3 tab (awal) 2x2 tab E.coli Salmonelosis Shigelosis Amebiasis Giardiasis Kandidosis Virus Kloramfenikol

  Tak memerlukan terapi Ampisilin Kontrimoksazol Siprofloksasin Ampisilin Kloramfenikol Metronidazol Tinidazol Secnidazol Tetrasiklin Kuinakrin Klorokuin Metronidazol Mikostatin Simtomatik & suportif 4x500 mg

  4x1 g 4x500 mg 2x500 mg 4x1 g 4x500 mg 4x500 mg 1x2 g 1x2 g 4x500 mg 3x100 mg 3x100 mg 3x100 mg 3x500.000 unit 7 hari

  10-14 hari 10-14 hari 3-5 hari 5 hari 5 hari 3 hari 3 hari 3 hari 10 hari 7 hari 5 hari 7 hari

  10 Hari Bila penderita tidak dirawat di unit pelayanan kesehatan maka penatalaksanaan penderita diare di rumah tangga adalah segera berikan cairan yang banyak, meneruskan pemberian makanan dan mencari pengobatan lanjutan dan anjurkan ke Puskesmas untuk mendapatkan tablet zinc.

  Adapun cara memberikan cairan pada penderita diare yaitu, segera berikan minuman / cairan yang biasa tersedia di rumah tangga, seperti : kuah sop, kuah sayur, air tajin, air teh, air matang, bila tersedia berikan oralit, karena oralit adalah cairan yang terbaik untuk diare dan tetap berikan ASI bagi bayi yang masih menetek, makin

  Penderita diare tetap diberikan makanan seperti biasa atau makanan yang dilunakkkan, mudah dicerna dan tidak merangsang seperti pedas dan asam, makanan diberikan sedikit-sedikit, tetapi sering, pemberian ASI bagi bayi ditingkatkan, susu kaleng (formula) dapat diteruskan dan setelah diare, berikan makanan ekstra sampai 2 minggu. Bila diare tidak membaik sampai 3 hari, atau ada satu / lebih tanda-tanda seperti diare terus-menerus, muntah berulang, demam, tidak mau makan / minum, kelihatan sangat haus dan ada darah dalam tinja maka diperlukan pengobatan lanjutan ke petugas kesehatan seperti puskesmas atau rumah sakit atau tempat praktek tenaga kesehatan.

5. Pencegahan dan penanggulangan penyakit menular

  Diare termasuk salah satu jenis penyakit menular untuk pencegahan dan penanggulangannya ada 3 pendekatan atau cara yang dapat dilakukan: a.

  Eliminasi reservoir (sumber penyakit) Eliminasi reservoir manusia sebagai sumber penyebaran penyakit dapat dilakukan dengan:

  1) Mengisolasi penderita (pasien), yaitu menempatkan pasien di tempat yang khusus untuk mengurangi kontak dengan orang lain.

  2) Karantina, adalah membatasi ruang gerak penderita dan menempatkannya bersama-sama penderita lain yang sejenis pada tempat yang khusus didesain untuk itu. Biasanya dalam waktu yang lama, misalnya karantina untuk penderita b.

  Memutus mata rantai penularan Meningkatkan sanitasi lingkungan dan higiene perorangan merupakan usaha yang penting untuk memutuskan hubungan atau mata rantai penularan penyakit menular.

  c.

  Melindungi orang-orang (kelompok) yang rentan Bayi dan anak balita merupakan kelompok usia yang rentan terhadap penyakit menular. Kelompok usia yang rentan ini perlu perlindungan khusus (spesific

  protection) dengan imunisasi, baik imunisasi aktif maupun pasif. Pada anak usia

  muda, gizi yang kurang akan menyebabkan kerentanan pada anak tersebut. Oleh sebab itu, meningkatkan gizi anak merupakan usaha pencegahan penyakit infeksi pada anak.

  Leavel dan Clark dalam Ryadi,S 2011 mengemukakan ada tiga tingkatan dalam proses pencegahan terhadap timbulnya suatu penyakit yang dapat dilakukan pada fase sebelum sakit atau fase pre-patogenesis dengan melakukan pencegahan primer. Kemudian fase selama proses sakit atau fase pathogenesis dengan melakukan pencegahan sekunder dan pencegahan tersier.

Tabel 2.4 Lima Tingkatan Pencegahan Penyakit Diare Fase Pre-Patogenesis Fase Patogenesis

  

Pencegahan Primer Pencegahan Pencegahan Tersier

Sekunder

  Promosi Perlidungan Diagnosis Pembatasan Rehabilitasi Kesehatan, Umum dan Awal dan Ketidakmampuan dengan Spesifik dengan Perawatan Kegiatan: Kegiatan: yang Tepat

  Waktu dengan

  • Penyuluhan • Meningkatkan Kegiatan: kesehatan. Higiene Perorangan,
  • Pencegahan • Perbaikan seperti terhadap Gizi.

  mencuci komplikasi

  • Perumahan tangan pakai seperti Sehat.

  sabun sebelum dehidrasi.

  • Sanitasi makan dan

  Lingkungan • Perawatan menjamah Dehidrasi Sehat. makanan. yang tepat.

  • Pengendalian Sumber- sumber penularan

  Untuk pencegahan tersier upaya-upaya epidemiologis semakin tidak dimungkinkan lagi dilakukan. Oleh karena itu, kegiatan terbaik upaya epidemiologis adalah waktu pencegahan primer dan sedikit kegiatan untuk pencegahan sekunder.

  

2.5.6. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Diare di Daerah Rawan

Bencana Banjir

  Faktor utama yang mempengaruhi kejadian diare adalah keadaan lingkungan yang rusak akibat banjir dan perilaku masyarakat. Pada saat banjir penyakit diare dapat menular dengan cepat melalui mulut dan anus dengan perantaraan lingkungan dan perilaku yang tidak sehat, melalui tinja penderita atau orang sehat yang mengandung kuman bila berak sembarangan dapat mencemari lingkungan terutama air saat banjir, dapat juga penularan melalui makanan, atau alat dapur, yang tercemar oleh kuman dan masuk melalui mulut, kemudian terjadi diare.

  Menurut Depkes (2011), kegiatan pencegahan diare yang efektif pada masa banjir yaitu:

  1. Tetap memberikan ASI pada bayi yang berusia kurang 2 tahun.

  Menyiapkan makanan bagi seluruh anggota keluarga dengan baik dan benar dan tetap memberikan makanan pendamping ASI bagi bayi yang masih menetek.

  3. Menggunakan air bersih yang cukup dan merebus air minum sampai mendidih atau memberikan larutan klorine dengan dosis yang tepat untuk mendapatkan air yang bebas kuman. Memasak makanan sampai mendidih atau memanaskan kembali dan memakannya selagi panas dan hindari makan makanan mentah kecuali jika dikupas kulitnya.

  4. Mencuci tangan sebelum makan, sesudah berak dan sebelum menjamah makanan dengan sabun atau menggunakan hand sanitizer.

  5. Semua anggota keluarga berak di jamban yang sehat dan membuang tinja bayi ke jamban.

  Diantara semua hal di atas penyediaan air bersih yang cukup, menjaga kebersihan diri dan sanitasi lingkungan yang memadai merupakan tindakan pencegahan penyakit diare yang sangat utama yang harus dilakukan dalam keadaan banjir. Sedangkan pencegahan kematian akibat diare dapat dilakukan melalui penatalaksanaan kasus secara tepat dan kesiapsiagaan akan kemungkinan timbulnya KLB diare.

2.5.7. Keterampilan untuk Penangulangan dan Pencegahan Diare Pasca Banjir

  1. Membuat dan Memberikan Larutan Oralit Adapun langkah – langkah cara membuat oralit yang benar adalah: a. Cuci tangan dengan air dan sabun.

  b.

  Sediakan 1 gelas air yang telah dimasak / air teh (200 cc). Masukkan satu bungkus oralit kedalam satu gelas (200 cc) air masak.

  d.

  Aduk sampai larut benar.

  Sedangkan cara memberikan larutan oralit adalah sebagai berikut: a. Berikan dengan sendok atau gelas.

  b.

  Berikan sedikit-sedikit sampai habis, atau hingga anak tidak kelihatan haus.

  c.

  Bila muntah, dihentikan sekitar 10 menit, kemudian lanjutkan dengan sabar sesendok setiap 2 atau 3 menit.

  d.

  Walau diare berlanjut, oralit tetap diteruskan.

  e.

  Bila larutan oralit pertama habis, buatkan satu gelas larutan oralit berikutnya.

  f.

  Larutan oralit jangan disimpan lebih dari 24 jam setelah dicampur air. Adapun dosis oralit yang benar sebagai berikut, anak usia di bawah 1 tahun setiap kali mencret ½ gelas, 1 sampai 4 tahun setiap kali mencret 1 gelas, usia lebih 5 tahun 1½ gelas setiap mencret, dan untuk orang dewasa 2 gelas oralit setiap mencret.

  2. Mencuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer setiap akan makan/minum serta sehabis buang hajat dan sebelum menjamah makanan.

  Teknik mencuci tangan yang benar adalah sebagai berikut : a. Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan.

  b.

  Basahi kedua belah tangan dengan air mengalir.

  c.

  Sabun kedua tangan dengan sabun biasa/ anti septik.

  d.

  Gosokkan seluruh permukaan tangan secara merata.

  e.

  Bilas kedua tangan dengan air bersih yang mengalir.

  3. Seluruh anggota keluarga selalu buang air besar di jamban dan membuang tinja bayi atau anak kecil ke jamban serta memelihara jamban yang sehat, sebagai berikut: a. Jarak WC cemplung atau septic tank dengan sumber air minimal >30 meter.

  b. Lantai jamban selalu bersih dan tidak ada genangan air.

  c. Bersihkan jamban secara teratur.

  d. Di dalam jamban tidak ada kotoran yang terlihat.

  e. Tidak ada serangga ( kecoa, lalat ) dan tikus yang berkeliaran.

  f. Tersedia alat pembersih ( sabun, sikat dan air bersih).

  g. Bila ada kerusakan, segera diperbaiki.

  4. Menjaga kebersihan makanan dan minuman dengan cara: a. Menghindari makanan mentah ( kecuali buah dan sayur yang tidak rusak, dan kulitnya dapat dikupas aman untuk dimakan bila ditangani secara bersih).

  b.

  Memasak makanan sampai mendidih.

  c.

  Makan makanan sewaktu masih panas, atau panasi kembali sampai mendidih sebelum di makan.

  d.

  Mencuci dan mengeringkan sampai kering semua peralatan masak setelah digunakan.

  e.

  Mengelola dan menyiapkan makanan dengan cara yang mengurangi resiko disimpan terpisah dari bahan mentah dan peralatan yang kemungkinan tercemar).

  f.

  Mencuci bersih tangan dengan sabun atau hand sanitazer setelah buang air bersih atau setelah kontak dengan kotoran dan sebelum makan atau menyiapkan makanan atau menyuapi anak-anak.

  g.

  Merebus air sampai mendidih dan menyimpannya dalam wadah yang bersih dan tertutup atau meneteskan klorine kedalam stok air dan memastikan pencampuran yang benar, sebagai berikut:

Tabel 2.5. Dosis Klorinisasi Air Bersih

  

Jumlah Air Dosis Klorine

  1 0,6 ml atau 3 tetes liter

  10 liter 6 ml 100 liter 60 ml

  Biarkan air yang sudah diberi klor selama paling tidak 30 menit sebelum digunakan, kadar sisa klorine setelah 30 menit sebaiknya antara 0,2 dan 0,5 mg/liter.

  Bila airnya keruh (tidak jernih, banyak benda-benda endapan) saringlah sebelum diberi klor atau diberi penjernih air cepat Poly Alumunium Chlorida(PAC) dan rebuslah sampai mendidih, atau gunakan aquatab atau air rahmat selama sulit mendapatkan air bersih di daerah banjir. Aquatab atau air rahmat (air murah dan hemat) adalah desinfektan air yang instan mengandung chlor aktif 8,5mg setiap tabletnya. 1 (satu) tablet aquatab dapat digunakan untuk mendesinfeksi 20 liter air dikonsumsi oleh korban banjir.

2.6. Konsep Bencana dan Banjir

2.6.1 Pengertian Bencana

  Menurut Undang - Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan atau non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.

  Sedangkan menurut WHO (2010), bencana adalah fenomena secara tiba-tiba membawa dampak sangat parah pada lingkungan tempat tinggal dan memerlukan bantuan dari luar komunitas lokasi kejadian bencana.

  Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bencana adalah kondisi dimana fenomena alam yang tidak normal dan peristiwa akibat ulah manusia menjadi penyebab munculnya kerugian seperti korban nyawa, kerusakan lingkungan dan fasilitas pembangunan dan dampak psikologis pada korban bencana. Bencana merupakan pertemuan dari tiga unsur, yaitu ancaman bencana, kerentanan, dan kemampuan yang dipicu oleh suatu kejadian.

2.6.2. Jenis Bencana

  Menurut Undang-Undang No. 24 Tahun 2007, tentang penanggulangan 1.

  Bencana Alam Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.

  2. Bencana non Alam Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.

  3. Bencana Sosial Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, juga teror.

2.6.3. Faktor Penyebab Bencana Menurut Kementerian Negara PPN/BPPN dan BAKORNAS PB, 2006.

  Bencana dapat disebabkan oleh kejadian alam (natural disaster) maupun oleh ulah manusia (man-made disaster). Faktor-faktor yang dapat menyebabkan bencana antara lain: 1.

  Bahaya alam (natural hazards) dan bahaya karena ulah manusia (man-made

  hazards ) yang menurut United Nations International Strategy for Disaster

Reduction (UN-ISDR) dapat dikelompokkan menjadi bahaya geologi (geological

  biologi(biological hazards), bahaya teknologi (technological hazards) dan penurunankualitas lingkungan (environmental degradation).

  2. Kerentanan (vulnerability) yang tinggi dari masyarakat, infrastruktur serta elemen-elemen di dalam kota/kawasan yang berisiko bencana

Dokumen yang terkait

BAB II - Simulasi Proses Deep Drawing Pelat Jenis Stainless Steel 304 Dengan Menggunakan Software Abaqus 6.9-3

0 0 51

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Higiene Sanitasi Makanan Jajanan - Higiene Sanitasi Pengelolaan Dan Pemeriksaan Kandungan Escherichia Coli Dalam Mie Gomak Uang Dijual Di Pasar Sidikalang Tahun 2012

0 2 32

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Higiene Sanitasi Pengelolaan Dan Pemeriksaan Kandungan Escherichia Coli Dalam Mie Gomak Uang Dijual Di Pasar Sidikalang Tahun 2012

0 1 7

Tanggap Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Bawang Merah (Allium Ascalonicum L.) Terhadap Pemberian Pupuk Fosfat Dan Asam Humat.

0 0 9

Tanggap Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Bawang Merah (Allium Ascalonicum L.) Terhadap Pemberian Pupuk Fosfat Dan Asam Humat.

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pengobatan Sendiri - Evaluasi Tingkat Kesalahan Pengobatan Sendiri (Swamedikasi) Di Kalangan Mahasiswa Universitas Sumatera Utara

0 1 29

Perancangan Sistem Pakar Untuk Mendiagnosa Kerusakan Handphone Dengan Metode Certainty Factor (Cf) Berbasis Web

0 0 91

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Pakar - Perancangan Sistem Pakar Untuk Mendiagnosa Kerusakan Handphone Dengan Metode Certainty Factor (Cf) Berbasis Web

0 0 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pemasaran - Pengaruh Customer Retention, Switching Cost, dan Trust in Brand terhadap Customer Retention Produk Kartu Seluler Prabayar simPATI pada Mahasiswa S1 Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Sumatera Utara

0 1 18

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Pemberian cookies Substitusi Tepung Tempe terhadap Pertumbuhan Anak Batita Gizi Kurang di Kelurahan Pakuan Baru Kota Jambi Tahun 2013

0 0 7