Karakterisasi Simplisia Dan Skrining Fitokimia Serta Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Ceremai (Phyllanthus Acidus (L.) Skeels)

  BAB II TINJ AUAN PUSTAKA

  2.1 Ur aian Tumbuhan Cer emai ( Phyllanthus acidus (L.) Skeels)

  2.1.1 Sistematika tumbuhan Sistematika tumbuhan Ceremai menurut Tjitrosoepomo (1991) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Phyllanthus Spesies :

  Phyllanthus acidus (L.) Skeels

  2.1.2 Nama lain Tumbuhan ceremai memiliki nama lain yaitu: a. Sinonim

  : Phyllanthus distichus MUELL. ARG., Cicca nodiflora LAMK, Cicca disticha L. (Heyne, 1987).

  b.

  Nama asing : Star Gooseberry (Inggris), karmay (Filiphina), ma rom

  (Thailand), grosella (Spanyol), chermai (Malaysia), cerisier de tahiti (Perancis) (Orwa, et al., 2009).

  c.

  Nama daerah : Ceremoi (Aceh), cerme (Gayo), cerme (Batak), ceremin (Ternate), camin-camin (Minangkabau) (Heyne, 1987).

  2.1.3 Habitat Tumbuhan ceremai tumbuh dengan baik di daerah tropis pada ketinggian rendah hingga menengah (0-1000 m diatas permukaan laut) di tempat dengan musim kering pendek atau berkepanjangan. Tumbuhan ceremai dapat tumbuh di berbagai jenis tanah termasuk tanah yang sangat berpasir (Orwa, et al., 1999).

  2.1.4 Mor fologi Tumbuhan ceremai merupakan pohon kecil dengan tinggi ± 10 m. Batang tegak, bulat, berkayu, mudah patah, kasar dan berwarna coklat muda. Percabangan merupakan percabangan monopodial. Helai daun lonjong, ujung runcing, pangkal tumpul, tepi rata, pertulangan menyirip, permukaan halus, panjang 2-9 cm, lebar 1,5-4 cm, dan berwarna hijau muda. Daun merupakan daun majemuk. Bunga merupakan bunga majemuk, bulat, tangkai silindris, panjang ± 1 cm, kelopak berbentuk bintang, dan mahkota berwarna merah muda. Buah bulat, permukaaan berlekuk, berwarna kuning keputih-putihan. Biji bulat pipih dan berwarna coklat muda. Akar merupakan akar tunggang dan berwarna coklat muda (Hutapea, 1994).

  2.1.5 Kandungan kimia Daun, kulit batang, dan kayu mengandung saponin, flavonoida dan tanin.

  Akar mengandung saponin, asam galus, zat samak dan zat beracun. Buah mengandung vitamin C (Dalimartha, 1999).

a. Saponin

  Saponin adalah glikosida triterpenoida dan sterol. Senyawa golongan ini banyak terdapat pada tumbuhan tinggi, merupakan senyawa dengan rasa yang pahit dan mampu membentuk larutan koloidal dalam air serta menghasilkan busa jika dikocok dalam air. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan, bersifat seperti sabun dan dapat di uji berdasarkan kemampuannya membentuk busa.

  Pembentukan busa yang mantap sewaktu mengekstraksi tumbuhan atau pada waktu memekatkan ekstrak tumbuhan merupakan bukti terpercaya akan adanya saponin (Harbone, 1987). Senyawa ini dapat mengiritasi membran mukosa dan pada konsentrasi rendah dapat menyebabkan hemolisa sel darah merah. Saponin dapat menurunkan tegangan permukaan dari larutan berair sehingga dalam bidang farmasi digunakan sebagai penstabil sediaan suspensi (Tyler, 1976).

b. Tanin

  Tanin didefinisikan sebagai makromolekul senyawa fenolik yang larut dalam air yang mempunyai sifat khusus yaitu kemampuannya mengendapkan alkaloid, gelatin dan protein lainnya. Metabolit sekunder ini dibagi menjadi 2 kelompok utama yaitu tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi (Khanbabaee, et al., 2001)

  Penyebarannya hampir pada semua tumbuhan dan biasanya terdapat pada bagian daun, buah, akar serta batang. Tanin dan senyawa turunannya bekerja dengan jalan menciutkan selaput lendir pada saluran pencernaan dan di bagian kulit yang luka. Pada perawatan untuk luka bakar, tanin dapat mempercepat pembentukan jaringan yang baru sekaligus dapat melindunginya dari infeksi atau sebagai antiseptik (Tyler, 1976).

  Menurut batasannya tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk kopolimer mantap yang tidak larut dalam air. Dalam industri, tanin mampu mengubah kulit hewan yang mentah menjadi kulit siap pakai karena kemampuannya menyambung silang protein. Tanin dapat diidentifikasi dengan cara penambahan pereaksi ferri klorida, menghasilkan warna hijau kehitaman atau biru kehitaman (Harborne, 1987).

  c. Flavonoida

  Flavonoida merupakan salah satu golongan fenol alam yang mengandung 15 atom karbon dalam inti dasarnya, yang tersusun dalam konfigurasi C

  6 -C 3 -C

  6

  yaitu dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh satuan tiga karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga pada umumnya tersebar luas pada tumbuhan hijau (Markham, 1988).

  Umumnya senyawa flavonoida dalam tumbuhan terikat dengan gula disebut sebagai glikosida dan aglikon flavonoida yang berbeda-beda mungkin saja terdapat pada satu tumbuhan dalam beberapa bentuk kombinasi glikosida. Oleh karena itu dalam menganalisis flavonoida biasanya lebih baik memeriksa aglikon yang telah dihidrolisis dibandingkan dalam bentuk glikosida dengan kerumitan strukturnya. Flavonoida berkhasiat sebagai antioksidan, antibakteri dan inflamasi (Harbone, 1987).

  d. Glikosida

  Glikosida adalah suatu senyawa yang jika dihidrolisis akan menghasilkan bagian gula yang disebut glikon dan bagian bukan gula disebut aglikon. Gula yang dihasilkan biasanya adalah glukosa, ramnosa, dan lain sebagainya. Jika bagian gulanya adalah glukosa maka disebut glukosida, sedangkan jika bagian gulanya selain glukosa disebut glikosida.

  Berdasarkan hubungan ikatan antara glikon dan aglikonnya, glikosida dibagi (Robinson, 1995): a.

  O-glikosida, yaitu senyawa glikosida yang ikatan antara glikon dan aglikonnya dihubungkan oleh atom O. Contoh: Salisin.

  b.

  S-glikosida, yaitu senyawa glikosida yang ikatan antara glikon dan aglikonnya dihubungkan oleh atom S. Contoh: Sinigrin.

  c.

  N-glikosida, yaitu senyawa glikosida yang ikatan antara glikon dan aglikonnya dihubungkan oleh atom N. Contoh: Adenosine.

  d. C-glikosida, yaitu senyawa glikosida yang ikatan antara glikon dan aglikonnya dihubungkan oleh atom C. Contoh: Barbaloin.

  2.1.6 Khasiat Daun ceremai (Phyllanthus acidus (L.) Skeels) berkhasiat untuk obat batuk asma dan biji untuk obat sembelit dan berdahak, dan sariawan, akar untuk obat mual (Muhadi, et al., 2006). Daun ceremai telah terbukti memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan aktivitas anti Candida albicans (Jagessar et al., 2008). jamur terhadap

  2.2 Ekstr aksi

  2.2.1 Penger tian ekstr aksi Ekstraksi adalah suatu cara untuk menarik satu atau lebih zat dari bahan asal dengan menggunakan pelarut (Syamsuni, 2006). Zat aktif yang terdapat dalam simplisia tersebut dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloida, flavonoida dan lain-lain (Depkes, 2000). Tujuan utama ekstraksi ini adalah untuk mendapatkan atau memisahkan sebanyak mungkin zat-zat yang memiliki khasiat pengobatan (Syamsuni, 2006).

2.2.2 Metode ekstraksi

  Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat dilakukan dengan beberapa cara (Depkes, 2000) yaitu:

  a. Maserasi

  Maserasi berasal dari kata “macerare” artinya melunakkan. Maserat adalah hasil penarikan simplisia dengan cara maserasi, sedangkan maserasi adalah cara penarikan simplisia dengan merendam simplisia tersebut dalam cairan penyari (Syamsuni, 2006) dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar, sedangkan remaserasi merupakan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya (Depkes, 2000).

  b. Perkolasi

  Percolare berasal dari kata “colare”, artinya menyerkai dan “per”=through, artinya menembus (Syamsuni, 2006). Dengan demikian, perkolasi adalah suatu cara penarikan memakai alat yang disebut perkolator dimana simplisia terendam dalam cairan penyari, zat-zat akan terlarut dan larutan tersebut akan menetes secara beraturan (Syamsuni, 2006). Prosesnya terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan perkolat) sampai diperoleh ekstrak (Depkes, 2000).

  c. Refluks

  Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan pelarut akan terdestilasi menuju pendingin dan akan kembali ke labu (Depkes, 2000).

  d. Sokletasi

  Sokletasi adalah ekstraksi kontinu menggunakan alat soklet, dimana pelarut akan terdestilasi dari labu menuju pendingin, kemudian jatuh membasahi dan merendam sampel yang mengisi bagian tengah alat soklet setelah pelarut mencapai tinggi tertentu maka akan turun ke labu destilasi, demikian berulang- ulang (Depkes, 2000).

  e. Infus

  Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati dengan air pada suhu 90°C selama 15 menit (Depkes, 2000).

  2.2.3 Ekstr ak Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes, 1995).

  Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku obat secara perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan dengan cara destilasi dengan pengurangan tekanan, agar bahan utama obat sesedikit mungkin terkena panas (Depkes, 1995).

  2.3 Ur aian Bakter i

  2.3.1 Penger tian bakter i Bakteri adalah mikroorganisme yang bersel satu, berkembang biak dengan cara membelah diri, serta demikian kecilnya sehingga hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop (Dwijoseputro, 1978).

  Berdasarkan pengecatan gram, maka bakteri dapat dibedakan menjadi dua bagian (Pratiwi, 2008) yaitu :

  1. Bakteri gram positif, yaitu bakteri yang memberikan warna ungu saat diwarnai dengan zat warna pertama (kristal violet) dan setelah dicuci dengan alkohol, warna ungu tersebut akan tetap kelihatan. Kemudian ditambahkan zat warna kedua (safranin), warna ungu pada bakteri tidak berubah.

  2. Bakteri gram negatif, yaitu bakteri yang yang memberikan warna ungu saat diwarnai dengan zat warna pertama (kristal violet) namun setelah dicuci dengan alkohol, warna ungu tersebut akan hilang. Kemudian ditambahkan zat warna kedua (safranin) akan menghasilkan warna merah.

  2.3.2 Ur aian Staphylococcus aureus

  Staphylococcus merupakan sel gram positif, berbentuk bulat, biasanya

  tersusun dalam rangkaian tak beraturan seperti anggur (Jawetz, et al., 2005), berwarna kuning dan bersifat saprobe atau patogen (Dwidjoseputro, 1978)

  Sistematika Staphylococcus aureus (Dwidjoseputro, 1978)

  Divisi : Protophyta Kelas : Schizomycetes Ordo : Eubacteriales Famili : Micrococcacea Genus : Staphylococcus Spesies : Staphylococcus aureus

  Staphylococcus aureus (Jawetz, et al., 2005) Mor fologi a.

  Ciri-ciri bakteri Staphylococcus aureus Sel berbentuk bola dengan diameter rata sekitar 1µm dan tersusun dalam kelompok-kelompok tak beraturan. Pada biakan cair terlihat dalam bentuk kokus tunggal, berpasangan, berbentuk tetrad dan berbentuk rantai. Bakteri Staphylococcus aureus tidak bergerak dan tidak membentuk spora.

  b.

  Biakan Bakteri Staphylococcus aureus

  Staphylococcus mudah tumbuh pada kebanyakan perbenihan bakteri dalam keadaan aerobik atau mikroaerofilik dan tumbuh paling cepat pada suhu 37°C.

  Koloni pada perbenihan berbentuk bundar, halus, menonjol, dan berkilau. Bakteri ini membentuk koloni berwarna abu-abu sampai kuning emas tua.

  Escherichia coli

  2.3.3 Ur aian

  Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif aerobik atau anaerobik

  fakultatif yang habitat alaminya adalah usus besar manusia dan hewan (Jawetz, et al., 2005), berbentuk batang, bergerak dengan flagel yang peritrik atau tidak bergerak dan memiliki kemampuan menguraikan glukosa dan menghasilkan gas (Dwidjoseputro, 1978).

  Sistematika Escherichia coli (Dwidjoseputro, 1978)

  Divisi : Protophyta Kelas : Schizomycetes Odo : Eubacteriales Famili : Enterobacteriaceae Genus : Escherichia Spesies : Escherichia coli

  2.3.4 Faktor -faktor yang mempengar uhi per tumbuhan bakter i

  a. Nutrisi

  Untuk keperluan hidupnya, semua mahluk hidup memerlukan bahan makanan. Bahan makanan ini diperlukan untuk sintesis bahan sel dan untuk mendapatkan energi. Demikian juga dengan mikroorganisme, untuk kehidupannya membutuhkan energi dari lingkungannya. Bahan tersebut dinamakan nutrisi atau zat gizi (Waluyo, 2004).

  Semua mikroorganisme memerlukan nutrisi sebagai sumber energi dan pertumbuhan selnya. Unsur-unsur dasar tersebut adalah karbon, nitrogen, sulfur, zat besi dan sejumlah kecil logam-logam lainnya. Kekurangan sumber nutrisi ini dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba hingga pada akhirnya dapat menyebabkan kematian (Gamman, 1992).

  b. Temperatur

  Bakteri sangat peka terhadap suhu atau temperatur dan daya tahannya tidak sama untuk semua spesies. Bakteri dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok berdasarkan suhu pertumbuhan yang diperlukan, diantaranya: a.

  

Bakteri Psikrofil, yakni mikroorganisme yang dapat tumbuh baik pada suhu 0-

  20°C, dengan suhu optimumnya adalah 10-20°C. Kebanyakan golongan ini tumbuh di tempat dingin.

  b.

  

Bakteri Mesofil, mikroorganisme yang dapat hidup dengan baik pada suhu 5-

  60°C, dan memiliki suhu pertumbuhan optimal antara 20-45°C. Umumnya mikroba ini hidup dalam saluran pencernaan.

  c.

  

Bakteri Termofil, mikroorganisme dapat tumbuh baik pada suhu 45-80°C.

  Suhu optimumnya antara 50-60°C, mikroba ini terutama terdapat di tempat yang bertemperatur tinggi (Gamman, 1992).

c. Oksigen

  Oksigen dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Bakteri dapat dibedakan menjadi 4 kelompok berdasarkan kebutuhan oksigen selama pertumbuhan antara lain: 1.

  Aerob yaitu bakteri yang membutuhkan oksigen di dalam pertumbuhannya.

  2. Anaerob yaitu bakteri yang tidak membutuhkan oksigen di dalam pertumbuhannya, bahkan oksigen ini dapat menjadi racun bagi bakteri tersebut.

  3. Anaerob fakultatif yaitu bakteri yang dapat hidup tumbuh dengan atau tanpa adanya oksigen.

  4. Mikroaerofilik yaitu bakteri yang memerlukan hanya sedikit oksigen dalam pertumbuhannya.

  d. pH

  Pertumbuhan bakteri juga memerlukan pH tertentu, namun umumnya bakteri memiliki jarak pH yaitu sekitar pH 6,5-7,5 atau pada pH netral (Waluyo, 2004).

  Untuk tiap mikroorganisme dikenal nilai pH minimum, optimum, dan maksimum. Atas dasar daerah, pH bagi kehidupan mikroba, dibedakan adanya 3 golongan besar (Suriawira, 2005) yaitu:

  1. Mikroba yang asidofilik, yaitu yang dapat tumbuh pada pH antara 2,0-5,0 2.

  Mikroba yang netrofilik, yaitu yang dapat tumbuh pada pH antara 5,5-8,0 3. Mikroba yang alkalifilik, yaitu yang dapat tumbuh pada pH antara 8,7-9,5

  e. Air dan kelembaban

  Semua organisme membutuhkan air untuk kehidupannya. Air berperan dalam reaksi metabolik dalam sel dan merupakan alat pengangkut zat-zat gizi ke dalam dan ke luar sel. Jumlah air dalam yang terdapat dalam bahan pangan atau larutan dikenal sebagai aktivitas air (water activity = a w ). Air murni mempunyai a w = 1,0.

  Jenis mikroorganisme yang berbeda membutuhkan jumlah air yang berbeda pula dalam pertumbuhannya. Bakteri umumnya tumbuh dan berkembang biak hanya dalam media dengan a w tinggi (0,91), jamur membutuhkan nilai a w lebih rendah (0,87-0,91).

  Mikroba mempunyai nilai kelembapan optimum. Pada umumnya untuk pertumbuhan ragi dan bakteri diperlukan kelembapan yang tinggi di atas 85%, sedangkan untuk jamur memerlukan kelembapan yang rendah di bawah 80%. Bakteri merupakan mahluk yang suka akan keadaan basah, bahkan hidup di dalam air. Hanya di dalam air yang tertutup tidak dapat hidup subur, hal ini disebabkan karena kurangnya udara dan jika udara kering maka bakteri akan mati (Waluyo, 2004).

  f. Tekanan Osmosis

  Osmosis merupakan perpindahan air melewati membran semipermiabel karena ketidakseimbangan material terlarut dalam media. Dalam larutan hipotonik air akan masuk ke dalam sel mikroorganisme, sedangkan dalam larutan hipertonik air akan keluar dari dalam sel mikroorganisme sehingga membran plasma mengkerut dan lepas dari dinding sel (plasmolisis), serta menyebabkan sel secara metabolik tidak aktif. Mikroorganisme halofil mampu tumbuh pada lingkungan hipertonik dengan kadar garam yang tinggi, contohnya Halobacterium halobium (Gamman, 1992).

  2.4 Ster ilisasi Steril merupakan keadaan suatu zat yang bebas dari mikroba hidup, baik yang menimbulkan penyakit maupun tidak menimbulkan penyakit, sedangkan sterilisasi adalah suatu proses untuk membuat ruang atau benda menjadi steril (Syamsuni, 2006).

  Peralatan yang dipergunakan dalam uji antibakteri harus dalam keadaan steril, artinya pada peralatan tersebut tidak didapatkan bakteri, baik yang akan merusak media dan proses yang sedang berlangssung.

  Steril didapatkan melalui sterilisasi, cara sterilisasi yang umum dilakukan antara lain : a.

  Sterilisasi secara fisik, misalnya dengan pemanasan penggunaan sinar gelombang pendek seperti sinar X, sinar gama dan sinar ultra violet.

  b.

  Sterilisasi secara kimiawi, dengan menggunakan desinfektan dan larutan alkohol (Suriawira, 2005).

2.4.1 Sterilisasi dengan pemanasan secara kering

  Pemanasan secara kering menggunakan alat yang dinamakan dengan oven, yaitu lemari pengering dengan dinding ganda, dilengkapi dengan termometer dan lubang tempat keluar masuknya udara, dan dipanaskan dengan gas atau listrik (Depkes, 1979). Selain dengan oven, sterilisasi dengan pemanasan secara kering bisa dilakukan dengan pemijaran. Pemijaran dilakukan dengan memakai api gas dengan nyala api tidak berwarna atau api dari lampu spiritus. Cara ini sangat sederhana, cepat dan menjamin sterilisasi bahan atau alat yang disterilkan, tetapi penggunaannya terbatas hanya untuk beberapa alat atau bahan saja. Biasanya alat- alat yang disterilkan dengan pemijaran ini antara lain benda - benda logam (pinset, penjepit krus), tabung reaksi, mulut wadah seperti erlemeyer, botol dan lainnya.

  Sedangkan mortar dan stamfer disiram dengan alkohol kemudian dibakar (Syamsuni, 2006).

2.4.2 Sterilisasi dengan pemanasan secara basah

  Sterilisasi dengan pemanasan secara basah menggunakan temperatur di atas 100°C dilakukan dengan uap yaitu menggunakan autoklaf. Prinsip autoklaf adalah terjadinya koagulasi protein yang cepat dalam keadaan basah dibandingkan keadaan kering. Siklus sterilisasi dengan pemanasan secara basah meliputi tahap pemanasan, tahap sterilisasi dan tahap pendinginan (Pratiwi, 2008).

  2.5 Uji Aktivitas Antibakter i Pengujian aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara difusi dan dilusi (Pratiwi, 2008).

  2.5.1 Car a difusi Sebagai pencadang dapat digunakan cakram kertas, silinder gelas, porselen, punch hole). logam strip plastik dan pencetak lubang (

  a Cara tuang

  Media agar yang telah diinokulasikan dengan suspensi bakteri uji dituangkan ke dalam cawan petri, dan dibiarkan memadat. Ke dalam cakram yang digunakan di teteskan zat antibakteri, kemudian diinkubasikan pada suhu 37°C selama 18 -24 jam. Daerah bening yang terdapat di sekeliling cakram kertas atau silinder menunjukkan hambatan pertumbuhan bakteri, diamati dan diukur.

  b Cara sebar Media agar dituangkan ke dalam cawan petri kemudian dibiarkan memadat.

  Lalu disebarkan suspensi bakteri uji. Media dilubangi dengan alat pencetak lubang (punch hole), ke dalamnya diteteskan zat antibakteri, didiamkan, diinkubasikan pada suhu 37°C selama 18-24 jam. Zona hambat diukur yaitu daerah bening disekitar lubang dengan menggunakan jangka sorong.

  2.5.2 Car a dilusi Metode ini menggunakan antimikroba dengan kadar yang menurun secara bertahap, baik dengan media cair atau padat. Kemudian media diinokulasi bakteri uji dan dieramkan. Tahap akhir dilarutkan antimikroba dengan kadar yang menghambat atau mematikan. Uji kepekaan cara dilusi agar memakan waktu dan penggunaannya dibatasi pada keadaan tertentu saja (Jawetz, dkk., 2005).

  2.6 Mekanisme Ker ja Antibakter i Berbagai faktor yang mempengaruhi penghambatan mikroorganisme mencakup kepadatan populasi mikroorganisme, kepekaan terhadap bahan antimikroba, volume bahan yang disterilkan, lamanya bahan antimikroba diaplikasikan pada mikroorganime, konsentrasi bahan antimikroba, suhu dan kandungan bahan organik (Lay, 1994). Semua substansi yang diketahui memiliki kemampuan untuk menghalangi pertumbuhan organisme lain khususnya mikroorganisme disebut sebagai antibiotik. Antibiotik berdasarkan spektrum atau kisaran kerja dapat diklasifikasikan menjadi antibiotik berspektrum sempit narrow spectrum) yang hanya mampu menghambat atau membunuh segolongan ( jenis bakteri saja dan antibiotik berspektrum luas ( broad spectrum) yang dapat menghambat atau membunuh bakteri dari golongan gram positif maupun gram negatif. Berdasarkan mekanisme kerja, antibiotik dibedakan menjadi lima, yaitu antibiotik dengan mekanisme penghambatan sintesis dinding sel, perusakan membran plasma, penghambatan sintesis protein, penghambatan sintesis asam nukleat dan penghambatan sintesis metabolit esensial (Pratiwi, 2008).

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Laporan Keuangan 2.1.1 Pengertian Analisis Laporan Keuangan - Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan Dengan Refined Economic Value Added dan Financial Value Added Serta Pengaruhnya Terhadap Harga Saham Perusahaan Food An

0 0 24

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan Dengan Refined Economic Value Added dan Financial Value Added Serta Pengaruhnya Terhadap Harga Saham Perusahaan Food And Beverage Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 9

Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan Dengan Refined Economic Value Added dan Financial Value Added Serta Pengaruhnya Terhadap Harga Saham Perusahaan Food And Beverage Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 2 11

Pengaruh Ketidakpuasan Konsumen Dan Kebutuhan Mencari Variasi Terhadap Keputusan Perpindahan Merek Dari Smartphone Blackberry Pada Mahasiswa Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sumatera Utara

0 1 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Merek 2.1.1 Pengertian Merek - Pengaruh Ketidakpuasan Konsumen Dan Kebutuhan Mencari Variasi Terhadap Keputusan Perpindahan Merek Dari Smartphone Blackberry Pada Mahasiswa Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Uni

0 0 15

BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Ketidakpuasan Konsumen Dan Kebutuhan Mencari Variasi Terhadap Keputusan Perpindahan Merek Dari Smartphone Blackberry Pada Mahasiswa Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sumatera

0 0 9

Pengaruh Ketidakpuasan Konsumen Dan Kebutuhan Mencari Variasi Terhadap Keputusan Perpindahan Merek Dari Smartphone Blackberry Pada Mahasiswa Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sumatera Utara

0 0 10

Karakteristik Kertas Berbahan Baku Kulit Durian Dan Sampah Kertas Perkantoran

0 1 17

Karakteristik Kertas Berbahan Baku Kulit Durian Dan Sampah Kertas Perkantoran

0 0 14

Uji Berbagai Tingkat Kecepatan Putaran Terhadap Kualitas Hasil Pada Alat Pengering Kelapa Parut (Desiccated Coconut)

0 1 14