Pengaruh Konsentrasi Kolkisin Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Kacang Panjang (Vigna Sinensis L)

  

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

  Klasifikasi tanaman kacang panjang Plantamor. com, (2012) sebagai berikut: Kingdom : Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Sub Kelas : Rosidae Ordo : Fabales Famili (suku polong-polongan) Genus Spesies : Vigna sinensis (L.) Savi Ex Has Sebagian besar tanaman yang dibudidayakan adalah tanaman tetraploid.

  Ada dua bentuk tanaman utama, yaitu tipe menjalar dengan pertumbuhan merayap atau menyebar dan tipe semak dengan pertumbuhan agak lebih tegak dan kurang menyebar (Tindal, 1983).

  Tanaman kacang panjang memilki akar dengan sistem perakaran tunggang. Akar tunggang adalah akar yang terdiri atas satu akar besar yang merupakan kelanjutan batang. Sistem perakaran tanaman kacang panjang dapat

  • – menembus lapisan olah tanah pada kedalaman hingga + 60 cm dan cabang
cabang akarnya dapat bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium sp. Untuk mengikat unsur nitrogen (N2) dari udara sehingga bermanfaaat untuk menyuburkan tanah.

  Kacang panjang dapat menghasilkan 198 kg bintil akar/tahun atau setara dengan 400 kg pupuk urea (Mandiri, 2011).

  Batang tanaman kacang panjang memiliki ciri-ciri liat, tidak berambut, berbentuk bulat, panjang, bersifat keras, dan berukuran kecil dengan diameter sekitar 0,6

  • – 1 cm. Tanaman yang pertumbuhannya bagus, diameter batangnya dapat mencapai 1,2 cm lebih. Batang tanaman berwarna hijau tua dan bercabang banyak yang menyebar rata sehingga tanaman rindang. Pada bagian percabangan, batang mengalami penebalan (Cahyono, 1986).

  Daun kacang panjang merupakan daun majemuk yang bersusun tiga helai. Daun berbentuk lonjong dengan ujung daun runcing (hamper segitiga). Tepi daun rata, tidak berbentuk, dan mememiliki tulang daun yang menyirip. Kedudukan daun tegak agak mendatar dan memiliki tangkai utama. Daun panjangnya antara 9

  • – 13 cm dan panjang tangkai daun 0,6 cm. permukaan daun kasar. Permukaan daun bagian atas berwarna hijau tua, sedangkan permukaan daun bagian bawah berwarna lebih muda. Ukuran daun kacang panjang sangat bervariasi, yakni panjang daun antara 9
  • – 15 cm dan labar daun antara 5 – 8 cm ( Cahyono, 1986).

  Bunga tanaman ini terdapat pada ketiak daun, majemuk, tangkai silindris, panjang kurang lebih 12 cm, berwarna hijau keputih-putihan, mahkota berbentuk kupu-kupu, berwarna putih keunguan, benang sari bertangkai, panjang kurang lebih 2 cm, berwarna putih, Bunga tanaman kacang panjang tergolong bunga sempurna, yakni dalam satu bunga terdapat alat kelamin betina (putik) dan alat kelamin jantan (benang sari) kepala sari kuning, putik bertangkai, berwarna kuning, panjang kurang lebih 1 cm, dan berwarna ungu (Hutapea et al., 1994).

  Buah kacang panjang berbentuk polong, bulat, dan ramping, dengan ukuran panjang sekitar 10 - 80 cm. Polong muda berwarna hijau sampai keputih- putihan, sedangkan polong yang telah tua berwarna kekuning-kuningan. Setiap polong berisi 8 - 20 biji (Samadi, 2003).

  Biji kacang panjang berbebtuk bulat panjang dan agak pipih, tetapi kadang

  • – kadang juga terdapat sedikit melengkung. Biji yang telah tua memiliki warna yang beragam, yaitu kuning, coklat, kuning kemerah-merahan, putih, hitam, merah, dan putih bercak merah (merah putih), bergantung pada jenis dan varietasnya. Biji memiliki ukuran besar (panjang x lebar), yaitu 8-9 mm x 5-6 mm (Cahyono, 1986).

  Syarat Tumbuh Iklim

  Suhu rata-rata harian agar tanaman kacang panjang dapat beradaptasi baik adalah 20 -30 C dengan suhu optimum 25 C. tanaman ini membutuhkan banyak sinar matahari. Tempat yang terlindung (teduh) menyebabkan pertumbuhan kacang panjang agak terlambat, kurus dan berbuah jarang/sedikit, sedangkan curah hujan yang dibutuhkan adalah antara 600 1500 mm/tahun (Rukmana, 1995).

  Kelembaban udara yang sesuai untuk pertumbuhan kacang panjang antara 60 - 80%. Kelembaban udara yang lebih tinggi dari batasan tersebut berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan tanaman, yaitu pertumbuhan tanaman tidak subur, kurus, produksi dan kualitas polong rendah, sehingga apabila penanaman ditunjukkan untuk pembenihan maka produksi biji rendah (Cahyono, 1986).

  Tanah

  Tanaman kacang panjang dapat diusahakan hampir pada semua jenis tanah. Namun, untuk memperoleh hasil optimal, akan lebih baik bila ditanam pada tanah yang subur. Jenis tanah yang subur. Jenis tanah yang paling cocok bagi pertumbuhan tanaman kacang panjang adalah tanah berstruktur liat dan berpasir.

  Derajat keasaman tanah (pH) yang dibutuhkan adalah 5,5-6,5 (Mandiri, 2011).

  Letak geografis tanah (ketinggian tempat) juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Hal ini disebabkan letak geografis tanah atau ketinggian tempat sangat berhubungan erat dengan kondisi iklim (suhu, udara, kelembapan, udara curah hujan, dan penyinaran cahaya matahari). Letak geografis tanah atau ketinggian tempat yang ideal untuk tempat pembudidayaan tanaman kacang panjang adalah daerah yang memiliki ketinggian antara 200-300 m dpl (Cahyono, 1986).

  Mutasi Buatan

  Dalam bidang pemuliaan tanaman, teknik mutasi dapat meningkatkan keragaman genetik tanaman memungkinkan pemuliaan melakukan seleksi genotipe tanaman sesuai dengan tujuan pemuliaan yang dikehendaki. Mutasi induksi dapat dilakukan pada tanaman dengan perlakuan bahan mutagen tertentu terhadap organ tanaman seperti biji, stek batang, serbuk sari, akar, rizoma. Media ukur jaringan dan sebagainya (BATAN, 2006).

Pemuliaan mutasi adalah mutasi buatan untuk mendapatkan varietas tanaman yang unggul. Istilah “pemuliaan mutasi” kadan-kadang digunakan untuk

  menunjukkan pemakaian mutagen oleh pemulia tanaman dalam usahanya untuk menciptakan keragaman dari mutasi buatan. Ini berlawanan dengan pemuliaan konvensional dimana pemulia tanaman bergantung pada keragaman alami dan keuntungannya diperoleh dari rekombinasi gen, kadang-kadang dibantu dengan hibridisai (Crowder, 1997).

  Teknik mutasi buatan merupakan usaha merubah susunan atau jumlah materi genetik/ DNA dengan menggunakan radiasi sinar radio aktif (sinar x, alpha, beta dan gamma) atau denga senyawa (kolkisin). Teknik mutasi dengan sinar gamma biasanya ditujukan untuk menghasilkan biji-biji tanaman padi dan palawija, agar berumur pendek (cepat dipanen), hasilnya banyak dan tahan terhadap serangan hama wereng. Selain itu terdapat teknik mutasi buatan lainnya yakni teknik perendaman biji-biji tanaman perkebunan dan pertanian dalam senyawa kolkisin, senyawa ini menyebabkan tanaman mempunyai buah yang besar dan tidak berbiji, misalnya buah semangka, pepaya, jeruk dan anggur tanpa biji (e-dukasinet, 2006).

  Mutasi terjadi secara acak dan mutagen jarang hanya mengubah satu gen tertentu, maka perlakuan mutagenetik terhadap karakter yang diwariskan secara kuantitatif dapat juga dipertimbangkan. Semua agensia mutagenik yang telah dikenal diaplikasikan pada taraf yang menghasilkan sejumlah mutasi yang dapat terlihat, juga untuk menimbulkan keragaman pada karakter yang diwariskan secara kuantitatif (Nasir, 2002)

  Berbagai mutagen kimia dapat menyebabkan jumlah mutasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan cara irradiasi, namun hasil yang memuaskan pada perhatian yang seksama tentang konsentrasi bahan kimia, lama perlakuan, suhu, pH larutan mutagenetik dan kadar air mutan. Faktor lain yang dapat mempengaruhi efektifitas mutagen kimia adalah spesies dan kekhususan mutagenetik (Nasir, 2002)

  Mutagen dapat secara alami dilingkungan atau di tambahkan pada lingkungan biji, sel-sel, gamet, tanaman. Biasanya penggunaan mutagen tidak menciptakan mutasi baru tetapi hanya mempercepat proses yang sudah ada (atau akan) terjadi secara spontan pada suatu waktu tertentu (Crowder, 1997).

  Pada tanaman budidaya yang diperbanyak secara generatif, perlakuan terhadap biji merupakan cara paling umum digunakan untuk induksi mutasi.

  Sistem lain yang biasa ialah perlakuan terhadap semai yang masih muda. Mutasi yang terjadi pada sel yang bertanggung jawab terhadap satu bagian tanaman akan menghasilkan kimera mutan, karena dua bagian yang berdekatan pada jaringan tersebut mempunyai genotipe berbeda. Mutasi harus terjadi pada jaringan meristem yang ditimbulkan pada sel-sel reproduksi jika ingin diwariskan kepada keturunan secara seksual. Penggabungan kimera terjadi bila jaringan tanaman yang ada dan tanaman keturunan (Welsh, 1991).

  Kecepatan mutasi bervariasi sesuai dengan dosis mutagen. Makin tinggi dosis mutagen, makin sering terjadi mutasi dan makin sering terjadi pemunculan kromosom-kromosom dan kematian gen yang tidak diharapkan. Dosis yang dianggap efektif ialah yang hanya menyebabkan kematian 50% dari populasi yang mendapat perlakuan. Dosis ini di sebut dosis letal 50% atau LD50 (50% lethal dose) (Welsh, 1991).

  Kromosom dapat mengalami perubahan susunan atau jumlah bahan genetiknya, yang mengakibatkan adanya perubahan fenotip, perubahan gen-gen yang berangkai, dan perubahan nisbah yang diharapkan dalam keturunan. Peristiwa ini dinamakan aberasi kromosom (Suryo, 1995).

  Mutagen kolkisin

  Kolkisin (C

  22 H

  25 O

  6 N) merupakan suatu alkoloid yang berasal dari umbi

  dan biji Autumn crocus (Colchicum autumnale Linn) yang termasuk dalam famili Liliaceae. Nama Colchicum diambil dari nama Colchis, ialah seorang raja yang menguasai daerah di tepi Laut Hitam, karena di daerah itulah ditemukan banyak sekali tanaman tersebut. Tanaman yang berbunga dalam musim gugur ini banyak diperlihatkan bunga-bunganya saja diatas permukaan tanah. Dalam musim semi tanaman ini memiliki daun, buah dan biji (Suryo, 1995).

  Kolkisin merupakan salah satu reagen untuk mutasi yang menyebabkan terjadinya poliploid dimana organisme memiliki tiga set atau lebih kromosom dalam sel-selnya, sedangkan sifat umum dari tanaman poliploid adalah menjadi lebih kekar, bagian tanaman lebih besar sehingga nantinya sifat-sifat yang kurang baik nantinya menjadi lebih baik, selain itu kolkisin juga dapat merubah susunan protein, vitamin, karbohidrat (Sulistianingsih, 2006).

  Sesungguhnya tidak ada ukuran tertentu mengenai besarnya konsentrasi larutan kolkisin yang harus digunakan, juga mengenai lamanya waktu perlakuan.

  Namun dapat dikatakan bahwa pada umumnya kolkisin akan bekerja dengan efektif pada konsentrasi 0,01-1,00%. Ada kalanya pula larutan bekerja efektif pada konsentrasi 0,001-0,01%. Lamanya perlakuan kolkisin juga berkisar antara 3-24 jam (Suryo, 1995).

  Jika konsentrasi larutan kolkisin dan lamanya waktu perlakuan kurang mencapai keadaan yang tepat, maka poliploidi belum dapat diperoleh. Sebaliknya jika konsentrasinya terlalu tinggi atau waktunya perlakuan terlalu lama, maka kolkisin akan memperlihatkan pengaruh negatif yaitu penampilan tanaman menjadi jelek, sel-sel banyak yang rusak atau bahkan menyebabkan matinya tanaman (Suryo, 1995).

  Biji tanaman kacang hijau kultivar wallet yang direndam selama 24 jam dalam karutan kolkisin dengan konsentrasi 0,000%, 0,001%, 0,002%, 0,003%, 0,004%, dan 0,005% memberikan karakter bobot 100 biji dan bobot biji per tanaman terbaik pada konsentarasi 0,004% dapat memperbesar ukuran biji dan meningkatkan bobot biji per tanaman kacag hijau kultivar tersebut (Tien, 1987).

  Dalam menggunaan kolkisin, hal yang sering menjadi hambatan adalah sering sekali tidak diketahui saat sel-sel tanaman secara simultan mengalami mitosis pada waktu yang sama karena sedang aktif membelah. Bila saat mitosis pada setiap jenis tanaman diketahui, maka perlakuan dengan kolkisin akan lebih efektif. Hal inilah yang merupakan salah satu penyebab mengapa pada beberapa percobaan lama perendaman tidak memberikan perbedaan nyata terhadap berat buah yang diamati. Sedangkan konsentrai kolkisin lebih memberikan perbedaan yang nyata terhadap berbagai parameter pengamatan (Nasir, 2002).

  Kepekaan terhadap perlakuan kolkisin amat berbeda diantara spesies tanaman. Oleh karena itu baik konsentrasi maupun waktu perlakuan akan berbeda pula, bahkan untuk bagian tanaman yang berbeda akan lain pula dosis dan waktunya. Untuk biji yang cepat berkecanbah, biji direndam dalam larutan selama1-5 hari sebelum tanam dengan dosis larutan antara 0,001 - 1,5% (Poespodarsono, 1998).

  Kolkisin dapat merubah jumlah kromosom dalam sel. Hal ini tampak pada perubahan jumlah kromosom yang amat banyak pada tanaman yang mendapat perlakuan waktu perendaman dengan konsentrasi kolkisin dibandingkan dengan jumlah kromosom pada tanaman kontrol. Pemberian kolkisin pada tanaman memperlihatkan pengaruhnya pada nukleus yang sedang membelah. Proses mitosis mengalami modifikasi dimana tidak terbetuk benang spindel, sehinggga kromosom-kromosom tetap tinggal berserakan dalam sitoplasma. Pada stadium ini kromosom-kromosom memperlihatkan gambaran seperti tanda silang. Akan tetapi kromosom-kromosom dapat memisahkan diri pada sentromernya dan dimulailah anafase. Selanjutnya terbentuklah dinding nukleus sehingga nukleus restitusi (nukleus perbaikan) mengandung jumlah kromosom lipat dua. Apabila pengaruh kolkisin telah menghambur, sel poliploid yang baru ini dapat mementuk spindel pada kedua kutubnya, dan membentuk nukleus anakan poliploid seperti pada telofase dari mitosis bisasanya (Suryo, 1995).

  Sel-sel tumbuhan umumnya tahan terhadap konsentarasi larutan kolkisin yang relatif kuat. Substansi kolkisin cepat mengadakan difusi kedalam jaringan tanaman dan kemudian disebarluaskan ke berbagai bagian tubuh tanaman melalui jaringan pengangkut. Berbagai percobaan menunjukkan bahwa penggunaan kolkisin agak kuat dan dalam waktu singkat memberikan hasil yang lebih baik dari pada kebalikannya. Oleh karena itu konsentarasi 0,2% sering dipakai. Namun demikian perlu dicari konsentrasi optimum yang dapat menghasilkan persentase yang paling tinggi dari sel-sel yang mengalami perubahan poliploid (Suryo, 1995).

  Setiap spesies memiliki jumlah kromosom yang khas. Sebagian besar organisme berderajat tinggi memiliki jumlah kromosom yang bersifat diploid.

  Variasi jumlah set kromsom (ploidi) sering ditemukan di alam. Pada keadaan normal materi genetik setiap makhluk hidup stabil (tidak berubah-ubah), akan tetapi karena ada pengaruh luar atau dari dalam sel itu sendiri dapat terjadi perubahan. Perubahan materi genetik karena pengaruh dari dalam sel merupakan ciri benda hidup yang membedakannya dengan benda mati, yakni dapat melakukan mutasi dan menjaga keanekaragaman hayati. Perubahan materi genetik karena pengaruh dari luar sel dapat disebabkan oleh bahan kimia maupun radiasi (Pai, 1992).

  Pemuliaan poliploid

  Poliploid adalah keadaan sel yang memiliki lebih dari dua genom dasar (3x, 4x, 5x dan seterusnya), ditemukan banyak pada kingdom tanaman. Poliploid dapat berisikan dua atau lebih pasang genom dengan segmen kromosom yang homolog, keseluruhan kromsom homolog atau keseluruhan kromosom tidak homolog. Perbedaan satu dengan yang lain pada sejumlah gen atau segmen kromosom yang menyebabkan sterilitas sebagian atau seluruhnya (Hetharie, 2003).

  Di alam, poliploid dapat terjadi karena kejutan listrik (petir), keadaan lingkungan ekstrim, atau persilangan yang diikuti dengan gangguan pembelahan sel. Perilaku reproduksi tertentu mendukung poliploidi terjadi, misalnya perbanyakan vegetatif atau patenogenesis, dan menyebar luas. Poliploidi buatan dapat dilakukan dengan meniru yang terjadi di alam atau dengan menggunakan mutagen. Kolkisin adalah mutagen yang umum dipakai untuk keperluan ini (Wikipedia, 2006)

  Secara alami poliploid sering lebih besar penampakan morfologi dari spesies diploid seperti permukaan daun lebih luas, organ bunga lebih besar, batang lebih besar dan tanaman lebih tinggi. Fenomena ini diistilahkan sebagai gigas atau jagur. Populasi poliploid mempunyai kemampuan berkompetisi lebih baik dibanding moyang diploid ditunjukkan dengan daerah penyebarannya yang luas (Hetharie, 2003).

  Poliploidisasi dapat diperoleh melalui pemberian kolkisin. Kolkisin berpengaruh menghentikan aktifitas benang-benang pengikat kromosom (spindel) sehinga kromosom yang telah membelah tidak memisahkan diri dalam anafase baik pada pembelahan sel tumbuhan maupun hewan. Dengan terhentinya proses pemisahan dalam metafase mengakibatkan jumlah kromsom dalam suatu sel menjadi berganda. Perlakuan kolkisin dalam waktu yang makin lama bisa menghasilkan pertambahan genom sebagai suatu deret ukur seperti 4n, 8n, 16n dan seterusnya (Ajijah, N dan Nurliani Bermawie 2003).

  Perubahan jumlah kromosom disebabkan pemberian konsentrasi kolkisin dengan konsentrasi kritis dapat mencegah terbentuknya benang mirotubula dari gelondong inti sehingga pemisahan kromosom yang menandai perpindahan dari tahap metafase ke anafase tidak berlangsung dan menyebabkan penggandaan kromosom tanpa penggandaan dinding sel (Suryo, 1995).

  Gelondong pembelahan (sepindel) sebagai apparatus mitosis, tersusun dari mikrotubula dalam bentuk duble. Duble mikrotubula tersusun dari dua buah mikrotubula single, sedangkan mikrotubula single tersususn dari protofilamen. Protofilamen merupakan polimer dari dimer proteintubulin a dan b. Kerja kolkisin pada dasarnya adalah menghambat pembentukan mikrotubula. Kolkisin akan berikatan dengan dimer tubulin a dan b, sehingga tidak terbentuk protofilamen. Dengan tidak terbentuknya protifilamen maka tidak terbentuk mikrotubula singel dan mikrotubula duble yang berakibat tidak terbentuknya gelondong pembelahan.

  Dengan terhambatnya pembentukan spindel pembelahan, maka kromosom yang sudah dalam keadaan mengganda tidak dibagi kearah berlawanan (Albert et al., 1991).

  Secara sitologis dengan menggunakan mikroskop kromosom akan diamati pada saat pembelahan sel secara mitosis dari fase metafase ke anafase, dimana kromosom ditarik oleh benang spindel ke kedua kutubnya dari bidang equator dibagian tengah akan terlihat pecahan-pecahan kromosom dan kromosom yang tertinggal sebagai jembatan (bridge) (Herawati dan Ridwan, 2000).

  Apabila kolkisin digunakan pada konsentrasi yang tepat maka jumlah kromosom akan meningkat, sehingga tanaman bersifat poliploid. Tanaman yang bersifat poliploid umumnya mempunyai ukuran morfologi lebih besar dibandingkan tanaman diploid. Umumnya kolkisin akan bekerja efektif pada konsentrasi 0,01-1% untuk jangka waktu 6-72 jam, namun setiap jenis tanaman memiliki respon yang berbeda-beda (Suryo, 1995).

  Pengaruh poliploid dan cirinya antara lain: 1. Inti dan isi sel lebih besar. Hal ini ditunjukkan oleh stomata dan butir serbuk sari.

  2. Daun dan bunga bertambah besar, pertambahan ini ada batasnya hingga bila terjadi pertambahan secara terus pada jumlah kromosom tidak menyebabkan penambahan secara berkelanjutan.

  3. Dapat terjadi perubahan senyawa kimia, termasuk peningkatan atau perubahan pada jenis atau proporsi karbohidrat, protein, vitamin, atau alkaloid.

  4. Laju pertumbuhannya lebih lambat dibandingkan tanaman diploid dan berbunganya dan berbunga juga terlamabat.

  5. Meiosis sering tidak teratur, sehingga terjadi kromosom tidak berpasangan terbentuk bivalen, trivalent, quadrivalen dan seterusnya.

  6. Segregasi genetik berubah sehingga perbandingan segregasi menjadi tetrasonik (pada tetraploid) dan seterusnya.

  7. Menurunya fertilitas pada poliploid merupakan hal penting untuk diperhatikan pada pemuliaannya. Penurunan ini dapa terjadi pada daya hidup butir tepung sari dan jumlah biji. Derajat penurunan tergantung dari spesiesnya.

  (Poespodarsono, 1988).