BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL THE TOKYO ZODIAC MURDERS, SETTING NOVEL, KONSEP ROMAN DETEKTIF, UNSUR- UNSUR DETEKTIF DAN BIOGRAFI PENGARANG 2.1 Defenisi Novel - Unsur-Unsur Detektif dalam Novel The Tokyo Zodiac Murders

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL THE TOKYO ZODIAC MURDERS, SETTING NOVEL, KONSEP ROMAN DETEKTIF, UNSUR- UNSUR DETEKTIF DAN BIOGRAFI PENGARANG

2.1 Defenisi Novel

  Menurut H.B Jassin dalam Astuti (2014: 20), novel adalah suatu karangan yang menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari kehidupan orang-orang (tokoh cerita), luar biasa karena dari kejadian ini terlahir suatu konflik, suatu pertikaian, yang mengalihkan jurusan nasib mereka. Wujud novel adalah konsentrasi, pemusatan, kehidupan dalam suatu saat, dalam satu krisis yang menentukan. Dengan demikian, novel hanya menceritakan salah satu segi kehidupan sang tokoh yang benar-benar istimewa yang mengakibatkan terjadinya perubahan nasib. Apakah itu segi cintanya, ketamakannya, kerakusannya, keperkasaannya, dan lain-lain. Sudah barang tentu di dalam segi itu terdapat beberapa peristiwa kehidupan yang dialami sang tokoh sehingga ia sampai mengalami perubahan jalan hidup. Hal itu berbeda dengan cerpen yang hanya menceritakan satu peristiwa kehidupan tokoh akan tetapi tidak sampai mengubah jalan hidup atau nasibnya.

  Sedangkan menurut Santoso dan Wahyunigtyas (2010:46), bahwa kata

  

novel bersama dari bahasa latin novellas, yang terbentuk dari kata novous yang sastra yang datang dari karya sastra lainnya seperti puisi dan drama. Ada juga yang mengatakan bahwa novel berasal dari bahasa Italia novella yang artinya sama dengan bahasa latin. Novel juga diartikan sebagai suatu karangan atau karya sastra yang lebih pendek daripada roman, tetapi jauh lebih panjang daripada cerita pendek, yang isinya hanya mengungkapkan suatu kejadian yang penting, menarik dari kehidupan seorang (dari suatu episode kehidupan seseorang) secara singkat dan yang pokok-pokok saja. Juga perwatakan pelaku-pelakunya digambarkan secara garis besar saja, tidak sampai pada masalah yang sekecil-kecilnya. Dan kejadian yang digambarkan itu mengandung suatu konflik jiwa yang mengakibatkan adanya perubahan nasib.

  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 1996 dalam Siswanto (2008:1410, novel diartikan sebagai karangan prosa yang panjang, mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat pelaku. Masalah yang dibahas tidak sekompleks roman. Biasanya novel menceritakan peristiwa pada masa tertentu. Bahasa yang digunakan lebih mirip bahasa sehari-hari. Meskipun demikian, penggarapan unsur-unsur intrinsiknya masih lengkap, seperti tema, plot, latar, gaya bahasa, nilai tokoh dan penokohan. Dengan catatan, yang ditekankan aspek tertentu dari unsur intrinsik tersebut.

  Dari beberapa pengertian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa novel adalah sebuah rekaan prosa panjang yang mengandung cerita kehidupan seseorang dengan orang lain yang menonjolkan cerita istimewa yang membuat pembaca pergolakan jiwa yang diakibatkan oleh peristiwa yang dialami oleh tokoh yang dibuat oleh penulisnya.

  Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling populer di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak beredar, lantaran daya komunikasinya yang luas pada masyarakat. Novel dapat memberikan dampak positif bagi pembacanya karena nobel itu memberikan manfaat pendidikan dan hiburan. Selain itu Nurgiantoro (2010:18-19), menjelaskan bahwa novel dibagi dua jenis, yaitu novel populer dan novel serius. Novel populer adalah novel yang populer pada masanya dan banyak penggemarnya. Sedangkan novel serius adalah novel yang disoroti dan diungkapkan sampai ke inti hakikat kehidupan yang bersifat universal.

  Selain itu, novel mampu menghadirkan perkembangan suatu karakter, situasi sosial yang rumit, hubungan yang melibatkan banyak atau sedikit karakter, dan berbagai peristiwa rumit yang terjadi beberapa tahun silam dengan lebih mendetail. Jadi novel merupakan suatu media untuk mengungkapkan sisi kehidupan suatu zaman secara nyata dalam bentuk yang lebih menarik.

2.1.1 Unsur Intrinsik Setiap novel harus memiliki unsur pembangun dalam karya sastra tersebut.

  Unsur tersebut terdiri atas unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Menurut Padi (2013:4), unsur intrinsik adalah unsur yang menyusun sebuah karya sastra dari dalam yang mewujudkan struktur suatu karya sastra, seperti: tema, tokoh, alur, latar, dan sudut pandang penceritaan serta gaya bahasa dan lain-lain. Adapun unsur-unsur intrinsik adalah sebagai berikut.

  a. Tema

  Semi dalam Reza (2012:20) mengungkapkan bahwa tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi ciptaan karya sastra.

  Kedudukan tema dalam novel sangat penting. Tema merupakan inti cerita yang mengikat keseluruhan unsur-unsur intrinsik. Unsur-unsur lainnya adalah sebagai pendukung tema. Dapat disimpulkan tema adalah ide cerita yang merupakan dasar pembentuk cerita yang menjiwai seluruh bagian cerita.

  Dalam hal ini, novel The Tokyo Zodiac Murders menghadirkan tema misteri yang memunculkan detektif sebagai tokohnya. Cerita dalam novel ini secara kesuluruhan adalah tentang pemecahan misteri pembunuhan yang dilakukan 40 tahun silam.

  b. Alur

  Plot atau Alur cerita menurut Padi (2013:7) yaitu rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan sebab-akibat, sehingga menjadi satu kesatuan yang padu bulat dan utuh. Alur terdiri atas beberapa bagian : a.

  Awal yaitu pengarang mulai memperkenalkan tokoh-tokohnya.

  b.

  Tikaian yaitu terjadi konflik diantara tokoh-tokoh pelaku.

  c.

  Gawatan atau rumitan yaitu konflik-konflik tokoh semakin seru. e.

  Leraian yaitu saat peristiwa konflik semakin reda dan perkembangan plot/alur mulai terungkap.

  f.

  Akhir yaitu seluruh peristiwa atau konflik telah terselesaikan. Menurut Suroto dalam Astuti (2014:25), alur atau plot adalah jalan cerita yang berupa peristiwa-peristiwa yang disusun satu persatu dan saling berkaitan menurut hukum sebab akibat dari awal sampi akhir cerita. Dari pengertian tersebut jelas bahwa tiap peristiwa tidak berdiri sendiri. Peristiwa yang satu akan mengakibatkan timbulnya peristiwa yang lain, peristiwa yang lain itu akan menjadi sebab bagi timbulnya peristiwa berikutnya dan seterusnya sampai cerita tersebut berakhir.

  Alur dibagi dua berdasarkan urutan jalan ceritanya, yaitu: 1.

  Alur Maju (progresif) Yaitu alur yang peristiwanya disusun secara kronologis. Dimulai dari perkenalan, kemudian peristiwa itu bergerak, keadaan mulai memuncak, dan diikuti dengan klimaks dan diakhiri dengan penyelesaian.

2. Alur Mundur (flash back progresif)

  Yaitu, alur yang urutan peristiwanya dimulai dari peristiwa terakhir kemudian kembali pertama, peristiwa kedua, dan seterusnya sampai kembali lagi ke peristiwa terakhir tadi. Dalam susunan alur yang demikian biasanya pengarang menceritakan masa lampau tokoh utama yang mengakibatkan sang tokoh terlibat dalam peristiwa yang Novel The Tokyo Zodiac Murders ini termasuk pada alur maju. Alur dari novel ini dimulai ketika detektif Kiyoshi Mitarai menerima dokumen kasus pembunuhan yang diberi nama Pembunuhan Zodiak Tokyo yang diberikan oleh rekannya yaitu Kazumi Ishioka. Setelahnya, detektif Kiyoshi Mitarai melakukan perjalanan singkat untuk memecahkan misteri pembunuhan yang tidak terpecahkan itu. Selama memecahkan misteri itu, ia mencoba menjabarkan kejadian-kejadian yang terjadi 40 tahun sebelumnya itu dengan analisisnya.

c. Penokohan

  Menurut Abraham dalam Astuti (2014:23), tokoh cerita atau penokohan adalah orang (orang-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.

  Dengan adanya tokoh, cerita yang ditampilkan akan terasa hidup untuk dibaca. Di dalam karya sastra fiksi tokoh biasanya dibedakan menjadi beberapa jenis sesuai dengan keterlibatannya dalam cerita. Tokoh dibedakan menjadi tokoh utama dan tokoh tambahan.

  Menurut Sayuti dalam Arista (2013:20), tokoh utama adalah tokoh paling terlibat dalam makna atau tema, paling banyak berhubungan dengan tokoh yang lain dan paling banyak memerlukan waktu penceritaan. Sedangkan tokoh tambahan adalah tokoh yang mendukung jalan cerita dari sebuah karya sastra.

  Tokoh utaam dalam novel The Tokyo Zodiac Murders adalah detektif Kiyoshi Mitarai. Pada awal cerita, diceritakan bahwa detektif Kiyoshi baru sembuh dari depresi yang dideritanya, hingga dia tidak mau begitu saja menerima kasus yang diberikan oleh Kazumi padanya. Tapi kemudian, detektif Kiyoshi menggunakan kemampuan deduksinya untuk memecahkan kasus tersebut atas dorongan dari Kazumi.

  Tokoh-tokoh tambahan digambarkan sebagai teman-temannya, seperti Kazumi Ishioka dan Emoto. Beberapa orang yang secara tidak langsung terlibat dalam kasus pembunuhan itu, yaitu Fumihiko Takegoshi, yaitu putra dari Bunjiro yang adalah polisi yang dijebak oleh pelaku pembunuhan pada tahun 1936, Tokiko. Hachiro Umeda, yaitu penjaga taman bertema yang dicari oleh Kazumi dan Kiyoshi. Umeda sempat dicurigai oleh Kazumi sebagai pelaku karena nama belakangnya yang mirip dengan tersangka pembunuhan, yaitu Umezawa. Misako Iida, putri dari Bunjiro. Mr. Iida, polisi yang adalah suami dari Misako Iida. Mrs.

  Kato, putri dari Tamio Yasukawa, si pengarajin maneken dan juga ada Shusai Yoshida, peramal nasib dan pembuat boneka.

d. Setting

  Menurut Suroto dalam Astuti (2014:25) yang dimaksud dengan setting atau latar belakang adalah penggambaran situasi tempat dan waktu serta susunan terjadinya peristiwa. Sudah tentu latar yang dikemukan, yang berhubungan dengan sang tokoh atau beberapa tokoh.

  Latar berfungsi sebagai pendukung alur atau penokohan. Gambaran situasi yang tepat akan membantu memperjelas peristiwa yang sedang dikemukakan.

  Untuk dapat melukiskan latar yang tepat, pengarang harus mempunyai pengetahuan yang memadai tentang keadaan atau waktu yang akan digambarkannya. Hal itu dapat diperoleh melalui pengamatan langsung, buku atau informasi dari orang lain.

  e. Gaya Bahasa

  Gaya bahasa adalah cara khas pengungkapan seseorang dalam menyampaikan cerita. Gaya bahasa adalah cara mengucapkan bahasa dalam prosa, atau bagaimana seorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakannya. Menurut Nurgiyantoro dalam Reza (2012:22), mengungkapkan bahwa pada hakikatnya gaya merupakan teknik di mana teknik yang dimaksud adalah pemilihan ungkapan kebahasaan yang dirasa dapat mewakili sesuatu yang akan diungkapkan.

  f. Sudut Pandang

  Menurut Abrams dalam Astuti (2014:26) sudut pandang (point of view) merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan oleh pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi.

  Menurut Abrams dalam Astuti (2014:27) sudut pandang dibagi menjadi 3

1. Pengarang menggunakan sudut pandang tokoh dan kata ganti orang pertama.

  Sudut pandang ini mengisahkan apa yang terjadi dengan diri pengarang dan mengungkapkan perasaannya sendiri dengan kata-katanya sendiri.

  2. Pengarang menggunakan sudut pandang tokoh bawahan. Dengan sudut pandang ini, pengarang lebih banyak mengamati dari luar daripada terlihat di dalam cerita. Pengarang biasanya menggunakan kata ganti orang ketiga.

  3. Pengarang menggunakan sudut pandang imperasional. Dengan sudut pandang ini, pengarang sama sekali berdiri di luar cerita, ia serba melihat, serba mendengar, serba tahu. Ia melihat sampai ke dalam pikiran tokoh dan mampu mengisahkan rahasia batin yang paling dalam dari tokoh.

  Dalam novel The Tokyo Zodiac Murders ini, pengarang menggunakan sudut pandang tokoh bawahan. Soji Shimada menceritakan tokoh-pertokohan dengan menggunakan sudut pandang orang ketiga dalam novel ini.

g. Amanat Amanat adalah pesan yang disampaikan pengarang kepada pembaca.

  Amanat biasanya merupakan pengalaman hidup pengarang tentang nilai-nilai kebenaran yang ingin disampaikan kepada pembaca. Menurut Kenny dalam Arum (2012:19), amanat dalam cerita biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis kemudian dapat diambil melalui cerita oleh pembaca.

  Dalam novel ini, pengarang tidak serta-merta menyampaikan amanat yang dialog-dialog yang diucapkan oleh tokoh-tokohnya, seperti detektif Kiyoshi Mitarai.

2.1.2 Unsur Ekstrinsik

   Menurut Padi (2013:9), unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar karya sastra itu sendiri yang menyangkut aspek sosiologi, psikologi, dan lain-lain.

  Unsur tersebut meliput latar belakang pengarang, keyakinan dan pandangan hidup pengarang, adat istiadat yang berlaku, situasi politik, persoalan sejarah, ekonomi dan pengetahuan agama. Unsur ekstrinsik untuk tiap karya sastra sama, unsur ini mencakup berbagai aspek kehidupan sosial yang tampaknya menjadi latar belakang penyampaian amanat cerita dan tema. Selain unsur-unsur yang datangnya dari luar diri pengarang, hal yang sudah ada dan melekat pada kehidupan pengarang pun cukup besar pengaruhnya terhadap terciptanya suatu karya sastra.

2.2 Setting Novel The Tokyo Zodiac Murders

  Menurut Ikram dalam Simbolon (2011:14), setting adalah tempat secara umum dan waktu atau masa terjadi. Menurut Abrams dalam Simbolon (2011:14), latar belakang atau setting yang disebut juga sebagai landasan tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.

  Setting merupakan bagian intrinsik dalam novel. Setting menunjukkan tempat, waktu dan menjelaskan suasana terjadinya suatu kejadian dalam sebuah cerita novel. Dengan adanya setting, para pembaca juga bisa dengan mudah menghayati dan membayangkan suasana saat kejadian dalam cerita novel tersebut terjadi.

  Menurut Nurgiyantoro (1995:227), unsur latar atau setting dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu, tempat, waktu dan sosial. Meskipun ketiga unsur itu masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.

  1. Latar Tempat Latar tempat menyangkut deskripsi tempat suatu peristiwa cerita terjadi.

  Unsur-unsur tempat yang dipergunakan bisa berupa dengan nama-nama tertentu, inisial tertentu atau mungkin juga dengan suatu penggambaran lokasi tertentu tanpa menyebutkan namanya. Dalam novel The Tokyo

  Zodiac Murders , lokasi tempat cerita berada di dua tempat, yaitu di

  Tokyo dan di Kyoto. Untuk tempat-tempat lainnya, tidak diceritakan secara jelas.

  2. Latar Waktu Latar waktu mengacu pada saat terjadinya peristiwa, dalam plot secara historis. Melalui pemberian waktu secara jelas, akan tergambar tujuan fiksi tersebut secara jelas pula. Dengan adanya latar waktu akan sehingga akan mudah untuk memahami cerita. Latar waktu dalam novel The Tokyo Zodiac Murders tidak terlalu dijelaskan secara spesifik nama hari, tanggal dan bulannya. Novel ini menjelaskan dua setting. Pertama pada tahun 1936, di mana pembunuhan tersebut terjadi dan kedua adalah pada tahun 1979, di mana detektif Kiyoshi Mitarai mencoba menyelesaikannya.

3. Latar Sosial

  Menurut Nurgiyantoro (1995:233), latar sosial mencakup terhadap hal- hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam sebuah cerita. Termasuk di dalamnya ada unsur adat istiadat, keyakinan, perilaku, budaya, pandangan hidup dan cara berpikir serta bersikap. Latar sosial diketahui sangat penting secara baik dan benar, karena hal ini berkaitan erat dengan bahasa, nama dan status tokoh di dalam sebuah cerita. Novel ini menceritakan tentang pekerjaan detektif yang memecahkan kasus pembunuhan yang tak terpecahkan lebih dari 40 tahun. Di Jepang, pekerjaan sebagai detektif disebut sebagai Keiji, yaitu polisi yang bertugas sebagai penyidik. . Polisi-polisi ini bekerja untuk pemerintah karena polisi ini adalah bagian dari polisi Jepang yang dinamakan National Police Agency

  (Keisatsu Chou) yang disingkat NPA, yaitu lembaga yang dikelola kabinet Jepang dan merupakan badan koordinasi pusat dari sistem Jepang.

  Dihimpun dari majalah Animonster, selain polisi, di Jepang juga ada detektif swasta. Mereka bergerak dalam bisnis mengumpulkan informasi tentang perilaku atau keberadaan orang tertentu dengan menghubungkan berbagai petunjuk kecil untuk memecahkan misteri atau mengungkapkan fakta-fakta tentang masalah hukum, keuangan atau pribadi dan melaporkan hasilnya kepada kliennya. Sebagian besar kasus yang mereka tangani adalah masalah rumah tangga, perselingkuhan pasangan atau penguntitan yang 90% kliennya adalah wanita. Detektif swasta juga menawarkan berbagai layanan termasuk perlindungan perusahaan, selebriti dan lain-lain. Mereka juga menyediakan bantuan dalam kasus tuntutan pidana dan perdata, klaim asuransi, penipuan, hak asuh anak, kasus perlindungan dan kasus orang hilang. Selain kasus-kasus tersebut, di Jepang juga terdapat kantor detektif swasta untuk membantu para kliennya mencari cinta pertama mereka yang pernah menghabiskan waktu bersama tapi belum pernah terdengar lagi sejak berpisah. Bahkan di Jepang juga ada sekolah detektif, yang hampir setengah muridnya adalah wanita, yang kebanyakan dari mereka telah menikah dan sangat curiga terhadap suami mereka. Beberapa wanita tersebut mengatakan bahwa mereka suami mereka. Di Jepang terdapat ribuan agensi detektif yang mempekerjakan puluhan ribu detektif yang juga bekerja untuk perusahaan asuransi terhadap klaim yang dicurigai penipuan, lalu pada berbagai perusahaan yang memeriksa calon karyawannya dan pada para pengacara yang membutuhkan informasi.

2.3 Konsep Roman Detektif dan Unsur-Unsur Detektif

  Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia dalam Sukapiring (1987:132), kata detektif berarti polisi rahasia. Dalam Kamus Inggris Indonesia, kata detektif berasal dari kata bahasa Inggris detective yang berarti: detektif, reserse, mata-mata polisi. Kata reserse di Kamus Umum Bahasa Indonesia dalam Sukapiring (1987:132) berarti polisi rahasia. Selain kata detective dalam bahasa Inggris juga dikenal kata detect yang berarti: menemukan, mencium, mendapatkan, merasakan.

  Secara terperinci,

  Webster‟s New International Dictionary dalam Sukapiring

  (1987:132) mengatakan detect (verb) berarti: (1) menemukan, membuka kedok, membongkar: membuat jelas, membuat nyata: menyatakan, menampakkan, membuka, mengungkapkan; (2) memberitahu kepada, menyatakan kepada; menuduh, menyalahkan; membuka, menyingkapkan terhadap cahaya, membongkar; (3) menemukan/ mengetahui rahasia; (4) menemukan eksistensi, kehadiran atau kenyataan dari sesuatu (sesuatu yang tersembunyi atau tak jelas).

  Misalnya menemukan bau, kejahatan. Kata detective berarti seseorang yang hukum atau membuntuti tersangka. Cerita detektif diartikan cerita yang mengisahkan pencarian atau pelacakan kejahatan.

  Menurut Poerwadarminta dalam Sukapiring (1987:133) yang dimaksud roman detektif ialah cerita roman yang menceritakan perbuatan-perbuatan detektif.

  Eksiklopedi Indonesia II dalam Sukapiring (1987:133) menjelaskan, yang dimaksud dengan roman detektif ialah, cerita roman yang menokohkan agen polisi yang trampil menyingkap rahasia, pembunuhan dan liku-liku kejahatan.

  Menurut Jakob Sumardjo dalam Sukapiring (1987:133) yang dimaksud dengan dengan novel detektif ialah cerita novel yang dimulai dengan pembunuhan, kemudian sang detektif mencari bukti-bukti, melacak si pembunuh, dan akhirnya ditutup dengan ditemukannya si pembunuh yang tak disangka-sangka pembaca.

  Selain itu di dalam Kamus Istilah Sastra yang terdapat di dalam Sukapiring (1987:133), yang dimaksud dengan cerita detektif (detective story) adalah kisahan yang mengungkapkan sebuah misteri melalui kumpulan tafsiran isyarat-isyarat. Dari uraian tersebut di atas dapatlah diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan roman detektif ialah cerita yang mengisahkan perbuatan- perbuatan detektif yang trampil menyingkap misteri pembunuhan dan liku-liku kejahatan melalui kumpulan tafsiran.

  Menurut Teeuw dalam Sukapiring (1987:134) ada tiga konvensi roman detektif. Yang pertama harus ada mayat, yang kedua harus ada detektif, yaitu tokoh yang lebih pintar dari semua tokoh lain dalam roman ini. Orang ini merupakan satu-satunya tokoh yang nantinya mampu memecahkan segala teka- teki yang ada dalam roman detektif itu. Konvensi yang ketiga adalah, pemecahan teka-taki yang tidak terduga pada akhir cerita.

  Kemudian Sudjiman dalam Sukapiring (1987:134) mengatakan, konvensi cerita detektif ada empat. Yang pertama di dalam cerita detektif terdapat butir- butir kepintaran si penjahat. Yang kedua, kedunguan polisi. Yang ketiga, kehebetan detektif, dan yang keempat, pengungkapan kejahatan yang mengesankan. Di samping keempat konvensi tersebut, dalam cerita detektif, ada hukum yang lazim berlaku. Menurut Sudjiman dalam Sukapiring (1987:135), hukum yang lazimnya berlaku dalam cerita detektif ialah bahwa isyarat-isyarat yang menuju penyelesaian harus diungkapkan tepat ketika sang detektif menemukan syarat-syarat tersebut.

  Kemudian Faruk dalam Sukapiring (1987:135) mengatakan, cerita detektif setidak-tidaknya dua komponen yang utama, yaitu pendeteksian dan unsur yang dideteksi.

  Menurut Sukapiring (1987:135), dari batasan konvensi detektif serta konvensi roman detektif Teeuw, Panuti Sudjiman dan Faruk itu dapatlah ditarik kesimpulan bahwa cerita detektif itu setidak-tidaknya mempunyai 4 komponen yang utama, yaitu: unsur kejahatan, unsur misteri, unsur detektif dan unsur pemecahan masalah yang tidak terduga.

2.4 Unsur-Unsur Detektif

  Setelah dikonvensikan, Sukapiring (1987:135) mengatakan bahwa dalam utama di dalam ceritanya yang membangun cerita detektif tersebut, yaitu unsur kejahatan, unsur misteri, unsur detektif dan unsur pemecahan masalah yang tidak terduga pada akhir cerita.

2.4.1 Unsur Kejahatan

  Dalamdikatakan bahwa, salah satu kekhasan dari novel detektif adalah hadirnya sebuah tragedi kematian yang dilanjutkan dengan penemuan-penemuan untuk menyelesaikan masalah, siapa detektifnya, siapa yang melakukan pembunuhan dan apa motifnya sehingga terjadi kasus pembunuhan tersebut.

  Kejahatan merupakan salah satu komponen yang utama roman detektif. Itulah sebabnya Teeuw (1983:20, 1984:101-102) menyebutkan konvensi roman detektif yang pertama harus ada mayat. Mayat itu ada karena tindak kejahatan.

  Menurut Kartini Kartono (1981:147-148) secara yuridis formal, kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoral), merugikan masyarakat, asosiasi sifatnya dan melanggar hukum serta undang- undang pidana. Secara sosiologis, kejahatan adalah semua bentuk ucapan, perbuatan dan tingkah laku yang secara ekonomis, politis dan sosial-psikologis sangat merugikan masyarakat, melanggar norma-norma susila, dan menyerang keselamatan warga masyarakat (baik yang tercakup dalam undang-undang, maupun yang belum tercantum dalam undang-undang pidana). (Sukapiring, 1987: 135-136)

  Kemudian Kartini Kartono dalam Sukapiring (1987:136) menyebutkan bahwa, yang dapat dimasukkan dalam perbuatan kejahatan ialah: 1. Pembunuhan, penyembelihan, pencekikan sampai mati, pengracunan sampai mati; 2. Perampasan, perampokan, penyerangan, penggarongan; 3. Pelanggaran seks dan pemerkosaan; 4. Maling, mencuri; 5. Pengancaman, intimidasi, pemerasan; 6.

  Pemalsuan, penggelapan; 7. Korupsi, penyogokan, penyuapan; 8. Pelanggaran ekonomi; 9. Penggunaan senjata api dan perdagangan senjata-senjata api; 10.

  Pelanggaran sumpah; 11. Bigami (kawin rangkap pada satu saat); 12. Kejahatan- kejahatan politik; 13. Penculikan; 14. Perdagangan dan penyalahgunaan narkotika.

  Jadi kejahatan itu bisa jadi berupa pembunuhan dan dapat berupa perbuatan yang bukan pembunuhan, yaitu perbuatan yang melanggar hukum.

  Dari beberapa penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kejahatan ialah hal-hal yang berhubungan dengan tindakan yang dapat merugikan masyarakat luas. Dalam novel The Tokyo Zodiac Murders ini peneliti akan mengungkapkan kejahatan-kejahatan para pelaku dalam novel tersebut yang berupa pembunuhan.

2.4.2 Unsur Misteri

  Misteri merupakan salah satu komponen utama roman detektif, merupakan komponen yang dideteksi, yang harus dipecahkan. Karena misteri merupakan salah satu komponen yang utama, kehadiran mayat seperti dikemukakan Teeuw dalam Sukapiring (1987:136-137) itu tidak penting, kehadiran mayat terdapat pula alat-alat lainnya, seperti yang dikemukakan oleh Kartini Kartono sebelumnya. Yang penting semuanya itu harus misterius, menimbulkan pertanyaan-pertanyaan, seperti siapakah pembunuhnya, siapakah pencurinya, siapakah penculiknya dan lain-lainnya. Pertanyaan-pertanyaan itulah yang akan melahirkan sebuah usaha pencari jawaban. Usaha pencarian jawaban ini oleh Faruk dalam Sukapiring (1987:136-137) disebut deteksi dan pencarian jawaban detektif.

  Selanjutnya, pencarian-pencarian jawaban itu akan menimbulkan ketegangan bagi pembaca, seperti yang dikemukakan oleh Teeuw dalam Putra (2009:16) mengatakan, ketegangan itu merupakan hal yang penting dalam sebuah roman detektif. Ini menunjukkan bahwa rasa tegang itu selalu diharapkan oleh pembaca roman detektif. Pembaca selalu dibuat ragu-ragu oleh sesuatu hal, apakah hal itu penting ataukah tidak dalam perkembangan alurnya. Sudjiman dalam Putra (2009:16) merumuskan istilah tegangan sebagai ketidakpastian yang berkelanjutan atas suasana yang makin mendebarkan yang diakibatkan jalinan alur dalam cerita rekaan atau lakon. Tegangan ini menopang keingintahuan pembaca akan kelanjutan cerita. Dalam penelitian ini, peneliti akan mengungkapkan misteri yang berupa hal-hal yang menimbulkan pertanyaan yang terdapat dalam novel The Tokyo Zodiac Murders.

  2.4.3 Unsur Detektif

  Menurut Teeuw dalam Sukapiring (1987:137) unsur detektif merupakan kedua yang harus ada dalam roman detektif. Dialah yang membuka misteri dalam cerita. Detektif dibedakan atas detektif swasta atau bukan, anggota organisasi detektif atau aparat pemerintah. Ada juga detektif yang bekerja sebagai detektif tanpa dibantu detektif lain, kecuali polisi.

  Proses pengungkapan misteri kejahatan yang dilakukan detektif dalam cerita detektif, pada dasarnya mengandalkan kecerdasan detektif. Detektif dalam menjalankan tugas sering menyamar sebagai tokoh yang berprofesi lain.

  Dalam dijelaskan detektif adalah seseorang yang melakukan penyelidikan suatu kejahatan, baik sebagai detektif polisi maupun sebagai detektif swasta. Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa detektif adalah seorang yang bekerja untuk memecahkan suatu masalah dengan memecahkan lika-liku kejahatan melalui kumpulan tafsiran-tafsiran. Dalam penelitian ini, peneliti akan mengungkapkan mengenai detektif swasta yang menyelesaikan kasus pembunuhan tersebut dalam novel The Tokyo Zodiac Murders.

  2.4.4 Unsur Pemecahan Masalah yang Tidak Terduga pada Akhir Cerita

  Menurut Teeuw dalam Sukapiring (1987:137), unsur pemecahan yang tidak terduga pada akhir cerita merupakan komponen ketiga yang harus ada dalam dicurigai sebagai pelaku kejahatan misterius yang dideteksi itu. Semua tokoh itu diberi latar belakang tertentu, perilaku tertentu, yang membuat pembaca menduga bahwa satu di antaranya nanti terbukti sebagai pelaku kegiatan misterius itu. Di dalam cerita detektif, informasi-informasi itu biasanya menggiring pembaca ke arah dugaan yang salah. Kecenderungan semacam inilah yang oleh Roland Barthes dalam Sukapiring (1987:32) disebut sebagai snare

  “perangkap”. Karena menampilkan pemecahan yang tidak terduga pada akhir cerita. (Sukapiring, 1987: 137-138)

  Jadi dalam penelitian ini, peneliti akan mengungkapkan mengenai dugaan yang salah yang terdapat dalam novel The Tokyo Zodiac Murders.

2.5 Biografi Pengarang

  Soji Shimada lahir pada tanggal 12 Oktober 1984 di kota Fuyukuma, Prefektur Hiroshima, Jepang. Ia lulus dari Seishikan High School di kota Fuyukuma dan kemudian Musashino Art University sebagai seni komersial desain utama. Setelah menghabiskan bertahun-tahun sebagai pengemudi truk sampah, penulis bebas dan musisi, ia melakukan debut sebagai penulis misteri pada tahun 1981 ketika The Tokyo Zodiac Murders ditetapkan sebagai finalis di penghargaan Edogawa Rampo. Karyanya yang paling terkenal termasuk Detective Mitarai dan Detective Yoshiki Series.

  Series

  Adapun serial dari Detective Mitarai Series sendiri sudah memiliki banyak judul, di antaranya: The Tokyo Zodiac Murders, Murder In The Crooked Mansion,

  

Vertigo, The Ryugatei Murders, Hollywood Certificate, Phantom Russian

Warship dan masih banyak lainnya.

  Karya-karyanya sering melibatkan tema-tema seperti hukuman mati,

  

Nihonjinron (teorinya pada orang Jepang), Jepang dan budaya internasional. Dia

adalah pendukung kuat dari amatir Honkaku (otentik, ortodoks) penulis misteri.

  Mengikuti tren Sekolah Sosial Fiksi kejahatan yang dipimpin oleh Seicho Matsumoto, ia adalah pelopor

  “Shin-Honkaku” (ortodoks baru) genre misteri

  logika. Dia dibesarkan penulis seperti Yukito Ayatsuji, Rintaro Norizuki dan Shogo Utano, dan ia booming sebagai pemimpin misteri dari akhir 1980-an.

  Sebagai ayah dari

  “Shin-Honkaku”, Shimada kadang-kadang disebut sebagai “The Godfather of Shin-Honkaku”.

  Meskipun seorang kritikus serius dan penulis, Shimada bukanlah orang yang keras. Banyak yang membayangkan bahwa dia adalah orang yang suram, tapi pada kenyataannya, dia cukup ramah secara pribadi. Sesekali karakter humornya bisa didapat di kisah misterinya, seperti di Soseki and The London

  

Mummy Murders dan Let There Be Murder, Any Kind of Murder. Novel ini,

  terutama yang terakhir, melibatkan trik misteri mewah serta unsur sindiran, kebingungan, pemuda dan kelangsungan hidup. Tema yang bermacam-macam membuat novelnya menjadi sukses besar dan dibuat menjadi seri pendek.

  Dalam beberapa tahun terakhir, ia telah memulai tantangan baru, sebuah serial animasi yang disebut

  “Taiga Novels”, berkolaborasi dengan ilustrator

  terkenal Masamune Shirow. Setelah dimulai pada bulan Januari 2008, ia dan

  BOX. Di atas BOX, Shimada memegang kolom di majalah terkenal, Shinco

  

Weekly. Dia juga memimpin dua kontes baru novel misteri amatir, yang pertama,

“The City of Roses Fukuyama Mystery Award” untuk penulis amatir di Jepang,

  dan

  “The Soji Shimada Mystery Award” di Taiwan, yang disponsori oleh Crown

  Publishing Company. Bahkan melewati usia enam puluh, semangat menulis telah menjadi lebih kuat dari sebelumnya. Ia benar-benar maestro dari misteri Shin-

  Hankoku .

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah - Panggung Indie Medan: Kajian Pengelolaan Dan Gaya Musik

0 0 13

BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Perpustakaan Perguruan Tinggi 2.1.1 Pengertian Perpustakaan Perguruan Tinggi - Analisis Kinerja Pustakawan Pada Perpustakaan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sumatera Utara

0 0 33

PENETAPAN KADAR MINERAL BESI, MAGNESIUM DAN SENG PADA DAUN BANGUN-BANGUN (Plectranthus amboinicus L.) SEGAR DAN YANG DIREBUS SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM SKRIPSI

0 0 14

BAB II PENGERTIAN DAN DEFINISI PAJAK DAN PAJAK HOTEL DALAM PERSEPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA A. DEFINISI PAJAK 1.Pengertian Pajak - Tinjauan Yuridis Hukum Administrasi Negara Terhadap Pemungutan Pajak Hotel Di Kota Rantau Prapat Berdasarkan Perda Kabu

0 0 21

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Hukum Administrasi Negara Terhadap Pemungutan Pajak Hotel Di Kota Rantau Prapat Berdasarkan Perda Kabupaten Labuhanbatu Nomor 6 Tahun 2011

0 0 23

PENGARUH KONSENTRASI TEPUNG ASTAXANTHIN PADA PAKAN TERHADAP PENINGKATAN WARNA IKAN MASKOKI (Carassius auratus) ARTHA MARIA GABRIELLA SITORUS

0 0 15

PENGUJIAN DAN PERHITUNGAN BEBAN PANAS PADA KOTAK PENDINGIN YANG MENGGUNAKAN ELEMEN PENDINGIN TERMOELEKTRIK DENGAN SUMBER ENERGI SURYA

0 0 23

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN - Redesign Pakaian Pelindung Dingin Pekerja Cold Storage Di Pt Charoen Pokphand Indonesia Food Division Medan Berdasarkan Insulation Required (Ireq) Dan Metode Value Engineering

0 0 38

BAB I PENDAHULUAN - Redesign Pakaian Pelindung Dingin Pekerja Cold Storage Di Pt Charoen Pokphand Indonesia Food Division Medan Berdasarkan Insulation Required (Ireq) Dan Metode Value Engineering

0 1 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Plak Dental 2.1.1 Pengertian Plak Dental - Pengaruh Ekstrak Stroberi (Fragaria Ananassa) 5% sebagai Obat Kumur Terhadap Akumulasi Plak pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi USU Angkatan 2010

0 0 10