BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Evaluasi Penerapan ISO 9001 : 2008 Dalam Mewujudkan Pelayanan Prima Pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (KP2T-PM) Kabupaten Pakpak Bharat

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Kualitas pelayanan publik adalah salah satu cerminan dari bagaimana pemerintahan suatu negara dijalankan. Menilik kondisi pelayanan publik di Indonesia, kualitas yang ditunjukkan masih kurang memuaskan. Menurut hasil

  1

  penelitian Ulbert , tingkat kepuasan masyarakat terhadap layanan yang diberikan oleh aparatur negara menunjukkan persentase 33,7%, yang dikategorikan rendah.

  Beberapa persoalan juga turut mewarnai pelaksanaan pelayanan publik tersebut,

  2

  yang oleh Saleh disebut sebagai budaya pelayanan. Budaya pelayanan yang dimaksud antara lain : 1) Masih kuatnya budaya ‘dilayani’ daripada budaya melayani sehingga kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang baik menjadi terabaikan; 2) Budaya pelayanan yang ditampilkan masih cenderung birokratis dimana prosedur pelayanan masih terkesan rumit dan berbelit-belit; 3) Persepsi publik untuk mendapatkan pelayanan yang baik dan cepat harus melalui beragam jalur pintas yang disebabkan oleh perilaku aparatur pelayanan yang masih membeda-bedakan pemberian pelayanan.

  1 Utomo, Warsito. Dinamika Administrasi Publik : Analisis Empiris Seputar Isu- isu Kotemporer Dalam Administrasi Publik. (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2003)

  2 Saleh, Akh. Muwafik. Public Service Communication. (Malang : UMM Press,

  2010.)

  Kondisi di atas kemudian ditindaklanjuti pemerintah dengan mengadakan

  3

  reformasi birokrasi . Konsep pelayanan prima menjadi model yang diterapkan guna meningkatkan kualitas pelayanan publik dengan kepuasan masyarakat pengguna layanan sebagai orientasinya. Salah satu pola pelayanan prima yang telah diterapkan pemerintah daerah adalah Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).

  Pelayanan Terpadu Satu Pintu adalah pola pelayanan publik yang diselenggarakan pada satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani melalui satu pintu. Rumitnya proses pengurusan izin dan birokrasi yang terkesan berbelit-belit melatarbelakangi pembentukan PTSP. Tujuan dari pembentukan PTSP sendiri antara lain untuk memperpendek proses pelayanan, mewujudkan proses pelayanan yang cepat, mudah, murah, transparan, pasti dan terjangkau, serta mendekatkan dan memberikan pelayanan

  4

  yang lebih luas kepada masyarakat . Melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 24 Tahun 2006 mengenai Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu pemerintah menginstruksikan pemerintah daerah untuk membentuk unit pelayanan terpadu dengan jenis kelembagaan disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan daerah, apakah berbentuk dinas, badan, atau kantor.

  Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (KP2T-PM) Kabupaten Pakpak Bharat adalah salah satu dari sekian banyak PTSP yang ada di Indonesia. Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) ini mulai terbentuk sejak

  3 4 Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 Tentang RPJMN 2010-2014 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu tahun 2009 berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Pakpak Bharat Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Pakpak Bharat. Selama kurang lebih 6 tahun memberikan pelayanan, KP2T-PM juga mengalami beberapa kendala, seperti kurangnya kesadaran masyarakat untuk melegalisasi usahanya, kurangnya pendukung operasional, belum optimalnya pelaksanaan prosedur pelayanan perizinan karena izin yang diterbitkan terkadang tidak sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP).

  Hal ini diakibatkan belum dilaksanakannya kontrol terhadap pelaksanaan SOP yang telah ditetapkan, sehingga proses penerbitan izin tidak sesuai dengan

  5

  prosedur atau tahapan yang telah ditetapkan sebelumnya . Sementara di bidang penanaman modal, belum adanya kebijakan yang jelas yang akan mengatur

  6 masalah investasi di Kabupaten Pakpak Bharat, khususnya investasi asing .

  Sementara itu, dalam rangka Reformasi Birokrasi, sejak tahun 2011 pemerintah melalui Kementerian PANRB mulai mensosialisasikan penerapan ISO 9001 : 2008 sebagai kerangka Sistem Manajemen Mutu pada unit pelayanan publik di Indonesia. Sistem yang diadopsi dari perusahaan swasta ini berorientasi pada kepuasan pelanggan, dengan perbaikan berkesinambungan sebagai strateginya. Kebijakan ini merupakan kelanjutan dari program peningkatan kualitas pelayanan publik yang dirumuskan dalam reformasi birokrasi gelombang kedua (2010-2014), yang termuat dalam Peraturan Menteri Pemberdayaan 5 Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2010 mengenai Road 6 Realisasi Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (yantupinpb.blogspot.com) Rapael Immanuel Sinaga. Kebijakan Pemerintah Kabupaten Pakpak Bharat Dalam

  Merealisasikan Investasi Asing. 2008.

  

Map Reformasi Birokrasi. Dalam Reformasi Birokrasi gelombang kedua tersebut

  pemerintah menetapkan 3 target yang ingin dicapai melalui program peningkatan kualitas pelayanan publik, yaitu meningkatnya kualitas pelayanan publik kepada masyarakat (transparan, cepat, tepat, sederhana, aman, terjangkau, dan memiliki kepastian), meningkatnya jumlah unit pelayanan yang memperoleh standarisasi pelayanan internasional, dan meningkatnya indeks kepuasan masyarakat terhadap penyelenggaraan pelayanan publik. Ketiga target ini mengarah kepada konsep pelayanan prima, dimana orientasi dari pelayanan prima adalah kepuasan masyarakat pengguna layanan.

  Kabupaten Pakpak Bharat adalah salah satu dari 15 kabupaten/kota di Indonesia yang menjadi daerah percontohan penerapan ISO 9001 : 2008. Ada 9 SKPD di Kabupaten Pakpak Bharat yang menerapkan kebijakan ini, salah satunya adalah KP2T-PM. Keinginan untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan mewujudkan pelayanan prima mendorong KP2T-PM untuk menerapkan ISO 9001 : 2008 sebagai Sistem Manajemen Mutu pada organisasi tersebut, dengan harapan bahwa ketika pelayanan prima sudah tercipta kesadaran masyarakat untuk

  7 melegalisasi usaha akan meningkat begitu juga dengan investasi .

  Penerapan ISO sebagai Sistem Manajemen Mutu dalam suatu unit pelayanan memang bukan hal yang baru meskipun dalam jenis yang berbeda, seperti PDAM Tirtanadi Medan dan SAMSAT Medan Selatan yang menggunakan 7 ISO 9001 : 2000. Namun bagi Kabupaten Pakpak Bharat, khususnya KP2T-PM,

  

‐PM. Inovasi Pelayanan : Sistem Manajemen Mutu ISO 9001 : 2008 dan Sistem Pelayanan KP2T Informasi dan Pelayanan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE). 2015 ini adalah sebuah konsep baru. Ketika sebuah kebijakan diterapkan tentu akan ada kendala yang dihadapi dan perlu diketahui apakah kebijakan tersebut benar-benar tepat untuk menjawab permasalahan dalam organisasi, terutama permasalahan yang dihadapi oleh KP2T-PM dalam menyelenggarakan pelayanan prima. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk untuk melakukan penelitian dengan judul “Evaluasi Penerapan ISO 9001:2008 2008 Dalam Mewujudkan Pelayanan Prima pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (KP2T-PM) Kabupaten Pakpak Bharat”.

  1.2 Fokus penelitian

  Dalam penelitian kualitatif perlu dibuat batasan masalah yang berisi fokus atau pokok permasalahan yang diteliti. Ini bertujuan untuk memperjelas dan mempertajam pembahasan. Penelitian ini difokuskan pada penyelenggaraan pelayanan prima dan penerapan ISO 9001 : 2008 pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (KP2T-PM) Kabupaten Pakpak Bharat dengan melihat kendala-kendala yang dihadapi dan keterkaitan di antara keduanya.

  1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

  1) Bagaimanakah penyelenggaraan pelayanan prima pada KP2T-PM Kabupaten Pakpak Bharat?

  2) Bagaimanakah penerapan ISO 9001 : 2008 pada KP2T-PM Kabupaten Pakpak Bharat?

  3) Bagaimana Evaluasi Penerapan ISO 9001:2008 Dalam Mewujudkan Pelayanan Prima pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (KP2T-PM) Kabupaten Pakpak Bharat?

  1.3 Tujuan Penelitian

  Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya, yaitu untuk mengetahui dan mendeskripsikan Evaluasi Penerapan ISO 9001:2008 Dalam Mewujudkan Pelayanan Prima pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (KP2T-PM) Kabupaten Pakpak Bharat.

  1.4 Manfaat Penelitian

  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

  a. Secara subjektif, penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan wawasan dan melatih kemampuan penulis dalam pembuatan karya ilmiah. b. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan ilmiah dan menjadi sumber referensi bagi pembaca.

  c. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah dalam hal peningkatan kualitas pelayanan publik.

1.7 Kerangka Teori

1.7.1 Kebijakan Publik

  

8

Seperti yang dinyatakan oleh Dye , kebijakan publik adalah studi tentang

  “apa yang dilakukan oleh pemerintah, mengapa pemerintah mengambil tindakan tersebut, dan apa akibat dari tindakan tersebut”. Pokok kajian dari hal ini adalah negara. Pengertian ini selanjutnya dikembangkan dan diperbaharui oleh para ilmuwan yang berkecimpung dalam ilmu kebijakan publik. Definisi kebijakan publik menurut Thomas R. Dye ini dapat diklasifikasikan sebagai keputusan (decision making), dimana pemerintah mempunyai wewenang untuk menggunakan keputusan otoritatif, termasuk keputusan untuk membiarkan sesuatu terjadi, demi teratasinya suatu persoalan publik.

9 Chandler dan Plano berpendapat bahwa kebijakan publik adalah

  8 pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdaya - sumberdaya yang ada untuk 1 Drs. Hessel Nogi S. Tangkilisan, MSi, “Teori dan Konsep Kebijakan Publik” dalam

  Kebijakan Publik yang Membumi, konsep, strategi dan kasus, Yogyakarta : Lukman Offset dan YPAPI, 9 2003, hal 1. ibid memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Kebijakan publik merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan secara luas. Pengertian kebijakan publik menurut Chandler dan Plano dapat diklasifikasikan kebijakan sebagai intervensi pemerintah. Dalam hal ini pemerintah mendayagunakan berbagai instrumen yang dimiliki untuk mengatasi persoalan publik.

10 Riant Nugroho sendiri mendefinisikan kebijakan publik sebagai setiap

  keputusan yang dibuat oleh Negara, sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan dari Negara. Kebijakan publik adalah strategi untuk mengantar masyarakat pada masa awal, memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju masyarakat yang dicita-citakan.

1.7.1.1 Reformasi Birokrasi dan Pelayanan Publik

  Reformasi birokrasi adalah proses penyempurnaan, perbaikan, pengubahan, dan perombakan birokrasi dari keadaan kurang baik menjadi lebih baik. Reformasi birokrasi dan pelayanan publik merupakan elemen penting dalam tata kelola pemerintahan, menuju terwujudnya pelayanan publik yang berkualitas 10 dan prima.

  Nugroho, Riant. 2011. Public Policy. Jakarta : PT Elex Media Komputindo. Hal . 93

  Kebijakan Reformasi Birokrasi dan Pelayanan Publik Tahun 2010-2014

  rightsizing organisasi

  2. Pembuatan dan Sosialisasi Maklumat Pelayanan

  1. Penerapan estándar pelayanan publik (sesuai UU 25/2009 tentang Pelayanan Publik)

  2. Pelayanan Publik

  15. Penerapan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dan peningkatan kualitas Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)

  14. Manajemen Kearsipan dan dokumentasi berbasis teknologi informasi (UU 43/2010 tentang Kearsipan)

  

Government)

  13. Pemanfaatan teknologi informasi (e-

  12. Manajemen SDM berkualitas, transparan, dan berbasis merit/kompetensi

  Prosedur (SOP) utama

  process) dan Estándar Operasional

  11. Penyederhanaan proses bisnis (business

  10. Penataan organisasi/kelembagaan:

  11 No. Reformasi Birokrasi

  9. Tindak lanjut pengaduan masyarakat

  8. Peningkatan akuntabilitas pengelolaan anggaran dan pelaporannya

  7. Tindak lanajut atas temuan hasil pemeriksaan

  6. Penerapan e-Procurement pengadaan barang/jasa pemerintah

  5. Sistem Pengendalian Internal yang efektif (pengawasan fungsional, pengawasan melekat, dan pengawasan masyarakat)

  4. Pelaporan Gratifikasi

  3. Pembuatan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN)

  2. Penerapan Pakta Integritas Pejabat Eselon 1, Eselon 2, dan Eselon 3

  1. Penegakan Peraturan Disiplin PNS (PP 53/2010 pengganti PP 30/1980)

  1. Reformasi Birokrasi

  dan Pelayanan Publik Kebijakan

  3. Penyebarluasan Pelayanan Terpadu Satu 11 Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 Tentang RPJMN 2010 ‐2014

  Pintu

  4. Penerapan Manajemen Pengaduan yang efektif

  5. Percepatan peningkatan kualitas pelayanan publik

  6. Pemantauan, evaluasi, dan penilaian kinerja unit penyelenggara pelayanan publik Kebijakan Pelayanan Publik difokuskan pada enam area, yaitu peletakan arah kebijakan pelayanan publik (UU Pelayanan Publik dan petunjuk pelaksanaannya), penyebaran praktik-praktik terbaik penyelenggaraan pelayanan publik (best practices), penerapan standar pelayanan publik menuju standar internasional, pemberian penghargaan peningkatan kinerja pelayanan publik, deregulasi dan debirokratisasi pelayanan investasi, dan peningkatan partisipasi/peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Terkait peningkatan kualitas pelayanan publik, ada tiga sasaran yang ingin dicapai, yaitu : 1) Meningkatnya kualitas pelayanan publik kepada masyarakat (transparan, cepat, tepat, sederhana, aman, terjangkau, dan memiliki kepastian); 2) Meningkatnya jumlah unit pelayanan yang memperoleh standarisasi pelayanan internasional; 3) Meningkatnya indeks kepuasan masyarakat terhadap

  12 penyelenggaraan pelayanan publik.

1.7.1.2 Tahapan Kebijakan Publik

12 Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

  Birokrasi (PERMENPAN-RB) Nomor 20 Tahun 2010 Tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014

  Dalam proses pembuatan kebijakan, ada beberapa tahapan yang harus

  13

  dilalui , yaitu : 1) Penyusunan Agenda, dimana para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Banyak masalah tidak disentuh sama sekali, sementara lainnya ditunda untuk waktu lama; 2) Formulasi Kebijakan, dimana para pejabat merumuskan alternatif kebijakan untuk mengatasi masalah. Alternatif kebijakan melihat perlunya membuat perintah eksekutif, keputusan peradilan, dan tindakan legislatif; 3) Adopsi Kebijakan, dimana alternatif kebijakan diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus di antara direktur lembaga, atau keputusan peradilan; 4) Implementasi Kebijakan, dimana kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumberdaya dan manusia; dan 5) Penilaian Kebijakan (Evaluasi Kebijakan), dimana unit-unit pemeriksaan dan akuntansi dalam pemerintahan menentukan apakah badan-badan eksekutif, legislatif, dan peradilan memenuhi persyaratan undang-undang dalam pembuatan kebijakan dan pencapaian tujuan.

1.7.2 Implementasi Kebijakan Publik Model Implementasi

  14

  1. Teori George C. Edwards III (1980)

  13 Dunn, William N. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. (Yogyakarta : Gadjah 14 Mada University Press, 2003) Subarsono, AG. Analisis Kebijakan Publik : Konsep, Teori, dan Aplikasi (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005) hal.90 ‐92

  Menurut Edwards III, implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yaitu : a) Komunikasi, dimana keberhasilan impelementasi mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan. Oleh karena itu apa yang menjadi tuuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran; b) sumberdaya, dapat berwujud sumberdaya manusia (kompetensi implementor) dan sumberdaya finansial; c) disposisi, yaitu watak dan karakteristik yang dimiliki implementor; d) struktur birokrasi, dimana salah satu aspeknya yang penting adalah adanya prosedur operasi yang standard (standard operating procedures atau SOP). Ini menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak. Selain itu struktur organisasi yang terlalu panjang juga cenderung akan melemahkan pengawasan dan menimbulkan prosedur birokrasi yang rumit.

  15

2. Teori Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn (1975)

  Menurut Meter dan Horn, kinerja implementasi dipengaruhi oleh enam variabel, yaitu : a) Standar dan sasaran kebijakan, dimana kedua aspek ini harus jelas dan dapat diukur sehingga dapat direalisasi; b) Sumberdaya, baik sumberdaya manusia manusia maupun non manusia sangat mendukung dalam implementasi kebijakan; c) Hubungan antar organisasi, dimana dalam banyak program, kordinasi antar instansi 15 sangat diperlukan bagi keberhasilan implementasi; d) Karakteristik

  Ibid. Hal 99 ‐101 agen pelaksana, mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola- pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan mempengaruhi implementasi suatu program; e) Kondisi sosial, politik, dan ekonomi, yang mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauhmana kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan, karateristik para partisipan (mendukung atau menolak), bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan, dan apakah elit politik mendukung implementasi kebijakan; dan f) Disposisi implementor, yang mencakup tiga hal penting, yakni respon

  implementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi

  kemauannya untuk melaksanakan kebijakan, kognisi atau pemahamannya terhadap kebijakan, dan intensitas disposisi

  implementor atau preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.

1.7.3 Evaluasi Kebijakan

  Evaluasi kebijakan dalam tahapan kebijakan publik diartikan sebagai tahap penilaian kebijakan. Evaluasi kebijakan bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan kebijakan berhasil meraih dampak yang diinginkan dan apa penyebab atau kendala yang dihadapi dalam proses pelaksanaan kebijakan.

  16 Thomas R. Dye dalam Parsons menyatakan bahwa evaluasi kebijakan

  adalah “pembelajaran tentang konsekuensi dari kebijakan publik”. Tepatnya ia mencatat bahwa evaluasi kebijakan publik adalah pemeriksaan yang objektif, sistematis, dan empiris terhadap efek dari kebijakan dan program publik terhadap targetnya dari segi tujuan yang ingin dicapai.

  Evaluasi biasanya ditujukan untuk menilai sejauh mana keefektifan kebijakan publik, sejauh mana tujuan dicapai. Evaluasi diperlukan untuk melihat

  17

  kesenjangan antara ‘harapan’ dan ‘kenyataan’. Secara sederhana, evaluasi kebijakan publik dapat diartikan sebagai penilaian terhadap efek dari kebijakan publik dan sejauh mana tujuannya sudah dicapai.

1.7.3.1 Tujuan Evaluasi Kebijakan

  Dalam mengevaluasi kebijakan, ada fokus yang ingin dicapai oleh pengevaluasi. Evaluasi kebijakan memiliki tujuan yang dapat dirinci sebagai

  18

  berikut :

  a) Menentukan tingkat kinerja suatu kebijakan Melalui evaluasi maka dapat diketahui derajat pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan. 16

  b) Mengukur tingkat efisiensi suatu kebijakan Parsons, Wayne. 2008. Public Policy : Pengantar Teori dan Praktik Analisis 17 Kebijakan. (2008:547) 18 Nugroho, Riant. 2011. Public Policy. Jakarta : PT Elex Media Komputindo.

  (Subarsono, 2005:120-121)

  Dengan evaluasi juga dapat diketahui berapa biaya dan manfaat dari suatu kebijakan.

  c) Mengukur tingkat keluaran (outcome) suatu kebijakan Salah satu tujuan evaluasi adalah mengukur besaran adan kualitas pengeluaran atau output dari suatu kebijakan d) Mengukur dampak suatu kebijakan

  Pada tahap lebih lanjut, evaluasi ditujukan untuk melihat dampak dari suatu kebijakan, baik dampak positif maupun negatif.

  e) Untuk mengetahui apabila ada penyimpangan Evaluasi juga bertujuan untuk mengetahui adanya penyimpangan- penyimpangan yang mungkin terjadi, dengan cara membandingkan antara tujuan dengan sasaran dengan pencapaian target.

  f) Sebagai bahan melakukan (input) untuk kebijakan yang akan datang Tujuan akhir dari evaluasi adalah untuk memberikan masukan bagi proses kebijakan ke depan agar dihasilkan kebijakan yang lebih baik.

1.7.3.2 Model Evaluasi Kebijakan

19 Menurut Wayne Parsons , ada dua macam model evaluasi kebijakan yang

  digunakan yaitu :

  1. Evaluasi formatif Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan ketika kebijakan atau 19 program yang sedang diimplementasikan merupakan analisis tentang

  Parsons, Wayne. 2008. Public Policy : Pengantar Teori dan Praktik Analisis

  Kebijakan. Hal. 549-552

  “seberapa jauh sebuah program diimplementasikan dan apa kondisi yang bisa meningkatkan keberhasilan implementasi”. Pada fase implementasi memerlukan evaluasi “formatif” yang akan memonitor cara dimana sebuah program dikelola atau diatur untuk menghasilkan umpan balik yang bisa berfungsi untuk meningkatkan proses implementasi. Rosi dan Freeman dalam buku Parsons mendeskripsikan model evaluasi ini sebagai evaluasi pada tiga persoalan, yaitu sejauh mana sebuah program mencapai target populasi yang tepat, apakah penyampaian pelayanannya konsisten dengan spesifikasi desain program atau tidak dan sumber daya apa yang dikeluarkan dalam melakukan program

  2. Evaluasi sumatif Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan untuk mengukur bagaimana kebijakan atau program secara aktual berdampak pada problem yang ditanganinya. Model evaluasi ini pada dasarnya adalah model penelitian komparatif yang mengukur beberapa persoalan yaitu, membandingkan sebelum dan sesudah program diimplementasikan, membandingkan dampak intervensi terhadap satu kelompok dengan kelompok lain atau antara satu kelompok yang menjadi subjek intervensi dan kelompok lain yang tidak (kelompok kontrol), membandingkan apa yang terjadi dengan apa yang mungkin terjadi tanpa intervensi, dan membandingkan bagaimana bagian-bagian yang berbeda dalam satu wilayah mengalami dampak yang berbeda-beda akibat dari kebijakan yang sama.

1.7.3.3 Kriteria Evaluasi

  Suatu kebijakan yang telah diimplementasikan harus mengharuskan informasi mengenai kinerja kebijakan. William N. Dunn

  20

  mengemukakan beberapa kriteria dalam menilai kinerja kebijakan, sebagai berikut : Tipe Kriteria Penjelasan Efektivitas Apakah hasil yang diinginkan telah tercapai? Efisiensi Seberapa banyak usaha diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan? Kecukupan Seberapa jauh pencapaian hasil yang diinginkan memecahkan masalah? Pemerataan Apakah biaya dan manfaat didistribusikan dengan merata kepada kelompok-kelompok yang berbeda?

  Responsivitas Apakah hasil kebijakan memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai kelompok tertentu?

  Ketepatan Apakah hasil (tujuan) yang diinginkan benar-benar berguna atau bernilai?

1.7.4 ISO 9001 : 2008

  ISO 9001 adalah standar sistem manajemen kualitas, serta standar yang paling komprehensif dan digunakan untuk menjamin kualitas pada tahap perancangan dan pengembangan, produk, instalasi dan pelayanan jasa. Tujuan dari standar ISO 9001 adalah untuk memberikan jaminan kualitas dalam hal 20 Dunn, William N. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2003)

  Hal. 610 kontraktual dengan pihak luar (Tjiptono dan Diana, 2003, h.88). Sistem ISO 9001:2008 berfokus pada efektivitas proses continual improvement dengan pilar utama pola berpikir PDCA (Plan-Do-Check-Act), dimana dalam setiap proses senantiasa melakukan perencanaan yang matang, implementasi yang terukur dengan jelas, dilakukan evaluasi dan analisis data yang akurat serta tindakan perbaikan yang sesuai dan monitoring pelaksanaannya agar benar-benar bisa menuntaskan masalah yang terjadi pada organisasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 merupakan prosedur terdokumentasi dan praktek-praktek standar untuk manajemen sistem, yang bertujuan menjamin kesesuaian dari suatu proses dan produk (barang dan jasa) terhadap kebutuhan atau persyaratan tertentu, dimana kebutuhan atau persyaratan tertentu tersebut ditentukan atau dispesifikasikan oleh pelanggan dan organisasi.

1.7.4.1 Prinsip-Prinsip ISO 9001:2008

  Prinsip manajemen mutu sebagaimana yang dikemukakan Masaake Imae (1971) yang ditulis dalam bukunya berjudul 10 QC Maxims yang kemudian juga menjadi acuan dalam standard ISO 9001. Selain itu SMM ISO 9001 : 2008 telah melakukan perubahan dengan menggunakan 8 prinsip manajemen mutu tersebut sebagai dasar dari versi yang baru. 8 prinsip manajemen mutu tersebut nantinya akan berintegrasi pada klausul-klausul ISO 9001 : 2008 yang secara lengkap

  21

  diuraikan sebagai berikut :

  1. Fokus pada pelanggan Organisasi harus mengerti keinginan pelanggan saat ini dan nanti dengan berusaha memenuhi persyaratan pelanggan dan berusaha melebihi harapan pelanggan.

  2. Kepemimpinan Pemimpin harus mampu menciptakan visi yang mengandung kewajiban untuk mewujudkannya dan membawa orang lain ke tempat yang baru, yang memiliki kemampuan untuk mewujudkan visinya ke dalam kenyataan. Pemimpin juga harus membuat tujuan organisasi dengan menciptakan dan memelihara lingkungan internal yang membuat semua personil terlibat dalam pencapaian sasaran organisasi.

  3. Keterlibatan karyawan Keterlibatan pegawai dalam sistem manajemen sangat diperlukan, mulai dari perencanaan sampai pada pelaksanaan Sistem Manajemen Mutu.

  Sehigga masing-masing personel merasa ikut bertanggung jawab untuk mencapai tujuan organisasi dan memberikan pelayanan terbaik bagi 21 pelanggan.

  

Konsep Pengendalian Mutu (Dr.C.Rudy Prihantoro, M.Pd.) 2012. Bandung : PT.

  Remaja Rosdakarya Offset hal. 51 ‐58

  4. Pendekatan Proses Proses dalam ISO 9001 : 2008 didefinisikan sebagai kumpulan aktivitas yang saling berhubungan (mempengaruhi), dimana berubahnya input (material, persyaratan, peralatan, instruksi) menjadi output (barang, jasa). Pendekatan proses mensyaratkan organisasi untuk melakukan identifikasi, penerapan, pengelolaan, dan melakukan peningkatan berkesinambungan proses yang dibutuhkan untuk sistem manajemen mutu dan mengelola interaksi masing-masing proses yang bertujuan untuk mencapai sasaran organisasi.

  5. Pendekatan sistem untuk pengelolaan Pendekatan sistem untuk pengelolaan dapat dilakukan jika pendekatan proses sudah diterapkan. Dengan kata lain, pendekatan sistem untuk pengelolaan adalah kumpulan dari pendekatan proses.

  6. Peningkatan berkesinambungan Peningkatan berkesinambungan harus menjadi sasaran utama sebuah organisasi. Tetapi terlebih dahulu harus dilakukan stabilitas. Bila stabilitas sudah berjalan, dilanjutkan peningkatan ke tahap berikutnya secara terus- menerus.

  7. Pembuatan keputusan berdasarkan fakta

  Keputusan yang efektif adalah keputusan yang berdasarkan analisis data dan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan.

  8. Hubungan saling menguntungkan dengan pemasok Organisasi dan pemasok saling bergantung satu sama lain dan merupakan hubungan yang saling menguntungkan.

  Prinsip-prinsip Sistem Manajemen Mutu ISO 9001 : 2008

  5. Pendekatan Sistem Untuk Pengelolaan ↗ ↑

  1. Mengutamakan Pelanggan

  3. Keterlibatan Karyawan

  6. Peningkatan Berkesinambungan

  2. Kepemimpinan Perencana an stra tegi

  4. Pendekatan Proses

  7. Pengambilan Keputusan Berdasarkan Fakta

  8. Hubungan Saling Menguntungkan Dengan Pemasok

  ( Rudy Prihantoro, 2012 : 58)

1.7.5 Pelayanan Publik

  Penggunaan istilah pelayanan publik (public service) di Indonesia dianggap memiliki kesamaan arti dengan istilah pelayanan umum atau pelayanan masyarakat. Oleh sebab itu ketiga istilah tersebut dipergunakan bersamaan dan tidak memiliki perbedaan yang mendasar. Pelayanan berfungsi sebagai sebuah sistem yang menyediakan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat.

  Menurut UU Nomor 25 tahun 2009, Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundangundangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan / atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

  Sinambela dalam Harbani Posolong (2010) menyatakan pelayanan publik sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Sedangkan menurut Kepmen PAN Nomor

  25 Tahun 2004, Pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima layanan, maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pelayanan publik adalah kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka memenuhi kebutuhan warga negara.

1.7.5.1 Jenis Pelayanan Publik

  Jenis pelayanan dari instansi pemerintah serta BUMN/BUMD menurut Kepmen PAN Nomor 58 Tahun 2002 :

  1. Pelayanan administrasi adalah jenis pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa pencatatan, penelitian, pengambilan keputusan, dokumentasi, dan kegiatan tata usaha lainnya yang secara keseluruhan menghasilkan produk akhir berupa dokumen, misalnya sertifikat, ijin-ijin, rekomendasi, keterangan, dan lain-lain. Misalnya jenis pelayanan sertifikat tanah, pelayanan, IMB, pelayanan administrasi kependudukan (KTP, akte kelahiran, dan akte kematian)

  2. Pelayanan barang adalah pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa kegiatan penyediaan dan atau pengolahan bahan berwujud fisik termasuk distribusi dan penyampaiannya kepada konsumen langsung (sebagai unit atau individual) dalam suatu sistem. Misalnya jenis pelayanan listrik, pelayanan air bersih, pelayanan telepon

  3. Pelayanan jasa adalah jenis pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa sarana dan prasarana serta penunjangnya. Misalnya pelayanan angkutan darat, laut dan udara, pelayanan kesehatan, pelayanan pos dan pelayanan pemadam kebakaran.

1.7.5.2 Pola Pengelolaan Pelayanan Publik

  Dalam prakteknya penyelenggaraan pelayanan publik tersebut dilaksanakan melalui 3 macam pola pengelolan sebagai berikut: a. Pelayanan Fungsional, yakni pola pelayanan publik yang diselenggarakan oleh lembaga pelayanan, sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya, misalnya penyediaan tenaga listrik oleh PLN, pengaturan jaringan telepon oleh PT Telkom, layanan pos oleh PT Pos & Giro, dsb.

  b. Pelayanan Terpusat, yakni pola pelayanan publik yang diberikan secara mandiri oleh lembaga pelayanan berdasarkan pelimpahan wewenang dari pemerintah, misalnya pengurusan paspor oleh Kantor Imigrasi, Akte Kelahiran oleh Kantor Catatan Sipil, urusan Nikah, Talak dan Rujuk dilakukan oleh Kantor Agama, dan sebagainya. c. Pelayanan Terpadu, yakni pelayanan berbagai jenis jasa yang dibutuhkan masyarakat yang diselenggarakan dalam satu tempat pelayanan, misalnya pengurusan BPKB yang melibatkan dua lembaga, dsb. Pelayanan Terpadu dapat digolongkan ke dalam tiga macam pengelolaan terpadu: 1) Terpadu Satu Atap, yaitu pola pelayanan yang diselenggarakan dalam satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang tidak mempunyai keterkaitan proses dan dilayani melalui beberapa pintu; 2) Terpadu Satu Pintu, yaitu pola pelayanan yang diselenggarakan pada satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses, dan dilayani melalui satu pintu; 3) Gugus Tugas, yaitu yaitu pola pelayanan yang diselenggarakan oleh petugas pelayanan publik secara perorangan atau dalam bentuk gugus tugas, yang ditempatkan pada suatu lembaga dan lokasi pelayanan tertentu.

1.7.5.3 Pelayanan Prima

  Pelayanan prima merupakan terjemahan dari “Excellent Service”, yang berarti pelayanan yang sangat baik atau pelayanan yang terbaik. Lehtinen, 1983:21, mengemukakan bahwa pelayanan adalah suatu kegiatan atau suatu urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung dengan manusia atau mesin secara fisik untuk menyediakan kepuasan konsumen. Gumehsoson, 1987:22, menyatakan bahwa pelayanan adalah sesuatu yang dapat diperjualbelikan dan bahkan tidak dapat dihilangkan.

  Pelayanan dalam bahasa Inggris disebut Service. Beberapa pakar tentang Pelayanan Prima mengolah kata service yang lebih bermakna. Catherine DeVrye (1997) mengolah kata service menjadi Tujuh Strategi Sederhana Menuju Sukses :

  

1. Self Esteem (Memberi Nilai pada Diri Sendiri) 2. Exceed Expectations

(Melampaui Harapan Konsumen) 3. Recover (Merebut Kembali) 4. Vision (Visi)

5. Improve (Melakukan Peningkatan Perbaikan) 6. Care (Memberi Perhatian) 7.

  

Empower (Pemberdayaan) Untuk melaksanakan tugas sebagai abdi Negara atau

  abdi masyarakat tentunya didasari pada pelayanan yang mengacu pada kepuasan pelanggan/masyarakat (customer satisfaction) yang dilayani.

  Definisi Kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (hasil) yang dirasakan dengan harapannya, dengan diasumsikan bahwa kalau kinerja di bawah harapan, pelanggan akan merasa kecewa, kalau kinerja sesuai harapan, pelanggan akan merasa puas, dan kalau kinerja melebihi harapan, pelanggan akan sangat puas. Kepuasan pelanggan merupakan tujuan utama pelayanan prima. Setiap aparatur pelayanan berkewajiban untuk berupaya memuaskan pelanggannya. Kepuasan pelanggan dapat dicapai apabila aparatur pelayanan mengetahui siapa pelanggannya, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal. Dengan mengetahui siapa pelanggannya, maka aparatur pelayan akan dapat mengidentifikasi apa keinginan pelanggan. Dengan demikian maka harapan masyarakat terhadap pelayanan adalah; makin lama makin baik (better), makin lama makin cepat (faster), makin lama makin diperbaharui (newer), makin lama makin murah (cheaper), dan makin lama makin sederhana (more simple). Dengan maksud ingin memenuhi kepuasan dari masyarakat walaupun kepuasan sebenarnya sangat relatif tetapi paling tidak seorang birokrat/pelayan semestinya memiliki pribadi prima yang dapat dilihat dari indikator-indikator, antara lain: 1) tampil ramah, 2)tampil sopan dan penuh hormat, 3)tampil yakin, 4)tampil rapi, 5)tampil ceria 6)tampil senang memaafkan, 7)senang bergaul, 8)senang belajar dari orang lain, 9)senang pada kewajaran, dan 10)senang menyenangkan orang lain. Dari uraian yang dikemukakan diatas, maka indikator pelayanan prima penerapannya mengacu pada sendi-sendi pelayanan menurut Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN) Nomor 81/1993, antara lain adalah:

  1. Kesederhanaan dalam arti bahwa prosedur/tata cara pelayanan yang tidak rumit.

  2. Kejelasan dan kepastian adanya Prosedur/tata cara; Persyaratan, baik teknis maupun administrasi; Unit kerja atau pejabat yang bertanggung jawab; Rincian biaya/tarif pelayanan umum dan tata cara pembayarannya; Jadwal waktu penyelesaian pelayanan umum; Hak dan kewajiban pemberi maupun penerima pelayanan umum; Pejabat yang menerima keluhan masyarakat apabila ada ketidakpuasan pelayanan.

  3. Keamanan, dalam arti bahwa proses serta hasil pelayanan umum dapat memberikan keamanan, kenyamanan dan dapat memberikan kepastian hukum.

  4. Keterbukaan, dalam arti prosedur/tata cara, persyaratan dll, yang berkaitan dengan proses pelayanan umum wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta.

  5. Efisien, dalam arti persyaratan pelayanan umum dibatasi hanya pada hal- hal yang berkaitan langsung dengan produk pelayanan umum yang diberikan dan dicegah adanya pengulangan kelengkapan persyaratan.

  6. Ekonomis, dalam arti pengenaan biaya harus ditetapkan secara wajar dan tidak menuntut biaya yang tinggi di luar kewajaran, memperhatikan kondisi dan kemampuan masyarakat untuk membayar secara umum.

  7. Keadilan yang merata, dalam arti cakupan/jangkauan pelayanan umum harus diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan diperlakukan secara adil.

  8. Ketepatan waktu, dalam arti pelaksanaan pelayanan umum dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan.

  Prinsip Pelayanan Prima

  Terminologi pelayanan prima, berangkat dari reformasi di bidang pelayanan publik. Kepuasan total pelanggan menjadi orientasi gerakan ini. David Osborne dan Ted Gabler (dalam Tim Penyusun, 2003:11; lihat juga AtepAdyaBarata, 2004:25, 30, 35-45) menyatakan bahwa pengembangan organisasi sebetulnya hanya bermuara pada terwujudnya a smaller, better, faster

  

and cheaper government. Pernyataan sederhana ini mengandung makna bahwa

  empat hal tersebut harus menjadi prioritas dengan menjadikan aparatur sebagai pusat garapan. Premis sederhana itu sekaligus juga memperlihatkan bahwa selama ini pelayanan publik dari aparatur masih rendah. Untuk dapat mengetahui apa saja indikator bahwa sebuah pelayanan dianggap prima, dapat dimulai dengan menguraikan paling tidak lima prinsip dasar pelayanan prima, yaitu

  mengutamakan pelanggan, sistem yang efektif, melayani dengan hati, perbaikan yang berkelanjutan dan memberdayakan pelanggan (Tim Penyusun,

  2003:13-16).

1.7.6 Penelitian Terdahulu

  Penelitian mengenai ISO 9001 : 2008 masih terbilang baru, terutama di bidang Ilmu Administrasi Negara. Oleh karena itu, penulis mengambil beberapa hasil penelitian dari bidang ilmu lain sebagai bahan acuan dalam penelitian ini.

  1. Perbandingan Manajemen Pelayanan Puskesmas Bersertifikat

  International Standardisation Organisation Dengan Non International Standardisation Organisation.

  Penelitian ini dilakukan oleh Kusumaningtyas (2014) dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan kualitas manajemen pelayanan kesehatan antara Puskesmas bersertifikat ISO dengan yang tidak. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa Puskesmas dengan sertifikasi

  ISO 9001 : 2008 mempunyai aktifitas atau kegiatan yang mengarah pada mutu sebagai proses untuk memenuhi persyaratan pelanggan. Sedikit demi sedikit terjadi perubahan pada pelayanan yang diberikan. Mulai dari unit pelayanan yang sebelumnya manual menjadi bersistem komputerisasi, hingga bangunan yang disesuaikan dengan standard untuk mengutamakan kenyamanan pelanggan.

  2. Pengaruh Penerapan ISO 9001 : 2008 Terhadap Kinerja Pegawai Sekretariat Daerah Pemerintahan Kota Malang

  Hasil penelitian yang dilakukan oleh Septantya Chandra Pamungkas (2013) ini menunjukkan bahwa penerapan ISO 9001 : 2008 khususnya sumber daya manusia (kompetensi, pelatihan, dan kesadaran), infrastruktur kerja, dan lingkungan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai di Sekretariat Daerah Pemerintah Kota Malang

  3. Pengaruh Penerapan ISO 9001 : 2008 Terhadap Kinerja Guru Di SMK Negeri 1 Sedayu Bantul

  Penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif ini berkesimpulan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara penerapan SMM ISO 9001 : 2008 terhadap kinerja guru di SMK Negeri 1 Sedayu dimana sumbangan efektif SMM ISO 9001 : 2008 terhadap kinerja guru adalah sebesar 25,5 %.

  4. Analisis Budaya Mutu Universitas Surabaya Dalam Rangka Pengukuran Efektivitas Penerapan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001 : 2008

  Penelitian yang dilakukan oleh Naya Adi Swaputri, dkk ini menghasilkan beberapa kesimpulan, di antaranya adalah pencapaian tertinggi dalam penerapan SMM ISO 9001 : 2008 adalah pada variabel fokus pelanggan. Ini berarti pelayanan yang diberikan sudah cukup baik.

  Selain itu, diperoleh hasil penelitian bahwa penerapan ISO 9001 : 2008 berpengaruh positif terhadap budaya mutu Universitas Surabaya. Dan yang terakhir, semakin tinggi kesadaran untuk menerapkan SMM ISO 9001 : 2008 maka semakin baik budaya mutu yang dimiliki oleh Universitas Surabaya.

1.8 Definisi Konsep

  Konsep dapat diartikan sebagai penggambaran secara abstrak suatu keadaan, individu atau kelompok yang menjadi objek kajian ilmu sosial. Untuk mempermudah pemahaman di dalam meneliti objek tersebut, perlu dilakukan pendefinisian konsep. Adapun definisi konsep dari penelitian ini adalah :

  1. Kebijakan publik adalah tindakan dan/atau dampak dari tindakan pemerintah yang diproyeksikan kepada tujuan tertentu.

  2. Evaluasi kebijakan adalah penilaian terhadap efek dari kebijakan publik dan sejauh mana tujuannya sudah dicapai.

  3. Sistem Manajemen Mutu ISO 9001 : 2008 adalah standar sertifikasi yang mengelola proses pencapaian kualitas dalam kaitannya dengan hubungan antara penyuplai, perusahaan, ada konsumen.

  4. Kualitas pelayanan berkaitan dengan usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan yang mencakup produk (barang atau jasa), tenaga kerja, proses, dan lingkungan kerja, yang sifatnya selalu berubah.

Dokumen yang terkait

III. Kuesioner Risiko Kecelakaan Kerja - Pengaruh Perilaku Bahaya Kerja Terhadap Risiko Kejadian Kecelakaan Kerja Pada Pekerja di PT Subur Sari Lastderich (SSL) Humbang Hasundutan Tahun 2015

0 1 27

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Bahaya Kerja 2.1.1 Definisi - Pengaruh Perilaku Bahaya Kerja Terhadap Risiko Kejadian Kecelakaan Kerja Pada Pekerja di PT Subur Sari Lastderich (SSL) Humbang Hasundutan Tahun 2015

0 0 32

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Perilaku Bahaya Kerja Terhadap Risiko Kejadian Kecelakaan Kerja Pada Pekerja di PT Subur Sari Lastderich (SSL) Humbang Hasundutan Tahun 2015

0 0 9

2.1. Sejarah Ringkas PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara - Peranan Kompetensi Komunikasi,Kecerdasan Emosional dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan di PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara

0 1 18

BAB II GAMBARAN UMUM - Penggunaan Partikel Ni, De dan Wo yang Menyatakan Tempat Dalam Bahasa Jepang

0 0 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Komunikasi Organisasi, Kepuasan Kerja, dan Komitmen Organisasi Terhadap Prestasi Kerja Karyawan pada Agen Call Center PT. Telkomsel Medan

0 0 28

BAB I PENDAHULUAN - Pengaruh Komunikasi Organisasi, Kepuasan Kerja, dan Komitmen Organisasi Terhadap Prestasi Kerja Karyawan pada Agen Call Center PT. Telkomsel Medan

0 15 11

Pengaruh Komunikasi Organisasi, Kepuasan Kerja, dan Komitmen Organisasi Terhadap Prestasi Kerja Karyawan pada Agen Call Center PT. Telkomsel Medan

0 5 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Tinjauan Sosial Ekonomi Nelayan di Desa Fowa Kecamatan Gunungsitoli Idanoi Kota Gunungsitoli

0 0 28

BAB I PENDAHULUAN - Tinjauan Sosial Ekonomi Nelayan di Desa Fowa Kecamatan Gunungsitoli Idanoi Kota Gunungsitoli

0 0 12