BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Tinjauan Sosial Ekonomi Nelayan di Desa Fowa Kecamatan Gunungsitoli Idanoi Kota Gunungsitoli

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sosial Ekonomi

2.1.1 Pengertian Sosial Ekonomi

  Keadaan sosial ekonomi orang itu berbeda - beda, ada yang keadaan sosial ekonominya tinggi, sedang dan rendah. Pengertian sosial dan pengertian ekonomi jarang di bahas secara bersamaan. Salah satu faktor yang penting untuk membangun masyarakat yang sejahtera adalah melalui pembangunan ekonomi.

  Sepanjang sejarah manusia terus mencari tahu bagaimana cara sumber daya alam ini dapat digunakan dengan baik. Masyarakat memerlukan sistem pemerintahan yang dapat memenuhi semua kebutuhan anggotonya. Jawaban masyarakat dari keperluan itu menggambarkan nilai-nilai sosial ekonomi yang diikuti masyarakat ketika itu.

  Kata sosial berasal dari kata “socious” yang artinya kawan,. Dalam hal ini arti kawan bukan terbatas, Dalam hal ini kawan adalah mereka orang-orang yang ada disekitar dan tinggal dalam satu lingkungan tertentu dan mempunyai sifat yang saling mempengaruhi satu sama lain. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata sosial berarti segala sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2010) .Sehingga kata sosial sering diartikan sebagai hal- hal yang berkenaan dengan masyarakat.

  Istilah ekonomi sendiri berasal dari kata yunani yaitu “oikos” yang berarti keluarga, maka secara garis besar ekonomi diartikan sebagai aturan rumah tanga atau manajemen rumah tangga.

  Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ekonomi berarti ilmu-ilmu yang mengenai asas-asas produksi, distribusi dan pemakaina barang serta kekayaan.

  (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2010) Kondisi sosial ekonomi adalah suatu keadaan atau kedudukan yang diatur secara sosial dan menetapkan seseorang dalam posisi tertentu dalam struktur sosial masyarakat. Pemberian posisi ini disertai dengan seperangkat hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh si pembawa status.

  Melly G. Tan mengatakan untuk melihat kondisi sosial ekonomi keluarga atau masyarakat itu dapat dilihat melalui tiga aspek yaitu pekerjaan, pendidikan, dan penghasilan.

  Tiga tingkatan golongan masyarakat berdasarkan kondisi sosial ekonomi, yaitu :

1. Golongan berpenghasilan rendah.Masyarakat yang menerima pendapatan lebih rendah dari keperluan untuk memenuhi tingkat hidup yang minimal.

  Untuk memenuhi tingkat hidup yang minimal, mereka perlu mendapatkan pinjaman dari orang lain karena tuntutan kehidupan yang keras, perkembangan anak dari keluarga itupun menjadi agresif. Sementara itu orangtua yang sibuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi tidak sempat memberikan bimbingan dan pengawasan terhadap perilaku anaknya.

  2. Golongan berpenghasilan sedang. Masyarkat yang memiliki pendapatan yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok dan tidak dapat menabung.

  3. Golongan berpenghasilan tinggi.Masyarakat yang dapat memenuhi kebutuhan pokok, sebagian dari pendapatan yang diterima dapat ditabung dan digunakan untuk kebutuhan lain ataupun kebutuhan di masa mendatang.

  Berdasarkan beberapa pernyataan diatas tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa sosial ekonomi adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat antara lain sandang, pangan, perumahan pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Kehidupan sosial ekonomi harus di pandang sebagai sistem (sistem sosial) yaitu satu keseluruhan bagian-bagian atau unsur- unsur yang saling berhubungan dalam satu kesatuan.

2.1.2 Indikator Sosial Ekonomi

  Keluarga atau kelompok masyarakat dapat digolongkan memiliki sosial ekonomi rendah, sedang dan tinggi. Bersasakan hal tersebut, kita dapat mengklarifikasikan keadaan sosial ekonominya yang dapat dijabarkan sesuai dengan indikator sebagai berikut : a) Pendapatan

  Pendapatan akan mempengaruhi status sosial seseorang terutama akan ditemui dalam masyarakat yang materialis dan tradisional yang menghargai status sosial ekonomi yang tinggi terhadap kekayaan.

  Biro pusat statistik (BPS), merinci pendapatan dalam kategori sebagai berikut:

  1. Pendapatan berupa uang yaitu pendapatan :

  a) Dari gaji dan upah yang diperoleh dari kerja pokok, kerja sampingan, kerja lembur dan kerja kadang-kadang.

  b) Dari hasil usaha sendiri berupa hasil bersih dari usaha sendiri dan penjualan dari kerajinan rumah.

  c) Dari hasil investasi yakni pendapatan yang diperoleh dari hak milik tanah.

  d) Dari keuntungan sosial yakni pendapatan yang diperoleh dari kerja sosial.

  2. Pendapatan berupa barang yaitu pendapatan berupa :

  a) Bagian pembayaran upah dan gaji yang berbentuk beras, pengobatan, transportasi, perumahan dan rekreasi.

  b) Barang yang diproduksi dan dikonsumsi dirumah antara lain pemakaian barang yang diproduksi dirumah dan sewa yang seharusnya dikeluarkan terhadap rumah sendiri yang ditempati.

  Berdasarkan penggolongannya, BPS membedakan pendapatan penduduk menjadi 4 golongan yaitu:

  1. Golongan Sangat Tinggi : Golongan pendapatan sangat tinggi adalah jika pendapatan rata-rata lebih dari Rp. 3.500.000,00 per bulan

  2. Golongan pendapatan tinggi adalah jika pendapatan rata-rata antara Rp.2.500.000,00 s/d Rp. 3.500.000,00 per bulan.

  3. Golongan Pendapatan sedang adalah jika pendapatan rata-rata dibawah antara Rp. 1.500.000 s/d Rp. 2.500.000, 00 perbulan.

  4. Golongan pendapatan rendah adalah jika pendapatan rata-rata Rp.1.500.000,00 per bulan

  Undergraduate-22748-BAB%20II.pdf di akses pada tanggal 30 Januari

  21.00 WIB) Berdasarkan kategori tersebut, dapat dikatakan bahwa pendapatan juga sangat berpengaruh terhadap tingkat ekonomi seseorang. Apabila seseorang memiliki pendapatan yang tinggi, maka dapat dikatakan bahwa tingkat ekonominya tinggi juga.

  b) Perumahan Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau hunian yang dilengkapi dengan prasarana lingkungan yaitu kelengkapan dasar fisik lingkungan, misalnya penyediaan air minum, pembuangan sampah, tersedianya listrik, telepon, jalan yang memungkinkan pemukiman sebagaimana mestinya.

  Berdasarkan Undang-undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Pemukiman, terdapat beberapa pengertian dasar, yaitu : 1.

  Perumahan dan kawasan permukiman adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat.

  2. Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni.

  3. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.

  4. Lingkungan hunian adalah bagian dari kawasan permukiman yang terdiri atas lebih dari satu satuan permukiman.

  5. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan.

  6. Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.

  7. Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya.

  8. Rumah komersial adalah rumah yang diselenggarakan dengan tujuan mendapatkan keuntungan.

  9. Rumah swadaya adalah rumah yang dibangun atas prakarsa dan upaya masyarakat.

  10. Rumah umum adalah rumah yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

  11. Rumah khusus adalah rumah yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan khusus.

  c) Pendidikan Pendidikan adalah pembelajarnkebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atauendidikan sering terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi juga memungkinkan secara otodidak.

  Pada dasarnya pengertian pendidikan dalam undang-undang No. 20

  

Tahun 2003 tentangSISDIKNAS, yakni:Pendidikan adalah usaha sadar dan

  terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.Berdasarkan definisi di atas, saya menemukan 3 (tiga) pokok pikiran utama yang terkandung di dalamnya, yaitu:

  1. Usaha sadar dan terencana.

  2. Mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya.

  3. Memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa kepada perkembangan anak untuk mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak cukup cakap dalam melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak dengan bantuan orang lain.

  d) Kesehatan

   Pengertian kesehatan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)

tahun 1948 menyebutkan bahwapengertian kesehatan adalah suatu keadaan

fisik, mental dan sosial kesejahteraan dan bukan hanya ketiadaan penyakit

dan kelemahan. Dalam piagam ottawa untuk promosi kesehatan,

mengatakan bahwa pengetian kesehatan adalah sumber daya bagi

kehidupan sehari-hari, bukan tujuan kesehatan adalah konsep positif

menekankansumber daya sosial dan pribadi, serta kemampuan fisik.

  Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat.

  e) Sandang dan Pangan Sandang adalah pakaian manusia. Pakaian menjadi kebutuhan primer pertama walaupun manusia tidak bisa hidup tanpa pakaian, tetapi karena manusia adalah makhluk sosial yang hidup dalam masyarakat sehingga pakaian adalah hal yang paling penting. Sedangkan pangan adalah sumber makanan bagi manusia dan merupakan kebutuhan primer. Pangan meliputi pekerjaan dan hal-hal yang dilakukan dengan tujuan menghasilkan pangan bagi kehidupan. Manusia hidup dalam masayarakat dan mebutuhkan pekerjaan dalam menghasilkan kebutuhannya sehari-hari.

2.2 Kemiskinan

  2.2.1 Defenisi Kemiskinan

  Kemisikinan merupakan masalah global yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan satu sama lain seperti : tingkat pendapatan, pendidikan, kesehatan, geografis, akses terhadap barang dan jasa serta kondisi lingkungan, Kemiskinan terus mejadi masalah sosial yang fenomenal sepanjang sejarah indonesia.

  Kemiskinan merupakan bagian dari masalah sosial, apabila studi masalah sosial dianggap suatu proses maka penanganan kemiskinan sebagai salah satu bentuk masalah sosial selalu terkait dengan pemahaman terhadap latar belakang atau faktor-faktor yag dianggap sebagai sumber masalah. Strategi dan pendekatan dalam menangani masalah akan sangat ditentukan oleh pendekatan yang digunakan dalam memahami latar belakang masalahnya. Treatment dalam menangani kemiskinan akan sangat ditentukan oleh diagnosis yang dilakukan (Soetomo 2008:326).

  2.2.2 Aspek-aspek Kemiskinan

  Langkah pertama yang tepat dilakukan dalam upaya memahami kemiskinan secara holistik adalah dengan melakukan kajian-kajian dengan aspek- aspek kemiskinan itu sendiri, yaitu :

  a) Kemiskinan itu multi dimensi

  Sifat kemiskinan sebagai suatu konsep multi dimensi berakar dari kondisi kehidupan manusia yang beranekaragam. Ditinjau dari segi kebijakan umum, maka kemiskinan ini meliputi aspek-aspek primer, organisasi-organisasi sosial, kelembagaan-kelembagaan sosial, berbagai pengetahuan serta berbagai keterampilan yang dianggap dapat mendukung manusia. Sedangkan aspek sekundernya antara lain miskinnya informnasi , jaringan sosial, dan sumber-sumber keuangan yang kesemuanya merupakan faktor-faktor yang dapt digunakan sebagai jembatan memperoleh sebuah fasilitas yang dapat mendukung upaya mempertahankan bahkan meningkatkan kualitas hidup.

  b) Aspek-aspek kemiskinan saling berkaitan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

  Sebagai konsekuensi logisnya, kemajuan atau kemunduran pada salah satu aspek dapat mengakibatkan kemajuan atau kemunduran aspek lainnya. Justru kondisi seperti inilah yang mengakibatkan tidak mudahnya menanalisis kemiskinan itu menuju dalam pemahaman yang komprehensif.

  c) Kemiskinan itu adalah fakta yang terukur

  Fenomena yang sering ditemukan adalah pendapatan yang diperoleh sekelompok yang bermukim ditempat yang sama namun kualitas individu atau keluarga yang dimiliki mungkin saja berbeda. Kondisi kehidupan manusia memiliki standar yang akuntabel. Kajian kesehatan memiliki kemampuan untuk mengukur kuantitas kalori yang dibutuhkan manusia untuk dapat hidup secara wajar. Lebih jauh lagi, setiap unsur makanan dengan jumlah, jenis dan kuantitas tertentu dapat diukur kuantitas kandungan kalorinya yang berguna bagi aktivitas kehidupan manusia. Dengan demikian terdapat standar kehidupan minimum yang semestinya dicapai dan dimiliki oleh manusia. Hal ini mengindikasikan kepada kita bahwa kemiskinan itu benar-benar fakta yang terukur. Demikian terukurnya kemiskinan itu sehingga dapat diklarifikasikan ke dalam berbagai tingkat, seperti :

  1. Miskin 2.

  Sangat miskin 3. Sangat miskin sekali

  Demikian halnya dengan BKKBN sering mengklarifikasi kondisi kehidupan masyarakat ke dalam berbagai tingkat seperti:

  1. Pra sejahtera 2.

  Sejahtera 1 3. Sejahtera 2

  d) Bahwa yang miskin adalah manusianya, baik secara individual maupun kolektif.

  Kita sering mendengar istilah kemiskinan pedesaan (rural proverty), kemiskinan perkontaan (Urban Proverty), dan sebagainya.

  Berbagai istilah tersebut bukanlah berarti bahwa yang mengalami kemiskinan itu adalah desa atau kota secara an sich. Kondisi desa dan kota itu merupakan penyebab kemiskinan bagi manusia. Dengan demikian pihak yang menderita miskin hanyalah manusia, baik secara individual maupun kelompok, dan bukan wilayah (Siagian 2012:12-15).

2.2.3 Gejala Kemiskinan

  Untuk memahami kemiskinan lebih sering dilakukan dengan cara atau pedekatan lain, seperti melalui gejala-gejala kemiskinan. Salah satu cara dan langkah pemahaman kemiskinan adalah melalui penelusuran gejala-gejala kemiskinan, seperti : a.

  Kondisi kepemilikan faktor produksi Kemiskinan tidak datang secara serta-merta. Demikian halnya dengan pendapatan, juga tidak datang dengan serta-merta. Semuanya melalui saluran, sumber dan protes tertentu. Dengan demikian, salah satu pendekatan untuk mengetahui kemiskinan adalah mengetahui pekerjaan atau mata pencaharian, apa alat atau faktor produksi yang digunakan dan bekerja dalam upaya mendapatkan pencaharian itu. Pemahaman akan berbagai hal tersebutmerupakan jalan bagi kita untuk mengetahui apakah seseorang atau kelompok orang tersebut miskin atau tidak.

  b.

  Angka ketergantungan penduduk Secara teoritis memang dikenal banyak sumber pendapatan, seperti hasil usaha atau keuntungan, upah, bunga tabungan dan lain-lain. Namun bagi mayoritas masyarakat, atau satu kalimat yang berlaku secara umum, orang hanya akan memiliki pendapatan jika bekerja. Namun pada kenyataannya, angka ketergantungan pada masyarakat atau keluarga sangat tinggi.

  c.

  Kekurangan gizi

  Laporan dari berbagai institusi sperti Dinas Kesehatan, Puskesmas maupun Rumah Sakit sering menggambarkan status masyarakat. Berbagai kesimpulan diperoleh dari laporan tersebut, antara lain adalah wilayah rawan gizi. Berbagai media massa sering menginformasikan tentang kondisi masyarakat yang kurang gizi. Informasi ini merupakan gejala sangat miskin seseorang atau sekelompok orang. Masalahnya berbagai unsur terdapat dalam kebutuhan pokok, dimana kebutuhan fisik merupakan kebutuhan yang paling utama. Oleh karena itu, tidak terpenuhinya kebutuhan fisik yang mengakibatkan seseorang atau sekelompok orang itu teridentifikasi kekurangan gizi menjadi gejala betapa miskinnya seseorang atau sekolompok orang itu.

  d.

  Pendidikan yang rendah Di era modern seperti ini, pendidikan dinaggap sebagai sesuatu yang penting. Pendidikan bahkan telah sebagai indikator utama kedudukan dalam masyarakat. Oleh karena itu, wajar jika setiap orang berupaya meraih tingkat pendidikan, bahkan tidak sekedar pendidikan, melainkan pendidikan yang tinggi. Hal ini terjadi karena pendidikan dianggap sebagai alat memenangkan persaingan yang makin hari makin ketat (Siagian 2012:15-19).

2.2.4 Ciri-ciri Kemiskinan

  Kemiskinan dapat juga disebutkan sebagai suatu kondisi sosial yang sangat rendah. Kondisi sosial lain dari penduduk miskin biasanya dicirikan oleh keadaan rumah tangga dimana jumlah anggota keluarga banyak, tingkat pendidikan kepala rumha tangga dan anggota rumah tangga rendah, dan umumnya rumah tersebut berada di pedasaan.

  Dengan menggunakan perspektif yang lebih luas, kemiskinan memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

  1. Ketidakmapuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (pangan,sandang,pangan) 2. Ketiadaan akses terhadapkebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan pendidikan, sanitasi air bersih, transportasi)

  3. Ketiadaaan jaminan masa depan 4.

  Kerentanan terhadap goncangan individual maupun masal 5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia 6. Keterlibatan dalam kegiatan sosial masyarakat 7. Ketiadaan akses terhadap lapangan pekerjaaan dan mata pencaharian berkesinambungan

  8. Ketidakmampuan berusaha karena cacat fisik maupun mental 9.

  Ketidakmapuan dan ketidak beruntungan sosial (Soeharto 2009:32).

2.3 Nelayan

2.3.1 Defenisi Nelayan

  Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan atau budi daya. Mereka pada umumnya tinggal di pinggir pantai, sebuah lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya ( Imron dalam Mulyadi, 2005 :7).

  Sebagian besar masyarakat pesisir, baik langsung maupun tidak langsung, menggantungkan kelangsungan hidupnya dari mengelola potensi sumberdaya perikanan. Mereka menjadi komponen utama konstruksi masyarakat maritim Indonesia. Dalam konteks ini, nelayan didefinisikan sebagai kesatuan sosial kolektif masyarakat yang hidup di kawasan pesisir dengan mata pencahariannya menangkap ikan di laut, pola-pola perilakunya diikat oleh sistem budaya yang berlaku, memiliki identitas bersama dan batas-batas kesatuan sosial, struktur sosial yang mantap, dan masyarakat terbentuk karena sejarah sosial yang sama.

  Sebagai sebuah komunitas sosial, masyarakat nelayan memiliki sitem budaya yang tersendiri dan berbeda dengan masyarakat lain yang hidup di daerah pegunungan, lembah atau dataran rendah, dan perkotaan.Komunitas nelayan terdiri atas komunitas yang heterogen dan homogen. Masyarakat yang heterogen adalah mereka yang bermukim di desa-desa yang mudah dijangkau secara transportasi darat. Sedangkan yang homogen terdapat di desa-desa nelayanterpencil biasanya mengunakan alat-alat tangkap ikan yang sederhana, sehingga produktivitas kecil. Sementara itu, kesulitan transportasi angkutan hasil ke pasar juga akan menjadi penyebab rendahnya harga hasil laut di daerah mereka. Dilihat dari teknologi peralatan tangkap yang digunakan dapat dibedakan dalam dua katagori, yaitu nelayan modern dan nelayan tradisional. Nelayan modern menggunakan teknologi penangkapan yang lebih canggih dibandingkan dengan nelayan tradisional. Ukuran modernitas bukan semata-mata karena penggunaan motor untuk mengerakkan perahu, melainkan juga besar kecilnya motor yang digunakan serta tingkat eksploitasi dari alat tangkap yang digunakan. Perbedaan modernitas teknologi alat tangkap juga akan berpengaruh pada kemampuan jelajah operasional mereka.

  Dalam satu keluarga, tiap anggota memiliki peranan masing-masing terutama dalam menjalankan perekonomian keluarga. Suami sebagai kepala rumah tangga adalah penanggungjawab kebutuhan rumah tangga, dan sebagai pencari nafkah, yaitu mencari ikan di laut. Laut bagi nelayan merupakan ladang hidup, dan kehidupannya tergantung dari sumber-sumber kelautan. Kegiatan sehari-hari yang dilakukan adalah pergi ke laut untuk menangkap ikan, jadi aktivitas nelayan (suami) sebagian besar dihabiskan di laut. Kegiatan yang berkaitan dengan kenelayanan ini dilakukan oleh nelayan tidak hanya di laut, tetapi juga dilakukan pada waktu di darat. Waktu senggang ketika tidak melaut, mereka gunakan untuk memperbaiki perahudan peralatan tangkap (Sumintarsih, 2005:27)

  Sesungguhnya nelayan bukanlah suatu identitas tunggal, mereka terdiri dari beberapa kelompok. Dilihat dari segi pemilikan alat tangkap, nelayan dapat di bedakan menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan buruh, nelayan juragan, dan nelayan perorangan. Nelayan buruh adalah nelayan yang bekerja dengan alat tangkap milik orang lain. Sebaliknya nelayan juragan adalah nelayan yang memiliki alat tangkap yang dioperasikan oleh orang lain. Adapun nelayan perorangan adalah neyalan yang memiliki peralatan sendiri, dan dalam pengoperasiannya tidak melibatkan orang lain (Mulyadi 2005:7).

2.3.2 Kemiskinan Nelayan

  Kemiskinan nelayan terdiri dari atas kemiskinan prasarana dan kemiskinan keluarga. Kemiskinan prasarana dapat diindikasikan pada ketersediaan prasarana fisik di desa-desa nelayan, yang pada umumnya masih sangat minim, seperti tidak tersedianya air bersih, jauh dari pasar, dan tidak adanya aksesuntuk memndapatkan bahan bakar yang sesuai dengan harga standar. Kemiskinan prasarana itu secara tidak langsung juga memiliki andil bagi munculnya kemiskinan keluarga. Misalnya, tidak tersedianya air bersih akan memaksa keluarga untuk mengeluarkan uang untuk membeli air bersih, yang berarti mengurangi pendapatan mereka. Kemiskinan prasarana juga dapat mengakibatkan keluarga yang berada garis kemiskinan (near poor) bisa merosot kedalam keluarga miskin.

  Sesungguhnya, ada dua hal utama yang terkandung dalam kemiskinan, yaitu kerentanan dan ketidakberdayaan. Dengan kerentanan yang dialami, orang miskin akan mengalami kesulitan untuk menghadapi situasi darurat. Ini dapat dilihat dari nelayan perorangan misalnya , mengalami kesulitan dalam membeli bahan bakar untuk keperluan melaut. Hal ini disebabkan karena pada sebelumnya tidak ada hasil tangkapan yang bisa di jual, dan tidak ada dana cadangan yang dapat digunakan untuk keperluan mendesak. Hal yang sama juga dialami oleh nelayan buruh, mereka merasa tidak berdaya di hadapan para juragan yang telah memperkerjakannya, meskipun bagi hasil yang diterimanya dirasakan tidak adil (Mulyadi 2005:49).

  Menurut Kusnadi kemiskinan nelayan disebabkan oleh faktor-faktor kompleks yang saling terkait satu sama lain. Kusnadi mengkategorikan faktor- faktor tersebut kedalam faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang berkaitan dengan kondisi internal sumberdaya manusia nelayan dan aktfitas kerja mereka. Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi di luar diri dan aktiitas kerja nelayan. Faktor internal mencakup masalah : a)

  Keterbatasan kualitas sumber daya manusia nelayan,

  b) Keterbatasan kemampuan modal usaha dan teknologi penangkapan,

  c) Hubungan kerja (pemilihan perahu-nelayan buruh) dalam organisasi organisasipenangkapan yang dianggap kurang menguntungkan nelayan buruh,

  d) Kesulitan melakukan diperivikasi usaha penangkapan,

  e) Ketergantungan yang tinggi terhadap okupasi melaut, dan,

  f) Gaya hidup yang dipandang “boros” sehingga kurang berorientasi pada masa depan.

  Faktor kemiskinan yang bersifat eksternal mencakup masalah:

  a) Kebijakan pembangunan perikanan yang lebih berorientasi pada produktivitas untuk menunjang pertumbuhan ekonomi nasional, parsial, dan tidak memihak nelayan tradisional,

  b) Sistem pemasaran hasil perikanan yang lebih menguntungkan pedagang perantara, c)

  Kerusakan ekosistem pesisir dan laut karena pencemaran dari wilayah darat, praktek penangkapan dengan bahan kimia, perusakan terumbu karang, dan konversi hutan bakau di kawasan pesisir,

  d) Penggunaan peralatan tangkap yang tidak ramah lingkungan,

  e) Penegakan hukum yang lemah terhadap perusak lingkungan, f) Terbatasnya teknologi pengolahan hasil tangkapan pascatangkap,

  g) Terbatasnya peluang-peluang kerja di sektor nonperikanan yang tersedia di desa-desa nelayan, kondisi alam dan fluktuasi musim yang tidak memungkinkan nelayan melaut sepanjang tahun

  h) Isolasi geografis desa nelayan yang mengganggu mobilitas barang, jasa, modal dan manusia (Kusnadi, 2004 : 5-7).

  Beberapa faktor yang menyebabkan kemiskinan nelayan antara lain : a.

  Rendahnya tingkat teknologi penangkapan b. Kecilnya skala usaha c. Belum efesiennya sistem pemasaran hasil ikan d. Status nelayan yang sebagian besar adalah buruh (Basri 2007:44)

  Sementara menurut Raymond Firth kemisikinan nelayan dicirikan paling tidak lima karakteristik.

  Pertama, pendapatan nelayan bersifat harian (daily increments) dan jumlahnya sangat sulit untuk ditentukan, dan sangat bergantung pada musim dan status nelayan itu sendiri, dalam arti ia sebagaijuragan. Keadaan demikian mendorong nelayan untuk membelanjakan uangnya segera setelah mendapatkan penghasilan. Implikasinya, nelayan sulit mengakumulasikan modal atau menabung.

  Kedua, dilihat dari pendidikannya, tingkat pendidikan nelayan atau anak- anak nelayan umumnya rendah. Kondisi demikian mempersulit mereka dalam memilih atau memperoleh pekerjaan lain, selain meneruskan pekerjaanorang tuanya sebagai nelayan. Sementara itu, anak-anak nelayan yang berhasil mencapai pendidikan tinggi. Maupun para sarjana perikanan, enggan berprofesi sebagai nelayan, karena menganggap profesi nelayan sebagai lambang ketidakmampuan.

  Ketiga, dihubungkan dengan sifat produksi yang dihasilkan nelayan, maka nelayan lebih banyak berhubungan dengan ekonomi tukar-menukar karena produk tersebut bukan merupakan makanan pokok, selain itu, sifat produk yang mudah rusak dan harus segera dipasarkan, menimbulkan ketergantungan yang besar dari nelayan kepada pedagang. Hal itu membuat harga ikan akan dikuasai oleh pedagang.

  Keempat, bidang perikanan membutuhkan investasi besar dan cenderung mengandung resiko yang besar dibandingkan dengan sektor usaha lainnya. Oleh karena itu, nelayan cenderung menggunakan armada dan peralatan tangkap yang sederhana, ataupun hanya menjadi anak buah kapal.

  Kelima, kehidupan nelayan yang miskin juga diliputi oleh keheranan, misalnya ditunjukkan oleh terbatasnya anggota keluarga yang secara langsung dapat ikut dalam kegiatan produksi dan ketergantungan nelayan yang sangat besar pada satu mata pencaharian, yaitu menangkap ikan (Sutawi dan David, 2003: 29- 32).

2.3.2 Ketidakberdayaan Teknologi dan Ekonomi Nelayan

  Dapat dipahami, jika ketergantungan nelayan terhadap teknologi penangkapan itu sangat tinggi. Hal tersebut disebabkan selain kondisi sumber daya perikanan yang bersifat mobile, yaitu mudah berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain, juga untuk menangkapnya nelayan perlu sarana bantu untuk dapat bertahan lama hidup di atas air.

  Pada umumnya para nelayan masih mengalami keterbatasan teknologi penangkapan. Dengan alat tangkap yang sederahana, wilayah operasi pun menjadi terbatas, hanya di sekitar perairan pantai. Disamping itu, ketergantungan terhadap musim sangat tinggi, sehingga tidak setiap saat nealayan bisa turun melaut, terutama pada musim ombak, yang bisa berlangsung sampai lebih dari satu bulan. Akibatnya selain hasil tangkapan menjadi terbatas, dengan kesederhanaan alat yang dimiliki, pada musim tertentu tidak ada tangkapan yang dapat diperoleh.

  Kondisi ini merugikan nelayan karena rata-rata pendapatan per bulan menjadi lebih kecil, dan pendapatan yang diperoleh pada saat musim ikan akan habis dikonsumsi pada saat paceklik.

  Selain rendahnya teknologi penagkapan yang dimiliki oleh nelayan pada umumnya, hal lain yang dihadapi nelayan adalah tidak semua nelayan memiliki alat tangkap. Kemampuan untuk meningkatan peralatan sangat di pengaruhi oleh kondisi soial ekonomi seseorang nelayan. Sesuai dengan kondisi ekonominya, peralatan yang mampu dibeli adalah peraltan yang sederhana. Oleh karena itu, untuk mengembangkan alat variasi tangkap bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Akibatnya kemampuan untuk melakukan dan meningkatkan hasil tangkapan menjadi sangat terbatas. Kondisi ini mengakibatkan nelayan mengalami kesulitan untuk dapat melelpaskan diri dari kemiskinan karena kemiskinan yang dialami oleh para nelayan tersebut menjadi semacam lingkaran setan (Mulyadi 2005:49-50).

2.4 Hasil Penelitian Sebelumnya

  Penelitian tentang Keadaan Sosial-Ekonomi Masyarakat Nelayan Di Desa Kinabuhutan Kecamatan Likupang Barat. Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara pernah dilakukan oleh Martha Wasak program studi Agrobisnis Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Sam Ratulangi manado dengan hasil penelitian Penduduk Desa Kinabuhutan tercatat 1.089 jiwa di mana 90% beragama islam, berpendidikan formal tamat SD, dan sebagian besar (78,55%) bermatapencaharian sebagai nelayan, dengan menggunakan alat tangkap soma pajeko, pukat pantai dan pancing, di mana sekitar 51% nelayan berpendapatan Rp. 610.000 - Rp 800.000 per bulan, yang berdampak pada rendahnya tingkat kesejahteraan keluarga nelayan. Organisasi sosial dan ekonomi dapat bermanfaat dalam peningkatan taraf hidup dan kualitas hidup masyarakat di desa ini.

  Penelitian tentang Kondisi Nelayan Di Kecamatan Sei Tualang Raso Kota Tanjungbalai pernah dilakukan oleh Rudy Fantony Manurung alumni mahasiswa program studi Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan dengan hasil penelitian Jenis Alat Tangkap Nelayan Tradisional pada umumnya telah ketinggalan zaman dengan nelayan modern. Sehingga hasil tangkapan yang mereka peroleh sangat terbatas jumlah maupun jenisnya. Hal ini berdampak langsung bagi pendapatan nelayan yang nantinya akan mempengaruhi perekonomian keluarga nelayan tradisional. Frekuensi melaut nelayan sangat dipengaruhi oleh keadaan alam khususnya cuaca, nelayan Tradisional pada umumnya melaut pada siang hari.Tingkat pendapatan nelayan sangatlah rendah bila dibandingkan kebutuhan sehari-hari di zaman sekarang ini.Daya beli mereka rendah, dan pengeluaran untuk pendidikan juga rendah.

2.5 Kesejahteraan Sosial

  Konsep kesejahteraan sosial sebagai suatu program yang terorganisir dan sistematis yang dilengkapi dengan segala macam keterampilan ilmiah, merupakan suatu konsep yang relatif berkembang, terutama di negara-negara berkembang.Masalah-masalah kemiskinan, penyakit dan diorganisasi sosial merupakan masalah sosila yang sudah lama ada disepanjang sejarah kehidupan manusia.Akan tetapi di negara-negara maju dan negara industri sekarang ini, baru kira-kira seratus tahun yang lalu masalah-masalah sosial tersebut dirasakan sangat berat dan mengganggu perkembangan masyarakat, sehingga diperlukan sistem pelayanan sosial yang lebih teratur.Sejak saat itu tanggung jawab pemerintah semakin meningkat bagi kesejahteraan masyarakatnya.

  Selaras dengan kemajuan kemajuan dibidang pengetahuan biologi dan sosial maka berkembang pula penelitian dan studi dibidang kesejahteraan manusia, sehingga melahirkan konsep-konsep kesejahteraan sosial, pelayanaan sosial, pekerjaan sosial dan jaminan sosial.

  Menurut walteral friedlander kesejahteran sosial adalah sistem yang terorganisir dari pelayanan-pelayanansosial dan lembaga-lembaga yang bertujuan untuk membantu individu dan kelompok untuk mencapai standar hidup dan kesehatan dan memuaskan dan relasi-relasi pribadi dan sosial yang memungkinkan mereka mengembangkan kemampuannya sepenuh mungkin dan meningkatkan kesejahteraannya selaras dengan kebutuhan keluarga dan masyarakatnya (Wibhawa dkk, 2010:24)

  Undang-undang No. 11 Tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial menyatakan bahwa kesejahteran sosial adalh kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosianya (Siagian dan Suriadi, 2012:107-108)

  Berdasarkan pasal 3 UU nomor 11 tahun 2009 tentang penyelenggaraaan kesejahteraan sosial bertujuan untuk : a) Meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kelangsungan hidup.

  b) Memulihkan fungsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian.

  c) Meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah dan menangani masalah kesejahteraan sosial.

  d) Meningkatkan kemampuan, kepedulian dan tanggungjawab sosial dunia usaha dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan.

  e) Meningkatkan kemampuan dan kepedulian masyarakat dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan.

  f) Meningkatkan kualitas manajemen penyelenggaraan kesejahteraan sosial .

2.6 Konsep Penelitian

  Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai laut yang luas, dengan potensi sumber daya alam yang besar di dalamnya. Dengan luasnya laut indonesia, membuat negeri kita memiliki potensi kekayaan yang begitu melimpah untuk mensejahterahkan rakyat indonesia.

  Nelayan merupakan suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, yang mana tempat tinggal tidak jauh dari aktivitas yang mereka lakukan. Seperti halnya kebanyakan nelayan di Indonesia pada umumnya, nelayan di Desa Fowa Kecamatan Gunungsitoli Idanoi Kota Gunungsitoli mempunyai permasalahan kesejahteraan. Kesejahteraan Nelayan secara sosial ekonomi masih jauh dari harapan. Penghasilan dari menangkap ikan masih belum cukup untuk mensejahterahkan keluarga mereka. Penghasilan yang diperoleh masih belum dapat memenuhi aspek pendidikan anak-anak mereka, belum mampu membiayai perawatan rumah sakit, belum mampu membeli makanan dengan asupan gizi yang layak, sehat dan bermutu bagi keluarga serta belum mampu meningkatkan kesejahteraan mereka dan lain sebagainya.

  Faktor keberpihakan pemerintah masih menjadi sesuatu yang sentral penyebab kemiskinan nelayan dan masih banyak nelayan yang menggunakan alat-alat yang kurang menunjang dalam profesi mereka, susah memperoleh modal usaha, sistem pemasaran yang kurang efektif serta minim pengetahuan dan teknologi sehingga membuat keadaan sosial ekonomi nelayan semakin terpuruk .

  Konsep merupakan sejumlah pengertian atau ciri-ciri yang berkaitan dengan berbagai peristiwa,objek,kondisi,situasi dan hal-hal lain yang sejenisi.

  Konsep diciptakan dengan mengelompokkkan objek-objek atau peristiwa- peristiwa yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan sejumalah pengertian yang digunakan secara mendasar dan menyamakan persepsi tentang apa yang diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian (Silalahi, 2009:23).

  Perumusan konsep dalam suatu penelitian ilmiah menunjukkan bahwa untuk mencegah salah pengertian atas konsep yang diteliti oleh peneliti. Penelti berupaya menggiring para pembaca hasil penelitian itu memaknai konsep sesuai dengan yang di inginkan dan di maksudkan oleh si peneliti, Jadi defenisi konsep adalah pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang dianut dalam suatu peneltitian (Siagian, 2011:136-138). Untuk lebih memahami pengertian mengenai konsep-konsep yang akan digunakan, maka peneliti membatasi konsep yang digunakan sebagai berikut :

  1. Sosial ekonomi dalam penelitian ini adalah suatu keadaan atau kedudukan yang diatur secara sosial maupun ekonomi dan menempatkan sesorang pada kondisi tertentu dalam struktur sosial masyarakat disertai dengan seperangkat hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh si pembawa status sosial yang terdiri dari kombinasi pendapatan, perumahan, pendidikan, kesehatan, serta konsumsi.

2. Kemiskinan dalam penelitian ini adalah suatu fakta dimana seseorang atau sekelompok orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya.

  3. Nelayan dalam penenelitian ini adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung paa hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan atau budi daya. Mereka pada umumnya tinggal di pinggir pantai, sebuah lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya.

  Dengan penelitian ini nantinya akan diketahui lebih detailnya mengenai Kondisi Sosial Ekonomi Nelayan di Desa Fowa Kecamatan Gunungsitoli Idanoi Kota Gunungsitoli.

  Bagan Alur Pemikiran

  Nelayan di Desa Fowa Kecamatan Gunungsitoli

  Idanoi Kota Gunungsitoli

  Kondisi Sosial Ekonomi Indikator Sosial-Ekonomi :

  1. Pendapatan

  4. Kesehatan

  2. Perumahan

  5. Sandang

  3. Pendidikan

  6. Pangan Faktor-Faktor yang berkaitan dengan

  Nelayan di Desa Fowa : 1.

  Teknologi Penangkapan 2. Modal Usaha 3. Sistem

  Pemasaran 4. Peran

  Pemerintah

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN - Analisis Manajemen Pelaksanaan Imunisasi oleh Puskesmas Kaitannya dengan Pencapaian Universal Child Immunization di Puskesmas Siak Hulu III Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar

0 1 7

Analisis Manajemen Pelaksanaan Imunisasi oleh Puskesmas Kaitannya dengan Pencapaian Universal Child Immunization di Puskesmas Siak Hulu III Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar

0 0 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Konsep dan Peranan Anggaran - Pengaruh Partisipasi Dalam Penyusunan Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial Perusahaan Melalui Kecukupan Anggaran, Komitmen Organisasi, Komitmen Tujuan Anggaran, Dan Job Rel

0 0 14

III. Kuesioner Risiko Kecelakaan Kerja - Pengaruh Perilaku Bahaya Kerja Terhadap Risiko Kejadian Kecelakaan Kerja Pada Pekerja di PT Subur Sari Lastderich (SSL) Humbang Hasundutan Tahun 2015

0 1 27

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Bahaya Kerja 2.1.1 Definisi - Pengaruh Perilaku Bahaya Kerja Terhadap Risiko Kejadian Kecelakaan Kerja Pada Pekerja di PT Subur Sari Lastderich (SSL) Humbang Hasundutan Tahun 2015

0 0 32

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Perilaku Bahaya Kerja Terhadap Risiko Kejadian Kecelakaan Kerja Pada Pekerja di PT Subur Sari Lastderich (SSL) Humbang Hasundutan Tahun 2015

0 0 9

2.1. Sejarah Ringkas PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara - Peranan Kompetensi Komunikasi,Kecerdasan Emosional dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan di PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara

0 1 18

BAB II GAMBARAN UMUM - Penggunaan Partikel Ni, De dan Wo yang Menyatakan Tempat Dalam Bahasa Jepang

0 0 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Komunikasi Organisasi, Kepuasan Kerja, dan Komitmen Organisasi Terhadap Prestasi Kerja Karyawan pada Agen Call Center PT. Telkomsel Medan

0 0 28

BAB I PENDAHULUAN - Pengaruh Komunikasi Organisasi, Kepuasan Kerja, dan Komitmen Organisasi Terhadap Prestasi Kerja Karyawan pada Agen Call Center PT. Telkomsel Medan

0 15 11