PERGESERAN BAHASA DALAM PERMAINAN TRADISIONALMANDAILING: KAJIAN EKOLINGUISTIK Ilham Sahdi Lubis ihlamsahdilubisyahoo.com Abstract - Pergeseran Bahasa dalam Permainan Tradisional Mandailing: Kajian Ekolinguistik
Telangkai Bahasa dan Sastra, Juli 2014, 54-61 Tahun ke-8, No 2 Copyright ©2014, Program Studi Linguistik FIB USU, ISSN 1978-8266
PERGESERAN BAHASA DALAM PERMAINAN
TRADISIONALMANDAILING: KAJIAN EKOLINGUISTIK
Ilham Sahdi Lubis
Abstract
Language shift, sometimes referred to as language transfer or language
replacement or assimilation, is the process whereby a speech community of
a language shifts to speaking another language. Often, languages perceived
to be "higher status" stabilise or spread at the expense of other languages
perceived by their own speakers to be lower.This research focus the nominal
lexicon and verba lexicon of the Mandailing language concerning culture,
Specifically, it attempts to describe the level of comprehension of the native
speakers of Mandailing in nominal lexicon and verba lexicon language
defense which includes language shift of Mandailing language. Data of
nominal lexicon and verba lexicon collected by ways of written documents,
nonparticipant observation, and indepth interview guide. Then, the data is
reduced and classified based on its ecosystem and kind. The test is
conducted upon informants resident around Mandailing,the depreciation on
nomina lexicon and verba lexicon in traditional Mandailing caused due to
internal factors, namely because of the children at the present time is no
longer using the Mandailing Traditional culture. and external factors that
also influenced by technological development today is more interesting then
the Traditional are replaced by games that use the technology. The test
result of Mandailings Tradiisonal games had nominalexicon and verba
lexicon that be extinct.Kata kunci: Ekolinguistik, permainan tradisional, leksikon mandailing PENDAHULUAN Latar Belakang masalah
Budaya merupakan warisan dari leluhur yang masih kita lihat dalam lingkungan masyarakat, karena budaya merupakan salah satu tatanan dari kehidupan kita sendiri, dan setiap daerah itu tersebut pasti mempunyai budaya-budaya yang berbeda tentunya. Begitu pula yang sering dipakai masyarakat di Indonesia terutama dalam masyarakat Mandailing yang memiliki banyak budaya yang harus dipertahankan dan dilestarikan, salah satu budaya tersebut yaitu sebuah permaian Tradisonal yang memliki keanekaragaman permainan terutama yang terdapat di daerah Mandailing. Oleh sebab itu budaya-budaya yang ada di dalam masyarkat itu harus tetap terjaga dan dilestarikan.
Dalam masyarakat Mandailing tentunya sering kita temukan suatu budaya atau permainan tradisional yang sering dilakukan oleh anak-anak. Permainan tradisional tersebut termasuk kekayaan budaya yang tidak ternilai harganya. Di dalam masyarakat Mandailing banyak sekali jenis-jenis permainan Tradisional, dari yang bisa dimainkan sendiri, dilakukan dengan teman, dan yang dimainkan dengan banyak orang. Dari yang
Ilham Sahdi Lubis
menggunakan alat tradisional sampai yang tidak menggunakan alat tersebut bisa dilakukan dalam permainan Tradisional masyarakat Mandailing.
Permainan Tradisional masyarkat Mandailing selain sebagai sarana untuk bersenang-senang ataupun untuk sekedar bermain, secara langsung kita bisa mendapatkan manfaat lain dari permainan Tradisional tersebut. misalnya untuk permainan anak-anak mental dari anak tersebut. permainan tradisional tersebut bisa memicu otak untuk terbiasa berpikir bagaimana caranya untuk mengambil keputusan yang tepat supaya kelompok atau team tersebut bisa menang dalam permainan itu.
Permainan Tradisional Mandailing menyimpan banyak manfaat untuk anak-anak, baik di sadari ataupun tidak disadari dengan adanya permainan Tradisional anak yang memasyarakat akan mengembangkan berbagai kecerdasan untuk anak tersebut. Dalam permainan Tradisional mengenal konsep menang dan kalah, namun menang dan kalah ini tidak menjadikan para pemainnya bertengkar, bahkan ada kecenderungan, orang yang sudah bisa melakukan permainan secara tidak langsung mengajarkan permainan itu kepada teman yang belum bisa melakukannya dan bisa juga melatih jiwa dan mental anak agar lebih baik dan bisa memotivasi diri dan teman-temannya.
Di dalam permainan tradisional tersebut tidak jarang ditemukan bahasa-bahasa khusus untuk permainan tersebut, misalnya seperti
gobak „lubang dalam permainan
kelereng
‟,bongkek „melempar bola dengan keras kepada pemain’ pangayak „ yang
menjaga atau mengejar dalam sebuah permainan
‟. Sayang sekali keberadaan permainan
tradisional tersbut sekarang mulai tersisihkan dengan hadirnya media-media permainan yang lebih menarik. Dengan hilangnya permainan tradisional tersebut maka bahasa- bahasa dalam permainan tersebut tidak dipakai lagi dan sekarang mulai hilang. Dengan demikian bahasa-bahasa yang hilang tersebut menarik untuk diteliti sebagaimana fungsi dari bahasa-bahasa tersebut masi ada yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari tetapi tidak dalam permaianan tradisional tersebut.
Rumusan Masalah
1) Bagaiamana leksikon-leksikon dalam permainan tradisional masyarakat
Mandailing? 2)
Bagaimana pergeseran atau hilangnya leksikon-leksikon dalam permainan tradisional masyarakat Mandailing?
Tujuan Penelitian
1) Mendeskripsikan bahasa-bahasa dalam permainan tradisional masyarakat Mandailing.
2) Mendeskripsikan pergeseran atau hilangnya bahasa-bahasa dalam permainan tradisional masyarakat Mandailing.
KAJIAN PUSTAKA
Bahasa memang selalu berubah, mengarah ke arah yang tidak bisa ditentukan, ia dipengarugi ide-ide dan tantangan lingkungan. Dalam lingkup kajian ekolinguistik dinyatakan bahwa bahasa merekam kondisi lingkungan ragawi dan sosial, perangkat leksikon menunjukkan adanya hubungan simbolik verbal antara guyub tutur dengan lingkungannya, dengan flora dan fauna, termasuk anasir-anasir alamiah lainnya (sapir dalam Fill dan Muhlhauter, 2001: 14). Keanekaragaman leksikon daerah menandakan lingkungan ragawi yang masih terjaga kelestariannya.
Telangkai Bahasa dan Sastra, Tahun Ke-8, No 2, April 2014
Menurut Mbete (2009: 2), “dalam perspektif ekolinguistik, bahasa dan komunitas penuturnya dipandang sebagai organisme-organisme lainnya
.” Sebagaimana dinyatakan oleh Fill (1993: 126) dalam Lindo (2000: 40) bahwa ekolinguistik merupakan sebuah payung bagi semua penelitian mengenai bahasa yang ditautkan dengan ekologi
“ecolinguistics is an umbrella term for all approaches in which the study of language
(and language) is in any way combined with ecology ”.Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, ekolinguistik mengkaji interaksi bahasa dan ekologinya. The ecology of language shift, mackey dalam Fill dan Muhlhauler (2001:67) menjelaskan bahwa pada dasarnya ekologi merupakan kajian saling ketergantungan dalam suatu sistem. Dalam ekologi bahasa, konsep ekologi memadukan lingkungan, konservasi, dan sistem dalam bahasa (Fill, 2001: 43). Lingkungan bahasa dalam ekolinguistik meliputi lingkungan ragawi dan sosial (sapir dalam Fill dan Muhlhausler, 2001: 14).
Haugen (1970) dalam Mbete (2009: 11-12) menyebut, ada sepuluh ruang kajian ekologi bahasa, yaitu: 1)
Linguistik historis komparatif, menjadikan bahasa-bahasa kerabat di suatu lingkungan geografis sebagai fokus kaji untuk menemukan relasi historis genetisnya. 2)
Linguistik demografi, mengkaji komunitas bahasa tertentu di suatu kawasan untuk memerikan kuantitas sumber daya (dan kualitas) penggunaan bahasa-bahasa beserta ranah-ranah dan ragam serta registrasinya (sosiolek dan fungsiolek). 3)
Sosiolinguistik, yang fokus utama kajiannya atas variasi sistematik antara struktur bahasa dan stuktur masyarakat penuturnya. 4)
Dialinguistik, yang memokuskan kajiannya pada jangkauan dialek-dialek dan bahasa- bahasa yang digunakan masyarakat bahasa, termasuk di habitat baru, atau kantong migrasi dengan dinamika ekologinya.
5) Dialektologi, mengkaji dan memetakan variasi-variasi internal sistem bahasa.
6) Filologi, mengkaji dan menjejaki potensi budaya dan tradisi tulisan, propeknya, kaitan maknawi dengan kajian dan atau kepudaran budaya, dan tradisi tulisan lokal.
7) Linguistik preskriptif, mengkaji daya hidup bahasa di kawasan tertentu di kawawan tertentu, pembakuan bahasa tulisan dan bahasa lisan, pembakuan tata bahasa (sebagai muatan lokal yang memang memerlukan kepastian bahasa baku yang normatif dan pedagogis).
8) Glotopolitik, mengkaji dan memberdayakan pula wadah, atau lembaga penanganan masalah-masalah bahasa (secara khusus pada era otonomi daerah, otonomi khusus, serta pendampingan kantor dan atau balai bahasa).
9) Etnolinguistik, linguistik antrofologi ataupun linguistik kultural (cultural linguistics) yang membedah pilih-memilih penggunaan bahasa, cara, gaya, pola pikir dan imajeri
(Palmer, 1996 dalam Mbete, 2009), dalam kaitan dengan pola penggunaan bahasa, bahasa-bahasa ritual, kreasi wacana iklan yang berbasiskan bahasa lokal. 10)
Tipologi, membedah derajat keuniversalan dan keunikan bahasa-bahasa. Berdasarkan cakupan ekolinguistik di atas, penelitian ini berhubungan erat dengan ekologi sosial yang membahas sosiolinguistik dan etnolinguistik.
Pergeseran dan pemertahanan bahasa sebenarnya seperti dua sisi mata uang, Crystal (2003:
17) memaparkan pergeseran bahasa (language shif) sebagai “the
conventional term for the gradual or sudden move from the use of one language to
another (either by an individual or by a group)” perubahan secara bertahap atau tiba-tiba
dari satu bahasa ke bahasa lain (baik secara perorangan atau kelompok). Pergeseran bahasa disebabkan oleh sejumlah faktor, yaitu faktor sosiolinguistik, psikologis, demografis, dan ekonomik (Gunarwan, 2006: 102). Menurut Rahardi (2006: 68-70),
Ilham Sahdi Lubis
pergeseran bahasa dapat dengan mudah dicermati oleh siapapun pada aspek leksikon, yaitu adanya penambahan, pengurangan, dan penghilangan makna kata.
Berbeda dengan pergeseran bahasa, pemertahanan bahasa terjadi jika dan bila penuturnya secara kolektif tetap menggunakan bahasa tradisionalnya walaupun ada desakan untuk beralih menggunakan bahasa lain. Membahas pemertahanan erat kaitannya akan perlahan-lahan menjadi punah (sumarsono dalam Damanik, 2009: 9). Kemampuan bahasa untuk bertahan hidup menurut Holmes (2001: 165) dalam Gunarwan (2006: 101- 102) dipengaruhi oleh tiga komponen, yaitu 1) status bahasa yang bersangkutan seperti yang tercermin pada sikap masyarakat bahasa itu terhadapnya. 2) besarnya kelompok penutur bahasa itu serta persebarannya. 3) seberapa jauh bahasa itu mendapat dukungan institusional.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2008: 805) mendefenisikan sebagai “kosakata komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam bahasa, kekayaan kata yang dimiliki suatu bahasa.”
METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan dan metode kualitatif. Creswell dalam Patilima (2005: 3) mendefinisikan pendekatan kualitatif sebagai “sebuah proses penyelidikan untuk memahami masalah sosial atau masalah manusia, berdasarkan pada penciptaan gambar holistik yang dibentuk dengan kata-kata, melaporkan pandangan informan secara terperinci, dan disusun dalam sebuah latar ilmiah.” Salah satu ciri utama penelitian kualitatif ialah peranan manusia sebagai instrumen (Moleong, 1994: 167). Dengan mengacu pada pemikiran tersebut, peneliti sendiri merupakan instrumen untuk pengumpulan data.
B. Sumber Data
Menurut Lofland (1984: 47) dalam Baswori dan Suwandi (2008: 169), “sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan selebihnya adalah data tambahan dari dokumen.” Berdasarkan pendapat itu, data penelitian ini bersumber dari data lisan dan data tertulis tentang leksikon nomina bahasa Mandailing yang berkaitan dengan permainan tradisional Mandailing.Sedangkan mengenai jumlah data merujuk pada chaer (2007: 39) yang me nyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif, “jumlah data yang dikumpulkan tidak tergantung pada jumlah tertentu, melainkan pada taraf dimana dirasakan telah memadai. Data leksikon nomina bahasa Mandailing yang terkait dengan permainan Tradisional Mandailing diperoleh dengan cara wawancara.
C. Data Leksikon dalam Permainan Tradisional Mandailing 1.
Nomina Dalam permainan tradisional Mandailing ditemukan leksikon nomina seperti pada tabel berikut:
Telangkai Bahasa dan Sastra, Tahun Ke-8, No 2, April 2014
Batu atau karikil Capcap Katillak Mangarapus
Metode Analisis Data
Busi
Korek apiMasiu
Tali palastik Ban dalam D.13 Doar-doar
Apea Pacca Rotco
12 Marapea
Bulu Tukkol-tukkol Mutik ni jambu
11 Dopang-dopang
Pangayak Bola loncat
10 Marbola loncat
9 Maryeye Koje Mammasse
Kuaci Pekpek Kapicek
8 Markuaci
7 Marsimbak
No Permainan Nomina Verba
Lappak
Solop
6 Marlappak
kapicek Batu Lenti Taruma Mareder
5 Marlenti atau
Pangayak Perancis Roda-roda Umpiang
4 Alomak
Manggigir Pitar Gamel/ramel
Kaderen Rambang Batu Rambang gobak Gobak Eder Petak Sasud Katujuk Jokkal Piko Pistik Koder Sum Jakarta Katapel
3 Markaderen
Muit
Pangayak Sabur Jabut Osom Tembak Jawa Bal Kebal
1 Marbatalion
Moleong (1994: 103) mendefinisikan analisis data sebagai “proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema”. Analisis data sudah dimulai sejak pengumpulan data dilakukan dan sesudah meninggalkan lapangan. Dalam menganalisis data, jawaban dari setiap informan disimbolkan dalam bentuk angka dalam tabel.
Ilham Sahdi Lubis PEMBAHASAN
Leksikon-leksikon dalam permainan tradisional Mandailing. Dalam tutur bahasa Mandailing ditemukan sejumlah leksikon-leksikon yang meliputi nomina dan verba khusus yang terkait dengan tumbuhan dan alam dalam permainan tradisional Mandailing. yang masih erat dengan lingkungan dan ekositemnya maka banyak leksikon leksikon di dalam permainan tradisional Mandailing tersebut di ambil dri alam dan lingkungan sekitar, sebagian dari permaian itu juga menggunakan alat dari alam dan tumbuh- tumbuhan. Dari permainan Tradisional itu juga memiliki banyak fungsi dan manfaat bagi anak-anak yang masih memainkan permainan tersebut. bukan hanya sekedar bermain tetapi juga bermanfaat untuk perkembangan anak-anak. Beberapa fungsi permainan Tradisional Mandailing, yaitu.
A. Fungsi permainan 1. Fungsi sosial
Dalam permainan Tradisional Mandailing, anak-anak yang bermain dalam permainan tersebut bersosialisasi dengan teman, berinteraksi antara yang satu dengan yang lain, dan membangun sebuah komunikasi. Oleh kerana itu sifat permainan
tradisional yang lebih menekankan persahabatan dan kebudayaan permainan tradisional
merupakan alat yang baik dalam proses sosiologi.2. Fungsi didik
Beberapa permainan Tradisional Mandailing bisa mendidik dan melatih diri untuk berhitung, memperkuat daya ingat, memperkuat daya motorik dan melatih daya tahan tubuh.
3. Melatih kepemimpinan.
Beberapa dari permainan Tradisional Mandailing bisa melatih kepemimpinan seorang anak karena akan mengatur teman-temannya dalam permainan tersebut. Jika
dimainkan secara berkumpulan, secara tidak lansung, semangat kerjasama bisa terjaga
dengan baik.4. Melatih kekuatan fisik
Dalam permainan Tradisional Mandailing juga melatih fisik anak-anak supaya lebih kuat. Permainan tradisional dapat membentuk kemahiran motor yang berguna dan
bermakna kepada pengamalnya. Dengan kata lain membina dan mengekalkan tahap
kesihatan fisik.5. Nilai religius
Dalam permainan Tradisional Mandailing anak-anak dilatih atau dituntut untuk melakukan kejujuran dalam permainan tersebut, saling tolong menolong antara teman dan saling mengingatkan.
B. Kepunahan Leksikon dalam Permainan Tradisional Mandailing
Seiring perkembangan zaman dan tekhnologi, banyak permainan Tradisional yang tidak lagi dikenal atau dimainkan anak-anak. Permainan-permainan tradisoinal tersebut telah berganti dengan permainan yang menggunakan tekhnologi, oleh sebab itu banyak leksikon-leksikon yang terdapat di dalam permaianan tersebut tidak dikenali lagi atau sudah mulai punah dikarenakan anak-anak sekarang tidak memaninkan permainan
Telangkai Bahasa dan Sastra, Tahun Ke-8, No 2, April 2014
tersebut, dengan kiranya permainan tersebut menyebabkan beberapa leksikon menjadi hilang diantaranya:
1. Nonima a.
Katujuk b. Piko c. koder d.
Kapicek e. Katillak f. Apesong 2.
Verba a.
sabur b. muit c. Eder d.
Sum e. Sasud f. gamel g.
Pitar h. Manggigir i. Lenti j. Pekpek k.
Capcap l. Mangarapus m.
Mammase
Data diatas adalah sebagian leksikon-leksikon yang sudah jarang digunakan atau sudah mulai hilang di kalangan anak-anak dikarenakan permainan Tradisional itu tidak digunakan lagi sebagai kegiatan sehari-hari. Pada saat ini sudah jarang ditemukan anak- anak yang masih menggunakan permaianan Tradisional, beberapa orang anak mengatakan permaianan Tradisonal terlalu tua untuk dimainkan pada saat sekarang, oleh karena itu anak-anak tersebut beralih dari permainan Tradisional ke permainan yang menggunakan tekhnologi yang lebih mudah dilakukan dan mudah di dapatkan.
SIMPULAN
Terjadinya penyusutan pemahaman leksikon pada Permainan Tradisional Mandailing disebabkan karena faktor internal, yaitu karena anak-anak pada masa sekarang tidak lagi menggunakan permainan Tradisional Mandailing tersebut dan dipengaruhi juga faktor eksternal yaitu dengan perkembangan tekhnologi yang lebih menarik dari permainan-permainan Tradisional tersebut tergantikan oleh permainan yang menggunakan tekhnologi. Oleh sebab itu permainan-permainan Tradisional Mandailing tidak lagi dipakai atau dimainkan, maka leksikon-leksikon yang ada di dalam permainan tersebut tidak dipakai lagi dan mulai punah. Dari data yang disajikan ditemukan beberapa leksikon yang hilang yaitu 6 nomina dan 13verba.
Ilham Sahdi Lubis
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 1995. Sosiolinguistik suatu pengantar. Jakarta:Rineka Cipta Crystal, David. 2003. Language Death. UK: Cambridge University. Fill, Alwin dan Peter Muhlhause. 2001. The Ecolinguistics Reader Language, Ecology and Environment . London: continium. Gunarwan, Asim. 2006. “kasus-Kasus Pergeseran Bahasa Daerah: Akibat Persaingan dengan Bahasa Indonesia?” linguistik Indonseia. Jurnal Ilmiah Masyrakat Linguistik
Indonesia. Februari 2006.95-113. Haugen, Einar. 1972. “The Ecology Of Language.” The Ecology Of Language. Ed.
Anwar S. Dil. California: Stanford University. 325-339. Holmes, Janet. 2001. Introdcution to sociolinguistics. (Ed.kedua). Harlow, Essex:Longman.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 805). Depatemen Pendidikan Nasional. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Lindo, Anna vibeke dan Jeppe Bundsgaard (eds). 2000. Dialectial ecolinguistics three Essays for the symposium 30 years of language and ecology in Graz december 2000.
Austria: University of Odense Research Group for Ecology, Language and Ecology. Mbete, Aron Meko. 2009. Refleksi Ringan Tentang Problematika dan Kebahasaan dalam Perspektif Ekolinguistik.
Moleong, Lexy J. 1994. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Rahardi, R. Kunjana. 2006. Dimensi-Dimensi Kebahasaan, Aneka Masalah Bahasa Indonesia Terkini . Jakarta: Erlangga.
Sumarsono. 2011. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Penerbit Sabda.