MAKALAH Ahli Waris Dan Kewajiban Ahli Wa

MAKALAH
“Ahli Waris Dan Kewajiban Ahli Waris Terhadap Harta
Peninggalan”
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Pada Mata Kuliah :
Fiqh Mawaris
Dosen Pengampu :
Ridwan Jamal, M.HI

Disusun Oleh :
Kelompok I
La Ade
15.1.1.022
Syndi Durand
15.1.1.036

Al Ahwal Al Syakhsiyah B
Syariah
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MANADO
2017

DAFTAR ISI


Cover……………………………………………………………..………………….
Daftar Isi……………………………………………….......……...………………… I
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………………….…..…… 1
B. Rumusan Masalah………………………………………………..……..….. 2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ahli Waris……..…………………………………………………………… 3
1. Pengertian………………………………………………………….……. 3
2. Dasar Hukum Terkait Ahli Waris………………………..…………...…. 4
3. Yang Dapat Menjadi Ahli ………………………………..….………….. 9
B. Kewajiban Ahli waris terhadap harta peninggalan……………………….. 10
1. Mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman jenazah selesai…… 11
2. Menyelesaikan baik hutang-hutang berupa pengobatan, perawatan
termasuk kewajiban pewaris maupun menagih piutang…………..…… 11
3. Menyelesaikan wasiat pewaris……..………………………………..… 13
4. Membagi harta warisan diantara ahli waris yang berhak……………… 14
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan …………………………………...………..………………… 16
B. Saran…………………………………………...………..………….…….. 17
DAFTAR PUSTAKA

I

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam telah mengatur berbagai urusan dalam kehidupan manusia terkait
aspek ibadah, baik itu menyangkut hubungan antara hamba dengan Allah maupu
hubungan antara sesama manusia terkhususnya dalam hal waris-mewarisi harta
peninggalan. Masalah waris-mewarisi ini telah diatur dan dalam pengkajian Fiqh
Mawaris tentunya pembahasan kewarisan ini telah dijelaskan hal-hal mengenai
pembagian warisan kepada para ahli waris maupun kewajiban-kewajiban yang
harus dilaksanakan terkait harta peninggalan ini berdasarkan sumber hukum yang
menjadi patokan utama yaitu Al-Qur’an dan Hadits.
Dalam Islam tentunya sangat penting hal waris-mewarisi yang dimana

didalamnya menunjung aspek keadilan terhadap tiap-tiap ahli waris yang telah
ditentukan yang selalu mewujudkan kesejahteraan terhadap umat Islam.
Terkait kewarisan ini terkhusunya di Indonesia yang mayoritas umat
muslim terbesar didunia tentunya juga melakaksanakan apa yang telah diajarkan
oleh Rasulullah SAW, meski tidak dipungkiri bahwa banyak dari umat Islam
sampai sekarang masih belum memahami secara jelas perihal hukum kewarisan
dan pembagiannya sesuai dengan syariat Islam. Oleh sebab itu penting adanya
mensosialisasikan hukum waris ini di masyarakat sehingga perihal kewarisan
mampu diwujudkan secara adil sesuai dengan hukum yang telah ditetapkan
didalam syariat Islam.

1

B. Rumusan Masalah
1.
2.

Siapa sajakah yang dapat menjadi ahli waris?
Bagaimana kewajiban ahli waris terhadap harta peninggalan ?


2

BAB II
PEMBAHASAN

A. Ahli Waris
1.

Pengertian
Perihal ahli waris sesuai yang tertera dalam pasal 171 huruf c Kompilasi
Hukum Islam menyebutkan, bahwa ahli waris adalah orang yang pada saat
meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan
pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli
waris.
Berdasarkan ketentuan pasal tersebut diatas, maka ada beberapa syarat yang
harus dipenuhi oleh seseorang untuk dapat diakatakan sebagai ahli waris yang
berhak mendapatkan hak bagian dari harta warisan si pewaris, yaitu :
a. Pada saat si pewaris meninggal dunia, orang itu mempunyai hubungan
darah dengan pewaris
b. Pada saat si pewaris meninggal dunia, orang itu mempunyai hubungan

perkawinan yang sah dengan pewaris
c. Pada saat si pewaris meninggal dunia, orang itu beragama Islam
d. Pada saat si pewaris meninggal dunia, orang itu tidak terhalang karena
hukum untuk menjadi ahli waris.
Selain itu, juga disyaratkan dia telah dan masih hidup saat terjadinya
kematian pewaris. Hanya saja apabila dia mempunya, maka kedudukanya dapat
digantikan oleh anaknya, dengan ketentuanantara dia dengan si pewaris tidak
terhalang menurut hukum untuk dapat saling mewarisi, berdasarkan ketentuan
pasal 185 Kompilasi Hukum Islam :

3

1) Ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari padasi pewaris maka
kedudukanya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali yang disebutkan
dalam pasal 173.
2) Bagian bagi ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli
waris yang sederajat dari yang diganti.
Dalam hal ini termasuk pengertianah ahli waris janin yang telah hidup
dalam kandungan, meskipun kepastiannya baru ada setelah ia lahir dalam keadaan
hidup. Hal itu juga berlaku terhadap seseorang yang belum pasti kematiannya.

Prof. Dr. Amir syarifuddin mengatakan, bahwa ahli waris ada yang
ditetapkan secara khusus dan langsung oleh Allah dalam Al-Qur’an dan Nabi
SAW dalam haditsnya, dan yang ditemukan melalui ijtihad dengan meluaskan
lafadz yang terdapat dalam nash hukum dan ada pula yang dipahami dari petunjuk
umu dari Al-Qur’an dan atau hadits Nabi SAW.1
2. Dasar Hukum Terkait Ahli Waris
Berikut adalah beberapa dasar hukum yang menerangkan ahli waris :
a. Al-Qur’an :

‫صَللِنرنجاَصَل ِنصَصيِبب ِصَممماَ ِنتصصنرنك ِاَقلنوُاَصَلصصنداَصَن ِنواَ ق نلققنربصصوُنن ِنوصَللِننسصصاَصَء ِنصَصصصيِبب‬
َ‫صَمممصصاَ ِنتصصنرنك ِاَقلنوُاَصَلصصنداَصَن ِنواَ ق نلققنرببصصوُنن ِصَمممصصاَ ِنقصصمل ِصَمقنصصبه ِأنقو ِنكبثصصنر ِن صَصصصيِببا‬
﴾٧ِ :‫نمقفبروبضاَ ِ﴿اَلنساَء‬
Artinya : “Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa
dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari
harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak
menurut bahagian yang telah ditetapkan”(Q.S An-Nisaa’ : 7)

1 Adnan Qohar dkk, Hukum Kewarisan Islam, Keadilan, Dan Metode Praktis
Penyelesaiannya, Cet.1, (Yogyakarta: Pustaka Biru, 2011), hlm. 170-171


4

‫بيوُصَصيِبكبم ِاَ مب‬
‫ل ِصَفيِ ِأنقونلصَدبكقم ِصَللِمذنكصَر ِصَمقثبل ِنحنظ ِاَ ق بلقننثنيِقيِصَن ِنفصصَإقن ِبكصمن ِصَننسصصاَبء‬
‫نفقوُنق ِاَقثننتقيِصَن ِنفنلِبهمن ِبثبلِنثاَ ِنماَ ِنتصصنرنك ِنوإصَقن ِنكصصاَنقت ِنواَصَحصصندبة ِنفنلِنهصصاَ ِاَلنقصصصبف‬
‫س ِصَممماَ ِنتنرنك ِإصَقن ِنكاَنن ِنلبه ِنونلصصبد ِنفصصصَإقن‬
‫نو صَنلنبنوُقيصَه ِصَلبكنل ِنواَصَحدِد ِصَمقنبهنماَ ِاَلسسبد ب‬
‫نلقم ِنيبكقن ِنلبه ِنونلصصبد ِنونوصَرنثصصبه ِأننبصصنوُاَبه ِنفصَ ب‬
‫لنمصصصَه ِاَلسثبلِصصبث ِنفصصصَإقن ِنكصصاَنن ِنلصصبه ِإصَقخصصنوُبة‬
‫نفصَ ب‬
‫س ِصَمصصقن ِنبقعصصصَد ِنوصَصصصميِدِة ِبيوُصَصصصيِ ِصَبنهصصاَ ِأنقو ِندقيصصدِن ِنآنبصصاَبؤبكقم‬
‫لنمصصصَه ِاَلسسصصبد ب‬
‫لصص ِإصَمن ِاَ من‬
‫لصص‬
َ‫نوأنقبنناَبؤبكقم ِنل ِنتقدبرونن ِأنسيبهقم ِأنققنربب ِنلبكقم ِنقفبعاَ ِنفصَرينضبة ِصَمنن ِاَ مص‬
﴾ِ ١١ِ :‫نكاَنن ِنعصَلِيِبماَ ِنحصَكيِبماَ ِ ِ ِ﴿اَلنساَء‬
Artinya : “Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk)
anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan
bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya
perempuan lebih dari dua; Maka bagi mereka dua pertiga dari harta

yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia
memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi
masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika
yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal
tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka
ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai
beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagianpembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat
atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan
anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang
lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. ini adalah ketetapan dari
Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”
(Q.S An-Nisaa’ : 11)

5

‫نونلبكقم ِصَنقصبف ِنماَ ِنتنرنك ِأنقزنواَبجبكقم ِإصَقن ِنلقم ِنيبكقن ِنلبهمن ِنونلبد ِ ِنفصَإقن ِنكاَنن ِنلبهصصمن‬
‫نونلبد ِنفنلِبكبم ِاَلسرببع ِصَممماَ ِنتنرقكنن ِ ِصَمقن ِنبقعصَد ِنوصَصصصميِدِة ِبيوُصَصصصيِنن ِصَبنهصصاَ ِأنقو ِندقيصصدِن‬
‫نونلبهمن ِاَلسرببع ِصَممماَ ِنتنرقكبتقم ِإصَقن ِنلقم ِنيبكصصقن ِنلبكصصقم ِنونلصصبد ِ ِنفصصَإقن ِنكصاَنن ِنلبكصقم ِنونلصبد‬
‫نفنلِبهمن ِاَلسثبمبن ِصَمممصصاَ ِنتنرقكبتصصقم ِ ِصَمصصقن ِنبقعصصصَد ِنوصَصصصميِدِة ِبتوُبصصصوُنن ِصَبنهصصاَ ِأنقو ِندقيصصدِن‬
‫نوإصَقن ِنكاَنن ِنربجبل ِبيوُنربث ِنكنلنلبة ِأنصَو ِاَقمنرأنبة ِنونلبه ِأنبخ ِأنقو ِأبقخبت ِنفصَلِبكنل ِنواَصَحصصدِد‬

‫س ِ ِنفصَإقن ِنكاَبنوُاَ ِأنقكنثنر ِصَمقن ِ ذذصَلنك ِنفبهقم ِبشصصنرنكاَبء ِصَفصصيِ ِاَلسثبلِصصصَث‬
‫صَمقنبهنماَ ِاَلسسبد ب‬
‫لصص‬
‫صَم ق‬
َ‫ى ِصَبنهاَ ِأنقو ِندقيدِن ِنغقيِنر ِبمنضاَرر ِ ِنوصَصميِبة ِصَمصصنن ِاَ مص‬
‫ن ِبنبقعصَد ِنوصَصميِدِة ِبيوُنص ذ‬
﴾١٢:‫نواَمل ِنعصَلِيِبم ِنحصَلِيِبم ِ ِ﴿اَلنساَء‬
Artinya : “Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan
oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika isteriisterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari
harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka
buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh
seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai
anak. jika kamu mempunyai anak, Maka Para isteri memperoleh
seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi
wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu.
jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak
meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai
seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara
perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis
saudara itu seperenam harta. tetapi jika saudara-saudara seibu itu

lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu,
sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar
hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris).
(Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-

6

benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun”.
(Q.S An-Nisaa’ : 12)

‫نيقسنتقفبتوُننك ِبقصَل ِاَ مب‬
‫س ِنلصصبه ِنونلصصبد‬
‫ل ِبيقفصَتيِبكقم ِصَفيِ ِاَقلنكلنلصَة ِإصَصَن ِاَقمبربؤ ِنهنلِنك ِنلقيِ ن‬
‫نونلبه ِأبقخبت ِنفنلِنهاَ ِصَنقصبف ِنماَ ِنتنرنك ِنوبهصصنوُ ِنيصَربثنهصصاَ ِإصَقن ِنلصصقم ِنيبكصصقن ِنلنهصصاَ ِنونلصصبد‬
‫نفصَإقن ِنكاَن نتاَ ِاَقث ن نتقيِصَن ِنفنلِبهنماَ ِاَلسثبلِنثاَصَن ِصَممماَ ِنتنرنك ِنوإصَقن ِنكاَبنوُاَ ِإصَقخصصنوُبة ِصَرنجصصاَل‬
‫لص ِنلبكصقم ِأنقن ِنتصَضصسلِوُاَ ِنواَ مب‬
‫نوصَننساَبء ِنفصَلِلِمذنكصَر ِصَمقثبل ِنحنظ ِاَلقننثنيِقيِصَن ِبينبنيِصبن ِاَ مب‬
‫لص‬
﴾١٧٦ِ :‫صَببكنل ِنشقيِدِء ِنعصَلِيِبم﴿اَلنساَء‬
Artinya : “Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah; Katakanlah:

"Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika
seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan
mempunyai saudara perempuan, Maka bagi saudaranya yang
perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan
saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara
perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara
perempuan itu dua orang, Maka bagi keduanya dua pertiga dari
harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. dan jika mereka (ahli
waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, Maka
bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang
saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu,
supaya kamu tidak sesat. dan Allah Maha mengetahui segala
sesuatu”. (Q.S An-Nisaa’ : 176).2

2 Mohammad Taufik, Quran In MS-Word With Multiple Language, Ver. 1. 2. 0, (2015)

7

b. Hadits :
Hadits Rasulullah SAW :

(‫صَاَمننماَ ِاَقلنوُنلبء ِصَلنمصَن ِاَقعنتنق )متفق عليه‬

Artinya : “Sesungguhnya hak wala itu untuk orang yang memerdekakan”
(sepakat ahli hadits)
Hadits Rasululullah SAW :

‫)رواَه ِاَبصصن ِخزيمصصة ِو ِاَلحصصاَكم ِواَبصصن‬.ِ ‫ب‬
‫ناَقلنوُنلبء ِبلقحنمبة ِنكبلِقحنمصَة ِاَلمننسصَب ِنل ِبينباَبع ِنونل ِبيقوُنه ب‬
(‫حباَن‬
Artinya : Hubungan orang yang memerdekakan hamba dengan hamba itu
seperti hubungan keturunan dengan keturunan, tidak dijual, dan
tidak dihibahkan (diberikan). (Riwayat Ibnu Khuzaimah, Hakim,
Dan Ibnu Hibban).3
Hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Qabishah Dzu’aib
sebagai berikut :
Seorang nenek datang kepada Abu Bakar r.a menanyakan hak warisya,
lalu Abu Bakar r.a menjawab, kamu tidak mempunyai hak sedikut pun
menurut ketentuan kitab Allah dan aku tidak tahu sedikit pun beberapa
hakmu di dalam Sunnah Nabi SAW. Oleh karena itu, kembalilah sampai aku
akan menyakankan pada seseorang. Kemudian Abu Bakar r.a menanyakan
hal ini kepada Mughirah, lalu Mughirah bin Syu’bah menjawab, aku perenah
mengetahu bahwasanya Rasulullah SAW memberikan warisan kepada nenek
sebesar seperenam. Kemudian Abu Bakar r.a bertanya kapadanya, apakah
ada orang lain bersamamu pada waktu itu ? Kemudian Muhammad bin
Maslamah berdiri seraya berucap seperti yang telah dikatakan oleh Mughirah
bin Syu’bah.
Setelah mendengar itu Abu Bakar r.a memutuskan bahwa seperenam
menjadi hak si nenek. Lalu datang nenek yang lain kepada Umar r.a
3 Sulaiman Rasjid,
Algensindo, 2016), hlm.348

Fiqh Islam (Hukum Fiqh Lengkap), Cet.73, (Bandung: Sinar Baru

8

menanyakan perihal hak warisnya, lalu Umar berkata kepadanya, kamu tidak
mempunyai hak sedikit pun dalam kitab Allah Tetapi hanya seperenam
itulah. Namaun. jika kamu berdua bersama-sama, seperenam itu untuk kamu
berdua, dan siapa saja diantara kamu menyendiri, maka seperenam itu
untuknya. “ (HR al-khamsah, kecuali an-Nasa’i dan hadits ini dianggap sahih
oleh at-Trimidzi).4
3. Yang Dapat Menjadi Ahli Waris
Secara umum orang-orang yang boleh (mungkin) mendapat warisan dari
seseorang yang meninggal dunia ada 25 orang, 15 orang dari pihak laki-laki, dan
10 orang dari pihak perempuan:
a. Ahli waris laki-laki terdiri dari :
1) Anak laki-laki.
2) Anak laki-laki dari keturunan laki-laki dan terus kebawah, asal pertaliannya
masih terus laki-laki.
3) Bapak.
4) Kakek dari pihak bapak, dan terus keatas pertaliannya yang belum putus
dari pihak bapak.
5) Saudara laki-laki seibu sebapak.
6) Saudara laki-laki sebapak saja.
7) Saudara laki-laki seseibu saja.
8) Anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu sebapak.
9) Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak.
10) Saudara laki-laki bapak (paman) dari pihak bapak yang seibu sebapak
11) Saudara laki-laki bapak yang sebapak saja
12) Anak laki-laki saudara bapak yang laki-laki (paman) yang seibu sebapak
13) Anak laki-laki saudara bapak yang laki-laki (paman sebapak saja
14) Suami
15) Laki-laki yang memerdekakan budak

4 Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar Mesir,Ahkamul Mawaarits fil-Fiqhil-Islami,
(terjemahan), Cet.1, (Jakarta: Senayan Abadi Publishing, 2004), hlm. 86

9

Jika 15 orang diatas masih ada semua, maka yang mendapat harta waris
dari mereka itu hanya 3 orang yaitu : bapak, anak laki-laki, dan suami.

b. Ahli waris perempuan terdiri dari :
1) Anak perempuan
2) Anak perempuan dari anak laki-laki seterusnya kebawah, asal pertaliannya
dengan yang meninggal masih terus laki-laki
3) Ibu
4) Ibu dari bapak
5) Ibu dari ibu keatas pihak ibu sebelum berselang laki-laki
6) Saudara perempuan yang seibu sebapak
7) Saudara perempuan yang sebapak
8) Saudara perempuan yang seibu
9) Isteri
10) Perempuan yang memerdekakan budak
Jika 10 orang tersebut diatas ada semuanya, maka yang dapat mewarisi
dari mereka itu hanya 5 orang saja yaitu : isteri, anak perempuan, anak
perempuan dari anak laki-laki, ibu dan saudara perempuan yang seibu sebapak.5

B. Kewajiban Ahli Waris Terhadap Harta Peninggalan
Ada beberapa kewajiban yang harus dilakukan sebelum membagi harta
untuk ahli waris, tindakan yang harus dilakukan

dari ketentuan yang nyata

tersebut dalam Al-Qur’an surah An-Nisaa’ ayat 11 dan 12. Allah SWT
menjelaskan, bahwa pembagian warisan menurut bagian yang ditentukan sesudah
wasiat yang diwasiatkan oleh pewaris atau hutangnya.6
Terkait dengan kewajiban ini disebutkan dalam Kompilasi Hukum Islam :
Buku II Hukum Kewarisan, pada Bab II Ahli Waris, Pasal 175 :
5 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Hukum Fiqh Lengkap), Cet.73, hlm. 350
6 Adnan Qohar dkk, Hukum Kewarisan Islam, Keadilan, Dan Metode Praktis
Penyelesaiannya, Cet.1, hlm. 286-287

10

(1) Kewajiban ahli waris terhadap pewaris adalah :
a. Mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman jenazah selesai;
b. Menyelesaikan baik hutang-hutang berupa pengobatan, perawatan
termasuk kewajiban pewaris maupun menagih piutang;
c. Menyelesaikan wasiat pewaris;
d. Membagi harta warisan diantara ahli waris yang berhak.7
Mengenai kewajiban seperti yang telah disebutkan maka harus segera
dipenuhi hal-hal tersebut.
1. Mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman jenazah selesai
Hal pertama yang didahulukan ialah biaya-biaya pengurusan jenazah
pewaris diambil dari harta peninggalan pewaris menurut ukuran yang wajar,
tidak berlebih-lebihan dan tidak dikurang-kurangi. Karena biaya-biaya
pengurusan merupakan perkara penting yang erat kaitanya dengan hak pewaris,
menjaga kehormatan, dan kemuliaan kemanusiaannya dalam harta dan
kuburnya. Biaya pengurusan ini berupa biaya-biaya untuk memandikan,
mengafani, mengusung, menggali kuburan, dan menguburkanya.8
2. Menyelesaikan hutang pewaris
Hutang dari seorang yang telah meninggal dunia tidak menjadi beban ahli
warisnya, karena hutang menurut hukum Islam tidak diwarisi. Hutang tetap
menjadi tanggung jawab yang meninggal yang dikaitkan kepada hartanya.
Kewajiban ahli warisnya hanyalah sekedar membayarkan hutang tersebut dari
harta yang ditinggalkannya. Oleh karena itu hutang harus dibayar agar hutang
tersebut tidak membebani yang meninggal dunia (yang berhutang itu), maka
tindakan pembayaran hutang itu harus dilaksanakan sebelum pembagian harta
warisan.

7 Ahmad Azhar Basyir, Hukum Waris Islam Edisi Evisi, Cet.15, (Yogyakarta: UII Press,
2001), hlm.196
8 Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar Mesir, Ahkamul Mawaarits fil-Fiqhil-Islami,
(terjemahan), Cet.1, hlm. 68-69

11

Hutang seseorang yang meninggal dunia secara garis besar dapat
dikategorikan pada dua macam, yaitu :
a. Hutang kepada Allah SWT, yaitu kewajiban-kewajiban agama dalam
bentuk material yang telah wajib dialaksanakan menjelang meninggal
tetapi belum dikerjakan, seperti zakat yang belum dibayarkan meskipun
berupa zakat fitrah, baik zakat fitrah tahun meninggalnya, atau tahun
sebelumnya, maka harus diselesaikan terlebih dahulu dan sebagainya.
b. Hutang kepada sesama manusia, yaitu hutang yang dibuat oleh si pewaris
sebelum meninggal, atau hak orang lain yang ditangannya, baik berupa
barang orang lain yang belum diserahkan semasa hidupnya. Hutang kepada
sesame manusia ini menurut Dr.Amir Syarifuddin dapat dibagi menjadi
beberapa macam, diantaranya :
1) Hutang yang menyangkut dengan benda milik seseorang yang ada
padanya sebelum meninggal dan tetap utuh sebagaimana adanya
sesudah meninggalnya, seperti barang jaminan, titipan, dan barang
yang dibelinya dan belum sempat dibayar sebelum meninggal.
2) Hutang dalam bentuk tanggung jawab yang belum dibayarnya,
seperti uang pinjamannya waktu masih sehat.
3) Hutang dalam bentuk tanggung jawab yang dibuatnya waktu ia
dekat akan mati
Jika dia mempunyai hutang, maka hutangnya harus diselesaikan terlebih
dahulu dengan cara diambilkan dari harta peninggalanya, lalu dibayarkan
kepada yang berpiutang.9
Para ulama fiqh berselisih pendapat

mengenai utang yang harus

didahulukan siantara dua bentuk hutang. Perbedaan pendapat itu bisa dilihat
dibawah ini :
a) Kalangan Hanafiyyah dan Malikiyyah berpendapat bahwa

utang

sesame manusia pelunasannya lebih didahulukan sebab, manusia
sangat memerlukan untuk dilunasi piutangnya, sedang Allah SWT

9 Adnan Qohar dkk, Hukum Kewarisan Islam, Keadilan, Dan Metode Praktis
Penyelesaiannya, Cet.1, hlm. 294-295

12

adalah zat yang sudah cukup, sehingga tidak perlu pelunasan
kepadanya.
b) Kalangan Syafi’iyyah berpendapat, menurut pendapat yang sahih,
yang didahulukan adalah hutang kepada Allah timbang kepada
sesama manusia, sesuai dengan sabda Nabi SAW, “Utang kepada
Allah lebih utama dilunasi.” Dalam hadits lain beliau bersabda
“lunasilah hak Allah, karena Dia lebih berhak untuk dilunasi”(HR.
Bukhari)
c) Kalangan Hanbaliyyah berpendapat bahwa kedudukan pelunasan
hutang terhadap Allah sama dengan pelunasan utang terhadap
manusia. Maksudnya harta waris dibagi menurut kedua macam utang
tersebut, seperti pembagian orang yang pailit semasa hidupnya.10
3. Menyelesaikan wasiat pewaris
Menunaikan wasiat yang meninggal dalam batas-batas yang diberikan
syara’ tanpa perlu persetujuan para waris yaitu tidak lebih dari spertiga harta
peninggalan, sesudah diambil keperluan pengurusan jenazahnya dan
keperluan membayar hutang, baik wasiat itu untuk waris atau untuk orang
lain.
Jika lebih dari sepertiga harta, diperlukan persetujuan para waris kalau
mereka semuanya sudah dapat didengar persetujuannya dan mengetahui
hukumnya, jika mereka tidak memberi persetujuan, batallah wasiat terhadap
yang lebih dari sepertiga, karena syara’ membolehkan yang meninggalkan
warisan

menentukan

sendiri

penggunaan

sepertiga

hartanya

untuk

mewujudkan sesuatu maksudnya yang dibenarkan syara’. Apabila para waris
dapat menerima warisan, maka tidak sah dan boleh dilakukan tanpa
persetujuan waris-waris yang lain. Tetapi kalau waris itu tidak dapat

10 Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar Mesir, Ahkamul Mawaarits fil-FiqhilIslami, (terjemahan), Cet.1, hlm. 72

13

menerima pusaka karena berlainan agama, maka wasiat untuk mereka sah dan
berlaku.11
Kompilasi Hukum Islam Indonesia khususnya dalam ketentuan yang
terdapat dalam Buku II Hukum Kewarisan, pada Bab II Ahli Waris, Pasal 194
dan 195 menyebitkan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi dalam
pelaksanaan perwasiatan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pewasiat harus orang yang berumur 21 tahun, berakal sehat dan
didasarkan kepada kesukarelaanya.
2. Harta benda yang diwariskan harus merupakan hak si pewasiat.
3. Peralihan hak terhadap barang/benda yang diwasiatkan adalah
setelah si pewaris meninggal dunia.
Menyangkut persyaratan yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan
perwasiatan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Apabila wasiat itu dilakukan secara lisan, maupun tertulis kendaklah
pelaksanaanya dilakukan dihadapan 2 (dua) orang saksi atau
dihadapan notaris.
2. Wasiat hanya dibolehkan maksimal sepertiga dari harta warisan,
kecuali ada persetujuan semua ahli waris.
3. Wasiat kepada ahli waris hanya berlaku bila disetujui oleh semua
ahli waris.
4. Persyaratan persetujuan pada poin 2 dan 3 dilakukan secara lisan
maupun tertulis dihadapan 2 (dua) orang saksi, atau dibuat
dihadapan notaris.12

4. Membagi harta warisan diantara ahli waris yang berhak
Setelah dibayar semua kewajiban yang tersebutkan, barulah harta
peninggalan di mayat itu dibagi kepada ahli waris menurut pembagian yang
telah ditetapkan oleh Allah dalam kitabnya yang suci.
11 Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Fiqh Mawaris Hukum Pembagian Waris
Menurut Syariat Islam, Cet. 5, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2017), hlm. 17-19
12 Suhkawardi K.Lubis & Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam (Lengkap &Praktis),
Cet.4, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hlm. 44-45

14

Sebelum langsung membagikan harta warisan untuk ahli waris yang
berhak, masih ada satu lagi tindakan sukarela dari para ahli waris yang
memiliki hak sepenuhnya terhadap harta warisan, yaitu memberi sekedarnya
kepada pihak yang tidak berhak untuk menerima warisan. Tindakkan yang
bersifat sukarela itu dijelaskan oleh Allah SWT dalam Al-Quran surat AnNisaa’ ayat 8 sebagai berikut :

‫نوإصَنذاَ ِنحنضصصنر ِاَقلصَققسصصنمنة ِبأوبلصصوُ ِاَقلبققرنبصصىَ ِنواَقلنيِنتصصاَنمىَ ِنواَقلنمنسصصاَصَكيِبن‬
﴾٨ِ :‫نفاَقربزبقوُبهقم ِصَمقنبه ِنوبقوُبلوُاَ ِنلبهقم ِنققوُبل ِنمقعبروبفاَ ِ﴿اَلنساَء‬
Artinya : “Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim
dan orang miskin, Maka berilah mereka dari harta itu
(sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang
baik.” (Q.S An-Nisaa’ : 8)
Pemberian menurut ketentuan ayat 8 surah An-Nisaa’, seluruhnya
adalah kekuasaan ahli waris dan kerelaanya untuk melaksanakannya. Oleh
karena itu, hukum mengenai pemberian tersebut hanya berbentuk anjuran
untuk dilaksanakan oleh ahli wari secara sukarela.
Setelah semuanya terselesaikan, dan harta peninggalan telah
diinventarisir dan nilai uangnya telah disepakati oleh seluruh ahli waris,
kemudian dikalkulasi secara keseluruhan. Maka nilai total seluruh
peninggalan, setelah dikurangi pengurusan jenazah dan membayar hutang
pewaris serta memenuhi wasiatnya, adalah menjadi harta tirkah pewaris
yang harus dibagikan kepada seluruh ahli waris.13

13 Adnan Qohar dkk, Hukum Kewarisan Islam, Keadilan, Dan Metode Praktis
Penyelesaiannya, Cet.1, hlm. 299-300

15

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan
darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak
terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.Ahli waris ada yang
ditetapkan secara khusus dan langsung oleh Allah dalam Al-Qur’an dan Nabi
SAW dalam haditsnya, dan yang ditemukan melalui ijtihad. Ada 25 orang yang
menjadi ahli waris, 15 orang dari pihak laki-laki, dan 10 orang dari pihak
perempuan.
a. Ahli waris laki-laki terdiri dari : Anak laki-laki, anak laki-laki dari
keturunan laki-laki dan terus kebawah asal pertaliannya masih terus lakilaki, bapak, kakek dari pihak bapak, dan terus keatas pertaliannya yang
belum putus dari pihak bapak, saudara laki-laki seibu sebapak, saudara lakilaki sebapak saja, saudara laki-laki seseibu saja, anak laki-laki dari saudara
laki-laki seibu sebapak, anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak,
saudara laki-laki bapak (paman) dari pihak bapak yang seibu sebapak,
saudara laki-laki bapak yang sebapak saja, anak laki-laki saudara bapak
yang laki-laki (paman) yang seibu sebapak, anak laki-laki saudara bapak
yang laki-laki (paman sebapak saja, suami, laki-laki yang memerdekakan
budak
b. Ahli waris perempuan terdiri dari : Anak perempuan, anak perempuan dari
anak laki-laki seterusnya kebawah asal pertaliannya dengan yang meninggal
masih terus laki-laki, ibu, ibu dari bapak, ibu dari ibu keatas pihak ibu
sebelum berselang laki-laki, saudara perempuan yang seibu sebapak,

16

saudara perempuan yang sebapak, saudara perempuan yang seibu, isteri,
perempuan yang memerdekakan budak
2

Kewajiban ahli waris terhadap pewaris adalah :
a. Mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman jenazah selesai;
b. Menyelesaikan baik hutang-hutang berupa pengobatan, perawatan termasuk
kewajiban pewaris maupun menagih piutang;
c. Menyelesaikan wasiat pewaris;
d. Membagi harta warisan diantara ahli waris yang berhak

B. Saran
1. Perlunya mensosialisasikan hukum waris yang sesuai dengan syariat Islam
terhadap masyarakat yang kurang dalam pemahaman agama Islam di Indonesia
terkhususnya di Sulawesi Utara.
2. Ambilah apa yang bermanfaat dari ilmu yang ada dalam makalah ini atau
apapun dari setiap peristiwa di dunia sebagai satu tanda keagungan dari Allah
SWT.
3. Pemakalah selaku manusia biasa, tentunya membutuhkan kritik dan saran yang
membangun demi perkembangan wawasan keilmuan.

17

DAFTAR PUSTAKA

Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. 2017. Fiqh Mawaris Hukum Pembagian
Waris Menurut Syariat Islam, Cet. 5. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra.
Basyir, Azhar Ahmad. 2001. Hukum Waris Islam Edisi Evisi. Cet.15. Yogyakarta: UII
Press.
Lubis, Suhkawardi K. & Simanjuntak, Komis. 2004. Hukum Waris Islam (Lengkap
& Praktis). Cet.4. Jakarta: Sinar Grafika.
Qohar, Adnan dkk. 2011. Hukum Kewarisan Islam, Keadilan, Dan Metode Praktis
Penyelesaiannya. Cet.1. Yogyakarta: Pustaka Biru.
Rasjid, Sulaiman. 2016. Fiqh Islam (Hukum Fiqh Lengkap). Cet.73. Bandung: Sinar
Baru Algensindo.
Taufik, Mohammad. Quran In MS-Word With multiple language. ver 1. 2. 0. 2015.
Universitas Al-Azhar Mesir, Komite Fakultas Syariah. 2004. Ahkamul Mawaarits filFiqhil-Islami, (terjemahan). Cet.1. Jakarta: Senayan: Abadi Publishing