Pemberian Susu Formula pada Bayi Baru La

Pemberian Susu Formula pada Bayi Baru Lahir
27.08.2013
Keunggulan ASI sebagai nutrisi bayi telah banyak dipelajari dan dibuktikan oleh para peneliti
sehingga Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan ASI eksklusif untuk bayi
sampai berumur 6 bulan dan kemudian dilanjutkan bersama makanan pendamping ASI
sampai bayi berumur 2 tahun atau lebih. Meskipun demikian angka menyusui eksklusif di
Indonesia menurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 baru
mencapai 32% dan pula, bayi yang dilahirkan di fasilitas kesehatan cenderung diberi susu
formula.
Di luar jalur medis, pemerintah Indonesia membuktikan komitmennya dalam menurunkan
angka kematian bayi dan mendukung pemberian ASI eksklusif dengan mengeluarkan
Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009, pasal 128 yang menekankan hak bayi untuk
mendapat ASI eksklusif kecuali atas indikasi medis dan ancaman hukuman pidana bagi yang
tidak mendukungnya, termasuk diantaranya para petugas kesehatan.
Bab ini akan mengemukakan alasan medis yang dapat diterima untuk memberi susu formula
pada bayi baru lahir yaitu beberapa situasi khusus dimana ASI memang tidak boleh
diberikan, atau susu formula diperlukan sementara atau diperlukan tambahan susu formula
disamping pemberian ASI. Namun sekali lagi, setiap keputusan pemberian susu formula
terutama pada neonatus sampai usia 6 bulan, perlu dipertimbangkan keuntungannya
dibandingkan dengan kerugian yang mungkin timbul dikemudian hari.


Panduan pemberian susu formula pada bayi baru lahir
A. Kondisi bayi
1. Kontra indikasi mendapat ASI
Pada beberapa kelainan metabolik / genetik, tubuh tidak mempunyai enzim tertentu untuk
mencerna salah satu komponen dalam susu, baik susu manusia maupun hewan sehingga bayi
tidak boleh menyusu. Bayi tersebut memerlukan formula khusus yang disesuaikan dengan
kebutuhannya dan memerlukan penanganan komprehensif antara dokter anak, ahli penyakit
endokrin, metabolik, dan gizi. Di banyak negara maju, uji penapisan untuk jenis kelainan
metabolik dilakukan segera setelah bayi lahir .
1. Galaktosemia: penyakit ini disebabkan tidak adanya enzim galactose - l -phosphate
uridyltransferase yang diperlukan untuk mencerna galaktosa, hasil penguraian laktosa.
Bentuk klasik bisa berakibat fatal, sedangkan bentuk ringan menyebabkan gagal
tumbuh dan membesarnya organ hati dan limpa ( hepato . splenomegali). ASI
mengandung laktosa tinggi sehingga bayi harus disapih, diberi susu tanpa laktosa,
selanjutnya penderita harus diet makanan tanpa galaktosa sepanjang hidupnya.
2. Maple syrup urine disease, pada penyakit ini tubuh tidak dapat mencerna jenis protein
leusin, isoleusin dan valine. Bayi tidak boleh mendapat ASI atau susu bayi biasa, dan
memerlukan formula khusus tanpa leusin, isoleusin dan valine.

3. Fenilketonuria, memerlukan formula tanpa fenilalanin. Dengan diagnosis dini,

disamping pemberian susu khusus dianjurkan untuk diberikan berselang-seling
dengan ASI karena kadar fenilalanin ASI rendah dan agar manfaat lainnya tetap
diperoleh asalkan disertai pemantauan ketat kadar fenilalanin dalam darah.
2. Pemberian susu formula pada Bayi Kurang Bulan (BKB)
Bayi kurang bulan memerlukan kalori, lemak dan protein lebih banyak dari bayi cukup bulan
agar dapat menyamai pertumbuhannya dalam kandungan. ASI bayi prematur mengandung
kalori, protein dan lemak lebih tinggi dari ASI bayi matur, tetapi masalahnya adalah ASI
prematur berubah menjadi ASI matur setelah 3 -4 minggu. Jadi untuk BKB kurang dari 34
minggu setelah 3 minggu kebutuhan tidak terpenuhi lagi.
Volume lambung BKB kecil dan motilitas saluran cerna lambat sehingga asupan ASI tidak
optimal. Untuk merangsang produksi ASI, diperlukan isapan yang baik dan pengosongan
payudara. Refleks mengisap bayi prematur kurang / belum ada, akibatnya produksi ASI
sangat tergantung pada kesanggupan ibu memerah.
Beberapa penelitian klasik antara lain oleh Lucas dan Schanler telah membuktikan manfaat
ASI pada bayi prematur, akan mengurangi hari rawat, menurunkan insidensi enterokolitis
nekrotikans (EKN) dan menurunkan kejadian sepsis lanjut, hal hal yang sangat bermakna
untuk perawatan BKB kecil di Indonesia. Sehingga perlu diusahakan memberi kolostrum
(perah) terutama pada perawatan bayi di hari hari pertama.
Untuk mengatasi masalah nutrisi selanjutnya, setelah ASI prematur berubah menjadi ASI
matur dianjurkan penambahan penguat ASI (HMF atau human milk fortifier, saat ini belum

tersedia secara meluas di Indonesia). Penguat ASI adalah suatu produk komersial berisi
karbohidrat, protein dan mineral yang sangat dibutuhkan bayi kurang bulan. HMF yang
proteinnya berasal dari susu sapi, biasanya dicampurkan dalam air susu ibu bayi sendiri . Bila
tidak tersedia penguat ASI, pemberian susu prematur dapat dibenarkan terutama untuk bayi
prematur yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari 32 minggu atau berat lahir kurang
dari 1500 gram. Apabila terdapat alergi terhadap susu sapi sebaiknya susu formula yang
diberikan adalah susu formula yang telah dihidrolisis sempurna. Schanler menemukan
pemberian HMF pada ASI donor kurang bermanfaat mungkin karena prosedur pemanasan
yang harus dilalui. Selanjutnya, bila bayi sudah stabil, susu prematur dapat diberikan dengan
Alat Bantu Laktasi (Lact Aid / Suplementer) untuk melatih bayi belajar mengisap.
3. Pemberian susu formula pada Bayi Cukup Bulan (BCB)
Masih banyak ibu yang memberi tambahan susu formula pada bayinya yang cukup bulan dan
sehat karena merasa ASInya belum keluar atau kurang. Salah satu penyebab adalah
kurangnya informasi bahwa memberi susu formula terutama pada hari hari pertama kelahiran
mungkin mengganggu produksi ASI, bonding, dan dapat menghambat suksesnya menyusui
dikemudian hari. Bayi yang diberi formula akan kenyang dan cenderung malas untuk
menyusu sehingga pengosongan payudara menjadi tidak baik. Akibatnya payudara menjadi
bengkak sehingga ibu kesakitan, dan akhirnya produksi ASI memang betul menjadi kurang.
Belum lagi akibat pemberian susu formula, masalah medis lain yang mungkin timbul adalah
perubahan flora usus, terpapar antigen dan kemungkinan meningkatnya sensitivitas bayi

terhadap susu formula (alergi) dan bayi kurang mendapat perlindungan kekebalan dari
kolostrum yang keluar justru di hari hari pertama kelahiran

Bagi ibu yang melahirkan di fasilitas kesehatan, peraturan rumah bersalin / rumah sakit serta
sikap dan dukungan petugas kesehatan sangat mempengaruhi keberhasilan mereka menyusui
di kemudian hari. Apabila secara rutin diberikan informasi dan motivasi kepada ibu hamil,
diberi kesempatan untuk inisiasi menyusu dini, kemudian didukung dan dibantu
mempraktekkan teknik menyusui yang benar selama ibu dirawat, kemungkinan ibu akan
berhasil menyusui eksklusif sehingga tambahan pengganti ASI tidak diperlukan .
Pertimbangan memberi tambahan susu formula pada BCB disamping ASI:
1. Bayi yang berisiko hipoglikemia dengan gula darah yang tidak meningkat meskipun
telah disusui dengan baik tanpa jadwal atau diberi tambahan ASI perah. Risiko
hipoglikemi dapat terjadi pada bayi kecil untuk masa kehamilan, pasca stress iskemik
intrapartum, dan bayi dari ibu dengan diabetes mellitus terutama yang tidak
terkontrol. Tata laksana yang dianjurkan adalah:
1. segera setelah lahir bayi disusui tanpa jadwal, dan jaga kontak kulit dengan
ibu agar tidak hipotermi (untuk mengatasi hipotermi bayi memerlukan banyak
energi)
2. gula darah plasma hanya diukur bila ada risiko atau ada gejala hipoglikemia
dan sebaiknya diukur sebelum minum / umur bayi 4-6 jam.

3. dibenarkan memberi suplemen ASI perah atau susu formula bila gula darah <
2.6 mmol (40 mg/dl) dan diulang 1 jam setelah minum ASI. mencukupi,
penambahan susu formula dikurangi dan akhirnya dihentikan.
4. bila gula darah tetap tidak meningkat ikuti tata laksana penanganan
hipoglikemi sesuai panduan rumah sakit.
2. Bayi yang secara klinis menunjukkan gejala dehidrasi (turgor/ tonus kurang,
frekuensi urin < 4x setelah hari ke-2, buang air besar lambat keluar atau masih berupa
mekonium setelah umur bayi > 5 hari).
3. Berat bayi turun 8 . 10% terutama bila laktogenesis pada ibu lambat.
4. Hiperbilirubinemia pada hari-hari pertama, bila diduga produksi ASI belum banyak
atau bayi belum bisa menyusu efektif. Kuning karena ASI (breastmilk jaundice),
bila bilirubin melebihi 20 . 25 mg/dL pada bayi sehat. Anjuran untuk membantu
diagnosis dengan menghentikan ASI 1-2 hari sambil sementara diberi susu formula.
Bila bilirubin terbukti menurun, ASI dimulai kembali.
5. Lain-lain: bayi terpisah dari ibu, bayi dengan kelainan kongenital yang sukar
menyusu langsung (sumbing, kelainan genetik). Dapat kita simpulkan, bahwa pada
kasus-kasus di atas suplemen susu formula hanya diberikan sampai masalah teratasi
sambil bayi terus disusui. Setelah itu ibu dan bayinya harus dibantu dan didukung
agar bayi tetap mendapat ASI eksklusif.
Catatan:

1. Pengganti ASI diberikan memakai sendok, cangkir ataupun selang orogastrik.
Sementara itu ibu dianjurkan sering-sering menyusui dan memerah payudara (4-5x
sehari).

2. Pemeriksaan kadar gula darah jam-jam pertama kelahiran tidak diperlukan pada bayi
cukup bulan sehat.
B. Kondisi ibu
1. Indikasi untuk tidak menyusui
Kondisi kesehatan ibu merupakan kontraindikasi untuk menyusui, namun dengan beberapa
pertimbangan .
1. Ibu HIV positif
Virus HIV juga ditularkan melalui ASI. Rekomendasi dari WHO (November 2009)
untuk ibu HIV positif:
1. Tidak menyusui sama sekali bila -- pengadaan susu formula dapat diterima,
mungkin dilaksanakan, terbeli, berkesinambungan dan aman (AFASS
acceptable, feasible, affordable, sustainable dan safe).
2. Bila ibu dan bayi dapat diberikan obat-obat ARV (Anti Retroviral) dianjurkan
menyusui eksklusif sampai bayi berumur 6 bulan dan dilanjutkan menyusui
sampai umur bayi 1 tahun bersama dengan tambahan makanan pendamping
ASI yang aman.

3. Bila ibu dan bayi tidak mendapat ARV, rekomendasi WHO tahun 1996
berlaku yaitu ASI eksklusif yang harus diperah dan dihangatkan sampai usia
bayi 6 bulan dilanjutkan dengan susu formula dan makanan pendamping ASI
yang aman.
2. Ibu penderita HTLV (Human T-lymphotropic Virus) tipe 1 dan 2 Virus ini juga
menular melalui ASI. Virus tersebut dihubungkan dengan beberapa keganasan dan
gangguan neurologis setelah bayi dewasa. Bila ibu terbukti positif, dan syarat AFASS
dipenuhi, tidak dianjurkan memberi ASI.
3. Ibu penderita CMV (citomegalovirus) yang melahirkan bayi prematur juga tidak
dapat memberikan ASInya.
2. Indikasi untuk sementara tidak menyusui
Pada ibu perlu dijelaskan bahwa penghentian menyusui hanya sementara dan ibu dapat
melanjutkan menyusui bayinya kembali sesuai dengan perkembangan kesehatannya. Selain
itu, petugas kesehatan harus dapat memberi informasi cara mempertahankan produksi ASI
dan bila perlu rujuklah pada konsultan atau klinik laktasi.
1. Pengobatan ibu: psikoterapi jenis penenang, anti epilepsi
2. Virus herpes simplex type 1 (HSV-1): kontak langsung mulut bayi dengan luka di
dada ibu harus dihindari sampai pengobatannya tuntas
3. Ibu sakit berat sehingga tidak bisa merawat bayinya misalnya psikosis, sepsis, atau
eklamsi


1. opioid dan kombinasinya mungkin memberi efek samping seperti mengantuk
atau depresi pernafasan sehingga lebih baik dihindari bila ada alternatif yang
lebih aman
2. kemoterapi sitotoksik mensyaratkan seorang ibu untuk berhenti menyusui
selama terapi
3. bila ibu memerlukan pemeriksaan dengan zat radioaktif maka pemberian ASI
pada bayi dihentikan selama 5 kali masa paruh zat tersebut. Selama ibu tidak
memberikan ASI, ASI tetap
diperah dan dibuang untuk mempertahankan produksi ASInya.
3. Pertimbangan pada beberapa kondisi ibu
Pertimbangan memberi susu formula pada beberapa kondisi kesehatan ibu yang lain:
1. Ibu yang merokok, peminum alkohol, pengguna ekstasi, amfetamin dan kokain dapat
dipertimbangkan
untuk
diberi
susu formula, kecuali ibu menghentikan kebiasaannya selama menyusui.
2. Beberapa situasi lain dimana dibenarkan untuk memberi susu formula :
1. Laktogenesis memang terganggu, misalnya karena ada sisa plasenta (hormon
prolaktin terhambat), sindrom Sheehan (perdarahan pasca melahirkan hebat

dengan komplikasi nekrosis hipothalamus)
2. Insufisiensi kelenjar mammae primer: dicurigai bila payudara tidak membesar
tiap menstruasi / ketika hamil dan produksi ASI memang minimal.
3. Pasca operasi payudara yang merusak kelenjar atau saluran ASI
4. Rasa sakit yang hebat ketika menyusui yang tidak teratasi oleh intervensi
seperti perbaikan pelekatan, kompres hangat maupun obat.
Kesimpulan
Kecuali pada keadaan khusus, bayi cukup bulan sehat tidak memerlukan tambahan susu
formula asalkan bayi diberi kesempatan untuk segera menyusu dan tidak dipisahkan dari
ibunya.
Bila dianggap perlu, harus diingat bahwa tujuan pemberian tambahan susu formula adalah
memberi nutrisi bayi sementara masalah diatasi.
Proses menyusui dan menyusu antara ibu dan bayi perlu dinilai oleh seseorang yang
memahami manajemen laktasi dan bila perlu berikan intervensi.
Di rumah sakit, sebaiknya ada informed consent bila hendak memberi tambahan susu
formula. Alasan pemberian, jumlah, cara pemberian dan jenis formula harus ditulis lengkap
dan jelas.
Penulis : Budining Wirasatari Marnoto
Sumber : Buku Indonesia Menyusui


Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis korelasi antara lama penggunaan pil KB kombinasi dan tingkat keparahan gingivitas pada wanita pengguna PIL KB kombinasi di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember

11 241 64

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Efek Pemberian Ekstrak Daun Pepaya Muda (Carica papaya) Terhadap Jumlah Sel Makrofag Pada Gingiva Tikus Wistar Yang Diinduksi Porphyromonas gingivalis

10 64 5