Buku Panduan Penyusunan RP 2KPKP

Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman

Kumuh Perkotaan (RP2KPKP) dapat berjalan lancar dengan tepat waktu.

Pengembangan kawasan permukiman di perkotaan memiliki fungsi yang strategis dalam menunjang pertumbuhan ekonomi kota. Kontribusi permukiman perkotaan melalui pemenuhan kebutuhan permukiman yang layak, secara langsung akan memberikan kontribusi dalam peningkatan produktivitas masyarakat sehingga mendorong pembangunan nasional yang mampu berdaya saing.

Upaya perwujudan permukiman yang layak huni sejalan dengan upaya mewujudkan peningkatan dan pemerataan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.

Perwujudan permukiman perkotaan yang layak huni dimulai dengan penanganan permukiman kumuh perkotaan yang komprehensif dan kolaboratif. Keterpaduan antar berbagai aspek permukiman sangat diperlukan untuk menjamin penanganan secara tuntas yang terintegrasi dengan pengembangan skala kota. Sistem yang terintegrasi ini perlu didukung oleh semua pelaku pembangunan secara kolaboratif. Tanggung jawab pengembangan perkotaan harus ditopang oleh kerjasama yang solid dari pemangku kepentingan sesuai dengan peran masing- masing. Penanganan permukiman kumuh perkotaan merupakan upaya bersama dalam kesetaraan pelaku pembangunan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi kota yang berkesinambungan.

PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP i

Penyelenggaraan permukiman kumuh perkotaan memerlukan perencanaan yang berkesinambungan dan terstruktur sebagai acuan pelaksanaan pembangunan untuk mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh. Pemerintah kab/kota sebagai nahkoda harus didorong untuk memiliki dokumen perencanaan sebagai dasar pengembangan kawasan permukiman sehingga penyelenggaraan pembangunan permukiman kumuh perkotaan berada pada arah yang tepat menuju permukiman yang layak huni dan berkelanjutan. Produk dari dokumen perencanaan penanganan permukiman kumuh perkotaan diharapkan memiliki kualitas yang bermutu tinggi, baik dari segi konsep, strategi, kegiatan, sampai dengan konsep desain dan desain teknis kawasan. Selain itu, aspek non-fisik diharapkan juga menjadi perhatian dalam perencanaan penanganan permukiman kumuh perkotaan untuk mendukung aspek fisik yang dibangun.

Melalui buku ini, diharapkan proses penyusunan dokumen perencanaan yang berupa Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan (RP2KPKP) dapat dilaksanakan dengan baik untuk mendukung penyelenggaraan permukiman kumuh perkotaan menuju permukiman yang layak huni dan berkelanjutan.

Jakarta, April 2016

Ir. Rina Farida Ir. Rina Farida, MT Direktur Pengembangan Kawasan Permukiman Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

ii PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP

APAR : Alat Pemadam Api Ringan ASKOT

: Assisten Kota Program Pemberdayaan Masyarakat BKM

: Badan Keswadayaan Masyarakat CAP

: Community Action Plan DED

: Detail Engineering Design FGD

: Focus Group Discussion IPAL

: Instalasi Pengelolaan Air Limbah IPAS

: Instalasi Pengelolaan Akhir Sampah IPLT

: Instalasi Pengelolaan Limbah Terpadu Korkot

: Koordinator Kota Fasilitator P2KKP KOTAKU : Kota Tanpa Kumuh KSM

: Kelompok Swadaya Masyarakat KSN

: Kawasan Strategis Nasional KSP

: Kawasan Strategis Provinsi KSK

: Kawasan Strategis Kota/Kabupaten NUAP

: Neighborhood Upgrading Action Plan NUSP

: Neighborhood Upgrading Shelter Project MBR

: Masyarakat Berpenghasilan Rendah P2KKP

: Program Peningkatan Kualitas Kumuh Perkotaan Pokjanis : Kelompok Kerja Teknis RAB

: Rencana Anggaran Biaya

PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP iii

RDTR : Rencana Detail Tata Ruang RKM

: Rencana Kerja Masyarakat RKP

: Rencana Kawasan Permukiman RP2KPKP : Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan RP2KP : Rencana Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Permukiman RP3KP : Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan

Permukiman RPI2JM : Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah RPJMN

: Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional RPJMD

: Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJP

: Rencana Pembangunan Jangka Panjang RPKPP : Rencana Pembangunan Kawasan Permukiman Prioritas RTRW

: Rencana Tata Ruang Wilayah SDGs

: Sustainable Development Goals SIAP

: Slum Improvement Action Plan SKS

: Survey Kampung Sendiri SPAM

: Sistem Pengelolaan Air Minum SPM

: Standar Pelayanan Minimal SPMK

: Surat Perintah Mulai Kerja SPPIP

: Strategi Pembangunan Permukiman dan Infrastruktur Perkotaan TAP

: Tenaga Ahli Pendamping TPS

: Tempat Pengolahan Sampah TPS 3R : Tempat Pengolahan Sampah 3R TPST

: Tempat Pengolahan Sampah Terpadu

iv PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP

Tabel 2.1 Pembagian Urusan Pemerintah terkait Penanganan Permukiman Kumuh........ 2-6 Tabel 2.2

Tipologi Perumahan Kumuh Dan Permukiman Kumuh.................................. 2-25 Tabel 2.3

Standar Minimal Pelayanan Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang sub bidang Keciptakaryaan ............................................................................... 2-27

Tabel 2.4 Muatan Pencegahan terjadinya Permukiman Kumuh .................................... 2-32 Tabel 2.5

Muatan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh....................................... 2-33 Tabel 2.6

Peran dan Bentuk Keterlibatan Pemangku Kepentingan dalam Penyusunan RP2KPKP.................................................................................................. 2-43

Tabel 3.1 Keterkaitan Lingkup Kegiatan dengan Capaian dalam Kegiatan Penyusunan RP2KPKP.................................................................................................... 3-1

Tabel 3.2 Contoh Form Survey ................................................................................. 3-23 Tabel 3.3

Contoh Form Data Umum Permukiman Kumuh ............................................ 3-25 Tabel 3.4

Tabel Overview Kebijakan Pembangunan Daerah ....................................... 3-33 Tabel 3.5

Overview Program/Kegiatan Sektor Penanganan Permukiman Kumuh .......... 3-36 Tabel 3.6

Contoh Form isian Data Profil Permukiman Kumuh ...................................... 3-44 Tabel 3.7

Contoh data profil permukiman yang menampilkan data numerik dan persentase................................................................................................. 3-47

Tabel 3.8 Contoh Rekapitulasi Hasil Survey dan Pengolahan Data Permukiman Kumuh 3-49 Tabel 3.9

Form Verifikasi Permukiman Kumuh Perkotaan............................................ 3-61 Tabel 3.10

Tabel Kriteria dan Indikator Penentuan Urutan Kawasan Prioritas ................. 3-71

PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP vii

1.1 LATAR BELAKANG

Masalah permukiman kumuh hingga saat ini masih menjadi masalah utama yang yang dihadapi di kawasan permukiman perkotaan. Tingginya arus urbanisasi akibat menumpuknya sumber mata pencaharian di kawasan perkotaan menjadi magnet yang cukup kuat bagi masyarakat perdesaan (terutama golongan MBR) untuk bekerja di kawasan perkotaan dan tinggal di lahan- lahan ilegal yang mendekati pusat kota, hingga akhirnya menciptakan lingkungan permukiman kumuh. Di sisi lain, belum terpenuhinya standar pelayanan minimal (SPM) perkotaan pada beberapa kawasan permukiman yang berada di lahan legal pun pada akhirnya juga bermuara pada terciptanya permukiman kumuh di kawasan perkotaaan. Bermukim di kawasan kumuh perkotaan bukan merupakan pilihan melainkan suatu keterpaksaan bagi kaum MBR yang harus menerima keadaan lingkungan permukiman yang tidak layak dan berada dibawah standar pelayanan minimal seperti rendahnya mutu pelayanan air minum, drainase, limbah, sampah serta masalah-masalah lain seperti kepadatan dan ketidakteraturan bangunan yang lebih lanjut berimplikasi pada meningkatnya bahaya kebakaran maupun dampak sosial seperti tingkat kriminal yang cenderung meningkat dari waktu ke waktu.

Permasalahan permukiman kumuh menjadi salah satu isu utama pembangunan perkotaan yang cukup menjadi polemik, karena upaya penanganan yang sebenarnya dari waktu ke waktu sudah dilakukan berbanding lurus dengan terus berkembangnya kawasan kumuh dan munculnya kawasan-kawasan kumuh baru. Secara khusus dampak permukiman kumuh juga akan menimbulkan paradigma buruk terhadap penyelenggaraan pemerintah, dengan memberikan dampak citra negatif akan ketidakberdayaan dan ketidakmampuan pemerintah dalam pengaturan pelayanan kehidupan hidup dan penghidupan warganya. Dilain sisi dibidang tatanan sosial budaya kemasyarakatan, komunitas yang bermukim di lingkungan permukiman kumuh secara ekonomi pada umumnya termasuk golongan masyarakat berpenghasilan rendah,

PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP 1-1 PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP 1-1

Pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh telah diamanatkan UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, Selain itu, penanganan permukiman kumuh sudah secara jelas ditargetkan pada RPJMN 2015-2019, dimana target besarnya adalah terciptanya kota bebas kumuh di tahun 2019. Proses penanganan kumuh telah dimulai tahun 2015 dan target nol persen harus dicapai pada 2019, sehingga waktu penyelesaian tinggal 4 (empat) tahun dengan ragam persoalan yang belum sepenuhnya terdeteksi. Langkah awal dalam mengejar target kota bebas kumuh 2019 sebenarnya telah dimulai oleh Kementerian Pekerjaam Umum melalui Ditjen Cipta Karya sejak tahun 2014 dengan menyusun road map penanganan kumuh serta pemutakhiran data kumuh yang dilaksanakan secara kolaboratif dengan kementerian/lembaga yang terkait serta pemerintah daerah di seluruh Indonesia.

Dengan berpatokan pada undang-undang, penanganan permukiman kumuh diawali dengan identifikasi lokasi permukiman kumuh dan penetapan lokasi permukiman kumuh tersebut melalui SK Walikota/Bupati. Melalui identifikasi tersebut, penanganan dilakukan sesuai Undang- undang no 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman khususnya di pasal VII dan VIII yang menjelaskan berbagai hal tentang pemeliharaan dan perbaikan kawasan permukiman, serta pencegahan dan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman kumuh dengan tiga pola penanganan yaitu pemugaran, peremajaan dan pemukiman kembali. Tahapan penanganan kawasan kumuh berdasarkan UU No.1/2011 mengamanatkan agar pemerintah kota/kabupaten menyusun Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan

Kawasan Permukiman (RP3KP), serta menyusun Rencana Pencegahan dan Peningkatan

Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan (RP2KPKP), sebagai instrumen utama dalam upaya penanganan permasalahan permukiman kumuh di kawasan perkotaan.

Direktorat Pengembangan Kawasan Permukiman, Ditjen Cipta Karya melalui Subdit Perencanaan Teknis memberikan fasilitasi berupa pendampingan dalam penyusunan RP2KPKP sebagaimana dimaksud di Kabupaten/Kota sebagai sebagai bentuk pembinaan kepada Pemerintah Daerah dalam menyusun rencana penanganan permukiman kumuh di kabupaten/kotanya masing-masing dengan harapan:

1. Terciptanya percepatan penanganan permukiman kumuh secara menyeluruh dan tuntas bagi kawasan kumuh yang telah disepakati dalam SK Walikota/Bupati;

2. Terciptanya keterpaduan program yang dapat menyelesaikan dan/atau menuntaskan permasalahan permukiman kumuh perkotaan melalui semua peran sektor keciptakaryaan melalui kegiatan reguler sektoral;

3. Meningkatnya kapasitas pemerintah Kabupaten/Kota melalui pelibatan aktif dalam proses penanganan permukiman kumuh bersama kelompok swadaya masyarakat (KSM/CBO’s); dan

4. Terciptanya keberlanjutan progam penanganan permukiman kumuh sebagai bagian dari strategi pengurangan luasan kawasan permukiman kumuh.

1-2 PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP

1.2 MAKSUD, TUJUAN, DAN SASARAN

1.2.1 MAKSUD

Panduan Penyusunan Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan (RP2KPKP) ini disusun dengan maksud untuk memberikan panduan teknis bagi pemangku kepentingan dalam penyusunan RP2KPKP di kabupaten/kota.

1.2.2 TUJUAN

Disusunnya Panduan Penyusunan Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan (RP2KPKP) memiliki tujuan:

• memberikan pemahaman dasar mengenai RP2KPKP; • memberikan acuan teknis mengenai penyelenggaraan penyusunan RP2KPKP baik secara

proses maupun substansi; dan • memberikan acuan teknis baku mutu dari produk RP2KPKP yang dihasilkan.

1.2.3 SASARAN

Sasaran disusunnya Panduan Penyusunan Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan (RP2KPKP) ini antara lain:

• tersedianya landasan memahami konsepsi penyusunan RP2KPKP; • tersedianya acuan teknis bagi penyelenggaraan penyusunan RP2KPKP; • tercapainya standar baku mutu dari produk RP2KPKP yang dihasilkan.

1.3 MANFAAT PANDUAN

Panduan Penyusunan Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan (RP2KPKP) ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

• Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum sebagai acuan dalam

rangka melaksanakan tugas pembinaan melalui fasilitasi kegiatan Penyusunan RP2KPKP; • Satuan Kerja Pengembangan Kawasan Permukiman dan Tim Teknis Provinsi sebagai acuan dalam mengarahkan dan melakukan monitoring evaluasi terhadap pelaksanaan proses dan pencapaian hasil RP2KPKP yang disusun;

• Kelompok Kerja Teknis (Pokjanis) kabupaten/kota sebagai acuan dalam merumuskan RP2KPKP di kabupaten/kota masing-masing, baik dalam konteks proses penyusunan maupun substansi kegiatan penyusunan RP2KPKP; dan

• Tenaga Ahli Pendamping sebagai acuan dalam memberikan pendampingan padaanggota Pokjanis dan mengarahkan pada proses pelaksanaan kegiatan yang seharusnya.

PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP 1-3

1.4 SISTEMATIKA PANDUAN

Untuk memudahkan dalam memahami proses dan substansi penyusunan RP2KPKP, maka Panduan Penyusunan RP2KPKP ini dibagi kedalam 3 (tiga) bagian, yaitu:

BAGIAN I Bagian ini menjelaskan mengenai latar belakang, maksud, Pendahuluan tujuan dan sasaran, serta manfaat dari Panduan RP2KPKP

BAGIAN II Bagian ini membahas mengenai landasan hukum penyusunan Pemahaman Dasar RP2KPKP, permasalahan kawasan permukiman kumuh

RP2KPKP perkotaan dan kebutuhan penanganannya, serta penanganan permasalahan kawasan permukiman kumuh perkotaan melalui RP2KPKP

BAGIAN III Bagian ini merupakan inti dari Buku Panduan Penyusunan

Kegiatan Penyusunan

RP2KPKP ini yang menjelaskan ruang lingkup kegiatan RP2KPKP penyusunan RP2KPKP, proses dan prosedur penyusunan

RP2KPKP, serta keluaran yang dihasilkan.

1-4 PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP

2.1 LANDASAN HUKUM

Penyusunan Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan (RP2KPKP) didasari atas amanat Undang-undang No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, sedangkan upaya pencapaian kota bebas kumuh pada tahun 2019 sendiri diamanatkan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Adapun secara teknis pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh mengacu pada PermenPUPR tentang Peningkatan Kualitas Perumahan dan Permukiman Kumuh serta Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang.

2.1.1 AMANAT UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

Perumahan dan kawasan permukiman adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat.

Pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh guna meningkatkan mutu kehidupan dan penghidupan masyarakat penghuni dilakukan untuk mencegah tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh baru serta untuk menjaga dan meningkatkan kualitas dan fungsi perumahan dan permukiman. Pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh wajib dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau setiap orang.

PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP 2-1

Pencegahan

Pencegahan terhadap tumbuh

a. ketidakteraturan dan kepadatan bangunan yang tinggi; dan berk embangnya perumahan

b. ketidaklengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum; k umuh dan permuk iman k umuh

perumahan, dan baru mencak up:

c. penurunan

kualitas rumah,

permukiman, serta prasarana, sarana dan utilitas umum; dan

d. pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.

Pencegahan dilak sanak an

a. pengawasan dan pengendalian; dan melalui:

b. pemberdayaan masyarakat

Pengawasan dan pengendalian dilakukan atas kesesuaian terhadap perizinan, standar teknis, dan kelaikan fungsi melalui pemeriksaan secara berkala sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Pemberdayaan masyarak at dilakukan terhadap pemangku kepentingan bidang perumahan

permukiman melalui pendampingan dan pelayanan informasi.

dan

kawasan

Peningkatan Kualitas

Peningk atan k ualitas terhadap

a. pemugaran;

perumahan k umuh dan

b. peremajaan; atau

permuk iman k umuh didahului

c. pemukiman kembali.

dengan penetapan lokasi perumahan k umuh dan permuk iman k umuh dengan pola-pola penanganan:

Penetapan Lokasi

Penetapan lokasi perumahan dan permukiman kumuh wajib memenuhi persyaratan:

a. kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang wilayah provinsi, dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota;

b. kesesuaian dengan rencana tata bangunan dan lingkungan;

c. kondisi dan kualitas prasarana, sarana, dan utilitas umum yang memenuhi persyaratan dan tidak membahayakan penghuni;

d. tingkat keteraturan dan kepadatan bangunan;

e. kualitas bangunan; dan

f. kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat.

2-2 PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP

Peningkatan Kualitas Pemugaran

merupakan upaya perbaikan atau dapat pula dilakukan melalui pembangunan kembali kawasan permukiman agar menjadi layak huni.

Peremajaan

merupakan upaya untuk mewujudkan kondisi rumah, perumahan, permukiman, dan lingkungan hunian yang lebih baik dengan tujuan untuk melindungi keselamatan dan keamanan penghuni dan masyarakat sekitar. Untuk meremajakan suatu kawasan, terlebih dahulu perlu menyediakan tempat inggal bagi masyarakat yang terkena dampak.

Peremajaan harus menghasilkan rumah, perumahan, dan permukiman dengan kualitas yang lebih baik dari sebelumnya.

Pemukiman Kembali

dilakukan apabila lokasi kumuh eksisting adalah lokasi yang tidak diperuntukkan bagi kawasan permukiman menurut RTRW atau merupakan lokasi yang rawan bencana serta dapat menimbulkan bahaya bagi orang yang mendiami kawasan/ lokasi tersebut. Pemukiman kembali merupakan upaya memindahkan masyarakat dari lokasi eksisting yang dilakukan oleh dukungan Pemerintah dan pemerintah daerah yang juga menetapkan lokasi untuk pemukiman kembali dengan turut melibatkan peran masyarakat

Mengacu pada Undang – Undang No.1 Tahun 2011, upaya peningkatan kualitas permukiman kumuh pada dasarnya meliputi 4 (empat) tahapan utama yakni pendataan, penetapan lokasi, pelaksanaan dan pengelolaan sebagaimana yang ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 2.1 Proses Peningkatan Kualitas Perumahan dan Permukiman Kumuh Menurut UU No. 1/ 2011

Selain itu, UU No.1/2011 juga mengamanatkan bahwa penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan melibatkan peran masyarakat. Terkait hal ini, masing-masing stakeholder memiliki peran, tugas dan fungsi sesuai dengan kapasitasnya dalam penyelenggaraan kawasan permukiman, termasuk di

PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP 2-3 PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP 2-3

Gambar 2.2 Struktur Pembagian Peran Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat

2.1.2 AMANAT UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

Pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman bersifat multisektoral dan melibatkan banyak pihak. Direktorat Jenderal Cipta Karya merupakan leading sector dalam pengembangan dan pembangunan kawasan permukiman, namun bukan sebagai pelaku tunggal. Perlu dipahami bahwa pencapaian target pembangunan merupakan upaya terpadu dan sinkron dari berbagai pemangku kepentingan baik pemerintah, masyarakat maupun swasta.

Dalam penyelenggaraannya, pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman dilakukan secara terdesentralisasi oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan melibatkan peran masyarakat. Pemerintah (baik pusat maupun daerah) akan lebih berperan sebagai pembina, pengarah, dan pengatur, agar terus dapat tercipta suasana yang semakin kondusif. Antara pemerintah dengan pemerintah daerah, juga terdapat pembagian peran dalam pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengendalian mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku. Disamping itu agar terjadi efisiensi dan efektivitas dalam pembangunan perumahan dan permukiman, baik di kawasan perkotaan maupun di kawasan perdesaan,

2-4 PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP 2-4 PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP

Gambar 2.3 Peran Antar Pemangku Kepentingan dalam Pembangunan dan Pengembangan Kawasan

Permukiman

Terkait penanganan permukiman kumuh, undang-undang ini mengamanatkan bahwa pemerintah pusat dapat turun langsung dalam upaya pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh perkotaan dengan beberapa prasyarat, antara lain:

1. Kawasan permukiman kumuh berada pada lingkup Kawasan Strategis Nasional (KSN); dan

2. Kawasan permukiman kumuh memiliki luas minimal 15 Ha. Secara rinci pembagian urusan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah

kabupaten/kota untuk sub urusan kawasan permukiman serta perumahan dan kawasan permukiman kumuh dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP 2-5

Tabel 2.1 Pembagian Urusan Pemerintah terkait Penanganan Permukiman Kumuh

NO. SUB URUSAN

PEMERINTAH PUSAT

KAB/KOTA

1. Kawasan

a. Penerbitan izin Permukiman

a. Penetapan sistem

Penataan dan

kawasan

peningkatan kualitas

pembangunan dan

permukiman.

kawasan permukiman

pengembangan

b. Penataan dan

kumuh dengan luas 10

kawasan

peningkatan

(sepuluh) ha sampai

permukiman.

kualitas kawasan

dengan di bawah 15

b. Penataan dan

permukiman kumuh (lima belas) ha.

peningkatan

dengan luas 15

kualitas kawasan

(lima belas) ha atau

permukiman kumuh

lebih.

dengan luas di bawah 10 (sepuluh)

ha.

Pencegahan Kawasan

2. Perumahan dan

---

---

perumahan dan Permukiman

kawasan permukiman Kumuh

kumuh pada Daerah kabupaten/kota.

Sumb er: Lampiran UU No.23/2014

A. Agenda Pembangunan Nasional terkait Permukiman Kumuh

Agenda Pembangunan Nasional yang berkaitan dengan Permukiman Kumuh termasuk ke dalam agenda keenam yaitu Meningkatkan Produktivitas Rakyat dan Daya Saing di Pasar Internasional dengan sub agenda Membangun Infrastruktur / Prasarana Dasar. Pembangunan Infrastruktur/Prasarana Dasar meliputi air minum, sanitasi, perumahan dan ketenagalistrikan dengan sasaran sebagai berikut:

1) Terfasilitasinya penyediaan hunian layak untuk 18,6 juta rumah tangga berpenghasilan rendah yakni pembangunan baru untuk 9 juta rumah tangga melalui bantuan stimulan perumahan swadaya untuk 5,5 juta rumah tangga dan pembangunan rusunawa untuk 514.976 rumah tangga, serta peningkatan kualitas hunian sebanyak 9,6 juta rumah tangga dalam pencapaian pengentasan kumuh 0 persen (pengurangan luasan permukiman kumuh sebanyak 38431 Ha).

2) Tercapainya 100 persen pelayanan air minum bagi seluruh penduduk Indonesia melalui (1) pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di 3.099 kawasan MBR, 2.144 Ibukota Kecamatan, 16.983 desa, 7.557 kawasan khusus, dan 28 regional; (2) Pembangunan Penampung Air Hujan (PAH) sebanyak 381.740 unit; (3) Fasilitasi optimasi bauran sumber daya air domestik di 27 kota metropolitan dan kota besar; (4) Fasilitasi 38 PDAM sehat di kota metropolitan, kota besar, kota sedang dan kota kecil; (5) Fasilitasi business to business di 315 PDAM; (6) Fasilitasi restrukturisasi utang 394 PDAM; (6) Peningkatan jumlah PDAM Sehat menjadi 253 PDAM, penurunan jumlah

2-6 PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP

PDAM kurang sehat menjadi 80 PDAM, dan penurunan jumlah PDAM sakit menjadi 14 PDAM.

3) Meningkatnya akses penduduk terhadap sanitasi layak (air limbah domestik, sampah dan drainase lingkungan) menjadi 100 persen pada tingkat kebutuhan dasar yaitu (i) untuk sarana prasarana pengelolaan air limbah domestik dengan penambahan infrastruktur air limbah sistem terpusat di 430 kota/kab (melayani 33,9 juta jiwa), penambahan pengolahan air limbah komunal di 227 kota/kab (melayani 2,99 juta jiwa), serta

peningkatan pengelolaan lumpur tinja perkotaan melalui pembangunan IPLT di 409 kota/kab; (ii) untuk sarana prasarana pengelolaan persampahan dengan pembangunan TPA sanitary landfill di 341 kota/kab, penyediaan fasilitas 3R komunal di 334 kota/kab, fasilitas 3R terpusat di 112 kota/kab; (iii) untuk sarana prasarana drainase permukiman dalam pengurangan genangan seluas 22.500 Ha di kawasan permukiman; serta (iv) kegiatan pembinaan, fasilitasi, pengawasan dan kampanye serta advokasi di 507 kota/kab seluruh Indonesia.

4) Meningkatnya keamanan dan keselamatan bangunan gedung di kawasan perkotaan melalui fasilitasi peningkatan kualitas bangunan gedung dan fasilitasnya di 9 kabupaten/kota, fasilitasi peningkatan kualitas sarana dan prasarana di 1.600 lingkungan permukiman, serta peningkatan keswadayaan masyarakat di 55.365 kelurahan.

B. Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Infrastruktur dan Sarana Dasar

1) Meningkatkan akses masyarakat berpendapatan rendah terhadap hunian yang layak, aman, dan terjangkau serta didukung oleh penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas yang memadai melalui strategi:

a. Peningkatan peran fasilitasi pemerintah dan pemerintah daerah dalam menyediakan hunian baru (sewa/milik) dan peningkatan kualitas hunian. Penyediaan hunian baru

(sewa/milik) dilakukan melalui pengembangan sistem pembiayaan perumahan nasional yang efektif dan efisien termasuk pengembangan subsidi uang muka, kredit mikro perumahan swadaya, bantuan stimulan, memperluas program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan, serta integrasi tabungan perumahan dalam sistem jaminan sosial nasional. Sementara peningkatan kualitas hunian dilakukan melalui penyediaa n

prasarana, sarana, dan utilitas, pembangunan kampung deret, serta bantuan stimulan dan/atau kredit mikro perbaikan rumah termasuk penanganan permukiman kumuh yang berbasis komunitas.

b. Peningkatan tata kelola dan keterpaduan antara para pemangku kepentingan pembangunan perumahan melalui: i) penguatan kapasitas pemerintah dan pemerintah

daerah dalam memberdayakan pasar perumahan dengan mengembangkan regulasi yang efektif dan tidak mendistorsi pasar; ii) penguatan peran lembaga keuangan (bank/non-bank); serta iii) revitalisasi Perum Perumnas menjadi badan pelaksana pembangunan perumahan sekaligus pengelola Bank Tanah untuk perumahan.

c. Peningkatan peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terkait dengan penyediaan perumahan untuk MBR melalui: i) peningkatan ekuitas Bank Tabungan Negara (BTN), Perum Perumnas, dan Sarana Multigriya Finansial (SMF) melalui Penyertaan Modal

PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP 2-7

Negara (PMN); ii) mendorong BTN menjadi bank khusus perumahan, serta iii) melakukan perpanjangan Peraturan Presiden tentang SMF terkait penyaluran pinjaman kepada penyalur Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan sumber pendanaan dari pasar modal dengan dukungan pemerintah.

d. Peningkatan efektifitas dan efisiensi manajemen lahan dan hunian di perkotaan melalui fasilitasi penyediaan rumah susun sewa dan rumah susun milik serta pengembangan instrumen pengelolaan lahan untuk perumahan seperti konsolidasi lahan (land consolidation ), bank tanah (land banking), serta pemanfaatan lahan milik BUMN, tanah terlantar, dan tanah wakaf.

e. Pemanfaatan teknologi dan bahan bangunan yang aman dan murah serta pengembangan implementasi konsep rumah tumbuh (incremental housing).

f. Penyediaan sarana air minum dan sanitasi layak yang terintegrasi dengan penyediaan dan pengembangan perumahan. Sarana air minum dan sanitasi menjadi infrastruktur bingkai bagi terciptanya hunian yang layak.

2) Menjamin ketahanan sumber daya air domestik melalui optimalisasi bauran sumber daya air domestik melalui strategi:

a. Jaga Air, yakni strategi untuk mengarusutamakan pem-bangunan air minum yang memenuhi prinsip 4K (kualitas, kuantitas, kontinuitas dan keterjangkauan) serta mening - katkan kesadaran masyarakat akan hygiene dan sanitasi.

b. Simpan Air, yakni strategi untuk menjaga ketersediaan dan kuantitas air melalui upaya konservasi sumber air baku air minum yakni perluasan daerah resapan air hujan, pemanfaatan air hujan (rain water harvesting) sebagai sumber air baku air minum maupun secondary uses pada skala rumah tangga (biopori dan penampung air hujan) dan skala kawasan (kolam retensi), serta pengelolaan drainase berwawasan lingkungan.

c. Hemat Air, yakni strategi untuk mengoptimalkan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) yang telah ada melalui pengurangan kebocoran air hingga 20 persen, pemanfaatan idle capacity ; dan pengelolaan kebutuhan air di tingkat penyelenggara dan skala kota.

d. Daur Ulang Air, yakni strategi untuk memanfaatkan air yang telah terpakai melalui pemakaiaan air tingkat kedua (secondary water uses) dan daur ulang air yang telah dipergunakan (water reclaiming).

3) Penyediaan infrastruktur produktif melalui penerapan manajemen aset baik di perencanaan, penganggaran, dan investasi termasuk untuk pemeliharaan dan pembaharuan infrastruktur yang sudah terbangun melalui strategi :

a. Penerapan tarif atau iuran bagi seluruh sarana dan prasarana air minum dan sanitasi terbangun yang menuju prinsip tarif pemulihan biaya penuh (full cost recovery )/memenuhi kebutuhan untuk Biaya Pokok Produksi (BPP). Pemberian subsidi dari pemerintah bagi penyelenggara air minum dan sanitasi juga dilakukan sebagai langkah jika terjadi kekurangan pendapatan dalam rangka pemenuhan full cost recovery.

2-8 PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP 2-8 PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP

c. Rehabilitasi dan optimalisasi sarana dan prasarana air minum dan sanitasi yang ada saat ini dan peningkatan pemenuhan pelayanan sarana sanitasi komunal.

4) Penyelenggaraan sinergi air minum dan sanitasi yang dilakukan di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, dan masyarakat melalui strategi:

a. Peningkatan kualitas Rencana Induk-Sistem Penyediaan Air Minum (RI-SPAM) yang didasari dengan neraca keseimbangan air domestik kota/kabupaten dan telah mengintegrasikan pengelolaan sanitasi sebagai upaya pengamanan air minum;

b. Upaya peningkatan promosi hygiene dan sanitasi yang terintegrasi dengan penyediaan sarana dan prasarana air minum dan sanitasi;

c. Implementasi Strategi Sanitasi Kota/Kabupaten (SSK) yang berkualitas melalui pengarusutamaan SSK dalam proses perencanaan dan penganggaran formal;

d. Peningkatan peran, kapasitas, serta kualitas kinerja Pemerintah Daerah di sektor air minum dan sanitasi.

e. Advokasi kepada para pemangku kepentingan di sektor air minum dan sanitasi, baik eksekutif maupun legislatif serta media.

5) Peningkatan efektifitas dan efisiensi pendanaan infrastruktur air minum dan sanitasi melalui sinergi dan koordinasi antar pelaku program dan kegiatan mulai tahap perencanaan sampai implementasi baik secara vertikal maupun horizontal melalui strategi:

a. Pelaksanaan sanitasi sekolah dan pesantren, sinergi pengembangan air minum dan sanitasi dengan kegiatan-kegiatan pelestarian lingkungan hidup dan upaya-upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim serta integrasi pembangunan perumahan dan penyediaan kawasan permukiman dengan pembangunan air minum dan sanitasi.

Pelaksanaan pelayanan dasar berbasis regional dalam rangka mengatasi kendala ketersediaan sumber air baku air minum dan lahan serta dalam rangka mendukung konektivitas antar wilayah yang mendukung perkembangan dan pertumbuhan ekonomi. Sinergi pendanaan air minum dan sanitasi dilaksanakan melalui (i) pemanfaatan alokasi dana pendidikan untuk penyediaan sarana dan prasarana air minum dan sanitasi di sekolah; (ii) pemanfaatan alokasi dana kesehatan baik untuk upaya preventif penyakit dan promosi hygiene dan sanitasi serta pemanfaatan jaminan kesehatan masyarakat; (iii) penyediaan air minum dan sanitasi melalui Anggaran Dasar Desa (ADD) serta (iv) sinergi penyediaan air minum dan sanitasi dengan Dana Alokasi Khusus (DAK), Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (TP) untuk bidang kesehatan, lingkungan hidup, perumahan, dan pembangunan desa tertinggal.

PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP 2-9

2.1.3 PERMEN PUPR NO.2/PRT/M/2016 TENTANG PENINGKATAN KUALITAS

TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH

1. Kriteria Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh

Kriteria perumahan kumuh dan permukiman kumuh merupakan kriteria yang digunakan untuk menentukan kondisi kekumuhan pada perumahan kumuh dan permukiman kumuh. Kriteria perumahan kumuh dan permukiman kumuh meliputi kriteria kekumuhan ditinjau dari:

A. Kriteria Kekumuhan Ditinjau dari Bangunan Gedung Kriteria kekumuhan ditinjau dari bangunan gedung mencakup:

1) Ketidakteraturan Bangunan Ketidakteraturan bangunan merupakan kondisi bangunan gedung pada perumahan dan

permukiman:

a tidak memenuhi ketentuan tata bangunan dalam Rencana Detil Tata Ruang (RDTR), yang meliputi pengaturan bentuk, besaran, perletakan, dan tampilan bangunan pada suatu zona; dan/atau

b tidak memenuhi ketentuan tata bangunan dan tata kualitas lingkungan dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), yang meliputi pengaturan blok

lingkungan, kapling, bangunan, ketinggian dan elevasi lantai, konsep identitas lingkungan, konsep orientasi lingkungan, dan wajah jalan.

2) Tingkat Kepadatan Bangunan Yang Tinggi Yang Tidak Sesuai dengan Ketentuan Rencana Tata Ruang

Tingkat kepadatan bangunan yang tinggi yang tidak sesuai dengan ketentuan rencana tata merupakan kondisi bangunan gedung pada perumahan dan permukiman dengan:

a. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) yang melebihi ketentuan RDTR, dan/atau RTBL; dan/atau

b. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) yang melebihi ketentuan dalam RDTR, dan/atau RTBL.

3) Ketidaksesuaian Terhadap Persyaratan Teknis Bangunan Gedung Ketidaksesuaian terhadap persyaratan teknis bangunan gedung merupakan kondisi

bangunan gedung pada perumahan dan permukiman yang bertentangan dengan persyaratan:

a. pengendalian dampak lingkungan;

b. pembangunan bangunan gedung di atas dan/atau di bawah tanah, di atas dan/atau di bawah air, di atas dan/atau di bawah prasarana/sarana umum;

c. keselamatan bangunan gedung;

d. kesehatan bangunan gedung;

e. kenyamanan bangunan gedung; dan

f. kemudahan bangunan gedung.

2-10 PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP

Semua persyaratan di atas secara prinsip semestinya sudah tercantum dalam IMB atau persetujuan sementara mendirikan bangunan, oleh karena itu penilaian ketidaksesuaian persyaratan teknis bangunan gedung dapat merujuk pada kedua dokumen perizinan tersebut.

B. Kriteria Kekumuhan Ditinjau dari Jalan Lingkungan Kriteria kekumuhan ditinjau dari jalan lingkungan mencakup:

1) Jaringan Jalan Lingkungan Tidak Melayani Seluruh Lingkungan Perumahan atau Permukiman

Jaringan jalan lingkungan tidak melayani seluruh lingkungan perumahan atau permukiman merupakan kondisi sebagian lingkungan perumahan atau permukiman tidak terlayani dengan jalan lingkungan.

2) Kualitas Permukaan Jalan Lingkungan Buruk Kualitas permukaan jalan lingkungan buruk merupakan kondisi sebagian atau seluruh

jalan lingkungan terjadi kerusakan permukaan jalan.

C. Kriteria Kekumuhan Ditinjau dari Penyediaan Air Minum Kriteria kekumuhan ditinjau dari penyediaan air minum mencakup:

1) Ketidaktersediaan Akses Aman Air Minum Ketidaktersediaan akses aman air minum merupakan kondisi dimana masyarakat tidak

dapat mengakses air minum yang memiliki kualitas tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa.

2) Tidak Terpenuhinya Kebutuhan Air Minum Setiap Individu Sesuai Standar Yang Berlaku Tidak terpenuhinya kebutuhan air minum setiap individu merupakan kondisi dimana

kebutuhan air minum masyarakat dalam lingkungan perumahan atau permukiman tidak mencapai minimal sebanyak 60 liter/orang/hari.

D. Kriteria Kekumuhan Ditinjau dari Drainase Lingkungan

1) Drainase Lingkungan Tidak Mampu Mengalirkan Limpasan Air Hujan Sehingga Menimbulkan Genangan

Drainase lingkungan tidak mampu mengalirkan limpasan air hujan sehingga menimbulkan genangan merupakan kondisi dimana jaringan drainase lingkungan tidak mampu mengalirkan limpasan air sehingga menimbulkan genangan dengan tinggi lebih dari 30 cm selama lebih dari 2 jam dan terjadi lebih dari 2 kali setahun.

2) Ketidaktersediaan Drainase Ketidaktersediaan drainase merupakan kondisi dimana saluran tersier dan/atau saluran

lokal tidak tersedia.

3) Tidak Terhubung dengan Sistem Drainase Perkotaan

PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP 2-11

Tidak terhubung dengan sistem drainase perkotaan merupakan kondisi dimana saluran lokal tidak terhubung dengan saluran pada hierarki diatasnya sehingga menyebabkan air tidak dapat mengalir dan menimbulkan genangan.

4) Tidak Dipelihara Sehingga Terjadi Akumulasi Limbah Padat dan Cair di Dalamnya Tidak dipelihara sehingga terjadi akumulasi limbah padat dan cair di dalamnya

merupakan kondisi dimana pemeliharaan saluran drainase tidak dilaksanakan baik berupa:

a. pemeliharaan rutin; dan/atau

b. pemeliharaan berkala.

5) Kualitas Konstruksi Drainase Lingkungan Buruk Kualitas konstruksi drainase lingkungan buruk merupakan kondisi dimana kualitas

konstruksi drainase buruk, karena berupa galian tanah tanpa material pelapis atau penutup atau telah terjadi kerusakan.

E. Kriteria Kekumuhan Ditinjau dari Pengelolaan Air Limbah Kriteria kekumuhan ditinjau dari pengelolaan air limbah mencakup:

1) Sistem Pengelolaan Air Limbah Tidak Sesuai dengan Standar Teknis Yang Berlaku Sistem pengelolaan air limbah tidak sesuai dengan standar teknis yang berlaku

merupakan kondisi dimana pengelolaan air limbah pada lingkungan perumahan atau permukiman tidak memiliki sistem yang memadai, yaitu terdiri dari kakus/kloset yang terhubung dengan tangki septik baik secara individual/domestik, komunal maupun terpusat.

2) Prasarana dan Sarana Pengelolaan Air Limbah Tidak Memenuhi Persyaratan Teknis Prasarana dan sarana pengelolaan air limbah tidak memenuhi persyaratan teknis

merupakan kondisi prasarana dan sarana pengelolaan air limbah pada perumahan atau permukiman dimana:

a. kloset leher angsa tidak terhubung dengan tangki septik;atau

b. tidak tersedianya sistem pengolahan limbah setempat atau terpusat.

F. Kriteria Kekumuhan Ditinjau dari Pengelolaan Persampahan Kriteria kekumuhan ditinjau dari pengelolaan persampahan mencakup:

1) Prasarana dan Sarana Persampahan Tidak Sesuai dengan Persyaratan Teknis Prasarana dan sarana persampahan tidak sesuai dengan persyaratan teknis merupakan

kondisi dimana prasarana dan sarana persampahan pada lingkungan perumahan atau permukiman tidak memadai sebagai berikut:

a. tempat sampah dengan pemilahan sampah pada skala domestik atau rumah tangga;

2-12 PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP 2-12 PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP

c. gerobak sampah dan/atau truk sampah pada skala lingkungan; dan

d. tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) pada skala lingkungan.

2) Sistem Pengelolaan Persampahan Tidak Memenuhi Persyaratan Teknis Sistem pengelolaan persampahan tidak memenuhi persyaratan teknis merupakan

kondisi dimana pengelolaan persampahan pada lingkungan perumahan atau permukiman tidak memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. pewadahan dan pemilahan domestik;

b. pengumpulan lingkungan;

c. pengangkutan lingkungan; dan

d. pengolahan lingkungan.

3) Tidak Terpeliharanya Sarana dan Prasarana Pengelolaan Persampahan Sehingga Terjadi Pencemaran Lingkungan Sekitar oleh Sampah, Baik Sumber Air Bersih, Tanah Maupun Jaringan Drainase

Tidak terpeliharanya sarana dan prasarana pengelolaan persampahan sehingga terjadi pencemaran lingkungan sekitar oleh sampah, baik sumber air bersih, tanah maupun jaringan drainase merupakan kondisi dimana pemeliharaan sarana dan prasarana pengelolaan persampahan tidak dilaksanakan baik berupa:

a. pemeliharaan rutin; dan/atau

b. pemeliharaan berkala.

G. Kriteria Kekumuhan Ditinjau dari Proteksi Kebakaran Kriteria kekumuhan ditinjau dari proteksi kebakaran mencakup ketidaktersediaan sebagai

berikut:

1) Ketidaktersediaan Prasarana Proteksi Kebakaran Ketidaktersediaan prasarana proteksi kebakaran yang memenuhi persyaratan teknis

merupakan kondisi dimana tidak tersedianya:

a. pasokan air yang diperoleh dari sumber alam (kolam air, danau, sungai, sumur dalam) maupun buatan (tangki air, kolam renang, reservoir air, mobil tangki air dan hidran);

b. jalan lingkungan yang memudahkan masuk keluarnya kendaraan pemadam kebakaran, termasuk sirkulasi saat pemadaman kebakaran di lokasi;

c. sarana komunikasi yang terdiri dari alat-alat yang dapat dipakai untuk pemberitahuan terjadinya kebakaran baik kepada masyarakat maupun kepada Instansi Pemadam Kebakaran; dan/atau

d. data tentang sistem proteksi kebakaran lingkungan yang mudah diakses.

PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP 2-13

2) Ketidaktersediaan Sarana Proteksi Kebakaran Ketidaktersediaan sarana proteksi kebakaran yang memenuhi persyaratan teknis

merupakan kondisi dimana tidak tersedianya sarana proteksi kebakaran yang meliputi:

a. Alat Pemadam Api Ringan (APAR);

b. kendaraan pemadam kebakaran;

c. mobil tangga sesuai kebutuhan; dan/atau

d. peralatan pendukung lainnya.

H. Kriteria Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh disesuaikan dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang dijadikan acuan adalah sebagai berikut:

1) Aspek Kondisi Bangunan Gedung (rumah dan sarana perumahan dan/atau permukiman)

a) Keteraturan Bangunan Komponen keteraturan bangunan meliputi:

1. Garis Sempadan Bangunan (GSB) Minimal GSB adalah sempadan yang membatasi jarak terdekat bangunan terhadap tepi

jalan; dihitung dari batas terluar saluran air kotor (riol) sampai batas terluar muka bangunan, berfungsi sebagai pembatas ruang, atau jarak bebas minimum dari bidang terluar suatu massa bangunan terhadap lahan yang dikuasai, batas tepi sungai atau pantai, antara massa bangunan yang lain atau rencana saluran, jaringan tegangan tinggi listrik, jaringan pipa gas, dan sebagainya (building line).

2. Tinggi Bangunan Tinggi bangunan adalah tinggi suatu bangunan atau bagian bangunan, yang diukur

dari rata-rata permukaan tanah sampai setengah ketinggian atap miring atau sampai puncak dinding atau parapet, dipilih yang tertinggi.

3. Jarak Bebas Antarbangunan Jarak bebas antarbangunan adalah jarak yang terkecil, diukur di antara permukaan-

permukaan denah dari bangunan-bangunan atau jarak antara dinding terluar yang berhadapan antara dua bangunan.

4. Tampilan Bangunan Tampilan bangunan adalah ketentuan rancangan bangunan yang ditetapkan

dengan mempertimbangkan ketentuan arsitektur yang berlaku, keindahan dan keserasian bangunan dengan lingkungan sekitarnya

5. Penataan Bangunan

a. pengaturan blok, yaitu perencanaan pembagian lahan dalam kawasan menjadi blok dan jalan, di mana blok terdiri atas petak lahan/kaveling dengan konfigurasi tertentu.

2-14 PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP 2-14 PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP

c. pengaturan bangunan dalam kaveling, yaitu perencanaan pengaturan massa bangunan dalam blok/kaveling.

6. Identitas Lingkungan

a. karakter bangunan, yaitu pengolahan elemen–elemen fisik bangunan untuk mengarahkan atau memberi tanda pengenal suatu lingkungan/bangunan, sehingga pengguna dapat mengenali karakter lingkungan yang dikunjunginya.

b. penanda identitas bangunan, yaitu pengolahan elemen–elemen fisik bangunan/lingkungan untuk mempertegas identitas atau penamaan suatu bangunan sehingga pengguna dapat mengenali bangunan yang menjadi tujuannya.

c. tata kegiatan, yaitu pengolahan secara terintegrasi seluruh aktivitas informal sebagai pendukung dari aktivitas formal yang diwadahi dalam ruang/bangunan, untuk menghidupkan interaksi sosial dan para pemakainya.

7. Orientasi Lingkungan

a. tata informasi, yaitu pengolahan elemen fisik di lingkungan untuk menjelaskan berbagai informasi/ petunjuk mengenai tempat tersebut, sehingga memudahkan pemakai mengenali lokasi dirinya terhadap lingkungannya.

b. tata rambu pengarah, yaitu pengolahan elemen fisik di lingkungan untuk mengarahkan pemakai bersirkulasi dan berorientasi baik menuju maupun dari bangunan atau pun area tujuannya.

8. Wajah Jalan

a. penampang jalan dan bangunan

b. perabot jalan

c. jalur dan ruang bagi pejalan kaki

d. elemen papan reklame

b) Tingkat Kepadatan Bangunan

1. KDB, yaitu angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung yang dapat dibangun dengan luas lahan yang dikuasai.

2. KLB, yaitu angka persentase perbandingan antara jumlah seluruh lantai bangunan gedung yang dapat dibangun dengan luas lahan yang dikuasai.

PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP 2-15 PANDUAN PENYUSUNAN RP2KPKP 2-15

1. Pengendalian Dampak Lingkungan Untuk Bangunan Gedung Tertentu bagi bangunan gedung yang dapat menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan, termasuk di dalamnya di luar bangunan rumah tinggal tunggal dan deret. Elemen pengendalian dampak lingkungan adalah Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkugan (UKL/UPL)

a. AMDAL adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

b. UKL/UPL adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

2. Pembangunan bangunan gedung di atas dan/atau di bawah tanah, air dan/atau prasarana/sarana umum yang dibangun dengan memperhatikan kesesuaian lokasi, dampak bangunan terhadap lingkungan, mempertimbangkan faktor keselamatan, kenyamanan, kesehatan dan kemudahan bagi pengguna bangunan, dan memiliki perizinan.

3. Persyaratan Keselamatan

a. persyaratan kemampuan Bangunan Gedung terhadap beban muatan meliputi persyaratan struktur Bangunan Gedung, pembebanan pada Bangunan Gedung, struktur atas Bangunan Gedung, struktur bawah Bangunan Gedung, pondasi langsung, pondasi dalam, keselamatan struktur, keruntuhan struktur dan persyaratan bahan.

b. persyaratan kemampuan Bangunan Gedung terhadap bahaya kebakaran meliputi sistem proteksi aktif (di luar rumah tinggal tunggal dan rumah deret), sistem proteksi pasif (di luar rumah tinggal tunggal dan rumah deret), persyaratan jalan ke luar dan aksesibilitas untuk pemadaman kebakaran, persyaratan pencahayaan darurat, tanda arah ke luar dan sistem peringatan bahaya, persyaratan komunikasi dalam Bangunan Gedung, persyaratan instalasi bahan bakar gas dan manajemen penanggulangan kebakaran.