KESANTUNAN TINDAK DIREKTIF PADA TUTURAN ANAK DAN ORANG TUA DI DESA NGRANCANG, NGAWI Kesantunan Tindak Direktif Pada Tuturan Anak Dan Orang Tua Di Desa Ngrancang, Ngawi.

KESANTUNAN TINDAK DIREKTIF PADA TUTURAN ANAK
DAN ORANG TUA DI DESA NGRANCANG, NGAWI
NASKAH PUBLIKASI
Untuk memenuhi sebagai persyaratan
Guna mencapai derajat Sarjana S-1
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Oleh:
DEWI CAHYA NINGSIH
A 310100112

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014

ABSTRAK

KESANTUNAN TINDAK DIREKTIF PADA TUTURAN ANAK
DAN ORANG TUA DI DESA NGRANCANG, NGAWI
Dewi Cahya Ningsih, A 310100112, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2014.

Penelitian ini memiliki 3 tujuan. (1) Mendeskripsikan bentuk kesantunan
tindak direktif pada tuturan anak di Desa Ngrancang, Ngawi. (2) Mendeskripsikan
bentuk kesantunan tindak direktif pada tuturan orang tua di Desa Ngrancang,
Ngawi. (3) Mendeskripsikan skala kesantunan tindak direktif pada tuturan anak
dan orang tua di Desa Ngrancang, Ngawi. Objek penelitian berupa kesantunan
tindak direktif pada tuturan anak dan orang tua di Desa Ngrancang Ngawi. Data
dalam penelitian ini berupa data lisan dan tertulis. Sumber data dalam penelitian
ini adalah data secara lisan atau wawancara dari anak remaja yang berusia 12-15
tahun dan orang tua di Desa Ngrancang Ngawi. Pengumpulan data menggunakan
metode simak dan cakap. Analisis data menggunakan metode padan intralingual.
Simpulan terdiri dari 3 hal yang perlu disampaikan. (1) Bentuk kesantunan tindak
direktif pada tuturan anak kepada orang tuanya di Desa Ngrancang, Ngawi ada 11
(sebelas) bentuk tuturan tindak direktif yaitu 23 meminta, 2 memerintah, 1
menasehati, 2 menegur, 6 mengajak, 2 memperingatkan, 2 menyarankan, 1
mengintrogasi, 1 melarang, 1 membujuk, 1 mengancam dan 1 mempersilahkan.
(2) Bentuk kesantunan tindak direktif pada tuturan orang tua kepada anaknya di
Desa Ngrancang, Ngawi ada 6 (enam) bentuk tuturan tindak tutur direktif yaitu 1
meminta, 6 memerintah, 3 menasehati, 2 menyarankan, 3 mengintrogasi dan 1

memarahi. (3) Skala kesantunan tindak direktif pada tuturan anak dan orang tua di
Desa Ngrancang, Ngawi ada 5 skala kesantunan tindak, yaitu skala kerugian dan
keuntungan (cost-benefit scale), skala pilihan (optionality scale), skala
ketidaklangsungan (inderectness scale), skala keotoritasan (anthority scale), dan
skala jarak sosial (social distance).
Kata kunci: kesantunan tindak, tuturan direktif, skala, anak, orang tua

A. PENDAHULUAN
Seorang anak mempunyai kewajiban untuk selalu sopan dan hormat
kepada orang tua. Artinya ketika anak bertutur dengan orang tua maka
kesantuan (sopanan) bahasa yang digunakan menjadi hal yang harus dan wajib
untuk dilaksanakan. Seperti halnya ketika seorang anak memohon, meminta,
menyarankan, dan seterusnya kepada orang tuanya agar melakukan tindakan
yang diinginkan. Tentunya untuk memberikan dedikasi yang baik kepada
anak, orang tua dalam bertutur juga harus sopan.
Berdasarkan uraian diatas permasalahan yang muncul adalah tuturan
direktif anak dan orang tua ketika berkomunikasi atau bertutur. Bertutur atau
komunikasi tentunya juga perlu diperhatikan terjadinya kerjasama dan juga
prinsip kesopanan yang terjadi pada anak dan orang tua. Permasalahannya
dalam bertutur direktif seorang anak, bahasa yang digunakan sering tidak

memenuhi prinsip kesopanan yang harus diperhatikan dalam komunikasi. Hal
inilah yang menjadi latar belakang untuk mengkaji dan meneliti kesantunan
tindak dengan judul “Kesantunan Tindak Direktif pada Tuturan Anak dan
Orang Tua di Desa Ngrancang, Ngawi”.
Penelitian ini memiliki 3 tujuan. (1) Mendeskripsikan bentuk
kesantunan tindak direktif pada tuturan anak di Desa Ngrancang, Ngawi. (2)
Mendeskripsikan bentuk kesantunan tindak direktif pada tuturan orang tua di
Desa Ngrancang, Ngawi. (3) Mendeskripsikan skala kesantunan tindak
direktif pada tuturan anak dan orang tua di Desa Ngrancang, Ngawi.
B. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan strategi
terpancang. Subjek dalam penelitian ini adalah 80 responden dengan rincian
40 anak dan 40 orang tua di Desa Ngrancang Ngawi. Objek penelitan berupa
kesantunan tindak direktif pada tuturan anak dan orang tua di Desa Ngrancang
Ngawi. Data dalam penelitian ini berupa data lisan dan tertulis. Sumber data
dalam penelitian ini adalah data secara lisan atau wawancara dari anak remaja
yang berusia 12-15 tahun dan orang tua di Desa Ngrancang Ngawi.

1


Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode
simak dan metode cakap. Metode simak merupakan metode yang digunakan
dalam penyediaan data dengan cara peneliti melakukan penyimakan
penggunaan bahasa (Mahsun 2011: 92).
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Bentuk Kesantunan Tindak Direktif pada Tuturan Anak di Desa
Ngrancang, Ngawi
a. Kesantunan Tindak Direktif Anak dalam Meminta
Berdasarkan pengklasifikasian data ditemukan 23 tuturan
bentuk kesantunan tindak direktif anak dalam meminta.
1) Nadia Abibita (15 tahun)
Konteks tuturan:
Tuturan dituturkan anak untuk meminta doa restu agar lulus dalam
ujian nasional.
Bentuk tuturan:
O1 : bu saya minta doa restu semoga saya lulus ujian nasional.
O2 : iya belajar yang rajin.
Data 1) di atas merupakan bentuk kesantunan direktif anak
pada orang tua untuk meminta doa agar keinginannya tercapai.
Konteks situasi pada data 1) menggambarkan keadaan pada saat

berlangsungnya peristiwa tutur yang terjadi antara O1 dan O2. Dari
konteks situasi tersebut, terlihat bahwa O1 sebagai anak menggunakan
tindak tutur direktif meminta O2 untuk memberikan doa. Tindak tutur
direktif meminta yang dituturkan O1 dilatarbelakangi oleh keinginan
O1 agar berhasil dalam ujian nasional melalui doa restu yang diberikan
oleh O2 sebagai ibunya. Dari data 1) tersebut terlihat bahwa penutur
menggunakan bahasa yang santun untuk mengungkapkan permintaan
doa kepada mitra tutur.
b. Kesantunan Tindak Direktif Anak dalam Memerintah
Berdasarkan pengklasifikasian data ditemukan 7 tuturan bentuk
kesantunan tindak direktif anak dalam memerintah.
1) Mastur Laksono (15 tahun)
Konteks tuturan:

2

Tuturan ini dituturkan pada saat seorang anak memerintahkan
ibunya untuk mencucikan bajunya, selanjutnya ibunya
menyuruhnya mengajak adiknya dahulu.
Bentuk tuturan:

O1 : ibu, cucikan baju saya!
O2 : iya, tetapi adiknya diajak dulu.
O1 : iya-iya bu.
Tuturan data 1) dituturkan anak pada saat ibunya sedang
mengajak adik. Bentuk kesantunan direktif memerintah yang
dilakukan oleh anak adalah pada tuturan ibu, cucikan baju saya!. Dari
tuturan tersebut menunjukkan O1 sebagai anak memerintah O2 sebagai
ibu untuk mencucikan bajunya. Data 1) terlihat penutur menggunakan
bahasa yang kurang santun terhadap mitra tutur, seharusnya penutur
menggunakan kata “tolong” guna memperhalus tuturan perintah yang
disampaikan penutur.
c. Kesantunan Tindak Direktif Anak dalam Menasehati
Berdasarkan pengklasifikasian data ditemukan 1 tuturan bentuk
kesantunan tindak direktif anak dalam menasehati.
1) Aprilia (15 tahun)
Konteks tuturan:
Tuturan ini menuturkan seorang anak yang menasehati ibunya pada
saat akan pergi ke warung memakai babydol.
Bentuk tuturan:
O1 : mau kemana buk?

O2 : ke warung bentar, ada apa?
O1 : masak ke warung pakai babydol, gak sopan buk!
Tuturan data 1) terlihat O2 hendak pergi ke warung hanya
dengan memakai baju baydol, melihat hal tersebut, O1 mencoba
menasehati O1 supaya tidak memakai babydol karena dianggap tidak
sopan. Tuturan O1 menunjukkan bentuk kesantunan direktif
menasehati yaitu tuturan masak ke warung pakai babydol, gak sopan
buk!. Tujuan O1 mengucapkan tuturan tersebut yaitu O1 berkeinginan
untuk memberikan anjuran atau pelajaran baik kepada O2 untuk tidak
pergi ke warung dengan memakai baju babydol karena dianggap tidak
sopan.

3

d. Kesantunan Tindak Direktif Anak dalam Menegur
Berdasarkan pengklasifikasian data ditemukan 2 tuturan bentuk
kesantunan tindak direktif anak dalam menegur.
1) Nadia Abibita (15 tahun)
Konteks tuturan:
Tuturan dituturkan anak kepada ibunya agar tidak berbicara terlalu

keras karena kasihan melihatnya adiknya sedang tidur.
Bentuk tuturan:
O1 : ibu kalau berbicara jangan keras-keras.
O2 : kenaapa?
O1 : kasihan adiknya sedang tidur.
Tuturan data 1) terjadi ketika adik penutur sedang tidur.
Penutur menegur mitratutur untuk tidak berbicara keras. Tuturan
tersebut merupakan bentuk kesantunan direktif menegur yang
mengandung arti bahwa penutur menegur mitra tutur untuk tidak
berbicara terlalu keras dengan maksud agar adiknya yang sedang tidur
tidak terbangun.
e. Kesantunan Tindak Direktif Anak dalam Mengajak
Berdasarkan pengklasifikasian data ditemukan 6 tuturan bentuk
kesantunan tindak direktif anak dalam mengajak.
1) Riski (12 tahun)
Konteks tuturan:
Tuturan ini menuturkan seorang anak yang mengajak ibunya untuk
mengantarkan penutur ke TPA.
Bentuk tuturan:
O1 : ibu besok saya mau TPA anterin y bu.

O2 : iya besok tak anterin.
Tuturan data 1) menunjukkan kesantunan tindak direktif
mengajak. Penutur mengajak mitra tutur untuk mengantarkan penutur
pergi TPA dengan tuturan ibu besok saya mau TPA anterin y bu.
Tuturan tersebut merupakan penanda lingual tindak tutur mengajak
karena lingual tersebut dapat mempengaruhi mitra tutur untuk
bersama-sama mengantar penutur pergi TPA. Tindak tutur tersebut
dapat dikatakan direktif karena mengandung maksud agar mitra tutur
melakukan sesuatu tindakan setelah tuturan tersebut dituturkan. Mitra
tutur menyanggupi ajakan penutur melalui tuturan iya besok tak
anterin.

4

f. Kesantunan Tindak Direktif Anak dalam Memperingatkan
Berdasarkan pengklasifikasian data ditemukan 2 tuturan bentuk
kesantunan tindak direktif anak dalam memperingatkan.
1) lfi (15 tahun)
Konteks tuturan:
Tuturan ini dituturkan seorang anak kepada ibunya untuk

memperingatkan membawa nasi.
Bentuk tuturan:
O1 : ibu, besuk saya mau bawa nasi, besuk ingatkan ya bu!
O2 : iya
Tuturan penutur pada data 1) yang menunjukkan kesantunan
tindak direktif memperingatkan yaitu pada tuturan ibu, besuk saya mau
bawa nasi, besuk ingatkan ya bu!. Tuturan tersebut menunjukkan
bahwa penutur memberikan peringatan kepada mitra tutur untuk
mengingatkan agar penutur besuk membawa nasi.
g. Kesantunan Tindak Direktif Anak dalam Menyarankan
Berdasarkan pengklasifikasian data ditemukan 2 tuturan bentuk
kesantunan tindak direktif anak dalam menyarankan.
1) Eko Saputra (15 tahun)
Konteks tuturan:
Tuturan ini dituturkan pada saat seorang anak menyarankan
bapaknya untuk naik motor ke apotik.
Bentuk tuturan:
O1 : mau kemana pak?
O2 : ke apotik
O1 : daripada jalan kaki mending naik motor

Tuturan data 1) terjadi pada saat mitra tutur hendak pergi ke
apotik. Penutur menyarankan kepada mitra tutur untuk pergi ke apotik
mengendarai motor. Tuturan tersebut merupakan tindak tutur direktif
menyarankan yang diwujudkan dalam tuturan berita dan mempunyai
maksud menyarankan kepada mitra tutur untuk mengendarai motor.
Tindak tutur O1 dianggap santun dengan berkata daripada jalan kaki
mending naik motor.
h. Kesantunan Tindak Direktif Anak dalam Mengintrogasi
Berdasarkan pengklasifikasian data ditemukan 1 tuturan bentuk
kesantunan tindak direktif anak dalam mengintrogasi.

5

1) Kiki Ratnasari (14 tahun)
Konteks tuturan:
Tuturan ini menuturkan seorang anak yang bertanya kepada ibunya
apakah berkata bohong.
Bentuk tuturan:
O1 : buk, darimana ?
O2 : dari rumahe budhe.
O1 : aku tadi kesana kok gak ada? Bohong ya?
Tuturan pada data 1) terjadi pada saat mitra tutur pulang dari
rumah budhe. Tindak tutur tersebut O1 sebagai anak mengintrogasi
ibunya mengapa ibunya tidak ada di rumah budhe dengan tuturan aku
tadi kesana kok gak ada? Bohong ya?. Klausa Bohong ya? Merupakan
penanda lingual tindak tutur mengintrogasi karena lingual tersebut
menuntut mitra tutur untuk menjawab dan mengungkapkan apa yang
ditanyakan oleh penutur, yaitu apakah ibunya tadi ke rumah budhe.
Dari tindak tutur O1, terbukti kalau O1 menanyakan ibunya mengapa
tadi tidak berada di rumah budhe ketika penutur ke rumah budhe
dengan bahasa yang kurang santun, seharusnya penutur mengatakan
“maaf bu, tadi aku ke rumah budhe tapi kenapa ibu tidak di rumahnya
budhe?”.
i. Kesantunan Tindak Direktif Anak dalam Melarang
Berdasarkan pengklasifikasian data ditemukan 1 tuturan bentuk
kesantunan tindak direktif anak dalam melarang.
1) Ardian (15 tahun)
Konteks tuturan:
Tuturan ini dituturkan pada saat seorang anak melarang bapaknya
untuk minum teh manis
Bentuk tuturan:
O1 : bapak jangan minum teh manis!
O2 : kenapa?
O1 : bapak kan kena diabetes.
Tuturan pada data 1) di atas merupakan kesantunan tindak
direktif melarang. Tuturan O1 yang menunjukkan tindak tutur direktif
melarang yaitu tuturan “jangan minum” menunjukkan bahwa O1
melarang O2 yang ingin minum teh manis. Maksud dari tuturan
tersebut adalah penutur melarang mitra tutur minum teh manis agar
penyakit diabetes tidak tambah parah. Dari tindak tutur O1, terbukti
kalau O1 melarang bapaknya untuk tidak minum teh manis dengan

6

bahasa yang kurang santun, seharusnya penutur mengatakan “maaf
pak, bapak jangan terlalu banyak minum teh manis”.
j. Kesantunan Tindak Direktif Anak dalam Membujuk
Berdasarkan pengklasifikasian data ditemukan 1 tuturan bentuk
kesantunan tindak direktif anak dalam membujuk.
1) Riski Andreas (15 tahun)
Konteks tuturan:
Tuturan ini menuturkan bujukan anak terhadap ibunya yang
mengatakan bahwa baru sekali pulang terlambat.
Bentuk tuturan:
O2 : jam segini kok baru pulang sekolah, darimana?
O1 : maaf buk, tadi diajak main kerumah teman, halah sekali ini
aja buk.
Tuturan O1 pada data 1) menunjukkan tindak tutur direktif
membujuk yaitu dengan tuturan maaf buk, tadi diajak main kerumah
teman, halah sekali ini aja buk. Tujuan O1 mengucapkan tuturan
tersebut yaitu O1 bermaksud memerintahkan secara halus O2 untuk
melakukan sesuatu. Tuturan O1 yang menunjukkan tindak tutur
direktif membujuk tersebut dapat diartikan O1 membujuk O2 untuk
memaafkannya karena baru sekali pulang terlambat. Penggunaan
seruan “halah sekali ini aja buk” bertujuan memperhalus tuturan yang
bermaksud memaafkan penutur. Dari tindak tutur O1, terbukti kalau
O1 membujuk ibunya untuk memaafkannya dengan bahasa yang
santun dengan ditandai pengunaan kata “maaf” pada awal tuturan.
k. Kesantunan Tindak Direktif Anak dalam Mengancam
Berdasarkan pengklasifikasian data ditemukan 1 tuturan bentuk
kesantunan tindak direktif anak dalam mengancam.
1) Randa (15 tahun)
Konteks tuturan:
Tuturan ini menuturkan ancaman seorang anak terhadap ibunya
jika tidak dibelikan sepeda motor.
Bentuk tuturan:
O1 : buk, belikan sepeda motor!
O2 : enggak punya uang.
O1 : kalau enggak di belikan aku enggak pulang rumah
Tuturan data 1) menunjukkan kesantunan tindak direktif
mengancam. O1 sebagai anak mengancam ibunya jika tidak dibelikan
sepeda motor. Tuturan tersebut merupakan tindak tutur direktif

7

mengancam yang diwujudkan dalam tuturan berita dan mempunyai arti
mengancam agar mitra tutur membelikan sepeda motor, jika tidak
dibelikan maka penutur tidak akan pulang ke rumah. Dari tuturan
tersebut terbukti bahwa penutur menggunakan bahasa yang kurang
santun ketika meminta dibelikan sepeda motor dengan nada ancaman.
l. Kesantunan Tindak Direktif Anak dalam Mempersilahkan
Berdasarkan pengklasifikasian data ditemukan 1 tuturan bentuk
kesantunan tindak direktif anak dalam mempersilahkan.
1) Anggraina (15 tahun)
Konteks tuturan:
Tuturan ini dituturkan seorang anak yang mempersilahkan
bapaknya untuk meminum kopi.
Bentuk tuturan:
O1 : bapak, ini kopinya, monggo diminum!
O2 : ya,taruh situ dulu.
Tindak tutur pada data 1) tersebut terjadi ketika penutur
memberikan minum kopi kepada mitra tutur dan mempersilahkan
mitra tutur tersebut untuk minum kopi. Klausa “monggo diminum”
merupakan penanda lingual tindak tutur mempersilahkan bapaknya
untuk minum kopi. Dari tuturan tersebut terbukti bahwa penutur
meminta mitra tutur untuk meminum kopi dengan bahasa yang santun.
2. Bentuk Kesantunan Tindak Direktif pada Tuturan Orang Tua di Desa
Ngrancang, Ngawi
a. Kesantunan Tindak Direktif Orang Tua dalam Meminta
Berdasarkan pengklasifikasian data ditemukan 1 tuturan bentuk
kesantunan tindak direktif orang tua dalam meminta.
1) Trias Kusuma M. (13 tahun)
Konteks tuturan:
Tuturan ini menuturkan permintaan seorang ibu untuk membelikan
bakso jika anaknya menang.
Bentuk tuturan:
O1 : Ibu, saya besuk lomba nyanyi di Ngawi doakan supaya
mendapatkan juara satu ya !
O2 : Amin, kalau menang ibu belikan bakso.
Data 1) di atas merupakan bentuk kesantunan direktif orang tua
terhadap anak untuk meminta membelikan bakso. Tindak tutur direktif
meminta yang dituturkan O2 dilatarbelakangi oleh keinginan O1 untuk

8

didoakan agar menang dalam lomba menyanyi. Tuturan data 1)
dianggap santun karena O2 sebagai orang tua dengan kedudukan sosial
yang lebih tinggi meminta O1 untuk membelikan bakso jika menang
setelah O2 mendoakan kemenangan anaknya.
b. Kesantunan Tindak Direktif Orang Tua dalam Memerintah
Berdasarkan pengklasifikasian data ditemukan 6 tuturan bentuk
kesantunan tindak direktif orang tua dalam meminta.
1) Warsini (43 tahun)
Konteks tuturan:
Tuturan ini menuturkan seorang ibu kepada anaknya untuk
mencuci piring.
Bentuk tuturan:
O1 : ibu,besuk belikan sepatu ya!
O2 : iya,cuci piring dulu.
O1 : iya bu.
Data 1) merupakan bentuk tuturan direktif memerintah.
Tuturan dituturkan ibu pada saat anaknya meminta dibelikan sepatu.
Maksud O2 memerintah O1 mencuci piring adalah sebagai imbalan
jika ingin dibelikan sepatu. Data 1) terlihat penutur sebagai orang yang
kedudukan sosialnya lebih tinggi menggunakan bahasa yang santun
terhadap mitra tutur.
c. Kesantunan Tindak Direktif Orang Tua dalam Menasehati
Berdasarkan pengklasifikasian data ditemukan 3 tuturan bentuk
kesantunan tindak direktif orang tua dalam menasehati.
1) Rahmadhani N. (35 tahun)
Konteks tuturan:
Tuturan juga menuturkan orang tua (ibu) menasehati anaknya agar
belajar yang rajin.
Bentuk tuturan:
O1 : bu saya minta doa restu semoga saya lulus ujian nasional.
O2 : iya belajar yang rajin.
O1 : iya bu.
Tuturan data 1) terlihat O1 yang akan mengikuti ujian nasional,
melihat hal tersebut, O2 mencoba menasehati O1 supaya belajar yang
rajin agar lulus dalam ujian nasional. Tuturan O2 menunjukkan bentuk
kesantunan direktif menasehati yaitu pada tuturan iya belajar yang
rajin. Tujuan O2 mengucapkan tuturan tersebut yaitu O2 berkeinginan
untuk memberikan anjuran atau pelajaran baik kepada O1 untuk

9

belajar yang rajin. Tuturan tersebut menggunakan bahasa direktif yang
santun dengan mendoakan anaknya agar lulus ujian nasional.
d. Kesantunan Tindak Direktif Orang Tua dalam Menyarankan
Berdasarkan pengklasifikasian data ditemukan 2 tuturan bentuk
kesantunan tindak direktif orang tua dalam menyarankan.
1) Sumiatun (32 tahun)
Konteks tuturan:
Tuturan ini menuturkan saran dari ibu kepada anaknya untuk
mencoba mencari buku di atas meja atau lemari.
Bentuk tuturan:
O1 : buk, lihat buku geografiku dak?
O2 : enggak tau, kenapa?
O1 : tak cari-cari enggak ada,tolong carikan buk!
O2 : coba lihat di atas meja atau lemari
O1 : udah buk,ini udah ketemu di dalam tas.
Tuturan data 1) terjadi pada saat O1 mencari buku geografi
yang hilang. O2 menyarankan kepada O1 untuk mencari di atas meja
atau lemari. Tuturan tersebut merupakan tindak tutur direktif
menyarankan yang diwujudkan dalam tuturan berita dan mempunyai
maksud menyarankan kepada O1 untuk mencari di ats meja atau
lemari. Tindak tutur O1 dianggap santun dengan berkata coba lihat di
atas meja atau lemari.
e. Kesantunan Tindak Direktif Orang Tua dalam Mengintrogasi
Berdasarkan pengklasifikasian data ditemukan 3 tuturan bentuk
kesantunan tindak direktif orang tua dalam mengintrogasi.
1) Yayuk (35 tahun)
Konteks tuturan:
Tuturan ini menuturkan seorang ibu yang bertanya kepada anaknya
apakah sudah mengerjakan PR.
Bentuk tuturan:
O1 : bu, aku mau main ketempat Lia.
O2 : Udah mengerjakan PR?
O1 : belum, ntar malem.
Tuturan pada data 1) terjadi pada saat O1 hendak bermain ke
rumah Lia. O2 sebagai orang tua mengintrogasi anaknya apakah sudah
mengerjakan PR. Klausa Udah mengerjakan PR? merupakan penanda
lingual tindak tutur mengintrogasi karena lingual tersebut menuntut
mitra tutur untuk menjawab dan mengungkapkan apa yang ditanyakan
oleh penutur, yaitu apakah O1 sudah mengerjakan PR. Dari tindak

10

tutur O2, terbukti kalau O2 menanyakan anaknya apakah sudah
mengerjakan PR dengan bahasa yang santun sehingga O1 tidak merasa
tersinggung.
f. Kesantunan Tindak Direktif Orang Tua dalam Memarahi
Berdasarkan pengklasifikasian data ditemukan 1 tuturan bentuk
kesantunan tindak direktif orang tua dalam mengintrogasi.
1) Suparno (43 tahun)
Konteks tuturan:
Tuturan ini juga menuturkan kekesalan bapak terhadap anaknya
yang meminta dipijat.
Bentuk tuturan:
O1 : tolong pijitin tanganku dong pak!
O2 : tadi mau dipijitin gak mau, sekarang malah nyuruh.
Tuturan pada data 1) terjadi pada saat O1 meminta tolong
untuk memijit tangannya. O2 sebagai orang tua memarahi anaknya
karena sebelumnya O2 sudah menawarkan untuk memijit tetapi O1
tidak mau. Klausa tadi mau dipijitin gak mau, sekarang malah nyuruh
merupakan penanda lingual tindak tutur memarahi karena lingual
tersebut menunjukkan penutur merasa kesal dan kecewa degan mitra
tutur yang meminta untuk dipijat. Dari tindak tutur O2, terbukti kalau
O2 memarahi anaknya dengan bahasa yang santun.
3. Skala Kesantunan Tindak Direktif pada Tuturan Anak dan Orang Tua di
Desa Ngrancang, Ngawi
a. Skala kerugian dan keuntungan (cost-benefit scale)
Skala ini menunjuk kepada besar kecilnya keuntungan dan
kerugian yang diakibatkan oleh sebuah tindak tutur pada sebuah
pertuturan. Semakin tuturan tersebut merugikan diri penutur, akan
dianggap santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin tuturan
itu menguntungkan penutur akan dianggap tidak santunlah tuturan itu.
Data (1)
Subjek: O1: Serayu Aprilia (15 tahun)
O2: Sri Ningsih (45 tahun)
Konteks Tuturan:
Tuturan dituturkan anak saat meminta uang untuk membayar buku.
Bentuk Tuturan:
O1 : ibu saya minta uang!
O2 : buat apa. Berapa?
O1 : buat bayar buku bu tiga puluh lima ribu.
Data (2)

11

Subjek:

O1: Ardian (15 tahun)
O2: Suparman (42 tahun)
Konteks Tuturan:
Tuturan ini dituturkan pada saat seorang anak melarang bapaknya
untuk minum teh manis
Bentuk Tuturan:
O1 : bapak jangan minum teh manis!
O2 : kenapa?
O1 : bapak kan kena diabetes.
Berdasarkan skala keuntungan dan kerugian (cost-benefit
scale), tuturan pada data (2) memiliki keuntungan yang lebih tinggi
jika dibandingkan dengan data tuturan (1). Hal tersebut terbukti
dengan tuturan (1) yang diucapkan oleh O1 (penutur) “ibu saya minta
uang!”. Dalam tuturan data (1) tersebut, O1 (penutur) melakukan
tuturan direktif yang dapat menguntungkan O1 (penutur), O1 meminta
O2 (mitra tutur) untuk memberikan uang kepada O1 tanpa
memperhatikan untuk rugi O2 yang belum tentu setuju dengan
permintaan O1. O1 hanya memperhatikan keuntungannya saja.
Berbeda dengan data (1), data (2) dianggap lebih santun. Hal
itu terbukti dengan tuturan data (2) “bapak jangan minum teh manis!”
yang diucapkan oleh O1 (penutur), tuturan direktif tersebut dapat
menguntungkan O2 (mitra tutur), O1 menyuruh O2 dengan
memperhatikan keuntungan O2 (mitra tutur). O1 menyuruh O2 untuk
tidak minum es teh manis agar penyakit diabetesnya tidak kambuh,
tuturan tersebut jelas menunjukkan bahwa O1 memberikan keuntungan
kepada O2. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tuturan pada data (1)
merupakan tuturan yang kurang santun dibandingkan tuturan pada data
(2).
b. Skala pilihan (optionality scale)
Skala pilihan menunjuk pada banyak sedikitnya pilihan yang
disampaikan oleh penutur. Semakin banyaknya pilihan yang diberikan
oleh penutur, maka akan semakin santunlah tuturan itu. Sebaliknya,
apabila semakin sedikit pilihan, maka makna semakin tidak santunlah
tuturan itu. Dalam skala pilihan atau optional scale ini peneliti
membandingkan tuturan satu dengan tuturan yang lain guna
mempermudah perbandingan antara data yang santun dan tidak santun.
Data (1)
Subjek: O1: Mastur Laksono (15 tahun)
O2: Paniati (45 tahun)

12

Konteks Tuturan:
Tuturan ini menuturkan ibunya yang menasehati anaknya untuk
menabung sedikit-sedikit.
Bentuk Tuturan:
O1 : ibu, belikan HP ya !
O2 : HPnu kemana?
O1 : Rusak bu.
O2 : Uang sakunya ditabung sedikit-sedikit nanti ibu kasih tambahan.
O1 : Ok bu!
Data (2)
Subjek: O1: Eko Saputra (15 tahun)
O2: Suparlan (48 tahun)
Konteks Tuturan:
Tuturan ini dituturkan pada saat seorang anak menyarankan bapaknya
untuk naik motor ke apotik.
Bentuk Tuturan:
O1 : mau kemana pak?
O2 : ke apotik
O1 : daripada jalan kaki mending naik motor
Berdasarkan skala pilihan (optionality scale), tuturan pada data
(2) memiliki kesantunan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan
tuturan pada data (1). Hal ini terbukti dengan tuturan data (2)
“daripada jalan kaki mending naik motor” yang diungkapkan oleh O1
(penutur) kepada O2 (mitra tutur). Pilihan yang diberikan O1 pada data
(2) memberikan kelonggaran kepada O2 (mitra tutur) untuk mencari
pilihan lain sebelum mengendarai motor. Sedangkan pada data (1)
tuturan yang diucapkan O2 (penutur) “Uang sakunya ditabung sedikitsedikit nanti ibu kasih tambahan” menunjukkan bahwa tidak terdapat
pilihan yang dilakukan O2 (penutur) kepada O1 (mitra tutur), sehingga
O1 harus mengikuti apa yang dikatakan oleh O2 kepadanya. Hal ini
yang membedakan tuturan kedua data tersebut, sehingga dapat diambil
kesimpulan bahwa tuturan pada data (2) lebih santun dibandingkan
tuturan data (1).
c. Skala ketidaklangsungan (inderectness scale)
Skala ketidaklangsungan menunjuk pada peringkat langsung
atau tidak langsungnya sebuah tuturan. Semakin langsung sebuah
tuturan, maka semakin tidak santunlah tuturan itu. Sebaliknya, semakin
tidak langsung sebuah tuturan, maka semakin santulah tuturan itu.
Data (1)
Subjek:

O1: Alvin Kurniawan (13 tahun)
O2: Jumani (42 tahun)

13

Konteks Tuturan:
Tuturan tersebut menuturkan ajakan anak kepada ibunya untuk pergi
ke pasar membeli seragam sekolah.
Bentuk Tuturan:
O1 : ibu seragam sekolah sudah rusak, besok minggu ke pasar ya buk
beli kain.
O2 : iya
Data (2)
Subjek: O1: Alfi (15 tahun)
O2: Warsini (43 tahun)
Konteks Tuturan:
Tuturan ini menuturkan seorang ibu kepada anaknya untuk mencuci
piring
Bentuk Tuturan:
O1 : ibu,besuk belikan sepatu ya!
O2 : iya,cuci piring dulu.
O1 : iya bu.
Berdasarkan skala ketidaklangsungan (inderectness scale),
tuturan pada data (1) memiliki kesantunan yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan tuturan pada data (2). Hal tersebut terbukti
dengan tuturan yang disampaikan pada data (1) “ibu seragam sekolah
sudah rusak, besok minggu ke pasar ya buk beli kain” yang diucapkan
oleh O1 (penutur) terdapat ketidaklangsungan tuturan yang
disampaikan oleh O1 kepada O2 (mitra tutur). Pada tuturan data (1)
memberikan pengertian kepada O2 (mitra tutur) secara tidak langsung
untuk membelikan kain ke pasar untuk menggantikan seragam yang
sudah rusak. Sedangkan pada data (2), tuturan yang diucapkan O2
“iya, cuci piring dulu” menunjukkan kelangsungan O2 menyuruh O1
untuk mencuci piring dahulu sebelum permintaan O1 untuk dibelikan
kain dikabulkan, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tuturan
pada data (1) lebih santun dibandingkan tuturan data (2).
d. Skala keotoritasan (anthority scale)
Skala keotoritasan (anthority scale) merupakan skala yang
asimetris, artinya seseorang yang memiliki otoritas atau kekuasaan
dapat menggunakan bentuk sapaan yang akrab kepada orang lain,
tetapi orang yang disapa akan menjawab dengan bentuk sapaan yang
terhormat.
Data (1)
Subjek:

O1: Anisa Meisy P. (14 tahun)
O2: Dwi (32 tahun)

14

Konteks Tuturan:
Tuturan anak dituturkan kepada ibunya untuk meminta membelikan
jilbab buat sekolah
Bentuk Tuturan:
O1 : ibu, besuk belikan jilbab
O2 : Jilbab buat apa? jilbabmu aja sudah banyak.
O1 : Buat sekolah bu,soalnya jilbabnya kelunturan celana levis.
O2 : Iya,besuk tak anter.
Data (2)
Subjek: O1: Riski Andreas (15 tahun)
O2: Rumiyati (42 tahun)
Konteks Tuturan:
Tuturan ini juga menuturkan bujukan anak terhadap ibunya yang
mengatakan bahwa baru sekali pulang terlambat.
Bentuk Tuturan:
O2 : jam segini kok baru pulang sekolah, darimana?
O1 : maaf buk, tadi diajak main kerumah teman, halah sekali ini aja
buk.
Berdasarkan skala keotoritasan (anthority scale), tuturan pada
data (2) memiliki kesantunan yang lebih tinggi jika dibandingkan
dengan tuturan pada data (1). Hal tersebut terbukti dengan tuturan yang
disampaikan pada data (2) “maaf buk, tadi diajak main kerumah
teman, halah sekali ini aja buk” yang diucapkan oleh O1 (penutur)
menunjukkan adanya sebuah rasa hormat O1 terhadap O2 sebagai
orang tua. Pada tuturan data (2) O1 meminta maaf kepada O2 karena
O1 pulang terlambat. O1 menggunakan sapaan “buk” kepada O2,
karena O1 memiliki kedudukan di bawah O2 yaitu sebagai anak dari
O2. Sedangkan pada tuturan data (1) “Jilbab buat apa? jilbabmu aja
sudah banyak” yang diucapkan oleh O2 terhadap O1 menunjukkan
keotoritasan O2 terhadap anaknya. O2 memarahi O1 yang minta
dibelikan jilbab karena O2 menganggap O1 sudah memiliki banyak
jilbab. O2 menambahkan akhiran “–mu” diakhir kata jilbab karena O2
memiliki kedudukan yang lebih tinggi yaitu sebagai orang tua.
Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tuturan pada data (2) lebih
santun dibandingkan tuturan data (1).
e. Skala jarak sosial (social distance)
Skala jarak sosial (social distance) menunjuk pada derajat rasa
hormat yang ada pada sebuah situasi ujar tertentu sebagian tergantung
pada beberapa faktor yang relatif permanen, yaitu faktor status,
kedudukan, usia, derajat, keakraban, dan sebagainya.

15

Data (1)
Subjek:

O1: Randa (15 tahun)
O2: Kasiti (49 tahun)
Konteks Tuturan:
Tuturan ini juga menuturkan ancaman seorang anak terhadap ibunya
jika tidak dibelikan sepeda motor.
Bentuk Tuturan:
O1 : buk, belikan sepeda motor!
O2 : enggak punya uang.
O1 : kalau enggak di belikan aku enggak pulang rumah
Data (2)
Subjek: O1: Anggraina (15 tahun)
O2: Suwarno (40 tahun)
Konteks Tuturan:
Tuturan ini dituturkan seorang anak yang mempersilahkan bapaknya
untuk meminum kopi.
Bentuk Tuturan:
O1 : bapak, ini kopinya, monggo diminum!
O2 : ya, taruh situ dulu.
Berdasarkan skala jarak (social distance scale), tuturan pada
data (2) memiliki kesantunan yang lebih tinggi jika dibandingkan
dengan tuturan pada data (1). Hal tersebut terbukti dengan tuturan pada
data (2) “bapak, ini kopinya, monggo diminum!” yang diucapkan oleh
O1 (penutur) menunjukkan bahwa O1 menggunakan ragam bahasa
yang santun dan ramah sebagai wujud keakraban dan faktor usia
kepada O2 (mitra tutur) sebagai orang tua penutur. O1 menggunakan
sapaan “bapak” dan kata “monggo” menunjukkan rasa hormat
terhadap O2 sebagai orang tua. Sedangkan pada data (1) “kalau enggak
di belikan aku enggak pulang rumah” yang diucapkan oleh O1
menunjukkan bahwa O1 menggunakan ragam bahasa yang kurang
santun dan nada ancaman terhadap O2, padahal O2 memiliki usia yang
lebih tua dan kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan O1.
Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tuturan pada data (2) lebih
santun dibandingkan dengan tuturan data (1).
4. Penelitian yang Berhubungan dengan Penelitian Sebelumnya
Kesantunan sebagai sebuah nilai diasosiasikan melalui penggunaan
bahasa dalam berkomunikasi antara anak dan orang tua. Sebagai nilai,
kesantunan tindak hendaknya diekspresikan melalui berbagai tindak tutur
sebagai wujud sebuah budaya komunikasi. Salah satu tindak tutur yang

16

menarik untuk diperhatikan dan dipahami ketika kesantunan diasosiasikan
dengan tindak tutur tersebut adalah tindak direktif. Yule (2006)
menyebutkan jenis tindak tutur direktif menyatakan apa yang menjadi
keinginan penutur. Tindak tutur ini meliputi: perintah, pemesanan,
permohonan, pemberian saran, dan bentuknya dapat berupa kalimat positif
dan negatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, bentuk kesantunan
tindak direktif pada tuturan anak kepada orang tuanya di Desa Ngrancang,
Ngawi ada 11 (sebelas) bentuk tuturan. Kesebelas bentuk tuturan
kesantunan tindak direktif tersebut adalah 23 tuturan tindak tutur direktif
meminta, 7 tuturan tindak tutur direktif memerintah, 1 tuturan tindak tutur
direktif menasehati, 2 tuturan tindak tutur direktif menegur, 6 tuturan
tindak tutur direktif mengajak, 2 tuturan tindak tutur direktif
memperingatkan, 2 tuturan tindak tutur direktif menyarankan, 1 tuturan
tindak tutur direktif mengintrogasi, 1 tuturan tindak tutur direktif
melarang, 1 tuturan tindak tutur direktif membujuk, 1 tuturan tindak tutur
direktif mengancam dan 1 tuturan tindak tutur direktif mempersilahkan.
Dari kesebelas bentuk kesantunan tindak direktif pada tuturan anak kepada
orang tua tersebut, tindak tutur direktif meminta muncul lebih banyak
daripada tindak tutur direktif lainnya yaitu sebanyak 23 tuturan.
Hasil penelitian juga menunjukkan bentuk kesantunan tindak
direktif pada tuturan orang tua kepada anaknya di Desa Ngrancang, Ngawi
ada 6 (enam) bentuk tuturan. Keenam bentuk kesantunan tindak direktif
tersebut adalah 1 tuturan tindak tutur direktif meminta, 6 tuturan tindak
tutur direktif memerintah, 3 tuturan tindak tutur direktif menasehati, 2
tuturan tindak tutur direktif menyarankan, 3 tuturan tindak tutur direktif
mengintrogasi dan 1 tuturan tindak tutur direktif memarahi. Dari kesebelas
bentuk kesantunan tindak direktif pada tuturan orang tua kepada anak
tersebut, tindak tutur direktif memerintah muncul lebih banyak daripada
tindak tutur direktif lainnya yaitu sebanyak 6 tuturan.
Hasil penelitian di atas, sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Firdaus, dkk. (2012). Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa jenis tindak tutur direktif yang ditemukan adalah (1) permintaan,
(2) pertanyaan, (3) persyaratan, (4) larangan, (5) pengizinan, dan (6)
nasihat. Dari kelima jenis tindak tutur tersebut, yang sering digunakan oleh
ibu rumah tangga nelayan di Kelurahan Gates Nan XX Kecamatan Lubuk

17

Bagaluang Kota Padang adalah tindak tutur direktif permintaan. Penelitian
yang dilakukan oleh Firdaus dkk. memiliki persamaan penelitian tentang
tindak turut direktif. Perbedaan penelitian ini terletak pada objek
penelitian. Keunikan penelitian yang dilakukan oleh peneliti ini adalah
tindak tutur direktif meminta yang muncul lebih banyak daripada tindak
tutur direktif lainnya pada tuturan anak kepada orang tuanya.
Kesantunan adalah alat yang digunakan untuk mewujudkan pribadi
yang baik dalam melakukan suatu interaksi menggunakan bahasa verbal
maupun nonverbal dengan menjaga muka pelaku tutur. Skala pengukur
tingkat kesantunan yang dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah skala
pengukur kesantunan tindak dari Leech (Rahardi, 2005) yaitu skala
kerugian dan keuntungan (cost-benefit scale), skala pilihan (optionality
scale), skala ketidaklangsungan (inderectness scale), skala keotoritasan
(anthority scale) dan skala jarak sosial (social distance).
Pemakaian kesopanan bahasa dalam berkomunikasi dapat
dipandang sebagai suatu usaha menghindari adanya konflik antara penutur
dan mitra tutur, disamping itu juga dimaksudkan untuk menjalin hubungan
yang mesra dalam kegiatan berkomunikasi. Berdasarkan hasil penelitian,
ditemukan 5 skala kesantunan tindak, yaitu: skala kerugian dan
keuntungan (cost-benefit scale), skala pilihan (optionality scale), skala
ketidaklangsungan (inderectness scale), skala keotoritasan (anthority
scale), dan skala jarak sosial (social distance). Dari skala tersebut skala
kerugian dan keuntungan (cost-benefit scale), skala pilihan (optionality
scale), skala ketidaklangsungan (inderectness scale) terlihat paling
menonjol dibandingkan dengan skala lainnya.
Hasil penelitian tersebut diperkuat dengan penelitian yang
dilakukan oleh Rendiyanto (2012). Kesimpulan dari penelitian Rendiyanto
adalah Skala kesantunan dalam tindak tutur direktif yang digunakan guru
dan murid dalam proses pembelajaran di MTs Sunan Kalijaga Kecamatan
Bulukerto Kabupaten Wonogiri ditemukan tuturan-tuturan yang mematuhi
dan melanggar skala kesantunan. Hal ini tercermin dari hasil analisis data
yang menemukan adanya 9 tuturan yang mematuhi skala untung rugi, 13
tuturan yang mematuhi skala pilihan, 4 tuturan mematuhi skala
ketidaklangsungan sedangkan yang tidak mematuhi ada 3 tuturan, 15
tuturan mematuhi skala keotoritasan, 4 tuturan mematuhi skala jarak
sosial. Penelitian yang dilakukan oleh Mulyani dan Subangun memiliki

18

persamaan penelitian tentang tindak turut direktif. Perbedaan penelitian ini
terletak pada objek penelitian. Keunikan dari penelitian ini adalah adanya
beberapa penutur yang melanggar skala kesantunan dengan menggunakan
bahasa yang kurang sopan terhadap mitra tutur.
Tingkat kesantunan tuturan direktif orang tua di desa Ngrancang,
Ngawi cenderung santun dalam bertutur dengan anaknya, walaupun masih
ada tuturan anak yang melanggar kesantunan dengan tuturan yang kurang
sopan. Tingkat kesantunan tuturan orang tua dapat diukur santun atau
tidak santunnya dari perasaan anaknya, karena anak adalah orang yang
menerima tuturan tersebut. Tuturan yang tidak santun digunakan oleh
orang tua jika tidak sesuai atau anak tidak mengindahkan perintah orang
tuanya. Orang tua memiliki kekuasaan atas anaknya termasuk meminta
anaknya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Tetapi jika
tuturan orang tua diucapkan secara tidak santun, maka anak juga dapat
merespon dengan tidak santun.
D. SIMPULAN
Bentuk kesantunan tindak direktif pada tuturan anak kepada orang
tuanya di Desa Ngrancang, Ngawi ada 11 (sebelas) bentuk tuturan tindak tutur
direktif yaitu 23 meminta, 2 memerintah, 1 menasehati, 2 menegur, 6
mengajak, 2 memperingatkan, 2 menyarankan, 1 mengintrogasi, 1 melarang, 1
membujuk, 1 mengancam dan 1 mempersilahkan.
Bentuk kesantunan tindak direktif pada tuturan orang tua kepada
anaknya di Desa Ngrancang, Ngawi ada 6 (enam) bentuk tuturan tindak tutur
direktif yaitu 1 meminta, 6 memerintah, 3 menasehati, 2 menyarankan, 3
mengintrogasi dan 1 memarahi.
Skala kesantunan tindak direktif pada tuturan anak dan orang tua di
Desa Ngrancang, Ngawi ada 5 skala kesantunan tindak, yaitu skala kerugian
dan keuntungan (cost-benefit scale), skala pilihan (optionality scale), skala
ketidaklangsungan (inderectness scale), skala keotoritasan (anthority scale),
dan skala jarak sosial (social distance).
E. DAFTAR PUSTAKA
Firdaus, dkk. 2012. “Tindak Tutur Direktif Ibu Rumah Tangga Nelayan
Kepada Anaknya Di Kelurahan Gates Nan XX Kecamatan Lubuk
Begalung Kota Padang”. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia. Vol. 1 No. 1 September 2012; Seri B 87 – 166

19

Mahsun. 2011. Metode Penelitian Bahasa: tahapan strategi, metode, dan
tekniknya. Edisi revisi. Jakarta: PT. Rajagrafindo persada
Rahardi, Kunjana. 2005. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia.
Jakarta: Erlangga
Rendiyanto. 2012. “Analisis Tindak Tutur Direktif Antara Guru Murid di MTs
Sunan Kalijaga Kecamatan Bulukerto Kabupaten Wonogiri”. Skripsi.
Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Yule, George. 2006. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

20