Korelasi abdominal skinfold thickness terhadap tekanan darah pada diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung.

(1)

KORELASIABDOMINAL SKINFOLD THICKNESSTERHADAP TEKANAN DARAH PADA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RSUD KABUPATEN

TEMANGGUNG

Oswaldine Heraolia Pramesthi 108114024

INTISARI

Jumlah penyandang diabetes melitus (DM) tipe 2 setiap tahun terus mengalami peningkatan. Sekitar 80% pasien dengan DM tipe 2 ditemukan menderita obesitas. Obesitas pada bagian abdominal berperan penting dalam terjadinya DM tipe 2 serta peningkatan tekanan darah atau hipertensi. Frekuensi hipertensi terjadi 2 kali lebih tinggi pada orang dengan DM. Pengukuran antropometri abdominal skinfold thickness dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat obesitas dari seseorang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi abdominal skinfold thickness (AST) terhadap tekanan darah pada penyandang diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan penelitian potong lintang dan pengambilan sampel secara purposive sampling. Penelitian ini menggunakan 100 orang responden yang terdiri dari 42 pria dan 58 wanita yang merupakan penyandang diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung. Data abdominal skinfold thickness dan tekanan darah yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara stastistik dengan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov dan Saphiro-Wilk, uji hipotesis komparatif menggunakan uji t tidak berpasangan dan Mann-Whitney, dan uji korelasi menggunakan uji Spearman dengan tingkat kepercayaan 95%.

Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan adanya korelasi positif yang tidak bermakna dengan kekuatan korelasi sangat lemah antara AST dengan tekanan darah sistolik (p=0,353; r=0,124) dan diastolik (p=0,483; r=0,094) pada responden wanita. Pada responden pria penyandang diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung ditemukan korelasi negatif yang tidak bermakna dengan kekuatan korelasi sangat lemah antara AST dan tekanan darah sistolik (p=0,864; r= -0,027) dan diastolik (p=0,586; r= -0,087).

Kata kunci:diabetes melitus tipe 2, hipertensi,abdominal skinfold thickness.

Yogyakarta, 20 Januari 2014 Pembimbing,


(2)

CORRELATION ABDOMINAL SKINFOLD THICKNESS TO BLOOD PRESSURE IN TYPE 2 DIABETES MELLITUS IN RSUD KABUPATEN

TEMANGGUNG

Oswaldine Heraolia Pramesthi 108114024

ABSTRACT

The number of patients with type 2 diabetes mellitus (T2DM continues to increase every year. About 80% of patients with type 2 diabetes suffers from obesity. Obesity in the abdominal site plays an important role in the elevated blood pressure. The frequency of hypertension is 2 times higher in people with diabetes mellitus. Anthropometric measurement of abdominal skinfold thickness can be one method to determine the level obesity from someone. The aim of this study was to determine a correlation of abdominal skinfold thickness (AST) to blood pressure in the bearers diabetes mellitus type 2 in RSUD Kabupaten Temanggung.

This study used cross-sectional design as a part of analytical observational study. Total of 100 persons consisted of 42 men and 58 women >40 years-old who are having type 2 diabetes mellitus in the RSUD Kabupaten Temanggung were included purposively. Data of abdominal skinfold thickness and blood pressure were analyzed stastistically by Kolmogorov-Smirnov normality test followed by independent t-test and Mann-Whitney comparative test then Spearman correlation analysis with 95% confidence intervals..

The conclusion of this study shows that there were an insignificant positive correlation between AST and systolic (p=0.353; r=0.124) and diastolic blood pressure (p=0.483; r=0.094) in diabetic women. In diabetic men in RSUD Kabupaten Temanggung, there were an insignificant negative correlation between AST and systolic (p=0.864; r= -0.027) and diastolic blood pressure (p=0.586; r= -0.087).

Key words:type 2 diabetes, hypertension, abdominal skinfold thickness.

Yogyakarta, 20 Januari 2014 Pembimbing,


(3)

KORELASIAB TEKANAN DAR

Dia Mem

U

ABDOMINAL SKINFOLD THICKNESSTER ARAH PADA DIABETES MELITUS TIPE 2 D

KABUPATEN TEMANGGUNG

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Oswaldine Heraolia Pramesthi NIM : 108114024

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2014

ERHADAP E 2 DI RSUD


(4)

KORELASIAB TEKANAN DAR

Dia Mem

U

i

ABDOMINAL SKINFOLD THICKNESSTER ARAH PADA DIABETES MELITUS TIPE 2 D

KABUPATEN TEMANGGUNG

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Oswaldine Heraolia Pramesthi NIM : 108114024

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2014

ERHADAP E 2 DI RSUD


(5)

(6)

(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini kepada

Tuhan Yang Maha Pengasih

Papa, Mama dan Kakakku

Sahabat-sahabatku terkasih

Teman-teman seperjuanganku, dan

Almamaterku


(8)

(9)

(10)

vii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul Korelasi Pengukuran Abdominal Skinfold Thickness terhadap Tekanan

Darah pada Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung dengan

sebaik-baiknya. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar

Sarjana Farmasi (S. Farm.) Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

Proses penyelesaian skripsi ini tentu tidak lepas dari bantuan dan

dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan rendah hati penulis

mengucapkan terima kasih atas bantuan, dukungan dan doa yang telah diberikan

kepada:

1. Ipang Djunarko, M. Sc., Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma.

2. dr. Fenty, M.Kes., Sp.PK. selaku dosen pembimbing utama skripsi, yang

dengan sepenuh hati telah mendampingi, mendukung, menyediakan waktu

untuk berdiskusi, memotivasi, dan memberi masukan kepada penulis dari

awal hingga akhir proses penyusunan skripsi.

3. Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. dan Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt.


(11)

viii

4. Ketua Komite Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Fakultas

Kedokteran Universitas Gadjah Mada, yang telah memberikan izin untuk

melakukan penelitian.

5. Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Temanggung yang telah bersedia

bekerja sama dan menyediakan tempat serta peralatan untuk penulis

melakukan penelitian.

6. Seluruh dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah

mendampingi dan membagikan ilmu kepada penulis.

7. Seluruh responden penyandang diabetes mellitus tipe 2 di RSUD Kabupaten

Temanggung yang telah bersedia untuk terlibat dalam penelitian.

8. Paulus Poniman dan Agustina Ninawati selaku orang tua penulis, serta

Hosea Reyna Primanti selaku kakak, yang tidak pernah berhenti

memberikan perhatian, kasih sayang, motivasi dan doa yang menjadi

sumber semangat penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

9. Teman- teman Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma angkatan 2010

yang telah berjuang bersama dalam suka dan duka masa perkuliahan.

10. Jonas, Padma, Della, Siska, Ambar, Ines, Reza, Lili, Indri, Yeni, Ela, Gissel

dan Anwar, rekan- rekan penulis dalam penelitian yang telah bersama-sama

bertukar pikiran, memberikan semangat, doa dan saling membantu untuk

menyusun dan menyelesaikan skripsi ini.

11. Dhimas, Yayi, Devita, Dino, Hendy, Eng, Yosri, Lenny, Vera, Septi, Adra,


(12)

ix

penulis, memberikan semangat, selalu mendengarkan keluh-kesah penulis

dan menghibur penulis bilamana penulis merasa jenuh.

12. Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat penulis sebutkan satu

per satu. Dukungan kalian sangat berharga bagi penulis hingga dapat

menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini,

oleh karena itu dengan kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran

yng bersifat membangun. Kritik dan saran tersebut akan menjadi pembelajaran

bagi penulis untuk menjadi lebih baik. Penulis berharap skripsi ini dapat

bermanfaat dan menjadi sumbangan bagi ilmu pengetahuan untuk meningkatkan

perhatian masyarakat terhadap kesehatan.

Yogyakarta, 28 November 2013


(13)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...ii

HALAMAN PENGESAHAN ...iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ...iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... .v

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ...vi

PRAKATA ...vii

DAFTAR ISI ...x

DAFTAR TABEL ...xiv

DAFTAR GAMBAR ... ..xv

DAFTAR LAMPIRAN ...xvi

INTISARI ...xvii

ABSTRACT ... ..xviii

BAB I. PENGANTAR ...1

A. Latar Belakang ...1

1. Perumusan Masalah ...4

2. Keaslian Penelitian ...5

3. Manfaat Penelitian ...8

B. Tujuan Penelitian ...9

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ...10

A. Diabetes Melitus ...10


(14)

xi

B. Diabetes Melitus Tipe 2 ...12

1. Patofisiologi ...13

2. Diabetes melitus tipe 2 dan obesitas ...14

C. Obesitas ...15

1. Obesitas sentral ...15

2. Obesitas perifer ...16

D. Tekanan Darah ...17

1. Pengukuran tekanan darah ...17

2. Hipertensi...19

3. Hipertensi dan obesitas ...20

4. Patogenesis hipertensi pada obesitas ...20

5. Hipertensi pada diabetes melitus tipe 2 ...23

E. Antropometri ...24

1.Skinfold thickness ...25

2.Abdominal skinfold thickness ...26

F. RSUD Kabupaten Temanggung ...27

G. Landasan Teori ...27

H. Hipotesis ...28

BAB III. METODE PENELITIAN ...29

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ...29

B. Variabel Penelitian...29

1. Variabel Bebas ...29


(15)

xii

3. Variabel Pengacau ...30

C. Definisi Operasional ...30

D. Responden Penelitian ...31

E. Lokasi dan Waktu Penelitian ...33

F. Ruang Lingkup Penelitian ...33

G. Teknik Pengambilan Sampel ...34

H. Instrumen Penelitian ...35

I. Tata Cara Penelitian ...35

1. Observasi awal ...35

2. Permohonan izin dan kerjasama ...35

3. Pembuataninformed consentdanleaflet...36

4. Pencarian Responden ...37

5. Validitas dan reliabilitas instrumen penelitian ...38

6. Pengukuran antropometri dan tekanan darah ...39

7. Pembagian hasil pemeriksaan ...39

8. Pengolahan data ...40

J. Analisis Data Penelitian...40

K. Kesulitan Penelitian ...41

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...42

A. Profil Karakteristik Responden ...42

1. Usia ...43

2.Abdominal skinfold thickness ...44


(16)

xiii

B. Perbandingan Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik padaAbdominal

Skinfold Thickness(AST) ...47

1. Perbandingan tekanan darah sistolik responden pria pada kelompok AST >23,58 mm dan AST <23,58 mm dan wanita pada kelompok AST >25,66 mm dan AST <25,66 mm ...48

2. Perbandingan tekanan darah diastolik responden pria pada kelompok AST >23,58 mm dan AST <23,58 mm dan wanita pada kelompok AST >25,66 mm dan AST <25,66 mm ...49

C. KorelasiAbdominal Skinfold Thicknessterhadap Tekanan Darah ...50

1. Korelasiabdominal skinfold thicknessterhadap tekanan darah sistolik dan diastolik pada responden pria ...51

2. Korelasiabdominal skinfold thicknessterhadap terhadap tekanan darah sistolik dan diastolik pada responden wanita...54

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... . 59

A. Kesimpulan ... . 59

B. Saran ... . 59

DAFTAR PUSTAKA ... ..60

LAMPIRAN ... . 67


(17)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Kriteria Diagnosis untuk Diabetes Melitus...10

Tabel II. Klasifikasi Tekanan Darah Usia Dewasa menurutJoint National

CommitteeVII...17

Tabel III. Panduan Hasil Uji Hipotesis berdasarkan Kekuatan Korelasi, Nilai

p,dan Arah Korelasi ...41

Tabel IV. Karakteristik Responden Penelitian...42

Tabel V. Perbandingan Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik Responden Pria

pada Kelompok AST<23,58 mm dan AST >23,58 mm ...47

Tabel VI. Perbandingan Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik Responden Wanita

pada Kelompok AST <25,66 mm dan AST >25,66 mm ...48


(18)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Perbedaan obesitas sentral dan perifer ...16

Gambar 2. Metode pengukuran tekanan darah ...18

Gambar 3. Mekanisme aksi leptin...22

Gambar 4. Teknik pengambilan lapisan lemak kulit pada pengukuranskinfold

thickness ………....25

Gambar 5. Pengukuranabdominal skinfold thickness...26

Gambar 6. Skema responden...32

Gambar 7. Grafik sebarabdominal skinfold thicknessterhadap tekanan darah

sistolik pada responden pria ...52

Gambar 8. Grafik sebarabdominal skinfold thicknessterhadap tekanan darah

diastolik pada responden pria ...52

Gambar 9. Grafik sebarabdominal skinfold thicknessterhadap tekanan darah

sistolik pada responden wanita ...55

Gambar 10. Grafik sebarabdominal skinfold thicknessterhadap tekanan darah

diastolik pada responden wanita ...55

Gambar 11. Pengukuranabdominal skinfold thicknesspada responden ...74


(19)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Surat Keterangan Izin Penelitian ... 68

Lampiran 2:Ethical Clearence ... 69

Lampiran 3:Informed Consent... 70

Lampiran 4: Pedoman Wawancara ... 71

Lampiran 5:Leaflet ...72

Lampiran 6: PengukuranAbdominal Skinfold Thickness... 74

Lampiran 7: Foto Instrumen Penelitian... 75

Lampiran 8: Hasil Pemeriksaan Laboratorium ... 76

Lampiran 9: ValidasiSkinfold Caliper ... 77

Lampiran 10: Uji Normalitas Usia, AST dan Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik pada Responden Pria ... 78

Lampiran 11: Uji Normalitas Usia, AST dan Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik pada Responden Wanita ... 82

Lampiran 12: Uji Komparatif Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik Responden Pria pada Kelompok AST<23,58 mm dan AST >23,58 mm... 86

Lampiran 13: Uji Komparatif Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik Responden Wanita pada Kelompok AST <25,66 mm dan AST >25,66 mm.. 92

Lampiran 14: Uji Korelasi AST dan Tekanan Darah pada Responden Pria... 98


(20)

xvii

INTISARI

Jumlah penyandang diabetes melitus (DM) tipe 2 setiap tahun terus mengalami peningkatan. Sekitar 80% pasien dengan DM tipe 2 ditemukan menderita obesitas. Obesitas pada bagian abdominal berperan penting dalam terjadinya DM tipe 2 serta peningkatan tekanan darah atau hipertensi. Frekuensi hipertensi terjadi 2 kali lebih tinggi pada orang dengan DM. Pengukuran antropometri abdominal skinfold thickness dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat obesitas dari seseorang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi abdominal skinfold thickness (AST) terhadap tekanan darah pada penyandang diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan penelitian potong lintang dan pengambilan sampel secara purposive sampling. Penelitian ini menggunakan 100 orang responden yang terdiri dari 42 pria dan 58 wanita yang merupakan penyandang diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung. Data abdominal skinfold thickness dan tekanan darah yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara stastistik dengan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov dan Saphiro-Wilk, uji hipotesis komparatif menggunakan uji t tidak berpasangan dan Mann-Whitney, dan uji korelasi menggunakan uji Spearmandengan tingkat kepercayaan 95%.

Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan adanya korelasi positif yang tidak bermakna dengan kekuatan korelasi sangat lemah antara AST dengan tekanan darah sistolik (p=0,353; r=0,124) dan diastolik (p=0,483; r=0,094) pada responden wanita. Pada responden pria penyandang diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung ditemukan korelasi negatif yang tidak bermakna dengan kekuatan korelasi sangat lemah antara AST dan tekanan darah sistolik (p=0,864; r= -0,027) dan diastolik (p=0,586; r= -0,087).


(21)

xviii

ABSTRACT

The number of patients with type 2 diabetes mellitus (T2DM continues to increase every year. About 80% of patients with type 2 diabetes suffers from obesity. Obesity in the abdominal site plays an important role in the elevated blood pressure. The frequency of hypertension is 2 times higher in people with diabetes mellitus. Anthropometric measurement of abdominal skinfold thickness can be one method to determine the level obesity from someone. The aim of this study was to determine a correlation of abdominal skinfold thickness (AST) to blood pressure in the bearers diabetes mellitus type 2 in RSUD Kabupaten Temanggung.

This study used cross-sectional design as a part of analytical observational study. Total of 100 persons consisted of 42 men and 58 women >40 years-old who are having type 2 diabetes mellitus in the RSUD Kabupaten Temanggung were included purposively. Data of abdominal skinfold thickness and blood pressure were analyzed stastistically by Kolmogorov-Smirnov normality test followed by independent t-test and Mann-Whitney comparative test then Spearman correlation analysis with 95% confidence intervals..

The conclusion of this study shows that there were an insignificant positive correlation between AST and systolic (p=0.353; r=0.124) and diastolic blood pressure (p=0.483; r=0.094) in diabetic women. In diabetic men in RSUD Kabupaten Temanggung, there were an insignificant negative correlation between AST and systolic (p=0.864; r= -0.027) and diastolic blood pressure (p=0.586; r= -0.087).


(22)

1

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) tipe 2 terjadi pada 85-90% dari total penderita

diabetes melitus (Wild, Sicree, Roglic, King, and Green, 2004). International

Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah

penyandang diabetes melitus tipe 2 dari 7,0 juta pada tahun 2009 menjadi 12,0

juta pada tahun 2030. Jumlah penyandang diabetes melitus tipe 2 di Indonesia

diprediksi mengalami peningkatan dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar

21,3 juta pada tahun 2030 (WHO, 2008).

Data Dinas Kesehatan Jawa Tengah (2008) menunjukkan, prevalensi

kasus diabetes melitus tipe 2, mengalami peningkatan dari 0,83% pada tahun

2006, menjadi 0,96% pada tahun 2007, dan 1,25% pada tahun 2008. Prevalensi

diabetes melitus meningkat seiring dengan pertambahan usia (Rochmah, 2007).

Menurut Yuliasih dan Wirawanni (2009), insiden tinggi diabetes melitus tipe 2

terjadi pada usia lebih dari 40 tahun.

Wicaksono, Putra, dan Hakim (2012) menyatakan, orang yang berusia

≥45 tahun lebih berisiko terkena diabetes melitus dibandingkan dengan orang berusia <45 tahun. Menurut American Diabetes Association (2010), skrining

diabetes melitus sebaiknya dilakukan terhadap orang yang berusia 45 tahun ke

atas dengan interval 3 tahun sekali. Interval ini dapat lebih pendek pada pasien


(23)

Diabetes melitus merupakan faktor risiko utama penyakit kardiovaskuler,

dimana mortalitas kardiovaskuler terjadi 2-3 kali lebih tinggi dibanding populasi

non-diabetes melitus. Penyakit kardiovaskuler lebih sering diderita oleh penderita

diabetik hipertensi (Siregar, 2010). Frekuensi hipertensi pada orang dengan

diabetes melitus dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan pasien tanpa diabetes

(Adhita dan Pramuningtyas, 2010).

Penelitian yang dilakukan pada penyandang diabetes tipe 2 di tiga

wilayah Morocco menunjukkan prevalensi hipertensi sebesar 70,4% pada

penyandang diabetes tipe 2 dan tingginya kejadian hipertensi berkorelasi kuat

dengan besarnya indeks massa tubuh (Berraho, et al., 2011). Menurut Pusparini

(2007), sebanyak 80% pasien dengan diabetes melitus tipe 2 menderita obesitas.

Tekanan darah tinggi atau hipertensi seringkali muncul bersama dengan

diabetes yang ditandai dengan obesitas abdominal (Deedwania, 2011). Pada

individu tua, akumulasi lemak badan terjadi terutama di region abdominal sebagai

lemak visceral (Sudibjo, 2009). Massa lemak abdomen merupakan sumber asam

lemak bebas dalam sirkulasi (Aneja, El-Atat, McFarlane, and Sowers, 2004).

Peningkatan massa lemak abdomen menyebabkan peningkatan produksi

angiotensinogen di jaringan lemak, yang berperan penting dalam peningkatan

tekanan darah (Krikken, Lely, Bakker,andNavis, 2007).

Rahajeng dan Tuminah (2009), menyatakan obesitas abdominal secara

bermakna mempunyai risiko hipertensi dan besarnya risiko hipertensi pada

kelompok obesitas meningkat 2,79 kali dibandingkan mereka yang kurus. Data


(24)

penting yang memberikan kontribusi kuat terhadap risiko hipertensi (Francischetti

andGenelhu, 2007).

Pengukuran antropometri dapat dilakukan untuk mengetahui faktor risiko

hipertensi dan tingkat obesitas seseorang (Fran, 2011). Antropometri merupakan

sebuah studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. Metode

antropometri dengan pengukuran skinfold thickness merupakan metode yang

paling banyak diminati untuk memprediksi lemak badan total maupun segmental

(Sudibjo, 2009). Menurut Moyad (2004), pengukuran skinfold thickness banyak

digunakan karena menyajikan databody fatsecara langsung.

Budiman (2008) menyatakan, pengukuran lemak tubuh sebaiknya dilakukan menggunakan cara skinfold dengan rumus 2 tempat pada triceps dan

subscapula. Pengukuran skinfold thickness dapat dilakukan pada 2, 3, 4, dan 7

tempat pengukuran. Semakin banyak jumlah tempat pengukuran, maka hasil

pengukurannya makin baik.

Mueller, et al., (2012), menyatakan bahwa pengukuran antropometri

abdominal skinfold thickness lebih baik dibandingkan dengan Body Mass Index

(BMI), Waist Circumference, dan Waist to Height Ratio. Penelitian Demura dan

Sato (2007) mengenai pengukuran skinfold thickness di 14 titik untuk

memprediksi kerapatan tubuh pada orang dewasa Jepang, menunjukkan kesalahan

paling kecil dalam pengukuran didapat melalui pengukuran abdominal skinfold

thickness. Pengukuran abdominal skinfold thickness mudah dilakukan karena


(25)

sehingga dapat dilakukan dimanapun (Wong, Stuff, Buttle, Smith, and Ellis,

2000).

Prevalensi diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung

pada tahun 2012 berada di peringkat ke-3 setelah penyakit diare dan hipertensi.

Data rekam medik RSUD Kabupaten Temanggung menunjukkan jumlah pasien

penyandang diabetes melitus tipe 2 terus meningkat setiap tahun. Rumah Sakit

Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Temanggung merupakan Rumah Sakit (RS)

tipe B dan dapat menjadi RS pendidikan karena telah memenuhi persyaratan dan

standar sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI tahun 2010 (Kementerian

Kesehatan RI, 2010; Permenkes RI, 2010).

Penelitian mengenai korelasi abdominal skinfold thickness terhadap

tekanan darah pada penyandang diabetes melitus tipe 2 dapat dilakukan sebagai

salah satu upaya untuk meningkatkan kesadaran penyandang diabetes melitus tipe

2 terhadap faktor risiko hipertensi. Penelitian serupa belum pernah dilakukan di

RSUD Kabupaten Temanggung.

1. Perumusan masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka permasalahan

yang diangkat oleh peneliti dalam penelitian ini adalah:

Apakah terdapat korelasi antara abdominal skinfold thickness terhadap tekanan

darah pada penyandang diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten


(26)

2. Keaslian penelitian

Penelitian yang telah dipublikasikan dan berkaitan dengan penelitian ini,

antara lain:

a. Korelasi Pengukuran Antropometrik dengan Tekanan Darah pada

Laki-Laki Dewasa Sehat di Kampus III Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Tahun 2010 (Fran, 2011). Penelitian observasional analitik dengan pendekatan

cross-sectional yang dilakukan pada 70 responden laki-laki sehat, usia 30-50

tahun menunjukkan, secara statistik terdapat korelasi yang tidak bermakna antara

tebal lipatan kulit trisep dengan tekanan darah sistolik dengan nilai r=0,201 dan

p=0,095. Pada korelasi antara tebal lipatan kulit trisep dengan tekanan darah

diastolik, secara statistik terdapat korelasi yang tidak bermakna dengan nilai

r=0,127 dan p=0,293.

b. Korelasi antara Body Mass Index (BMI), Lingkar Pinggang, Rasio

Lingkar Pinggang-Panggul (RLPP), dan Abdominal Skinfold Thickness terhadap

Tekanan Darah pada Staf Wanita Universitas Sanata Dharma Yogyakarta (Mukti,

2011). Hasil penelitian pada 30 orang staf wanita Universitas Sanata Dharma yang

berusia 30-50 tahun menunjukkan korelasi antara BMI dengan tekanan darah

sistolik dan diastolik berturut-turut pada wanita r=0,066;p=0,627 dan

r=0172;p=0,202, lingkar pinggang dengan tekanan darah sistolik dan diastolik

r=0,091;p=0,501 dan r=0,179;p=0,183, RLPP dengan tekanan darah sistolik dan

diastolik r=0,247;p=0,064 dan r=0,246;p=0,065, dan abdominal skinfold thickness

dengan tekanan darah sistolik dan diastolik yaitu r=0,107;p=0,428, dan


(27)

c. Korelasi Body Mass Index dan Body Fat Percentage terhadap

Tekanan Darah pada Mahasiswa Mahasiswi Kampus III Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta (Dasanthi, 2013). Responden adalah 125 orang mahasiswa

dan mahasiswi sehat di Kampus III Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penelitian menunjukkan korelasi abdominal skinfold thickness (AST) pada

mahasiswa terhadap tekanan darah sistolik terdapat korelasi bermakna (p=0,006,

r=0,335), demikian juga pada tekanan darah diastolik (p=0,294, r=0,154). Pada

mahasiswi, korelasi AST terhadap tekanan darah sistolik tidak terdapat korelasi

yang bermakna (p=0,580, r=0,069), demikian juga pada tekanan darah diastolik

(p=0,820, r=0,028).

d. Pengaruh Obesitas terhadap Tekanan Darah pada Pria Dewasa Muda

(Noviantoro, 2009). Responden adalah sekelompok pria dewasa muda obesitas

dan sekelompok pria dewasa muda dengan berat badan normal. Hasil penelitian

diperoleh rerata tekanan darah sistolik obesitas sebesar 121,67 mmHg, berat

badan normal sebesar 104,13 mmHg dengan perbedaan rerata sistolik obesitas

terhadap berat badan normal sebesar 17,54 mmHg (p<0,05). Rerata tekanan darah

diastolik obesitas sebesar 82,87 mmHg, berat badan normal sebesar 73,27 mmHg

dengan perbedaan rerata diastolik obesitas terhadap berat badan normal sebesar

9,6 mmHg (p <0,05).

e. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia (Rahajeng dan

Tuminah, 2009). Penelitian cross-sectional dengan analisis case-control pada

567.530 orang menunjukkan korelasi bermakna antara pengukuran obesitas


(28)

f. Prevalensi Hipertensi pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di

Klinik Spesialis RSU Suaka Insan Banjarmasin Tahun 2005-2009 (Damian,

2009). Penelitian yang dilakukan secara total sampling menunjukkan prevalensi

hipertensi pada penderita DM tipe 2 adalah sebesar 76,66% (1.846 orang) dengan

karakteristik penderita DM tipe 2 yang mengalami hipertensi berdasarkan

sosiodemografi: jenis kelamin wanita 57,64% (1.064 orang), kelompok umur

50-59 tahun sebanyak 769 orang (41,7%), 813 orang (44%) memiliki IMT 29-31

kg/m2.

g. Hypertension and Type 2 Diabetes: a Cross-Sectional Study in

Morocco (EPIDIAM Study) (Berraho,et al., 2011). Hasil penelitian menunjukkan

prevalensi hipertensi sebesar 70,4% dan tingginya kejadian hipertensi berkorelasi

dengan usia (p<10-4), BMI (p<0,0002) dan lamanya diabetes (p<0,004). Penelitian

ini dilakukan dengan rancangan cross-sectional pada 522 orang penyandang

diabetes tipe 2 di tiga wilayah Morocco.

h. Relationship between Anthropometric Parameters and Blood Pressure

in Sagamu Adolescent, Ogun State, South-West Nigeria (Oyewole and Oritogun,

2009). Penelitian cross-sectional pada 1638 remaja sehat di Sagamu. Hasil

penelitian menunjukkan tekanan darah sistolik dan diastolik memiliki korelasi

bermakna dengan BMI (p=0,039), triceps skinfold (p= 0,000), dan abdominal

skinfold(p= 0,000).

i. Inter-relationship of Waist-to-Hip Ratio (WHR), Body Mass Index

(BMI) and Subcutaneous Fat with Blood Pressure Among University-going


(29)

penelitian menunjukkan terdapat korelasi bermakna (p<0,05) antara seluruh

pengukuran antropometri (berat badan, lingkar pinggang-panggul dan skinfold)

terhadap tekanan darah sistolik dan diastolik. Penelitian dilakukan pada 150 orang

perempuan beragama Sikh dan 150 orang perempuan beragama Hindu.

j. Abdominal Obesity, Hypertension, Hyperglycemia and Dyslipidemia

in Rural Thai People(Niyomtham,et al., 2012). Penelitiancohortpada total 1312

orang menunjukkan korelasi bermakna antara obesitas abdominal dengan diabetes

melitus tipe 2 (OR=2.0, 95% CI=1.14-3.49, p<0.001) dan hipertensi (OR=3.75,

95% CI= 2,56-5.49, p<0.001).

Berdasarkan penelusuran pustaka yang dilakukan oleh peneliti, penelitian

mengenai korelasi abdominal skinfold thickness terhadap tekanan darah pada

penyandang diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung belum

pernah dilakukan.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoretis. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan

informasi mengenai korelasi abdominal skinfold thicknessterhadap tekanan darah

pada penyandang diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung.

b. Manfaat praktis. Hasil pengukuran abdominal skinfold thickness

diharapkan mampu memberikan gambaran kondisi tekanan darah. Sehingga, para

penyandang diabetes melitus tipe 2 dapat lebih intensif meningkatkan dan


(30)

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur korelasi abdominal skinfold

thickness terhadap tekanan darah pada penyandang diabetes melitus tipe 2 di


(31)

10

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus

Diabetes melitus (DM) merupakan kumpulan penyakit metabolik yang

ditandai dengan kadar gula darah yang tinggi (Tabel I) sebagai akibat dari

gangguan pada sekresi insulin, gangguan pada kerja insulin, ataupun keduanya.

Tubuh pasien dengan diabetes melitus tidak dapat memproduksi atau tidak dapat

merespon hormon insulin yang dihasilkan oleh organ pankreas, sehingga kadar

gula darah meningkat dan dapat menyebabkan komplikasi jangka pendek maupun

jangka panjang pada pasien tersebut. Kadar gula darah tinggi (hiperglikemi)

kronis pada diabetes berhubungan dengan lamanya kerusakan, disfungsi, dan

kegagalan berbagai organ, terutama mata, ginjal, saraf, hati, dan pembuluh darah.

(Shahriar,et al., 2012).

Tabel I. Kriteria Diagnosis untuk Diabetes Melitus (American Diabetes Association, 2000)

Normal Diabetes

Kadar glukosa darah puasa <110 mg/dL (6,1 mmol/L) ≥126 mg/dL (7,0 mmol/L) Kadar glukosa darah 2 jam

setelah

<140 mg/dL (7,8 mmol/L) ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L)

1. Jenis- jenis diabetes melitus

a. Diabetes melitus tipe 1. Diabetes melitus tipe 1 terjadi karena sistem

imun tubuh merusak sel beta pankreas, satu-satunya sel di dalam tubuh yang

membuat hormon insulin yang berfungsi mengatur kadar glukosa darah. Untuk

bertahan hidup, orang dengan diabetes melitus tipe 1 harus diberikan insulin


(32)

dewasa muda, meskipun demikian penyakit ini juga dapat muncul pada berbagai

usia. Pada orang dewasa, sebanyak 5% hingga 10% terdiagnosa menderita

diabetes melitus tipe 1. Faktor risiko untuk diabetes melitus tipe 1 dapat berupa

autoimun, genetik atau lingkungan (Department of Health and Human Service

Centers for Disease Control and Prevention, 2007).

b. Diabetes melitus tipe 2. Ditemukan sebanyak 90%-95% orang dewasa

terdiagnosis menyandang diabetes melitus tipe 2. Penyakit ini biasanya diawali

terjadinya resistensi insulin, kelainan dimana sel tidak dapat menggunakan insulin

dengan semestinya. Saat kebutuhan insulin meningkat, pankreas perlahan-lahan

kehilangan kemampuannya untuk memproduksi insulin. Diabetes melitus tipe 2

muncul seiring dengan bertambahnya usia, obesitas, riwayat keluarga penyandang

diabetes, riwayat diabetes gestasional, terganggunya metabolisme glukosa,

kurangnya aktivitas fisik, dan ras/etnis (Department of Health and Human Service

Centers for Disease Control and Prevention, 2007).

c. Diabetes gestasional. Terjadi karena intoleransi glukosa selama masa

kehamilan. Diabetes gestasional muncul pada wanita obesitas dan wanita dengan

riwayat keluarga penyandang diabetes. Selama masa kehamilan, penyandang

diabetes gestasional memerlukan pengobatan untuk menormalkan kadar glukosa

darah untuk mencegah terjadinya komplikasi pada janin. Setelah kehamilan,

5-10% wanita dengan diabetes gestasional ditemukan menyandang diabetes tipe 2.

Wanita dengan diabetes gestasional memiliki 40-60% kemungkinan untuk

menyandang diabetes 5-10 tahun kemudian. (Department of Health and Human


(33)

B. Diabetes Melitus Tipe 2

Diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit yang disebabkan karena

terjadinya resistensi insulin dan berkurangnya kemampuan sel β pankreas dalam

memproduksi insulin. Insulin yang dihasilkan oleh tubuh tidak mampu

menurunkan glukosa dalam darah, sehingga diperlukan peningkatan sensitivitas

insulin dengan obat atau asupan insulin dari luar berupa injeksi insulin. Sebagian

besar pasien diabetes melitus diakibatkan karena pola hidup yang tidak sehat,

salah satunya ditandai dengan obesitas (WHO, 2008).

Tingginya prevalensi penyakit diabetes melitus tipe 2 disebabkan oleh

interaksi antara faktor-faktor kerentanan genetis dan paparan terhadap lingkungan.

Faktor lingkungan yang diperkirakan dapat meningkatkan risiko diabetes melitus

tipe 2 di antaranya adalah kebiasaan makan yang tidak seimbang akan

menyebabkan obesitas. Kondisi obesitas tersebut akan memicu timbulnya diabetes

melitus tipe 2 (Wicaksono dkk., 2012).

Manusia pada umumnya mengalami perubahan fisiologis yang secara

drastis menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun (Jafar, 2009). Orang yang

berusia ≥45 tahun lebih berisiko terkena diabetes melitus dibandingkan dengan

orang berusia <45 tahun. Hal ini sesuai dengan beberapa studi epidemiologi yang

mengatakan bahwa tingkat kerentanan terjangkitnya penyakit diabetes melitus tipe


(34)

1. Patofisiologi

Toleransi karbohidrat dikontrol oleh berjuta pengaruh genetika. Oleh

karena itu diabetes tipe 2 merupakan kelainan poligenik dengan faktor metabolik

berganda yang berinteraksi dengan pengaruh eksogen untuk menghasilkan fenotip

tersebut. Mekanisme mayor resistensi insulin pada meliputi gangguan aktivasi

sintase glikogen, disfungsi regulator metabolis, reseptor down-regulation, dan

abnormalitas transporter glukosa. Mengakibatkan penurunan ambilan glukosa

selular yang dimediasi oleh insulin. Hepar juga menjadi resisten terhadap insulin,

yang biasanya berespon terhadap hiperglikemia dengan menurunkan produksi

glukosa. Pada diabetes tipe 2, produksi glukosa hepar terus berlangsung meskipun

terjadi hiperglikemia, mengakibatkan peningkatan keluaran glukosa hepar basal

secara tidak tepat. Obesitas, terutama obesitas abdomen, berhubungan langsung

dengan peningkatan derajat resistensi insulin (Valentina, 2008).

Disfungsi sel beta mengakibatkan ketidakmampuan sel pulau (sel islet)

pankreas menghasilkan insulin yang memadai untuk mengompensasi resistensi

insulin dan untuk menyediakan insulin yang cukup setelah sekresi insulin

dipergunakan. Diteorikan bahwa hiperglikemia dapat membuat sel beta semakin

tidak responsif terhadap glukosa karena toksisitas glukosa. Sekresi insulin

normalnya terjadi dalam dua fase, fase pertama terjadi dalam beberapa menit

setelah suplai glukosa dan kemudian melepaskan cadangan insulin yang disimpan

dalam sel beta; fase kedua merupakan pelepasan insulin yang baru disintesis

dalam beberapa jam setelah makan, pada diabetes tipe 2 fase pertama pelepasan


(35)

resistensi insulin membaik dengan penurunan berat badan dan peningkatan

aktivitas fisik (Valentina, 2008).

Gangguan sekresi sel beta menyebabkan sekresi insulin pada fase 1

tertekan, kadar insulin dalam darah turun menyebabkan produksi glukosa oleh

hati meningkat, sehingga kadar glukosa darah puasa meningkat. Secara

berangsur-angsur kemampuan fase 2 untuk menghasilkan insulin akan menurun. Dengan

demikian perjalanan DM tipe 2, dimulai dengan gangguan fase 1 yang

menyebabkan hiperglikemi dan selanjutnya gangguan fase 2 di mana tidak terjadi

hiperinsulinemi akan tetapi gangguan sel beta (Jafar, 2009).

2. Diabetes melitus tipe 2 dan obesitas

International Diabetes Foundation (IDF), pada tahun 2004 melaporkan

bahwa 80% dari penderita diabetes mempunyai berat badan berlebih. Pada orang

dewasa yang mengalami obesitas, terdapat kelebihan kalori akibat makan yang

berlebih sehingga akan menghambat kerja insulin di jaringan tubuh dan otot yang

menyebabkan glukosa tidak dapat diangkat ke dalam sel dan menimbun di dalam

pembuluh darah. Penumpukan glukosa ini akan meningkatkan glukosa di dalam

darah (Dinkes Jogja, 2012).

Kelebihan masukan energi daripada pengeluaran energi akan mengarah

menjadi akumulasi lemak. Massa lemak sendiri ditentukan oleh keseimbangan

antara pemecahan (lipolisis) dan sintesis (lipogenesis). Hormon utama yang

terlibat dalam penyimpanan lemak adalah insulin (akan menstimulasi

lipogenesis), GH, dan leptin yang akan mengurangi lipogenesis (Molina, 2006).


(36)

dalam bentuk trigliserid, dan sebagai organ endokrin. Sel lemak menghasilkan

berbagai hormon yang disebut juga adipositokin (adipokine) yaitu leptin, tumor

necrosis factor alpha (TNF-alfa), interleukin-6 (IL-6), resistin, dan adiponektin.

Hormon-hormon tersebut berperan juga pada terjadinya resistensi insulin (Dewi,

2007).

C. Obesitas

World Health Organization (2013), mendefinisikan obesitas sebagai

penumpukkan lemak yang berlebihan atau abnormal yang dapat mengganggu

kesehatan. Survey WHO pada tahun 2000 menunjukkan, persentase penduduk

Indonesia yang obesitas sebesar 4,7% (± 9,8 juta jiwa). Berdasarkan data WHO

tahun 2008, prevalensi obesitas pada usia dewasa di Indonesia meningkat dua kali

lipatnya, yaitu menjadi 9,4% dengan pembagian pada pria 2,5% dan pada wanita

mencapai 6,9% (Dinkes Jogja, 2012).

Pada orang dewasa obesitas, risiko timbulnya diabetes melitus tipe 2

empat kali lebih besar dibandingkan dengan orang dengan berat badan normal.

Selain pola makan yang tidak seimbang dan gizi lebih, aktivitas fisik juga

merupakan faktor risiko mayor dalam memicu terjadinya diabetes melitus

(Wicaksono dkk., 2012). Obesitas terbagi menjadi dua tipe, yaitu obesitas sentral

dan obesitas perifer (Wajchenberg, 2000).

1. Obesitas sentral

Obesitas sentral atau obesitas abdominal merupakan jumlah lemak


(37)

dislipidemia. Jumlah lemak abdominal berlebih mengindikasikan bahwa jaringan

adiposa subkutan abdominal tidak mampu memanfaatkan kelebihan kalori tubuh.

Hal inilah yang kemudian merupakan tanda bahaya, karena adanya kelebihan

energi yang tersimpan di tempat yang tidak biasa dapat meningkatkan risiko

diabetes dan penyakit kardiovaskuler (International Chair on Cardiometabolic

Risk, 2011). Tipe obesitas ini juga dikenal sebagai “android obesity”. Obesitas

sentral berhubungan kuat dengan diabetes, hipertensi dan penyakit kardiovaskuler,

dan tipe obesitas ini lebih banyak didapatkan pada pria (Boivin and Popkin,

2001).

2. Obesitas perifer

Obesitas perifer merupakan penimbunan lemak dalam tubuh yang

melebihi nilai normal di daerah gluteo-femoral. Obesitas perifer dikenal juga

dengan obesitas tubuh bagian bawah atau “gynoid obesity”. Tipe obesitas ini

terjadi pada wanita karena berhubungan erat dengan gangguan menstruasi pada

wanita (BergmanandMittleman, 2001).


(38)

D. Tekanan Darah

Tekanan darah merupakan desakan darah pada dinding arteri, seiring

dengan denyut jantung. Tekanan darah selalu ditunjukkan dalam dua angka.

Angka pertama atau angka atas merupakan tekanan darah ketika jantung berdetak,

ini disebut dengan tekanan sistolik. Angka kedua atau angka bawah merupakan

tekanan sisa pada arteri diantara detak, ini disebut tekanan diastolik (Cloutier,

Leblanc, McLean, and McKay, 2009). Joint National Committee VII pada tahun

2004, mengklasifikasikan tekanan darah menjadi empat kategori (Tabel II).

Tekanan darah diukur dengan menggunakan alat yaitu sphygmomanometer,

memiliki kantong yang dilekatkan pada lengan bagian atas dan dapat dipompa

(Fox, 2004).

Tabel II. Klasifikasi Tekanan Darah Usia Dewasa menurutJoint National CommitteeVII (2004)

Kategori SBP dan/atau DBP

Normal <120 dan <80 Pre hipertensi 120-139 atau 80-89 Hipertensi tingkat 1 140-159 atau 90-99 Hipertensi tingkat 2 >=160 atau >=100

1. Pengukuran tekanan darah

Prinsip pengukuran tekanan darah adalah mengukur tekanan arteri

menggunakan sphygmomanometer, dengan memompa manometer (balon

pemompa) dan manset yang dapat mengembang. Sphygmomanometer dapat

dibagi menjadi dua kategori yaitu, auskultatori (manual) dan osilatori (elektronik).

Manometer air raksa merupakan sphygmomanometer auskultatori yang paling

banyak digunakan. Nilai sistolik pada sphygmomanometer osilatori cenderung


(39)

semuasphygmomanometer harus dipelihara dengan baik dan dikalibrasi tiap 6-12

bulan. Tanggal terakhir kalibrasi harus tertulis pada alat. Katup pengontrol harus

dapat menahan tekanan 200 mmHg selama 10 detik. Pemeriksaan katup

pengontrol secara teratur merupakan hal yang penting untuk dilakukan agar jalan

udara bebas tanpa tekanan yang tidak perlu (Johnson dan Taylor, 2002).

Pengukuran tekanan darah (Gambar 2) pada posisi terlentang atau berdiri

dapat dilakukan pada kondisi tertentu. Kondisi pengukuran harus tenang dan

mendukung privasi. Pengukuran dapat dimulai setelah pasien beristirahat 5 menit.

Manset yang digunakan harus sesuai (pediatri, kecil, normal, besar, atau sangat

besar). Jika manset terlalu kecil, tekanan darah yang diukur dapat terlalu tinggi.

Manset harus dipasangkan mengelilingi setidaknya 80% panjang dan 40% lebar

lengan atas (Dipiro, Talbert, Yee, Wells, dan Posey, 2008).


(40)

2. Hipertensi

Joint National Committee VII (2004), menyatakan hipertensi adalah

keadaan tekanan darah sistolik >140 mmHg dan tekanan darah diastolik >90

mmHg. Hipertensi bukanlah suatu penyakit tunggal tetapi suatu sindrom dengan

beragam penyebab. Hipertensi esensial atau sering disebut hipertensi primer

merupakan hipertensi yang kausanya tidak diketahui. Hipertensi yang

penyebabnya telah diketahui disebut dengan hipertensi sekunder (Ganong dan

McPhee, 2005).

Menurut WHO danThe International Society of Hypertension(ISH), saat

ini terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia dan 3 juta di antaranya

meninggal setiap tahunnya. Tujuh dari sepuluh penderita tersebut tidak

mendapatkan pengobatan secara adekuat. Risiko hipertensi meningkat bermakna

sejalan dengan bertambahnya usia. Kelompok usia 25-34 tahun mempunyai risiko

hipertensi 1,56 kali dibandingkan usia 18-24 tahun dan kelompok usia >75 tahun

berisiko 11,53 kali. Berdasarkan jenis kelamin, proporsi laki-laki pada kelompok

hipertensi lebih tinggi dibanding kontrol dan laki-laki secara bermakna berisiko

hipertensi 1,25 kali daripada perempuan (cit., Rahajeng dan Tuminah, 2009).

Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

a. Hipertensi primer atau esensial. Merupakan hipertensi yang tidak atau

belum diketahui penyebabnya. Sekitar 90% pasien termasuk dalam kategori

hipertensi primer. Faktor yang diduga berperan sebagai penyebab hipertensi

primer antara lain bertambahnya umur, stress psikologis, genetik dan jenis


(41)

b. Hipertensi sekunder. Merupakan hipertensi yang disebabkan sebagai

akibat dari adanya penyakit lain atau dengan kata lain penyebabnya telah

diketahui, seperti penyakit ginjal, kelainan hormonal, kegemukan, konsumsi

alkohol, merokok, kurang olahraga dan pemakaian obat- obatan (Klabunde,

2007).

Hipertensi pada diabetes melitus tipe 2 muncul bersamaan dengan atau

mungkin mendahului munculnya diabetes. Hal ini disebabkan pada penderita

hipertensi sering ditemukan adanya sekumpulan kelainan lainnya yang disebut

sindroma metabolik seperti obesitas sentral, dislipidemi, hiperurisemi dan

hiperinsulinemia atau resistensi insulin (Wicaksono dkk., 2012).

3. Hipertensi dan obesitas

Hipertensi dan obesitas merupakan suatu keadaan yang sering

dihubungkan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular. Prevalensi

peningkatan risiko penyakit kardiovaskular cukup tinggi dan makin meningkat

dari tahun ke tahun. Swedish Obese Study menyatakan angka kejadian hipertensi

pada obesitas adalah sekitar 13,6%. Farmingham Study melaporkan peningkatan

insidensi hipertensi, diabetes melitus dan angina pektoris pada organ dengan

obesitas dan risiko ini akan lebih tinggi lagi pada orang dengan obesitas sentral

(cit., Dinkes Jogja, 2012).

4. Patogenesis hipertensi pada obesitas

Individu obesitas ditemukan mengalami aktivasi saraf simpatis yang

berperan penting dalam terjadinya hipertensi pada obesitas. Konsumsi makanan


(42)

perifer. Hal ini menyebabkan stimulasi reseptor α1 dan β-adrenergik dan meningkatkan aktivitas saraf simpatis. Peningkatan aktivitas saraf simpatis akan

meningkatkan sirkulasi asam lemak bebas, meningkatkan produksi

angiotensinogen II, insulin dan leptin yang kemudian menyebabkan terjadinya

hipertensi (Kotsis, Stabouli, Papakatsika, Rizos,andParati, 2010).

Leptin pada hipotalamus berperan untuk meningkatkan tekanan darah

melalui aktivasi saraf simpatis. Leptin adalah suatu protein asam amino yang

disekresi oleh sel adiposit, dengan konsentrasi sesuai dengan banyaknya jaringan

lemak dan memberikan sinyal pada hipotalamus (Gambar 3). Leptin

ditransportasikan pada saraf pusat dan berikatan pada reseptor yang terdapat di

endotel vaskuler dan epitel pleksus koroideus. Leptin berfungsi mengatur nafsu

makan, pemakaian energi dan sistem saraf simpatis (Kotsiset al., 2010).

Reseptor leptin diekspresikan pada berbagai sel nukleus hipotalamus yaitu

nukleus arkuata, hipotalamus ventromedial, nukleus paraventrikular dan

hipotalamus dorsomedial. Bagian terpenting bagi transduksi sinyal leptin adalah

nukleus arkuata. Hiperleptinemia pada penderita obesitas menunjukkan adanya

resistensi leptin karena tidak adanya proses metabolik pada individu tersebut.

Resistensi leptin yang terjadi pada ginjal akan menyebabkan peningkatan retensi

natrium dan air yang mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan darah (Kotsis


(43)

Gambar 3. Mekanisme aksi leptin (Rahmouni, 2001)

Sistem renin-angiotensin juga memiliki peranan sangat penting pada

hipertensi. Renin adalah enzim dengan protein kecil yang dilepaskan oleh ginjal

bila tekanan arteri turun sangat rendah. berikut. Renin bekerja secara enzimatik

pada protein plasma lain, yaitu suatu globulin yang disebut bahan renin (atau

angiotensinogen), untuk melepaskan peptida asam amino-10, yaitu angiotensin I.

Angiotensin I memiliki sifat vasokonstriktor yang ringan tetapi tidak cukup untuk

menyebabkan perubahan fungsional yang bermakna dalam fungsi sirkulasi.

Dalam beberapa detik setelah pembentukan angiotensin I, terdapat dua asam

amino tambahan yang memecah dari angiotensin untuk membentuk angiotensin II

peptida asam amino-8. Angiotensin II adalah vasokonstriktor yang sangat kuat.

Selama angiotensin II ada dalam darah, maka angiotensin II mempunyai dua

pengaruh utama yang dapat meningkatkan tekanan arteri. Pengaruh yang pertama,

yaitu vasokontriksi, timbul dengan cepat. Cara utama kedua dimana angiotensin

meningkatkan tekanan arteri adalah dengan bekerja pada ginjal untuk menurunkan


(44)

Angiotensin II menaikan tekanan darah dengan cara menyempitkan

arteriola, menurunkan aliran darah ke banyak kapiler, termasuk kapiler ginjal.

Angiotensin II merangsang tubula proksimal nefron untuk menyerap kembali

NaCl dan air. Hal tersebut akan jumlah mengurangi garam dan air yang

diekskresikan dalam urin dan akibatnya adalah peningkatan volume darah dan

tekanan darah. Pengaruh lain angiotensin II adalah perangsangan kelenjar adrenal,

yaitu organ yang terletak diatas ginjal, yang membebaskan hormon aldosteron.

Hormon aldosteron bekerja pada tubula distal nefron, yang membuat tubula

tersebut menyerap kembali lebih banyak ion natrium (Na+) dan air, serta

meningkatkan volume dan tekanan darah (Campbellet al., 2004).

5. Hipertensi pada diabetes melitus tipe 2

Hipertensi berhubungan dengan resistensi insulin, abnormalitas pada

sistem renin-angiotensin dan konsekuensi metabolik yang meningkatkan

morbiditas. Abnormalitas metabolik berhubungan dengan peningkatan diabetes

melitus pada kelainan fungsi tubuh atau disfungsi endotelial. Sel endotelial

mensintesis beberapa substansi bioaktif kuat yang mengatur struktur fungsi

pembuluh darah (Jafar, 2009).

Endotelin (ET) terdiri atas 21 asam amino peptida, sekitar 80% disekresi

oleh sel endotel. Terdapat 3 jenis ET, yaitu ET-1, ET-2, dan ET-3. Endotelin

bekerja pada reseptor spesifik, yaitu ETA dan ETB. ETA secara primer terlibat

pada mekanisme vasokonstriksi dan mempunyai afinitas yang tinggi pada ET-1

dan ET-2, namun pada ET-3 afinitasnya rendah. Pada sel otot polos, reseptor ET


(45)

fosfolipase C, produksi diasilgliserol dan inositol triphospat menyebabkan

vasokonstriksi. Pada beberapa komplikasi DM, didapatkan kadar ET-1 meningkat.

Kadar ET-1 mempengaruhi tekanan darah dengan berbagai cara, yakni

meningkatkan tonus vasokonstriksi, mempengaruhi respon inflamasi yang

berkontribusi dalam gangguan vascular remodelling dan disfungsi endotel.

Meningkatnya kadar ET dapat disimpulkan memiliki peranan yang penting dalam

terjadinya hipertensi pada penderita DM (Kurniaatmaja, 2013).

E. Antropometri

Antropometri adalah pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh

dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Pengukuran antropometri meliputi

pengukuran berat badan, tinggi badan, lipatan kulit serta lingkar berbagai bagian

tubuh. Metode antropometri dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada

periode tertentu dan juga dapat digunakan untuk screening pada kelompok yang

rawan masalah gizi (Supariasa, Bakri, dan Fajar, 2002).

Kelemahan metode antropometri ada pada sensitivitasnya yang kurang,

terutama karena faktor di luar gizi dapat menurunkan spesifikasi dan sensitivitas

pengukuran. Kesalahan yang terjadi saat pengukuran dapat memengaruhi presisi,

akurasi, validitas pengukuran antropometri. Metode antropometri dengan

pengukuran skinfold thickness merupakan metode yang paling banyak diminati

dalam memprediksi lemak badan total maupun segmental (Supariasa dkk., 2002;


(46)

1. Skinfold thickness

Metode antropometri dengan pengukuran skinfold thickness merupakan

metode yang paling banyak digunakan dalam pengukuran lemak badan total, yang

biasanya dinyatakan sebagai persentase lemak tubuh. Metode ini selain murah

juga mudah dilakukan dan tidak merugikan kesehatan subyek yang diperiksa

karena tidak terpapar oleh sinar x-ray. Pengukuran skinfold thickness (Gambar 4)

dilakukan dengan menjepit lemak subcutan menggunakan skinfold calliper

dengan satuan milimeter (Sudibjo, 2009). Pengukuran-pengukuran tersebut

sebaiknya jangan dilakukan segera setelah subyek melakukan latihan fisik atau

perlombaan, mandi sauna, berenang atau mandi, selama latihan fisik, atau kondisi

yang menyebabkan hiperemia karena dapat meningkatkan ketebalan lipatan kulit.

Selain itu dehidrasi juga dapat menyebabkan peningkatan tebal lipatan kulit akibat

perubahanturgiditykulit (Norton, Carter, Olds,andMarfell, 2001).

Gambar 4. Teknik pengambilan lapisan lemak kulit pada pengukuranskinfold thickness(Hopemaru Enterprises, 2011)


(47)

2. Abdominal skinfold thickness

Abdominal skinfold thickness merupakan pengukuran tebal lemak kulit

pada bagian abdomen yang diukur dari lateral umbilicus sepanjang 5 cm dan

sekitar 1 cm di bawah jari yang memegang skinfold (Gambar 5). Pengukuran

dilakukan dengan cara meletakkan alat secara vertikal dan jangan meletakkan alat

maupun jari tangan di dalam umbilicus (Norton, et al., 2001). Masing-masing

pengukuran dilakukan sebanyak dua sampai tiga kali, kemudian nilai yang

diperoleh merupakan nilai rata-rata jika pengukuran dilakukan dua kali dan nilai

median bila pengukuran dilakukan tiga kali (Sudibjo, 2009). Abdominal skinfold

thickness dinyatakan memiliki persen kesalahan pengukuran yang paling rendah

dibandingkan pengukuran skinfold thickness pada daerah lain (Demura and Sato,

2007).


(48)

F. RSUD Kabupaten Temanggung

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Temanggung terletak di

Kabupaten Temanggung, di tengah-tengah Propinsi Jawa Tengah. Permukaan

wilayah Kabupaten Temanggung termasuk dataran tinggi dan sebagian

wilayahnya merupakan daerah lereng Gunung Sindoro dan Sumbing yang

terhampar dari sisi selatan, barat sampai dengan utara (Pemerintah Kabupaten

Temanggung, 2008).

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Temanggung

merupakan rumah sakit tipe B. Rumah Sakit Umum tipe B merupakan rumah

sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik

sekurang-kurangnya 4 spesialis dasar, 4 spesialis penunjang medik, 8 spesialis

lainnya dan 2 subspesialis dasar serta dapat menjadi RS pendidikan apabila telah

memenuhi persyaratan dan standar (Kementerian Kesehatan RI, 2010).

Data rekam medik RSUD Kabupaten Temanggung periode 2010-2012

menunjukkan jumlah pasien penyandang diabetes melitus tipe 2 terus meningkat

setiap tahunnya. Prevalensi diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten

Temanggung pada tahun 2012 berada pada peringkat ke 3 setelah penyakit diare

dan hipertensi.

G. Landasan Teori

Obesitas sentral merupakan penimbunan lemak berlebih pada bagian

abdominal yang dapat menginduksi resistensi insulin yang kemudian akan


(49)

peranan penting terhadap terjadinya tekanan darah tinggi atau hipertensi. Tekanan

darah tinggi atau hipertensi selain ditemukan pada orang dengan obesitas,

seringkali juga ditemukan muncul bersama dengan diabetes. Pada orang dengan

diabetes melitus tipe 2 ditemukan peningkatan kadar endotelin 1 (ET-1).

Endotelian 1 (ET-1) merupakan suatu agen vasokontriktor kuat sehingga, dapat

dikatakan peningkatan ET-1 memiliki peranan yang penting dalam terjadinya

hipertensi pada penderita DM.

Pengukuran nilai obesitas dapat dinyatakan melalui metode antropometri

dengan pengukuran skinfold thickness. Skinfold thickness measurement

merupakan metode yang paling banyak diminati dalam memprediksi lemak badan

total maupun segmental karena menyajikan data persentase lemak tubuh secara

langsung. Salah satu metode pengukuran skinfold thickness yaitu, pengukuran

abdominal skinfold thickness. Pengukuran skinfold thicknesspada areaabdominal

dinyatakan memiliki persen kesalahan pengukuran yang paling rendah

dibandingkan pengukuranskinfold thicknesspada area tubuh lainnya.

H. Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah terdapat korelasi positif bermakna

antara abdominal skinfold thickness terhadap tekanan darah sistolik dan diastolik


(50)

29

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan

pendekatan rancangan penelitian yaitu potong lintang atau cross-sectional.

Penelitian observasional analitik merupakan penelitian yang dilaksanakan tanpa

adanya perlakuan atau intervensi (Sastroasmoro, 2008). Penelitiancross-sectional

yaitu penelitian yang mempelajari mengenai korelasi antara faktor risiko dan

faktor efek (Notoatmodjo, 2002). Variabel yang termasuk faktor risiko dan

variabel yang termasuk efek diobservasi sekaligus pada saat yang sama (Sumantri,

2011).

Penelitian observasional analitik digunakan untuk mengindentifikasi

adanya korelasi antaraabdominal skinfold thicknesssebagai faktor risiko terhadap

tekanan darah yang merupakan faktor efek. Data penelitian yang diperoleh diolah

secara statistik untuk menganalisis korelasi antara faktor risiko dengan faktor

efek.

B. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas

Abdominal skinfold thickness(mm)

2. Variabel tergantung


(51)

3. Variabel pengacau

a. Variabel pengacau terkendali: usia dan kondisi puasa sebelum

pengambilan data

b. Variabel pengacau tak terkendali : aktivitas, gaya hidup responden,

pola makan, kondisi patologis, fisiologis dan obat-obatan yang dikonsumsi

C. Definisi Operasional

1. Responden adalah penyandang diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten

Temanggung yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi pada penelitian ini.

2. Karakteristik penelitian meliputi demografi (usia), pengukuran antropometri

(abdominal skinfold thickness), dan pengukuran tekanan darah sistolik dan

diastolik.

3. Pengukuranabdominal skinfold thicknessadalah pengukuran tebal lipatan kulit

(mm) pada bagian abdominal secara vertikal kira- kira 5cm dari umbilicus.

Pengukuran dilakukan dengan menggunakanskinfold caliper.

4. Standar yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

a. Abdominal skinfold thickness. Pengukuran dilakukan dengan mencubit

bagian abdomen secara vertikal kira-kira 5 cm dariumbilicus. Nilai normal yang

digunakan untuk abdominal skinfold thickness pada pria menggunakan nilai

median dan wanita menggunakan nilai mean abdominal skinfold thickness dari

hasil penelitian yang dilakukan peneliti.

b. Tekanan darah. Pengukuran tekanan darah dilakukan oleh tenaga


(52)

National Committee 7 (2004), yaitu tekanan darah prehipertensi 120-139 mmHg

untuk sistol, 80 -89mmHg untuk diastol dan tekanan darah hipertensi >140 mmHg

untuk sistol, 90 mmHg untuk diastol.

D. Responden Penelitian

Responden penelitian yaitu penyandang diabetes melitus (DM) tipe 2 di

RSUD Kabupaten Temanggung yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dari

penelitian. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah penyandang DM tipe 2 di

RSUD Kabupaten Temanggung pada pria dan wanita dengan usia lebih dari 40

tahun, bersedia berpuasa selama 8-10 jam sebelum pengambilan data, dan

bersedia menandatangani informed consent. Kriteria eksklusi pada penelitian ini

adalah penyandang DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung dengan penyakit

penyerta sepertistroke, gangren, gagal ginjal, dan penyakit jantung koroner (PJK)

pada saat pemeriksaan, tidak hadir saat pengambilan data, berusia <40 tahun, data

pemeriksaan responden tidak lengkap, dan data ganda (double data).

Pengambilan data dilakukan selama dua bulan di RSUD Kabupaten

Temanggung, yaitu pada bulan Agustus hingga Oktober 2013. Jumlah responden

wanita yang terlibat dalam penelitian yaitu 61 responden dan jumlah responden

pria yang terlibat dalam penelitian yaitu 45 responden, sehingga jumlah total

responden dalam penelitian ini adalah 106 responden. Data yang diperoleh

kemudian dieksklusi sebanyak 6 data yaitu, 1 data responden pria menunjukkan

usia <40 tahun, 1 data responden pria dan 2 data responden wanita tidak memiliki


(53)

responden wanita. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data dari 100

responden, dimana total data responden pria 42 data dan total data responden

wanita 58 data. Berikut adalah skema responden yang terlibat dalam penelitian

setiap minggunya.


(54)

E. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung yang berlokasi di

Jalan Dr. Sutomo No. 67, Temanggung, Jawa Tengah, 56212. Penelitian

berlangsung pada bulan Agustus- Oktober 2013.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian payung Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta yang berjudul “Korelasi Pengukuran Antropometri terhadap Profil Lipid, Kadar Glukosa Darah Puasa, dan Tekanan Darah pada

Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung”. Penelitian ini dilakukan berkelompok dengan jumlah anggota sebanyak 14 orang dengan kajian

yang berbeda. Kajian pada penelitian ini adalah:

1. Korelasi PengukuranBody Mass Indexterhadap Kadar Trigliserida.

2. Korelasi Pengukuran Body Mass Index terhadap Rasio Kadar Kolesterol

Total/HDL.

3. Korelasi PengukuranBody Mass Index terhadap Rasio Kadar LDL/HDL.

4. Korelasi PengukuranBody Mass Indexterhadap Tekanan Darah.

5. Korelasi Pengukuran Abdominal Skinfold Thickness terhadap Kadar

Trigliserida.

6. Korelasi Pengukuran Abdominal Skinfold Thickness terhadap Rasio Kadar

Kolesterol Total/HDL.

7. Korelasi Pengukuran Abdominal Skinfold Thickness terhadap Rasio Kadar


(55)

8. Korelasi PengukuranAbdominal Skinfold Thicknessterhadap Tekanan Darah.

9. Korelasi Pengukuran Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang-Panggul

terhadap Kadar Trigliserida.

10. Korelasi Pengukuran Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang-Panggul

terhadap Rasio Kadar Kolesterol Total/HDL.

11. Korelasi Pengukuran Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang-Panggul

terhadap Rasio Kadar LDL/HDL.

12. Korelasi Pengukuran Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang-Panggul

terhadap Tekanan Darah.

13. Korelasi Pengukuran Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang-Panggul

terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa.

14. Korelasi Pengukuran Body Mass Index dan Abdominal Skinfold Thickness

terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa.

G. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara

non-random dengan jenis purposive sampling. Pengambilan sampel dilakukan secara

non-random, karena setiap anggota populasi tidak memiliki kesempatan yang

sama untuk menjadi responden penelitian. Pada pengambilan sampel dengan jenis

purposive sampling, pemilihan responden dilakukan berdasarkan pertimbangan

subjektif peneliti, yaitu responden dapat memberikan informasi sesuai dengan

tujuan penelitian (Sastroasmoro, 2010). Jumlah minimum sampel pada penelitian


(56)

H. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah skinfold caliper

dengan merek pi zhi hou du fi® yang berfungsi untuk mengukur abdominal

skinfold thicknessdansphygmomanometerdengan merek Nova Presameter® yang

berfungsi untuk mengukur tekanan darah.

I. Tata Cara Penelitian 1. Observasi awal

Observasi awal dilakukan dengan pencarian informasi mengenai jumlah

penyandang diabetes melitus tipe 2 yang melakukan pemeriksaan di rawat jalan

pada poliklinik penyakit dalam RSUD Kabupaten Temanggung. Observasi juga

dilakukan untuk menentukan tempat yang dapat digunakan untuk wawancara

dengan responden serta pengukuran antropometri.

2. Permohonan izin dan kerjasama

Permohonan izin ditujukan kepada Bagian Penelitian dan Pengembangan

(Litbang) RSUD Kabupaten Temanggung. Permohonan izin selanjutnya ditujukan

kepada Komisi Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta untuk memperoleh ethical clearence.

Permohonan izin ini dilakukan untuk memenuhi etika penelitian dengan

menggunakan sampel darah manusia dan hasil penelitian dapat dipublikasikan.

Permohonan kerja sama diajukan kepada Laboratorium RSUD Kabupaten

Temanggung sebagai laboratorium yang mengambil dan mengolah darah


(57)

diabetes melitus tipe 2 sebagai calon responden, yang selanjutnya mengisi dan

menandatanganiinformed consentapabila bersedia mengikuti penelitian ini.

3. Pembuataninformed consentdanleaflet

Informed consent yang dibuat harus memenuhi standar yang ditetapkan

oleh Komisi Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Informed consent digunakan sebagai bukti

tertulis yang menyatakan kesediaan responden untuk ikut serta dalam penelitian.

Responden penelitian yang menyatakan diri bersedia untuk berpartisipasi dalam

penelitian ini diminta untuk mengisi data nama, usia, dan alamat, serta

menandatangani informed consent setelah mendapatkan penjelasan penuh dari

peneliti terkait dengan penelitian yang akan dilakukan.

Leaflet berupa selembaran kertas berukuran A4 yang berisi informasi

mengenai gambaran umum dan penjelasan tentang penelitian. Leaflet yang

diberikan kepada responden berjudul ‘Korelasi Pengukuran Antropometri Terhadap Profil Lipid, Kadar Glukosa Darah Puasa dan Tekanan Darah pada

Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung’. Isi leaflet tersebut meliputi penjelasan mengenai pengukuran antropometri (Body Mass Index,

skinfold thicknesses, lingkar pinggang, dan lingkar panggul) serta pemeriksaan

laboratorium yang meliputi profil lipid, kadar glukosa darah puasa, dan tekanan

darah, yang dapat digunakan sebagai metode yang sederhana untuk deteksi dini

berbagai gangguan kesehatan yang mungkin muncul pada penyandang diabetes


(58)

4. Pencarian responden

Pencarian responden dilakukan setelah mendapatkan izin dari Litbang

RSUD Kabupaten Temanggung. Pencarian responden dilakukan secara langsung

(tatap muka) dengan penyandang diabetes melitus tipe 2 yang menjalani rawat

jalan dan kontrol di RSUD Kabupaten Temanggung. Apabila calon responden

belum berpuasa, peneliti mengajukan permohonan dan memberikan undangan

kepada calon responden untuk datang kembali ke RSUD Kabupaten Temanggung

dalam kondisi sudah berpuasa selama 8-10 jam. Selain itu, peneliti meminta

nomor telepon calon responden yang dapat digunakan untuk mengingatkan calon

responden dan konfirmasi mengenai waktu dan tempat pelaksanaan penelitian.

Peneliti juga memberikan undangan untuk ikut serta dalam penelitian kepada

penyandang diabetes melitus tipe 2 di puskesmas dan dinas kesehatan di daerah

Kabupaten Temanggung.

Calon responden selanjutnya diberi penjelasan oleh peneliti mengenai

maksud dan tujuan penelitian. Informasi yang diberikan kepada calon responden

adalah penjelasan mengenai pentingnya mengetahui pengukuran antropometri

serta korelasinya dengan profil lipid, kadar glukosa darah puasa, dan tekanan

darah. Media yang digunakan dalam pemberian informasi adalah leaflet yang

berjudul ‘Korelasi Pengukuran Antropometri Terhadap Profil Lipid, Kadar Glukosa Darah Puasa dan Tekanan Darah pada Diabetes Melitus Tipe 2 di

RSUD Kabupaten Temanggung’. Leaflet yang digunakan berisi informasi mengenai pentingnya pengukuran antropometri (BMI, abdominal skinfold


(59)

pemeriksaan penunjang di laboratorium (profil lipid dan kadar glukosa darah)

sebagai suatu metode deteksi dini berbagai masalah kesehatan khususnya

mengenai komplikasi DM tipe 2. Calon responden yang bersedia ikut serta dalam

penelitian dan memenuhi kriteria inklusi diminta untuk mengisi dan

menandatanganiinformed consent.

5. Validitas dan reliabilitas instrumen penelitian

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2011) instrumen

yang memiliki validitas dan reliabel yang baik dapat dinyatakan dengan nilai CV

(coefficient of variation) ≤ 5%. Reliabilitas instrumen merupakan suatu indeks

yang menunjukkan sejauh mana suatu instrumen dapat dipercaya atau diandalkan,

artinya bahwa hasil pengukuran tetap konsisten apabila dilakukan sebanyak 2 kali

atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan instrumen yang sama

(Notoadmodjo, 2002). Suatu instrumen dikatakan valid apabila instrumen tersebut

dapat mengukur apa yang seharusnya diukur (Ronny, 2013).

Penentuan validitas dan reliabilitas dilakukan dengan mengukur

abdominal skinfold thickness individu sebanyak 5 kali berturut-turut dengan

instrumen yang sama. Instrumen yang divalidasi pada penelitian ini adalah

skinfold caliper pi zhi hou du fi® dengan nilai CV=2% untuk pengukuran pada

wanita dan CV=1,36% untuk pengukuran pada pria. Berdasarkan nilai CV

tersebut maka dapat disimpulkan bahwa instrumen skinfold caliper pi zhi hou du


(60)

6. Pengukuran antropometri dan tekanan darah

Pengukuran antropometri yang dilakukan oleh peneliti adalahabdominal

skinfold thickness. Pengukuran tekanan darah dilakukan dilakukan oleh tenaga

kesehatan RSUD Kabupaten Temanggung menggunakansphygmomanometer.

a. Pengukuran abdominal skinfold thickness. Pengukuran abdominal

skinfold thickness dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan alat skinfold

caliper pi zhi hou du fi®. Pada saat pengukuran, responden diminta untuk berdiri

tegak dan mengangkat sedikit bajunya untuk kemudian lipatan kulit pada bagian

perut responden dijepit dengan menggunakan alat skinfold caliper. Rahang

skinfold caliper menjepit lapisan lemak dengan posisi vertikal. Abdominal

skinfold thickness diukur dari lateral umbilicus sepanjang 5 cm. Kalibrasi alat

skinfold caliper dilakukan setiap 10 kali pengukuran dengan menggunakan anak

timbang.

b. Pengukuran tekanan darah. Pengukuran tekanan darah dilakukan

dengan menggunakan sphygmomanometer Nova Presameter®. Pengukuran ini

dilakukan oleh tenaga medis dari RSUD Kabupaten Temanggung.

7. Pembagian hasil pemeriksaan

Peneliti membagikan hasil pemeriksaan kepada responden secara

langsung. Pemberian hasil pemeriksaan disertai dengan pemberian penjelasan

langsung dari peneliti kepada responden mengenai hasil pengukuran tekanan


(61)

8. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan mengelompokkan data sejenis, yaitu

menyusun dan menggolongkannya dalam kategori-kategori kemudian dilakukan

interpretasi data.

J. Analisis Data Penelitian

Data yang diperoleh kemudian diolah secara stastistik, dengan taraf

kepercayaan 95%. Uji normalitas data dilakukan dengan menggunakan uji

Kolmogorov-Smirnov pada responden wanita (jumlah sampel >50) dan uji

Shapiro-Wilk pada responden pria (jumlah sampel ≤50). Suatu data dikatakan normal apabila nilai p≥ 0,05 (Dahlan, 2011).

Uji hipotesis komparatif dilakukan dengan membandingkan tekanan darah

sistolik pada kelompok AST (abdominal skinfold thickness) <23,58 mm dengan

kelompok AST >23,58 mm dan tekanan darah diastolik pada kelompok AST

<23,58 mm dengan >23,58 mm untuk pria, serta tekanan darah sistolik pada

kelompok AST <25,66 mm dengan kelompok AST >25,66 mm dan tekanan darah

diastolik pada kelompok AST <25,66 mm dengan >25,66 mm untuk wanita. Data

yang terdistribusi normal, uji hipotesis komparatif dilakukan dengan uji t tidak

berpasangan dan untuk data yang tidak terdistribusi normal digunakan uji

Mann-Whitney. Apabila diperoleh nilai p<0,05, maka disimpulkan terdapat perbedaan

yang bermakna antara dua kelompok data (Dahlan, 2011).

Uji korelasi data penelitian yaitu, uji korelasi antara abdominal skinfold


(62)

dilakukan dengan uji korelasi Spearman karena variabel data tidak terdistribusi

normal (Dahlan, 2011).

Tabel III. Panduan Hasil Uji Hipotesis berdasarkan Kekuatan Korelasi, Nilai p, dan Arah Korelasi (Dahlan, 2011)

No. Parameter Nilai Interpretasi

1. Kekuatan korelasi (r)

0,0 sd <0,2 Sangat lemah 0,2 sd <0,4 Lemah 0,4 sd <0,6 Sedang 0,6 sd <0,8 Kuat 0,8 sd 1 Sangat kuat

2. Nilai p p < 0,05 Terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji.

p > 0,05 Tidak terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji.

3. Arah korelasi + (positif) Searah, semakin besar nilai satu variabel semakin besar pula nilai variabel lainnya. - (negatif) Berlawanan arah. Semakin besar nilai satu

variabel, semakin kecil nilai variabel lainnya.

K. Kesulitan Penelitian

Kesulitan dalam penelitian ini yaitu pencarian responden, dimana

responden yang merupakan pengandang DM tipe 2 di RSUD Kabupaten

Temanggung tidak bersedia terlibat dalam penelitian dan takut diinjeksi dengan

jarum suntik serta peneliti kesulitan dalam memperoleh responden yang berada

dalam kondisi berpuasa 8-10 jam pada saat melakukan pemeriksaan ke Rumah

Sakit. Peneliti juga tidak dapat melakukan validasi alat sphygmomanometeryang

digunakan dalam penelitian karena pengukuran tekanan darah dilakukan oleh

tenaga kesehatan RSUD Kabupaten Temanggung, serta beberapa data penelitian

harus dieksklusi sehingga mengurangi jumlah data untuk dianalisis secara


(63)

42

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini adalah pasien rawat jalan penyandang

diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung. Jumlah responden yang

terlibat dalam penelitian ini adalah 106 responden. Berdasarkan kriteria eksklusi,

kemudian diperoleh 100 responden, yang terdiri atas 42 responden pria dan 58

responden wanita. Data yang diperoleh kemudian diuji normalitasnya dengan

menggunakan Uji Kolmogorov-Smirnov untuk kelompok responden wanita dan

Shapiro-Wilk untuk kelompok responden pria. Uji Kolmogorov-Smirnov

digunakan pada jumlah sampel lebih dari 50, sedangkan Uji Shapiro-Wilk

digunakan pada jumlah sampel kurang dari 50. Berikut merupakan tabel

karakteristik responden penelitian.

Tabel IV. Karakteristik Responden Penelitian

Karakteristik

Wanita (n=58) Pria (n=42)

Mean±SD p Mean±SD p

Usia (tahun) 60,3±8,2* 0,200 60,4±9,6* 0,546

Abdominal skinfold thickness

(mm)

25,66±6,73* 0,200 23,58(9,17-37,00)** 0,013 Tekanan darah

sistolik (mmHg) 140(110-260)** 0,000 130(100-190)** 0,027 Tekanan darah

diastolik (mmHg) 90(70-110)** 0,000 90(70-120)** 0,001

Keterangan : * = rata-rata ± SD

** =median (minimum-maksimum)

p>0,05 menunjukkan bahwa data terdistribusi normal p<0,05 menunjukkan bahwa data terdistribusi tidak normal


(64)

1. Usia

Responden yang terlibat dalam penelitian ini memiliki rentang usia 44

hingga 77 tahun pada kelompok wanita dan rentang usia 41 hingga 78 tahun pada

kelompok pria. Data usia responden wanita diuji normalitas dengan menggunakan

Uji Kolmogorov-Smirnov dengan taraf kepercayaan 95% dan diperoleh nilai

signifikansi sebesar p=0,200. Hal ini menunjukkan bahwa usia responden wanita

terdistribusi normal karena nilai signifikansi yang diperoleh p>0,05. Data

responden pria diuji normalitas dengan menggunakan Uji Shapiro-Wilk dengan

taraf kepercayaan 95% dan diperoleh nilai signifikansi sebesar p=0,546 yang

menyatakan bahwa data usia responden pria terdistribusi normal (p>0,05).

Prevalensi penyandang diabetes melitus meningkat seiring dengan

pertambahan usia. World Health Organization menyatakan bahwa setelah

mencapai usia 30 tahun, akan terjadi peningkatan kadar glukosa darah puasa

sebesar 1-2% per tahun. Diabetes melitus tipe 2 lebih berisiko terjadi pada orang

yang berusia diatas 40 tahun dan jumlah terbesar penyandang diabetes melitus

berada pada rentang usia 40-59 tahun (Adhita dan Pramuningtyas, 2010; Yuliasih

dan Wirawanni, 2009).

Tingginya kejadian hipertensi sejalan dengan bertambahnya umur.

Kaplan (2002), menyatakan bahwa pada umur 25-44 tahun prevalensi hipertensi

sebesar 29%, pada umur 45-64 tahun sebesar 51% dan pada umur >65 tahun

sebesar 65%. Menurut Hasurungan (cit., Kaplan, 2002), peningkatan risiko


(1)

b). Uji Komparatif Tekanan Darah Diastolik Responden Wanita pada Kelompok AST

25,66

mm dan AST >25,66 mm

Case Processing Summary

Klasifikasi_ AST

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

DIASTOL_WANITA <=25.66 26 100.0% 0 .0% 26 100.0%

>25.66 32 100.0% 0 .0% 32 100.0%

Descriptives

Klasifikasi_AST Statistic Std. Error

DIASTOL_WANITA <=25.66 Mean 90.73 1.667

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 87.30

Upper Bound 94.16

5% Trimmed Mean 90.43

Median 90.00

Variance 72.285

Std. Deviation 8.502

Minimum 79

Maximum 110

Range 31

Interquartile Range 20

Skewness .261 .456


(2)

>25.66 Mean 90.31 1.709

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 86.83

Upper Bound 93.80

5% Trimmed Mean 90.90

Median 90.00

Variance 93.448

Std. Deviation 9.667

Minimum 70

Maximum 100

Range 30

Interquartile Range 18

Skewness -.751 .414

Kurtosis -.296 .809

Tests of Normality

Klasifikasi_ AST

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

DIASTOL_WANITA <=25.66 .227 26 .001 .870 26 .004

>25.66 .237 32 .000 .829 32 .000


(3)

Mann-Whitney Test

Ranks

Klasifikasi_

AST N Mean Rank Sum of Ranks

DIASTOL_WANITA <=25.66 26 29.04 755.00

>25.66 32 29.88 956.00

Total 58

Test Statisticsa

DIASTOL_WANIT A

Mann-Whitney U 404.000

Wilcoxon W 755.000

Z -.198

Asymp. Sig. (2-tailed) .843


(4)

Lampiran 14. Uji Korelasi AST dan Tekanan Darah pada Responden Pria

a). Uji Korelasi AST dan Tekanan Darah Sistolik

Correlations

AST_PRIA SISTOL_PRIA

Spearman's rho AST_PRIA Correlation Coefficient 1.000 -.027

Sig. (2-tailed) . .864

N 42 42

SISTOL_PRIA Correlation Coefficient -.027 1.000

Sig. (2-tailed) .864 .

N 42 42

b). Uji Korelasi AST dan Tekanan Darah Diastolik

Correlations

AST_PRIA DIASTOL_PRIA

Spearman's rho AST_PRIA Correlation Coefficient 1.000 -.087

Sig. (2-tailed) . .586

N 42 42

DIASTOL_PRIA Correlation Coefficient -.087 1.000

Sig. (2-tailed) .586 .


(5)

Lampiran 15. Uji Korelasi AST dan Tekanan Darah pada Responden Wanita

a). Uji Korelasi AST dan Tekanan Darah Sistolik

Correlations

AST_WANITA

SISTOL_WANIT A

Spearman's rho AST_WANITA Correlation Coefficient 1.000 .124

Sig. (2-tailed) . .353

N 58 58

SISTOL_WANITA Correlation Coefficient .124 1.000

Sig. (2-tailed) .353 .

N 58 58

b). Uji Korelasi AST dan Tekanan Darah Diastolik

Correlations

AST_WANITA

DIASTOL_WANI TA

Spearman's rho AST_WANITA Correlation Coefficient 1.000 .094

Sig. (2-tailed) . .483

N 58 58

DIASTOL_WANITA Correlation Coefficient .094 1.000

Sig. (2-tailed) .483 .


(6)

BIOGRAFI PENULIS

Penulis bernama lengkap Oswaldine Heraolia Pramesthi, lahir di

Bekasi tanggal 9 Agustus 1992 dan merupakan anak kedua dari dua

bersaudara pasangan Paulus Poniman dan Agustina Ninawati.

Pendidikan awal penulis dimulai di TK Strada Nawar Bekasi

(1996-1998), SD Strada Nawar Bekasi (1998-2004), SMP Strada Nawar

Bekasi (2004-2007), dan kemudian melanjutkan pendidikan

menengah atas di SMA Kolese Gonzaga Jakarta (2007-2010). Pada

tahun 2010, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan

tinggi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Selama kuliah, penulis aktif sebagai pengurus organisasi pada kegiatan Pharmacy

Performance and Event Cup (2010), Paingan Festival (2011), dan Kampanye Informasi Obat

(2012). Penulis ikut serta dalam kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian

Masyarakat (PKM-

M) dengan program berjudul “Peningkatan Kesadaran Anak

- Anak SD

akan Bahaya dan Pentingnya Pencegahan Penyakit Malaria Menggunakan Model Simulasi

dan Multimedia Animasi di SD Negeri Hargotirto Kecamatan Kokap Kulon Progo