Korelasi abdominal skinfold thickness dengan kadar trigliserida pada diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung

(1)

KORELASIABDOMINAL SKINFOLD THICKNESSDENGAN KADAR TRIGLISERIDA PADA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RSUD

KABUPATEN TEMANGGUNG

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Paulina Ambarsari Mawar Ning Hadi NIM : 108114019

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(2)

i

KORELASIABDOMINAL SKINFOLD THICKNESSDENGAN KADAR

TRIGLISERIDA PADA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RSUD KABUPATEN TEMANGGUNG

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Paulina Ambarsari Mawar Ning Hadi NIM : 108114019

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(3)

(4)

(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Sebuah karya yang tulus kupersembahkan untuk :

Allah Bapa di Surga dan Tuhan Yesus

Ayah, Bunda, Kakak, Adikku

Sahabat dan saudara-saudaraku

Almamaterku


(6)

(7)

(8)

vii

PRAKATA

Segenap puji dan syukur penulis panjatkan pada Bapa di surga dan Tuhan

Yesus Kristus atas segala berkat, cinta, dan kuasa-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Korelasi Abdominal Skinfold Thickness

terhadap Kadar Trigliserida pada Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Kabupaten

Temanggung”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata satu Farmasi (S.Farm.), program Studi Ilmu

Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Sekaligus

untuk menambah pengetahuan dalam dunia kefarmasian pada umumnya.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan skripsi ini tidak terlepas

dari dukungan dan bantuan yang penulis terima Oleh karena itu, penulis

mengucapkan terima kasih yang tulus khususnya kepada :

1. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Ibu dr. Fenty, M.Kes., Sp.PK selaku dosen pembimbing dan penguji skripsi

yang telah mengarahkan, dan meluangkan waktu untuk berdiskusi bersama

penulis selama proses penelitian, penyusunan, hingga selesainya skripsi ini.

3. Ibu Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt. dan Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D.,

Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan waktu dan saran demi

kesempurnaan skripsi ini.

4. Kedua orang tuaku, Mas Tatank, dan Gigih yang tak pernah lelah


(9)

viii

5. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Temanggung beserta staf, Poliklinik

Penyakit Dalam, Laboratorium RSUD Temanggung yang telah memberikan

izin untuk penulis dapat melakukan penelitian.

6. Segenap dosen pengajar, staf sekretariat serta laboran Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma

7. Sahabat dan saudara-saudaraku Widya, Andre, Indra, Yoga, Siska, Reii, Ole,

Bundo, Mama, Della, Kecil, Ega, Bayu, Nusa, Mas Ferdi, angkatan 2010

Fakultas Farmasi Sanata Dharma, Tim Skripsi Payung, IPKT, Gladi,

Syantikara, Kokerma atas proses pendewasaan, pembelajaran dan

pengalaman-pengalaman yang dilalui bersama.

8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Tuhan selalu mengiringi setiap gerak dan langkah, serta

berkatNya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan

ketidaksempurnaan yang ada dalam penyusunan skripsi ini. Untuk itulah penulis

mengharapkan kritik dan saran yang dapat membuat karya ini menjadi lebih baik.

Akhir kata, semoga penelitian skripsi yang telah dilakukan penulis dapat

bermanfaat bagi perkembangan ilmu kefarmasian.


(10)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

INTISARI ... xv

ABSTRACT ... xvi

BAB I PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Perumusan masalah ... 4

2. Keaslian penelitian ... 4

3. Manfaat penelitian ... 9

B. Tujuan Penelitian ... 10

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ... 11


(11)

x

B. Dislipidemia ... 13

1. Diabetes melitus tipe 2 dengan dislipidemia... 14

C. Trigliserida ... 17

1. Hipertrigliserida ... 19

D. Antropometri ... 20

1. Skinfold thickness ... 21

2. Abdominal skinfold thickness... 23

E. Landasan Teori ... 26

F. Hipotesis ... 27

BAB III METODE PENELITIAN ... 28

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 28

B. Variabel Penelitian ... 29

1. Variabel utama ... 29

2. Variabel pengacau ... 29

C. Definisi Operasional ... 29

D. Responden Penelitian ... 30

E. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31

F. Ruang Lingkup Penelitian ... 32

G. Teknik Pengambilan Sampel ... 33

H. Instrumen Penelitian ... 34

I. Tata Cara Penelitian ... 34

1. Observasi awal ... 34


(12)

xi

3. Pembuatanleafletdaninformed consent... 35

4. Pencarian calon responden ... 35

5. Validitas dan realibilitas instrumen penelitian ... 37

6. Pengambilan sampel darah dan pengukuran parameter ... 37

7. Pembagian hasil pemeriksaan ... 38

8. Pengolahan data... 38

J. Analisis data penelitian ... 38

K. Kesulitan Penelitian ... 39

A. Karakteristik Responden Penelitian ... 41

1. Usia ... 42

2. Abdominal skinfold thickness... 44

3. Kadar trigliserida... 46

B. Perbandingan Kadar Trigliserida pada Kelompok AST<nilai pusat dan AST>nilai pusat ... 48

1. Pada responden pria ... 48

2. Pada responden wanita ... 51

C. KorelasiAbdominal Skinfold Thicknessdan Kadar Trigliserida ... 53

1. Pada responden pria ... 54

2. Pada responden wanita ... 57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61

LAMPIRAN ... 69

BIOGRAFI PENULIS ... 94


(13)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Kriteria Sindrom Metabolik

menurut WHO, NCEP-ATP III, IDF ... 14

Tabel II. Klasifikasi Dislipidemia Sekunder ... 15

Tabel III. Jumlah Responden yang terlibat ... 31

Tabel IV. Uji Hipotesis Berdasarkan

Kekuatan Korelasi, Nilai p, dan Arah Korelasi... 39

Tabel V. Karakteristik Responden Penelitian ... 42

Tabel VI. Uji Komparatif Kelompok AST<24,00mm

dan AST>24,00mm ... 49

Tabel VII. Uji Komparatif Kelompok AST<25,70mm

dan AST>25,70mm ... 51

Tabel VIII. Hasil uji korelasi AST dengan


(14)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kadar Gula Darah... 11

Gambar 2. Kerusakan Proses Metabolisme pada DM tipe 2 ... 13

Gambar 3. Hubungan antara DM tipe 2, dislipidemia dan resiko terjadinya CVD ... 15

Gambar 4. Hubungan Resistensi Insulin dan Peningkatan Trigliserida ... 16

Gambar 5. Bagian Anatomi Manusia untukSkinfold Thickness ... 22

Gambar 6. PengukuranAbdominal Skinfold Thickness ... 24

Gambar 7.Skinfold Calliper ... 24

Gambar 8. Cara Pengambilan Lemak padaSkinfold Thickness ... 25

Gambar 9. Diagram Sebar Korelasi AST pada Pria... 56


(15)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian ... 70

Lampiran 2.Ethical Clearance ... 71

Lampiran 3.Inform Consent... 72

Lampiran 4. Uji Realibilitas Instrumen Penelitian ... 73

Lampiran 5.Leaflet ... 74

Lampiran 6. Lembar Informasi Penelitian ... 76

Lampiran 7. Pedoman Wawancara ... 81

Lampiran 8. Uji Normalitas Usia Responden Pria ... 82

Lampiran 9. Uji Normalitas AST Responden Pria ... 83

Lampiran 10. Uji Normalitas Kadar Trigliserida Responden Pria... 84

Lampiran 11. Uji Normalitas Kelompok Responden Pria ... 85

Lampiran 12. Uji Komparatif dan Uji Korelasi Responden Pria ... 86

Lampiran 13. Uji Normalitas Usia Responden Wanita ... 87

Lampiran 14. Uji Normalitas AST Responden Wanita ... 88

Lampiran 15. Uji Normalitas Kadar Trigliserida Responden Wanita ... 89

Lampiran 16. Uji Normalitas Kelompok Responden Wanita ... 90

Lampiran 17. Uji Komparatif dan Uji Korelasi Responden Wanita ... 91

Lampiran 18. Hasil Tes Laboratorium Responden ... 92

Lampiran 19. Dokumentasi Pengukuran Antropometri dan Penelitian Di RSUD Temanggung ... 93


(16)

xv

INTISARI

Diabetes Melitus tipe 2 termasuk salah satu penyakit dengan prevalensi yang cukup tinggi. Kondisi dislipidemia seringkali ditemui pada penyandang DM tipe 2. Salah satu kondisi dislipidemia adalah peningkatan kadar trigliserida, yang merupakan indikator profil lipid dalam darah.Abdominal skinfold thickness(AST) adalah bagian dari metode antropometri yang digunakan untuk mengukur massa lemak tubuh dan digunakan sebagai pendeteksian dini penyakit yang berkaitan dengan profil lipid. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara AST dengan kadar trigliserida dalam darah penyandang DM tipe 2 di RSUD Temanggung.

Penelitian ini merupakan penelitian observasi analitik dengan metode

cross-sectional pada 101 orang (41 pria, 60 wanita) dan pengambilan sampel secaranon random, jenis purposive sampling. Responden yang digunakan adalah pasien rawat jalan RSUD Temanggung penyandang DM tipe 2 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Data yang digunakan peneliti meliputi pengukuran AST dan kadar trigliserida. Analisis hasil menggunakan uji normalitas

Kolmogorov-Smirnov dan Shapiro-Wilk. Pengolahan data tersebut menggambarkan distribusi data. Uji korelasi dilakukan dengan analisis Spearman

dengan tingkat kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya korelasi positif tidak bermakna dengan kekuatan korelasi sangat lemah antara abdominal skinfold thickness

terhadap kadar trigliserida pada responden pria dengan r= 0,074 dan p= 0,647. Korelasi positif tidak bermakna juga ditemukan pada responden wanita dengan r=0,060 dan p=0,649.

Kata kunci : Diabetes Melitus tipe 2, Abdominal Skinfold Thickness, kadar trigliserida


(17)

xvi

ABSTRACT

Diabetes mellitus type 2 is disease, including one with a fairly high prevalence. Other conditions often found in people with type 2 DM. One of the other conditions is increased levels of triglycerides, which is an indicator of profile of lipids in the blood. Abdominal skinfold thickness (AST) is part of the method of Anthropometry was used to measure body fat mass and was used as an early detection of the disease associated with the lipid profile. This research aims to find out whether there is a correlation between levels of triglycerides with AST in the blood of people with type 2 DM in the RSUD Temanggung.

This research is a study of observation method with cross-sectional analytic on 101 (41 men, 60 women) and sampling is a non random, purposive sampling types. Respondents who used outpatient in RSUD Temanggung with DM type 2 that meet the criteria for inclusion and exclusion. The data used researchers include measurements of AST and the levels of triglycerides. Analysis of the results using the Kolmogorov-SmirnovandShapiro-Wilk test for normality. The processing of such data describing the distribution of the data. Test correlation analysis is performed with Spearman with the confidence level of 95%.

The results showed that the existence of a positive correlation is not significantly with very weak correlation between the strength of abdominal skinfold thickness of triglyceride levels in man with respondents value r = 0,074 and p = 0,647. Positive correlation does not significantly the respondent was also found in women with r = 0,060 and p = 0,649.

Keyword : Diabetes Mellitus type 2, Abdominal Skinfold Thickness, triglyceride level


(18)

1

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Diabetes melitus tipe 2 menjadi salah satu penyakit yang paling sering

terjadi tak hanya di negara maju, tapi juga di negara berkembang, seperti

Indonesia. PERKENI (2005) menyatakan bahwa World Health Organization

(WHO) memprediksikan kenaikan jumlah pasien di Indonesia, sebagai salah satu

negara berkembang dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi 21,3 juta pada tahun

2030. Hal tersebut mengakibatkan Indonesia berada diperingkat keempat jumlah

penyandang diabetes melitus di dunia setelah Amerika Serikat, India, dan Cina

(Hans, 2008). Menurut American Diabetes Association (ADA) diabetes melitus

(DM) dapat diklasifikasikan menjadi DM tipe 1, DM tipe 2, DM tipe lain dan DM

gestasional. Diantara tipe yang ada, DM tipe 2 adalah jenis yang paling banyak

ditemukan yaitu lebih dari 90% (Suyono, 2007). Tipe dari diabetes yang ada

sebenarnya selalu berhubungan dengan resistensi insulin. Resistensi insulin juga

dapat ditemukan pada orang yang tidak pernah menderita diabetes. (Gibney dan

Wolmarans, 2008).

Kondisi diabetes melitus seringkali menjadi faktor risiko timbulnya

berbagai penyakit atau masalah kesehatan penyerta. Dislipidemia sering ditemui

pada resistensi insulin atau DM tipe 2. Beberapa penelitian di Indonesia yang

berhasil dikumpulkan sampai sekarang kasus dislipidemia pada DM tipe 2


(19)

Prevalensi dislipidemia dijumpai 67% dari populasi penyandang DM tipe 2

(Tjokropawiro, 2003). Dislipidemia termasuk dalam bagian dari sindroma

metabolik yang disebut juga sindroma resistensi insulin atau sindroma X.

Sindroma metabolik mencakup obesitas sentral, gangguan metabolisme lipid,

resistensi insulin dan gangguan metabolisme glukosa (glukosa darah puasa

terganggu, toleransi glukosa terganggu atau DM), dan hipertensi (PERKENI,

2005). Terkumpulnya gangguan metabolik ini merupakan keterkaitan berbahaya

yang dapat menerangkan tinggi risiko komplikasi kardiovaskuler pada penderita

DM tipe 2 (Hendromartono, 2009). Salah satu ciri spesifik dislipidemia pada

resistensi insulin adalah peningkatan trigliserida (hipertrigliserida). Trigliserida

sebagai salah satu indikator profil lipid, di dalam tubuh dapat berasal dari asupan

sehari-hari maupun dihasilkan oleh organ hepar (Baiduri, 2011; Rohman, 2007).

Penelitian terkait trigliserida dilaporkan bahwa kadar trigliserida meningkat secara

bermakna pada 43,2% DM tipe 2 dari tahun 2001-2004. Hal ini menunjukkan

bahwa studi prospektif lipid (trigliserida) sebagai prediktor pada DM tipe 2

diperlukan (John, 2004).

Peningkatan adiposa antaraabdominaldan lemak tubuh viseral bagian atas

memberi banyak peran dalam kasus sindrom metabolik termasuk dislipidemia

(Jensen, 2006). Peningkatan adiposa jaringan terbukti mempunyai hubungan lebih

kuat dengan risiko penyakit metabolik yang meliputi hiperinsulinemia, hipertensi,

hiperlipidemia, DM tipe 2, dan meningkatnya risiko penyakit kardiovaskular.

Berdasarkan The American Heart Association and National Heart, Lung, and


(20)

sindroma metabolik sesuai dengan kriteria NCEP ATP III tanpa mengikutsertakan

kriteria obesitas jika kriteria lainnya telah ada, sebab terdapat individu yang tidak

obesitas tetapi memiliki resistensi insulin dan faktor risiko metabolik (Soegondo

dan Gustaviani, 2006).

Tingginya akumulasi lemak, terutama pada daerah perut (intraabdominal

fat) memicu jaringan adiposa menghasilkan hormon-hormon tertentu dalam

jumlah yang tidak normal (WHO, 2006). Massa lemak tubuh seseorang dapat

ditentukan dengan parameter tertentu, salah satunya dengan skinfold thickness,

yang merupakan bagian dari metode antropometri. Metode ini secara umum

digunakan dalam evaluasi dan prediksi yang efisien sebagai deteksi dini penyakit

yang berkaitan dengan profil lipid (Narendra, 2006). Pengukuran skinfold

thickness bagian abdominal memiliki tingkat kesalahan yang paling kecil

dibandingkan dengan 14 pengukuran pada anatomi lain (Demura dan Sato, 2007).

Berdasar pada data yang didapat dari bagian rekam medik RSUD

Kabupaten Temanggung, diketahui bahwa prevalensi DM tipe 2 di RSUD tersebut

termasuk tinggi. Hal ini membuat RSUD Kabupaten Temanggung dapat menjadi

model dalam penelitian terkait DM tipe 2. Pada tiga tahun terakhir ini, hingga data

terakhir yang didapat adalah pada tahun 2012, penyandang DM tipe 2 di RSUD

Kabupaten Temanggung menduduki peringkat ketiga bergantian dengan diare dan

hipertensi sebagai penyakit dengan prevalensi tertinggi per tahun. Setiap hari

penyandang DM tipe 2 di bagian rawat jalan mencapai kurang lebih 15 orang.

Penelitian tentang korelasi metode antropometri dengan profil lipid pada


(21)

itu, peneliti mengambil data dari penyandang DM tipe 2 di RSUD Temanggung

sebagai responden penelitian.

Dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan dan pencegahan

komplikasi dengan pemantauan yang lebih intensif pada DM tipe 2, maka

dilakukan penelitian mengenai korelasi antara pengukuran abdominal skinfold

thickness terhadap kadar trigliserida. Hasil penelitian ini dapat menjadi

pertimbangan dalam mengembangkan edukasi kesehatan dan sarana pemantauan

lebih intensif bagi penyandang DM tipe 2 agar lebih optimal.

1. Perumusan masalah

Berdasarkan uraian yang tercantum dalam latar belakang di atas, maka

permasalahan yang diangkat oleh peneliti dalam penelitian ini adalah :

Apakah terdapat korelasi antara abdominal skinfold thickness terhadap kadar

trigliserida pada diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung?

2. Keaslian penelitian

Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan oleh penulis, penelitian yang

berkaitan dengan korelasiabdominal skinfold thicknessterhadap kadar trigliserida

yang telah dipublikasikan antara lain sebagai berikut :

a. “Hubungan antara Nilai Antropometri dengan Kadar Glukosa Darah”

(Lipoeto, Yerizel, Edward, dan Widuri, 2007). Penelitian ini dilakukan pada 70

orang penduduk dewasa (diatas 20 tahun) di daerah kabupaten Padang Pariaman.

Jumlah penderita obesitas berdasarkan index massa tubuh (IMT >25kg/m2) sebanyak 34,3%, berdasarkan lingkar pinggang (LP) berjumlah 38,6% dan


(22)

analisis korelasi menunjukkan adanya korelasi positif antara kadar glukosa darah

dengan metode antropometri terlebih pada pengukuran BMI dan rasio lingkar

pinggang panggul. Nilai korelasi yang didapat antara kadar glukosa darah dengan

IMT adalah 0,101 (p>0,05), dengan LP sebesar 0,168 (p>0,05) dan dengan RLPP

adalah sebesar 0,186 (p>0,05). Dengan adanya penelitian tersebut, maka dapat

diketahui bahwa adanya hubungan antara pengukuran antropometri dengan

beberapa zat yang terkandung dalam darah.

b. “Incidence of Type 2 Diabetes individuals with Central Obesity in a Rural Japanese Population” (Ohnishi, et.al., 2006). Penelitian ini dilakukan dengan tujuan melihat risiko diabetes pada obesitas sentral dan normal. Sebanyak

348 pria dan 523 wanita responden masing-masing dibagi menjadi 2 kelompok,

yaitu obesitas dan normal. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa risiko DM tipe

2 secara signifikan lebih tinggi di dalam kelompok obesitas sentral dibanding di

dalam kelompok normal (15,6% vs 5,8%, p<0,0001). Penelitian tersebut sekaligus

menjadi acuan pemilihan responden, dimana diketahui adanya resiko DM tipe 2

yang lebih tinggi pada obesitas sentral (semakin tinggi nilai lemak subkutan).

c. “Hubungan Persentase Lemak Tubuh dan Indeks Massa Tubuh dengan Kadar Trigliserida Darah pada Wanita Menopause: studi di Wilayah Kerja

Puskesmas Srondol Kecamatan Banyumanik Kota Semarang” (Setyandri, 2009).

Pada penelitian tersebut, dilakukan penelitian secara cross-sectional dengan 44

responden wanita menopause. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa adanya

hubungan antara presentase lemak tubuh dan indeks massa tubuh dengan kadar


(23)

persentase lemak tubuh dan indeks massa tubuh, maka semakin tinggi pula kadar

trigliserida pada wanita menopause. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wanita

menopause memiliki persentase lemak tubuh tinggi sebesar 29,5%, indeks massa

tubuh gemuk sebesar 63,6%, kadar trigliserida darah sebesar 20,5%, aktivitas fisik

sedang sebesar 40,9%

d. “Korelasi Body Mass Index (BMI) dan Triceps Skinfold Thickness

terhadap Trigliserida (Anastasia, 2010). Pada penelitian tersebut digunakan rancangan penelitian cross-sectional. Responden penelitian yang dipilih

merupakan dosen dan karyawan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dengan

jumlah 70 orang (usia 30-50 tahun). Hasil pengujian karakteristik diperoleh umur

dan BMI terdistribusi secara normal (p=0,197 dan p=0,200), Triceps skinfold

thickness dan trigliserida tidak terdistribusi normal (p=0,000 dan p=0,000).

Korelasi BMI dan triceps skinfold thickness terhadap trigliserida adalah korelasi

positif yang bermakna dengan kekuatan lemah, nilai r berturut-turut adalah 0,389

dan 0,0320. Perbedaan dengan penelitian ini adalah sasaran responden, dimana

pada penelitian ini digunakan responden pasien dengan diabetes melitus tipe 2.

Sedangkan dalam penelitian tersebut adalah staf pria Universitas Sanata Dharma.

e. “Korelasi Body Mass Index (BMI) dan Abdominal Skinfold Thickness

terhadap Trigliserida dalam Darah pada Staf Wanita Universitas Sanata Dharma”

(Poerwowidjojo, 2011). Pada penelitian tersebut dilakukan uji korelasi dengan

rancangan cross-sectional dengan responden 57 orang staf wanita Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta. Responden yang dipilih adalah rentang usia 30-50


(24)

(r=0,444; p=0,001) antara BMI dan kadar trigliserida, sedangkan korelasi

abdominal skinfold thickness terhadap kadar trigliserida merupakan korelasi

positif bermakna (r=0,375; p=0,004).

f. “Gambaran Profil Lipid pada Penderita Diabetes Melitus tipe 2 yang Dirawat di RS Immanuel Bandung Periode Januari-Desember 2005” (Taqwin, 2007). Penelitian bertujuan melihat gambaran profil lipid pada pasien DM tipe 2

yang dirawat di RS Immanuel Bandung secara umum dan melihat prevalensi

berbagai kondisi profil lipid. Penelitian ini dilakukan pada 108 pasien DM tipe 2.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa 34,26% pasien mengalami hiperlipidemia.

Tipe hiperlipidemia yang paling banyak ditemukan adalah tingginya kadar LDL

(81,80%), rendahnya kadar HDL (70,30%), dan hipertrigliserida (54,50%).

Penelitian tersebut memberikan gambaran prevalensi pasien DM tipe 2 yang

mengalami dislipidemia (hipertrigliserida).

g. “Hubungan Peningkatan Kadar Glukosa Darah terhadap Peningkatan Kadar Trigliserida pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Jombang

Periode Januari-Desember 2008” (Hidayat, 2010). Pada penelitian ini dilakukan pada 105 pasien rawat jalan yang didiagnosa DM tipe 2 dengan kriteria telah

diperiksa kadar lipid darah, belum pernah mendapat terapi dislipidemia. Hasil

penelitian yang didapat adalah diketahui adanya hubungan bermakna antara

peningkatan kadar glukosa darah dengan kadar trigliserida pada pasien rawat jalan

DM tipe 2. Peningkatan kadar glukosa darah dan peningkatan trigliserida pada


(25)

h. “Dyslipidemia in Type 2 Diabetes Mellitus: More Atherogenic Lipid Profile in Women” (Nakhjavani, Esteghamati, Esfahanian, dan Heshmat, 2006). Penelitian ini dilakukan dengan rancangan cross-sectional pada 350 DM tipe 2

sebagai responden (100 pria dan 250 wanita), dengan umur 19-28 tahun. Hasil

penelitian didapatkan bahwa wanita memiliki nilai total kolesterol

(p<0,001:233,7mg/dL), trigliserida (p<0,05:219,7mg/dL), LDL-C

(P<0,001:141,2mg/dL), HDL (P<0,05:47,1mg/dL). Prevalensi segala tipe

dislipidemia pada wanita terbukti lebih tinggi dibanding pada pria.

i. “Suprailiac or Abdominal Skinfold Thickness Measured with A Skinfold Caliper as A Predictor of Body Density in Japanese Adults” (Demura dan Sato, 2007). Penelitian ini dilakukan dengan rancangan cross-sectional pada

203 orang Jepang (126 pria dan 77 wanita) berumur 21-81 tahun yang dibagi

menjadi 2 kelompok, yaitu obesitas dan non-obesitas. Dari hasil penelitian

didapatkan bahwa suprailiac dan abdominal skinfold thickness dapat digunakan

sebagai metode pengukuran yang akurat dalam memperkirakan body density pada

orang dewasa Jepang. Pengukuran ini semakin baik bila dikomparasikan dengan

skinfold thickness pada anatomi tubuh yang lain. Pengukuran pada abdominal

skinfold thickness mempunyai nilai signifikansi positif (p) 0,07 (not significant)

untuk total systematic error, sedangkan pada pengukuran lain didapatkan nilai

yang negatif.

j. “Hubungan antara Resistensi Insulin dengan Dislipidemia pada

Penderita Diabetes Melitus tipe 2” (Widiastuti, 2006). Penelitian ini dilakukan dengan metode cross-sectional pada penderita DM tipe 2 di poliklinik penyakit


(26)

dalam RS Dr.Sardjito, RSUD Kota Yogyakarta dan RSUP Dr. Soeradji

Tirtonegoro Klaten pada bulan Maret-September 2004. Subyek penelitian terdiri

dari 23 orang laki-laki dan 43 orang perempuan yang memenuhi kriteria inklusi

dan eksklusi dikelompokkan menjadi dua, kelompok resistensi insulin dan tidak

resistensi insulin berdasarkan HOMA IR. Terdapat pada 61 subyek dislipidemia

dan tidak resistensi insulin, serta 29 subyek dengan resistensi insulin dan

dislipidemia. Hasil penelitian didapatkan tidak adanya hubungan antara resistensi

insulin dengan dislipidemia pada penderita DM tipe 2. Pada hasil penelitian ini

dijabarkan adanya korelasi positif dan tidak bermakna antara resistensi insulin

dengan IMT (r=0,292; p=0,009), glukosa puasa (r=0,440; p<0,0001) dan insulin

puasa (r=0,651; p<0,0001), korelasi positif dan tidak bermakna dengan trigliserida

(r=0,159; p=0,101), korelasi negatif dan tidak bermakna dengan kadar kolesterol

total (r=-0,095, p=0,223), LDL (r=-0,157, p=0,104) dan HDL (r=-0,032,

p=0,400).

Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan, penelitian terkait korelasi

antaraabdominal skinfold thicknessterhadap kadar trigliserida pada DM tipe 2 di

RSUD Kabupaten Temanggung belum pernah dilakukan.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat Teoretis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan

informasi kepada masyarakat dan acuan penelitian lebih lanjut bagi para

akademisi mengenai korelasi abdominal skinfold thickness terhadap kadar


(27)

b. Manfaat Praktis. Hasil pengukuranabdominal skinfold thicknessdapat

menjadi deteksi dini peningkatan kadar trigliserida pada DM tipe 2.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi terkait korelasi

antara abdominal skinfold thickness dengan kadar trigliserida dalam darah pada


(28)

11

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Diabetes Melitus Tipe 2

Diabetes melitus adalah penyakit gangguan kronik pada metabolisme

yang ditandai dengan hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas

metabolisme karbohidrat, lemak, protein yang disebabkan oleh defisiensi insulin

relatif atau absolut. Diabetes melitus tipe 2 merupakan kelompok DM akibat

kurangnya sensitivitas insulin (Inzuchi, 2003). Gambar 1 menunjukkan

perbandingan nilai beberapa tes darah (hemoglobin-A1C, glukosa darah puasa,

dan toleransi glukosa) pada kondisi diabetes, prediabetes, dan normal oleh

American Diabetes Association. Beberapa tes darah tersebut, pada diabetes

cenderung meningkat. Hal ini dikarenakan adanya kondisi kurangnya sensitivitas

insulin yang berdampak pada peningkatan beberapa tes darah, terlebih

peningkatan gula darah.


(29)

Apabila kadar gula darah mencapai >200mg/dL, maka seseorang dimasukan

dalam kelas diabetes melitus (DM). Gangguan metabolisme karbohidrat (gula

darah) terlebih pada lansia meliputi tiga hal yaitu resistensi insulin, hilangnya

pelepasan insulin pada fase pertama sehingga lonjakan awal insulin postprandial

tidak terjadi pada lansia dengan DM , dan peningkatan kadar glukosapostprandial

dengan kadar glukosa puasa normal.

Secara fisiologis, glukosa darah dijaga pada kadar tertentu oleh pankreas

dengan sekresi insulin. Pada dasarnya, penyandang DM tipe 2 tidak tergantung

insulin eksogen, dan dibutuhkan kemampuan mengendalikan kadar gula darah

baik dengan diet maupun terapi farmakologis (Thevenoid, 2008). Kadar gula

darah pada DM tipe 2 cenderung naik, hal ini dikarenakan adanya kerusakan pada

proses metabolisme. Dalam kondisi normal, karbohidrat akan dipecah menjadi

glukosa di saluran pencernaan dan diedarkan ke seluruh tubuh melalui pembuluh

darah. Insulin sebagai hormon pengatur metabolisme karbohidrat, diproduksi oleh

kelenjar pankreas. Adanya insulin akan mempermudah masuknya glukosa ke

dalam sebagian besar sel. Pada DM tipe 2, kondisi resistensi insulin berdampak

pada glukosa tidak dapat diserap secara efektif dalam tubuh. Kadar glukosa yang

tidak dapat diserap secara efektif inilah yang akan terakumulasi dalam aliran

darah dan merusak pembuluh darah. Pada gambar 2 ditunjukkan kerusakan pada


(30)

Gambar 2. Kerusakan Proses Metabolisme pada DM Tipe 2 (Metacure, 2012)

Timbulnya resistensi insulin dapat disebabkan oleh empat faktor, yaitu

perubahan komposisi tubuh massa otot lebih sedikit dan jaringan lemak lebih

banyak, menurunnya aktivitas fisik sehingga terjadi penurunan jumlah reseptor

insulin yang siap berikatan dengan insulin, perubahan pola makan menjadi lebih

banyak, perubahan neurohormonal (terutama insulin-like growth factor atau

IGF-I) dan dehidroepiandosteron (DHEAS plasma) sehingga terjadi penurunan

ambilan glukosa yang berdampak menurunnya sensitivitas reseptor insulin dan

aksi insulin (Rochmah, 2007).

B. Dislipidemia

Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai peningkatan

kolesterol total, kolesterol LDL, trigliserida di atas normal serta penurunan

kolesterol HDL di dalam darah (Shah, Devrajani, Devrajani, dan Bibi 2008;


(31)

dalam ciri-ciri sindroma metabolik. Tabel 1 merupakan tabel kriteria sindroma

metabolik menurut beberapa sumber, yaitu menurut WHO, NCEP-ATP III, dan

IDF.

Tabel I. Kriteria Sindrom Metabolik menurut WHO, NCEP-ATP III dan IDF (Korean Diabetes J, 2008)

Komponen Kriteria diagnosis WHO: Resistensi Insulin

Kriteria diagnosis ATP III : (3 komponen di

bawah)

IDF

Obesitas

abdominal/sentral

Lingkar pinggang panggul : - Laki-laki : > 0,9

- Wanita : > 0,85 atau

IMB >30 kg/m

Lingkar perut : - Laki-laki : 1,02 - Wanita : > 0,88

Lingkar perut : - Laki-laki : >

0,9

- Wanita : > 0,80

Hipertrigliseridemia >150 mg/dL (>1,7 mmol/L)

>150 mg/dL (>1,7 mmol/L)

>150 mg/dL Hipertensi TD>140/90 mmHg atau

riwayat terapi antihipertensi

TD>130/85 mmHg atau riwayat terapi antihipertensi

TD>130/85 mmHg

Kadar glukosa darah tinggi

Toleransi Glukosa Terganggu, Glukosa Puasa Terganggu, Resistensi Insulin atau DM

>110 mg/dL GDP > 100 mg/dL

Mikroalbuminuria Rasio albumin urine dan kreatinin 30 mg/g

atau

laju sekresi albumin 20 mcg/menit

1. Diabetes melitus tipe 2 dengan dislipidemia

Dislipidemia sering ditemui pada resistensi insulin atau DM tipe 2,

meskipun kadar gula darah terkontrol

.

Kondisi resistensi insulin maupun defisiensi insulin akibat kelainan genetik. dapat menyebabkan kondisi

hiperglikemia. Pada resistensi insulin, hiperglikemia terjadi dikarenakan adanya

kondisi peningkatan lipolisis, peningkatan produksi glukosa, dan penurunan

pengambilan glukosa. Di sisi lain, resistensi insulin dapat menyebabkan kondisi

dislipidemia. Pada gambar 3, ditunjukkan bahwa adanya hubungan antara DM


(32)

resistensi insulin dapat menyebabkan terjadinya dislipidemia dan kondisi

hiperglikemia. Kondisi dislipidemia dan hiperglikemia merupakan kondisi yang

dapat menjadi faktor resiko terjadinyacardiovascular disease.

Gambar 3. hubungan antara DM tipe 2, dislipidemia dan resiko terjadinya CVD (Pittas, 2003)

Adanya keadaan dislipidemia pada suatu penyakit yang mendasari

seringkali disebut dislipidemia sekunder. Tabel II merupakan tabel klasifikasi

penyakit-penyakit maupun gangguan yang menyebabkan dislipidemia sekunder.

Pada tabel ini juga ditunjukkan bahwa konsumsi alkohol, gagal ginjal kronik,

obesitas, dan diabetes mellitus dapat menjadi faktor penyebab terjadinya

peningkatan trigliserida dan kondisi dislipidemia.

Tabel II. Klasifikasi Dislipidemia Sekunder (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, dan Setiati, 2006)


(33)

Kondisi dislipidemia berkaitan dengan kadar asam lemak tubuh. Kadar

asam lemak merupakan prediktor yang kuat untuk resistensi insulin. Pada

resistensi insulin terjadi peningkatan lipolisis. Hal ini terjadi karenapada keadaan

resistensi insulin, hormon sensitif lipase di jaringan adiposa akan menjadi aktif

sehingga lipolisis trigliserida di jaringan adiposa semakin meningkat (Grundy,

et.al., 2004; Soegondo dan Gustaviani, 2006). Keadaan ini menghasilkan asam

lemak bebas yang berlebihan. Peningkatan asam lemak bebas dalam plasma yang selanjutnya akan meningkatkan uptake asam lemak bebas kedalam liver (Garg,

2004; Rohman, 2007). Disamping itu terjadi peningkatan sintesis trigliserida de

novo di liver karena hiperinsulinemia merangsang ekspresi sterol regulation element binding protein-1 (SREB1Pc), protein ini berfungsi sebagai faktor transkripsi yang mengaktifkan gen yang terlibat lipogenesis di liver. Gambar4 merupakan gambar hubungan antara resistensi insulin dengan peningkatan lipogenesis (pembentukan trigliserida).

Gambar 4. Hubungan Resistensi Insulin dan Peningkatan Trigliserida


(34)

Peningkatan lipolisis pada resistensi insulin, juga berdampak pada peningkatan protein kolesterol ester transferase dan hepatic lipase. Hal ini mengakibatkan peningkatan VLDL1 yang kemudian menjadi small dense LDL. Partikel-partikel LDL kecil padat ini secara intrinsik lebih bersifat aterogenik daripada partikel-partikel LDL yang lebih besar (buoyant LDL particles), karena ukurannya yang lebih kecil, kandungan di dalam plasma lebih besar jumlahnya, sehingga lebih meningkatkan risiko aterogenik (Adiels, 2006).

Pada dasarnya, trigliserida yang disintesis di hati, kemudian dibawa bersama dengan kolesterol dari depot simpanan kolesterol, fosfolipid dan apoB-100 menjadi VLDL yang kemudian disekresikan ke dalam darah. Very Low Density Lipid dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu VLDL1 dan VLDL2. Partikel VLDL1 lebih besar bila dibandingkan dengan VLDL2, namun VLDL2 lebih kaya kolesterol dan sedikit jumlah trigliseridanya. Peningkatan kadar VLDL1 ini menyebabkan peningkatan katabolisme HDL sehingga HDL menjadi rendah. Pola dislipidemia seperti ini sering disebut diabetic dislipidemia atau tipe B yang berhubungan erat dengan penyakit kardiovaskular seperti penyakit jantung koroner dan keadaan ini ekivalen dengan kadar LDL kolesterol antara 150-220 mg/dL (Adiels, 2006;PERKENI, 2005).

C. Trigliserida

Trigliserida adalah ester trihidrat alkohol gliserol dan asam lemak yang

merupakan lipid terbanyak dalam tubuh hewan. Trigliserida banyak ditemukan


(35)

depot yang berfungsi sebagai penyimpanan makanan (Ngili, 2009). Sumber utama

trigliserida dalam darah berasal dari 2 sumber. Sumber pertama, trigliserida

eksogen yang berasal dari makanan dan didistribusikan dalam bentuk kilomikron.

Sumber kedua berasal dari hati atau trigliserida endogen yang ada dalam bentuk

Very Low Density Lipoprotein (VLDL) (Ngili, 2009; Hegele, Yuan, dan Al-Shalt,

2007). Disamping digunakan sebagai sumber energi, trigliserida sebagai jaringan

lemak juga berfungsi sebagai bantalan tulang-tulang dan organ vital (Soeharto,

2000).

Trigliserida diangkut terutama sebagai kilomikron dari usus menuju hepar,

kemudian mengalami metabolisme. Hasil metabolisme sebagian besar berupa

VLDL yang kemudian diangkut menuju ke seluruh tubuh. Oleh karena itu,

trigliserida yang tinggi cenderung disertai dengan VLDL dan LDL yang tinggi

pula (Goodman, 2000). Trigliserida yang tidak mengalami penghantaran akan

disimpan sebagai lemak dalam jaringan adipose (Joyce, 2007).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kadar trigliserida dalam darah

antara lain adalah berat badan, umur, konsumsi alkohol, genetik, konsumsi

obat-obat tertentu (vitamin C, kofribat, penformin, metformin), mengidap penyakit

tertentu (hipertensi, hipotiroidisme, thrombosis serebral, sindrom metabolik), dan

gaya hidup yang tidak sehat. Pada wanita, kadar trigliserida umumnya lebih

rendah dibanding pada pria. Pada wanita menopause (berumur >50 tahun)

penurunan kadar estrogen berdampak pada penurunan kadar kolesterol HDL dan


(36)

prediktor CAD yang lebih kuat daripada kolesterol LDL (Antonios, Angiolillo,

dan Siliman, 2008).

1. Hipertrigliserida

Salah satu kondisi dislipidemia adalah hipertrigliseridemia. Penyebab

umum hipertrigliserida antara lain DM, obesitas, gagal ginjal kronik dan konsumsi

alkohol. Pada dasarnya, trigliserida plasma yaitu eksogen yang dibawa oleh

kilomikron (misalnya lemak makanan) maupun endogen (dari hati) yang dibawa

oleh very-low density lipoprotein (VLDL). Dalam kondisi setelah makan, lebih

dari 90% trigliserida yang bersirkulasi, berasal dari usus dan disekresikan oleh

kilomikron, sedangkan saat puasa, trigliserida endogen disekresikan melalui oleh

hati VLDL. Peningkatan kadar lipoprotein kaya trigliserida plasma disebabkan

oleh peningkatan produksi di hati atau usus, atau akibat penurunan proses

katabolisme perifer (Hegele,et.al., 2007 ;American Diabetes Association, 2012).

Berdasarkan The National Cholesterol Education Program Adult

Treatment Panel III(NCEP ATP III), rujukan kadar trigliserida dibagi atas empat

tingkatan yaitu normal (<150 mg/dL), borderline high (150-199 mg/dL), high

(200-499 mg/dL) danvery high(>500 mg/dL). Hipertrigliserida dibagi menjadi 2,

yaitu primer dan sekunder. Hipertrigliserida primer disebabkan oleh kelainan

genetik metabolisme lipid. Sedangkan hipertrigliserida sekunder disebabkan oleh

berbagai kondisi, seperti sindrom metabolik, obesitas, DM, konsumsi alkohol, dan

sebagainya. Peningkatan kadar insulin dan resistensi insulin, menyebabkan

berbagai efek pada metabolisme lemak (Hegele, et.al., 2007; Sniderman, Balley,


(37)

D. Antropometri

Antropometri merupakan studi sederhana dan pengukuran dimensi tubuh

manusia berdasarkan indeks yang telah ditentukan. Indeks adalah cara

perhitungan yang dikembangkan untuk mendeskripsikan bentuk (shape) melalui

keterkaitan antara titik pengukuran (Bridger, 2003; Wickens, Lee, Liu, dan

Gorden, 2004; Glinka, 2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi variasi dimensi

tubuh manusia, diantaranya adalah usia, jenis kelamin, suku bangsa (ras), kondisi

patologis, dan kehamilan (Wickens,et.al., 2004).

Pada dasarnya komposisi tubuh terdiri dari dua yaitu massa lemak tubuh

atau fat mass (FM), otot, tulang, cairan ekstraseluler, dan massa tubuh bebas

lemak atau free fat mass (FFM). Massa tubuh bebas lemak atau free fat mass

merupakan metabolisme aktif pada jaringan tubuh. Antropometri digunakan untuk

memperkirakan total lemak tubuh, lemak regional, dan ditribusi lemak. Perubahan

jaringan lemak akan menggambarkan perubahan keseimbangan energi, sedangkan

jaringan otot menggambarkan cadangan protein tubuh (Pietrobelli, Flodmark,

Lissau, Moreno, dan Widhalm, 2005).

Pengukuran antropometri meliputi pengukuran berat badan, tinggi badan

(berdiri), panjang badan (berbaring),skinfold thickness, lingkar kepala dan lengan,

panjang lengan, lebar bahu, pergelangan tangan, dan lain-lain (NHANES, 2007).

Sebagai sebuah metode, antropometri memiliki keuntungan yaitu sederhana, tidak

mahal, lebih akurat dan dapat dipercaya. Metode ini merupakan suatu dasar untuk

mempelajari teknik pengukuran yang akurat dan banyak digunakan secara luas


(38)

1. Skinfold thickness

Skinfold thickness merupakan pengukuran jaringan adiposa subkutan

(jumlah lemak subkutan) pada berbagai bagian tubuh. Pengukuran ini dilakukan

pada lipatan kulit. Lipatan kulit adalah tebal kulit yang dikumpulkan dengan

menarik kulit dan jaringan subkutan (Budiman, 2008). Hal ini digunakan untuk

memantau cadangan lemak tubuh seseorang dan melihat tingkat obesitas

seseorang.

Beberapa asumsi alasan skinfold thickness dapat digunakan untuk

mengukur lemak tubuh adalah;

Skinfoldadalah pengukuran yang baik untuk mengukur lemak bawah kulit,

• Distribusi lemak bawah kulit adalah sama untuk semua jenis kelamin

• Adanya hubungan antara lemak bawah kulit dan total lemak tubuh

• Jumlah dari beberapa pengukuran skinfold dapat digunakan untuk memperkirakan total lemak tubuh.

Pengukuran skinfold thickness dilakukan menggunakan skinfold caliper

dengan satuan millimeter. Masing-masing pengukuran dilakukan sebanyak dua

sampai tiga kali, kemudian nilai yang diperoleh merupakan nilai rata-rata. Setelah

melakukan pengukuran dengan skinfold caliper di bagian tertentu, apabila akan

mengetahui seberapa banyak kandungan lemak tubuh seseorang, maka perlu

dilakukan perhitungan estimasi lemak.

Pada gambar 5 ditunjukkan beberapa bagian anatomi tubuh manusia yang


(39)

Gambar 5. Bagian Anatomi Manusia untukSkinfold Thickness

(Norton, Marfell-Joes, Whittingham, Kerr, Carter, Saddington, dan Gore, 2000)

Skinfold thickness dapat menggambarkan pengukuran lemak subkutan.

Adanya hubungan antara lemak subkutan dan total lemak tubuh membuat

beberapa skinfold thickness dapat digunakan untuk memperkirakan total lemak

tubuh. Lemak subkutan dapat diukur dengan menggunakan skinfold caliper yang

diletakkan pada bagian ekstremitas dan batang tubuh. Pengukuran ini didasarkan

pada 50% lemak tubuh total yang terdapat pada lapisansubkutan.Perubahan pada

bagian subkutan dapat menggambarkan perubahan lemak tubuh total (Budiman,

2008; Dipiro, Talbert, dan Yee, 2008).

Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi

anatomi adalah :


(40)

Aksestabilitas yang berkaitan dengan presisi (menanggalkan pakaian)

Ketersediaan data dan referensi pendukung

Ketebalanflip(apabila berkaitan dengan kasusoverweightatau obesitas)

Pengelompokan subyek, berhubungan dengan umur, jenis kelamin,etnis,

dan tingkat lemak tubuh (obesitas atau tidak).

Metode ini selain murah, mudah dilakukan, dan tidak merugikan

kesehatan. Namun, metode ini bersifat etnicaly dependent, bersifat rasial dan

berbeda antar jenis kelamin (seks). Secara etnik terdapat beberapa perbedaan yang

terjadi karena perbedaan distribusi lemak, perbedaan tinggi duduk serta perbedaan

massa otot pada etnik yang berbeda-beda.

2. Abdominal skinfold thickness

Abdominal adalah perut bagian depan. Abdominal skinfold thickness

tersusun atas lemak abdominal yang terdiri dari lemak subkutan abdominal dan

lemakintraabdominal(Kuk, Sojung, Heymsfield, dan Ross, 2005)

Ketebalan lemak diukur dengan cara mencubit bagian abdomen secara

vertikal kira-kira 5cm dari umbilicus. Adanya akumulasi lemak subkutan pada

daerah abdominalseringkali mengarah pada obesitas sentral (Theovenoid, 2008).

Menurut American College of Sports Medicine, pengukuran skinfold thickness

merupakan pengukuran yang 98% akurat, praktis, dan dapat dilakukan hanya

dengan sedikit latihan (Lupash, 2009; McArdLe, Frank, dan Victor, 2005). Pada

gambar 6 dan gambar 7 dapat diketahui gambaran pengukuran abdominal skinfold


(41)

Gambar 6. PengukuranAbdominal Skinfold Thickness(Norton,et.al., 2000)

Gambar 7.Skinfold Calliper(Norton,et.al., 2000)

Abdominal skinfold thickness menggambarkan persebaran lemak pada daerah

abdominal. Distribusi lemak, terutama lemak di abdominal dianggap penting

dalam perkembangan gangguan resistensi insulin, sindrom metabolik dan jantung.

Lebih dari 80% dari total lemak tubuh didistribusikan dalam jaringan adiposa

subkutan dan 10-20% dalam viseral jaringan adiposa pada orang dewasa

(Bhardwaj dan Sandeep, 2011). Cara pengambilan lemak pada skinfold thickness

membutuhkan teknik khusus. Pengambilan lemak yang tidak tepat dalam pada

pengukuran skinfold thickness akan sangat mempengaruhi hasil penelitian.

Gambar 8 memberikan gambaran cara pengambilan lemak yang tepat pada


(42)

Gambar 8. Cara Pengambilan Lemak padaSkinfold Thickness

(Norton,et.al., 2000)

Jaringan adipose abdominal lebih sensitif terhadap stimulus hormonal dan

penyimpanan asam lemak. Lemak pada daerah subkutan sangat berpengaruh pada

akumulasi trigliserida yang terjadi karena berlebihnya kalori yang masuk. Pada

wanita, adiposa sentral lebih berkaitan dengan keabnormalan profil lipid atau


(43)

thickness pada semua usia berkorelasi dengan persen lemak tubuh dengan r=0,8

dan berkorelasi dengan lemak subkutan dengan r=0,75 (Budiman, 2008).

E. Landasan Teori

Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan

hiperglikemia dan intoleransi glukosa yang terjadi karena adanya kelainan pada

kelenjar pankreas atau insulin. Kondisi pada DM tipe 2 memungkinkan menjadi

faktor risiko timbulnya kelainan atau penyakit penyerta. Hal ini dikarenakan

penurunan sensitivitas insulin, dimana insulin merupakan hormon yang berperan

penting dalam tubuh. Adanya kondisi resistensi insulin ini dapat berpengaruh

terhadap metabolisme lemak. Resistensi insulin dapat mengaktifkan hormon

Lipoprotein Lipase(LPL) sehingga terjadi lipolisis dan menghasilkan asam lemak

bebas berlebihan. Asam lemak berlebihan dapat semakin menurunkan sensitifitas

insulin dan sisa asam lemak dibawa ke hepar. Asam lemak yang dibawa ke hepar

akan menjadi prekusor pembentukan VLDL yang berdampak peningkatan

trigliserida. Selain itu, resistensi insulin juga akan meningkatkan proses

lipogenesis dengan mengaktivasi reseptor PPARγ dan SREBP-1c. Proses lipogenesis merupakan proses sintesis trigliserida dengan prekusor FFA (Free Fat

Acid) atau asam lemak bebas. Hal inilah yang memicu kondisi hipertrigliserida

pada DM tipe 2 (resistensi insulin).

Antropometri merupakan metode pengukuran dimensi tubuh yang

meliputi tulang, otot, jaringan adiposa, yang dapat diaplikasikan secara universal


(44)

akumulasi dan distribusi lemak tubuh. Salah satu pengukuran antropometri yang

dapat digunakan untuk menentukan akumulasi dan distribusi lemak tubuh adalah

skinfold thickness.

Pengukuran abdominal skinfold thickness dilakukan pada bagian

abdominal, dimana bagian tersebut dapat menggambarkan ketebalan dan

distribusi lemak tubuh. Distribusi lemak, terutama lemak di abdominal dianggap

penting dalam perkembangan gangguan resistensi insulin, sindrom metabolik dan

jantung. Pada bagian abdominal, diketahui bahwa semakin tebal tumpukan lemak

kemungkinan semakin tinggi pula kadar lemak dalam tubuh.

Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Temanggung merupakan rumah

sakit tipe B. Rumah sakit tipe B adalah rumah sakit yang mampu memberikan

pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis terbatas. Berdasarkan data yang

diambil dari bagian rekam medis, diketahui bahwa prevalensi DM tipe 2 di RSUD

Kabupaten Temanggung termasuk tinggi dan menduduki peringkat ketiga setelah

diare dan hipertensi pada data tahun 2012 lalu.

F. Hipotesis

Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah ada korelasi antara

abdominal skinfold thickness dengan kadar trigliserida pada diabetes melitus tipe


(45)

28

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitan ini merupakan jenis penelitian observasional analitik (non

eksperimental) karena tidak memberikan perlakuan pada responden. Pengukuran

variabel dilakukan dengan pendekatan cross-sectional (potong lintang).

Pendekatan cross-sectional (potong lintang) berarti pendekatan dimana

pengukuran variabel-variabelnya dilakukan hanya satu kali dan pada suatu saat

tertentu (Notoatmodjo, 2010).

Tujuan utama penelitian observasional analitik adalah untuk menggali

bagaimana dan mengapa suatu fenomena kesehatan itu terjadi. Penggalian

informasi kemudian dilanjutkan dengan dilakukan analisis korelasi antara

fenomena, baik antara faktor resiko dan faktor efek, antar faktor resiko maupun

antar faktor efek (Notoadmodjo, 2010). Data penelitian yang digunakan adalah

data primer, karena langsung didapat dari pasien.

Penelitian dilakukan dengan menganalisis korelasi antara abdominal

skinfold thicknessdengan kadar trigliserida pada penyandang diabetes melitus tipe

2. Faktor resiko dalam penelitian ini adalah abdominal skinfold thickness,

sedangkan kadar trigliserida sebagai faktor efek. Perolehan korelasi antar data


(46)

B. Variabel Penelitian 1. Variabel utama

1) Variabel bebas(independent)dari penelitian ini adalahabdominal skinfold

thicknessresponden.

2) Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kadar trigliserida dalam

darah responden.

2. Variabel pengacau

1) Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah jenis kelamin,

umur, kondisi puasa sebelum penelitian.

2) Variabel pengacau tidak terkendali dalam penelitian ini adalah kondisi

patologis, aktivitas dan gaya hidup responden, obat-obat yang dikonsumsi.

C. Definisi Operasional

1. Responden adalah penyandang diabetes melitus tipe 2 di Rumah Sakit Umum

Daerah Kabupaten Temanggung, dengan rentang umur 40 tahun ke atas yang

memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi pada penelitian ini.

2. Karakteristik penelitian meliputi demografi, pengukuran antropometri dan

hasil pemeriksaan laboratorium. Karakteristik demografi yang digunakan

meliputi usia penyandang DM tipe 2. Pengukuran antropometri meliputi

abdominal skinfold thickness (tebal lipatan kulit daerah abdomen). Hasil

pemeriksaan laboratorium yang diteliti adalah kadar trigliserida dalam darah.


(47)

a. Abdominal skinfold thickness dilakukan dengan mengukur ketebalan lapisan

lemak di bawah kulit (subkutan) yaitu dengan mencubit bagian abdomen

secara vertikal kira-kira 5cm dari umbilicus yang merupakan indikator total

lemak tubuh. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan skinfold caliper.

Nilai normal yang digunakan untuk abdominal skinfold thickness pada pria

dan wanita adalah nilai medianabdominal skinfold thicknessyang didapat dari

hasil penelitian.

b. Kadar trigliserida diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium RSUD

kabupaten Temanggung setelah responden dengan kondisi puasa 8-10 jam

sebelum diambil sampel darah. Nilai standar yang digunakan pada penelitian

ini adalah menurut the National Cholesterol Education Program Adult

Treatment Panel III(NCEP-ATP III) normal jika kadar kurang dari 150 mg/d,

borderline high jika kadar 150-199mg/dL, tinggi jika kadar 200-499mg/dL

(Semenkovich,et.al., 2011).

D. Responden Penelitian

Pada penelitian ini dipilih responden yang memenuhi kriteria inklusi dan

kriteria eksklusi. Kriteria inklusi yang telah ditentukan antara lain penyandang

diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung dengan rentang usia di

atas 40 tahun, bersedia berpuasa 8-10 jam sebelum pengambilan data dan bersedia

untuk bekerjasama dalam penelitian ini. Bentuk kesediaan responden ditandai

dengan menyetujui surat perjanjian kerjasama atau informed consent. Kriteria


(48)

penyakit lain ketika dilaksanakan pemeriksaan. Penyakit penyerta yang dimaksud

adalah gagal ginjal, stroke, dan jantung koroner.

Pengambilan data dilakukan selama 6 minggu yang dilaksanakan di

RSUD Kabupaten Temanggung. Pengambilan data dilaksanakan pada tanggal 18

Agustus 2013 sampai 28 September 2013.

Tabel III. Jumlah Responden yang Terlibat dalam Penelitian

No. Minggu ke- Jumlah

Responden Pria

Jumlah Responden

Wanita

Jumlah responden 1 Minggu ke-1 8 8 16

2 Minggu ke-2 8 2 10

3 Minggu ke-3 8 8 16

4 Minggu ke-4 5 9 14

5 Minggu ke-5 6 9 15

6 Minggu ke-6 10 25 35 Jumlah Total Responden 106

Jumlah keseluruhan responden adalah 106, dimana dari 106 responden, 5

responden di eksklusi dikarenakan tidak hadir pada saat pengambilan data

penelitian. Dengan demikian, jumlah responden yang dapat diolah datanya adalah

101 responden.

E. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung, Jalan Dr.Sutomo

no.67, Temanggung, Jawa Tengah 56212. Penelitian berlangsung pada bulan


(49)

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dengan judul “Korelasi Pengukuran

Antropometri terhadap Profil Lipid, Kadar Glukosa Darah Puasa, dan Tekanan

Darah pada Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung”.

Penelitian ini telah memperoleh izin dari Komisi Etik Kedokteran.

Penelitian ini dilakukan oleh 14 orang peneliti dengan kajian yang

berbeda. Kajian yang diteliti dalam penelitian payung ini adalah:

a. Korelasi PengukuranBody Mass Index(BMI) terhadap Kadar Trigliserida

b. Korelasi PengukuranBody Mass Index (BMI) terhadap Rasio Kadar Kolesterol

Total/HDL

c. Korelasi PengukuranBody Mass Index(BMI) terhadap Rasio Kadar HDL/LDL

d. Korelasi PengukuranBody Mass Index(BMI) terhadap Tekanan Darah

e. Korelasi Pengukuran Abdominal Skinfold Thickness terhadap Kadar

Trigliserida

f. Korelasi Pengukuran Abdominal Skinfold Thickness terhadap Rasio Kadar

Kolesterol Total/HDL

g. Korelasi Pengukuran Abdominal Skinfold Thickness terhadap Rasio Kadar

HDL/LDL

h. KorelasiPengukuranAbdominal Skinfold Thicknessterhadap Tekanan Darah

i. Korelasi Pengukuran Body Mass Index dan Abdominal Skinfold Thickness


(50)

j. Korelasi Pengukuran Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang

Panggulterhadap Kadar Trigliserida

k. Korelasi Pengukuran Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang Panggul

terhadap Rasio Kadar Kolesterol Total/HDL

l. Korelasi Pengukuran Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang Panggul

terhadap Rasio HDL/LDL

m. Korelasi Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang Panggul terhadap

Tekanan Darah

n. Korelasi Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang Panggul

terhadapKadar Glukosa Darah Puasa

G. Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan data (teknik sampling) dilakukan dengan metode non

random sampling jenispurposive sampling. Pada metode ini, tidak semua orang

yang memasuki kriteria inklusi mendapat kesempatan yang sama untuk dapat

dijadikan sebagai responden. Pada purposive sampling, respoden dipilih

berdasarkan pertimbangan subjektif peneliti yaitu bahwa responden tersebut dapat

memberikan informasi yang sesuai dengan tujuan penelitian (Sastroasmoro dan

Ismael, 2010). Purposive sampling dilakukan untuk menjadi pertimbangan

tertentu bagi peneliti terkait ciri maupun kondisi populasi yang telah diketahui.

Responden yang digunakan hanyalah penyandang DM tipe 2 baik pria

maupun wanita yang di jumpai di RSUD Kabupaten Temanggung, memenuhi


(51)

yaitu 120 orang dengan jumlah minimum sampel pada penelitian korelasi, yaitu

30 orang.

H. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah skinfold caliper

dengan merk pi zhi hou du jiuntuk mengukur abdominal skinfold thickness yang

dilakukan oleh peneliti. Spektrofotometer Sysmex Chemix-180 (Jepang), seri :

5830-0605 untuk mengukur kadar trigliserida yang dilakukan oleh laboran di

laboratorium RSUD Kabupaten Temanggung.

I. Tata Cara Penelitian 1. Observasi awal

Observasi awal dimulai dengan mencari informasi terkait rumah sakit

umum daerah (RSUD) yang tepat untuk dapat dijadikan lokasi penelitian. Lokasi

penelitian dikatakan tepat dengan indikator prevalensi penyandang diabetes

melitus tipe 2 yang tinggi.

2. Permohonan izin dan kerja sama

1. Permohonan izin diajukan ke Komisi Etik Penelitian Kedokteran dan

Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada untuk

memenuhi etika penelitian (Ethical Clearance) menggunakan sampel

biologis manusia, yaitu darah dan hasil penelitian dapat dipublikasikan.

2. Permohonan izin diajukan ke Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten

Temanggung sebagai lokasi penelitian setelah mendapat izin dari Komisi


(52)

3. Permohonan izin diajukan ke bagian Litbangkespol daerah Temanggung,

sebagai perizinan melakukan penelitian di daerah Kabupaten

Temanggung.

4. Permohonan kerjasama diajukan ke bagian laboratorium RSUD Kabupaten

Temanggung untuk mengukur beberapa parameter tertentu (kadar

trigliserida) yang ditentukan dalam penelitian.

3. Pembuataninformed consentdanleaflet

Pembuatan informed consent dilakukan sesuai standar yang ditetapkan

oleh Komisi Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Sedangkan leaflet dibuat sebagai sarana

informasi dan edukasi bagi responden terkait penjelasan tentang penelitian.

4. Pencarian calon responden

Responden ditentukan setelah adanya izin dari Litbangkespol RSUD

Kabupaten Temanggung. Calon responden yang bersedia diminta untuk mengisi

dan menandatangani informed consent sebagai bentuk kerjasama. Sebelum

dilakukan penelitian, responden akan diberi penjelasan mengenai maksud dan

tujuan penelitian oleh peneliti.

Pencarian responden dilakukan secara langsung (tatap muka) yaitu

dengan menunggu penyandang DM tipe 2 yang kontrol di RSUD Kabupaten

Temanggung yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian. Apabila

responden yang datang tersebut tidak berpuasa, maka peneliti memohon

responden untuk datang kembali ke RSUD Kabupaten Temanggung dalam


(53)

berguna untuk mengingatkan responden untuk berpuasa dan memberikan

konfirmasi ulang mengenai waktu dan tempat pelaksanaan pengukuran

antropometri. Peneliti juga membuat surat undangan pada para penyandang DM

tipe 2 di puskesmas dan dinas kesehatan di daerah Temanggung untuk mengikuti

penelitian.

Peneliti memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan penelitian

kepada calon responden. Informasi yang disampaikan meliputi pengenalan

mengenai pengukuran antropometri dan manfaatnya, serta pentingnya untuk

mengetahui korelasinya terhadap profil lipid, kadar glukosa darah puasa, dan

tekanan darah. Hal tersebut diharapkan dapat menjadi deteksi dini para

penyandang DM tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung terkait mencegah

terjadinya komplikasi seperti dislipidemia dan supaya calon responden terdorong

untuk terlibat dalam penelitian ini. Media sosialisasi yang digunakan adalah dalam

bentuk leaflet yang berjudul “Type 2 Diabetes”. Leaflet ini bertujuan sebagai sarana edukasi sekaligus informasi terkait penelitian. Cakupan informasi yang

terdapat di leaflet mencakup pengukuran antropometri dan perannya untuk

mengetahui distribusi dan akumulasi lemak di tubuh, serta pemeriksaan penunjang

di laboratorium untuk mengetahui profil kesehatan. Informasi dalam leaflet

disusun secara singkat, padat dan informatif yang dilengkapi ilustrasi sehingga

mudah dipahami oleh calon responden. Calon responden yang bersedia ikut dalam


(54)

5. Validitas dan realibilitas instrumen penelitian

Dalam suatu penelitian dibutuhkan instrumen yang valid dan reliable

untuk mendapatkan hasil yang akurat. Instrumen yang valid adalah instrumen

yang dapat mengukur variabel yang diinginkan. Sedangkan instrumen yang

reliable merupakan instrumen yang dapat digunakan beberapa kali akan

menghasilkan data yang sama. Salah satu parameter yang harus dipenuhi untuk

validitas dan reliabilitas instrumen adalah nilai coefficient of variation (CV)

(Sugiyono, 2010). Nilai CV yang baik didapat dari perhitungan simpangan baku

dibagi dengan nilai rata-rata beberapa kali dan dikalikan dengan 100%, sehingga

didapat nilai CV < 5%. Pada uji realibilitas instrumen diketahui bahwa nilai CV

pada responden wanita adalah 2%, sedangkan pada responden pria adalah 1,36%.

Berdasarkan nilai koefisien variasi yang dihasilkan tersebut, dapat dikatakan

validitas dan realibilitas instrumen penelitian ini memiliki nilai presisi yang baik.

Kalibrasi alat juga dilakukan dalam penelitian ini. Hal ini ditujukan

dengan harapan dapat memberikan hasil penelitian yang akurat. Kalibrasi alat

dilakukan pada Skinfold Calliper dengan cara menggunakan anak timbang untuk

memastikan jarumcaliperberada tepat di angka nol. Kalibrasi alat pada penelitian

ini dilakukan tiap 10 kali pengukuran. Sedangkan untuk alat pengukur trigliserida,

kalibrasi dilakukan oleh pihak laboratorium rumah sakit.

6. Pengambilan sampel darah dan pengukuran parameter

Pada penelitian ini, parameter yang digunakan peneliti adalah abdominal

skinfold thicknessdan kadar trigliserida. Pengambilan darah responden yang telah


(55)

pengambilan darah serta tidak sakit pada hari yang bersangkutan, dilakukan oleh

Laboratorium RSUD Kabupaten Temanggung.

Pengukuran abdominal skinfold thickness dilakukan dengan

menggunakan skinfold caliper dan dilakukan oleh peneliti sendiri. Teknik

pengukurannya adalah dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk untuk

memegang lapisan lemak bawah kulit. Rahang skinfold caliper menjepit lapisan

lemak dengan posisi vertikal. Abdominal skinfold thickness diukur dari lateral

umbilicus sepanjang 5 cm. Pada saat pengambilan data AST, responden diminta

untuk melepaskan baju agar membantu validitas hasil pengukuran. Pengambilan

sampel darah pada responden dilakukan oleh tenaga ahli dari laboratorium RSUD

Kabupaten Temanggung.

7. Pembagian hasil pemeriksaan

Hasil pengukuran parameter dibagikan kepada responden secara langsung

oleh peneliti. Proses pemberian hasil pemeriksaan tersebut disertai dengan

penjelasan kepada responden terkait hasil pemeriksaan.

Data yang diperoleh diolah dengan program computer secara statistik.

Langkah awal yang digunakan adalah kategorisasi data sejenis, yaitu menyusun

dan menggolongkan data dalam kategori-kategori dan dilakukan interpretasi.

J. Analisis Data Penelitian

Interpretasi data dilakukan dengan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov

danShapiro-Wilkuntuk melihat distribusi normal suatu data. Suatu data dikatakan


(56)

normal bila nilai Asymp.Sig(p) lebih besar dari 0,05. Apabila distribusi data telah

diketahui, maka dapat dilakukan pengujian selanjutnya yaitu uji korelasi dan

komparasi.

Data diuji korelasinya dengan analisis Spearman. Hal ini dikarenakan

didapatkan distribusi data yang tidak normal. Taraf kepercayaan yang digunakan

pada penelitian ini adalah 95%.

Tabel IV. Uji Hipotesis Berdasarkan Kekuatan Korelasi, Nilai p, dan Arah Korelasi (Dahlan, 2011)

No Parameter Nilai Interpretasi

1 Kekuatan korelasi (r) 0,0 - < 0,2 0,2 - < 0,4 0,4 - < 0,6 0,6 - < 0,8 0,8–1

Sangat lemah Lemah Sedang Kuat Sangat kuat

2 Nilai p P < 0,05

P > 0,05

Korelasi bermakna Tidak terdapat korelasi 3 Arah korelasi + (positif)

- (negatif)

Searah Berlawanan arah

Analisis komparatif juga dilakukan pada dataabdominal skinfold thickness

menggunakan uji Mann-Whitney karena ada distribusi data yang tidak normal.

Data abdominal skinfold thickness yang dibandingkan adalah nilai abdominal

skinfold thickness< nilai median danabdominal skinfold thickness> nilai median.

K. Kesulitan Penelitian

Kesulitan dalam penelitian ini adalah dalam pencarian responden, dimana

tidak semua penyandang DM dan memenuhi kriteria inklusi eksklusi, berkenan

menjadi responden dalam penelitian. Selain itu, adanya responden yang tidak

berpuasa pada saat pengambilan data, sehingga tidak dapat diambil datanya. Hal

ini cukup menghambat dan berdampak pada lama waktu pencarian responden


(57)

40

BAB IV

Penelitian ini termasuk dalam penelitian payung dengan judul Korelasi

Pengukuran Antropometri terhadap Profil Lipid, Kadar Glukosa Darah Puasa, dan

Tekanan Darah pada Diabetes Melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung.

Penelitian dilakukan di poliklinik penyakit dalam RSUD Djojonegoro

Temanggung, Jawa Tengah untuk mengetahui korelasi antara abdominal skinfold

thicknessdengan kadar trigliserida dalam darah pada diabetes melitus tipe 2.

Pengukuran abdominal skinfold thickness merupakan bagian dari metode

antropometri yang seringkali digunakan untuk pendeteksian dini (prediksi dan

evaluasi) suatu penyakit yang berkaitan dengan profil lipid. Salah satu lipid yang

paling sederhana, disimpan dalam jumlah besar di bawah kulit dan di rongga

abdominal adalah trigliserida. Tingginya kadar trigliserida (hipertrigliseridemia)

dapat menjadi indikator paling potensial terjadinya cardiovascular disease.

(Gibney dan Wolmarans, 2008).

Responden dalam penelitian ini adalah penyandang diabetes melitus tipe 2.

Hal ini dikarenakan DM tipe 2 erat kaitannya dengan resistensi insulin. Pada

resistensi insulin sering ditemui kasus dislipidemia yang salah satunya ditandai

dengan peningkatan kadar trigliserida dalam darah. Pada penelitian dilakukan

desain potong lintang (cross-sectional), yang merupakan rancangan studi

epidemiologi dimana cara pengamatan (observasi) dilakukan serentak pada

individu-individu dari populasi tunggal dalam suatu saat atau periode.


(58)

Desain potong lintang tidak dapat menggambarkan perjalanan penyakit, baik

insidensi maupun prognosisnya. Hal ini menjadi salah satu kelemahan dari

penelitian ini, dimana peneliti tidak dapat menyelidiki secara spesifik perjalanan

penyakit pasien. Perjalanan penyakit pasien hanya dapat diketahui dari beberapa

hasil wawancara (kemungkinan recall bias cukup besar). Beberapa kelemahan

lain dari penelitian ini antara lain adalah penggalian informasi pada responden

yang kurang mendalam. Hal ini mempengaruhi munculnya bias ketika

pembahasan analisis data. Jumlah sampel sudah mencukupi dan sesuai dengan

syarat penelitian, yaitu minimal 30 sampel untuk dapat mewakili hasil penelitian.

Penggunaan rancangan potong lintang membuat minimnya tindak lanjut (follow

up) yang dapat diberikan. Tindak lanjut yang dilakukan pada penelitian ini adalah

pemberian hasil cek laboratorium danleafletpada pasien.

A. Karakteristik Responden

Penelitian ini dilakukan terhadap 101 responden penelitian yang terdiri

dari 2 kelompok, yaitu 41 responden pria dan 60 responden wanita. Responden

dalam penelitian ini merupakan penyandang diabetes melitus tipe 2 yang telah

memenuhi kriteria penelitian baik inklusi maupun eksklusi.

Sebelum dilakukan uji hipotesis (statistik analitis) perlu dilakukan

pengujian statistik deskriptif yang merupakan dasar bagi statistik analitis.

Pengujian statistik deskriptif dilakukan untuk mengetahui karakteristik data yang

dimiliki. Pengujian statistik deskriptif dalam penelitian ini adalah uji normalitas


(59)

dalam pengujian normalitas data dengan besar sampel (n>50). Apabila besar

sampel (n<50) maka digunakan uji normalitas Shapiro-Wilk (Dahlan,2011).

Dengan demikian, pada responden pria digunakan uji Shapiro-Wilk, sedangkan

pada responden wanita menggunakan uji Kolmogrov-Smirnov. Suatu data

dikatakan normal jika nilai signifikansi (p)>0,05. Profil karakteristik

masing-masing kelompok responden (pria dan wanita) dalam penelitian ini meliputi usia,

abdominal skinfold thickness, dan kadar trigliserida dalam darah, seperti yang

ditunjukkan pada tabel V :

Tabel V. Karakteristik Responden Penelitian

No Karakteristik Pria (n=41) p Wanita (n=60) p

1 Usia(tahun) 61,2 + 9,7* 0,536 60,2 + 8,2* 0,200

2 AST (mm) 24,00 (9,2–37,0)** 0,008 25,70 + 6,9* 0,200 3 Trigliserida

(mg/dL)

132,2 + 38,5* 0,000 141,2 + 55,9* 0,000

Keterangan : * =Mean + SD

** = Median (minimum-maksimum) 1. Usia

Responden Pria :

Responden kelompok pria dalam penelitian ini memiliki kisaran usia

41-78 tahun. Dari data WHO didapatkan bahwa setelah mencapai usia 30 tahun,

kadar glukosa darah akan naik 1-2 mg%/tahun pada saat puasa dan akan naik

sebesar 5,6-13 mg%/tahun pada 2 jam setelah makan. Pada usia 75 tahun,

diperkirakan sekitar 20% lansia mengalami DM, dan kurang lebih setengahnya

tidak menyadari adanya penyakit ini. Oleh sebab itu, American Diabetes

Association(ADA) menganjurkan penapisan (skrinning) DM sebaiknya dilakukan

terhadap orang yang berusia 45 tahun ke atas dengan interval 3 tahun sekali.


(60)

hipertensi dan dislipidemia) (Kane, Ouslander, dan Abrass, 2009). Pengujian

normalitas pada responden pria digunakan ujiShapiro-wilk karena jumlah sampel

<50, yaitu n=41. Hasil penelitian ini diperoleh rata-rata responden berusia 61,2

tahun dengan standar deviasi + 9,753. Distribusi umur responden diketahui

memiliki distribusi normal yang digambarkan dengan nilai p>0.05 (p=0,536).

Penelitian yang dilakukan oleh Nakanishi, Nakamura, Suzuki, Matsuo,

dan Tatara (2000) pada subyek pria normal Jepang dengan usia 25-59 tahun

menunjukkan bahwa adanya korelasi antara umur denganlog triglyceride(mg/dL)

yang memberikan nilai p kurang dari 0,001. Pada penelitian ini digunakan log

triglyceride, karena dalam analisis statistik yang digunakan, apabila didapatkan

distribusi data yang tidak normal maka digunakan nilai log. Hasil penelitian

tersebut menggambarkan bahwa adanya korelasi positif bermakna antara usia dan

kadar trigliserida pada subyek normal. Dengan demikian, usia disini dapat juga

menjadi pertimbangan sebagai faktor yang mempengaruhi tingkat kadar

trigliserida dalam darah.

Responden Wanita :

Responden kelompok wanita dalam penelitian ini memiliki rentang usia

44-77 tahun. Hasil penelitian diperoleh rata-rata usia responden yaitu 60,2 tahun

dengan standar deviasi + 8,2. Beberapa studi epidemiologi mengatakan bahwa

tingkat kerentanan terjangkitnya penyakit DM tipe 2 sejalan dengan bertambahnya

usia.

Pengujian normalitas data responden kelompok wanita digunakan


(61)

responden kelompok wanita menunjukkan bahwa wanita lebih beresiko terkena

DM tipe 2 dibandingkan pria. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian oleh Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 yang menyatakan bahwa kasus DM

maupun Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) lebih banyak ditemukan pada

wanita dibandingkan pada pria. Hasil uji normalitas didapatkan distribusi data

usia pada responden kelompok wanita adalah terdistribusi normal dengan nilai

p>0,05, yaitu p = 0,2.

Berdasarkan World Health Organization (2013), usia di atas 60 tahun

termasuk dalam usia lanjut usia dan kondisi fisiologis sudah berbeda dengan usia

pertengahan rentang 45-59 tahun. Rata-rata usia yang diperoleh pada pengamatan

karakteristik responden baik pria maupun wanita adalah dalam kisaran 60 tahun.

Usia 60 tahun merupakan usia lansia, dimana diketahui profil kemampuan

metabolisme pada lansia berbeda dengan pada usia produktif (cenderung

mengalami penurunan kemampuan metabolisme). Sedangkan pada penelitian ini,

data yang diambil adalah data keseluruhan dengan usia responden 40 tahun ke

atas tanpa terdapat batasan. Dengan demikian, hasil penelitian ini dapat

dipengaruhi oleh adanya penyandang DM dengan usia lanjut yang terlibat menjadi

responden. Faktor usia sangat berperan terlebih untuk dapat diperoleh data

pengamatan pada DM usia produktif. Oleh karena itu, sebaiknya usia responden

dapat dibuat dalam rentang tertentu agar didapatkan data yang lebih spesifik dan


(62)

2. Abdominal skinfold thickness

Pengukuran abdominal skinfold thickness dilakukan untuk mengetahui

tebal lemak subkutan. Semakin tinggi nilai AST, berarti semakin tebal lemak

subkutan. Sebaliknya, semakin rendah nilai AST, berarti semakin sedikit pula

akumulasi lemak subkutan. Lemak abdominal merupakan komponen penyusun

AST. Lemakabdominalterdiri dari lemak visceral, retroperitonealdansubkutan.

Jaringan adipose subkutan lebih berkontribusi pada kejadian obesitas.

Pembentukan jarigan adiposa diperantarai oleh aktivitas hormon androgen.

Kelebihan androgen akan berkontribusi pada obesitas (Polikandrioti,et.al., 2009).

Adipogenesis pada jaringan abdominal subkutan akan meningkatkan akumulasi

lipid dalam darah (Blouin,et.al, 2008). Lemaksubkutanmerupakan lapisan lemak

dalam jaringan yang terletak di bawah dermis dan di atas otot dan fasia. Lemak

subkutanterlebih pada bagianabdomenmenjadi tempat akumulasi trigliserida.

Tidak adanya ketentuan khusus terkait nilai normal (ukuran pemusatan atau

cut-off point) AST dikarenakan pengukuran AST yang subyektif dan

berbeda-beda pada tiap orang. Dalam menentukan nilai normal (ukuran pemusatan atau

cut-off point) pada AST, dilihat distribusi data yang didapatkan. Apabila data

terdistribusi normal, maka digunakan nilai mean, sedangkan apabila tidak

terdistribusi normal, maka digunakan nilai median (Dahlan, 2011).

Responden Pria :

Hasil penelitian ini didapatkan nilai median AST pria adalah 24,00 mm,


(63)

tidak normal (p<0,05) dengan p=0,008. Kisaran nilai AST pada responden pria

adalah sebesar 9,17–37,00 mm. Responden Wanita :

Pada kelompok responden wanita didapatkan nilai mean 25,70 mm dan

standar deviasinya adalah 6,9, sehingga kisaran nilai AST wanita pada penelitian

ini adalah 10,5-38,0 mm. Data AST menunjukkan distribusi yang normal (p>0,05)

dengan p=0,200.

Nilai AST pada wanita cenderung lebih besar dibandingkan pada pria.

Terdapat perbedaan pola penyebaran lemak badan antara pria dan wanita yang

mengacu pada tuntutan untuk menghasilkan keturunan dan fungsi hormon lain.

Wanita mempunyai lemak spesifik yang mulai timbul sejak masa pubertas dan

biasanya tersebar di daerah payudara, perut bagian bawah, paha, dan sekitar alat

genital (Sudibjo, 2012). Hampir 80% lemak tubuh terdapat di area subkutan, dan

wanita mempunyai presentase lemak subkutan lebih besar dibandingkan pria.

Lemak subkutan pada wanita terdapat di daerah payudara, bokong, dan paha.

Lemak visceral pada pria sebesar 10-20% dari total lemak tubuh, sedangkan

wanita hanya 5-8% (Blouinet.al, 2008).

3. Kadar trigliserida

Pada dasarnya kadar trigliserida berbeda-beda tergantung usia dan jenis

kelamin. Pada beberapa penelitian diketahui bahwa kadar kolesterol pada pria dan

wanita meningkat mulai usia 20 tahun. Pada pria kadar kolesterol akan meningkat

sampai usia 50 tahun, sedangkan pada wanita sampai sebelum menopause (40-50


(64)

perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Hal ini berkaitan dengan adanya

hormon estrogen pada wanita dapat membantu menurunkan kadar kolesterol total

dan LDL melalui aktivitas reseptor LDL, sehingga terjadi peningkatan LDL dan

trigliserida, serta penurunan kadar kolesterol HDL (Hendromartomo, 2009).

Responden Pria :

Hasil pengujian normalitas data kadar trigliserida didapatkan nilai rata-rata

kadar trigliserida responden pria adalah 132,2 mg/dL dengan standar deviasi +

38,49. Kisaran kadar trigliserida pada responden pria adalah mulai dari 82 mg/dL

hingga 284 mg/dL. Nilai p didapatkan p=0,000, hal ini berarti bahwa data tidak

terdistribusi normal. Kisaran kadar trigliserida menggambarkan bahwa profil lipid

(trigliserida) responden bervariasi dengan mayoritas pada rentang normal

(<150mg/dL) hingga tinggi (200-499mg/dL).

Responden Wanita :

Pada uji normalitas data kadar trigliserida diketahui bahwa nilai rata-rata

kadar trigliserida pada kelompok responden wanita adalah 141,2 mg/dL dengan

standar deviasi +55,9. Kisaran kadar trigliserida pada responden wanita adalah

72-330 mg/dL. Nilai P yang diperoleh pada uji ini sebesar p=0,000 yang

menunjukkan bahwa data tidak terdistribusi normal.

Apabila dibandingkan, rata-rata kadar trigliserida pada responden wanita

(141,2mg/dL) dalam penelitian ini cenderung lebih tinggi dibanding pada pria

(132,2mg/dL). Hasil ini sesuai dengan pernyataan bahwa pada usia setelah

menopause (>50 tahun), kadar trigliserida pada wanita cenderung lebih tinggi


(65)

berusia lebih dari 50 tahun (usia responden wanita <50 tahun = 4 dari 60

responden).

B. Perbandingan Kadar Trigliserida pada kelompokAbdominal Skinfold Thickness< nilai pusat danAbdominal Skinfold Thickness> nilai

pusat

Pada penelitian ini masing-masing kelompok responden dibagi menjadi

dua kelompok, yaitu kelompok dengan AST kurang dari nilai pusat dan AST lebih

dari sama dengan nilai pusat. Nilai median digunakan sebagai ukuran pemusatan

(nilai pusat) apabila data terdistribusi tidak normal, sedangkan nilai mean

digunakan sebagai ukuran pemusatan (nilai pusat) apabila data terdistribusi

normal (Dahlan, 2011).

1. Perbandingan trigliserida pada abdominal skinfold thickness <24,00 mm danabdominal skinfold thickness>24,00 mm kelompok responden pria

Pengujian komparatif data diperlukan uji normalitas data yang akan

dibandingkan terlebih dahulu untuk dapat diketahui uji komparatif yang tepat.

Berdasarkan dengan uji normalitas pada data AST responden pria secara

keseluruhan didapatkan distribusi data yang tidak normal, oleh karena itu

digunakan nilai median sebagai ukuran pemusatan.

Uji normalitas data kadar trigliserida juga dilakukan pada masing-masing

kelompok responden pria dengan AST <24,00 mm dan AST >24,00 mm. Dari

hasil uji normalitas didapatkan nilai signifikansi atau p pada responden AST

<24,00 mm adalah p=0,000 (tidak normal). Sedangkan nilai p pada responden


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

Lampiran 18 : Dokumentasi Pengukuran Antropometri dan Penelitian di RSUD Temanggung


(6)

BIOGRAFI PENULIS

Penulis bernama lengkap Paulina Ambarsari Mawar Ning Hadi, lahir di Temanggung, tanggal 29 Oktober 1991. Penulis merupakan anak kedua dari pasangan Theodorus Sunarko dan Ana Ratna Dwi Atmika Asih. Penulis mengawali bangku pendidikannya di TK Ade Irma Suryani Parakan (1996-1998), SD Santa Maria Bulu-Temanggung (1998-2004), kemudian melanjutkan pendidikannya di SMP N 2 Temanggung (2004-2007) dan di SMA N 1 Temanggung (2007-2010). Pada tahun 2010, penulis melanjutkan pendidikannya ke jenjang perguruan tinggi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta (2010-2013).

Selama menempuh dunia pendidikan, penulis melatih softskillnya dengan turut aktif dalam beberapa organisasi; sekretaris IPKT (Ikatan Pelajar Katolik Temanggung), sekretaris umum UKM Pengabdian Masyarakat 2010-2011, hingga anggota pos kesehatan Kota Baru 2010-sekarang. Penulis juga turut berpartisipasi dalam kepanitiaan; tim cerdisk kepanitian INSADHA 2011, bendahara Pharmacy Performance 2011, ketua Kampanye Informasi Obat Generik Fakultas Farmasi Sanata Dharma 2012, dan ketua Dies Natalis Asrama Syantikara ke-61 tahun 2012. Beberapa kompetisi terkait softskill hingga bidang kefarmasian juga diikuti oleh penulis untuk memperkaya pengalamannya. Kompetisi yang pernah diikuti penulis antara lain; finalis 10 besar Miss Syantikara tahun 2012, Patient Counseling Event di UI, ITB, UGM, dan Universitas Tanjung Pura Pontianak, serta menjuarai Program Kreativitas Mahasiswa ke-26 yang diadakan oleh DIKTI. Penulis juga mengembangkan

ilmunya dengan terlibat sebagai asisten praktikum “Botani Farmasi” dan “Komunikasi Farmasi”.