Model Pembelajaran Discovery Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa SMP.
MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR REFLEKTIF MATEMATIS SISWA SMP
SKRIPSI
diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh
Nadia Dezira Hasan NIM.1101899
(2)
MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR REFLEKTIF MATEMATIS SISWA SMP
Oleh:
Nadia Dezira Hasan
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
© Nadia Dezira Hasan 2015 Universitas Pendidikan Indonesia
Agustus 2015
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difotokopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.
(3)
(4)
ABSTRAK
Nadia Dezira Hasan. (1101899). Model Pembelajaran Discovery Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa SMP
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh fakta rendahnya kemampuan berpikir reflektif matematis siswa SMP. Adapun tujuan penelitian ini adalah: (1) mengetahui apakah peningkatan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran model discovery learning lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran model konvensional;(2) mengetahui kualitas peningkatan kemampuan berpikir reflektif matematis antara siswa yang mendapatkan pembelajaan model discovery learning dan siswa yang mendapatkan pembelajaran model konvensional;(3) mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan model discovery learning. Metode yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan desain penelitiannya adalah nonequivalent control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII di salah satu SMP Negeri kota Bandung tahun ajaran 2014/2015. Pada penelitian ini diambil dua kelas sebagai sampel dari sejumlah kelas VII dengan menggunakan teknik purposive sampling. Satu kelas sebagai kelas eksperimen mengikuti pembelajaran dengan model discovery learning dan satu kelas sebagai kelas kontrol mengikuti pembelajaran secara konvensional. Adapun data penelitian ini diperoleh melalui tes kemampuan berpikir reflektif matematis siswa dan angket. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) peningkatan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model discovery learning lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional;(2) kualitas peningkatan kemampuan berpikir reflektif matematis masing-masing kelas memasuki kriteria sedang;(3) sebagian besar siswa memberikan sikap yang positif terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model discovery learning.
Kata kunci : model pembelajaran discovery learning, kemampuan berpikir reflektif
(5)
ABSTRACT
Nadia Dezira Hasan. (1101899). Discovery Learning Model to Enhance the Junior High School Students’ Mathematical Reflective Thinking Ability.
The background of this research was derived from the fact that junior high school
students’ mathematical reflective thinking abilities were still low. This research was
aimed to: (1) determine whether there is enhancement reflective thinking abilities of students who obtained teaching under discovery learning model was better than students who obtained teaching under conventional teaching model; (2) determine the quality of enhancement mathematical reflective thinking abilities of student who obtain teaching under discovery learning model was better than students who obtained teaching under conventional teaching model; (3) determine students attitudes towards discovery learning model in mathematics teaching. The method of this research was quasi-experimental with nonequivalent control group design. The population of this study was 7th grade students in one of junior high school in Bandung academic year 2014/2015. Two classes were taken as sample by using purposive sampling technique. One class was considered as experimental group that obtained teaching under discovery learning model and another class was considered as control group that obtained conventional teaching model. The data were gathered from mathematical reflective thinking test and questionnaires. The results were: (1) the enhancement mathematical reflective thinking ability of students who obtained teaching under discovery learning was better than students who obtained teaching under conventional teaching model;(2) the quality enhancement mathematical reflective thinking ability of each class was in the middle category;(3) students gave positive attitudes towards discovery learning model in mathematics teaching.
(6)
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN ... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iii
ABSTRAK ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A.Latar Belakang Penelitian ... 1
B.Batasan Masalah ... 6
C.Rumusan Masalah ... 6
D.Tujuan Penelitian ... 7
E.Manfaat Penelitian ... 7
F. Struktur Organisasi... 8
G.Definisi Operasional... 8
BAB II KAJIAN TEORI ... 11
A.Kajian Pustaka ... 11
1. Model Pembelajaran Discovery Learning ... 11
2. Model Pembelajaran Konvensional ... 16
3. Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis ... 17
4. Hubungan Model Discovery Learning dengan Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis ... 20
B.Kerangka Berpikir ... 21
C.Penelitian yang Relevan ... 22
D.Hipotesis ... 23
BAB III METODE PENELITIAN... 24
(7)
B.Populasi dan Sampel Penelitian ... 25
C.Variabel Penelitian ... 25
D.Pengembangan Bahan Ajar dan Instrumen ... 25
E.Prosedur Penelitian ... 35
F. Teknik Analisis Data ... 37
1. Analisis Data Kuantitatif ... 37
2. Analisis Data Kualitatif ... 41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 43
A.Hasil Penelitian ... 43
1. Deskripsi Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis ... 43
2. Analisis Data Kuantitatif ... 44
3. Analisis Data Kualitatif ... 53
B.Pembahasan Hasil Penelitian ... 60
1. Peningkatan Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis Siswa ... 60
2. Sikap Siswa Terhadap Pembelajaran Matematika dengan Model Discovery Learning ... 62
3. Kegiatan Pembelajaran Matematika dengan Model Discovery Learning ... 64
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 66
A. Kesimpulan ... 66
B. Saran ... 66
DAFTAR PUSTAKA ... 68
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 72 DAFTAR RIWAYAT HIDUP
(8)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Indikator Kemampuan Berpikir Reflektis Matematis ... 20
Tabel 3.1 Rubrik Penilaian Skor Kemampuan Berpikir Reflektis Matematis ... 27
Tabel 3.2 Validitas Tiap Butir Soal ... 29
Tabel 3.3 Daftar Hasil Uji Keberartian Tiap Butir Soal ... 30
Tabel 3.4 Daya Pembeda Tiap Butir Soal ... 32
Tabel 3.5 Indeks Kesukaran Tiap Butir Soal ... 33
Tabel 3.6 Rekapitulasi Hasil Pengolahan Instrumen Tes... 33
Tabel 3.7 Kriteria Klasifikasi Indeks Gain ... 40
Tabel 3.8 Ketentuan Pemberian Skor Pernyataan Skala Sikap ... 42
Tabel 4.1 Rata-rata Skor Pretest, Posttest, dan Indeks Gain ... 44
Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Data Pretest ... 44
Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Pretest ... 45
Tabel 4.4 Hasil Uji Mann-Whitney Data Pretest ... 46
Tabel 4.5 Statistik Deskriptif Data Posttest ... 47
Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Posttest ... 47
Tabel 4.7 Hasil Uji Mann-Whitney Data Posttest ... 48
Tabel 4.8 Statistik Deskriptif Data Indeks Gain ... 49
Tabel 4.9 Hasil Uji Normalitas Indeks Gain ... 50
Tabel 4.10 Hasil Uji Homogenitas Varians Data Indeks Gain ... 51
Tabel 4.11 Hasil Uji Perbedaan Dua Rata-rata Data Indeks Gain ... 51
Tabel 4.12 Interpretasi Indeks Gain Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 53
Tabel 4.13 Sikap Siswa terhadap Matematika ... 54
Tabel 4.14 Sikap Siswa terhadap Pembelajaran Matematika dengan Model Discovery Learning ... 55
Tabel 4.15 Sikap Siswa terhadap Bahan Ajar (LKS) dan Permasalahan-permasalahan yang diberikan ... 56
Tabel 4.16 Sikap Siswa terhadap Soal-soal Kemampuan Berpikir Reflektif .... 57
Tabel 4.17 Kegiatan Hasil Observasi Aktivitas Guru ... 59
(9)
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian ... 22 Gambar 3.1 Prosedur Penelitian ... 36 Gambar 3.2 Alur Analisis Data ... 41
(10)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran A Perangkat Pembelajaran
Lampiran A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen ... 72
Lampiran A.2 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 101
Lampiran A.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol ... 122
Lampiran B Instrumen Penelitian Lampiran B.1 Kisi-Kisi Soal Tes Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis . 134 Lampiran B.2 Soal Tes Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis ... 141
Lampiran B.3 Rubrik Pemberian Skor Tes Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis ... 143
Lampiran B.4 Lembar Observasi Guru ... 144
Lampiran B.5 Lembar Observasi Siswa... 145
Lampiran B.6 Kisi-Kisi Angket Skala Sikap ... 146
Lampiran B.7 Angket Skala Sikap ... 149
Lampiran C Hasil Uji Instrumen dan Pengolahan Data Lampiran C.1 Hasil Uji Instrumen ... 151
Lampiran C.2 Pengolahan Data ... 156
Lampiran C.2.1 Skor Pretest, Posttest, dan Indeks Gain ... 156
Lampiran C.2.2 Olah Data Pretest ... 157
Lampiran C.2.3 Olah Data Posttest ... 161
Lampiran C.2.4 Olah Data Indeks Gain ... 165
(11)
Lampiran C.2.6 Rekapitulasi Hasil Observasi Aktivitas Guru ... 173
Lampiran C.2.7 Rekapitulasi Hasil Observasi Aktivitas Siswa ... 174
Lampiran D Contoh Jawaban Instrumen Test dan Non-tes Lampiran D.1 Contoh Lembar Jawaban Pretest ... 175
Lampiran D.2 Contoh Lembar Jawaban Posttest ... 178
Lampiran D.3 Contoh Lembar Kegiatan Siswa (LKS) ... 181
Lampiran D.4 Lembar Observasi Guru ... 206
Lampiran D.5 Lembar Observasi Siswa ... 207
Lampiran D.6 Contoh Angket Skala Sikap ... 208
Lampiran E Surat Penelitian Lampiran E.1 Surat Izin Penelitian ... 210
Lampiran E.2 Surat Keterangan Penelitian ... 211
Lampiran E.3 Dokumentasi...212
(12)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Menurut Slameto (Djamarah, 1996), belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri di dalam interaksi dengan lingkungannya. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. Berdasarkan kedua pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku seseorang melalui pengalaman yang diperolehnya. Seorang siswa dapat belajar dari pengalaman yang didapat pada proses pembelajaran. Begitu pula dengan belajar matematika, seorang siswa dikatakan belajar jika terjadi perubahan tingkah laku pada dirinya atau memiliki kemampuan matematika. Suherman dkk. (2001, hlm. 58) berpendapat bahwa matematika perlu diajarkan kepada peserta didik agar dapat memenuhi kebutuhan praktis dan dapat memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Pendapat tersebut selaras dengan Jacob yang mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran matematika di sekolah diantaranya adalah untuk memberikan perangkat dan keterampilan yang perlu untuk penggunaan dalam dunianya, kehidupan sehari-hari, dan dengan mata pelajaran lain (Marlina, 2004, hlm. 20). Dengan kata lain, matematika sebagai dasar atau tolak ukur kemampuan siswa bilamana mereka melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi terutama di bidang sains dan teknologi. Kenyataan di kelas menunjukkan bahwa tidak sedikit siswa yang berhasil dengan mudah mempelajarinya, namun masih banyak juga yang tidak berhasil mempelajari matematika.
Keberhasilan suatu pembelajaran ditandai oleh berbagai komponen, antara lain: tujuan, materi, metode, guru, sarana-prasarana, dan sebagainya. Daradjat (1980, hlm. 47) berpendapat bahwa metode pembelajaran adalah alat untuk mencapai tujuan pembelajaran, dalam pembelajaran terjadi proses internalisasi dan pemilihan pengetahuan oleh peserta didik karena peserta didik dapat
(13)
menyerap dan memahami dengan baik apa yang disampaikan oleh guru. Salah satu faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya hasil belajar peserta didik tidak terlepas dari pemilihan dan penggunaan model pembelajaran yang tepat. Model, metode, pendekatan, serta strategi yang digunakan guru dalam pembelajaran diharapkan dapat mengembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Sebagaimana Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi, mata pelajaran matematika bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau logaritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Kelima hal tersebut dapat terwujud jika guru memfasilitasi siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya, dimana kemampuan-kemampuan ini termasuk ke dalam kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi (high-order mathematical thinking). TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) mencatat data bahwa peringkat prestasi matematika siswa kelas VIII (SMP) Indonesia pada tahun 2009 berada diperingkat ke-38 dari 42 negara dengan skor 386, turun 11 poin dari hasil TIMSS pada 2007 yaitu 397 (Litbang Kemendikbud, 2011). Skor
(14)
mendapatkan peringkat ke-39 di bawah Thailand dan Uruguay. Berdasarkan data tersebut, mutu pendidikan matematika menurut TIMSS masih rendah karena dibawah rata-rata skor internasional. Sedangkan menurut survei PISA, didapat fakta bahwa literasi matematika siswa Indonesia juga rendah. Siswa Indonesia hanya mampu memecahkan masalah sederhana, dan tidak bisa memecahkan masalah-masalah yang tidak rutin. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi (high-order mathematical thinking) siswa masih terbilang rendah.
Salah satu komponen berpikir matematis tingkat tinggi (high-order
mathematical thinking) adalah berpikir reflektif. Berpikir reflektif matematis
merupakan salah satu yang diperlukan dalam kegiatan pemecahan masalah matematis. Sejalan dengan pendapat Sabandar (2009), kemampuan berpikir reflektif dalam matematika yang memuat kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif sama seperti kemampuan berpikir lainnya, akan berkesempatan dimunculkan dan dikembangkan ketika siswa sedang berada dalam proses yang intens tentang pemecahan masalah. Berpikir reflektif matematis meliputi mengamati dan mengenali masalah, mempertimbangkan strategi-strategi dalam menyelesaikan masalah, insight, memonitor proses solusi, konseptualisasi, mereview dan merefleksi tindakan yang dilakukan dalam menyelesaikan masalah, dan berpikir kritis matematis. Dalam kenyataannya di lapangan, pembelajaran matematika jarang memfasilitasi siswa untuk dapat mengasah kemampuan berpikir reflektif di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Guru dalam mengajar hanya sebatas mencontohkan kepada siswa bagaimana cara menyelesaikan soal, siswa juga hanya menyimak lalu menyalin cara yang telah diajarkan oleh guru. Sehingga ketika siswa diberikan soal yang berbeda dengan yang dicontohkan oleh gurunya, ia akan kesulitan mengerjakan soalnya. Hal ini mengakibatkan kemampuan proses berpikir siswa rendah karena tidak dibiasakan sejak dini.
Hasil penelitian Sadia dkk. (Muslich,2008) di SMA Buleleng, menyatakan bahwa metode ceramah merupakan metode yang dominan (70%) digunakan guru, sedangkan tingkat dominasi guru dalam interaksi belajar mengajar juga tinggi yaitu 67% sehingga peserta didik relatif pasif dalam proses pembelajaran. Metode
(15)
ekspositori biasanya digunakan dalam model pembelajaran konvensional, Killen (Sanjaya, 2006) menamakannya dengan istilah strategi pembelajaran langsung (direct instruction). Karena dalam hal ini siswa tidak dituntut untuk menemukan konsep dari materi yang sedang dipelajari. Prosedur dalam pembelajaran ini digambarkan secara garis besar oleh Sanjaya (2006), yaitu: persiapan (preparation); penyajian (presentasion); korelasi (correlation); menyimpulkan (generalization); dan mengaplikaikan (aplication). Model pembelajaran konvensional dianggap sangat efektif apabila materi pelajaran yang harus dikuasai siswa cukup luas dengan jumlah siswa dan ukuran kelas yang besar, sementara itu waktu yang dimiliki untuk belajar terbatas.
Model pembelajaran konvensional merupakan bentuk dari pendekatan yang berorientasi kepada guru (teacher centered approach). Lawan dari model pembelajaran konvensional adalah model yang berorientasi kepada siswa (student
centered approach), salah satunya yaitu model pembelajaran discovery learning.
Model pembelajaran discovery learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila siswa tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan dapat mengorganisasi sendiri. Sebagaimana pendapat Bruner bahwa ‘discovery learning can be defined as the learning that takes place when the student is not presented with subject matter in
the final form, but rather is required to organize it him self’ (Lefrancois dalam
Ametembun, 1974, hlm. 103). Selaras dengan pendapat Ruseffendi (1998, hlm. 329) metode (mengajar) penemuan (discovery) adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Pembelajaran penemuan menekankan peserta didik untuk beraktivitas dalam menemukan pola-pola, prosedur, prinsip, konsep, dan
(16)
umum tetapi dengan menghadapkan siswa kepada beberapa contoh konkret dari prinsip umum, dimana mereka dapat menganalisis, memanipulasi dan bereksperimen (Trisnadi, 2006, hlm. 21).
Salah satu upaya yang dapat dilakukan agar kemampuan berpikir siswa berkembang yaitu dengan melibatkan siswa aktif dalam pembelajaran. Gagnon dan Collay (Pribadi, 2010) berpendapat bahwa siswa belajar dan membangun pengetahuan (konstruktivisme) manakala dia terlibat aktif dalam kegiatan belajar. Konstruktivisme memiliki keterkaitan yang erat dengan model pembelajaran penemuan (discovery learning) dan konsep belajar bermakna (meaningful
learning) (Pribadi, 2010, hlm. 156). Model pembelajaran penemuan (discovery learning) merupakan salah satu teori belajar dari J. Bruner. Bruner mengatakan
bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya (Budiningsih, 2005, hlm. 41).
Menurut Bruner dalam mengaplikasikan model pembelajaran discovery
learning di kelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan sebagai berikut:
(1) Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan); (2) Problem Statement (Pernyataan/Identifikasi Masalah); (3) Data Collection (Pengumpulan Data); (4)
Data Processing (Pengolahan Data); (5) Verification (Pembuktian); (6) Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi) (Syah, 2004, hlm. 244). Salah
satu dari keenam tahap tersebut yang bisa mengembangkan kemampuan berpikir siswa yaitu tahap verification merupakan suatu tahap dimana siswa memperoleh kesempatan berpikir reflektif. Siswa secara sengaja belajar dari pengalaman, berpikir apa yang sudah dilakukan dan apa yang masih dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas pekerjaannya. Jika pelaksanaan prosedur model discovery
learning dapat dilakukan dengan benar, maka akan memungkinkan pendidik
mengelola kelas dengan lebih efektif. Karena belajar aktif merupakan suatu pendekatan dalam pengelolaan sistem pembelajaran melalui cara-cara belajar yang aktif menuju belajar yang mandiri. Agar mencapai hal tersebut, kegiatan pembelajaran dirancang sedemikian rupa sehingga bermakna bagi siswa. Belajar yang bermakna terjadi bila siswa berperan secara aktif dalam proses belajar dan
(17)
akhirnya mampu memutuskan apa yang akan dipelajarinya serta dengan sendirinya kemampuan berpikir siswa pun dapat meningkat.
Selain model pembelajaran yang tepat untuk diterapkan dalam kelas, sikap siswa terhadap matematika dan proses pembelajaran matematika juga merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Siswa yang menganggap bahwa matematika merupakan pelajaran yang sulit, membosankan, memusingkan terlalu banyak rumus untuk dihapalkan, dan lain sebagainya masih sering terjadi dikalangan para siswa. Sikap dan pandangan yang seperti itulah yang membuat siswa tidak bersemangat dalam mempelajari matematika yang akan menimbulkan sikap acuh tak acuh, bermalas-malasan ketika pelajaran matematika sedang berlangsung. Jika saja siswa memiliki sikap dan pandangan yang positif terhadap matematika dan pembelajaran matematika akan memancing siswa meraih hasil belajar yang lebih baik sebagaimana diungkapkan oleh Begle (Darhim, 2004) bahwa sikap positif siswa terhadap matematika berkorelasi positif terhadap prestasi belajar. Kemampuan kognitif siswa adalah salah satu tolak ukur prestasi belajar siswa. Berdasarkan penjelasan sebelumnya, jika kemampuan berpikir siswa diasah maka dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini berarti sikap positif siswa berkolerasi positif juga terhadap kemampuan berpikir reflektif matematis siswa. Sehingga diperlukan pula pengkajian mengenai sikap siswa terhadap pembelajaran dengan model discovery learning.
Berdasarkan permasalahan di atas melatarbelakangi penulis untuk melakukan suatu penelitian dengan judul model pembelajaran discovery learning untuk meningkatkan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa SMP.
B. Batasan Masalah
Agar pembahasan dalam kajian ini tidak terlalu meluas, maka kajian ini dibatasi dengan materi kelas VII semester genap yaitu pokok bahasan segiempat.
(18)
2. Bagaimana kualitas peningkatan kemampuan berpikir reflektif matematis antara siswa yang mendapatkan pembelajaran model discovery learning dan siswa yang mendapatkan pembelajaran model konvensional?
3. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan model
discovery learning?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui apakah kemampuan berpikir reflektif matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran model discovery learning lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran model konvensional.
2. Mengetahui kualitas peningkatan kemampuan berpikir reflektif matematis antara siswa yang mendapatkan pembelajaran model discovery learning dan siswa yang mendapatkan pembelajaran model konvensional.
3. Mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan model
discovery learning.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, diantaranya: 1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya pemahaman tentang pengaruh pembelajaran matematika dengan model
discovery learning dalam kemampuan berpikir reflektif matematis.
2. Manfaat Praktis
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: a. Guru Matematika
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi guru matematika sebagai alternatif yang dapat digunakan dalam upaya untuk meningkatkan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa SMP.
b. Mahasiswa Pendidikan Matematika
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi mahasiswa pendidikan matematika yang akan melakukan penelitian sebagai tambahan wawasan tentang penerapan model pembelajaran discovery learning dalam upaya
(19)
c. Peneliti
Hasil penelitian ini sebagai bekal ketika peneliti terjun dalam pembelajaran di kelas.
F. Struktur Organisasi
Struktur organisasi berisi rincian urutan penulisan dari setiap bab dan bagiannya, dari bab I sampai bab V. Bab I berisi uraian tentang pendahuluan yang terdiri dari latar belakang penelitian, batasan masalah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, struktur organisasi, dan definisi operasional.
Bab II berisikan uraian tentang kajian teori yang terdiri dari kajian pustaka, kerangka berpikir, penelitian yang relevan, dan hipotesis. Kajian teori berfungsi sebagai landasan teoritik dalam penelitian skripsi, yang terdiri dari model
discovery learning, model pembelajaran konvensional, kemampuan berpikir
reflektif matematis, dan keterkaitan model discovery learning dengan kemampuan berpikir reflektif matematis. Bab III berisikan penjelasan mengenai metode penelitian yang terdiri dari metode dan desain penelitian, pengembangan bahan ajar dan instrumen, dan teknik analisis data kemampuan berpikir reflektif matematis siswa.
Bab IV berisikan hasil penelitian dan pembahasan meliputi analisis data hasil penelitian, pembahasan hasil analisis data serta bertujuan untuk menjawab pertanyaan yang tercantum dalam rumusan masalah. Bab V berisikan kesimpulan dan saran yang menyajikan pernyataan yang dijadikan rumusan masalah, berdasarkan hasil penelitian dari hal-hal yang dapat dijadikan rekomendasi untuk penelitian selanjutnya.
G. Definisi Operasional
(20)
istilah-seksama atas segala sesuatu yang dipercaya kebenarannya. Kemampuan berpikir reflektif dapat dimunculkan dan dikembangkan ketika siswa sedang dalam proses yang intens dalam pemecahan masalah. Aspek dan indikator berpikir reflektif dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Reacting (berpikir reflektif untuk aksi): bereaksi dengan pemahaman pribadi
terhadap peristiwa, situasi, atau masalah matematis dengan berfokus pada sifat alami situasi.
b. Comparing (berpikir reflektif untuk evaluasi): melakukan analisis dan
klarifikasi pengalaman individual, serta makna dan informasi-informasi untuk mengevaluasi apa yang diyakini dengan cara membandingkan reaksi dengan pengalaman yang lain.
c. Contemplating (berpikir reflektif untuk inkuiri kritis): mengutamakan
pengertian pribadi yang mendalam. Dalam hal ini fokus terhadap suatu tingkatan pribadi dalam proses-proses seperti menguraikan, menginformasikan, mempertimbangkan, dan merekonstruksi situasi atau masalah.
2. Model Discovery Learning
Discovery learning atau pembelajaran penemuan adalah suatu model yang
proses pembelajarannya terjadi bila siswa tidak disajikan oleh materi dalam bentuk finalnya, tetapi sedemikian rupa sehingga siswa memperoleh pengetahuan yang belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan oleh guru, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri dengan bermodalkan konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya. Dalam pembelajaran discovery (penemuan) kegiatan atau pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Dalam menemukan konsep, siswa melakukan pengamatan, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan dan sebagainya untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip. Dalam mengaplikasikan model pembelajaran
discovery learning di kelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan
sebagai berikut: (1) Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan); (2) Problem
(21)
Data); (4) Data Processing (Pengolahan Data); (5) Verification (Pembuktian); (6)
Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi).
3. Model Pembelajaran Konvensional
Model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran tradisional biasanya menggunakan metode ceramah atau metode ekspositori, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Pembelajaran konvensional yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pembelajaran ekspositori yang strategi pembelajarannya menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal. Pembelajaran ekspositori dikenal dengan istilah strategi pembelajaran langsung (Direct
Instruction). Karena dalam hal ini siswa tidak dituntut untuk menemukan materi
(22)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian hasil analisis data penelitian dan pembahasan mengenai pembelajaran dengan model discovery learning terhadap peningkatan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa di salah satu SMP di kota Bandung, terdapat beberapa hal yang penulis simpulkan, yaitu:
1. Peningkatan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan model discovery learning lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan model konvensional.
2. Siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan model discovery
learning memperoleh rata-rata indeks gain sebesar 0,51 (kriteria sedang),
sedangkan siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan model konvensional memperoleh rata-rata indeks gain sebesar 0,32 (kriteria sedang).
3. Secara umum, siswa bersikap positif terhadap pembelajaran matematika dengan model discovery learning dan masalah-masalah yang berkaitan dengan kemampuan berpikir reflektif matematis.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh, ada beberapa saran yang dapat penulis sampaikan, yaitu:
1. Pembelajaran matematika dengan menggunakan model discovery learning membutuhkan alokasi waktu yang cukup lama. Hal ini menemui hambatan dengan terbatasnya waktu jam pelajaran yang ada, sehingga terkadang guru tergesa-gesa memberikan bantuan. Maka dari itu perlu manajemen waktu yang baik serta pengoptimalan waktu secara efisien.
2. Penelitian ini menghasilkan fakta bahwa peningkatan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa dengan model discovery learning lebih tinggi daripada model pembelajaran konvensional. Diduga peningkatan ini karena adanya pengalaman langsung dalam menemukan konsep-konsep
(23)
matematika yang sedang dipelajari yang dibantu dengan bertukar pikiran antar teman sekelompoknya serta bersaing secara sehat berlomba-lomba mendapatkan point lebih sehingga menambah semangat siswa dalam belajar. Untuk mengetahui lebih lanjut faktor utama yang menjadi penyebab meningkatnya kemampuan berpikir reflektif matematis siswa maka disarankan melakukan penelitian lebih lanjut.
3. Penelitian terhadap pembelajaran dengan model discovery learning disarankan untuk dilanjutkan dengan karakteristik populasi yang berbeda serta kompetensi matematis lainnya dengan materi atau pokok bahasan yang berbeda pula.
(24)
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, S. (2012). Meningkatkan Kemampuan Representasi dan Pemecahan
Masalah Matematika Moddeling dalam Model Problem Based Learning.
Tesis SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Ametembun, N.A. (1974). Berpikir Reflektif: suatu metode pendidikan modern. Bandung: IKIP Bandung.
Budiningsih, C. Asri. (2005). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta. Dahar, R. W. (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Daradjat, Z. (1980). Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Darhim, (2004). Pengaruh Pembelajaran Matematika Konseptual terhadap Hasil Belajar dan Sikap Siswa Sekolah Dasar Kelas Awal. Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.
Dharminto. (2007). Metode Penelitian dan Penelitian Sampel. [Online]. Tersedia : eprints,undip.ac.id [30 November 2014].
Djamarah, S. B. & Zain, A. (1996). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT.Rineka Cipta.
Depdikbud. (2013). Lampiran Permendikbud RI Nomor 65 tahun 2013 tentang
Standar Proses. [Online]. Tersedia : http://akhmadsudrajat.files.wordpress.
com [30 November 2014].
Depdiknas. (2003). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional. [Online]. Tersedia :
http://usu.ac.id/public/content/files/sisdiknas.pdf [30 November 2014] Depdiknas. (2006). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006
Tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
[Online]. Tersedia: https://asefts63.files.wordpress.com/2011/01/permendik nas-no-22-tahun-2006-standar-isi.pdf [30 November 2014]
Departemen Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud. (2011). Survey
Internasional PISA [Online]. Tersedia: http://litbang.kemdikbud.go.id/
index.php/survei-internasional-pisa. [30 November 2014]
Departemen Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud. (2011). Survey
Internasional TIMSS [Online]. Tersedia: http://litbang.kemdikbud.go.id/
index.php/survei-internasional-timss. [30 November 2014]
Dewey. J. (1933). Reflective Thinking. [Online]. Tersedia :
(25)
Hamalik, O. (2006). Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan. Jakarta : Bumi Aksara.
Hake, R. (1999). Analyzing Change/ Gain Score. [Online]. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/~sdi/analyzingChange-Gain.pdf [30 November 2014].
Halpern, D. F. (1996). Thought and knowledge: an introduction to critical
thinking (3rd ed.). Mahwah, NJ: L. Erlbaum Associates.
Inra. (2010). Pedoman Umum Pengembangan Bahan Ajar. [Online]. Tersedia : http://arons04.blogspot.com/2010/01/pedoman-umum-pengembangan- bahan-ajar.html"_http://arons04.blogspot.com/2010/01/pedoman-umum-pengembangan-bahan-ajar.html [30 November 2014]
Kania, D. (2012). Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir dan Bersikap Reflektif Siswa. Skripsi
UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Kemendikbud. (2013). Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning). [Online]. Tersedia : http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2014/ 06/model-pembelajaran-discovery-learning-kurikulum-2013.html [15 Maret 2015]
Laelatussa’adah. (2010). Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan
Metode Guided Discovery Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMA. Skripsi UPI Bandung: tidak diterbitkan
Markaban. (2006). Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan
Penemuan Terbimbing. P3G Yogyakarta: Depdiknas.
Marlina, D. (2004). Pembelajaran Matematika melalui Penyusunan Peta Konsep
untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematik Siswa SMA. Skripsi
UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Maya.(2012). Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA Terpadu yang
Mengimplementasikan Model Horsley untuk Meningkatkan Keterampilan Proses dan Penguasaan Materi Belajar Siswa SMP.[Online]. Tersedia:
http://eprints.uny.ac.id/9272/3/BAB%202%20-%2008312244036.pdf. [27 Mei 2013].
(26)
Nurmalasari. (2003). Pendekatan Penemuan Terbimbing dalam Pembelajaran
IPA SD untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa. Skripsi Jurusan PGSD
UPI Bandung: tidak diterbitkan
Prabawanto, S. (2013). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah,
Komunikasi dan Self-Efficacy Matematis Mahasiswa Melalui pembelajaran dengan Pendekatan Metacognitive Scaffolding. Disertasi SPS UPI.
Bandung: tidak diterbitkan.
Pribadi, B. A. (2010). Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian Rakyat. Rahman, R. (2014). Pengaruh Penggunaan Metode Discovery terhadap
Kemampuan Analogi Matematis Siswa SMK Al-Ikhsan Pamarican
Kabupaten Ciamis Jawa Barat. [Online]. Tersedia :
http://e-journal.stkipsiliwangi.ac.id/index.php/infinity/article/view/38 [11 Januari 2015]
Rahman, S. A. (2013). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah,
Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis dan Adversity Quotient Siswa Smp dengan Pendekatan Open-Ended. Tesis UPI: tidak diterbitkan.
Riyanti. (2003). Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project-Based
Learning) untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Adiktif Siswa SMP.
Skripsi UPI: tidak diterbitkan.
Ruseffendi, E.T. (1998). Pengantar kepada Membantu guru Mengembangkan
Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA.
Bandung: Tarsito.
Ruseffendi, E.T. (2010). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang
Non-Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito.
Sabandar, J. (2009). Berpikir Reflektif. [Online]. Tersedia : http:// math.sps.upi.edu/?p=55 [30 November 2014]
Sagala. (2003). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta
.
Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta : Kencana Pranada Media Group.
Song, H.D., Koszalka, T. A., & Grabowski, B. (2005). Exploring Instructional
Design Factors Prompting Reflective Thinking in Young Adolescents. In Canadian Journal of Learning and Technology, Vol 31, No. 2, 49-68.
Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Suherman, E. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. JICA FPMIPA UPI
(27)
Suherman, E. dkk. 2003. Individual Text Book; Evaluasi Pembelajaran
Matematika Bandung: JICA-FPMIPA.
Suherman, E. (2008). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung. Hand Out Perkuliahan EPM.
Sukardi. (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya. Yogyakarta : Bumi Aksara.
Syah, M. (2004). Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Trisnadi, A. (2006). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Generalisasi
Matematika Siswa SMP Melalui Pembelajaran Penemuan Terbimbing dalam Kelompok. Tesis UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Ujianto, B. (2012). Mutu Pendidikan Matematika Di Indonesia Rendah. [Online] Tersedia : http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news /2012/02/26/110642/Mutu-Pendidikan-Matematika-di-Indonesia-Rendah. [30 November 2014]
Widyantini, T. (2014). Penerapan Model Project Based Learning dalam Materi
Pola Bilangan Kelas VII. [Online]. Tersedia : p4tkmatematika.org [30
(1)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian hasil analisis data penelitian dan pembahasan mengenai pembelajaran dengan model discovery learning terhadap peningkatan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa di salah satu SMP di kota Bandung, terdapat beberapa hal yang penulis simpulkan, yaitu:
1. Peningkatan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan model discovery learning lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan model konvensional.
2. Siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan model discovery
learning memperoleh rata-rata indeks gain sebesar 0,51 (kriteria sedang),
sedangkan siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan model konvensional memperoleh rata-rata indeks gain sebesar 0,32 (kriteria sedang).
3. Secara umum, siswa bersikap positif terhadap pembelajaran matematika dengan model discovery learning dan masalah-masalah yang berkaitan dengan kemampuan berpikir reflektif matematis.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh, ada beberapa saran yang dapat penulis sampaikan, yaitu:
1. Pembelajaran matematika dengan menggunakan model discovery learning membutuhkan alokasi waktu yang cukup lama. Hal ini menemui hambatan dengan terbatasnya waktu jam pelajaran yang ada, sehingga terkadang guru tergesa-gesa memberikan bantuan. Maka dari itu perlu manajemen waktu yang baik serta pengoptimalan waktu secara efisien.
2. Penelitian ini menghasilkan fakta bahwa peningkatan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa dengan model discovery learning lebih tinggi daripada model pembelajaran konvensional. Diduga peningkatan ini karena
(2)
matematika yang sedang dipelajari yang dibantu dengan bertukar pikiran antar teman sekelompoknya serta bersaing secara sehat berlomba-lomba mendapatkan point lebih sehingga menambah semangat siswa dalam belajar. Untuk mengetahui lebih lanjut faktor utama yang menjadi penyebab meningkatnya kemampuan berpikir reflektif matematis siswa maka disarankan melakukan penelitian lebih lanjut.
3. Penelitian terhadap pembelajaran dengan model discovery learning disarankan untuk dilanjutkan dengan karakteristik populasi yang berbeda serta kompetensi matematis lainnya dengan materi atau pokok bahasan yang berbeda pula.
(3)
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, S. (2012). Meningkatkan Kemampuan Representasi dan Pemecahan
Masalah Matematika Moddeling dalam Model Problem Based Learning.
Tesis SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Ametembun, N.A. (1974). Berpikir Reflektif: suatu metode pendidikan modern. Bandung: IKIP Bandung.
Budiningsih, C. Asri. (2005). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta. Dahar, R. W. (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Daradjat, Z. (1980). Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Darhim, (2004). Pengaruh Pembelajaran Matematika Konseptual terhadap Hasil Belajar dan Sikap Siswa Sekolah Dasar Kelas Awal. Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.
Dharminto. (2007). Metode Penelitian dan Penelitian Sampel. [Online]. Tersedia : eprints,undip.ac.id [30 November 2014].
Djamarah, S. B. & Zain, A. (1996). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT.Rineka Cipta.
Depdikbud. (2013). Lampiran Permendikbud RI Nomor 65 tahun 2013 tentang
Standar Proses. [Online]. Tersedia : http://akhmadsudrajat.files.wordpress.
com [30 November 2014].
Depdiknas. (2003). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional. [Online]. Tersedia : http://usu.ac.id/public/content/files/sisdiknas.pdf [30 November 2014] Depdiknas. (2006). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006
Tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
[Online]. Tersedia: https://asefts63.files.wordpress.com/2011/01/permendik nas-no-22-tahun-2006-standar-isi.pdf [30 November 2014]
Departemen Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud. (2011). Survey
Internasional PISA [Online]. Tersedia: http://litbang.kemdikbud.go.id/
index.php/survei-internasional-pisa. [30 November 2014]
Departemen Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud. (2011). Survey
Internasional TIMSS [Online]. Tersedia: http://litbang.kemdikbud.go.id/
index.php/survei-internasional-timss. [30 November 2014]
Dewey. J. (1933). Reflective Thinking. [Online]. Tersedia :
http://www.hawaii.edu/intlrel/pols382/Reflective%20Thinking%20-%20UH/reflection.html [30 November 2015]
(4)
Hamalik, O. (2006). Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan. Jakarta : Bumi Aksara.
Hake, R. (1999). Analyzing Change/ Gain Score. [Online]. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/~sdi/analyzingChange-Gain.pdf [30 November 2014].
Halpern, D. F. (1996). Thought and knowledge: an introduction to critical
thinking (3rd ed.). Mahwah, NJ: L. Erlbaum Associates.
Inra. (2010). Pedoman Umum Pengembangan Bahan Ajar. [Online]. Tersedia : http://arons04.blogspot.com/2010/01/pedoman-umum-pengembangan- bahan-ajar.html"_http://arons04.blogspot.com/2010/01/pedoman-umum-pengembangan-bahan-ajar.html [30 November 2014]
Kania, D. (2012). Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir dan Bersikap Reflektif Siswa. Skripsi
UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Kemendikbud. (2013). Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning). [Online]. Tersedia : http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2014/ 06/model-pembelajaran-discovery-learning-kurikulum-2013.html [15 Maret 2015]
Laelatussa’adah. (2010). Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan
Metode Guided Discovery Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMA. Skripsi UPI Bandung: tidak diterbitkan
Markaban. (2006). Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan
Penemuan Terbimbing. P3G Yogyakarta: Depdiknas.
Marlina, D. (2004). Pembelajaran Matematika melalui Penyusunan Peta Konsep
untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematik Siswa SMA. Skripsi
UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Maya.(2012). Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA Terpadu yang
Mengimplementasikan Model Horsley untuk Meningkatkan Keterampilan Proses dan Penguasaan Materi Belajar Siswa SMP.[Online]. Tersedia:
http://eprints.uny.ac.id/9272/3/BAB%202%20-%2008312244036.pdf. [27 Mei 2013].
Muslich, M. (2008). KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual
(Pedoman bagi Guru, Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah). Jakarta. PT.
Bumi Aksara.
NCTM. (2000). Principles and Standards for Schools Mathematics. USA : Restor Nindiasari, H. (2011). Pengembangan Bahan Ajar dan Instrumen untuk
Meningkatkan Berpikir Reflektif Matematis Berbasis Pendekatan Metakognitif pada Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA). [Online]. Tersedia
(5)
Nurmalasari. (2003). Pendekatan Penemuan Terbimbing dalam Pembelajaran
IPA SD untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa. Skripsi Jurusan PGSD
UPI Bandung: tidak diterbitkan
Prabawanto, S. (2013). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah,
Komunikasi dan Self-Efficacy Matematis Mahasiswa Melalui pembelajaran dengan Pendekatan Metacognitive Scaffolding. Disertasi SPS UPI.
Bandung: tidak diterbitkan.
Pribadi, B. A. (2010). Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian Rakyat. Rahman, R. (2014). Pengaruh Penggunaan Metode Discovery terhadap
Kemampuan Analogi Matematis Siswa SMK Al-Ikhsan Pamarican Kabupaten Ciamis Jawa Barat. [Online]. Tersedia : http://e-journal.stkipsiliwangi.ac.id/index.php/infinity/article/view/38 [11 Januari 2015]
Rahman, S. A. (2013). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah,
Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis dan Adversity Quotient Siswa Smp dengan Pendekatan Open-Ended. Tesis UPI: tidak diterbitkan.
Riyanti. (2003). Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project-Based
Learning) untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Adiktif Siswa SMP.
Skripsi UPI: tidak diterbitkan.
Ruseffendi, E.T. (1998). Pengantar kepada Membantu guru Mengembangkan
Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA.
Bandung: Tarsito.
Ruseffendi, E.T. (2010). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang
Non-Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito.
Sabandar, J. (2009). Berpikir Reflektif. [Online]. Tersedia : http:// math.sps.upi.edu/?p=55 [30 November 2014]
Sagala. (2003). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta
.
Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta : Kencana Pranada Media Group.
Song, H.D., Koszalka, T. A., & Grabowski, B. (2005). Exploring Instructional
Design Factors Prompting Reflective Thinking in Young Adolescents. In Canadian Journal of Learning and Technology, Vol 31, No. 2, 49-68.
Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Suherman, E. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. JICA FPMIPA UPI
(6)
Suherman, E. dkk. 2003. Individual Text Book; Evaluasi Pembelajaran
Matematika Bandung: JICA-FPMIPA.
Suherman, E. (2008). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung. Hand Out Perkuliahan EPM.
Sukardi. (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya. Yogyakarta : Bumi Aksara.
Syah, M. (2004). Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Trisnadi, A. (2006). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Generalisasi
Matematika Siswa SMP Melalui Pembelajaran Penemuan Terbimbing dalam Kelompok. Tesis UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Ujianto, B. (2012). Mutu Pendidikan Matematika Di Indonesia Rendah. [Online]
Tersedia : http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news
/2012/02/26/110642/Mutu-Pendidikan-Matematika-di-Indonesia-Rendah. [30 November 2014]
Widyantini, T. (2014). Penerapan Model Project Based Learning dalam Materi
Pola Bilangan Kelas VII. [Online]. Tersedia : p4tkmatematika.org [30