Studi Kasus Mengenai Gambaran Spiritual Development Pada Mahasiswa Ketua Organisasi Keagamaan Yang Ada di Univesitas "X" Bandung.

(1)

Abstrak

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui gambaran spiritual development pada ketua organisasi keagamaan yang ada di Universitas “X” Bandung. Pemilihan subjek menggunakan teknik purposive sampling, dan sampel dalam penelitian ini berjumlah empat orang yang berusia antara 18-22 tahun. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan penelitian studi kasus. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat kekhasan dan persamaan spiritual development pada masing-masing subjek, serta pengaruh spiritual development terhadap keberhasilan akademis perkuliahannya.

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini merupakan Semi-Structured Interview Guide mengenai spiritual development yang disusun oleh peneliti berdasarkan teori spiritual development Love dan Talbot (1999) dan terdiri atas 43 item pertanyaan yang terbagi kedalam lima proposisi. Data hasil wawancara yang diperoleh diolah menggunakan content analysis.

Berdasarkan pengolahan data menggunakan content analysis diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan serta persamaan di dalam gambaran spiritual development dari masing-masing subjek. Terdapat pula dampak positif spiritual development terhadap keberhasilan mahasiswa di dalam pendidikannya.

Kesimpulan yang diperoleh adalah bahwa perbedaan gambaran spiritual development yang ada pada masing-masing subjek disebabkan oleh perbedaan penghayatan terhadap agama yang mereka anut. Selain itu juga terlihat pengaruh pentingnya spiritual development di dalam pendidikan mahasiswa saat ini.

Peneliti menyarankan agar dilakukan penelitian yang lebih luas mengenai spiritual development di dalam bidang pendidikan mahasiswa secara umum. Selain itu juga dibuatnya kurikulum atau program-program yang bertujuan meningkatkan spiritual development yang diintegrasikan ke dalam program pembelajaran di universitas.


(2)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN………... .. i

ABSTRAK………... ii

KATA PENGANTAR………iii DAFTAR ISI………..vii

DAFTAR BAGAN………...xi

DAFTAR LAMPIRAN………..xii

BAB I PENDAHULUAN………. 1

1.1 Latar Belakang Masalah………. 1

1.2 Identifikasi Masalah……….. 21

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian……….. 21

1.3.1 Maksud Penelitian………. 21

1.3.2 Tujuan Penelitian……….. 21

1.4 Kegunaan Penelitian……….. 21

1.4.1 Kegunaan Teoritis………. 21

1.4.2 Kegunaan Praktis……….. 21

1.5 Kerangka Pikir………... 22

1.6 Asumsi………... 29

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……….. 30

2.1 Spiritualitas……… 30

2.1.1 Spiritual Development……….. 31

2.1.2 Hubungan Spiritualitas dan Agama……….. 35


(3)

2.3 Perkembangan Remaja Akhir……… 37

2.2.1 Perkembangan Kognitif Remaja Akhir………. 37

2.2.2 Perkembangan Religiusitas Remaja Akhir………... 39

2.4 Agama………... 41

2.4.1 Agama Kristen……….. 41

2.4.2 Agama Islam………. 43

2.4.3 Agama Katolik……….. 45

2.4.4 Agama Budha………... 46

2.4.5 Agama Hindu……… 50

BAB III METODOLOGI PENELITIAN………. 52

3.1 Rancangan Penelitian……… 52

3.2 Bagan Prosedur Penelitian……… 52

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional………... 52

3.3.1 Variabel Penelitian……… 52

3.3.2 Definisi Operasional………. 53

3.4 Alat Ukur……….. 54

3.4.1 Wawancara (Semi-Structured Interview)……….. 54

3.4.2 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur………. 54

3.4.2.1 Validitas Alat Ukur……….. 54

3.4.2.2 Reliabilitas Alat Ukur………... 55

3.5 Populasi Sasaran dan Teknik Penarikan Sampel………... 56

3.5.1 Populasi Sasaran………... 56

3.5.2 Karakteristik Sampel………. 56

3.5.3 Teknik Penarikan Sampel………. 56


(4)

BAB IV PEMBAHASAN………. 58

4.1 Gambaran Spiritual Development………. 58

4.1.1 HG, Budha……… 58

4.1.1.1 Identitas……… 58

4.1.1.2 Dasar atau Pusat Hidup……… 63

4.1.1.3 Relasi Dengan Sesama Dalam Komunitas………... 65

4.1.1.4 Arti, Tujuan, dan Arah Hidup……….. 69

4.1.1.5 Keyakinan Mengenai Kekuatan Yang Berkuasa Atas Hidup……… 71

4.1.2 GMS, Kristen……… 73

4.1.2.1 Identitas……… 73

4.1.2.2 Dasar atau Pusat Hidup……… 78

4.1.2.3 Relasi Dengan Sesama Dalam Komunitas………... 79

4.1.2.4 Arti, Tujuan, dan Arah Hidup……….. 86

4.1.2.5 Keyakinan Mengenai Kekuatan Yang Berkuasa Atas Hidup……… 88

4.1.3 RHY, Islam………... 89

4.1.3.1 Identitas……… 90

4.1.3.2 Dasar atau Pusat Hidup……… 94

4.1.3.3 Relasi Dengan Sesama Dalam Komunitas…………96

4.1.3.4 Arti, Tujuan, dan Arah Hidup……….100 4.1.3.5 Keyakinan Mengenai Kekuatan Yang Berkuasa Atas Hidup………. 102

4.1.4 PA, Katolik………. 104


(5)

4.1.4.2 Dasar atau Pusat Hidup……….. 108

4.1.4.3 Relasi Dengan Sesama Dalam Komunitas………. 109

4.1.4.4 Arti, Tujuan, dan Arah Hidup……… 112

4.1.4.5 Keyakinan Mengenai Kekuatan Yang Berkuasa Atas Hidup………. 114

4.2 Pembahasan Masing-Masing Subjek……….. 115

4.2.1 HG, Budha……….. 115

4.2.2 GMS, Kristen……….. 121

4.2.3 RHY, Islam………. 125

4.2.4 PA, Katolik………. 130

4.3 Keunikan Masing-Masing Subjek………...134

4.3.1 HG, Budha……….. 134

4.3.2 GMS, Kristen……….. 134

4.3.3 RHY, Islam………. 135

4.3.4 PA, Katolik………. 135

4.4 Persamaan Masing-Masing Subjek………. 135

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………. 137

5.1 Kesimpulan………. 137

5.2 Saran………... 137

5.2.1 Saran Teoritis……….. 137

5.2.2 Saran Praktis………... 138

DAFTAR PUSTAKA………. 140

DAFTAR RUJUKAN……… … 141 LAMPIRAN


(6)

DAFTAR BAGAN

1.1 Bagan Kerangka Pemikiran………. 29


(7)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Letter Of Consent

Lampiran 2 : Semi-Structured Interview Guide


(8)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Mahasiswa adalah generasi muda penerus bangsa yang merupakan sumber daya manusia bagi pembangunan bangsa Indonesia. Oleh karena itu untuk meningkatkan pembangunan bangsa, maka kualitas generasi muda yang ada harus ditingkatkan pula. Salah satu cara yang dapat dilakukan ialah melalui proses pendidikan yang dapat mengoptimalkan kualitas sumber daya manusia sesuai dengan potensinya. Sumber daya manusia yang berkualitas juga diharapkan memiliki kepribadian yang tangguh, sehat jasmani dan rohani, mandiri serta mampu beradaptasi (Ieda Poernomo Sigit Sidi dan Bernadette N Setiadi, 2000, dalam Manusia Abad 21, 2010).

Perguruan tinggi sebagai sarana pendidikan memiliki tujuan untuk menciptakan sarjana yang mampu mandiri dan berdaya cipta serta mengisi dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan untuk terjun ke masyarakat sebagai tindak nyata pengabdian masyarakat. Dalam hal ini tujuan perguruan tinggi adalah membantu setiap mahasiswa untuk mengembangkan diri melalui pendidikan, mengarahkan diri sendiri, dan menjadi guru untuk dirinya sendiri (Soepangat, 2003).


(9)

Perkembangan pendidikan saat ini cenderung mengarahkan mahasiswa pada hal-hal yang sifatnya akademis semata. Menurut Tierney dan Rhodes (1993, dalam Love dan Talbot, 1999), pada saat ini bagaimanapun juga para pelajar telah banyak berpindah pada perspektif postmodernisme di mana nilai (values), asumsi, dan keyakinan (beliefs) memainkan peranan penting di dalam ilmu-ilmu sosial. Berpegangan pada pandangan ini para profesional di bidang pendidikan harus mulai memahami peran dari nilai-nilai seperti faith, hope, dan love yang berperan dalam struktur dan keutuhan komunitas, membangun pengetahuan, membentuk pengertian mengenai kebenaran dalam proses perkembangan siswa tersebut. Hal-hal inilah yang mendorong perkembangan pengetahuan mengenai spirituality dan spiritual development sebagai aspek penunjang pertumbuhan siswa (student development).

Menurut Love dan Talbot (1999), ada beberapa alasan penting lainnya mengapa spiritualitas harus disertakan di dalam dunia pendidikan. Pertama didasarkan pada asumsi yang sangat tradisional mengenai profesionalitas; yaitu pengembangan siswa secara menyeluruh. Kegagalan mengarahkan spiritual development pada siswa dalam setiap pelatihan dan penelitian di dalam pendidikannya, maka para profesional dalam bidang pendidikan telah mengabaikan aspek penting dari perkembangan para siswa tersebut. Alasan lain mengapa konsep ini penting adalah karena konsep ini telah digunakan dalam profesi menolong lain yang saling berkaitan dan dalam disiplin ilmu akademik yang sudah sejak lama diberikan, seperti psikologi, kesehatan, konseling, dan belajar mengajar (Ferrucci, 1982; Helminiak, 1996; Tart, 1990; Allen & Yarian,


(10)

1981; Banks, 1980; Chandler, Holden, & Kolander, 1992; Hinterkoff, 1994; Ingersoll, 1994; Bennaly, 1994; Farber, 1995; Palmer, 1993, dalam Love dan Talbot, 1999).

Menurut Love dan Talbot (1999), terdapat kesenjangan di kampus dan dunia akademis yang berkaitan dengan spirituality dan spiritual development. Mahasiswa pada umumnya mengalami periode displacement, kebingungan, serta ketidaknyamanan ketika mereka berkembang secara kognitif dan emosional. Selama masa ini, mahasiswa mungkin tertarik kepada agama-agama tradisional maupun fundamental, keyakinan-keyakinan, dan kelompok-kelompok kepercayaan yang menyediakan jawaban yang pasti, khususnya di dalam area spirituality dan spiritual development. Di beberapa universitas yang ada di kota Bandung sendiri, komunitas-komunitas yang berhubungan dengan permasalahan keyakinan masih dibatasi, belum dianggap sebagai bagian dari unit kegiatan mahasiswa yang diakui oleh universitas. Bahkan di Universitas “X” Bandung, yang memiliki dasar-dasar nilai keagamaan dalam pendidikannya, komunitas-komunitas tersebut masih kurang dikembangkan. Beberapa komunitas-komunitas tersebut justru tumbuh dari kesadaran mahasiswa yang memiliki keyakinan yang sama dan pemikiran yang sama akan pentingnya nilai-nilai agama di dalam kehidupan perkuliahan.

Untuk kebanyakan pendidik dan profesional bidang pendidikan, hal yang ditakutkan adalah tuntutan yang ada dalam kelompok ataupun komunitas ini, terkadang secara aktif mereka menuntut suatu perubahan pemikiran dan keyakinan dari para pengikutnya. Hal ini tentunya berdampak pada nilai-nilai


(11)

seperti kebebasan berpikir, bereksplorasi, serta berpikir kritis terhadap berbagai hal. Bagaimanapun juga, ketika mahasiswa bergelut untuk mencari makna dari dan untuk hidupnya, mereka cenderung mencari dukungan dan stabilitas dalam hidupnya (Love dan Talbot, 1999).

Sayangnya, selama masa ini para profesional bidang pendidikan (dosen dan pihak penyelenggara universitas) gagal menunjukkan bahwa spirituality dan spiritual development mungkin berkontribusi tidak hanya untuk kepentingan spirituality, tetapi juga untuk memfokuskan perspektif umum mahasiswa serta mendorong keinginan untuk berpikir kritis, lebih mengeksplorasi nilai yang terkait dengan hal umum, dan lebih kritis dalam mempertanyakan kewenangan-kewenangan dirinya (Love dan Talbot, 1999). Peneliti sendiri ingin melihat bagaimana gambaran spiritual development di dalam kehidupan mahasiswa di perkuliahan.

Dalam melihat spirituality dan spiritual development tidak ada definisi umum yang menggambarkan spirituality secara pasti. Tillich (1959, dalam Love dan Talbot 1999) menggambarkan spirituality sebagai fokus dari masalah yang paling utama dalam hidup dan arti dari kehidupan. Booth, (1992 dan Wittmer 1989, dalam Love dan Talbot 1999) mendefinisikan spirituality sebagai kepercayaan terhadap suatu kekuatan yang lebih besar dari dirinya. Hill (2000, dalam Nelson 2009), menggambarkan spirituality sebagai pengalaman dan sisi personal dari hubungan kepada kekuatan yang lebih besar. Dalam usahanya untuk mendefinisikan spirituality, para ahli telah mengajukan konsep dan bahasa yang berfokus pada hasil akhir dari suatu keadaan (Hawks, 1994, dalam Love dan


(12)

Talbot 1999), atau sebagai proses dari spiritual development (Chandler et al., 1992 dalam Love dan Talbot 1999).

Love dan Talbot (1999), menggambarkan lima proposisi yang saling berkaitan yang menggambarkan spiritual development, yang pertama spiritual development melibatkan suatu proses internal di dalam diri individu dalam mencari kebenaran, keaslian, dan keseluruhan diri (personal authenticity, genuineness, and wholeness) sebagai aspek dari perkembangan identitas. Kedua, spiritual development melibatkan proses perubahan yang berkelanjutan terhadap pusat diri seseorang (continually transcending one’s current locus of centricity). Ketiga, spiritual development melibatkan pengembangan hubungan yang lebih tinggi antara diri individu (self) dan yang lainnya melalui hubungan dan penyatuan dengan komunitas. Keempat, spiritual development melibatkan perkembangan arti, tujuan, dan arah hidup seseorang. Kelima, spiritual development melibatkan peningkatan keterbukaan untuk mengeksplorasi hubungan dengan kekuatan (intangible and pervasive power or essence) yang berada di atas eksistensi manusia dan pengetahuan rasional manusia. Kelima proposisi ini bukanlah suatu tahapan, ataupun berada dalam satu kedudukan yang sama, urutan secara kronologis. Kelima proposisi ini merupakan suatu proses yang saling berhubungan dan seringkali terjadi bersamaan.

Kelima proposisi tersebut menggambarkan spiritual development sebagai suatu proses yang saling berkaitan dalam proses mencari pengetahuan mengenai diri dan apa yang menjadi pusat dirinya, perubahan pada apa yang menjadi pusat dari diri individu, keterbukaan dan penerimaan terhadap komunitas, memahami


(13)

intisari atau merasakan kekuatan yang ada di balik eksistensi manusia, dan memiliki kepekaan spiritual yang melingkupi seluruh kehidupan.

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan peneliti mengenai spiritual development pada 29 perwakilan mahasiswa yang berusia 18-22 tahun yang berasal dari berbagai fakultas di Universitas “X”, diperoleh data 62% mahasiswa masih melihat hal yang nyata, yang merupakan kebiasaan mereka sehari-hari, belum dapat memaknakan serta menemukan identitas yang ideal menurut mereka, sedangkan 38% yang lainnya sudah dapat menemukan identitas yang ideal menurut mereka. Melihat bagaimana mahasiswa melibatkan suatu proses internal dalam dirinya dalam mencari kebenaran, keaslian, dan keseluruhan diri (personal authenticity, genuineness, and wholeness) sebagai aspek dari perkembangan identitas, sebanyak 44,8% mahasiswa belum dapat mengembangkan secara berkelanjutan apa yang menjadi pusat kehidupan mereka, orientasi mengenai pentingnya hidup mereka masih terbatas dalam lingkup keluarga, para mahasiswa belum dapat mengembangkan orientasi mereka ke arah pengembangan diri yang berada di luar diri pribadi, sedangkan sebanyak 55,2% lainnya merasa sudah dapat mangarahkan orientasi mereka ke luar pribadi mereka.

Dari sisi lainnya 62% mahasiswa masih melihat hubungan mereka dengan komunitas sebagai hal yang biasa, hanya sebagai tempat berkumpul, mereka merasa belum bisa menciptakan suatu hubungan yang mendalam dengan komunitas secara langsung dengan diri mereka, sedangkan 38% mahasiswa lainnya melihat hubungan mereka dengan komunitas sudah sangat mendalam. Sebanyak 51,7% mahasiswa melihat hidupnya sebagai suatu hal yang biasa,


(14)

belum memiliki arah serta tujuan hidup yang jelas, serta menjalani kehidupan apa adanya, sedangkan 48,3% mahasiswa lainnya melihat tujuan hidup mereka sudah sangat jelas dan saat ini menjalani kehidupan mereka sesuai dengan tujuan hidupnya masing-masing. 10,3% mahasiswa tersebut juga tidak meyakini adanya suatu kekuatan yang berkuasa atas diri mereka, mereka yakin diri merekalah yang paling berkuasa atas hidup mereka, sedangkan 89,7% mahasiswa lainnya tetap meyakini kekuatan Tuhan yang berkuasa atas kehidupan mereka. Dari sini dapat dilihat masih terdapat indikasi adanya ketidaksesuaian mengenai spiritual development pada para mahasiswa tersebut.

Dalam membentuk perkembangannya, spiritualitas seorang mahasiswa sangat besar dipengaruhi oleh agama yang dianut mahasiswa tersebut. Agama sendiri adalah salah satu faktor yang membentuk spiritualitas seseorang sejak awal kehidupan mahasiswa, sebagian besar mahasiswa melihat agama sebagai salah satu identitas yang paling penting di dalam hidupnya, hal tersebut terlihat dari masih cukup banyaknya mahasiswa yang meyakini kuasa Tuhan atas hidupnya, sedangkan bagi sebagian kecil lainnya agama sudah bukan merupakan suatu hal yang penting dalam hidupnya. Terlepas dari bagaimana mahasiswa memandang pentingnya agama di dalam hidupnya, kenyataan yang ada dalam kehidupan perkuliahan adalah kurangnya minat mahasiswa saat ini untuk terjun langsung dan bergabung dengan komunitas-komunitas keagamaan yang ada di universitasnya. Berdasarkan data yang diperoleh dari salah satu komunitas keagamaan yang ada di Universitas “X” Bandung, dalam satu angkatan mahasiswa hanya sekitar 10% mahasiswa yang berasal dari latar belakang agama


(15)

yang sama, yang bersedia mengikuti kegiatan yang diadakan oleh komunitas tersebut, dan jumlah tersebut akan terus berkurang seiring dengan berjalannya masa perkuliahan, hanya sedikit yang akan bertahan dan menjadi penerus serta pengurus dalam komunitas tersebut.

Semua agama didasarkan pada kebaikan, hanya saja berbeda dalam prosesnya. Agama sendiri secara umum dipengaruhi oleh beberapa hal utama yang ada dalam setiap ajaran agama, tetapi berbeda dalam setiap ajaran agama. Adanya ajaran tentang Tuhan, ajaran mengenai manusia, dan ajaran mengenai surga atau keselamatan merupakan hal yang menjadi dasar yang ada dalam setiap ajaran agama, dan hal tersebut sangat memberikan pengaruh pada setiap ajaran agama tersebut. Selain hal-hal yang mendasar tersebut, sejarah perkembangan dan kitab suci masing-masing agama memberikan hal yang berbeda pula.

Santrock (2007), menggambarkan dalam sebuah survei terbaru kepada mahasiswa, suatu kepercayaan kepada Tuhan masihlah kuat, tetapi sebuah perspektif yang lebih kompleks mengenai agama dan spiritualitas juga terjadi. Pada saat ini sudah umum untuk mendengar mahasiswa berkata bahwa mereka adalah individu yang spiritual tetapi tidak secara langsung religius, atau mereka tidak mengidentifikasikan diri mereka dengan denominasi agama tertentu. Hal tersebut seperti terlihat berdasarkan hasil survei mengenai kekuatan yang berpengaruh di dalam hidup mahasiswa sendiri sebagian besar mahasiswa masih menganggap Tuhan sebagai kekuatan yang berpengaruh dalam hidup mereka, tetapi muncul sebagian kecil mahasiswa yang melihat kekuatan diri mereka serta kekuatan pikiran mereka lebih berkuasa atas kehidupan mereka.


(16)

Berdasarkan latar belakang corak keagamaan mahasiswa Universitas “X” Bandung yang merupakan universitas yang berasaskan ajaran Agama Kristen memiliki mahasiswa yang berasal dari berbagai macam latar belakang agama yang berbeda. Sampai saat ini terdapat empat organisasi keagamaan yang berada

di Universitas “X” Bandung, yaitu PMK (Persekutuan Mahasiswa Kristen), KMK

(Keluarga Mahasiswa Katolik), Perkumpulan Mahasiswa Muslim, dan KMB (Keluarga Mahasiwa Budhis). Organisasi-organisasi tersebut tidak secara langsung berada dalam struktur organisasi universitas, hanya PMK yang berada di bawah naungan Persekutuan Alumni “X” Bandung yang masih berada dalam lingkup Yayasan Perguruan Tinggi “X” Bandung. Organisasi-organisasi selain PMK berdiri sendiri di dalam komunitas Universitas “X” Bandung tanpa memperoleh dukungan maupun fasilitas penunjang dari Universitas “X” Bandung. Walaupun begitu keberadaan organisasi-organisasi tersebut tetap ada, dengan struktur organisasi yang jelas, dan diketahui oleh sebagian besar mahasiswa yang

ada di Universitas “X” Bandung.

Keseluruhan organisasi keagamaan tersebut pada awalnya berdiri atas inisiatif para mahasiswa sendiri, mereka melihat pentingnya sebuah wadah perkumpulan yang menampung keinginan para mahasiswa untuk berbagi mengenai kehidupan spiritual dan keagamaan mereka. Walaupun tidak berdiri secara bersamaan, pada saat ini masing-masing organisasi keagamaan tersebut sudah dikenal dan diakui oleh hampir seluruh mahasiswa di Universitas “X” Bandung sebagai organisasi keagamaan yang mewakili masing-masing afiliasi yang ada.


(17)

Di dalam struktur organisasi masing-masing organisasi keagamaan tersebut terdapat susunan pengurus, mulai dari ketua sampai koordinator masing-masing bidang. Mereka menjalankan organisasinya dengan ketetapan-ketetapan yang ditentukan pada setiap periode masa kepemimpinan ketua-ketua organisasi tersebut. Para ketua dipilih berdasarkan kriteria yang cenderung sama pada setiap organisasi, umumnya mereka dipilih berdasarkan rekomendasi pengurus-pengurus organisasi terdahulu, dengan kecenderungan pada individu yang aktif dan dianggap memahami agama secara mendalam, baru kemudian dirapatkan dalam lingkup kepengurusan, baru setelah itu diserahkan pada voting dari seluruh anggota. Dari hasil tersebut para ketua tersebut akhirnya mendapatkan pengakuan dari seluruh anggotanya untuk memimpin organisasi keagamaan tersebut. Tidak ada satu-pun organisasi keagamaan di Universitas “X” Bandung yang memberlakukan syarat akademis, seperti IPK, bagi para calon ketua mereka.

Para ketua masing-masing organisasi keagamaan tersebut menjabat selama satu tahun periode kepemimpinan, dan bisa berasal dari berbagai fakultas dan

jurusan yang ada di Universitas “X” Bandung. Berdasarkan survei awal

masing-masing ketua tersebut memiliki kekhasan, mereka juga menggambarkan diri mereka secara berbeda berkaitan dengan pandangan mereka mengenai spiritual development mereka berkaitan dengan kehidupan perkuliahan mereka. Dalam hal ini peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap para mahasiswa ketua organisasi keagamaan, karena mahasiswa ketua organisasi keagamaan yang ada di Universitas “X” Bandung dinilai dapat mewakili agama yang mereka anut.


(18)

GMS, seorang mahasiswa fakultas psikologi angkatan 2007 yang juga seorang ketua PMK menggambarkan dirinya sebagai mahasiswa yang kurang peduli terhadap hidupnya, tetapi sangat peduli dengan relasinya dengan orang lain. Menurutnya dirinya sangat peduli dengan orang-orang terdekatnya saat ini, walaupun begitu dalam dirinya masih merasa ada yang kurang berkaitan dengan gambaran dirinya sebagai bagian identitasnya. Ia merasa walaupun ia sangat peduli dengan relasi, ia masih membutuhkan waktu yang cukup lama dalam suatu komunitas baru, karena dirinya merasa masih kurang percaya diri, kurang perhatian, dan merasa harus lebih jujur dalam relasinya. Menurutnya dulu dirinya tidak perduli dengan relasinya, selalu membatasi dirinya dengan orang lain, dan ia merasa relasinya di PMK selama ini yang banyak mengubah dirinya menjadi lebih peduli dengan relasinya, menurutnya dengan perjalanan rohani-nya selama ini ia lebih dilatih untuk menghadapi kekurangan-kekurangannya.

Hal yang paling penting dalam hidupnya adalah dapat bermanfaat bagi orang lain. Menurutnya hal tersebut dilakukan karena apa yang ia lakukan kembali lagi untuk kepentingan orang lain selain kepentingan dirinya, ia juga merasa bahwa ia butuh dukungan mereka dan sebagai manusia hidup saling bergantung dan mengisi satu sama lain. Hal tersebut cukup bermanfaat baginya dalam kehidupan perkuliahannya, ia sering merasa senang dapat membantu temannya dalam mencatat materi perkuliahan, karena menurutnya ia senang mencatat dan terkadang banyak temannya yang ingin meminjam catatan kuliahnya.


(19)

Saat ini GMS hanya tergabung dalam satu organisasi, yaitu PMK di mana ia menjadi ketua saat ini. Menurutnya organisasi ini sangat memengaruhi hidupnya, khusus untuk kehidupan perkuliahannya menurutnya organisasi ini membantunya untuk dapat lebih berbaur dengan orang lain serta membantunya mengontrol diri dalam perkuliahannya. Relasinya dengan orang-orang di dalam organisasi tersebut cukup baik, ia sering sharing tentang kehidupan pribadi, rohani, dan mengenai pelajaran kuliahnya di dalam organisasi ini. Organisasi ini membuatnya merasa memiliki saudara-saudara baru yang saling mempedulikan. Walaupun saat ini ia sudah memegang jabatan ketua PMK selama tiga bulan, ia masih merasa jabatan ini sebagai beban, merasa masih kurang punya kapasitas untuk jadi pemimpin, tetapi walaupun begitu hal tersebut tidak sampai mempengaruhi kinerjanya dalam perkuliahaan.

Arti hidupnya saat ini adalah melayani Tuhan selagi ada kesempatan dan menjadi berkat untuk orang lain, oleh karena itu ia merasa senang dapat membantu dan bermanfaat bagi orang-orang di sekitarnya. Tujuan hidupnya saat ini adalah dengan membahagiakan kedua orang tuanya dengan belajar yang tekun serta terus memuliakan Tuhan dengan melayani dengan sukacita dimanapun dan mengatur waktu dengan baik dalam studi dan pelayanan.

GMS yakin dan percaya bahwa kekuatan Tuhan Yesus yang berkuasa atas dirinya, kekuatan yang menolong dan melengkapi dirinya dalam menjalani setiap kehidupannya. Ia menggambarkan kekuatan Tuhan Yesus sebagai kekuatan yang sangat besar dan sangat mempengaruhi selauruh aspek kehidupannya.


(20)

Menurutnya karena kekuatan ini hidupnya menjadi lebih baik dan dirinya merasa ada satu hal yang setia menolong dan membantunya menjalani kehidupan ini.

Menurutnya semua hal tersebut sangat berpengaruh dalam kehidupan perkuliahannya. Ia juga merasa bahwa walaupun ia kuliah di Universitas “X” yang berdasarkan atas ajaran nilai-nilai Kristiani, ia tetap tidak merasa berkembang secara rohani dan spiritual. Dalam pemikirannya ia melihat agama sebagai pagaran hidup, pagaran yang membatasi yang baik dan benar dari hal-hal diluar itu, ia lebih memandang agama sebagai suatu konsep keselamatan yang melalui ajaran Kristen.

PA, seorang mahasiswa teknik sipil angkatan 2007 yang juga seorang ketua KMK menggambarkan dirinya sebagai mahasiswa yang santai tetapi bisa serius serta mudah bergaul. Menurutnya dirinya saat ini adalah pribadi yang lebih menyenangkan daripada dirinya waktu dulu, yang menurutnya lebih serius. Dirinya menggambarkan bahwa identitas yang menurutnya ideal adalah yang bisa menjadi orang yang diterima dimana saja, dan dirinya sedang berusaha untuk terus bisa menjadi individu yang seperti itu. Yang paling dibanggakan dari dirinya adalah dirinya yang selalu positive thinking, dimana menurutnya hal tersebut dapat membantunya menjadi lebih bijaksana, terutama dalam mengambil keputusan. Menurutnya seluruh identitas tersebut tidak terlalu besar pengaruhnya kedalam kehidupan rohani, tapi menurutnya dengan identitasnya seperti itu kuliahnya menjadi lebih menyenangkan.


(21)

Menurutnya hal yang paling penting dalam hidupnya adalah senyum dan kebahagiaan, karena merupakan salah satu pegangan dan pedoman yang paling dominan dalam hidupnya. Pedoman untuk ber-positive thinking, ketika ingin bertindak harus menganggap semua hal clear dahulu baru bisa melakukan sesuatu dengan baik. Menurutnya hal ini sangat berpengaruh dalam banyak hal pada hidupnya, membantunya dalam kehidupan perkuliahan, organisasi, keluarga, dan pertemanannya.

Lingkungan yang paling berpengaruh dalam hidupnya saat ini adalah lingkungan KMK, dimana PA hampir mencurahkan setengah fokus hidupnya kepada KMK. Menurutnya hubungannya dengan mahasiswa-mahasiswa lain yang ada didalamnya sudah sangat baik dan mendalam, PA cukup sering sharing yang mendalam kepada teman-temannya di KMK mengenai kehidupan rohaninya, menurutnya hubungan mereka di dalam KMK sudah seperti saudara kandung. Di dalam komunitas KMK, PA menemukan dirinya sebagai ketua, orang yang dijadikan panutan, dan menurutnya ia cukup senang menjadi figur panutan, ia merasa menjadi figur seorang kakak. Menurutnya tugas sebagai ketua KMK bukanlah sebuah tuntutan, dia merasa semua itu sudah menjadi bagian dari tugasnya, walaupun memakan sebagian besar fokus hidupnya dan kehidupan perkuliahannya, dimana saat ini PA masih berjuang menaikan IPK-nya yang kurang, menurut PA yang penting semuanya dilandaskan pada perbuatan baik.

Menurut PA hidup itu seperti ujian praktek sebelum ditinggikan, ditinggikan dalam arti sebagai ujian untuk masuk surga, dimana dalam prosesnya menurut PA manusia harus dapat memilih pilihan terbaik dalam hidupnya untuk


(22)

bisa masuk surga. Manusia akan berhasil dalam ujian praktek tersebut ketika dapat membesarkan kemuliaan Tuhan dalam hidupnya, hal itu pula yang saat ini diyakini PA sebagai tujuan hidupnya, demi lebih besarnya kemuliaan Tuhan. Menurutnya usaha yang dibutuhkan untuk memcapai semua itu adalah dengan selalu mendekatkan diri, serta melakukan segala perbuatan dengan dilandasi tujuan hidup tersebut.

PA percaya dalam hidupnya bahwa kekuatan Tuhan Yesus yang berkuasa atas hidupnya. Kekuatan yang digambarkannya sebagai kekuatan yang sempurna tanpa cela dan abadi tidak akan pernah menghilang dari kehidupannya. Menurutnya kekuatan tersebut sudah menjadi landasan sepenuhnya bagi hidupnya. PA selalu menekankan dalam hidupnya bahwa Tuhan adalah inti.

Dalam beberapa pemikirannya selama ini PA terkadang melihat agama hanya sebatas ilusi dan sarana untuk melakukan ritual, agama memiliki nilai negatif, tetapi Tuhan tidak. Menurutnya agama menyebabkan perbedaan dalam hidup manusia, padahal Tuhan-nya satu dan sama untuk setiap manusia. Tetapi menurutnya sampai saat ini yang penting kita harus bisa melihat segala sesuatunya lebih clear sebelum menilai sesuatu, mendasarkan hidup atas prinsip positive thinking.

RHY, seorang mahasiswa fakultas kedokteran angkatan 2007 yang juga seorang ketua Perkumpulan Mahasiswa Muslim, menggambarkan dirinya sebagai seorang sosialis tinggi, senang berorganisasi dan bersosialis, serta ia juga menggambarkan dirinya sebagai seorang perfeksionis yang mencoba realistis.


(23)

Menurutnya hal tersebut sangat menunjang dirinya dalam setiap hubungan interpersonal dengan orang lain, hubungan interpersonal yang unik, yang mendalam. Walaupun ia menggambarkan dirinya sebagai orang yang sangat membanggakan kemampuannya untuk berhubungan interpersonal dengan orang lain, ia masih merasa dirinya kurang cepat melebur dengan komunitas baru.

Menurutnya hal yang paling penting dalam hidupnya adalah prinsip hidup, prinsip yang menjadikannya berbeda dengan orang lain. Prinsip hidup menurutnya adalah yang sesuai dengan tujuan hidupnya saat ini, dimana hal tersebut sangat berpengaruh dalam kehidupannya. Membantunya memperjelas langkah geraknya sehari-hari serta memberi motivasi pribadi.

Komunitas yang saat ini paling berpengaruh dalam hidupnya adalah organisasi kealumnian SMA-nya, tetapi sebagian besar fokusnya saat ini ada pada organisasi perkumpulan mahasiswa muslim di Universitas “X” dimana ia berperan menjadi ketua. Di dalam organisasi tersebut ia belajar mengenai relasi dengan mahasiswa lain, perasaan saling menghargai, serta pengalaman kepemimpinan. Hubungannya dengan individu lain di dalam organisasi tersebut tergolong baik, walaupun dalam kesehariannya mereka hanya sharing mengenai kehidupan sosial pada umunya serta nilai-nilai keagamaan, mereka tidak pernah sharing mengenai kehidupan perkuliahan mereka. Di dalam organisasi tersebut ia menemukan perannya sebagai kakak, kawan, ayah, serta guru bagi orang-orang lain di dalam organisasi tersebut. Walaupun mengambil sebagian besar fokusnya, ia melihat posisinya sebagai ketua organisasi keagamaan bukanlah beban bagi pendidikannya, menurutnya keduanya merupakan dua hal yang saling berbagi


(24)

nilai, dan menurutnya justru dengan menjadi ketua organisasi keagamaan membantunya untuk latihan dalam manajemen fokus hidupnya.

Menurut RHY arti kehidupannya secara pribadi sebagai sesuatu yang sangat berharga bagi dirinya dan tidak tergantikan. Sedangkan tujuan hidupnya ke depan adalah dengan menjadi manusia yang mencapai derajat prestasi dan kemuliaan tertinggi dalam hidup. Mencapai derajat prestasi adalah dengan menyelesaikan ujian hidup dengan tetap konsisten mempertahankan prinsip hidup, serta kemuliaan tertinggi dengan cara memenuhi target sesuai langkah yang telah ditetapkan.

RHY yakin dengan kekuatan tertinggi yaitu Allah SWT yang berkuasa atas hidupnya. Ia memandang kekuatan tersebut dengan pandangan penghambaan, melihat Allah SWT sebagai figur yang berkuasa atas segalanya. Menurutnya kekuatan tersebut mempengaruhi hidupnya dalam membentuk jati dirinya saat ini, menciptakan visi hidupnya ke depan, serta memberi gairah dalam kehidupannya sehari-hari.

Ia melihat semua hal tersebut sangat berpengaruh dalam kehidupannya sehari-hari serta kehidupan perkuliahannya. Ia juga merasa walaupun ia kuliah di

Universitas “X” yang berdasarkan atas nilai-nilai Kristiani, ia tidak merasa

terhambat, tetapi juga tidak disuburkan secara spiritual dan rohani. Ia juga memandang agama sebagai sesuatu yang memiliki tujuan, yang berisi cara-cara mencapai tujuan tersebut, serta memiliki latar belakang yang berasal dari Tuhan.


(25)

HG, seorang mahasiswa fakultas ekonomi manajemen angkatan 2008 yang juga seorang ketua KMB, menggambarkan dirinya sebagai individu yang terbuka, talk active, friendly, dan cuek. Walaupun begitu ia lebih membanggakan dirinya yang bisa sabar, mau belajar, dan mau menerima keadaan. Meskipun saat ini ia merasa masih ada bagian dari dirinya yang kurang, ia melihat dirinya saat ini sudah jauh lebih baik dibandingkan sebelum ia belajar mengenai Budha dengan mendalam. Saat ini ia menjadi orang yang jadi jauh lebih bertanggung jawab serta lebih dapat memimpin dirinya, sebut saja misalnya: dalam hal ini HG lebih menjaga kesehatan serta menjaga perilaku dan ucapannya.. Dalam dunia perkuliahan menurutnya pembelajarannya mengenai Budha tidak terlalu berpengaruh, ia hanya merasa menjadi lebih disiplin dalam menjalani perkuliahan.

Hal yang paling penting menurut HG dalam hidupnya adalah keluarganya, terutama orang tuanya. Menurutnya, ia sangat ingin membahagiakan kedua orang tuanya saat ini dengan bisa menunjukan kemandirian diri, serta berhasil dalam pendidikan, oleh karena itu menurutnya peran kedua orang tuanya sangat memotivasi dirinya dalam perkuliahan. Menurutnya semua itu karena kedua orang tuanya merupakan tempat pertama dirinya bisa melihat dunia, orang yang pertama kali mengajarkan bagaimana menjalani hidup.

Komunitas yang berpengaruh bagi dirinya saat ini adalah organisasi KMB

di Universitas “X” dimana ia menjadi ketua saat ini. Menurutnya dengan

mengikuti KMB ia merasa lebih bertanggung jawab, lebih menyadari kemampuan diri, serta lebih bisa menjadi pemimpin. Hubungan dirinya dengan orang-orang di dalam komunitas tersebut tergolong baik, ia menempatkan dirinya tidak hanya


(26)

sebagai pemimpin, tetapi juga sebagai kakak dan sahabat bagi para anggotanya. Walaupun begitu menurutnya sampai saat ini ia masih membatasi komunikasi dirinya dengan anggota lainnya dengan hanya membicarakan mengenai hal-hal seputar organisasi, ia merasa takut menyakiti orang-orang tersebut apabila bertanya hal-hal yang mendalam. HG merasa dengan menjadi ketua awalnya sebagai tuntutan, namun lama-lama ia merasa ini sebagai kewajiban, walaupun fokusnya terkadang tercampur dengan fokus kuliah, ia merasa tetap harus memenuhi kewajibannya ini.

Arti kehidupan menurutnya adalah perjuangan, perjuangan untuk mencapai sesuatu, oleh karena itu saat ini HG mulai banyak memasang target dalam hidupnya, tiap kegiatan ditargetkan untuk selesai dengan baik. Menurutnya tujuan hidupnya saat ini yang paling terbayang adalah untuk KMB, ia akan berusaha untuk menjadi ketua yang baik dengan menjalankan semua program, menambah jumlah anggota, serta memperjuangkan legalisasi KMB di Universitas “X”.

Menurut HG tidak ada kekuatan yang berkuasa atas dirinya sendiri, dirinyalah yang paling berkuasa atas dirinya saat ini. Menurutnya apa yang kita tabur adalah apa yang kita tuai, semuanya tergantung diri kita. Walaupun begitu ia tetap menjalankan ritual agamannya secara rutin. Mengenai bagaimana ia mengontrol dirinya untuk bisa terus menjalankan ibadahnya dengan baik, ia berkata dengan terus fokus dalam hidupnya, meskipun masih terkadang kalau sadar baru dilakukan. Hal tersebut juga membebaninya secara pikiran, dengan membuatnya menjadi banyak pikiran.


(27)

Menurutnya keseluruhan tersebut berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari serta perkuliahaannya. Ia juga merasa walaupun ia kuliah di Universitas “X” yang berdasarkan nilai-nilai Kristiani, ia tidak terhambat secara spiritual dan rohani. HG memandang agama sebagai prinsip hidup, dimana semua agama itu pada dasarnya baik dan benar, dan ia pun menghormati semua agama lain.

Berdasarkan hasil-hasil survei tersebut, terlihat indikasi yang menunjukkan kurangnya perkembangan spiritual development mahasiswa dalam hidupnya, ada beberapa hal yang dapat mendukung perkembangan mahasiswa di dalam perkuliahannya yang kurang dapat dikembangkan dengan baik, seperti pengenalan diri yang lebih baik, relasi dengan orang lain yang lebih mendalam, serta masih kurangnya keyakinan yang mendalam akan kekuatan yang berkuasa atas diri mereka. Kurangnya kesadaran akan pengenalan kapasitas diri membuat para mahasiswa cenderung ragu dan tidak menyadari spiritual development yang ada di dalam dirinya. Hal tersebut menunjukan adanya suatu pergeseran nilai-nilai spiritual mahasiswa mengenai kehidupan yang dijalaninya.

Walaupun begitu terdapat juga hal-hal yang menunjukan adanya suatu pengaruh positif spiritual development mahasiswa terhadap perkembangannya di perkuliahan. Bagaimana seorang mahasiswa ketua keagamaan dapat mengarahkan spiritual development-nya ke arah yang lebih optimal merupakan salah satu cara untuk menunjang keberhasilannya di dalam akademis pendidikannya. Merujuk pada pentingnya spiritual development dalam kehidupan perkuliahan, serta bagaimana agama yang dianut oleh seorang mahasiswa dapat mempengaruhi spiritual development seorang mahasiswa, maka peneliti tertarik untuk meneliti


(28)

bagaimana gambaran spiritual development pada setiap mahasiswa ketua organisasi keagamaan di Universitas “X” Bandung.

1.2 Identifikasi Masalah

Bagaimana gambaran spiritual development pada mahasiswa ketua organisasi keagamaan yang ada di Universitas “X” Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk menggambarkan spiritual development pada mahasiswa ketua organisasi keagamaan yang ada di

Universitas “X” Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran yang lebih spesifik mengenai spiritual development pada mahasiswa ketua organisasi keagamaan yang ada di Universitas “X” Bandung, khususnya mengenai;

kekhasan spiritual development pada masing-masing subjek

kesamaan yang muncul dalam proses spiritual development pada masing-masing subjek

1.4 Kegunaan Penelitian


(29)

 Memberikan masukan bagi disiplin ilmu psikologi yang berkaitan dengan spiritualitas sebagai bagian dari perkembangan kehidupan manusia, khususnya mengenai spiritual development mahasiswa ketua organisasi keagamaan yang ada di universitas “X” Bandung.  Memberikan informasi serta referensi bagi peneliti lain yang

berminat melakukan penelitian dalam bidang spiritual development.

1.4.2 Kegunaan Praktis

 Memberikan informasi bagi Universitas “X” untuk keperluan pengembangan mahasiswa mengenai spiritual development mahasiswa sebagai faktor yang berpengaruh dalam perkembangan mahasiswa, agar nantinya Universitas “X” dapat menambahkan program spiritual development sebagai salah satu bagian kurikulum pengembangan mahasiswa-nya.

 Memberikan masukan dan bahan rujukan bagi para anggota organisasi keagamaan dalam rangka meningkatkan keselarasan spiritual development dengan kehidupan perkuliahan mereka, melalui sharing mengenai spiritual development.

1.5 Kerangka Pikir

Menurut Love dan Talbot (1999), telah terdapat kesenjangan di kampus dan dunia akademis yang berkaitan dengan spirituality dan spiritual development.


(30)

Mahasiswa pada umumnya mengalami periode displacement, kebingungan, serta ketidaknyamanan ketika mereka berkembang secara kognitif dan emosional.

Selama masa tersebut, ketika mahasiswa mengalami masa harus berjuang di dalam hidupnya untuk mencari jawaban, kepastian serta arti dalam hidupnya, mahasiswa cenderung akan mencari dukungan dan stabilitas. Mahasiswa mungkin tertarik dengan kelompok-kelompok keyakinan atau keagamaan yang sesuai dengan afiliasinya yang menjanjikan jawaban yang pasti tentang hidup, khususnya dalam area spiritualitas dan spiritual development. Agama dalam hal ini dilihat sebagai salah satu faktor yang membentuk spiritual development seorang mahasiswa. Agama membentuk spiritualitas seseorang sejak awal kehidupan mahasiswa, bagi sebagian besar mahasiswa melihat agama masih merupakan salah satu identitas yang paling penting di dalam hidupnya, sedangkan bagi sebagian kecil lainnya agama sudah bukan merupakan suatu hal yang penting dalam hidupnya (Santrock, 2007).

Agama sendiri sebagai suatu ajaran dan keyakinan yang dianut oleh setiap mahasiswa tersebut mempunyai beberapa unsur-unsur yang secara umum sama tetapi dapat membedakan masing-masing agama. Unsur-unsur tersebut adalah; adanya ajaran tentang Tuhan, ajaran tentang manusia, serta ajaran tentang surga atau keselamatan. Ajaran tentang Tuhan merujuk pada ajaran mengenai suatu kekuatan yang absolut yang berkuasa atas manusia sebagai umatnya. Ajaran tentang manusia adalah ajaran tentang bagaimana manusia itu secara kodrati menurut agamanya, apa yang harus manusia lakukan dan tidak, serta bagaimana relasi antara manusia dengan Tuhan serta dengan sesamanya. Sedangkan ajaran


(31)

mengenai surga atau keselamatan adalah ajaran tentang janji-janji Tuhan kepada umat-Nya yang taat dan menurut pada perintah-Nya (Farrington, 2000).

Sayangnya perguruan tinggi sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas perkembangan mahasiswa gagal membuka suatu diskusi mengenai permasalahan spiritualitas dan spiritual development yang dialami oleh mahasiswa. Hal tersebut sebenarnya bukan hanya akan membantu mahasiswa dalam cakupan spiritualitasnya saja, tetapi juga pada masalah yang lebih umum, seperti mendorong mahasiswa untuk berpikir kritis, mengeksplorasi nilai-nilai yang terkait dengan kejadian sehari-hari, serta mengkaji hak dan kewajiban mahasiswa (Love dan Talbot, 1999). Oleh sebab itu permasalahan spiritual serta spiritual development seharusnya lebih dikembangkan dalam kehidupan mahasiswa selama berkuliah.

Berdasarkan teori yang digunakan mengenai spiritual development, Love dan Talbot (1999), menggambarkan lima proposisi yang saling berkaitan yang menggambarkan spiritual development yaitu; spiritual development melibatkan suatu proses internal di dalam diri mahasiswa ketua organisasi keagamaan dalam mencari kebenaran, keaslian, dan keseluruhan diri; spiritual development melibatkan proses perubahan yang berkelanjutan terhadap pusat diri seseorang mahasiswa ketua organisasi keagamaan; spiritual development melibatkan pengembangan hubungan yang lebih tinggi antara mahasiswa ketua organisasi keagamaan sebagai individu (self) dan yang lainnya melalui hubungan dan penyatuan dengan komunitas; spiritual development melibatkan perkembangan arti, tujuan, dan arah dari hidup seseorang mahasiswa ketua organisasi


(32)

keagamaan; spiritual development melibatkan peningkatan keterbukaan untuk mengeksplorasi hubungan dengan kekuatan yang berada di atas eksistensi dan pengetahuan rasional manusia. Kelima proposisi ini bukanlah suatu tahapan, ataupun berada dalam satu kedudukan yang sama, urutan secara kronologis. Kelima proposisi ini merupakan suatu proses yang saling berhubungan dan seringkali terjadi bersamaan.

Spiritual development melibatkan suatu proses internal di dalam diri mahasiswa ketua organisasi keagamaan dalam mencari kebenaran, keaslian, dan keseluruhan diri (personal authenticity, genuineness, and wholeness) sebagai aspek dari perkembangan identitas adalah suatu proses yang terjadi di dalam mahasiswa ketua organisasi keagamaan yang melibatkan suatu proses pengembangan sense terhadap diri sebagai suatu kesatuan (bukan secara fragmental), konsisten, kongruen dengan tindakan dan keyakinan kita, dan jujur atau terbuka pada diri kita (our sense of self). mahasiswa ketua organisasi keagamaan diharapkan dapat menemukan kebenaran, keaslian, dan keseluruhan dirinya secara menyeluruh, sehingga dapat membantu mengembangkan identitasnya selama dalam masa perkuliahan. Proses ini dapat dimotivasi oleh kegelisahan atau ketidakpuasan yang dirasakan mahasiswa ketua organisasi keagamaan ketika nilai dan arti diri mereka tidaklah jelas dan tidak sejalan dengan cara mereka menjalani kehidupan mereka. Benner (1988, dalam Love dan Talbot, 1999), menjelaskan bahwa suatu proses mencari kebenaran, keaslian, dan

keseluruhan diri sebagai “suatu respon terhadap sebuah hasrat terdalam dan


(33)

organisasi keagamaan tersebut mendorong dirinya untuk lebih introspektif terhadap kehidupan mereka serta kondisi dimana mereka memilih untuk ada. Proses pemeriksaan diri ini, dalam banyak cara, tidak dapat dihindari selama masa perkembangan ketika mahasiswa ketua organisasi keagamaan bergelut dengan masalah identitas dan pertanyaan mengenai siapa diri mereka.

Spiritual development melibatkan proses perubahan yang berkelanjutan terhadap diri seseorang mahasiswa ketua organisasi keagamaan (continually transcending one’s current locus of centricity). Untuk berubah maksudnya untuk melebihi batas diri seseorang. Maslow (1971, dalam Love dan Talbot, 1999), menjelaskan, perubahan merujuk pada level kesadaran manusia yang paling tinggi dan paling inklusif atau menyeluruh. Sedangkan apa yang menjadi pusat diri (locus of centricity) merupakan apa yang menjadi dasar serta tujuan mahasiswa ketua organisasi keagamaan yang sesuai dengan perilaku serta cara hidup-nya. Dimana mahasiswa ketua organisasi keagamaan dalam hidupnya diharapkan dapat terus mencari, menemukan, serta mengembangkan apa yang menjadi pusat hidupnya dan menerapkannya dalam kehidupannya di dunia perkuliahan.

Spiritual development melibatkan pengembangan hubungan yang lebih tinggi antara mahasiswa ketua organisasi keagamaan sebagai individu (self) dan yang lainnya melalui hubungan dan penyatuan dengan komunitas. Spiritualitas berakar dalam keterhubungan, relasi, hubungan dalam suatu komunitas, dan kepekaan mengenai sebuah spirit yang terkadang berada dalam sebuah komunitas yang nyata (Fowler, 1981, dalam Love dan Talbot, 1999). Mahasiswa ketua organisasi keagamaan yang hidup di dalam komunitas dan dapat dikatakan


(34)

matang secara spiritual diharapkan dapat menjalin relasi yang lebih mendalam di dalam komunitasnya tersebut, dan dapat menemukan arti bagi dirinya di dalam hubungannya dengan komunitas tersebut. Menurut Helminiak (1996, dalam Love dan Talbot, 1999), hal yang unik dari spiritualitas adalah hanya dapat dirasakan oleh individu itu sendiri tetapi hanya menemukan manifestasi sepenuhnya dalam konteks yang bahkan lebih luas, komunitas yang saling menunjang.

Spiritual development melibatkan perkembangan arti, tujuan, dan arah dari hidup mahasiswa ketua organisasi keagamaan. Canda (1989, dalam Love dan Talbot, 1999), merujuk spiritualitas sebagai dorongan paling dasar manusia dalam mencari arti dan tujuan hidup. Keterbukaan spirit terorientasi dalam suatu arah. Tujuan ideal dari spirit adalah untuk menjadi, semua hal yang harus diketahui (dan dicintai). Karakteristik spirit secara alami adalah secara terus menerus bergerak, mengatur kembali, bekerja kembali, sampai mencapai tujuan terbesarnya, kesesuaian dan keterkaitan yang menyeluruh dengan kenyataan. Mahasiswa ketua organisasi keagamaan dalam hal ini diharapkan dapat menemukan tujuan utama mereka serta terus mengkaji dirinya dalam proses pencarian arti, tujuan, serta arah hidupnya sehingga sesuai dengan kenyataan yang dijalani serta lingkungan di sekitarnya.

Spiritual development melibatkan peningkatan keterbukaan untuk mengeksplorasi hubungan dengan kekuatan (intangible and pervasive power or essence) yang berada di atas eksistensi mahasiswa ketua organisasi keagamaan dan pengetahuan rasionalnya. Spiritualitas juga terkait dengan hubungan dan keterbukaan dengan pengaruh kekuatan yang ada melebihi diri individu (Opatz,


(35)

1986, dalam Love dan Talbot, 1999). Berhubungan dengan perubahan, sebagaimana seseorang mengembangkan spiritualitas disana terdapat pengetahuan yang meningkat terhadap suatu spirit atau kekuatan yang lebih besar dari individu tersebut, kekuatan yang hanya bisa diraih hanya melalui faith, hope, love, dan aspek non rasional lainnya dari pengalaman manusia. Mahasiswa ketua organisasi keagamaan diharapkan dapat membuka dan menjalin hubungan yang mendalam dengan kekuatan yang lebih besar yang berkuasa atas dirinya, serta menemukan arti dan makna hidupnya di dalam relasi tersebut.

Berdasarkan hal tersebut kelima proposisi tersebut di atas menggambarkan spiritual development sebagai suatu proses yang saling berkaitan dalam proses mencari pengetahuan mengenai diri dan apa yang menjadi pusat dirinya, perubahan pada apa yang menjadi pusat dari diri mahasiswa ketua organisasi keagamaan, keterbukaan dan penerimaan terhadap komunitas, memahami intisari atau merasakan kekuatan yang ada dibalik eksistensi manusia, dan memiliki kepekaan spiritual yang melingkupi seluruh kehidupan. Sehingga diharapkan proses tersebut dapat mengarahkan mahasiswa ketua organisasi keagamaan menjadi sosok individu yang berkembang secara spiritual. Selain itu perbedaan keyakinan/agama yang dimiliki oleh masing-masing mahasiswa ketua organisasi keagamaan memberikan salah satu pengaruh yang paling mendasar mengenai kemungkinan perbedaan gambaran spiritual development yang dimiliki oleh masing-masing mahasiswa ketua organisasi keagamaan tersebut.


(36)

1.1 Bagan Kerangka Pikir Spiritual Development

1.6 Asumsi

1. Mahasiswa ketua organisasi keagamaan yang ada di Universitas “X” Bandung memiliki spiritual development di dalam dirinya masing-masing, dan memiliki keunikan serta perberbedaan dalam perkembangannya.

2. Terdapat persamaan karakteristik spiritual development pada masing-masing mahasiswa ketua organisasi keagamaan di Universitas “X” Bandung.

Mahasiswa Ketua Organisasi Keagamaan yang ada di Universitas

“X” Bandung

1.personal authenticity, genuineness, and wholeness

2.continually transcending

one’s current locus of

centricity

3.Greater connectedness to self and others

4.Deriving meaning, purpose, and direction 5.Relationship with an intangible and pervasive power or essence

Spiritual Development

1. Ajaran tentang Tuhan 2. Ajaran tentang

manusia

3. Ajaran tentang surga dan keselamatan


(37)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Mahasiswa ketua organisasi keagamaan yang ada di Universitas “X”

Bandung memiliki keunikan dan perberbedaan tersendiri dalam hal spiritual development-nya, dan perbedaan tersebut cukup dipengaruhi oleh perbedaan agama yang mereka anut, baik dalam hal dogma-dogma dan nilai-nilai yang diajarkan, dan penghayatan pribadi mereka terhadap agamanya masing-masing .

2. Masing-masing mahasiswa ketua organisasi keagamaan di Universitas “X” Bandung juga memiliki persamaan karakteristik spiritual development pada beberapa aspek perkembangannya, selain itu juga dalam hal memandang ajaran agamanya sebagai suatu panutan hidup serta melakukan hal-hal yang sesuai antara kehidupan dan agamanya.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoritis

 Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh indikasi adanya hubungan positif antara spiritual development dengan pengembangan mahasiswa di dalam perkuliahan. Oleh karena itu perlu dilakukan


(38)

pendalaman teori mengenai spiritual development sebagai bagian dari disiplin ilmu psikologi yang berkaitan dengan perkembangan kehidupan manusia, khususnya mengenai pengaruh pengembangan mahasiswa di universitas.

 Karena keterbatasan metode penelitian dalam penelitian ini, maka untuk ke depannya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai spiritual development dalam kehidupan perkuliahan, terutama pada lingkup subjek yang lebih luas dengan menggunakan metode penelitian yang lainnya, seperti dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif.

5.2.2 Saran Praktis

Mengingat pentingnya spiritual development terhadap keberhasilan pengembangan mahasiswa maka perlu disusun silabus perkuliahan atau seminar mengenai spiritual development yang dapat

digunakan oleh para mahasiswa di Universitas “X” Bandung untuk

keperluan pengembangan mahasiswa, terutama di dalam keselarasannya dengan spiritual development.

 Berdasarkan penelitian kepada subjek-subjek yang berpengaruh di dalam komunitas keagamaan, terdapat pengaruh yang postif antara spiritual development dan pengembangan mahasiswa. Maka perlu juga disusun program pengembangan mengenai kehidupan mahasiswa di perkuliahan di dalam organisasi keagamaan dalam


(39)

rangka meningkatkan keselarasan spiritual development dengan kehidupan perkuliahan mereka, seperti misalnya melalui sharing mengenai spiritual development dan pengembangan-pengembangan di dalam perkuliahan.


(40)

DAFTAR PUSTAKA

Farrington, Karen. 2000. History of Religion. London: Chancellor Press.

Graziano, Anthony M., & Raulin Michael L. 2000. Research Methods: A Process of Inquiry 4th Edition. MA: Allyn & Bacon.

Jablonski, Margaret A. 2001. The Implications of Student Spirituality for Student Affairs Practise. Danvers: Jossey-Bass.

Love, P., & Talbot, D. 1999. Defining Spiritual Development: A Missing Consideration for Student Affairs. NASPA Journal, 37.

Munandar, S.C. Utami. 1999. Kreativitas dan Keterbakatan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nelson, James M. 2009. Psychology, Religion, and Spirituality. New York: Springer.

Poerwandari, E. K. 1998. Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi UI.

Santrock, John W. 2002. Life-Span Development Edisi ke-5 Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Santrock, John W. 2007. Adolescence 11th Edition. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.


(41)

DAFTAR RUJUKAN

Bayakly, Nabil. 2002. What Does It Mean to Lead a Spiritual Life? A Muslim Perspective. (Online).

(http://www.explorefaith.org/steppingstones_SpiritualLife_Bayakly.htm, diakses 22 November 2010).

Corr, Kenneth A. 2002. What Does It Mean to Lead a Spiritual Life? A Christian Perspective. (Online).

(http://www.explorefaith.org/steppingstones_SpiritualLife_Corr.htm, diakses 23 November 2010).

http://en.wikipedia.org/wiki/Christianity, diakses 4 Mei 2010 http://en.wikipedia.org/wiki/Hinduism, diakses 4 Mei 2010 http://en.wikipedia.org/wiki/Islam, diakses 4 Mei 2010

http://www.indocell.net/yesaya/pustaka2/id511.htm, diakses 4 Mei 2010 http://yesaya.indocell.net/id13.htm, diakses 4 Mei 2010

Manusia Indonesia Abad 21. 2010. (Online).

(http://himpsi.org/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=28, diakses 4 Mei 2010).

Muesse, Mark W. 2002. What Does It Mean to Lead a Spiritual Life? A Buddhist Perspective. (Online).

(http://www.explorefaith.org/steppingstones_SpiritualLife_Buddhist.htm, diakses 22 November 2010).

Mustafa, Hasan. 2000. SAMPLING. (Online).

(http://home.unpar.ac.id/~hasan/SAMPLING.doc, diakses 4 Mei 2010). Po, Chan K. 2008. Spirituality and Budhism. (Online).

(www.skb.or.kr/down/papers/083.pdf, diakses 22 November 2010). Universitas Kristen Maranatha. 17 Juni 2006. Grha Widya Maranatha: A Grace


(1)

29

Universitas Kristen Maranatha 1.1 Bagan Kerangka Pikir Spiritual Development

1.6 Asumsi

1. Mahasiswa ketua organisasi keagamaan yang ada di Universitas “X” Bandung memiliki spiritual development di dalam dirinya masing-masing, dan memiliki keunikan serta perberbedaan dalam perkembangannya.

2. Terdapat persamaan karakteristik spiritual development pada masing-masing mahasiswa ketua organisasi keagamaan di Universitas “X” Bandung.

Mahasiswa Ketua Organisasi Keagamaan yang ada di Universitas “X” Bandung

1.personal authenticity, genuineness, and wholeness

2.continually transcending one’s current locus of centricity

3.Greater connectedness to self and others

4.Deriving meaning, purpose, and direction

5.Relationship with an intangible and pervasive power or essence

Spiritual Development

1. Ajaran tentang Tuhan 2. Ajaran tentang

manusia

3. Ajaran tentang surga dan keselamatan


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Mahasiswa ketua organisasi keagamaan yang ada di Universitas “X”

Bandung memiliki keunikan dan perberbedaan tersendiri dalam hal spiritual development-nya, dan perbedaan tersebut cukup dipengaruhi oleh perbedaan agama yang mereka anut, baik dalam hal dogma-dogma dan nilai-nilai yang diajarkan, dan penghayatan pribadi mereka terhadap agamanya masing-masing .

2. Masing-masing mahasiswa ketua organisasi keagamaan di Universitas “X” Bandung juga memiliki persamaan karakteristik spiritual development pada beberapa aspek perkembangannya, selain itu juga dalam hal memandang ajaran agamanya sebagai suatu panutan hidup serta melakukan hal-hal yang sesuai antara kehidupan dan agamanya.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoritis

 Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh indikasi adanya hubungan positif antara spiritual development dengan pengembangan mahasiswa di dalam perkuliahan. Oleh karena itu perlu dilakukan


(3)

138

Universitas Kristen Maranatha pendalaman teori mengenai spiritual development sebagai bagian dari disiplin ilmu psikologi yang berkaitan dengan perkembangan kehidupan manusia, khususnya mengenai pengaruh pengembangan mahasiswa di universitas.

 Karena keterbatasan metode penelitian dalam penelitian ini, maka untuk ke depannya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai spiritual development dalam kehidupan perkuliahan, terutama pada lingkup subjek yang lebih luas dengan menggunakan metode penelitian yang lainnya, seperti dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif.

5.2.2 Saran Praktis

Mengingat pentingnya spiritual development terhadap keberhasilan pengembangan mahasiswa maka perlu disusun silabus perkuliahan atau seminar mengenai spiritual development yang dapat

digunakan oleh para mahasiswa di Universitas “X” Bandung untuk keperluan pengembangan mahasiswa, terutama di dalam keselarasannya dengan spiritual development.

 Berdasarkan penelitian kepada subjek-subjek yang berpengaruh di dalam komunitas keagamaan, terdapat pengaruh yang postif antara spiritual development dan pengembangan mahasiswa. Maka perlu juga disusun program pengembangan mengenai kehidupan mahasiswa di perkuliahan di dalam organisasi keagamaan dalam


(4)

rangka meningkatkan keselarasan spiritual development dengan kehidupan perkuliahan mereka, seperti misalnya melalui sharing mengenai spiritual development dan pengembangan-pengembangan di dalam perkuliahan.


(5)

140

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Farrington, Karen. 2000. History of Religion. London: Chancellor Press.

Graziano, Anthony M., & Raulin Michael L. 2000. Research Methods: A Process of Inquiry 4th Edition. MA: Allyn & Bacon.

Jablonski, Margaret A. 2001. The Implications of Student Spirituality for Student Affairs Practise. Danvers: Jossey-Bass.

Love, P., & Talbot, D. 1999. Defining Spiritual Development: A Missing Consideration for Student Affairs. NASPA Journal, 37.

Munandar, S.C. Utami. 1999. Kreativitas dan Keterbakatan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nelson, James M. 2009. Psychology, Religion, and Spirituality. New York: Springer.

Poerwandari, E. K. 1998. Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi UI.

Santrock, John W. 2002. Life-Span Development Edisi ke-5 Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Santrock, John W. 2007. Adolescence 11th Edition. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.


(6)

DAFTAR RUJUKAN

Bayakly, Nabil. 2002. What Does It Mean to Lead a Spiritual Life? A Muslim Perspective. (Online).

(http://www.explorefaith.org/steppingstones_SpiritualLife_Bayakly.htm, diakses 22 November 2010).

Corr, Kenneth A. 2002. What Does It Mean to Lead a Spiritual Life? A Christian Perspective. (Online).

(http://www.explorefaith.org/steppingstones_SpiritualLife_Corr.htm, diakses 23 November 2010).

http://en.wikipedia.org/wiki/Christianity, diakses 4 Mei 2010 http://en.wikipedia.org/wiki/Hinduism, diakses 4 Mei 2010 http://en.wikipedia.org/wiki/Islam, diakses 4 Mei 2010

http://www.indocell.net/yesaya/pustaka2/id511.htm, diakses 4 Mei 2010 http://yesaya.indocell.net/id13.htm, diakses 4 Mei 2010

Manusia Indonesia Abad 21. 2010. (Online).

(http://himpsi.org/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=28, diakses 4 Mei 2010).

Muesse, Mark W. 2002. What Does It Mean to Lead a Spiritual Life? A Buddhist Perspective. (Online).

(http://www.explorefaith.org/steppingstones_SpiritualLife_Buddhist.htm, diakses 22 November 2010).

Mustafa, Hasan. 2000. SAMPLING. (Online).

(http://home.unpar.ac.id/~hasan/SAMPLING.doc, diakses 4 Mei 2010). Po, Chan K. 2008. Spirituality and Budhism. (Online).

(www.skb.or.kr/down/papers/083.pdf, diakses 22 November 2010). Universitas Kristen Maranatha. 17 Juni 2006. Grha Widya Maranatha: A Grace