Selulitis Fasialis.

(1)

SELULITIS FASIALIS

MAKALAH

Oleh

TIS KARASUTISNA NIP. 19500502197903102

UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

BANDUNG 2007


(2)

ABSTRAK SELULITIS FASIALIS

Perluasan infeksi odontogenik hingga ke regio bukal, fasial, dan subkutaneus servikal, sehingga berkembang menjadi selulitis fasialis dapat menyebabkan kematian jika tidak segera diberikan penanganan yang adekuat, Infeksi odontogenik biasanya disebabkan oleh Streptococcus sp serta mikroorganisme anerob negatif lainya, namun pada dasarnya, infeksi odontogenik merupakan infeksi campuran, baik dari bakteri anaerob, maupun bakteri aerob. Pada 88,4 % kasus selulitis fasialis, penyebabnya adalah infeksi odontogenik yang berasal dari pulpa dan periodontal, yang berusaha untuk mencari jalan keluar. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran ini antara lain : mikroorganisme, asal infeksi, toksisitas yang dihasilkan dan dikeluarkan mikroorganisme, keadaan umum pasien, serta faktor lokal.

Terdapat beberapa klasifikasi selulitis, salah satunya adalah selulitis difus akut (Ludwig’s Angina, Selulitis yang berasal dari inframylohyoid, Selulitis senator’s difus parapharingeal, Selulitis fasialis difus, serta fascitis necrotizing dan gambaran atipikal lainnya), serta selulitis kronis. Selulitis fasial yang paling sering dijumpai adalah Ludwigs Angina, selulitis bilateral yang mengenai 3 spasium, yaitu spasium submandibula, sublingual, dan submental. Gejala lokal selulitis antara lain pembengkakan yang mengenai jaringan lunak/ikat longgar, sakit, panas, kemerahan pada daerah pembengkakan, trismus, dan dasar mulut serta lidah terangkat. Sedangkan gejala sistemiknya antara lain temperatur tinggi, nadi cepat dan tidak teratur, malaise, lymphadenistis, peningkatan jumlah leukosit, dll. Dalam penanganannya, terdapat empat prinsip dasar, yaitu eliminasi kausa, drainase, pemberian antibitiotik, serta perawatan pendukung (istirahat dan nutrisi yang cukup).


(3)

ABSTRACT FACIAL SELLULITIS

The spreading of odontogenic infection into the buccal, facial, and servical subcutaneous region which lead to a facial selluitis can be a cause of death if nit treated in an adequate way. In general, an odontogenic infection is caused by a streptococcus sp and other negative anaerob microorganism, but basically, an odontogenis infection is an infection that caused by a mixture of an anaerob and aerob bacteria. In 88,4% facial sellulitis’s cases, the etiology is an odotogenic infection that originally comes from the pulp or the periodontal tissue that is trying to find a way out. The factors that influence the process are : the types of microorganism, the origin of the infection, the toxicity which is produced by the microorganism, the patient’s general condition, and the local factors.

There ae several classification of sellulitis, and one of them are Acute diffuse selluitis (Ludwig’s Angina, Selulitis that comes from the inframylohyoid, senator’s difus parapharingeal Sellulitis , Facial difuse sellulitis, and necrotizing fascitis and other atypical description), and Chronic sellulitis. The most common sellulitis to be seen in patients is Ludwig’s Angina, a billateral sellulitis that strikes the 3 spasium : submandibula, sublingual, and submental spasium. The local symptom of a sellulitis consists of the following : an edema of the soft tissue / loose tissue, pain, heat, redness of the edema area, trismus, and an elevation of the base of tongue and floor of the mouth. While the systemic symptoms are : hight temperature, tachichardy, malaise, lymphadenitis, increased amount of leucosite, etc. There are four basic principal in treating sellulitis patients, and they are : the elimination of the main causal, drainase, the use of antibiotic, and supportive care (sufficient rest and an adequate nutrition).


(4)

iii

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap alhamdulillah penulis panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang merupakan makalah ketiga dalam kajian bidang “infeksi odontogenik”. Makalah ini nantinya diharapkan akan menjadi bacaan tambahan yang berguna dalam mempelajari ilmu bedah mulut di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Bandung. Selain itu makalah ini disusun atas permintaan PDGI Cabang Propinsi Riau dalam rangka “ Seminar Nasional PDGI Cabang Propinsi Riau”

Makalah sebelumnya yang kami susun dalam kajian yang sama telah mendapat perhatian dari para teman sjawat dokter gigi untuk lebih dikembangkan sebagai bahan acuan dalam penanganan kasus infeksi gigi. Selain itu makalah ini diharapkan pula akan menjadi langkah awal untuk penyusunan bahan ajar bedah mulut yang selama ini sedang dirintis di Bagian Bedah Mulut FKG Unpad.

Penulis berharap makalah ini juga akan menjadi bahan bacaan tambahan , melengkapi makalah serupa dibidang kajian yang sama terutama bagi mahasiswa sehingga dapat melengkapi dalam memperlajari ilmu bedah mulut khususnya kajian “infeksi odontogenik”. Namun demikian yang lebih penting adalah semakin besarnya penulis mendapat masukan dan saran yang sangat berharga untuk perbaikan makalah ini.

Bandung. Nopember 2007 Penulis,


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK……… i

ABSTRAK……… ii

KATA PENGATAR………. iii

DAFTAR ISI………. iv

BAB I PENDAHULUAN………. 1

1.1 Latar Belakang………. ……… 1

1.2 Topik Bahasan……….. 1

1.3 Tujuan Penulisan……….. 1

BAB II DEFINISI,ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI……….. 2

2.1 Definisi……..………. 2

2.2 Perbedahan Abses Dan Selulitis………. 2

2.3 Etiologi……….……….. 3

2.4 Anatomi Spasia Fasialis………. 3

2.5 Patofisiologis……….. 4

BAB III SELULITIS FASIALIS…….……… 8

3.1 Klasifikasi……….………. 8

3.1.1. Selulitis Sirkumskripta Serous Akut……….. 8

3.1.2. Selulitis Sirkumskripta Supurartif Akut………. 8

3.1.3.Selulitis Difus Yang Sering Dijumpai……….. .. 9

3.2 Diagnosa, Gejala Klinis Dan Prognosa………. 10

3.3 Terapi dan Kompolikasi………. 11

BAB IV KESIMPULAN dan SARAN………. 13

4.1 Kesimpulan……… 13

4.2 Saran………... 14

DAFTAR PUSTAKA……… 14


(6)

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perluasan infeksi odontogenik atau infeksi yang mengenai struktur gigi (pulpa dan periodontal) ke daerah periapikal, selanjutnya menuju kavitas oral dengan menembus lapisan kortikal vestibular dan periosteum dari tulang rahang. Fenomena ini biasanya terjadi di sekitar gigi penyebab infeksi, tetapi infeksi primer dapat meluas ke regio yang lebih jauh, karena adanya perlekatan otot atau jaringan lunak pada tulang rahang. Dalam hal ini, infeksi odontogenik dapat menyebar ke bagian bukal, fasial, dan subkutaneus servikal kemudian berkembangan menjadi selulitis fasial, yang akan mengakibatkan kematian kematian jika tidak segera diberikan perawatan yang adekuat (Berini, et al, 1999). Selain itu infeksi odontogenik merupakan fokal infeksi yang dapat memyebabkan Septic emboli, infeksi meluas melalui pembuluh darah dan pembuluh limfe menyebabkan metastase bakteri sekunder ke paru-paru, otak , hati, ginjal dan organ-organ lainnya. (Berini, et al, 1999)

Karakter klinis dari selulitis adalah suatu proses inflamasi yang disertai demam dan kondisi umum pasien yang buruk, kelainan hematologik seperti peningkatan jumlah leukosit dan laju endap darah. Penanggannya dengan pemberian antibiotik dan tindakan drainase jika diperlukan.

1.2. Pokok Bahasan

Dalam makalah ini akan dibahas mengenai pengetahuan etiologi, anatomi dan fatofisiologi terjadinya selulkitis fasialis. Juga diuraikan secara singkat mengenai klasifikasi selulitis fasialis dan beberapa nama lain yang sering dijumpai pada beberap buku mengenai infeksi maksilofasial.

Selanjutnya dibahas mengenai gejala klinis, komplikasi yang mungkin terjadi dan perawatan selulitis yang diperlukan.

1.3. Tujuan Penulisan Makalah


(7)

2

Sehingga penanganan infeksi pada maksilofasial dapat segera dilakukan dengan baik dan benar.

II. DEFINISI ,ETIOLOGI, ANATOMI DAN PATOFISIOLOGI 2.1. Definisi

Istilah selulitis digunakan suatu penyebaran oedematus dari inflamasi akut pada permukaan jaringan lunak dan bersifat difus (Neville, 2004). Selulitis dapat terjadi pada semua tempat dimana terdapat jaringan lunak dan jaringan ikat longgar, terutama pada muka dan leher, karena biasanya pertahanan terhadap infeksi pada daerah tersebut kurang sempurna.

Selulitis mengenai jaringan subkutan bersifat difus, konsistensinya bisa sangat lunak maupun keras seperti papan, ukurannya besar, spongius dan tanpa disertai adanya pus, serta didahului adanya infeksi bakteri. Tidak terdapat fluktuasi yang nyata seperti pada abses, walaupun infeksi membentuk suatu lokalisasi cairan (Peterson, 2002).

Penyebaran infeksi selulitis progressif mengenai daerah sekitar, bisa melewati median line, kadang-kadang turun mengenai leher (Pedlar, 2001).

2.2. Perbedaan abses dan selulitis

(Peterson & Ellis, 2002 ; Topazian & Goldberg, 2002)

KARAKTERISTIK SELULITIS ABSES

Durasi Akut Kronis

Sakit Berat dan merata Terlokalisir

Ukuran Besar Kecil

Palpasi Indurasi jelas Fluktuasi

Lokasi Difus Berbatas jelas

Kehadiran pus Tidak ada Ada

Derajat keparahan Lebih berbahaya Tidak darurat

Bakteri Aerob (Streptococcus) Anaerob (Stafilococcus)


(8)

3

dihasilkan Hyaluronidase dan

Streptodornase

Sifat Difus Terlokalisir

2.3. ETIOLOGI: Streptococcus sp.

Mikroorganisme lainnya negatif anaerob seperti Prevotella, Porphyromona dan Fusobacterium (Berini, et al, 1999). Infeksi odontogenik pada umumnya merupakan infeksi campuran dari berbagai macam bakteri, baik bakteri aerob maupun anaerob mempunyai fungsi yang sinergis (Peterson,2002).

Infeksi Primer selulitis dapat berupa: perluasan infeksi/abses periapikal, osteomyielitis dan perikoronitis yang dihubungkan dengan erupsi gigi molar tiga rahang bawah, ekstraksi gigi yang mengalami infeksi periapikal/perikoronal, penyuntikan dengan menggunakan jarum yang tidak steril, infeksi kelenjar ludah (Sialodenitis), fraktur compound maksila / mandibula, laserasi mukosa lunak mulut serta infeksi sekunder dari oral malignancy.

2.4. Anatomi Spasia Fasialis

Spasia fasialis adalah suatu area yang tersusun atas lapisan-lapisan fasia di daerah kepala dan leher berupa jaringan ikat yang membungkus otot-otot dan berpotensi untuk terserang infeksi serta dapat ditembus oleh eksudat purulen (Peterson, 2002). Pengetahuan tentang lokasi anatomis ruang atau spasia sebagai tempat penyebaran infeksi odontogenik sangat penting dalam menegakkan diagnosa.


(9)

4

Gambar 1. Spasia Masseter, Pterigomandibular dan Temporal (Topazian, 1995)

Tabel 1. Spasium Fasialis

2.5. Patofisiologis

Pada 88,4 % kasus selulitis fasialis disebabkan infeksi odontogenik yang berasal dari pulpa dan periodontal. Periodontitis apikalis akut atau kelanjutan dari infeksi/abses periapikal, menyebar ke segala arah waktu mencari jalan keluar. Ketika itu biasanya periosteum ruptur dan infeksi menyebar ke sekitar jaringan lunak intra dan/atau extra oral, menyebabkan selulitis. Penyebab utama selulitis adalah proses penyebaran infeksi melalui ruangan subkutaneus sellular / jaringan ikat longgar yang biasanya disebabkan dari infeksi odontogenik. Penyebaran ini


(10)

5

dipengaruhi oleh struktur anatomi lokal yang bertindak sebagai barrier pencegah penyebaran, hal tersebut dapat dijadikan acuan penyebaran infeksi pada proses septik. Barrier tersebut dibentuk oleh tulang rahang dan otot-otot yang berinsersi pada tulang tersebut (Berini, et al,1999).


(11)

6

Gambar 3. Perjalanan Infeksi Odontogenik (Dimitroulis, 1997)

Jalur penyebaran infeksi odontogenik (Dimitroulis,1997):

Gigi-gigi Rahang Bawah

- M. Buccinator (bagian luar body mandibula)

o Di bawah perlekatan otot : ke daerah fasial o Di atas perlekatan otot : ke intraoral - M. Mylohyoid (sebelah dalam body mandibula)

o Di bawah perlekatan otot : ke daerah sublingual dalam o Di atas perlekatan otot : ke daerah sublingual luar

o Anterior : ke daerah submental

- M. Masseter (sebelah luar ramus mandibula)

o Di antara m. Masseter : ke daerah submasseterik

o Lateral : ke daerah temporal


(12)

7

o Lateral : ke daerah pterigomandibula

o Medial : ke daerah pharyngeal

o Posterior : ke retropharyngeal

Gambar 4. Jalur Penyebaran Infeksi Odontogenik Gigi-gigi Rahang Atas

- M. Buccinator (di lateral)

o Di atas perlekatan otot : ke daerah fasial o Dibawah perlekatan otot : ke daerah intraoral - Palatum durum (di medial)

- Sinus maksilaris ( di superior)

Menurut Dimitroulis (1997) faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran dari infeksi adalah mikroorganisme (Virulensi mikroorganisme, jumlah mikroorganisme, asal infeksi (pulpa, periodontal, luka jaringan) dan toksisitas yang dihasilkan dan dikeluarkan dari mikroorganisme) dan host (keadaan Umum (status kesehatan, sistem imun, umur) dan faktor lokal (suplai darah, efektivitas sistem pertahanan)).

Peterson (2002) menguraikan mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi dengan lebih jelas lagi, sebagai berikut: mekanisme pertahanan lokal (barrier anatomi tubuh yang intak dan populasi bakteri normal dalam tubuh),


(13)

8

mekanisme pertahanan hurmoral (imunoglobulin dan komplemen) serta mekanisme selular (fagosit, granulosit, monosit dan limfosit).

III. SELULITIS FASIALIS 3.1. Klasifikasi

Menurut Berini, et al (1999) selulitis dapat digolongkan menjadi:

3.1.1. Selulitis Sirkumskripta Serous Akut

Selulitis yang terbatas pada daerah tertentu yaitu satu atau dua spasia fasial, yang tidak jelas batasnya. Infeksi bakteri mengandung serous, konsistensinya sangat lunak dan spongius. Penamaannya berdasarkan ruang anatomi atau spasia yang terlibat.

Gambar 5. Penamaan Selulitis Berdasarkan Spasia Yang Terlibat (Peterson, 2002) 3.1.2. Selulitis Sirkumskripta Supurartif Akut

Prosesnya hampir sama dengan selulitis sirkumskripta serous akut, hanya infeksi bakteri tersebut juga mengandung suppurasi yang purulen. Penamaan berdasarkan spasia yang dikenainya. Jika terbentuk eksudat yang purulen, mengindikasikan tubuh bertendensi membatasi penyebaran infeksi dan mekanisme resistensi lokal tubuh dalam mengontrol infeksi. Peterson (2002)


(14)

9

beranggapan bahwa selulitis dan abses sulit dibedakan, karena pada beberapa pasien dengan indurasi selulitis mempunyai daerah pembentukan abses.

Nama lain

a. Selulitis Difus Akut

Dibagi lagi menjadi beberapa kelas, yaitu: 1) Ludwig’s Angina

2) Selulitis yang berasal dari inframylohyoid 3) Selulitis Senator’s Difus Peripharingeal 4) Selulitis Fasialis Difus

5) Fascitis Necrotizing dan gambaran atypical lainnya

b. Selulitis Kronis

Selulitis kronis adalah suatu proses infeksi yang berjalan lambat karena terbatasnya virulensi bakteri yang berasal dari fokus gigi. Biasanya terjadi pada pasien dengan selulitis sirkumskripta yang tidak mendapatkan perawatan yang adekuat atau tanpa drainase.

3.1.3.Selulitis Difus yang Sering Dijumpai

Selulitis difus yang paling sering dijumpai adalah Phlegmone / Angina

Ludwig’s . Angina Ludwig’s merupakan suatu selulitis difus yang mengenai

spasia sublingual, submental dan submandibular bilateral, kadang-kadang sampai mengenai spasia pharingeal (Berini, Bresco & Gray, 1999 ; Topazian, 2002). Selulitis dimulai dari dasar mulut. Seringkali bilateral, tetapi bila hanya mengenai satu sisi/ unilateral disebut Pseudophlegmon.

Gambar 8. Angina Ludwig’s yang meluas ke daerah mediastinum dan telah dilakukan insisi drainase setelah pencabutan gigi.


(15)

10

Biasanya infeksi primer dari selulitis berasal dari gigi molar kedua dan ketiga bawah, penyebab lainnya (Topazian, 2002): sialodenitis kelenjar submandibula, fraktur mandibula compund, laserasi mukosa lunak mulut, luka yang menusuk dasar mulut dan infeksi sekunder dari keganasan oral.

Gejala klinis dari Phlegmon (Pedlar, 2001), seperti oedema pada kedua sisi dasar mulut, berjalan cepat menyebar ke leher hanya dalam beberapa jam, lidah terangkat, trismus progressif, konsistensi kenyal – kaku seperti papan, pembengkakan warna kemerahan, leher kehilangan anatomi normalnya, seringkali disertai demam/kenaikkan temperatur tubuh, sakit dan sulit menelan, kadang sampai sulit bicara dan bernafas serta stridor.

Angina Ludwig’s memerlukan penangganan sesegera mungkin, berupa: rujukan untuk mendapatkan perawatan rumah sakit, antibiotik intravenous dosis tinggi, biasanya untuk terapi awal digunakan Ampisillin dikombinasikan dengan metronidazole, penggantian cairan melalui infus, drainase through and through, serta penangganan saluran nafas, seperti endotracheal intubasi atau tracheostomi jika diperlukan.

3.2 Diagnosa ,Gejala Klinis dan Prognosa

Diagnosis ditegakkan dari riwayat penyakit atau anamnesa dan pemeriksaan klinis (inpeksi, palpasi & auskultasi intraoral dan ekstraoral), yang lebih jauh menegakkan diagnosa selulitis tersebut berasal dari gigi. Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiologis, umumnya periapikal foto dan panoramik foto, walaupun banyak kasus dilaporkan selulitis dapat didiagnosa dengan MRI (Berini, Bresco & Gay, 1999) .

Gejala lokal antara lain pembengkakkan mengenai jaringan lunak/ikat longgar, sakit, panas dan kemerahan pada daerah pembengkakkan, pembengkakan disebabkan oedem, infiltrasi elular s dan kadang karena adanya pus, pembengkakkan difus, konsistensi kenyal – keras seperti papan, kadang-kadang disertai trismus dan kadang-kadang dasar mulut dan lidah terangkat.


(16)

11

Gambar 6. Gejala klinis (a) selulitis fasialis a/r bukalis & temporal dextra (b) Angina Ludwig yang meluas ke daerah colli dan mediastinum.

Gejala sistemik seperti temperatur tinggi, nadi cepat dan tidak teratur, malaise, lymphadenitis, peningkatan jumlah leukosit, pernafasan cepat, muka kemerah-merahan, lidah kering, delirium terutama malam hari, disfagia dan dispnoe, serta stridor

Prognosa untuk kasus selulitis fasialis tergantung pada uimur penderita, kondisi pasien datang pertama ke poliklinik dan juga tergantung pada kondisi sistemik pasien. Pada umumnya ad bonam jika segefra ditangani dengan cepat dan benar.

Ad bonam, jika segera ditangani.

3.4. Terapi dan Kompolikasi

Apabila terdapat tanda-tanda seperti kondisi sistemik seperti malaise dan demam tinggi, adanya disfagia atau dispnoe, dehidrasi atau pasien kurang minum, diduga adanya penurunan resistensi terhadap infeksi, toksis septikemia dan infiltrasi ke daerah anatomi yang berbahaya serta memerlukan anestesi umum untuk drainase, diperlukan penanganan serius dan perawatan di rumah sakit sesegera mungkin.

Jalan nafas harus selalu dikontrol, intubasi endotracheal atau tracheostomi jika diperlukan. Empat prinsip dasar perawatan infeksi (Falace, 1995), yaitu: menghilangkan causa (Jika keadaan umum pasien mungkinkan segera dilakukan prosedur ini, dengan cara pencabutan gigi penyebab), drainase (Insisi drainase bisa dilakukan intra maupun extra oral, ataupun bisa dilakukan bersamaan seperti


(17)

12

kasus-kasus yang parah. Penentuan lokasi insisi berdasarkan spasium yang terlibat).

Gambar 7. Garis Insisi Drainase (Peterson, 2002)

Dalam pemberian antibiotik perlu diperhatikan apakah pasien mempunyai riwayat alergi terhadap antibiotik tertentu, terutama bila diberikan secara intravena untuk itu perlu dilakukan skin test terlebih dahulu. Antibiotik diberikan selama 5-10 hari (Milloro, 2004)


(18)

13

Tabel 3. Konsentrasi Puncak Serum (µg/mL) pada dosis rutin

Suppotive Care, seperti istirahat dan nutrisi yang cukup, pemberian analgesik & antiinflamasi (analgesik-antiinflamasi nonsteroid seperti Diklofenak (50 mg/8 jam) atau Ibuprofen (400-600 mg/8 jam) dan jika Kortikosteroid diberikan, perlu ditambahkan analgesik murni, seperti Paracetamol antiinflamasi diberikan dalam (650 mg/4-6 jam) dan/atau Opioid rendah seperti Kodein (30 mg/6 jam)), pemberian aplikasi panas eksternal (kompres panas) maupun peroral (melalui obat kumur saline) dapat memicu timbulnya pernanahan.

Komplikasi yang seringkali menyertai selulitis fasial antara lain: obstruksi pernafasan, septik syok, dan septikemia.

IV. KESIMPULAN 4.1. Kesimpulan

Selulitis merupakan suatu proses inflamasi yang mengenai jaringan lunak terutama jaringan ikat longgar, sifatnya akut, oedematus difus, meliputi ruang yang luas, indurasi tegas, biasanya disertai kondisi sistemik yang buruk. Selulitis dapat mengakibatkan kematian jika tidak segera diberikan perawatan yang adekuat dan sesegera mungkin.

Selulitis fasial yang paling sering dijumpai adalah Angina Ludwig’s, selulitis bilateral yang mengenai 3 spasium yaitu spasium submandibula, sublingual dan submental. Penanganan selulitis hampir sama seperti penanganan infeksi odontogenik lainnya yaitu menghilangkan causa, insisi drainase,


(19)

14

pemberian antibiotik dan perawatan suportif, tetapi yang perlu diperhatikan adalah penangganan kedaruratan untuk keadaan umum pasien yang buruk, seperti sulit bernafas, deman tinggi, dan sebagainya.

4.2. Saran

4.2.1. Setiap dokter gigi agar meningkatkan pengetahuan tentang infeksi maksilofasial agar pasien dapat segera didiagnosa dengan tepat dan mendapat perawatan yang segera

4.2.2. Agar ditempat praktek selalu tersedia alat-alat untuk insisi dan drainase 4.2.3. Segera konsulkan kepada yang lebih ahli untuk mengatasi segala infeksi maksilofasial apabila menghadapi masalah yang gawat dan darurat.

DAFTAR PUSTAKA

Berini, et al, 1997, Medica Oral: Buccal and Cervicofacial Cellulitis. Volume 4, (p337-50).

Dimitroulis, G, 1997, A Synopsis of Minor Oral Surgery, Wright, Oxford (71-81) Falace, DA, 1995, Emergency Dental Care. A Lea & Febiger Book. Baltimore (p

214-26)

Milloro, M., 2004, Peterson’s of Principles Oral and Maxillofacial Surgery, 2nd edition, Canada: BC Decker Inc.

Neville, et al, 2004, Oral and Maxillofacial Pathology. WB Saunders, Philadephia Pedlar, et al, 2001, Oral Maxillofacial Surgery. WB Saunders, Spanyotl (p90-100) Peterson, et al, 2002, Oral and Maxillofacial Surgery. Mosby, St. Louis

Topazian, R.G & Golberg, M H, 2002, Oral and Maxillofacial Infection, WB Saunders, Philadelphia


(1)

9

beranggapan bahwa selulitis dan abses sulit dibedakan, karena pada beberapa pasien dengan indurasi selulitis mempunyai daerah pembentukan abses.

Nama lain

a. Selulitis Difus Akut

Dibagi lagi menjadi beberapa kelas, yaitu: 1) Ludwig’s Angina

2) Selulitis yang berasal dari inframylohyoid 3) Selulitis Senator’s Difus Peripharingeal 4) Selulitis Fasialis Difus

5) Fascitis Necrotizing dan gambaran atypical lainnya

b. Selulitis Kronis

Selulitis kronis adalah suatu proses infeksi yang berjalan lambat karena terbatasnya virulensi bakteri yang berasal dari fokus gigi. Biasanya terjadi pada pasien dengan selulitis sirkumskripta yang tidak mendapatkan perawatan yang adekuat atau tanpa drainase.

3.1.3.Selulitis Difus yang Sering Dijumpai

Selulitis difus yang paling sering dijumpai adalah Phlegmone / Angina Ludwig’s . Angina Ludwig’s merupakan suatu selulitis difus yang mengenai spasia sublingual, submental dan submandibular bilateral, kadang-kadang sampai mengenai spasia pharingeal (Berini, Bresco & Gray, 1999 ; Topazian, 2002). Selulitis dimulai dari dasar mulut. Seringkali bilateral, tetapi bila hanya mengenai satu sisi/ unilateral disebut Pseudophlegmon.

Gambar 8. Angina Ludwig’s yang meluas ke daerah mediastinum dan telah dilakukan insisi drainase setelah pencabutan gigi.


(2)

10

Biasanya infeksi primer dari selulitis berasal dari gigi molar kedua dan ketiga bawah, penyebab lainnya (Topazian, 2002): sialodenitis kelenjar submandibula, fraktur mandibula compund, laserasi mukosa lunak mulut, luka yang menusuk dasar mulut dan infeksi sekunder dari keganasan oral.

Gejala klinis dari Phlegmon (Pedlar, 2001), seperti oedema pada kedua sisi dasar mulut, berjalan cepat menyebar ke leher hanya dalam beberapa jam, lidah terangkat, trismus progressif, konsistensi kenyal – kaku seperti papan, pembengkakan warna kemerahan, leher kehilangan anatomi normalnya, seringkali disertai demam/kenaikkan temperatur tubuh, sakit dan sulit menelan, kadang sampai sulit bicara dan bernafas serta stridor.

Angina Ludwig’s memerlukan penangganan sesegera mungkin, berupa: rujukan untuk mendapatkan perawatan rumah sakit, antibiotik intravenous dosis tinggi, biasanya untuk terapi awal digunakan Ampisillin dikombinasikan dengan metronidazole, penggantian cairan melalui infus, drainase through and through, serta penangganan saluran nafas, seperti endotracheal intubasi atau tracheostomi jika diperlukan.

3.2 Diagnosa ,Gejala Klinis dan Prognosa

Diagnosis ditegakkan dari riwayat penyakit atau anamnesa dan pemeriksaan klinis (inpeksi, palpasi & auskultasi intraoral dan ekstraoral), yang lebih jauh menegakkan diagnosa selulitis tersebut berasal dari gigi. Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiologis, umumnya periapikal foto dan panoramik foto, walaupun banyak kasus dilaporkan selulitis dapat didiagnosa dengan MRI (Berini, Bresco & Gay, 1999) .

Gejala lokal antara lain pembengkakkan mengenai jaringan lunak/ikat longgar, sakit, panas dan kemerahan pada daerah pembengkakkan, pembengkakan disebabkan oedem, infiltrasi elular s dan kadang karena adanya pus, pembengkakkan difus, konsistensi kenyal – keras seperti papan, kadang-kadang disertai trismus dan kadang-kadang dasar mulut dan lidah terangkat.


(3)

11

Gambar 6. Gejala klinis (a) selulitis fasialis a/r bukalis & temporal dextra (b) Angina Ludwig yang meluas ke daerah colli

dan mediastinum.

Gejala sistemik seperti temperatur tinggi, nadi cepat dan tidak teratur, malaise, lymphadenitis, peningkatan jumlah leukosit, pernafasan cepat, muka kemerah-merahan, lidah kering, delirium terutama malam hari, disfagia dan dispnoe, serta stridor

Prognosa untuk kasus selulitis fasialis tergantung pada uimur penderita, kondisi pasien datang pertama ke poliklinik dan juga tergantung pada kondisi sistemik pasien. Pada umumnya ad bonam jika segefra ditangani dengan cepat dan benar.

Ad bonam, jika segera ditangani.

3.4. Terapi dan Kompolikasi

Apabila terdapat tanda-tanda seperti kondisi sistemik seperti malaise dan demam tinggi, adanya disfagia atau dispnoe, dehidrasi atau pasien kurang minum, diduga adanya penurunan resistensi terhadap infeksi, toksis septikemia dan infiltrasi ke daerah anatomi yang berbahaya serta memerlukan anestesi umum untuk drainase, diperlukan penanganan serius dan perawatan di rumah sakit sesegera mungkin.

Jalan nafas harus selalu dikontrol, intubasi endotracheal atau tracheostomi jika diperlukan. Empat prinsip dasar perawatan infeksi (Falace, 1995), yaitu: menghilangkan causa (Jika keadaan umum pasien mungkinkan segera dilakukan prosedur ini, dengan cara pencabutan gigi penyebab), drainase (Insisi drainase bisa dilakukan intra maupun extra oral, ataupun bisa dilakukan bersamaan seperti


(4)

12

kasus-kasus yang parah. Penentuan lokasi insisi berdasarkan spasium yang terlibat).

Gambar 7. Garis Insisi Drainase (Peterson, 2002)

Dalam pemberian antibiotik perlu diperhatikan apakah pasien mempunyai riwayat alergi terhadap antibiotik tertentu, terutama bila diberikan secara intravena untuk itu perlu dilakukan skin test terlebih dahulu. Antibiotik diberikan selama 5-10 hari (Milloro, 2004)


(5)

13

Tabel 3. Konsentrasi Puncak Serum (µg/mL) pada dosis rutin

Suppotive Care, seperti istirahat dan nutrisi yang cukup, pemberian analgesik & antiinflamasi (analgesik-antiinflamasi nonsteroid seperti Diklofenak (50 mg/8 jam) atau Ibuprofen (400-600 mg/8 jam) dan jika Kortikosteroid diberikan, perlu ditambahkan analgesik murni, seperti Paracetamol antiinflamasi diberikan dalam (650 mg/4-6 jam) dan/atau Opioid rendah seperti Kodein (30 mg/6 jam)), pemberian aplikasi panas eksternal (kompres panas) maupun peroral (melalui obat kumur saline) dapat memicu timbulnya pernanahan.

Komplikasi yang seringkali menyertai selulitis fasial antara lain: obstruksi pernafasan, septik syok, dan septikemia.

IV. KESIMPULAN 4.1. Kesimpulan

Selulitis merupakan suatu proses inflamasi yang mengenai jaringan lunak terutama jaringan ikat longgar, sifatnya akut, oedematus difus, meliputi ruang yang luas, indurasi tegas, biasanya disertai kondisi sistemik yang buruk. Selulitis dapat mengakibatkan kematian jika tidak segera diberikan perawatan yang adekuat dan sesegera mungkin.

Selulitis fasial yang paling sering dijumpai adalah Angina Ludwig’s, selulitis bilateral yang mengenai 3 spasium yaitu spasium submandibula, sublingual dan submental. Penanganan selulitis hampir sama seperti penanganan infeksi odontogenik lainnya yaitu menghilangkan causa, insisi drainase,


(6)

14

pemberian antibiotik dan perawatan suportif, tetapi yang perlu diperhatikan adalah penangganan kedaruratan untuk keadaan umum pasien yang buruk, seperti sulit bernafas, deman tinggi, dan sebagainya.

4.2. Saran

4.2.1. Setiap dokter gigi agar meningkatkan pengetahuan tentang infeksi maksilofasial agar pasien dapat segera didiagnosa dengan tepat dan mendapat perawatan yang segera

4.2.2. Agar ditempat praktek selalu tersedia alat-alat untuk insisi dan drainase 4.2.3. Segera konsulkan kepada yang lebih ahli untuk mengatasi segala infeksi maksilofasial apabila menghadapi masalah yang gawat dan darurat.

DAFTAR PUSTAKA

Berini, et al, 1997, Medica Oral: Buccal and Cervicofacial Cellulitis. Volume 4, (p337-50).

Dimitroulis, G, 1997, A Synopsis of Minor Oral Surgery, Wright, Oxford (71-81) Falace, DA, 1995, Emergency Dental Care. A Lea & Febiger Book. Baltimore (p

214-26)

Milloro, M., 2004, Peterson’s of Principles Oral and Maxillofacial Surgery, 2nd edition, Canada: BC Decker Inc.

Neville, et al, 2004, Oral and Maxillofacial Pathology. WB Saunders, Philadephia Pedlar, et al, 2001, Oral Maxillofacial Surgery. WB Saunders, Spanyotl (p90-100) Peterson, et al, 2002, Oral and Maxillofacial Surgery. Mosby, St. Louis

Topazian, R.G & Golberg, M H, 2002, Oral and Maxillofacial Infection, WB Saunders, Philadelphia