LAPORAN PENELITIAN VARIASI LINGGA DI KABUPATEN GIANYAR KAJIAN BERDASARKAN DATA ARKEOLOGI.
1
LAPORAN AKHIR
PENELITIAN DOSEN MUDA
VARIASI LINGGA DI KABUPATEN GIANYAR: KAJIAN
BERDASARKAN DATA ARKEOLOGI
PENELITI
1. COLETA PALUPI TITASARI, S.S., M.Si / NIDN 0007037405
2. ZURAIDAH, S.S., M.Si / NIDN 0027088103
PROGRAM STUDI ARKEOLOGI
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS UDAYANA
NOPEMBER 2015
1
1
1
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ..............................................................................
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................
ii
DAFTAR ISI .............................................................................................
iii
RINGKASAN ............................................................................................
iv
PRAKATA ………………………………………………………………….
vi
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ .
10
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN …………………….
13
BAB IV METODE PENELITIAN …………………………………………
14
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………….
17
BAB VI KESIMPULAN ……………………………………………………
32
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
34
LAMPIRAN-LAMPIRAN:
Lampiran 1 : Foto Penelitian ……………………………………………….
36
Lampiran 2 : Biodata Ketua dan anggota tim peneliti ……………………….
39
BAB I
1
PENDAHULUAN
Kajian arkeologi yang terdapat di Kabupaten Gianyar, telah banyak dilakukan
oleh para ahli dan arkeolog Indonesia. Penelitian yang dilakukan pada umumnya
melihat aspek-aspek fisik dari berbagai tinggalan arkeologi, namun terdapat hal yang
penting terlepas dari perhatian para peneliti sebelumnya yaitu belum adanya
penelitian yang melihat aspek yang berkaitan dengan ragam bentuk atau variasi
lingga. Penelitian ini hendak mencoba untuk membuktikan dan mendeskripsikan
bentuk variasi lingga berdasarkan tipologi lingga yang ditemukan dalam jumlah yang
cukup banyak di Kabupaten Gianyar khususnya di Desa Pejeng dan sekitarnya.
Desa Pejeng, Bedulu dan Tampak Siring terletak di Kabupaten Gianyar antara
2 buah sungai yaitu Sungai Pakerisan di sebelah timur dan Sungai Petanu di sebelah
barat, .kedua desa yaitu Pejeng dan Bedulu
kaya sekali akan peninggalan-
peninggalan sejarah dan purbakala, sehingga terdapat dugaan para ahli bahwa Pejeng
pada jaman Bali Kuna merupakan pusat kerajaan penting di Bali. Hal ini dibuktikan
dengan diketemukannya pura pusat kerajaan yang bernama Pura Penataran Sasih
sebagai pura pusat kerajaan dan Pura Pusering Jagat sebagai pura laut atau segara dan
pura gunungnya adalah Pura Pucak Penulisan di Kintamani (A.J. Bernet Kempers,
1960: 64).
1
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Keberadaan lingga di daerah Gianyar khususnya di daerah Pejeng,
Bedulu dan Tampak Siring apabila dikaitkan dengan pendirian dan pemujaan
lingga erat kaitannya dengan pemujaan Dewa Siwa. Penempatan dan
penghormatan terhadap lingga tersebut sejajar dengan patung dewa-dewa lainnya.
Dengan kenyataan ini diketahui bahwa perkembangan pemujaan lingga di
kawasan ini telah demikian diresapi oleh masyarakat. Unsur lokal genius
mempengaruhi perkembangangan pemujaan lingga di kawasan ini yaitu berupa
pemujaan roh leluhur.
Beberapa pura yang menyimpan tinggalan lingga adalah Pura
Melanting, Pura Penataran Panglan, Pura Pusering Jagat, Pura Pagending, Pura
Jurit, Pura Penataran Sasih, Pura Pengukur-ukuran, Pura Goa Gajah, Pura Gunung
Sari, Pura Samuan Tiga, Pura Kejaksan, dan Pura Tirta Empul. Berdasarkan
pengamatan langsung ke lapangan, jumlah lingga yang berada di beberapa pura
tersebut berjumlah 38 buah. Tipologi lingga diketahui mempunyai pola yang
sama, yaitu terdiri dari lingga lengkap atau disebut lingga sempurna dan lingga
semu. Lingga dapat disebut lingga lengkap karena ada pula tinggalan lingga yang
tidak lengkap dengan tiga bagiannya dan sering disebut juga dengan lingga semu,
yang sering disebut batu patok, yang dipakai sebagai batas atau titik tengah suatu
daerah. Juga dapat dipasang di bagian sudut halamaan suatu candi atau pura
(Sutaba, 1979/1980: 24).
1
Menurut Kitab agama Siwa, bahwa pembagian lingga yang lengkap dapat
dijelaskan sebagai berikut: dasar lingga yang paling bawah menurut mitologi
adalah bumi menyelubungi lingga, umumnya disebutkan berbentuk segi empat
atau segi empat panjang, yang pada salah satu sisinya terdapat sebuah saluran
(cerat), bagian ini disebut yoni, di atas yoni adalah selubung Brahma atau disebut
Brahmabagha, dengan bentuk segi empat. Diatas segi empat adalah segi delapan,
bagian ini disebut Wisnubagha. Sedangkan pada bagian yang paling atasumumnya
berbentuk bulatan adalah penanda Siwa atau disebut Siwabagha (Putra, 1979: 31).
Beberapa dari tipologi tersebut menunjukkan adanya variasi bentuk lingga.
Variasi lingga yang terdapat di beberapa pura di Kabupaten Gianyar terdiri dari
mukha lingga, phallus, dwi lingg, trilingga, lingga-yoni.
Kenyataan seperti tersebut diatas sangat sesuai dengan pernyataan
A.J.Bernet Kempers bahwa salah satu segi yang paling menarik peninggalanpeninggalan purbakala di Bali ialah banyaknya ragam dari pola yang sama,
sebagaimana nampak dari berbagai monument dan yang berasal dari berbagai
masa (Kempers: 1977: 160-163).
4.2 Saran
Menyadari bahwa betapa pentingnya arti tinggalan lingga bagi kehidupan
masyarakat di Gianyar khususnya, diharapkan dari berbagai pihak agar menjaga
kelestarian benda cagar budaya lingga ini dari keausan dan kerusakan, karena
benda cagar budaya mempunyai nilai luhur dalam upaya memperkokoh identitas
bangsa.
LAPORAN AKHIR
PENELITIAN DOSEN MUDA
VARIASI LINGGA DI KABUPATEN GIANYAR: KAJIAN
BERDASARKAN DATA ARKEOLOGI
PENELITI
1. COLETA PALUPI TITASARI, S.S., M.Si / NIDN 0007037405
2. ZURAIDAH, S.S., M.Si / NIDN 0027088103
PROGRAM STUDI ARKEOLOGI
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS UDAYANA
NOPEMBER 2015
1
1
1
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ..............................................................................
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................
ii
DAFTAR ISI .............................................................................................
iii
RINGKASAN ............................................................................................
iv
PRAKATA ………………………………………………………………….
vi
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ .
10
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN …………………….
13
BAB IV METODE PENELITIAN …………………………………………
14
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………….
17
BAB VI KESIMPULAN ……………………………………………………
32
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
34
LAMPIRAN-LAMPIRAN:
Lampiran 1 : Foto Penelitian ……………………………………………….
36
Lampiran 2 : Biodata Ketua dan anggota tim peneliti ……………………….
39
BAB I
1
PENDAHULUAN
Kajian arkeologi yang terdapat di Kabupaten Gianyar, telah banyak dilakukan
oleh para ahli dan arkeolog Indonesia. Penelitian yang dilakukan pada umumnya
melihat aspek-aspek fisik dari berbagai tinggalan arkeologi, namun terdapat hal yang
penting terlepas dari perhatian para peneliti sebelumnya yaitu belum adanya
penelitian yang melihat aspek yang berkaitan dengan ragam bentuk atau variasi
lingga. Penelitian ini hendak mencoba untuk membuktikan dan mendeskripsikan
bentuk variasi lingga berdasarkan tipologi lingga yang ditemukan dalam jumlah yang
cukup banyak di Kabupaten Gianyar khususnya di Desa Pejeng dan sekitarnya.
Desa Pejeng, Bedulu dan Tampak Siring terletak di Kabupaten Gianyar antara
2 buah sungai yaitu Sungai Pakerisan di sebelah timur dan Sungai Petanu di sebelah
barat, .kedua desa yaitu Pejeng dan Bedulu
kaya sekali akan peninggalan-
peninggalan sejarah dan purbakala, sehingga terdapat dugaan para ahli bahwa Pejeng
pada jaman Bali Kuna merupakan pusat kerajaan penting di Bali. Hal ini dibuktikan
dengan diketemukannya pura pusat kerajaan yang bernama Pura Penataran Sasih
sebagai pura pusat kerajaan dan Pura Pusering Jagat sebagai pura laut atau segara dan
pura gunungnya adalah Pura Pucak Penulisan di Kintamani (A.J. Bernet Kempers,
1960: 64).
1
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Keberadaan lingga di daerah Gianyar khususnya di daerah Pejeng,
Bedulu dan Tampak Siring apabila dikaitkan dengan pendirian dan pemujaan
lingga erat kaitannya dengan pemujaan Dewa Siwa. Penempatan dan
penghormatan terhadap lingga tersebut sejajar dengan patung dewa-dewa lainnya.
Dengan kenyataan ini diketahui bahwa perkembangan pemujaan lingga di
kawasan ini telah demikian diresapi oleh masyarakat. Unsur lokal genius
mempengaruhi perkembangangan pemujaan lingga di kawasan ini yaitu berupa
pemujaan roh leluhur.
Beberapa pura yang menyimpan tinggalan lingga adalah Pura
Melanting, Pura Penataran Panglan, Pura Pusering Jagat, Pura Pagending, Pura
Jurit, Pura Penataran Sasih, Pura Pengukur-ukuran, Pura Goa Gajah, Pura Gunung
Sari, Pura Samuan Tiga, Pura Kejaksan, dan Pura Tirta Empul. Berdasarkan
pengamatan langsung ke lapangan, jumlah lingga yang berada di beberapa pura
tersebut berjumlah 38 buah. Tipologi lingga diketahui mempunyai pola yang
sama, yaitu terdiri dari lingga lengkap atau disebut lingga sempurna dan lingga
semu. Lingga dapat disebut lingga lengkap karena ada pula tinggalan lingga yang
tidak lengkap dengan tiga bagiannya dan sering disebut juga dengan lingga semu,
yang sering disebut batu patok, yang dipakai sebagai batas atau titik tengah suatu
daerah. Juga dapat dipasang di bagian sudut halamaan suatu candi atau pura
(Sutaba, 1979/1980: 24).
1
Menurut Kitab agama Siwa, bahwa pembagian lingga yang lengkap dapat
dijelaskan sebagai berikut: dasar lingga yang paling bawah menurut mitologi
adalah bumi menyelubungi lingga, umumnya disebutkan berbentuk segi empat
atau segi empat panjang, yang pada salah satu sisinya terdapat sebuah saluran
(cerat), bagian ini disebut yoni, di atas yoni adalah selubung Brahma atau disebut
Brahmabagha, dengan bentuk segi empat. Diatas segi empat adalah segi delapan,
bagian ini disebut Wisnubagha. Sedangkan pada bagian yang paling atasumumnya
berbentuk bulatan adalah penanda Siwa atau disebut Siwabagha (Putra, 1979: 31).
Beberapa dari tipologi tersebut menunjukkan adanya variasi bentuk lingga.
Variasi lingga yang terdapat di beberapa pura di Kabupaten Gianyar terdiri dari
mukha lingga, phallus, dwi lingg, trilingga, lingga-yoni.
Kenyataan seperti tersebut diatas sangat sesuai dengan pernyataan
A.J.Bernet Kempers bahwa salah satu segi yang paling menarik peninggalanpeninggalan purbakala di Bali ialah banyaknya ragam dari pola yang sama,
sebagaimana nampak dari berbagai monument dan yang berasal dari berbagai
masa (Kempers: 1977: 160-163).
4.2 Saran
Menyadari bahwa betapa pentingnya arti tinggalan lingga bagi kehidupan
masyarakat di Gianyar khususnya, diharapkan dari berbagai pihak agar menjaga
kelestarian benda cagar budaya lingga ini dari keausan dan kerusakan, karena
benda cagar budaya mempunyai nilai luhur dalam upaya memperkokoh identitas
bangsa.