PENDAHULUAN Hubungan Dukungan Sosial Dan Resiliensi Terhadap Motivasi Berprestasi Pasca Erupsi Merapi.

(1)

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DAN RESILIENSI TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI SISWA PASCA ERUPSI MERAPI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Indonesia termasuk salah satu negara yang rawan dengan terjadinya erupsi merapi. Menurut hasil catatan direktorat Vulkanologi dan Bencana Geologi (DVMBG) Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral menunjukkan ada 28 wilayah di Indonesia yang rawan gunung berapi, diantaranya (Gunung Bromo, Krakatau, Kerinci), Sumatra Utara, Sumatera Barat, Jateng dan DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) bagian selatan, Jatim bagian selatan, NTT, Sulut, Sulteng dan Sulsel, Biak Yapen, dan Fak-Fak di Papua serta Balikpapan, Kaltim. Fenomena ini dibuktikan dengan terjadinya erupsi merapi beberapa bulan lalu. Misalnya saja di Klaten, Yogyakarta (DIY) dan Klaten Jawa Tengah (Muzli, 2006).

Erupsi merapi yang terjadi di Klaten pada tanggal 26 oktober 2010 yang terjadi pada pukul 05.30 menimbulkan banyak korban dan kerusakan yang cukup besar dan terjadi secara merata, mulai dari kabupaten Cangkringan Klaten Jawa Tengah, Yogyakarta, daerah Klaten di provinsi Jawa Tengah. Tercatat sebanyak 40 orang meninggal dunia dan 810 orang mengalami luka-luka. Selain itu jumlah rumah yang mengalami kerusakan mencapai 151 rumah dan yang mengalami rusak ringan sebanyak 151.


(2)

Di samping bangunan rumah penduduk yang banyak hancur dan rusak parah, sarana infrastruktur juga mengalami kerusakan berat, seperti sekolah, rumah sakit, dan kantor pemerintahan juga banyak yang rusak. Gedung sarana pendidikan dari pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), TK, SD, SMP mengalami kerusakan akibat erupsi merapi, mulai dari kerusakan ringan.Data di SMPN 2 Kemalang kebanyakan orang tua siswa berprofesi sebagai penambang pasir dan petani. Rumah mereka tegalan dan semua tanaman rusak kena lahar erupsi merapi.Maka sangat berpengaruh sekali terhadap pembelajaran siswa. Disamping itu siswa juga biasanya bekerja sepulang sekolah sebagai penambang pasir untuk membantu orangtua untuk meringankan beban orang tua,membayar sekolahnya sendiri serta uang sakunya.Sekarang mereka tidak ada lagi penghasilan.Bahkan dari 181 siswa SMPN 2 Kemalang ada 11 siswa sampai sekarang belum masuk sekolah khususnya kelas 8 alasannya mereka kehilangan buku pelajaran serta peralatan belajar lainnya.maka sangat tidak mustahil bila mereka mengalami penurunan motivasi berprestasinya,karena dilihat dari keadaan lingkungan mereka sampai sekarang yang belum menghasilkan apa-apa dan orang tua belum punya penghasilan.

Hal ini ditunjukan dengan siswa malas mengerjakan tugas dari guru,sering nongkrong (membolos) ketika jam pelajaran berlangsung,pulang sebelum jamnya dan siswa sering melakukan tes ulang,karena nilai kurang memenuhi standar.Menurut para guru,penyebabnya adalah kurangnya dukungan dari orang tua.Misal,jika orangtua mendapat surat panggilan dari pihak sekolah terkait dengan perkembangan prestasi anaknya,orang tua jarang datang dan kurang


(3)

menghiraukan panggilan tersebut.Sementara penyebab secara umum siswa masih mengalami rasa takut,khawatir dengan datangnya bencana merapi susulan.Terkait dengan dukungan sosial yang diberikan oleh pihak luar,memang banyak dukungan yang berupa materi,berupa bantuan untuk pembanguna,bantuan alat tulis,bantuan dana belajar. Adapun bantuan yang non materi tidak lewat sekolah bertujuan untuk mengembalikan pikiran positif siswa,tetapi tidak ada feed back lagi , sehingga pelatihan-pelatihan tersebut di anggap kurang maksimal.

Berdasarkan data di atas dan permasalahan di lapangan,maka penulis ingin meneliti apakah dukungan sosial dan resiliensi mempengaruhi motivasi berprestasi siswa pasca bencana erupsi merapi

Dari data Barkonas Klaten jumlah korban dan kerusakan yang dapat dilihat bahwa bencana erupsi merapi tersebut membawa dampak yang cukup besar, baik secara fisik maupun secara psikis. Diantara dampak kerusakan secara fisik berupa banyaknya kerusakan sarana dan prasarana yang ditimbulkan, sebanyak 151 jumlah rumah yang rusak baik mengalami rusak parah ataupun rusak ringan. Secara psikis berkaitan dengan kondisi kejiwaan korban yang selamat, yakni banyaknya gangguan psikologis yang dialami oleh para survivor erupsi merapi, diantaranya trauma, depresi, stress, ketakutan, kecemasan dan lain sebagainya. Menurut hasil laporan, jumlah pasien di rumah sakit jiwa meningkat drastis hingga 400 persen setelah terjadinya erupsi merapi. Dari yang biasanya 60-70 orang perhari meningkat menjadi 269 pasien. Tekanan akibat erupsi merapi juga membuat orang melakukan bunuh diri. “Mayoritas korban erupsi mengalami gangguan jiwa karena erupsi merapi yang luar biasa” (Setiawan, 2007).


(4)

Terkait dengan korban erupsi merapi, ada beberapa kelompok yang dikategorikan rentan, diantaranya orang miskin, perempuan, lansia, dan anak. Anak dan remaja juga mengalami kecemasan, ketegangan seperti yang dirasakan oleh orang dewasa di sekitarnya. Seperti orang dewasa, anak mengalami perasaan yang tidak berdaya dan tidak dapat mengontrol stress yang ditimbulkan oleh bencana. Tetapi tidak seperti orang dewasa, anak dan remaja mempunyai pengalaman yang sedikit untuk membantu mereka meletakkan situasi ke dalam kondisi yang positif (Setiawan, 2007).

Pada umumnya kerentanan anak dan remaja mengalami Post Traumatic Stress Disorder (PTSD), gangguan emosional, kecemasan, keluhan somatis, cacat, luka, dan masih banyak lagi. Pernyataan ini diperkuat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Frank dkk (2006) bahwa bencana banyak menimbulkan dampak psikologis, khususnya terjadi pada anak-anak dan remaja. Gejala yang mereka alami rata-rata trauma, gangguan emosional, dan depresi. Frank dkk (2006) mengungkapkan bahwa penyebab dampak yang paling besar dialami oleh anak dan remaja karena mereka belum mempunyai banyak pengalaman tentang musibah dan kesulitan hidup.

Hasil penelitian Susan dan Becker (2007) menemukan bahwa di India akibat bencana mengakibatkan banyaknya penduduk yang mengalami gangguan psikologis yang berupa panik, shock, kecemasan, adanya ketidak percayaan. Kejadian ini akan berlangsung lama jika masyarakat yang ada di sekitarnya juga mengalami hal yang sama. Gangguan psikologis post traumatic stress disorder (PTSD) juga banyak terjadi pada korban bencana, setelah terjadinya bencana


(5)

banyak gejala psikologis terutama pada anak. Sekitar 264 anak dan remaja awal yang tinggal di daerah sekitar tempat bencana, yakni Srilanka, menurut hasil diagnosa korban menderita gangguan post trumatic stress disorder (PTSD). Gejala yang muncul ini menurut hasil assesmen 14% sampai 39% berhubungan dengan bencana yang telah terjadi terutama korban yang kehilangan orangtuanya, kehilangan tempat tinggalnya dan terhentinya kegiatan belajarnya (Frank dkk, 2006).

Selanjutnya, dampak tersebut tidak hanya terkait dengan gangguan psikologis para survivor bencana, tetapi juga merambah ke masalah pendidikan. Karena anak ataupun remaja korban bencana yang mengalami gangguan psikologis juga terkait dalam proses belajar siswa. Di sekolah, siswa lebih merasa ketakutan, mengalami ketidaktenangan dalam belajar, lebih sulit bersosialisasi, lebih pendiam, dan sulit untuk berkonsentrasi, sehingga gejala-gejala tersebut berakibat pada motivasi siswa (Donna, 2006).

Rusell dan Brenda (2008) menyatakan kondisi siswa yang belajar di tempat yang mengalami bencana, penuh dengan konflik dan wilayah yang pernah terkena bencana mengalami kondisi rasa tidak aman, penuh dengan ketakutan, kehawatiran serta kurang konsentrasi terhadap materi yang disampaikan, semua gejala tersebut diprediksikan dapat menyebabkan menurunnya motivasi khususnya motivasi berprestasi siswa.

Berdasarkan beberapa penelitian dan pendapat para ahli di atas, menunjukkan bahwa kondisi motivasi berprestasi siswa setelah mengalami bencana erupsi atau mengalami pengalaman negatif terjadi penurunan, hal ini


(6)

disebabkan siswa masih merasa khawatir dan takut jika bencana tersebut terulang kembali.

Berliner dkk (2003) mengungkapkan untuk merespon fenomena tersebut perlu adanya perhatian secara khusus dan penanganan yang mampu mengembalikan ke suasana belajar seperti semula. Diantaranya, perlu adanya pemulihan pemikiran positif terlebih dahulu terhadap anak-anak, remaja dan adanya dukungan dari orang yang ada di sekitarnya, misalnya pendampingan guru, keluarga dan lingkungan sekitar secara intensif untuk memahami emosi yang dirasakan individu serta untuk meningkatkan proses pembelajaran siswa kembali.

Dukungan sosial baik dari masyarakat maupun segala bentuk perhatian yang diberikan oleh orangtua, merupakan salah satu faktor pendukung kesuksesan prestasi dan mampu meningkatkan motivasi berprestasi siswa dalam proses belajar (Narulita, 2005; Burger, 1997). Selain mampu membantu meningkatkan prestasi belajar dan motivasi berprestasi dukungan sosial juga mampu mereduksi stress pada individu. Heejung, David dan Taylor (2008) melaporkan bahwa dukungan sosial merupakan salah satu faktor penting yang bisa dijadikan sebagai bentuk untuk mereduksi tingkat stress dan emosi negatif seseorang.

Karena dengan dukungan dari lingkungan yang ada di sekitarnya individu yang mengalami stress merasa mendapat perhatian serta individu mampu mengurangi bebannya dengan bercerita terhadap orang yang menolongnya.

Lebih jauh lagi You Huey (2002) mengungkapkan hasil penelitiannya bahwa individu mampu bangkit dari keterpurukan dan mampu memicu


(7)

motivasinya kembali melalui dukungan keluarga yang selalu mendampingi dan menerima keluhan dari individu. Dukungan tersebut bisa berbentuk: (a) perhatian dan mendengarkan setiap keluhan individu, (b) mendukung dan membantu setiap permasalahan yang diungkapkan oleh individu.

Dalam menghadapi situasi buruk atau ditimpa musibah, individu mempunyai karakteristik yang berbeda-beda (individual differrences). Ada inidividu yang langsung merasa sedih, depresi berat, stress, bahkan ada yang melakukan percobaan bunuh diri. Namun ada juga individu yang merasa bahwa dengan pengalaman buruk yang dialaminya justru semakin tegar dan mengambil kejadian buruk tersebut sebagai sesuatu yang positif, dan inilah yang disebut sebagai resiliensi.

Bonanno (2005) menyatakan bahwa resiliensi merupakan kondisi seseorang yang tabah, memiliki tingkat depresi dan trauma yang rendah ketika mendapatkan bencana. Artinya resiliensi sangat dibutuhkan oleh setiap individu untuk menghadapi setiap situasi buruk, termasuk semangat untuk membangun motivasi kembali setelah individu mengalami kondisi terpuruk dan mengalami kejadian yang distress. Individu dengan resiliensi tinggi mampu mengelola emosi secara sehat, meskipun individu berhak untuk merasa sedih, marah, merasa kehilangan, sakit hati, dan tertekan. Perbedaanya adalah individu tidak membiarkan perasaan sedih dan negatif itu menetap dalam waktu lama. Individu mampu melakukan adaptasi secara cepat dari perasaan negatif, sehingga tumbuh motivasi yang membantunya bangkit menjadi orang yang lebih kuat.


(8)

Berkaitan dengan pendidikan, penelitian yang dilakukan oleh Steinhardt dan Dolbier (2008) dengan subjek mahasiswa jurusan pilot ditemukan bahwa intervensi resiliensi terhadap mahasiswa dapat dijadikan sebagai manajemen stress dan strategi untuk menangani stress yang dialaminya. Semakin tinggi resiliensi yang dimiliki oleh mahasiswa semakin tinggi pula tingkat kemampuannya dalam melakukan problem solving dan self-esteem. Dengan demikian mahasiswa dapat termotivasi kembali untuk melakukan kegiatan yang lebih menantang.

Smith, Vitaliano dan Yi (2005) juga menemukan bahwa resiliensi sebagai prediktor positif yang mampu membangkitkan motivasi berprestasi pada atlit wanita mudah ketika meng hadapi perlombaan.Karena dengan sifat resiliensi yang dimilikinya individu mampu bangkit dari kegagalan yang pernah dialaminya dan menjadikannya sebagai sumber motivasi untuk meraih kesuksesan selanjutnya.

B.Rumusan Masalah

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa motivasi berprestasi siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik secara internal maupun secara eksternal. Faktor-faktor yang diasumsikan mempengaruhi motivasi berprestasi siswa survivor bencana adalah dukungan sosial dan resiliensi. Akan tetapi asumsi ini hanya bersifat hipotetik dan membutuhkan pembuktian secara empirik. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan dukungan sosial dan resiliensi terhadap motivasi berprestasi pada siswa survivor bencana erupsi merapi.


(9)

C.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji hubungan dukungan sosial dan resiliensi terhadap motivasi berprestasi siswa survivorerupsi merapi.

D.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat terhadap siswa survivor erupsi merapi, pihak sekolah, guru dan lingkungan sekitarnya. Terciptanya motivasi berprestasi yang tinggi dipengaruhi oleh dukungan sosial dan resiliensi. Oleh karena itu, bagi para guru, orang tua, dan lingkungan sekitar memberikan dukungan sosial kepada siswa erupsi merapi secara maksimal, agar siswa mampu meningkatkan motivasi berprestasinya, terutama terhadap siswa yang mengalami cacat akibat erupsi merapi. Karena secara psikologis, siswa tersebut lebih mengalami dampak negatif yang lebih mendalam. Begitu juga dengan siswa bisa meningkatkan resiliensinya terhadap dampak erupsi merapi, karena dengan memiliki resiliensi tinggi siswa bisa adaptasi secara positif dari bencana erupsi merapi yang menimpanya dan mampu meningkatkan motivasi berprestasinya.

E.Keaslian Penelitian

Penelitian-penelitian terdahulu tentang dukungan sosial adalah, Utaminingsih (2002) yang mengungkap hubungan antara dukungan sosial dan optimisme dengan kecenderungan penggunaan emotionalfocusedcoping. Narulita


(10)

(2005) yang mengungkap tentang hubungan antara dukungan sosial dengan prestasi belajar mahasiswa. Milner dan Woolfook (2002) hasil penelitiannya yang bertujuan untuk mengungkap tentang pentingnya dukungan sosial dan self-efficacy dalam mencapai keberhasilan proses belajar mengajar.

Penelitian-penelitian terdahulu yang terkait dengan resiliensi adalah penelitian Astuti (2008) yang meneliti tentang resiliensi terhadap dukuh pasca gempa bumi di Bantul. Rinaldi (2008) yang meneliti tentang perbedaan resiliensi antara laki-laki dan perempuan pada masyarakat Padang. Munauwarah (2008) yang meneliti tentang hubungan antara kepribadian tangguh, dukungan sosial, resiliensi pada remaja penyintas bencana di Yogyakarta. Nisa (2008) yang meneliti tentang pelatihan manajamen stress untuk meningkatkan resiliensi remaja penyintas bencana.

Penelitian tentang motivasi berprestasi, di antaranya Haryu (2004) dengan tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan antara pengasuhan Islami dengan self-regulated learning, motivasi berprestasi, dan prestasi belajar. Saliyo (2003) dengan tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan antara motivasi berprestasi dengan prestasi belajar. Dewi (2006) yang meneliti tentang pengaruh metode jigsaw terhadap motivasi berprestasi dan prestasi belajar siswa. Sudjiono (2003) yang meneliti tentang hubungan antara kecerdasan emosi, kebiasaan belajar, dan motivasi berprestasi dengan prestasi belajar matematika. Supriyanto (2003) hubungan antara motivasi berprestasi dan peranan layanan bimbingan konseling dengan penyesuaian diri siswa SMU. Shofiah (2002) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa semakin tinggi kepercayaan diri dan motivasi berprestasi


(11)

mahasiswa, maka semakin tinggi pula prestasi belajar mahasiswa. Lundeto (2007) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa reward merupakan salah satu cara untuk menumbuhkan motivasi berprestasi siswa.

Beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan korban bencana adalah penelitian yang dilaksanakan dengan mengungkap faktor-faktor psikologis terhadap orang dewasa. Belum banyak penelitian dengan melihat subyek penelitian pada anak atau remaja awal. Oleh karena itu penulis ingin melihat pengaruh dukungan sosial dan resiliensi terhadap motivasi berprestasi pada siswa survivorerupsi merapi di SMPN 2 Kemalang Kabupaten Klaten.

Beberapa penelitian yang telah dikemukakan di atas, terdapat beberapa perbedaan, baik itu menyangkut variabel, maupun tempat penelitian. Pada penelitian ini variabel yang ingin diketahui adalah dukungan sosial, resiliensi dengan motivasi berprestasi.


(1)

disebabkan siswa masih merasa khawatir dan takut jika bencana tersebut terulang kembali.

Berliner dkk (2003) mengungkapkan untuk merespon fenomena tersebut perlu adanya perhatian secara khusus dan penanganan yang mampu mengembalikan ke suasana belajar seperti semula. Diantaranya, perlu adanya pemulihan pemikiran positif terlebih dahulu terhadap anak-anak, remaja dan adanya dukungan dari orang yang ada di sekitarnya, misalnya pendampingan guru, keluarga dan lingkungan sekitar secara intensif untuk memahami emosi yang dirasakan individu serta untuk meningkatkan proses pembelajaran siswa kembali.

Dukungan sosial baik dari masyarakat maupun segala bentuk perhatian yang diberikan oleh orangtua, merupakan salah satu faktor pendukung kesuksesan prestasi dan mampu meningkatkan motivasi berprestasi siswa dalam proses belajar (Narulita, 2005; Burger, 1997). Selain mampu membantu meningkatkan prestasi belajar dan motivasi berprestasi dukungan sosial juga mampu mereduksi stress pada individu. Heejung, David dan Taylor (2008) melaporkan bahwa dukungan sosial merupakan salah satu faktor penting yang bisa dijadikan sebagai bentuk untuk mereduksi tingkat stress dan emosi negatif seseorang.

Karena dengan dukungan dari lingkungan yang ada di sekitarnya individu yang mengalami stress merasa mendapat perhatian serta individu mampu mengurangi bebannya dengan bercerita terhadap orang yang menolongnya.

Lebih jauh lagi You Huey (2002) mengungkapkan hasil penelitiannya bahwa individu mampu bangkit dari keterpurukan dan mampu memicu


(2)

motivasinya kembali melalui dukungan keluarga yang selalu mendampingi dan menerima keluhan dari individu. Dukungan tersebut bisa berbentuk: (a) perhatian dan mendengarkan setiap keluhan individu, (b) mendukung dan membantu setiap permasalahan yang diungkapkan oleh individu.

Dalam menghadapi situasi buruk atau ditimpa musibah, individu mempunyai karakteristik yang berbeda-beda (individual differrences). Ada inidividu yang langsung merasa sedih, depresi berat, stress, bahkan ada yang melakukan percobaan bunuh diri. Namun ada juga individu yang merasa bahwa dengan pengalaman buruk yang dialaminya justru semakin tegar dan mengambil kejadian buruk tersebut sebagai sesuatu yang positif, dan inilah yang disebut sebagai resiliensi.

Bonanno (2005) menyatakan bahwa resiliensi merupakan kondisi seseorang yang tabah, memiliki tingkat depresi dan trauma yang rendah ketika mendapatkan bencana. Artinya resiliensi sangat dibutuhkan oleh setiap individu untuk menghadapi setiap situasi buruk, termasuk semangat untuk membangun motivasi kembali setelah individu mengalami kondisi terpuruk dan mengalami kejadian yang distress. Individu dengan resiliensi tinggi mampu mengelola emosi secara sehat, meskipun individu berhak untuk merasa sedih, marah, merasa kehilangan, sakit hati, dan tertekan. Perbedaanya adalah individu tidak membiarkan perasaan sedih dan negatif itu menetap dalam waktu lama. Individu mampu melakukan adaptasi secara cepat dari perasaan negatif, sehingga tumbuh motivasi yang membantunya bangkit menjadi orang yang lebih kuat.


(3)

Berkaitan dengan pendidikan, penelitian yang dilakukan oleh Steinhardt dan Dolbier (2008) dengan subjek mahasiswa jurusan pilot ditemukan bahwa intervensi resiliensi terhadap mahasiswa dapat dijadikan sebagai manajemen stress dan strategi untuk menangani stress yang dialaminya. Semakin tinggi resiliensi yang dimiliki oleh mahasiswa semakin tinggi pula tingkat kemampuannya dalam melakukan problem solving dan self-esteem. Dengan demikian mahasiswa dapat termotivasi kembali untuk melakukan kegiatan yang lebih menantang.

Smith, Vitaliano dan Yi (2005) juga menemukan bahwa resiliensi sebagai prediktor positif yang mampu membangkitkan motivasi berprestasi pada atlit wanita mudah ketika meng hadapi perlombaan.Karena dengan sifat resiliensi yang dimilikinya individu mampu bangkit dari kegagalan yang pernah dialaminya dan menjadikannya sebagai sumber motivasi untuk meraih kesuksesan selanjutnya.

B.Rumusan Masalah

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa motivasi berprestasi siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik secara internal maupun secara eksternal. Faktor-faktor yang diasumsikan mempengaruhi motivasi berprestasi siswa survivor bencana adalah dukungan sosial dan resiliensi. Akan tetapi asumsi ini hanya bersifat hipotetik dan membutuhkan pembuktian secara empirik. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan dukungan sosial dan resiliensi terhadap motivasi berprestasi pada siswa survivor bencana erupsi merapi.


(4)

C.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji hubungan dukungan sosial dan resiliensi terhadap motivasi berprestasi siswa survivorerupsi merapi.

D.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat terhadap siswa survivor erupsi merapi, pihak sekolah, guru dan lingkungan sekitarnya. Terciptanya motivasi berprestasi yang tinggi dipengaruhi oleh dukungan sosial dan resiliensi. Oleh karena itu, bagi para guru, orang tua, dan lingkungan sekitar memberikan dukungan sosial kepada siswa erupsi merapi secara maksimal, agar siswa mampu meningkatkan motivasi berprestasinya, terutama terhadap siswa yang mengalami cacat akibat erupsi merapi. Karena secara psikologis, siswa tersebut lebih mengalami dampak negatif yang lebih mendalam. Begitu juga dengan siswa bisa meningkatkan resiliensinya terhadap dampak erupsi merapi, karena dengan memiliki resiliensi tinggi siswa bisa adaptasi secara positif dari bencana erupsi merapi yang menimpanya dan mampu meningkatkan motivasi berprestasinya.

E.Keaslian Penelitian

Penelitian-penelitian terdahulu tentang dukungan sosial adalah, Utaminingsih (2002) yang mengungkap hubungan antara dukungan sosial dan optimisme dengan kecenderungan penggunaan emotionalfocusedcoping. Narulita


(5)

(2005) yang mengungkap tentang hubungan antara dukungan sosial dengan prestasi belajar mahasiswa. Milner dan Woolfook (2002) hasil penelitiannya yang bertujuan untuk mengungkap tentang pentingnya dukungan sosial dan self-efficacy dalam mencapai keberhasilan proses belajar mengajar.

Penelitian-penelitian terdahulu yang terkait dengan resiliensi adalah penelitian Astuti (2008) yang meneliti tentang resiliensi terhadap dukuh pasca gempa bumi di Bantul. Rinaldi (2008) yang meneliti tentang perbedaan resiliensi antara laki-laki dan perempuan pada masyarakat Padang. Munauwarah (2008) yang meneliti tentang hubungan antara kepribadian tangguh, dukungan sosial, resiliensi pada remaja penyintas bencana di Yogyakarta. Nisa (2008) yang meneliti tentang pelatihan manajamen stress untuk meningkatkan resiliensi remaja penyintas bencana.

Penelitian tentang motivasi berprestasi, di antaranya Haryu (2004) dengan tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan antara pengasuhan Islami dengan self-regulated learning, motivasi berprestasi, dan prestasi belajar. Saliyo (2003) dengan tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan antara motivasi berprestasi dengan prestasi belajar. Dewi (2006) yang meneliti tentang pengaruh metode jigsaw terhadap motivasi berprestasi dan prestasi belajar siswa. Sudjiono (2003) yang meneliti tentang hubungan antara kecerdasan emosi, kebiasaan belajar, dan motivasi berprestasi dengan prestasi belajar matematika. Supriyanto (2003) hubungan antara motivasi berprestasi dan peranan layanan bimbingan konseling dengan penyesuaian diri siswa SMU. Shofiah (2002) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa semakin tinggi kepercayaan diri dan motivasi berprestasi


(6)

mahasiswa, maka semakin tinggi pula prestasi belajar mahasiswa. Lundeto (2007) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa reward merupakan salah satu cara untuk menumbuhkan motivasi berprestasi siswa.

Beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan korban bencana adalah penelitian yang dilaksanakan dengan mengungkap faktor-faktor psikologis terhadap orang dewasa. Belum banyak penelitian dengan melihat subyek penelitian pada anak atau remaja awal. Oleh karena itu penulis ingin melihat pengaruh dukungan sosial dan resiliensi terhadap motivasi berprestasi pada siswa survivorerupsi merapi di SMPN 2 Kemalang Kabupaten Klaten.

Beberapa penelitian yang telah dikemukakan di atas, terdapat beberapa perbedaan, baik itu menyangkut variabel, maupun tempat penelitian. Pada penelitian ini variabel yang ingin diketahui adalah dukungan sosial, resiliensi dengan motivasi berprestasi.