LATAR BELARANG BERKEMBANGNYA FUNGSI LEMBAGA PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN YAMISA SOREANG KABUPATEN BANDUNG DALAM PROSES MEMBENTUK KEMANDIRIAN PARA SANTRI.
LATAR BELARANG BERKEMBANGNYA FUNGSI
LEMBAGA PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN YAMISA SOREANG
KABUPATEN BANDUNG DALAM PROSES
MEMBENTUK KEMANDIRIAN
PARA SANTRI
Diajukan kepada Panitia Ujian Tesis
Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung
untuk memenuhi sebagian syarat
Program Pasca Sarjana
Bidang Studi Pendidikan Luar Sekolah
Oleh
Mamat
No.
Abdurachman
Pokok : 755/C/XIX-ll
FAKULTAS
INSTITUT
KEGURUAN
PASCA SARJANA
DAN ILMU PENDIDIKAN
BANDUNG
1991
TESIS INI DISETUJUI UNTUK UJIAN TAHAP II OLEH
/
PROF.
^
DR.
ACHMAD SANUSI
Pembimbing I
Pembimbing II
R.
RUSLI
LUTHAN
Pembimbing III
FAKULTAS
PASCA SARJANA
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
BANDUNG
1991
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR
±
DAFTAR ISI
vi
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR TABEL
BAB
BAB
ix
]_
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
i
B. Alasan Penelitian di Pondok Pesantren ..
C. Rumusan Masalah
3
6
D. Tujuan Penelitian
8
E. Kegunaan Hasil Penelitian
9
13
II RUANG LINGKUP PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
A. Asal-usul dan Definisi Pendidikan
Luar
Sekolah ( PLS )
13
B. Konsep dan Program Pendidikan Luar Seko
lah ( PLS )
15
C. Konsep Pendidikan Seumur Hidup
18
D. Lembaga Pendidikan Pondok Pesantren Tradisional memiliki ciri-ciri Pendidikan
Luar Sekolah ( PLS )
BAB
22
III PROSEDUR PENELITIAN
A. Metode Penelitian
22
B. Wilayah Penelitian
24
C. Instrumen Pengumpulan Data
28
D. Prosedur Pengumpulan Data dan
BAB
20
Informasi 33
IV PERKEMBANGAN FUNGSI LEMBAGA PENDIDIKAN PON
DOK PESANTREN YAMISA SOREANG
47
A. Latar Belakang yang melandasi bentuk Lem
baga Pendidikan Pondok Pesantren Tradi -
sional di Pedesaan dipertahankan
47
B. Sebab-sebab Lembaga Pendidikan Pondok Pe
santren berkembang
vx
-51
C
Perbedaan-perbedaan yang nampak antara Pen
didikan Sekolah dan Pendidikan Luar Sekolah
D. Nilai-nilai Luhur yang ingin dicapai Lemba
52
ga Pendidikan Pondok Pesantren
55
62
BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A. Pengertian Dasar Pondok Pesantren serta Komponen-komponennya
1. Pengertian Dasar Pondok Pesantren
2. Komponen-komponen Pondok Pesantren
B. Latar Belakang yang melandasi bentuk Lemba
52
62
63
ga Pendidikan Pondok Pesantren Tradisional
di Pedesaan dipertahankan
C. Sebab-sebab Lembaga Pendidikan di Pondok Pe
santren berkembang
67
Q1
D. Motivasi terjadinya Alih Fungsi Lembaga Pen
didikan Pondok Pesantren Tradisional ( Nonformal ) kepada bentuk Pendidikan Sekolah
93
E. Perbedaan-perbedaan yang nampak antara pen
didikan di Pondok Pesantren Tradisional de
ngan Pendidikan Sekolah
95
F. Nilai-nilai Luhur yang ingin dicapai Lemba
ga Pendidikan Pondok Pesantren
100
1. Fungsi Ilmu
10Q
2. Macam-macam Nilai Luhur
102
3. Pasca Pesantren
113
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
121
121
B- Saran - saran
131
DAFTAR KEPUSTAKAAN ..
138
LAMPIRAN - LAMPIRAN ...
143
vii
DAFTAR
GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Skema Wewenang Pondok Pesantren
37
Gambar 2 Posisi Pengajian di Mesjid
49
Gambar 3 Posisi Pengajian Bentuk Lingkaran
73
Gambar 4 Posisi Pengajian Bentuk Setengah Lingkaran
74
Gambar 5 Posisi Pengaj ian Bentuk U
74
Gambar 6 Posisi Pengaj ian Bentuk Shap
74
Gambar 7 Posisi Pengajian Bentuk U Ganda
75
Gambar 8 Posisi Pengajian Bentuk Shap Berlapis ..
75
Gambar 9 Geneologi Sosial Keturunan Kyai Sihah ..
Pondok Pesantren Tambakberas, Jombang,.. i2n
vm
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Daftar Rekapitulasi Pondok Pesantren se In
donesia Tahun 1982
89
Tabel 2 Nama dan Data Potensi Pondok Pesantren se luruh Indonesia Tahun 1984 - 1985
IX
90
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Akhir-akhir ini,
banyak pondok pesantren
yang
mengubah lembaga pendidikannya dari Pendidikan Luar Se
kolah menjadi Pendidikan Sekolah.
kolah
Pendidikan Luar
Se
sebenarnya merupakan ciri yang sudah lama dike -
nal masyarakat dari jenis pendidikan di pondok
tren tradisional.
pesan -
Ciri tersebut yang terkandung
tradisi pendidikannya antara lain meliputi :
dalam
(1) Tidak
adanya ketentuan usia harus sama; (2) Lulusan
pondok
pesantren tidak memperoleh ijazah, tetapi memiliki
terampilan yang dimanifestasikan dalam sikap dan
ke-
peri-
laku; (3) Pengajaran tidak berjenjang secara ketat; (4)
Kurikulum disusun sendiri, yang didasarkan
sepenuhnya
kepada nilai-nilai agama; (5) Lama pendidikan dilakukan
tidak mengenal batas waktu; (6) Lembaga pendidikan
di
laksanakan oleh swasta; (7) Melibatkan partisipasi
su-
karela dan partime; (8) Penghematan sumber dengan
me-
manfaatkan fasilitas dan tenaga yang ada; (9) Tidak di
lakukan ujian masuk secara selektif; (10) Seleksi
tadz berdasarkan kemampuan,
bukan
ijazah yang
us-
dimi -
likinya; (11) Ketiadaan sentralitas, struktur hierarkhi
yang mengikat.
Pondok pesantren tradisional
banyak
berlokasi
di pedesaan, bahkan jauh dari pengaruh-pengaruh
kota.
Mereka belum bersedia mengintegrasikan pengetahuan
umum
ke dalam kurikulumnya, dalam arti masih tetap memperta -
hankan tradisi yang sudah lama dikenalnya. Metode
pe-
nyampaian pelajaran banyak digunakan melalui sorogan dan
pengajian bandungan atau weton. Para santri yang datang
dari tempat jauh diperbolehkan untuk bermukim (menetap)
di pondok, sedangkan para santri yang datang dari tempat
sekitar pondok pesantren hanya datang pada waktu - waktu
pengajian dilaksanakan. Para santri tersebut
berturut-
turut disebut SANTRI MUKIM dan SANTRI KALONG. Kehidupan
di pondok pesantren sering dibiasakan dalam keadaan yang
sangat sederhana, masak sendiri, tidur dalam
beberapa
orang dalam satu kamar yang sempit dan Iain-lain.
Karena itu, tidak kurang sarjana yang
melukiskan
kehidupan santri di pondok pesantren dengan nada supaya
segera dilakukan peninjauan dan perbaikan seperlunya da
lam hal-hal tertentu.
Para sarjana tersebut antara lain : Van den Berg,
Hurgronye,
I.J. Brugmans, J.F.G. Brumund,
Harthoorn,
K.F. Creutzberg, dan J. Hardeman menggambarkan
dengan
isi serta tekanan yang sama mengenai pondok pesantren,
yaitu bahwa pondok pesantren itu mempunyai bangunan yang
sederhana dan terletak dalam lingkungan pesantren
itu
sendiri; para santri memiliki cara hidup yang sederhana;
sikap dan perilakunya menunjukkan suatu kepatuhan
ter-
hadap Kyai di pesantrennya; para santri mempelajari kitab-kitab Islam klasik sebagai pelajaran dasar; kehidup
an di pesantren cukup diliputi kesusahan dan keprihatinan, ke tidak teraturan,ke tidak bersihan dan
kesehatan
yang terlantar.
B. ALASAN PENELITIAN DI PONDOK PESANTREN
Sebagaimana gambaran yang telah dikemukakan para
sarjana tersebut, seperti keadaan bangunan dengan segala
kesederhanaannya; para santri dengan segala sikap
dan
perilakunya; materi pelajaran dengan semua sumber kitab
klasiknya; serta pemeliharaan kesehatan dengan
segala
kekurangannya cukup menghimbau jajaran lembaga pendidik
an pondok pesantren khususnya dan menggugah ummat Muslim
pada umumnya.
Karena itu deskripsi tentang kondisi fisik
dan
non fisik yang dikemukakan itu, sudah sanggup mengundang
spontanitas para pengelola pendidikan agar secepatnya
meninjau kembali lembaganya. Kesimpulan yang diperoleh
serta revaluasinya, terlepas dari benar atau
tidaknya
suatu permasalahan, pengelola menganggap perlu
adanya
usaha-usaha perbaikan, penyempurnaan atau perubahan dan
sistem pendidikan yang lebih sempurna.
Berkaitan dengan masalah tersebut, berikut
dikemukakan beberapa alasan lain tentang maksud dan
ini
tu-
juan melakukan penelitian di pondok pesantren, yaitu (1)
adanya kekurangan dan kepincangan yang terjadi dalm ke
hidupan di suatu lembaga pendidikan pondok
pesantren
sebagaimana diuraikan para sarjana di atas; (2)
Selaku
ummat Muslim, merasa terpanggil untuk turut serta bersa-
ma-sama bertanggung jawab atas lajunya lembaga pendidik
an pondok pesantren; (3) Mencari jawaban atas pertanyaan
yang sering ditemukan para masyarakat tentang pondok pe
santren, misalnya mengapa masyarakat di pedesaan
masih
tetap memelihara dan mempertahankan sistem pendidikan di
pondok pesantren tradisional; dan sebaliknya mengapa di
kota-kota atau di pusat keramaian banyak pondok
pesan-
trenyang menyempurnakan atau merubah sistem pendidikan nya; (4) dan seterusnya.
Selanjutnya, salah satu pondok pesantren
yang
dapat memenuhi tujuan penelitian adalah PONDOK
PESAN -
TREN YAMISA Soreang. Adapun alasan terpilihnya
pondok
pesantren tersebut, antara lain : (1) Para
santrinya
datang dari berbagai pelosok daerah Soreang; (2)
Letak
pondok pesantren berada di antara kota dan desa;
(3)
Jarak pondok pesantren dengan pusat informasi
tidak
terlalu jauh; (4) Pondok pesantren itu sendiri
telah
memiliki dua bentuk lembaga pendidikan, yaitu Pendidikan
Luar Sekolah dan Pendidikan Sekolah.
Demikian pula,
kehidupan pada
saat
ini
jauh lebih baik bila dibandingkan dengan kehidupan
sudah
ma-
syarakat pada zaman penjajahan. Mereka
sudah
memahami
tentang harga diri, sudah tahu kedudukan di mana
harus
berada dan mengerti pula apa yang harus ia bicarakan.Ke-
majuan ini nampaknya telah seirama dengan
perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Bangsa Indonesia
telah
menjadi warga negara yang kritis serta dinamis. Kenyataan ini nampak dengan adanya (1) makin luasnya jangkauan
hidup masyarakat; (2) berubahnya pola berfikir mereka;
(3) cara bertindak; (4) gaya berbicara; (5) bahkan
sam-
pai pada cara penampilan dalam berpakaian. Dinamika ke
hidupan yang dimanifestasikan pada sikap dan perilakunya
seperti ini, memaksa sistem pendidikan pondok pesantren
yang sudah baku dan sudah lama dikenalnya harus dilaku -
kan penyempurnaan atau perubahan seperlunya. Dengan cara
demikian, diharapkan stabilitas status pesantren sebagai
lembaga pendidikan akan senantiasa mampu memimpin masya
rakat di shap paling depan serta lembaga ini tetap
di-
anggap sebagai pusat ilmu dan pendidikan.
Masyarakat awam di pedesaan sering
kebingungan
dengan banyak ragamnya pendidikan yang diberikan pondok
pesantren, terutama variasi hasil pendidikan yang dima
nifestasikan pada masyarakat. Pada hal, bila mereka mengetahui, walaupun banyak lembaga pendidikan serta
aneka ragam pula bidang studinya yang diberikan,
ber-
namun
pada dasarnya sistem pendidikan yang dilaksanakan hanyalah tiga bentuk, yaitu :
1. Pendidikan Sekolah,
yaitu pondok pesantren
yang telah mengganti dan merombak seluruh sistem pendi
dikan tradisionalnya, lalu beralih fungsi dari
bentuk
Pendidikan Luar Sekolah ke bentuk Pendidikan Sekolah. Sebutan pondok pesantren berubah menjadi madrasah atau se
kolah, misalnya Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madra sah Aliyah atau SD, SMP dan SMA.
2. Bentuk luar sekolah, yaitu pondok pesantren yang
melaksanakan sistem pendidikannya dengan cara tradisinya yang lama (lihat thesis ini halaman 1).
3. Pendidikan bentuk gabungan, yaitu pondok pesan -
tren yang telah menggabungkan lembaga pendidikannya anta
ra bentuk luar sekolah dengan bentuk sekolah. Di samping
mempertahankan sistem tradisionalnya yang baik, juga dilengkapi dengan beberapa ketentuan yang diatur oleh De
partemen Agama atau Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia. Karena adanya integrasi ini,
pada pondok pesantren timbul istilah baru untuk
maka
tujuan
yang ingin dicapai, yaitu MENGINTELEKKAN ULAMA DAN MENGULAMAKAN INTELEK.
C. RUMUSAN MASALAH
Dari uraian di atas, nampak rumusan masalah
se
bagai berikut :
Pondok pesantren, sebagai
lembaga
pendidikan
telah sempat melaksanakan
fungsinya.
Mereka
telah
banyak membantu mencerdaskan bangsa, menghasilkan ula
ma dan pemimpin-pemimpin masyarakat,
menyebarkan dan
mengembangkan agama Islam. Akhir-akhir ini, banyak pon
dok pesantren yang mengembangkan dirinya dengan
nyempurnakan
me-
atau melengkapi sistem pendidikannya,
di
samping pendidikan kepesantrenan dalam bentuk tradisio
nal, juga melaksanakan pendidikan dalam bentuk
formal
seperti sekolah-sekolah umum dan madrasah. Perubahan ini
terutama banyak terjadi pada pondok pesantren yang berlokasi di pusat=pusat kota. Sebaliknya, pondok pesan
tren yang berada di pedesaan masih tetap berusaha un
tuk mempertahankan fungsi tradisi lamanya dalam bentuk
Pendidikan Luar Sekolah Rumusan masalah tersebut
dituangkan dalam bentuk pertanyaan berbunyi
berikut
bila
sebagai
:
1. Faktor-faktor apa yang menyebabkan pondok pesan
tren di pedesaan masih banyak yang mempertahankan fung
si pendidikan tradisionalnya dalam bentuk pendidikan di
luar persekolahan ?
2. Faktor-faktor apa yang menyebabkan perubahan pon
dok pesantren, terutama pondok pesantren yang berada di
pusat kota cenderung mengintegrasikan dirinya di antara
Pendidikan Luar Sekolah dan Pendidikan Sekolah dalam ben
tuk madrasah-madrasah atau sekolah-sekolah umum ?
3. Apa saja yang berubah dalam pondok pesantren
di, sehingga nampak adanya
beberapa perbedaan
lembaga pendidikan pondok pesantren tradisional
ta-
antara
dengan
lembaga pendidikan persekolahan.
4. Nilai-nilai luhur apa yang ingin dicapai
lembaga pendidikan pondok pesantren,
oleh
baik melalui pen -
didikan di pondok pesantren tradisional,
maupun pendi -
dikan di pondok pesantren yang sudah mengalami
banyak
perubahan ?
D.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian yang dilaksanakan selama
bulan di lapangan
enam
antara lain untuk mencari :
a. latar belakang yang melandasi bentuk lembaga pen
didikan pondok pesantren di pedesaan, yang masih tetap
mempertahankan
fungsi tradisi pendidikannya dalam
tuk pendidikan
di luar persekolahan.
b. sebab-sebab yang melandasi pengembangan
lembaga pendidikan di pondok pesantren,
lembaga cenderung
ben
bentuk
sehingga bentuk
berubah dari lembaga Pendidikan
Luar
Sekolah ke lembaga Pendidikan Sekolah dalam bentuk mad
rasah-madrasah
atau bentuk sekolah-sekolah umum.
c. perbedaan yang nampak, terutama perbedaan
yang
ditimbulkan oleh adanya kecenderungan pengembangan fung
si lembaga Pendidikan Luar Sekolah dengan lembaga Pendi
dikan Sekolah.
d. nilai-nilai luhur yang ingin dicapai oleh lembaga
pendidikan pondok pesantren, baik pondok pesantren
disional, maupun pondok pesantren yang sudah
tra
mengalami
pengembangan atau perubahan.
E.
KEGUNAAN HASIL PENELITIAN
!• Informasi dalam Pendidikan
Hasil penelitian, yang berupa informasi atau data
dari lapangan dapat memberikan sumbangan untuk keleng kapan dan perbaikan dalam pendidikan, misalnya informasi
yang diterima dari pondok pesantren Yamisa tentang (1)
proses belajar mengajar mengalami hambatan,
dikarenakan
sarana dan prasarana masih harus dilengkapi; (2) pengem
bangan bidang studi tertentu belum dapat
sesuai program, disebabkan para pakar yang
dilaksanakan
diperlukan
masih harus diusahakan pengadaannya; dan setervsnya.
2. Bagi lembaga yang terkait
10
Hanya dengan melalui penelitian yang seksama dan
cermat, lembaga yang terkait dapat memprediksi lebih
positif langkah-langkah yang perlu diambil untuk menca pai suatu kesempurnaan pendidikan. Kelengkapan data dan
informasi dapat mendukung pembuatan keputusan pendidikan
yang tepat.
3- Studi pendidikan di masyarakat
Tujuan Pendidikan Nasional ialah meningkatkan ke-
takwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, kete -
rampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah
air, agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan
Yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama- sama
bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
Karena itu, manusia akan menjadi insan yang berkualitas
setelah melalui pendidikan. Selanjutnya pendidikan itu
sendiri tidak mungkin diterapkan tanpa adanya sekumpulan
masyarakat yang akan menerimanya. Dengan kata lain
an
tara pendidikan dan masyarakat tak dapat dipisahkan ,
ibarat air dengan ikannya. Hanya yang menjadi persoalan
adalah pendidikan mana, yang akan diambil lebih
dulu.
Apakah Pendidikan Luar Sekolah seperti pendidikan yang
dilaksanakan di pondok pesantren dan kursus-kursus; atau
pendidikan bentuk
sekolah seperti yang dilaksanakan
di sekolah-sekolah dan madrasah.
11
Dari hasil penelitian, diperoleh data dan infor -
masi tentang pelaksanaan kedua jenis pendidikan tersebut
yaitu di satu pihak Pendidikan Sekolah yang dilaksanakan
pada madrasah dan sekolah-sekolah umum; di lain pihak
Pendidikan Luar Sekolah berjalan pula dalam bentuk pengajian. Jadi,Pendidikan Sekolah dan Luar Sekolah dilakukan
masyarakat bersama-sama sejak awal hingga akhir hayat .
Sedangkan perbedaan yang berkaitan dengan pelak sanaan kedua bentuk pendidikan tersebut sertajenis-
jenis pengajian akan diuraikan lebih Ianjut pada
IV.
Bab
Barangsiapa menghendaki kesejahteraan
dunia harus ditempuh dengan ilmu. Ba
rangsiapa menghendaki kebahagiaan di
akhirat harus ditempuh dengan ilmu.
Dan barangsiapa menghendaki keduanya,
maka harus ditempuh dengan ilmu pula.
(Al Hadits).
BAB
III
PROSEDUR PENELITIAN
A. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan melalui pendekatan kua-
litatif dengan menggunakan tehnik partisipasi aktif. Maksud penggunaan metode tersebut. agar dapat menggambarkan
hasil penelitian secara terurai melalui integrasi dan in-
tlmasi dengan Kyai. Wakil Ajengan. para Asatidz dan para
santri pondok pesantren. Dengan integrasi dan inttaasi da
pat mengamati semua kegiatan interaksi yang terjadi sepan
jang nari di pondok pesantren. atau di luar sekitar pondok
pesantren. Di saving itu pula. penggunaan metode ini di-
karenakan tidak dilakukan nipotesa. melainkan didasarkan
atas jawaban dari beberapa pertanyaan penelitian yang ber-
orientasi kepada permasalahan yang sedang diteliti.
Jadi penelitian dengan partisipasi aktif ini, men3-
nasilkan deskripsi yang faktual. cermat, terinci mengenai
keadaan lapangan. kegiatan dan situasi sosial. auga kontek
a, mana kegiatan itu terdadi dapat diperoleh berkat adanya
Penelitian tersebut melalui penga^atan secara langsung (Ma.
sution. 1989 ,59). selanjutnya, penelltiM observasi ^^
t-iPasi dapat memberikan manfaat yang lebih jauh dan mendalam. sebagaimana dikemukakan oleh „.Q. Patton :(1, de
ngan berada di lapangan akan lebih mampu memahami konteks
*ata dala. keseluruhan situasi.
22
sehingga
diperoleh
23
pandangan yang holistik; (2) pengalamnan langsung memungkinkan dapat menggunakan pendekatan induksi yang tidak dipengaruhi oleh pandangan dan konsep-konsep sebelumnya.
sehingga membuka kemungkinan melakukan penemuan; (3) da
pat melihat hal-hal yang kurang atau tidak dapat diamati
orang lain, khususnya orang yang berada dalam llng.
kungan itu. karena dianggap sudah biasa dan karenanya
tidak terungkapkan dalm „a„ancara; ,4, dapat menemukan
hal-hal yang sedianya tidak akan terungkapkan
oleh
responden dalam „a„ancara karena bersifat sensitif. daPat merugikan nama lembaganya; ,5) dapat pula menemukan
hal-hal yang berada di luar persepsi responden. sehingga
memperoleh sustu gambaran yang lebih komprehensif, (6)
di samping memperoleh pengamatan yang menghasilkan
pe
ngumpulan data yang kaya. juga memperoleh kesan - kesan
pribadi.
Dengan memperhatikan butir-butir tersebut di atas
n>aka hasil yang maks^al tentang data dan informasi di
lapangan hanya diperoleh apabila semua kegiatan di la
pangan dapat dilakukan secara langsung dengan responden
-lalui integrasi dan int^asi. Kegiatan -kegiatan yang
^aksud antara lain meliputi shalat berjama'ah yang li-
- waktu. pengajian-pengajian di mesjia dan sebagainya
sehingga nampak menyatu dalam berbagai aktivitas.
Perilaku Kyai atau Wakil Ajengan ,WA,. serta para
24
santri dalam mencapai tujuannya untuk keberhasilan pro ses belajar mengajar di bidang pendidikan keagamaan di -
kemukakan berdasarkan data kualitatif. Karenanya, dapat
terungkapkan secara mendetail, mendalam serta kompre hensif, walaupun dalam beberapa hal ada yang kurang
memuaskan disebabkan adanya keterbatasan -
keterbatasan
tertentu.
B.
WILAYAH PENELITIAN
Sebelum sampai kepada wilayah dan subyek peneliti
an, terlebih dahulu dikemukakan informasi yang dijadikan dasar pemilihan tempat penelitian, yaitu :
Wakil Kepala Urusan Pondok Pesantren Kantor wila -
yah Departemen Agama Propinsi Jawa Barat, menginformasi -
kan di kantornya pada tanggal 17 Maret 1990 tentang jumlah pondok pesantren yang ada di wilayahnya. Menurut catatan hasil sensus tahun 1982, di Jawa Barat sudah ter-
daftar 1.727 pondok pesantren dengan jumlah santrinya
meliputi 200.122 orang. Selanjutnya, dijelaskan
pula
bahwa pondok pesantren yang ada di bawah
wewenangnya
terdiri dari beberapa bentuk lembaga. Misalnya, pondok
pesantren tipe salafi, yaitu pondok pesantren yang mem
pertahankan sistem sorogah dan weton dengan pengajaran
agama seratus persen; ada pula pondok pesantren tipe
khalafi, yaitu di pondok pesantren terdapat banyak lem
baga pendidikan seperti Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah
25
dan Aliyah, juga sekolah umum seperti SD, SMP dan SMA.
Informasi lain, yang diperoleh pada saat peneliti
an pendahuluan dari seorang tokoh masyarakat, yaitu ketua
RT kampung Cidalima yang pekerjaan sehari-harinya sebagai
guru SD Soreang mengemukakan, bahwa pada pondok pesantren
Yamisa telah berdiri madrasah dan sekolah - sekolah umum.
Para santri dan
siswanya berdatangan dari semua pelosok
sekitar kecamatan Soreang. Pengajian umum, yang peserta nya heterogen diadakan seminggu sekali,
dan setahun sekali.
sebulan
(Wawancaia Tgl. 18 Maret 1990).
Atas dasar informasi yang diterima,
Kanwil
Depag
sekali
baik
dari
Propinsi Jawa Barat Urusan Pondok Pesan
-
tren, maupun informasi yang diperoleh dari beberapa tokoh
masyarakat, maka PONDOK PESANTREN YAMISA Soreang Kabupa ten Bandung diangkat untuk dijadikan tempat penelitian.
Adapun alasan terpilihnya pondok pesantren terse -
but dijadikan tempat penelitian, adalah atas
beberapa
pertimbangan, antara lain :
a. PARA SANTRINYA. Mereka berdatangan dari berbagai
pelosok sesuai dengan lokasi pondok pesantren yang letaknya di persimpangan empat, yaitu jurusan Bandung, Ciwidey, Banjaran dan Cililin. Karenanya, terjadi suatu
integrasi dari bermacam-macam tingkat kehidupan,
dan kebiasaan melalui interaksi di antara mereka.
sosial
26
b. LETAK PONDOK PESANTREN. Karena letaknya ada di an
tara kota dan desa, maka kehidupan dan kebiasaan para
santri di pondok pesantren pun terdiri dari dua jenis
kebiasaan. Di satu pihak kebiasaan yang dibawa para san
tri yang berasal dari desa,
dan di pihak lain
adalah
kebiasaan yang dipengaruhi oleh tradisi kota.
Tugas
lembaga pendidikan pondok pesantren adalah mengintegrasikan kedua budaya tersebut menjadi satu budaya, yaitu bu
daya pondok pesantren dengan segala tata cara kehidupan nya.
C JARAK PONDOK PESANTREN DARI PUSAT KOTA. Perbaikan,
serta pengembangan lembaga pendidikan tidak terlepas da
ri kebutuhan sarana di samping para ilmuwan sendiri se
bagai pembinanya. Kota merupakan sumber sarana
dan
prasarana, tempat berkumpulnya para pakar dan
sumber
informasi. Pondok Pesantren Yamisa tidak akan banyak
kesulitan dalam menghadapi berbagai masalah, sebab pemecahan masalah bisa segera dilakukan melalui komunikasi
dengan semua sumber yang ada di kota. Jarak pondok pe
santren dengan kota tidak terlalu jauh, sehingga komuni kasi dapat dilakukan setiap saat.
d. PONDOK PESANTREN YAMISA TELAH MEMILIKI DUA
BEN
TUK LEMBAGA. Pertama, Pendidikan Luar Sekolah yang melaksanakan fungsinya melalui pengajian sorogan dan bandungan (weton): kurikulum dan proses belajar mengajarnya
27
diatur sendiri. Kedua, Pendidikan Sekolah berupa madrasah
dan sekolah umum. Sistem pendidikan dan kurikulum
kegiatan proses belajar mengajarnya sudah mengikuti
serta
ke-
tentuan yang dirancang Departemen Pendidikan dan Kebuda •yaan atau Departemen Agama Republik Indonesia; karena itu
dengan daerah mana saja di wilayah
Republik
Indonesia
pendidikan yang dilaksanakan pondok pesantren Yamisa akan
memiliki pola dan jangkauan yang sama.
e. Tujuan pendidikan akhir yang ingin dicapai lembaga
pendidikan adalah membentuk manusia seutuhnya
yang
mampu mandiri. Tujuan inilah yang mendorong pondok pe
santren mencoba meningkatkan pendidikan keterampilan di
samping pendidikan kepesantrenan dan ilmu pengetahuan
umum, dengan harapan lulusan pendidikan di pondok pesan
tren Yamisa menjadi manusia taqwa, berilmu dan mampu hi
dup mandiri melalui keterampilan yang pernah dipelajarinya. (Ditjen Binbaga Islam 1982 : 2).
Pendidikan Luar Sekolah yang dilakukan berupa pengajian - pengajian, langsung diawasioleh Ketua
Seksi
Kepesantrenan, sedangkan kegiatan serta situasi di da
lam pondok sepanjang hari dibantu oleh para santri se
nior dan lurah pondok. Kegiatan operasional pengajian
sorogan di mesjid diasuh oleh para santri yang
sudah
duduk di kelas empat ke atas, sedangkan kegiatan pengajian bandungan dibina oleh Kyai atau Wakil Ajengan.
Sasaran penelitian
pada
prinsipnya
diutamakan
28
Kyai, Wakil Ajengan (WA), para Asatidz, para santri
de
ngan segala kegiatan yang terjadi di pesantren sepan -
jang hari, di samping lokasinya sebagai tempat kegiat an. Situasi sosial yang menjadi sasaran penelitian hanyalah disebut lengkap, apabila mengandung tiga unsur, yaitu
tempat, pelaku dan kegiatannya (Nasution, 1988 : 43).
Unsur-unsur tersebut memegang peranan penting
di
dalam proses terjadinya interaksi sosial, hingga
dapat
memberikan jawaban terhadap pertanyaan - pertanyaan yang
diajukan, misalnya : (1) tentang sebab - sebab yang me
landasi bentuk-bentuk pondok pesantren tradisional yang
mempertahankan lokasinya di pedesaan; (2) tentang bentuk
lembaga Pendidikan Sekolah dan Luar Sekolah serta bebera
pa perubahannya,
yang mungkin
akan
terjadi di
masa
mendatang; (3) tentang nilai - nilai luhur yang ingin di
capai oleh semua bentuk pondok pesantren,
baik tradisi
onal maupun pesantren yang sudah mengalami perubahanperubahan seperlunya sesuai dengan perkembangan pengeta huan dan tehnologi; (4)
C
dan sebagainya.
INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA
Instrumen pengumpulan data adalah pelaku peneliti
an sendiri. Sedangkan pelaksanaan penelitiannya dilakukan
melalui beberapa cara, yaitu observasi, wawancara, studi
dokumentasi dan studi literatur.
!• Observasi atau Penqamatan
29
Observasi adalah salah satu cara yang
biasa
dilakukan untuk memperoleh sejumlah data serta informasi
melalui pandangan dan pendengaran tentang keadaan yang
sebenarnya. Pengumpulannya dilakukan dengan cara yang
wajar,
artinya tidak melalui usaha yang disengaja untuk
mempengaruhi atau mengatur dan memaksanya
menerima kehendak
si pelaku penelitian.
agar mau
Observasi dia -
rahkan kepada sasaran sebagai berikut : (a) sikap
dan
perilaku para santri; (b) kegiatan Kyai, Wakil Ajengan
dan para Asatidz sepanjang hari; (c) tempat tinggal para
santri (kobong) yang disediakan di pondok; (d) peralatan dan kelengkapan lainnya yang selalu digunakan dalam
kegiatan; (e) tempat yang digunakan untuk pengajian sorogan dan bandungan (weton); (f) waktu dan situasi pada
saat pengajian dilaksanakan; (g) posisi pengajian beserta
metode yang dipakai untuk menyampaikan materi; (h) jenisjenis keterampilan lainnya di samping pengajian yang di
laksanakan para santri; dan Iain-lain.
2. Wawancara atau Interv lew
Penelitian dengan bantuan observasi tentu saja
masih kurang, karena terdapat beberapa hal yang
tidak
terungkapkan melalui observasi, misalnya perasaan sedih
seseorang yang
tidak nampak pada perubahan
air
muka.
Untuk mengatsi masalah semacam ini,,makaidipandang perlu,
bahwa observasi dilengkapi dengan wawancara.
30
Segala sesuatu yang tidak nampak serta tersembunyi
hanya dapat dikorek melalui wawancara. Dengan
wawancara
diharapkan dapat memasuki dunia pikiran dan
perasaan
responden. Selanjutnya, data yang diperoleh dengan wawan
cara menghasilkan data verbal dan non verbal. Data verbal
dimanifestasikan melalui mulut dengan bahasa
yang dapat
dipahami; sedangkan data non verbal dapat dimanifestasi -
kan dalam gerakan - gerakan badan, tangan, kepala
perubahan wajah
saan kecewa.
atau
seperti sedih, gembira, marah dan
Karena itu, wawancara merupakan
pera
salah satu
cara yang sangat ampuh dalam mengungkapkan kenyataan
dup tentang apa
yang
sedang dipikirkan,
hi
atau dirasakan
seseorang.
Mengungkapkan masalah dengan
bantuan
wawancara,
antara lain ditujukan kepada :
a.
Para Santri
Beberapa pertanyaan yang diajukan kepada
santri untuk memperoleh jawaban
luhur yang
yang dialami
ingin
dicapai mereka;
selama menuntut
tentang
para
nilai - nilai
kesulitan - kesulitan
ilmu serta jalan ke
luar
untuk mengatasinya; dan interaksi di antara mereka.
t>. Kyai dan para Asatidz
Pertanyaan yang diajukan kepada para Kyai dan para
Asatidz adalah untuk memperoleh penjelasan dari
mereka
tentang tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh lembaga
31
dan alasan mendirikan dua jenis lembaga pendidikan, yaitu
Pendidikan Sekolah dan Luar Sekolah;
yang diharapkan;
faktor-faktor
nilai - nilai luhur
yang menjadi ciri
dari kedua bentuk lembaga tersebut;
sejauh mana
khas
program
pendidikan dapat dilaksanakan menurut kemampuan yang ada;
integrasi pondok pesantren
di
tengah - tengah kehidupan
masyarakat; dan sebagainya.
c
Tokoh masyarakat dan aparat Pemerintah
Beberapa
orang
tokoh masyarakat
memberikan sekedar pendapat tentang
cara
diminta
merealisasikan
nilai-nilai luhur yang telah diperoleh di pondok
tren; sejauh mana bantuan masyarakat
untuk
yang
pesan -
dapat disum -
bangkan untuk kelancaran proses pengajian; demikian
pula
keuntungan dan mafaat yang dapat dirasakan masyarakat se-
hubungan dengan letak pondok pesantren tidak
jauh dari
tempat tinggal mereka.
3. Studi Dokumentasi
Metode yang digunakan untuk mencari data-data
dan
informasi yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti. Sumbernya antara
lain
diperoleh
dari
catatan,
transkript, surat kabar, majalah, notulen rapat, selebaran, surat-surat, arsip pengumuman dan sebagainya.
Metode dokumentasi tidak banyak mengalami kesulit
an, karena sumber informasi dan data yang berbentuk doku
mentasi
pada
umumnya
lebih
stabil.
Data - data tidak
32
berubah isinya, sehingga tidak perlu banyak
melakukan
pengecekan ualang atau triangulasi (Nasution 1989 : 26)
yaitu untuk memperoleh informasi dari beberapa
pihak
dengan maksud memverifikasi atau mengkonformasi, agar
hasil penelitian dapat dipercaya.
Penelitian melalui studi dokumentasi dapat mengum-
pulkan sejumlah data. Data -data tersebut di antaranya:
jumlah para asatidz, jumlah para santri pada pondok pe
santren, lokasi pusat pesantren di seluruh wilayah pulau
Jawa, nama dan potensi pondok pesantren,
perhitungan
IPs, IPk, IPp untuk pendidikan sekolah, struktur program
kurikulum, contoh-contoh format, penentuan indeks prestasi, struktur organisasi operasional, beban belajar siswa
per minggu, peringatan - peringatan siswa dan lain -lain
sebagainya.
4- Studi Literatur
Metode ini digunakan untuk mendapatkan pengetahuan
sebagai dasar dalam melaksanakan tugas di lapangan. Pe
ngetahuan dasar ini, seluruhnya diarahkan untuk kepen tingan penelitian. Di antara literatur tersebut diutama-
kan yang berkaitan dengan (a) Pendidikan Luar Sekolah;
(b) teori-teori penelitian; (c) Tipologo Pondok Pesantren
(d) Penyelenggaraan Latihan Kerja Santri; (e) Kode Etik
Para Santri; (f) dan Iain-lain sebagainya.
33
D- PROSEDUR PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI
1. Persiapan
Lokasi dan pondok pesantren yang akan
dijadikan
tempat penelitian terlebih dahulu ditetapkan.
nya,
pengumpulan data dilaksanakan
Selanjut
tahap demi tahap.
Adapun persiapan sebelum pelaksanaan terjun ke
lapang
an tentunya didahului oleh penyelesaian surat - surat
perijinan, agar terhindar dari berbagai macam kesulitan
yang mungkin terjadi setelah memasuki tempat penelitian.
Seperti kita ketahui, bahwa pondok pesantren pada
hakekatnya merupakan suatu gambaran situasi sosial, ka
rena peristiwa yang terjadi sepanjang hari
didominasi
oleh proses interaksi antara Kyai, para Asatidz dan para
santri. Dengan demikian penelitian yang dilakukan
ter
hadap situasi di pondok pesantren sama artinya dengan
penelitian terhadap situasi sosial. Sedangkan pengerti
an situasi sosial itu sendiri hanya dapat terjadi apabila
dilengkapi tiga unsur (Nasution 1989 : 43).
Pertama unsur TEMPAT, yaitu tempat di mana Kyai,
para Asatidz dan para santri melakukan serangkaian kegi
atan dan interaksi. Kedua, unsur PELAKU, yaitu
orang-
orangnya yang akan melakukan sesuatu pada tempat terten-
tu. Ketiga, unsur KEGIATAN, yaitu segala aktivitas serta
kreativitas yang dilaksanakan oleh para pelakunya pada
34
tempat tertentu.
Untuk memasuki ketiga unsur tersebut, yang
meru
pakan suatu kesatuan situasi sosial, dan tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya, maka perlu
dilakukan persiapan - persiapan yang berkenaan
ketentuan-ketentuannya,
dengan
hingga mampu membantu
dalam
kelancaran jalannya penelitian. Persiapan yang dimaksud
adalah untuk : (a) mengadakan hubungan formal dan infor -
mal terhadap beberapa tokoh masyarakat sebelum terjun ke
lapangan; (b) mengusahakan surat perijinan dari
instansi
yang berwenang, agar pelaksanaan penelitian mendapat res-
tu, bantuan atau petunjuk-petunjuk yang diperlukan;
(,c)
pelaksanaan penelitian, agar dapat mengumpulkan informasi
dan data sebanyak mungkin; (d) mengolah dan menganali sis data yang diperoleh dari hasil penelitian; (e) membu
at surat laporan, hingga akhirnya selesai menjadi sebuah
tesis.
Pelaksanaan kegiatan penelitian tidak dapat dila
kukan secara langsung terjun ke lapangan, namun diawali
dengan hubungan formal atau informal terhadap para tokoh
di masyarakat. Beberapa tokoh yang berada di sekitar pon
dok pesantren Yamisa sempat diajak berdialog, antara lain
(1) Ketua RT kampung Cidalima, yang pekerjaan
sehari-
harinya mengajar di SD. Beliau telah memberikan beberapa
informasi mengenai sikap masyarakat terhadap pondok pe
santren. Mereka hanya-mampu menyumbangkan pikirannya dan
35
tenaga kasar saja. Sedangkan bantuan berupa materi
sa -
ngat minim, sesuai dengan kondisi ekonomi masyarakat se -
kitar pondok pesantren, tidak dapat berbuat banyak;
(2)
Ketua RW, yang pekerjaan sehari-harinya adalah wiraswas -
ta. Beliau memberikan penjelasan tentang sikap dan simpati masyarakat di wilayahnya terhadap pondok
pesantren.
Beberapa tokoh masyarakat dapat memberikan bantuan tenaga
sebagai pengajar (ustadz), yang dapat dimanfaatkan kepada
para santri sebagai guru ngaji. Beliau mengemukakan pula,
bahwa masyarakatnya yang bertempat tinggal di sekitar pe
santren tidak dapat berbuat banyak mengenai bantuan yang
berupa materi. Hal tersebut dikarenakan situasi dan kon -
disi sosial ekonomi masyarakatnya masih belum memungkin kan, sehingga rehabilitasi pisik pondok pesantren sangat
terkatung-katung penyelesaiannya. Demikian pula kelompencapir yang telah masuk rencana untuk dilaksanakan di desa
Sukawening (Yamisa II) tidak dapat berjalan dengan lancar
dikarenakan terbentur biaya. Beberapa unit kegiatan ter paksa ditutup sementara sambil menunggu perkembangan sarananya, misalnya keterampilan menjahit, merajut dan be
berapa unit keterampilan lainnya; (3) Penjelasan Sekretaris pondok pesantren Yamisa, yang pekerjaan sehari-hari nya sebagai penilik pada Pendidikan Agama Islam Kecamatan
Soreang. Beliau menjelaskan tentang keterampilan yang ada
dan masih dapat dipertahankan, yaitu terutama pada
36
bidang - bidang pertanian,
peternakan dan perikanan .
Sedangkan jenis keterampilan lainnya, seperti
menjahit,
merajut, perbengkelan terpaksa ditangguhkan. Hal tersebut
antara lain disebabkan terbenturnya pengadaan biaya untuk
bahan dasar dan ongkos pemeliharaan yang semakin memerlu-
kan konsentrasi khusus. Demikian pula mengenai para pern bimbingnya hanya menggunakan tenaga para santri senior,
yang telah mendapat bimbingan terlebih dahulu. Dengan keadaan semacam ini, maka tenaga pembimbing selalu
songan, karena pada saat mereka telah selesai
keko menuntut
ilmu di pondok pesantren, lalu pulang ke kampung halamannya. Jadi kontinuitas tenaga pembimbing selalu terhenti -
henti. Beliau sempat pula menggambarkan mengenai struk tur/jenjang wewenang yang dilakukan para Sesepuh di pon -
dok pesantren secara tradisional. Jenjang wewenang terse
but diawali dari Sesepuh (Pembimbing Umum) yang dilaksa nakan oleh Kyai; jabatan Wakil Ajengan (WA)
dilaksanakan
oleh santri yang paling senior serta biasanya setelah me
lalui suatu pengalaman yang disebut NGALANTUNG
sebagai
salah satu syaratnya; kemudian mudir, yang tugasnya
bagai pengawas untuk beberapa pondok; dan Kapil atau
rah, yang tugasnya mengawasi hanya untuk satu pondok
ja. Skema wewenang tersebut digambarkan sebagaimana
se
Lusater-
lihat pada halaman berikut.
Para santri yang tinggal dalam satu pondok
sama, akan diawasi oleh seorang Kapil yang sama
yang
pula.
37
Para
santri
Gb.
1
Skema Wewenang
38
Sedangkan para santri yang tinggal di pondok yang ber
beda, akan diawasi oleh Kapil yang berbeda.
laksanakan
tugasnya, para Kapil itu diawasi oleh
rang Mudir. Demikianlah seterusnya,
yang
Dalam me
tertinggi
berada
kil Ajengan (WA); (4)
pada Kyai
hingga
seo-
pengawasan
yang dibantu oleh Wa
Tokoh masyarakat
lainnya di So
reang sempat pula memberikan informasi yang bersifat umum
yang antara lain mengemukakan tentang kondisi ekonomi ma
syarakat, animo para remaja untuk menjadi santri dan ke -
hidupan yang lebih di masa mendatang. Beliau menambahkan,
bahwa tidak sedikit anggota masyarakat yang
anaknya menjadi manusia pintar serta berakhlaq
yang kemudian berguna bagi dirinya,
bangsanya
mendambakan
tinggi,
dan aga-
manya.
Pada penelitian pendahuluan, beberapa
kantor Departemen Agama telah dapat memberikan
personal
bantuan
pula. Misalnya, Wakil Kepala Urusan Pondok Pesantren, pa
da Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi Jawa Ba
rat,
yang
dalam pertemuannya
telah memberikan bebera
pa informasi yang bermanfaat bagi kelanjutan peneliti
an tentang kepesantrenan. Di samping itu pula sejum-
lah leteratur yang ada sangkut pautnya dengan peneliti
an di lapangan telah diserahkan untuk dipergunakan se
bagai bahan bacaan. Sedangkan, Kepala Seksi Perguruan Agama Islam Kantor Departemen Agama
Kabupaten
39
Bandung, telah memberikan penjelasan tentang kepesan
trenan secara global. Beliau sempat memberikan gambar
an beberapa pondok pesantren yang telah
melengkapi
lembaga pendidikannya dengan bentuk Pendidikan Sekolah
di samping bentuk Pendidikan Luar Sekolah. Misalnya, selain membuka pengajian sorogan atau bandungan (weton)
secara
tradisional, juga dibuka pula Madrasah Tsanawi -
yah dan Madrasah Aliyah, bahkan Sekolah Menengah Umum
Tingkat Pertama serta Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas.
Semua informasi ini dijadikan dasar untuk langkah-lang -
kah penelitian seterusnya. (Wawancara tgl. 17 Maret 1989).
Selanjutnya, setelah informasi masuk baik secara
formal maupun informal, maka langkah berikutmya menyelesaikan surat - surat perijinan untuk memasuki lapangan.
Surat tersebut diajukan kepada Direktur Program Pasca
Sarjana (FPS) melalui kantor tata usaha, yang akan dite ruskan kepada Rektor IKIP Bandung. Surat permohonan per
ij inan ini ditujukan kepada : (1) Kantor Sospol Propinsi
Jawa Barat. Karena penelitian akan dilakukan di Kabupa ten Bandung, maka surat dari kantor Sospol Propinsi Jawa
Barat diserahkan kepada kantor Sospol Kabupaten. Demiki
an pula, surat tersebut lalu dibawa ke kantor Kecamatan
Soreang untuk memperoleh surat pengantar ke kantor tem
pat di mana penelitian akan dilakukan. (2) Kantor Wila yah Depag Propinsi Jawa Barat untuk memperoleh
surat
40
pengantar dari kantor Departemen Agama Kabupaten Bnadung.
Pada akhirnya, barulah surat pengantar yang diperoleh da
ri kantor Departemen Agama Kabupaten Bandung dibawa dan
diserahkan ke kantor lembaga pendidikan di tempat peneli
tian akan dilaksanakan. Jadi secara ringkas, surat perijinan ini dapat diperoleh dari kantor Kecamatan setempat
dan dari kantor Departemen Agama Kabupaten, dengan pengajuan permohonan melalui kantor di mana yang bersangkutan
berasal.
2. Pengumpulan Data
Pelaksanaan pengumpulan data banyak diperoleh dari
responden secara perorangan atau dari sekelompok kecil
responden saja. Pengumpulan data tersebut baru dianggap
selesai, apabila sudah merasa puas atau responden sen
diri nampak kecapaian dan jemu; atau bila responden
kurang pandai mengemukakan pendapat serta sudah keha bisan bahan
pembicaraan.
Wawancara yang dilakukan pada tanggal 3 Juli 1989
adalah wawancara yang pertama kali dilaksanakan dengan
Sesepuh pondok pesantren Yamisa. Beliau memberikan pen
jelasan dengan menggunakan bahsa daerah (bahasa Sunda )
sebagai bahasa pengantarnya, yang kadang-kadang diselangseling dengan bahasa Arab.
Pada pertemuan yang pertama ini, penjelasan yang
41
disampaikan bersifat umum.
pondok pesantren;
berdirinya
tujuan pendidikan yang ingin dicapai
secara garis besarnya;
laksanakan lembaga.
Sejarah tentang
pengembangan fisik yang dapat di
Sedangkan penjelasan yang
dengan hadits dan firman Allah
berkaitan
dikemukakan dalam dua ba
hasa, yaitu bahsa Arab dan bahsa lain, misalnya
untuk
memperkuat nilai - nilai luhur yang ingin dicapai melalui
pendidikannya dikemukakan : "Budi pekerti yang tinggi"
merupakan akhlak alkarimah sebagaimana telah dijelaskan nya dalam hadits Nabi yang berbunyi "Innamaa bu'itstu li-
utammimaa makaarimal akhlaaq",
yang artinya "Sesungguh -
nya daku diutus untuk menyempurnakan akhlaq".
Demikian
pula sewaktu mengatakan, bahwa pondok pesantren merupa -
kan warisan para Wali untuk memelihara dan mengembang
kan agama Islam, karena agama Islam menurut
keterangan
adalah agama yang paling sempurna. Dikemukakannya
dalam
firman Allah yang berbunyi : "Alyauma akmaltu lakum
dii-
nakum waatmamtu 'alaikum ni'matii waradhiitu lakumul is laama diina", yang artinya :"Pada hari ini telah
Kusem-
purnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepada-
mu ni'matKu dan Aku telah menyukai Islam itu menjadi aga
mamu". (Al Maidah : 3).
Sejumlah data dan informasi yang berhasil
pulkan dari pembicaraan tersebut,
agar
mudah
pengambilan
pada
segera
waktu
dikum -
dikelompokkan
pengolahan
atau
42
dan menganalisisnya. Demikianlah setiap kali
melakukan
observasi atau wawancara,
informasi
seluruh
catatan
atau data yang diperoleh, setelah tiba di rumah segera
dilakukan pengelompokan.
Wawancara berikutnya dilakukan dengan
sela ku Seksi Kesehatan,
tua Seksi Dakwah.
Ketua
II
yang merangkap pula sebagai Ke
Sehubungan beliau salah seorang
yang
termasuk sangat sibuk dengan pelbagai jenis kegiatan, se
perti pengajar pada SLP dan SLA, juga sebagai anggota DPR
tingkat kabupaten, di samping beliau sebagai seorang ak tivis di pondok pesantren Yamisa. Karena kesibukan inilah
bagi peneliti merupakan suatu kendala dalam keberhasilan,
yang direncanakan untuk melakukan pertemuan dan wawanca -
ra. Rencana terpaksa dirubah dan diisinya dengan kegiatan
lain yang tidak termasuk dalam kegiatan hari itu.
Pertemuan serta wawancara yang paling sering di
laksanakan, walaupun responden sendiri tidak lepas dari
kesibukan pribadinya, hanyalah dengan
Ketua Seksi Ke
pesantrenan. Sebenarnya beliau merangkap pula
kepala
sebagai
Madrasah Aliyah Yamisa Soreang. Bersama beliaulah
wawancara dilaksanakan
untuk
mengumpulkan
informasi yang lebih bebas dan terbuka.
data
serta
Melalui beliau
banyak data dan informasi yang diperoleh dalam wawan
cara untuk seterusnya diolah dan dianalisa.
Pejabat lainnya, yang turut serta dalam mengelola.
43
memelihara
atau
mengembangkan pondok pesantren,
pengurusan
yang berkenaan dengan pendidikan formal
sekolah, maupun yang berkaitan dengan
sekolah di pondok pesantren
Madrasah Aliyah.
baik
di
pendidikan
luar
adalah Ketua Seksi Kurikulum
Beliau banyak mengetahui tentang seluk-
beluk dan sejarah pondok pesantren sejak awal
hingga
sekarang.
B eberapa dokumen penting mengenai Madrasah Aliyah
berada pada tanggung jawabnya. Semua materi yang
berlangsung dikuasainya.
sedang
Dengan penguasaan sejumlah data
dan informasi tersebut, penelitian dapat dilakukan
lebih
mantap dan faktual, sehingga permasalahan yang
ingin
diteliti dapat dikorek, dan dilacak secara radikal.
Tidak kurang pentingnya pengumpulan data
dan
in
formasi yang diperoleh dari beberapa orang santri mukim.
Mereka pun dapat memberikan penjelasan tentang tujuan menuntut ilmu di pondok pesantren, pengalaman tinggal
di
pondok, cara mengatasi kesulitan, cara berkomunikasi an -
tara para santri. Mereka banyak dituntut untuk dapat bel
ajar sendiri, berpikir sendiri, mengurus sendiri, dan menyesuaikan diri sendiri dengan lingkungan
di mana
ia
berada. Dengan kata lain, mereka dituntut untuk
dapat
hidup mandiri, belajar menjadi insan dewasa, yang tidak
selalu menggantungkan diri pada orang lain.
Dari pen-
jelasannya dikemukakan pula, bahwa mereka dibiasakan un
tuk bertanggung jawab, bertindak dan
bersikap
sesuai
44
dengan etika dan materi yang diprogramkan; dibiasakan pu
la hidup sederhana dan selalu mengabdikan diri terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
Penelitian yang dilaksanakan terhadap kegiatan di
pondok pesantren,terutama pada waktu para santri
sedang
melakukan berbagai jenis kegiatan, misalnya pelaksanaan
pengajian sorogan dan bandungan (weton), shalat berjamaah
di mesjid. Tidak berarti, bahwa mencatat itu pun berhenti
selama para santri tidak melakukan kegiatan apa-apa. Ke
giatan pencatatan diteruskan sesuai dengan tujuan
yang
ingin dicapai.
3- Pengelolaan dan Analisa Data
Data-data yang terkumpul, baik yang bersifat ver
bal maupun non verbal, yang diperoleh melalui observasi,
wawancara, studi dokumenter ataupun studi literatur di
lakukan pengolahan. Pengolahan tersebut diawali dengan
pemeriksaan berkas, catatan, dokumen dan isi kaset yang
diperoleh pada wawancara tersebut di atas. Semua hasil
wawancara yang telah diperiksa, lalu dipilih dan dipisah
Pisahkan untuk dikelompokkan berdasarkan jenis kegiatan,
lalu digabungkan dengan hasil pengelompokan lain
yang
telah dikerjakan sebelumnya. Sekali lagi dokumen serta
catatan-catatan lainnya diamati dan diteliti ulang, lalu
diberi tanda atau kode tertentu menurut jenisnya tadi,
sehingga memudahkan pelaksanaan pengolahan selanjutnya.
45
Seluruh catatan hasil observasi maupun hasil wa
wancara yang sejenis dan telah diberi kode itu dikum
-
pulkan dijadikan satu, sehingga hanya terdapat beberapa
berkas, yang setiap stop map hanya berisi satu
jenis
kegiatan.
Setelah pengorganisasian dan pengolahan sejumlah
data dan informasi hasil pengumpulan di lapangan,
lalu
dilanjutkan dengan penganalisaannya, sehingga akhirnya
dapat menghasilkan suatu gambaran hasil penelitian yang
mampu memberikan jawaban serta memecahkan masalah
dirumuskan pada halaman "Rumusan Masalah" di muka.
yang
... dan adakanlah musyawarah dengan
mereka
dalam
beberapa urusan, dan
bila engkau telah mempunyai keputusan yang tetap, percayakanlah dirimu
kepada Tuhan, sesungguhnya Tuhan
itu menyukai orang-orang yang
mem-
percayakan dirinya kepadaNya. (Q.S.
3 : 159)
BAB
7
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A* PENGERTIAN DASAR PONDOK PESANTREN SERTA KOMPONENKOMPONENNYA
1. Pengertian Dasar Pondok Pesant ren
Hasil wawancara dengan Ketua Seksi
Kepesantrenan
tanggal 28 Juli 1989 di ruang kerjanya telah menjelaskan
atas pertanyaan yang diajukan tentang pengertian pondok
pesantren. Beliau menunjukkan beberapa sumber yang men
jelaskan arti PONDOK PESANTREN. Sumber-sumber tersebut
antara lain (a) Informasi dari Kantor Wilayah Departe men Agama Propinsi Jawa Barat; (b) Ramus Muhamad Zain ;
(c) Edaran Ditjen Bimbaga Islam 1982 : 1 ; (d)
Media
Pembinaan Depag 197 6 : 3 dan (e) Penjelasan dari Habib
Chirzin dalam literaturnya 1982 : 82.
Dari beberapa sumber yang dikemukakan tersebut
beliau memberikan suatu kesimpulan, bahwa
pengertian
pondok pesantren mempunyai ciri yang sama, yaitu meru
pakan suatu lembaga pendidikan dan pengajaran agama Is
lam yang diberikan secara non klasikal oleh seorang (le
bih) Kyai kepada para santri tentang kitab-kitab
yang
ditulis dalam bahasa Arab oleh ulama-ulama besar. Pon
dok sebagai tempat tinggal para santrinya dan mesjid
sebagai pusat lembaganya. Dengan kata lain pengertian
62
63
™ PES™ ^ ^> P-aidikan islam _y
dilaksanakan dengan sistem asrama dengan Kyai yang me-
yang
n3ajarkan agama kepada para santrinya. Mesjid sebagai
pusat lembaganya.
•
i"»- Ilihnf
liinat ,*«,«•
definisi
PLS, h. 14).
2- ^^^^ESSSILjLjSom^^
Kesimpulan yang dikemukakan tersebut. beliau le-
bxh Jauh menguraikan tentang pengertian komponen serta
segala sesuatunya yang terkandung di dalamnya. Sebutan
Pondok pesantren hanya akan terjadi. apabila di dalam
nya terdapat komponen-komponen berikut =(a) Pondok;(b,
Kyai; (C) Para santri- i*\ r,
santri, (d) Pengajaran kitab-kitab klasxk dan (e) Mesjid. Penjelasan
tiap-tian v
j
=a" xiap-tiap komponen ter
sebut diuraikan sebagai
/M» 5-IX-1982
=
a i berikut
DeriKut. (Mp
: 24).
a.
Pondok
Pondok merupakan suatu asrama pendidikan Iulm
tradisional. yaitu tempat tinggal dan belajar bersama
bagr para santri di bawah asuhan dan pengawasan Kyai-
nya- Pada pesantren yang besar. para santrinya berda -
tangan dari tempat sekitar pesantren. bahkan dari tem-
Pat yang Jauh dari pesantren. Sering terjadi pada pe
santren. bahwa Jumlah para santri yang menghuni pondok
tidak setaba„g dengan luas kamar (kobong, pada po„dok
Vang tersedia. yaitu luas kobong sekitar sembilan meter
Persegi dihuni oleh belasan santri. Karena itulah
-ka beberapa orang santri terpaksa harus tidur di
64
serambi mesjid ketika malam hari tiba. Sedangkan para
santri yang datang dari sekitar pesantren biasanya ha
nya datang ke pesantren pada waktu pengajian di mesjid
akan dilaksanakan.
b. Kyai
Kyai merupakan sentral yang harus dihormati dan
disegani oleh para santri dan masyarakat sekitarnya. Me
reka sering menganggap, bahwa menghormati Kyai sama ar-
timya dengan menghormati ilmu, karena Guru/Kyai merupa kan washilah (perantara) dalam memperoleh ilmu. Ketua
Seksi Kepesantrenan mengutip ucapan seorang ulama,
LEMBAGA PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN YAMISA SOREANG
KABUPATEN BANDUNG DALAM PROSES
MEMBENTUK KEMANDIRIAN
PARA SANTRI
Diajukan kepada Panitia Ujian Tesis
Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung
untuk memenuhi sebagian syarat
Program Pasca Sarjana
Bidang Studi Pendidikan Luar Sekolah
Oleh
Mamat
No.
Abdurachman
Pokok : 755/C/XIX-ll
FAKULTAS
INSTITUT
KEGURUAN
PASCA SARJANA
DAN ILMU PENDIDIKAN
BANDUNG
1991
TESIS INI DISETUJUI UNTUK UJIAN TAHAP II OLEH
/
PROF.
^
DR.
ACHMAD SANUSI
Pembimbing I
Pembimbing II
R.
RUSLI
LUTHAN
Pembimbing III
FAKULTAS
PASCA SARJANA
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
BANDUNG
1991
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR
±
DAFTAR ISI
vi
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR TABEL
BAB
BAB
ix
]_
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
i
B. Alasan Penelitian di Pondok Pesantren ..
C. Rumusan Masalah
3
6
D. Tujuan Penelitian
8
E. Kegunaan Hasil Penelitian
9
13
II RUANG LINGKUP PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
A. Asal-usul dan Definisi Pendidikan
Luar
Sekolah ( PLS )
13
B. Konsep dan Program Pendidikan Luar Seko
lah ( PLS )
15
C. Konsep Pendidikan Seumur Hidup
18
D. Lembaga Pendidikan Pondok Pesantren Tradisional memiliki ciri-ciri Pendidikan
Luar Sekolah ( PLS )
BAB
22
III PROSEDUR PENELITIAN
A. Metode Penelitian
22
B. Wilayah Penelitian
24
C. Instrumen Pengumpulan Data
28
D. Prosedur Pengumpulan Data dan
BAB
20
Informasi 33
IV PERKEMBANGAN FUNGSI LEMBAGA PENDIDIKAN PON
DOK PESANTREN YAMISA SOREANG
47
A. Latar Belakang yang melandasi bentuk Lem
baga Pendidikan Pondok Pesantren Tradi -
sional di Pedesaan dipertahankan
47
B. Sebab-sebab Lembaga Pendidikan Pondok Pe
santren berkembang
vx
-51
C
Perbedaan-perbedaan yang nampak antara Pen
didikan Sekolah dan Pendidikan Luar Sekolah
D. Nilai-nilai Luhur yang ingin dicapai Lemba
52
ga Pendidikan Pondok Pesantren
55
62
BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A. Pengertian Dasar Pondok Pesantren serta Komponen-komponennya
1. Pengertian Dasar Pondok Pesantren
2. Komponen-komponen Pondok Pesantren
B. Latar Belakang yang melandasi bentuk Lemba
52
62
63
ga Pendidikan Pondok Pesantren Tradisional
di Pedesaan dipertahankan
C. Sebab-sebab Lembaga Pendidikan di Pondok Pe
santren berkembang
67
Q1
D. Motivasi terjadinya Alih Fungsi Lembaga Pen
didikan Pondok Pesantren Tradisional ( Nonformal ) kepada bentuk Pendidikan Sekolah
93
E. Perbedaan-perbedaan yang nampak antara pen
didikan di Pondok Pesantren Tradisional de
ngan Pendidikan Sekolah
95
F. Nilai-nilai Luhur yang ingin dicapai Lemba
ga Pendidikan Pondok Pesantren
100
1. Fungsi Ilmu
10Q
2. Macam-macam Nilai Luhur
102
3. Pasca Pesantren
113
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
121
121
B- Saran - saran
131
DAFTAR KEPUSTAKAAN ..
138
LAMPIRAN - LAMPIRAN ...
143
vii
DAFTAR
GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Skema Wewenang Pondok Pesantren
37
Gambar 2 Posisi Pengajian di Mesjid
49
Gambar 3 Posisi Pengajian Bentuk Lingkaran
73
Gambar 4 Posisi Pengajian Bentuk Setengah Lingkaran
74
Gambar 5 Posisi Pengaj ian Bentuk U
74
Gambar 6 Posisi Pengaj ian Bentuk Shap
74
Gambar 7 Posisi Pengajian Bentuk U Ganda
75
Gambar 8 Posisi Pengajian Bentuk Shap Berlapis ..
75
Gambar 9 Geneologi Sosial Keturunan Kyai Sihah ..
Pondok Pesantren Tambakberas, Jombang,.. i2n
vm
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Daftar Rekapitulasi Pondok Pesantren se In
donesia Tahun 1982
89
Tabel 2 Nama dan Data Potensi Pondok Pesantren se luruh Indonesia Tahun 1984 - 1985
IX
90
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Akhir-akhir ini,
banyak pondok pesantren
yang
mengubah lembaga pendidikannya dari Pendidikan Luar Se
kolah menjadi Pendidikan Sekolah.
kolah
Pendidikan Luar
Se
sebenarnya merupakan ciri yang sudah lama dike -
nal masyarakat dari jenis pendidikan di pondok
tren tradisional.
pesan -
Ciri tersebut yang terkandung
tradisi pendidikannya antara lain meliputi :
dalam
(1) Tidak
adanya ketentuan usia harus sama; (2) Lulusan
pondok
pesantren tidak memperoleh ijazah, tetapi memiliki
terampilan yang dimanifestasikan dalam sikap dan
ke-
peri-
laku; (3) Pengajaran tidak berjenjang secara ketat; (4)
Kurikulum disusun sendiri, yang didasarkan
sepenuhnya
kepada nilai-nilai agama; (5) Lama pendidikan dilakukan
tidak mengenal batas waktu; (6) Lembaga pendidikan
di
laksanakan oleh swasta; (7) Melibatkan partisipasi
su-
karela dan partime; (8) Penghematan sumber dengan
me-
manfaatkan fasilitas dan tenaga yang ada; (9) Tidak di
lakukan ujian masuk secara selektif; (10) Seleksi
tadz berdasarkan kemampuan,
bukan
ijazah yang
us-
dimi -
likinya; (11) Ketiadaan sentralitas, struktur hierarkhi
yang mengikat.
Pondok pesantren tradisional
banyak
berlokasi
di pedesaan, bahkan jauh dari pengaruh-pengaruh
kota.
Mereka belum bersedia mengintegrasikan pengetahuan
umum
ke dalam kurikulumnya, dalam arti masih tetap memperta -
hankan tradisi yang sudah lama dikenalnya. Metode
pe-
nyampaian pelajaran banyak digunakan melalui sorogan dan
pengajian bandungan atau weton. Para santri yang datang
dari tempat jauh diperbolehkan untuk bermukim (menetap)
di pondok, sedangkan para santri yang datang dari tempat
sekitar pondok pesantren hanya datang pada waktu - waktu
pengajian dilaksanakan. Para santri tersebut
berturut-
turut disebut SANTRI MUKIM dan SANTRI KALONG. Kehidupan
di pondok pesantren sering dibiasakan dalam keadaan yang
sangat sederhana, masak sendiri, tidur dalam
beberapa
orang dalam satu kamar yang sempit dan Iain-lain.
Karena itu, tidak kurang sarjana yang
melukiskan
kehidupan santri di pondok pesantren dengan nada supaya
segera dilakukan peninjauan dan perbaikan seperlunya da
lam hal-hal tertentu.
Para sarjana tersebut antara lain : Van den Berg,
Hurgronye,
I.J. Brugmans, J.F.G. Brumund,
Harthoorn,
K.F. Creutzberg, dan J. Hardeman menggambarkan
dengan
isi serta tekanan yang sama mengenai pondok pesantren,
yaitu bahwa pondok pesantren itu mempunyai bangunan yang
sederhana dan terletak dalam lingkungan pesantren
itu
sendiri; para santri memiliki cara hidup yang sederhana;
sikap dan perilakunya menunjukkan suatu kepatuhan
ter-
hadap Kyai di pesantrennya; para santri mempelajari kitab-kitab Islam klasik sebagai pelajaran dasar; kehidup
an di pesantren cukup diliputi kesusahan dan keprihatinan, ke tidak teraturan,ke tidak bersihan dan
kesehatan
yang terlantar.
B. ALASAN PENELITIAN DI PONDOK PESANTREN
Sebagaimana gambaran yang telah dikemukakan para
sarjana tersebut, seperti keadaan bangunan dengan segala
kesederhanaannya; para santri dengan segala sikap
dan
perilakunya; materi pelajaran dengan semua sumber kitab
klasiknya; serta pemeliharaan kesehatan dengan
segala
kekurangannya cukup menghimbau jajaran lembaga pendidik
an pondok pesantren khususnya dan menggugah ummat Muslim
pada umumnya.
Karena itu deskripsi tentang kondisi fisik
dan
non fisik yang dikemukakan itu, sudah sanggup mengundang
spontanitas para pengelola pendidikan agar secepatnya
meninjau kembali lembaganya. Kesimpulan yang diperoleh
serta revaluasinya, terlepas dari benar atau
tidaknya
suatu permasalahan, pengelola menganggap perlu
adanya
usaha-usaha perbaikan, penyempurnaan atau perubahan dan
sistem pendidikan yang lebih sempurna.
Berkaitan dengan masalah tersebut, berikut
dikemukakan beberapa alasan lain tentang maksud dan
ini
tu-
juan melakukan penelitian di pondok pesantren, yaitu (1)
adanya kekurangan dan kepincangan yang terjadi dalm ke
hidupan di suatu lembaga pendidikan pondok
pesantren
sebagaimana diuraikan para sarjana di atas; (2)
Selaku
ummat Muslim, merasa terpanggil untuk turut serta bersa-
ma-sama bertanggung jawab atas lajunya lembaga pendidik
an pondok pesantren; (3) Mencari jawaban atas pertanyaan
yang sering ditemukan para masyarakat tentang pondok pe
santren, misalnya mengapa masyarakat di pedesaan
masih
tetap memelihara dan mempertahankan sistem pendidikan di
pondok pesantren tradisional; dan sebaliknya mengapa di
kota-kota atau di pusat keramaian banyak pondok
pesan-
trenyang menyempurnakan atau merubah sistem pendidikan nya; (4) dan seterusnya.
Selanjutnya, salah satu pondok pesantren
yang
dapat memenuhi tujuan penelitian adalah PONDOK
PESAN -
TREN YAMISA Soreang. Adapun alasan terpilihnya
pondok
pesantren tersebut, antara lain : (1) Para
santrinya
datang dari berbagai pelosok daerah Soreang; (2)
Letak
pondok pesantren berada di antara kota dan desa;
(3)
Jarak pondok pesantren dengan pusat informasi
tidak
terlalu jauh; (4) Pondok pesantren itu sendiri
telah
memiliki dua bentuk lembaga pendidikan, yaitu Pendidikan
Luar Sekolah dan Pendidikan Sekolah.
Demikian pula,
kehidupan pada
saat
ini
jauh lebih baik bila dibandingkan dengan kehidupan
sudah
ma-
syarakat pada zaman penjajahan. Mereka
sudah
memahami
tentang harga diri, sudah tahu kedudukan di mana
harus
berada dan mengerti pula apa yang harus ia bicarakan.Ke-
majuan ini nampaknya telah seirama dengan
perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Bangsa Indonesia
telah
menjadi warga negara yang kritis serta dinamis. Kenyataan ini nampak dengan adanya (1) makin luasnya jangkauan
hidup masyarakat; (2) berubahnya pola berfikir mereka;
(3) cara bertindak; (4) gaya berbicara; (5) bahkan
sam-
pai pada cara penampilan dalam berpakaian. Dinamika ke
hidupan yang dimanifestasikan pada sikap dan perilakunya
seperti ini, memaksa sistem pendidikan pondok pesantren
yang sudah baku dan sudah lama dikenalnya harus dilaku -
kan penyempurnaan atau perubahan seperlunya. Dengan cara
demikian, diharapkan stabilitas status pesantren sebagai
lembaga pendidikan akan senantiasa mampu memimpin masya
rakat di shap paling depan serta lembaga ini tetap
di-
anggap sebagai pusat ilmu dan pendidikan.
Masyarakat awam di pedesaan sering
kebingungan
dengan banyak ragamnya pendidikan yang diberikan pondok
pesantren, terutama variasi hasil pendidikan yang dima
nifestasikan pada masyarakat. Pada hal, bila mereka mengetahui, walaupun banyak lembaga pendidikan serta
aneka ragam pula bidang studinya yang diberikan,
ber-
namun
pada dasarnya sistem pendidikan yang dilaksanakan hanyalah tiga bentuk, yaitu :
1. Pendidikan Sekolah,
yaitu pondok pesantren
yang telah mengganti dan merombak seluruh sistem pendi
dikan tradisionalnya, lalu beralih fungsi dari
bentuk
Pendidikan Luar Sekolah ke bentuk Pendidikan Sekolah. Sebutan pondok pesantren berubah menjadi madrasah atau se
kolah, misalnya Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madra sah Aliyah atau SD, SMP dan SMA.
2. Bentuk luar sekolah, yaitu pondok pesantren yang
melaksanakan sistem pendidikannya dengan cara tradisinya yang lama (lihat thesis ini halaman 1).
3. Pendidikan bentuk gabungan, yaitu pondok pesan -
tren yang telah menggabungkan lembaga pendidikannya anta
ra bentuk luar sekolah dengan bentuk sekolah. Di samping
mempertahankan sistem tradisionalnya yang baik, juga dilengkapi dengan beberapa ketentuan yang diatur oleh De
partemen Agama atau Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia. Karena adanya integrasi ini,
pada pondok pesantren timbul istilah baru untuk
maka
tujuan
yang ingin dicapai, yaitu MENGINTELEKKAN ULAMA DAN MENGULAMAKAN INTELEK.
C. RUMUSAN MASALAH
Dari uraian di atas, nampak rumusan masalah
se
bagai berikut :
Pondok pesantren, sebagai
lembaga
pendidikan
telah sempat melaksanakan
fungsinya.
Mereka
telah
banyak membantu mencerdaskan bangsa, menghasilkan ula
ma dan pemimpin-pemimpin masyarakat,
menyebarkan dan
mengembangkan agama Islam. Akhir-akhir ini, banyak pon
dok pesantren yang mengembangkan dirinya dengan
nyempurnakan
me-
atau melengkapi sistem pendidikannya,
di
samping pendidikan kepesantrenan dalam bentuk tradisio
nal, juga melaksanakan pendidikan dalam bentuk
formal
seperti sekolah-sekolah umum dan madrasah. Perubahan ini
terutama banyak terjadi pada pondok pesantren yang berlokasi di pusat=pusat kota. Sebaliknya, pondok pesan
tren yang berada di pedesaan masih tetap berusaha un
tuk mempertahankan fungsi tradisi lamanya dalam bentuk
Pendidikan Luar Sekolah Rumusan masalah tersebut
dituangkan dalam bentuk pertanyaan berbunyi
berikut
bila
sebagai
:
1. Faktor-faktor apa yang menyebabkan pondok pesan
tren di pedesaan masih banyak yang mempertahankan fung
si pendidikan tradisionalnya dalam bentuk pendidikan di
luar persekolahan ?
2. Faktor-faktor apa yang menyebabkan perubahan pon
dok pesantren, terutama pondok pesantren yang berada di
pusat kota cenderung mengintegrasikan dirinya di antara
Pendidikan Luar Sekolah dan Pendidikan Sekolah dalam ben
tuk madrasah-madrasah atau sekolah-sekolah umum ?
3. Apa saja yang berubah dalam pondok pesantren
di, sehingga nampak adanya
beberapa perbedaan
lembaga pendidikan pondok pesantren tradisional
ta-
antara
dengan
lembaga pendidikan persekolahan.
4. Nilai-nilai luhur apa yang ingin dicapai
lembaga pendidikan pondok pesantren,
oleh
baik melalui pen -
didikan di pondok pesantren tradisional,
maupun pendi -
dikan di pondok pesantren yang sudah mengalami
banyak
perubahan ?
D.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian yang dilaksanakan selama
bulan di lapangan
enam
antara lain untuk mencari :
a. latar belakang yang melandasi bentuk lembaga pen
didikan pondok pesantren di pedesaan, yang masih tetap
mempertahankan
fungsi tradisi pendidikannya dalam
tuk pendidikan
di luar persekolahan.
b. sebab-sebab yang melandasi pengembangan
lembaga pendidikan di pondok pesantren,
lembaga cenderung
ben
bentuk
sehingga bentuk
berubah dari lembaga Pendidikan
Luar
Sekolah ke lembaga Pendidikan Sekolah dalam bentuk mad
rasah-madrasah
atau bentuk sekolah-sekolah umum.
c. perbedaan yang nampak, terutama perbedaan
yang
ditimbulkan oleh adanya kecenderungan pengembangan fung
si lembaga Pendidikan Luar Sekolah dengan lembaga Pendi
dikan Sekolah.
d. nilai-nilai luhur yang ingin dicapai oleh lembaga
pendidikan pondok pesantren, baik pondok pesantren
disional, maupun pondok pesantren yang sudah
tra
mengalami
pengembangan atau perubahan.
E.
KEGUNAAN HASIL PENELITIAN
!• Informasi dalam Pendidikan
Hasil penelitian, yang berupa informasi atau data
dari lapangan dapat memberikan sumbangan untuk keleng kapan dan perbaikan dalam pendidikan, misalnya informasi
yang diterima dari pondok pesantren Yamisa tentang (1)
proses belajar mengajar mengalami hambatan,
dikarenakan
sarana dan prasarana masih harus dilengkapi; (2) pengem
bangan bidang studi tertentu belum dapat
sesuai program, disebabkan para pakar yang
dilaksanakan
diperlukan
masih harus diusahakan pengadaannya; dan setervsnya.
2. Bagi lembaga yang terkait
10
Hanya dengan melalui penelitian yang seksama dan
cermat, lembaga yang terkait dapat memprediksi lebih
positif langkah-langkah yang perlu diambil untuk menca pai suatu kesempurnaan pendidikan. Kelengkapan data dan
informasi dapat mendukung pembuatan keputusan pendidikan
yang tepat.
3- Studi pendidikan di masyarakat
Tujuan Pendidikan Nasional ialah meningkatkan ke-
takwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, kete -
rampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah
air, agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan
Yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama- sama
bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
Karena itu, manusia akan menjadi insan yang berkualitas
setelah melalui pendidikan. Selanjutnya pendidikan itu
sendiri tidak mungkin diterapkan tanpa adanya sekumpulan
masyarakat yang akan menerimanya. Dengan kata lain
an
tara pendidikan dan masyarakat tak dapat dipisahkan ,
ibarat air dengan ikannya. Hanya yang menjadi persoalan
adalah pendidikan mana, yang akan diambil lebih
dulu.
Apakah Pendidikan Luar Sekolah seperti pendidikan yang
dilaksanakan di pondok pesantren dan kursus-kursus; atau
pendidikan bentuk
sekolah seperti yang dilaksanakan
di sekolah-sekolah dan madrasah.
11
Dari hasil penelitian, diperoleh data dan infor -
masi tentang pelaksanaan kedua jenis pendidikan tersebut
yaitu di satu pihak Pendidikan Sekolah yang dilaksanakan
pada madrasah dan sekolah-sekolah umum; di lain pihak
Pendidikan Luar Sekolah berjalan pula dalam bentuk pengajian. Jadi,Pendidikan Sekolah dan Luar Sekolah dilakukan
masyarakat bersama-sama sejak awal hingga akhir hayat .
Sedangkan perbedaan yang berkaitan dengan pelak sanaan kedua bentuk pendidikan tersebut sertajenis-
jenis pengajian akan diuraikan lebih Ianjut pada
IV.
Bab
Barangsiapa menghendaki kesejahteraan
dunia harus ditempuh dengan ilmu. Ba
rangsiapa menghendaki kebahagiaan di
akhirat harus ditempuh dengan ilmu.
Dan barangsiapa menghendaki keduanya,
maka harus ditempuh dengan ilmu pula.
(Al Hadits).
BAB
III
PROSEDUR PENELITIAN
A. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan melalui pendekatan kua-
litatif dengan menggunakan tehnik partisipasi aktif. Maksud penggunaan metode tersebut. agar dapat menggambarkan
hasil penelitian secara terurai melalui integrasi dan in-
tlmasi dengan Kyai. Wakil Ajengan. para Asatidz dan para
santri pondok pesantren. Dengan integrasi dan inttaasi da
pat mengamati semua kegiatan interaksi yang terjadi sepan
jang nari di pondok pesantren. atau di luar sekitar pondok
pesantren. Di saving itu pula. penggunaan metode ini di-
karenakan tidak dilakukan nipotesa. melainkan didasarkan
atas jawaban dari beberapa pertanyaan penelitian yang ber-
orientasi kepada permasalahan yang sedang diteliti.
Jadi penelitian dengan partisipasi aktif ini, men3-
nasilkan deskripsi yang faktual. cermat, terinci mengenai
keadaan lapangan. kegiatan dan situasi sosial. auga kontek
a, mana kegiatan itu terdadi dapat diperoleh berkat adanya
Penelitian tersebut melalui penga^atan secara langsung (Ma.
sution. 1989 ,59). selanjutnya, penelltiM observasi ^^
t-iPasi dapat memberikan manfaat yang lebih jauh dan mendalam. sebagaimana dikemukakan oleh „.Q. Patton :(1, de
ngan berada di lapangan akan lebih mampu memahami konteks
*ata dala. keseluruhan situasi.
22
sehingga
diperoleh
23
pandangan yang holistik; (2) pengalamnan langsung memungkinkan dapat menggunakan pendekatan induksi yang tidak dipengaruhi oleh pandangan dan konsep-konsep sebelumnya.
sehingga membuka kemungkinan melakukan penemuan; (3) da
pat melihat hal-hal yang kurang atau tidak dapat diamati
orang lain, khususnya orang yang berada dalam llng.
kungan itu. karena dianggap sudah biasa dan karenanya
tidak terungkapkan dalm „a„ancara; ,4, dapat menemukan
hal-hal yang sedianya tidak akan terungkapkan
oleh
responden dalam „a„ancara karena bersifat sensitif. daPat merugikan nama lembaganya; ,5) dapat pula menemukan
hal-hal yang berada di luar persepsi responden. sehingga
memperoleh sustu gambaran yang lebih komprehensif, (6)
di samping memperoleh pengamatan yang menghasilkan
pe
ngumpulan data yang kaya. juga memperoleh kesan - kesan
pribadi.
Dengan memperhatikan butir-butir tersebut di atas
n>aka hasil yang maks^al tentang data dan informasi di
lapangan hanya diperoleh apabila semua kegiatan di la
pangan dapat dilakukan secara langsung dengan responden
-lalui integrasi dan int^asi. Kegiatan -kegiatan yang
^aksud antara lain meliputi shalat berjama'ah yang li-
- waktu. pengajian-pengajian di mesjia dan sebagainya
sehingga nampak menyatu dalam berbagai aktivitas.
Perilaku Kyai atau Wakil Ajengan ,WA,. serta para
24
santri dalam mencapai tujuannya untuk keberhasilan pro ses belajar mengajar di bidang pendidikan keagamaan di -
kemukakan berdasarkan data kualitatif. Karenanya, dapat
terungkapkan secara mendetail, mendalam serta kompre hensif, walaupun dalam beberapa hal ada yang kurang
memuaskan disebabkan adanya keterbatasan -
keterbatasan
tertentu.
B.
WILAYAH PENELITIAN
Sebelum sampai kepada wilayah dan subyek peneliti
an, terlebih dahulu dikemukakan informasi yang dijadikan dasar pemilihan tempat penelitian, yaitu :
Wakil Kepala Urusan Pondok Pesantren Kantor wila -
yah Departemen Agama Propinsi Jawa Barat, menginformasi -
kan di kantornya pada tanggal 17 Maret 1990 tentang jumlah pondok pesantren yang ada di wilayahnya. Menurut catatan hasil sensus tahun 1982, di Jawa Barat sudah ter-
daftar 1.727 pondok pesantren dengan jumlah santrinya
meliputi 200.122 orang. Selanjutnya, dijelaskan
pula
bahwa pondok pesantren yang ada di bawah
wewenangnya
terdiri dari beberapa bentuk lembaga. Misalnya, pondok
pesantren tipe salafi, yaitu pondok pesantren yang mem
pertahankan sistem sorogah dan weton dengan pengajaran
agama seratus persen; ada pula pondok pesantren tipe
khalafi, yaitu di pondok pesantren terdapat banyak lem
baga pendidikan seperti Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah
25
dan Aliyah, juga sekolah umum seperti SD, SMP dan SMA.
Informasi lain, yang diperoleh pada saat peneliti
an pendahuluan dari seorang tokoh masyarakat, yaitu ketua
RT kampung Cidalima yang pekerjaan sehari-harinya sebagai
guru SD Soreang mengemukakan, bahwa pada pondok pesantren
Yamisa telah berdiri madrasah dan sekolah - sekolah umum.
Para santri dan
siswanya berdatangan dari semua pelosok
sekitar kecamatan Soreang. Pengajian umum, yang peserta nya heterogen diadakan seminggu sekali,
dan setahun sekali.
sebulan
(Wawancaia Tgl. 18 Maret 1990).
Atas dasar informasi yang diterima,
Kanwil
Depag
sekali
baik
dari
Propinsi Jawa Barat Urusan Pondok Pesan
-
tren, maupun informasi yang diperoleh dari beberapa tokoh
masyarakat, maka PONDOK PESANTREN YAMISA Soreang Kabupa ten Bandung diangkat untuk dijadikan tempat penelitian.
Adapun alasan terpilihnya pondok pesantren terse -
but dijadikan tempat penelitian, adalah atas
beberapa
pertimbangan, antara lain :
a. PARA SANTRINYA. Mereka berdatangan dari berbagai
pelosok sesuai dengan lokasi pondok pesantren yang letaknya di persimpangan empat, yaitu jurusan Bandung, Ciwidey, Banjaran dan Cililin. Karenanya, terjadi suatu
integrasi dari bermacam-macam tingkat kehidupan,
dan kebiasaan melalui interaksi di antara mereka.
sosial
26
b. LETAK PONDOK PESANTREN. Karena letaknya ada di an
tara kota dan desa, maka kehidupan dan kebiasaan para
santri di pondok pesantren pun terdiri dari dua jenis
kebiasaan. Di satu pihak kebiasaan yang dibawa para san
tri yang berasal dari desa,
dan di pihak lain
adalah
kebiasaan yang dipengaruhi oleh tradisi kota.
Tugas
lembaga pendidikan pondok pesantren adalah mengintegrasikan kedua budaya tersebut menjadi satu budaya, yaitu bu
daya pondok pesantren dengan segala tata cara kehidupan nya.
C JARAK PONDOK PESANTREN DARI PUSAT KOTA. Perbaikan,
serta pengembangan lembaga pendidikan tidak terlepas da
ri kebutuhan sarana di samping para ilmuwan sendiri se
bagai pembinanya. Kota merupakan sumber sarana
dan
prasarana, tempat berkumpulnya para pakar dan
sumber
informasi. Pondok Pesantren Yamisa tidak akan banyak
kesulitan dalam menghadapi berbagai masalah, sebab pemecahan masalah bisa segera dilakukan melalui komunikasi
dengan semua sumber yang ada di kota. Jarak pondok pe
santren dengan kota tidak terlalu jauh, sehingga komuni kasi dapat dilakukan setiap saat.
d. PONDOK PESANTREN YAMISA TELAH MEMILIKI DUA
BEN
TUK LEMBAGA. Pertama, Pendidikan Luar Sekolah yang melaksanakan fungsinya melalui pengajian sorogan dan bandungan (weton): kurikulum dan proses belajar mengajarnya
27
diatur sendiri. Kedua, Pendidikan Sekolah berupa madrasah
dan sekolah umum. Sistem pendidikan dan kurikulum
kegiatan proses belajar mengajarnya sudah mengikuti
serta
ke-
tentuan yang dirancang Departemen Pendidikan dan Kebuda •yaan atau Departemen Agama Republik Indonesia; karena itu
dengan daerah mana saja di wilayah
Republik
Indonesia
pendidikan yang dilaksanakan pondok pesantren Yamisa akan
memiliki pola dan jangkauan yang sama.
e. Tujuan pendidikan akhir yang ingin dicapai lembaga
pendidikan adalah membentuk manusia seutuhnya
yang
mampu mandiri. Tujuan inilah yang mendorong pondok pe
santren mencoba meningkatkan pendidikan keterampilan di
samping pendidikan kepesantrenan dan ilmu pengetahuan
umum, dengan harapan lulusan pendidikan di pondok pesan
tren Yamisa menjadi manusia taqwa, berilmu dan mampu hi
dup mandiri melalui keterampilan yang pernah dipelajarinya. (Ditjen Binbaga Islam 1982 : 2).
Pendidikan Luar Sekolah yang dilakukan berupa pengajian - pengajian, langsung diawasioleh Ketua
Seksi
Kepesantrenan, sedangkan kegiatan serta situasi di da
lam pondok sepanjang hari dibantu oleh para santri se
nior dan lurah pondok. Kegiatan operasional pengajian
sorogan di mesjid diasuh oleh para santri yang
sudah
duduk di kelas empat ke atas, sedangkan kegiatan pengajian bandungan dibina oleh Kyai atau Wakil Ajengan.
Sasaran penelitian
pada
prinsipnya
diutamakan
28
Kyai, Wakil Ajengan (WA), para Asatidz, para santri
de
ngan segala kegiatan yang terjadi di pesantren sepan -
jang hari, di samping lokasinya sebagai tempat kegiat an. Situasi sosial yang menjadi sasaran penelitian hanyalah disebut lengkap, apabila mengandung tiga unsur, yaitu
tempat, pelaku dan kegiatannya (Nasution, 1988 : 43).
Unsur-unsur tersebut memegang peranan penting
di
dalam proses terjadinya interaksi sosial, hingga
dapat
memberikan jawaban terhadap pertanyaan - pertanyaan yang
diajukan, misalnya : (1) tentang sebab - sebab yang me
landasi bentuk-bentuk pondok pesantren tradisional yang
mempertahankan lokasinya di pedesaan; (2) tentang bentuk
lembaga Pendidikan Sekolah dan Luar Sekolah serta bebera
pa perubahannya,
yang mungkin
akan
terjadi di
masa
mendatang; (3) tentang nilai - nilai luhur yang ingin di
capai oleh semua bentuk pondok pesantren,
baik tradisi
onal maupun pesantren yang sudah mengalami perubahanperubahan seperlunya sesuai dengan perkembangan pengeta huan dan tehnologi; (4)
C
dan sebagainya.
INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA
Instrumen pengumpulan data adalah pelaku peneliti
an sendiri. Sedangkan pelaksanaan penelitiannya dilakukan
melalui beberapa cara, yaitu observasi, wawancara, studi
dokumentasi dan studi literatur.
!• Observasi atau Penqamatan
29
Observasi adalah salah satu cara yang
biasa
dilakukan untuk memperoleh sejumlah data serta informasi
melalui pandangan dan pendengaran tentang keadaan yang
sebenarnya. Pengumpulannya dilakukan dengan cara yang
wajar,
artinya tidak melalui usaha yang disengaja untuk
mempengaruhi atau mengatur dan memaksanya
menerima kehendak
si pelaku penelitian.
agar mau
Observasi dia -
rahkan kepada sasaran sebagai berikut : (a) sikap
dan
perilaku para santri; (b) kegiatan Kyai, Wakil Ajengan
dan para Asatidz sepanjang hari; (c) tempat tinggal para
santri (kobong) yang disediakan di pondok; (d) peralatan dan kelengkapan lainnya yang selalu digunakan dalam
kegiatan; (e) tempat yang digunakan untuk pengajian sorogan dan bandungan (weton); (f) waktu dan situasi pada
saat pengajian dilaksanakan; (g) posisi pengajian beserta
metode yang dipakai untuk menyampaikan materi; (h) jenisjenis keterampilan lainnya di samping pengajian yang di
laksanakan para santri; dan Iain-lain.
2. Wawancara atau Interv lew
Penelitian dengan bantuan observasi tentu saja
masih kurang, karena terdapat beberapa hal yang
tidak
terungkapkan melalui observasi, misalnya perasaan sedih
seseorang yang
tidak nampak pada perubahan
air
muka.
Untuk mengatsi masalah semacam ini,,makaidipandang perlu,
bahwa observasi dilengkapi dengan wawancara.
30
Segala sesuatu yang tidak nampak serta tersembunyi
hanya dapat dikorek melalui wawancara. Dengan
wawancara
diharapkan dapat memasuki dunia pikiran dan
perasaan
responden. Selanjutnya, data yang diperoleh dengan wawan
cara menghasilkan data verbal dan non verbal. Data verbal
dimanifestasikan melalui mulut dengan bahasa
yang dapat
dipahami; sedangkan data non verbal dapat dimanifestasi -
kan dalam gerakan - gerakan badan, tangan, kepala
perubahan wajah
saan kecewa.
atau
seperti sedih, gembira, marah dan
Karena itu, wawancara merupakan
pera
salah satu
cara yang sangat ampuh dalam mengungkapkan kenyataan
dup tentang apa
yang
sedang dipikirkan,
hi
atau dirasakan
seseorang.
Mengungkapkan masalah dengan
bantuan
wawancara,
antara lain ditujukan kepada :
a.
Para Santri
Beberapa pertanyaan yang diajukan kepada
santri untuk memperoleh jawaban
luhur yang
yang dialami
ingin
dicapai mereka;
selama menuntut
tentang
para
nilai - nilai
kesulitan - kesulitan
ilmu serta jalan ke
luar
untuk mengatasinya; dan interaksi di antara mereka.
t>. Kyai dan para Asatidz
Pertanyaan yang diajukan kepada para Kyai dan para
Asatidz adalah untuk memperoleh penjelasan dari
mereka
tentang tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh lembaga
31
dan alasan mendirikan dua jenis lembaga pendidikan, yaitu
Pendidikan Sekolah dan Luar Sekolah;
yang diharapkan;
faktor-faktor
nilai - nilai luhur
yang menjadi ciri
dari kedua bentuk lembaga tersebut;
sejauh mana
khas
program
pendidikan dapat dilaksanakan menurut kemampuan yang ada;
integrasi pondok pesantren
di
tengah - tengah kehidupan
masyarakat; dan sebagainya.
c
Tokoh masyarakat dan aparat Pemerintah
Beberapa
orang
tokoh masyarakat
memberikan sekedar pendapat tentang
cara
diminta
merealisasikan
nilai-nilai luhur yang telah diperoleh di pondok
tren; sejauh mana bantuan masyarakat
untuk
yang
pesan -
dapat disum -
bangkan untuk kelancaran proses pengajian; demikian
pula
keuntungan dan mafaat yang dapat dirasakan masyarakat se-
hubungan dengan letak pondok pesantren tidak
jauh dari
tempat tinggal mereka.
3. Studi Dokumentasi
Metode yang digunakan untuk mencari data-data
dan
informasi yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti. Sumbernya antara
lain
diperoleh
dari
catatan,
transkript, surat kabar, majalah, notulen rapat, selebaran, surat-surat, arsip pengumuman dan sebagainya.
Metode dokumentasi tidak banyak mengalami kesulit
an, karena sumber informasi dan data yang berbentuk doku
mentasi
pada
umumnya
lebih
stabil.
Data - data tidak
32
berubah isinya, sehingga tidak perlu banyak
melakukan
pengecekan ualang atau triangulasi (Nasution 1989 : 26)
yaitu untuk memperoleh informasi dari beberapa
pihak
dengan maksud memverifikasi atau mengkonformasi, agar
hasil penelitian dapat dipercaya.
Penelitian melalui studi dokumentasi dapat mengum-
pulkan sejumlah data. Data -data tersebut di antaranya:
jumlah para asatidz, jumlah para santri pada pondok pe
santren, lokasi pusat pesantren di seluruh wilayah pulau
Jawa, nama dan potensi pondok pesantren,
perhitungan
IPs, IPk, IPp untuk pendidikan sekolah, struktur program
kurikulum, contoh-contoh format, penentuan indeks prestasi, struktur organisasi operasional, beban belajar siswa
per minggu, peringatan - peringatan siswa dan lain -lain
sebagainya.
4- Studi Literatur
Metode ini digunakan untuk mendapatkan pengetahuan
sebagai dasar dalam melaksanakan tugas di lapangan. Pe
ngetahuan dasar ini, seluruhnya diarahkan untuk kepen tingan penelitian. Di antara literatur tersebut diutama-
kan yang berkaitan dengan (a) Pendidikan Luar Sekolah;
(b) teori-teori penelitian; (c) Tipologo Pondok Pesantren
(d) Penyelenggaraan Latihan Kerja Santri; (e) Kode Etik
Para Santri; (f) dan Iain-lain sebagainya.
33
D- PROSEDUR PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI
1. Persiapan
Lokasi dan pondok pesantren yang akan
dijadikan
tempat penelitian terlebih dahulu ditetapkan.
nya,
pengumpulan data dilaksanakan
Selanjut
tahap demi tahap.
Adapun persiapan sebelum pelaksanaan terjun ke
lapang
an tentunya didahului oleh penyelesaian surat - surat
perijinan, agar terhindar dari berbagai macam kesulitan
yang mungkin terjadi setelah memasuki tempat penelitian.
Seperti kita ketahui, bahwa pondok pesantren pada
hakekatnya merupakan suatu gambaran situasi sosial, ka
rena peristiwa yang terjadi sepanjang hari
didominasi
oleh proses interaksi antara Kyai, para Asatidz dan para
santri. Dengan demikian penelitian yang dilakukan
ter
hadap situasi di pondok pesantren sama artinya dengan
penelitian terhadap situasi sosial. Sedangkan pengerti
an situasi sosial itu sendiri hanya dapat terjadi apabila
dilengkapi tiga unsur (Nasution 1989 : 43).
Pertama unsur TEMPAT, yaitu tempat di mana Kyai,
para Asatidz dan para santri melakukan serangkaian kegi
atan dan interaksi. Kedua, unsur PELAKU, yaitu
orang-
orangnya yang akan melakukan sesuatu pada tempat terten-
tu. Ketiga, unsur KEGIATAN, yaitu segala aktivitas serta
kreativitas yang dilaksanakan oleh para pelakunya pada
34
tempat tertentu.
Untuk memasuki ketiga unsur tersebut, yang
meru
pakan suatu kesatuan situasi sosial, dan tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya, maka perlu
dilakukan persiapan - persiapan yang berkenaan
ketentuan-ketentuannya,
dengan
hingga mampu membantu
dalam
kelancaran jalannya penelitian. Persiapan yang dimaksud
adalah untuk : (a) mengadakan hubungan formal dan infor -
mal terhadap beberapa tokoh masyarakat sebelum terjun ke
lapangan; (b) mengusahakan surat perijinan dari
instansi
yang berwenang, agar pelaksanaan penelitian mendapat res-
tu, bantuan atau petunjuk-petunjuk yang diperlukan;
(,c)
pelaksanaan penelitian, agar dapat mengumpulkan informasi
dan data sebanyak mungkin; (d) mengolah dan menganali sis data yang diperoleh dari hasil penelitian; (e) membu
at surat laporan, hingga akhirnya selesai menjadi sebuah
tesis.
Pelaksanaan kegiatan penelitian tidak dapat dila
kukan secara langsung terjun ke lapangan, namun diawali
dengan hubungan formal atau informal terhadap para tokoh
di masyarakat. Beberapa tokoh yang berada di sekitar pon
dok pesantren Yamisa sempat diajak berdialog, antara lain
(1) Ketua RT kampung Cidalima, yang pekerjaan
sehari-
harinya mengajar di SD. Beliau telah memberikan beberapa
informasi mengenai sikap masyarakat terhadap pondok pe
santren. Mereka hanya-mampu menyumbangkan pikirannya dan
35
tenaga kasar saja. Sedangkan bantuan berupa materi
sa -
ngat minim, sesuai dengan kondisi ekonomi masyarakat se -
kitar pondok pesantren, tidak dapat berbuat banyak;
(2)
Ketua RW, yang pekerjaan sehari-harinya adalah wiraswas -
ta. Beliau memberikan penjelasan tentang sikap dan simpati masyarakat di wilayahnya terhadap pondok
pesantren.
Beberapa tokoh masyarakat dapat memberikan bantuan tenaga
sebagai pengajar (ustadz), yang dapat dimanfaatkan kepada
para santri sebagai guru ngaji. Beliau mengemukakan pula,
bahwa masyarakatnya yang bertempat tinggal di sekitar pe
santren tidak dapat berbuat banyak mengenai bantuan yang
berupa materi. Hal tersebut dikarenakan situasi dan kon -
disi sosial ekonomi masyarakatnya masih belum memungkin kan, sehingga rehabilitasi pisik pondok pesantren sangat
terkatung-katung penyelesaiannya. Demikian pula kelompencapir yang telah masuk rencana untuk dilaksanakan di desa
Sukawening (Yamisa II) tidak dapat berjalan dengan lancar
dikarenakan terbentur biaya. Beberapa unit kegiatan ter paksa ditutup sementara sambil menunggu perkembangan sarananya, misalnya keterampilan menjahit, merajut dan be
berapa unit keterampilan lainnya; (3) Penjelasan Sekretaris pondok pesantren Yamisa, yang pekerjaan sehari-hari nya sebagai penilik pada Pendidikan Agama Islam Kecamatan
Soreang. Beliau menjelaskan tentang keterampilan yang ada
dan masih dapat dipertahankan, yaitu terutama pada
36
bidang - bidang pertanian,
peternakan dan perikanan .
Sedangkan jenis keterampilan lainnya, seperti
menjahit,
merajut, perbengkelan terpaksa ditangguhkan. Hal tersebut
antara lain disebabkan terbenturnya pengadaan biaya untuk
bahan dasar dan ongkos pemeliharaan yang semakin memerlu-
kan konsentrasi khusus. Demikian pula mengenai para pern bimbingnya hanya menggunakan tenaga para santri senior,
yang telah mendapat bimbingan terlebih dahulu. Dengan keadaan semacam ini, maka tenaga pembimbing selalu
songan, karena pada saat mereka telah selesai
keko menuntut
ilmu di pondok pesantren, lalu pulang ke kampung halamannya. Jadi kontinuitas tenaga pembimbing selalu terhenti -
henti. Beliau sempat pula menggambarkan mengenai struk tur/jenjang wewenang yang dilakukan para Sesepuh di pon -
dok pesantren secara tradisional. Jenjang wewenang terse
but diawali dari Sesepuh (Pembimbing Umum) yang dilaksa nakan oleh Kyai; jabatan Wakil Ajengan (WA)
dilaksanakan
oleh santri yang paling senior serta biasanya setelah me
lalui suatu pengalaman yang disebut NGALANTUNG
sebagai
salah satu syaratnya; kemudian mudir, yang tugasnya
bagai pengawas untuk beberapa pondok; dan Kapil atau
rah, yang tugasnya mengawasi hanya untuk satu pondok
ja. Skema wewenang tersebut digambarkan sebagaimana
se
Lusater-
lihat pada halaman berikut.
Para santri yang tinggal dalam satu pondok
sama, akan diawasi oleh seorang Kapil yang sama
yang
pula.
37
Para
santri
Gb.
1
Skema Wewenang
38
Sedangkan para santri yang tinggal di pondok yang ber
beda, akan diawasi oleh Kapil yang berbeda.
laksanakan
tugasnya, para Kapil itu diawasi oleh
rang Mudir. Demikianlah seterusnya,
yang
Dalam me
tertinggi
berada
kil Ajengan (WA); (4)
pada Kyai
hingga
seo-
pengawasan
yang dibantu oleh Wa
Tokoh masyarakat
lainnya di So
reang sempat pula memberikan informasi yang bersifat umum
yang antara lain mengemukakan tentang kondisi ekonomi ma
syarakat, animo para remaja untuk menjadi santri dan ke -
hidupan yang lebih di masa mendatang. Beliau menambahkan,
bahwa tidak sedikit anggota masyarakat yang
anaknya menjadi manusia pintar serta berakhlaq
yang kemudian berguna bagi dirinya,
bangsanya
mendambakan
tinggi,
dan aga-
manya.
Pada penelitian pendahuluan, beberapa
kantor Departemen Agama telah dapat memberikan
personal
bantuan
pula. Misalnya, Wakil Kepala Urusan Pondok Pesantren, pa
da Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi Jawa Ba
rat,
yang
dalam pertemuannya
telah memberikan bebera
pa informasi yang bermanfaat bagi kelanjutan peneliti
an tentang kepesantrenan. Di samping itu pula sejum-
lah leteratur yang ada sangkut pautnya dengan peneliti
an di lapangan telah diserahkan untuk dipergunakan se
bagai bahan bacaan. Sedangkan, Kepala Seksi Perguruan Agama Islam Kantor Departemen Agama
Kabupaten
39
Bandung, telah memberikan penjelasan tentang kepesan
trenan secara global. Beliau sempat memberikan gambar
an beberapa pondok pesantren yang telah
melengkapi
lembaga pendidikannya dengan bentuk Pendidikan Sekolah
di samping bentuk Pendidikan Luar Sekolah. Misalnya, selain membuka pengajian sorogan atau bandungan (weton)
secara
tradisional, juga dibuka pula Madrasah Tsanawi -
yah dan Madrasah Aliyah, bahkan Sekolah Menengah Umum
Tingkat Pertama serta Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas.
Semua informasi ini dijadikan dasar untuk langkah-lang -
kah penelitian seterusnya. (Wawancara tgl. 17 Maret 1989).
Selanjutnya, setelah informasi masuk baik secara
formal maupun informal, maka langkah berikutmya menyelesaikan surat - surat perijinan untuk memasuki lapangan.
Surat tersebut diajukan kepada Direktur Program Pasca
Sarjana (FPS) melalui kantor tata usaha, yang akan dite ruskan kepada Rektor IKIP Bandung. Surat permohonan per
ij inan ini ditujukan kepada : (1) Kantor Sospol Propinsi
Jawa Barat. Karena penelitian akan dilakukan di Kabupa ten Bandung, maka surat dari kantor Sospol Propinsi Jawa
Barat diserahkan kepada kantor Sospol Kabupaten. Demiki
an pula, surat tersebut lalu dibawa ke kantor Kecamatan
Soreang untuk memperoleh surat pengantar ke kantor tem
pat di mana penelitian akan dilakukan. (2) Kantor Wila yah Depag Propinsi Jawa Barat untuk memperoleh
surat
40
pengantar dari kantor Departemen Agama Kabupaten Bnadung.
Pada akhirnya, barulah surat pengantar yang diperoleh da
ri kantor Departemen Agama Kabupaten Bandung dibawa dan
diserahkan ke kantor lembaga pendidikan di tempat peneli
tian akan dilaksanakan. Jadi secara ringkas, surat perijinan ini dapat diperoleh dari kantor Kecamatan setempat
dan dari kantor Departemen Agama Kabupaten, dengan pengajuan permohonan melalui kantor di mana yang bersangkutan
berasal.
2. Pengumpulan Data
Pelaksanaan pengumpulan data banyak diperoleh dari
responden secara perorangan atau dari sekelompok kecil
responden saja. Pengumpulan data tersebut baru dianggap
selesai, apabila sudah merasa puas atau responden sen
diri nampak kecapaian dan jemu; atau bila responden
kurang pandai mengemukakan pendapat serta sudah keha bisan bahan
pembicaraan.
Wawancara yang dilakukan pada tanggal 3 Juli 1989
adalah wawancara yang pertama kali dilaksanakan dengan
Sesepuh pondok pesantren Yamisa. Beliau memberikan pen
jelasan dengan menggunakan bahsa daerah (bahasa Sunda )
sebagai bahasa pengantarnya, yang kadang-kadang diselangseling dengan bahasa Arab.
Pada pertemuan yang pertama ini, penjelasan yang
41
disampaikan bersifat umum.
pondok pesantren;
berdirinya
tujuan pendidikan yang ingin dicapai
secara garis besarnya;
laksanakan lembaga.
Sejarah tentang
pengembangan fisik yang dapat di
Sedangkan penjelasan yang
dengan hadits dan firman Allah
berkaitan
dikemukakan dalam dua ba
hasa, yaitu bahsa Arab dan bahsa lain, misalnya
untuk
memperkuat nilai - nilai luhur yang ingin dicapai melalui
pendidikannya dikemukakan : "Budi pekerti yang tinggi"
merupakan akhlak alkarimah sebagaimana telah dijelaskan nya dalam hadits Nabi yang berbunyi "Innamaa bu'itstu li-
utammimaa makaarimal akhlaaq",
yang artinya "Sesungguh -
nya daku diutus untuk menyempurnakan akhlaq".
Demikian
pula sewaktu mengatakan, bahwa pondok pesantren merupa -
kan warisan para Wali untuk memelihara dan mengembang
kan agama Islam, karena agama Islam menurut
keterangan
adalah agama yang paling sempurna. Dikemukakannya
dalam
firman Allah yang berbunyi : "Alyauma akmaltu lakum
dii-
nakum waatmamtu 'alaikum ni'matii waradhiitu lakumul is laama diina", yang artinya :"Pada hari ini telah
Kusem-
purnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepada-
mu ni'matKu dan Aku telah menyukai Islam itu menjadi aga
mamu". (Al Maidah : 3).
Sejumlah data dan informasi yang berhasil
pulkan dari pembicaraan tersebut,
agar
mudah
pengambilan
pada
segera
waktu
dikum -
dikelompokkan
pengolahan
atau
42
dan menganalisisnya. Demikianlah setiap kali
melakukan
observasi atau wawancara,
informasi
seluruh
catatan
atau data yang diperoleh, setelah tiba di rumah segera
dilakukan pengelompokan.
Wawancara berikutnya dilakukan dengan
sela ku Seksi Kesehatan,
tua Seksi Dakwah.
Ketua
II
yang merangkap pula sebagai Ke
Sehubungan beliau salah seorang
yang
termasuk sangat sibuk dengan pelbagai jenis kegiatan, se
perti pengajar pada SLP dan SLA, juga sebagai anggota DPR
tingkat kabupaten, di samping beliau sebagai seorang ak tivis di pondok pesantren Yamisa. Karena kesibukan inilah
bagi peneliti merupakan suatu kendala dalam keberhasilan,
yang direncanakan untuk melakukan pertemuan dan wawanca -
ra. Rencana terpaksa dirubah dan diisinya dengan kegiatan
lain yang tidak termasuk dalam kegiatan hari itu.
Pertemuan serta wawancara yang paling sering di
laksanakan, walaupun responden sendiri tidak lepas dari
kesibukan pribadinya, hanyalah dengan
Ketua Seksi Ke
pesantrenan. Sebenarnya beliau merangkap pula
kepala
sebagai
Madrasah Aliyah Yamisa Soreang. Bersama beliaulah
wawancara dilaksanakan
untuk
mengumpulkan
informasi yang lebih bebas dan terbuka.
data
serta
Melalui beliau
banyak data dan informasi yang diperoleh dalam wawan
cara untuk seterusnya diolah dan dianalisa.
Pejabat lainnya, yang turut serta dalam mengelola.
43
memelihara
atau
mengembangkan pondok pesantren,
pengurusan
yang berkenaan dengan pendidikan formal
sekolah, maupun yang berkaitan dengan
sekolah di pondok pesantren
Madrasah Aliyah.
baik
di
pendidikan
luar
adalah Ketua Seksi Kurikulum
Beliau banyak mengetahui tentang seluk-
beluk dan sejarah pondok pesantren sejak awal
hingga
sekarang.
B eberapa dokumen penting mengenai Madrasah Aliyah
berada pada tanggung jawabnya. Semua materi yang
berlangsung dikuasainya.
sedang
Dengan penguasaan sejumlah data
dan informasi tersebut, penelitian dapat dilakukan
lebih
mantap dan faktual, sehingga permasalahan yang
ingin
diteliti dapat dikorek, dan dilacak secara radikal.
Tidak kurang pentingnya pengumpulan data
dan
in
formasi yang diperoleh dari beberapa orang santri mukim.
Mereka pun dapat memberikan penjelasan tentang tujuan menuntut ilmu di pondok pesantren, pengalaman tinggal
di
pondok, cara mengatasi kesulitan, cara berkomunikasi an -
tara para santri. Mereka banyak dituntut untuk dapat bel
ajar sendiri, berpikir sendiri, mengurus sendiri, dan menyesuaikan diri sendiri dengan lingkungan
di mana
ia
berada. Dengan kata lain, mereka dituntut untuk
dapat
hidup mandiri, belajar menjadi insan dewasa, yang tidak
selalu menggantungkan diri pada orang lain.
Dari pen-
jelasannya dikemukakan pula, bahwa mereka dibiasakan un
tuk bertanggung jawab, bertindak dan
bersikap
sesuai
44
dengan etika dan materi yang diprogramkan; dibiasakan pu
la hidup sederhana dan selalu mengabdikan diri terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
Penelitian yang dilaksanakan terhadap kegiatan di
pondok pesantren,terutama pada waktu para santri
sedang
melakukan berbagai jenis kegiatan, misalnya pelaksanaan
pengajian sorogan dan bandungan (weton), shalat berjamaah
di mesjid. Tidak berarti, bahwa mencatat itu pun berhenti
selama para santri tidak melakukan kegiatan apa-apa. Ke
giatan pencatatan diteruskan sesuai dengan tujuan
yang
ingin dicapai.
3- Pengelolaan dan Analisa Data
Data-data yang terkumpul, baik yang bersifat ver
bal maupun non verbal, yang diperoleh melalui observasi,
wawancara, studi dokumenter ataupun studi literatur di
lakukan pengolahan. Pengolahan tersebut diawali dengan
pemeriksaan berkas, catatan, dokumen dan isi kaset yang
diperoleh pada wawancara tersebut di atas. Semua hasil
wawancara yang telah diperiksa, lalu dipilih dan dipisah
Pisahkan untuk dikelompokkan berdasarkan jenis kegiatan,
lalu digabungkan dengan hasil pengelompokan lain
yang
telah dikerjakan sebelumnya. Sekali lagi dokumen serta
catatan-catatan lainnya diamati dan diteliti ulang, lalu
diberi tanda atau kode tertentu menurut jenisnya tadi,
sehingga memudahkan pelaksanaan pengolahan selanjutnya.
45
Seluruh catatan hasil observasi maupun hasil wa
wancara yang sejenis dan telah diberi kode itu dikum
-
pulkan dijadikan satu, sehingga hanya terdapat beberapa
berkas, yang setiap stop map hanya berisi satu
jenis
kegiatan.
Setelah pengorganisasian dan pengolahan sejumlah
data dan informasi hasil pengumpulan di lapangan,
lalu
dilanjutkan dengan penganalisaannya, sehingga akhirnya
dapat menghasilkan suatu gambaran hasil penelitian yang
mampu memberikan jawaban serta memecahkan masalah
dirumuskan pada halaman "Rumusan Masalah" di muka.
yang
... dan adakanlah musyawarah dengan
mereka
dalam
beberapa urusan, dan
bila engkau telah mempunyai keputusan yang tetap, percayakanlah dirimu
kepada Tuhan, sesungguhnya Tuhan
itu menyukai orang-orang yang
mem-
percayakan dirinya kepadaNya. (Q.S.
3 : 159)
BAB
7
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A* PENGERTIAN DASAR PONDOK PESANTREN SERTA KOMPONENKOMPONENNYA
1. Pengertian Dasar Pondok Pesant ren
Hasil wawancara dengan Ketua Seksi
Kepesantrenan
tanggal 28 Juli 1989 di ruang kerjanya telah menjelaskan
atas pertanyaan yang diajukan tentang pengertian pondok
pesantren. Beliau menunjukkan beberapa sumber yang men
jelaskan arti PONDOK PESANTREN. Sumber-sumber tersebut
antara lain (a) Informasi dari Kantor Wilayah Departe men Agama Propinsi Jawa Barat; (b) Ramus Muhamad Zain ;
(c) Edaran Ditjen Bimbaga Islam 1982 : 1 ; (d)
Media
Pembinaan Depag 197 6 : 3 dan (e) Penjelasan dari Habib
Chirzin dalam literaturnya 1982 : 82.
Dari beberapa sumber yang dikemukakan tersebut
beliau memberikan suatu kesimpulan, bahwa
pengertian
pondok pesantren mempunyai ciri yang sama, yaitu meru
pakan suatu lembaga pendidikan dan pengajaran agama Is
lam yang diberikan secara non klasikal oleh seorang (le
bih) Kyai kepada para santri tentang kitab-kitab
yang
ditulis dalam bahasa Arab oleh ulama-ulama besar. Pon
dok sebagai tempat tinggal para santrinya dan mesjid
sebagai pusat lembaganya. Dengan kata lain pengertian
62
63
™ PES™ ^ ^> P-aidikan islam _y
dilaksanakan dengan sistem asrama dengan Kyai yang me-
yang
n3ajarkan agama kepada para santrinya. Mesjid sebagai
pusat lembaganya.
•
i"»- Ilihnf
liinat ,*«,«•
definisi
PLS, h. 14).
2- ^^^^ESSSILjLjSom^^
Kesimpulan yang dikemukakan tersebut. beliau le-
bxh Jauh menguraikan tentang pengertian komponen serta
segala sesuatunya yang terkandung di dalamnya. Sebutan
Pondok pesantren hanya akan terjadi. apabila di dalam
nya terdapat komponen-komponen berikut =(a) Pondok;(b,
Kyai; (C) Para santri- i*\ r,
santri, (d) Pengajaran kitab-kitab klasxk dan (e) Mesjid. Penjelasan
tiap-tian v
j
=a" xiap-tiap komponen ter
sebut diuraikan sebagai
/M» 5-IX-1982
=
a i berikut
DeriKut. (Mp
: 24).
a.
Pondok
Pondok merupakan suatu asrama pendidikan Iulm
tradisional. yaitu tempat tinggal dan belajar bersama
bagr para santri di bawah asuhan dan pengawasan Kyai-
nya- Pada pesantren yang besar. para santrinya berda -
tangan dari tempat sekitar pesantren. bahkan dari tem-
Pat yang Jauh dari pesantren. Sering terjadi pada pe
santren. bahwa Jumlah para santri yang menghuni pondok
tidak setaba„g dengan luas kamar (kobong, pada po„dok
Vang tersedia. yaitu luas kobong sekitar sembilan meter
Persegi dihuni oleh belasan santri. Karena itulah
-ka beberapa orang santri terpaksa harus tidur di
64
serambi mesjid ketika malam hari tiba. Sedangkan para
santri yang datang dari sekitar pesantren biasanya ha
nya datang ke pesantren pada waktu pengajian di mesjid
akan dilaksanakan.
b. Kyai
Kyai merupakan sentral yang harus dihormati dan
disegani oleh para santri dan masyarakat sekitarnya. Me
reka sering menganggap, bahwa menghormati Kyai sama ar-
timya dengan menghormati ilmu, karena Guru/Kyai merupa kan washilah (perantara) dalam memperoleh ilmu. Ketua
Seksi Kepesantrenan mengutip ucapan seorang ulama,